Anda di halaman 1dari 39

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN TETANUS

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah


Dosen Pembimbing : Ns. Sony Wahyu Tri Cahyono, M.Kep.

Disusun Oleh Kelompok 10

1. Della Amarany (202214401012)


2. Ifa Zunita Hanifah (202214401028)
3. Imelda Junita Anggraini (202214401031)
4. Putri Lailatul Ramadhani (202214401045)
5. Shanty Yuliana Triana Sari (202214401050)

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN


STIKes SATRIA BHAKTI NGANJUK
TAHUN AKADEMIK 2023/2024
LEMBAR KONSULTASI
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
TAHUN AKADEMIK 2023/2024

Pembimbing : Ns. Sony Wahyu Tri Cahyono, M.Kep.


Judul : Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Tetanus

NO TANGGAL CATATAN PEMBIMBING PARAF

Dosen Pembimbing

Ns. Sony Wahyu Tri Cahyono, M.Kep.

ii
LEMBAR PENGESAHAN

Kami yang bertanda tangan dibawah ini ,


Menyatakan bahwa makalah yang telah kami buat ini adalah sah dan asli hasil
diskusi yang kami kerjakan sebaik – baiknya. Dengan ini kami kelompok 10
Diploma III Keperawatan Tahun Akademik 2023/2024 menyerahkan makalah ini
dan disetujui pada:

Hari, Tanggal:

Pukul:

Dosen Pembimbing

Ns. Sony Wahyu Tri Cahyono, M.Kep.


NIDN: 0718098906

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
limpahan rahmatnya sehingga kami dapat menyusun makalah Keperawatan
Medikal Bedah dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan
Gangguan Tetanus”. Dengan dukungan dari berbagai pihak kami dapat
menyelesaikan penugasan ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
dosen pada mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah. Selain itu, makalah ini juga
bertujuan menambah wawasan bagi para pembaca dan juga penulis. Dalam
kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak “Ns. Sony Wahyu
Tri Cahyono,.M.Kep.” selaku dosen mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah yang
telah membimbing kami dalam proses penyusunan makalah ini serta kepada pihak-
pihak yang telah membantu keberhasilan makalah ini.

Kami juga menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini mungkin


terdapat kesalahan bahkan tidak ada kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran
yang membangun dari semua pihak sangat kami butuhkan demi kesempurnaan
penyusunan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi rekan-rekan
seperjuangan khususnya Prodi Diploma III Keperawatan.

Nganjuk, 12 Maret 2024

Kelompok 10

iv
DAFTAR ISI

SAMPUL ..................................................................................................................i

LEMBAR KONSUL ............................................................................................. ii

LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................. iii

KATA PENGANTAR ...........................................................................................iv

DAFTAR ISI ...........................................................................................................v

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1

A. Latar Belakang .............................................................................................1

B. Rumusan Masalah ........................................................................................2

C. Tujuan ..........................................................................................................2

D. Manfaat ........................................................................................................2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................4

A. Konsep Medis Tetanus .................................................................................4

1. Definisi ..................................................................................................4

2. Etiologi ...................................................................................................4

3. Manifestasi Klinis ..................................................................................5

4. Patofisiologi ...........................................................................................6

5. Pathway ..................................................................................................7

6. Klasifikasi ..............................................................................................8

7. Pemeriksaan Penunjang .........................................................................9

8. Penatalaksanaan .....................................................................................9

9. Komplikasi ...........................................................................................11

B. Konsep Asuhan Keperawatan Tetanus.......................................................11

1. Pengkajian ............................................................................................11

2. Diagnosa Keperawatan.........................................................................20

3. Perencanaan Keperawatan ...................................................................21

v
4. Implementasi Keperawatan ..................................................................30

5. Evaluasi Perencanaan ...........................................................................31

BAB III PENUTUP ..............................................................................................32

A. Kesimpulan ................................................................................................32

B. Saran...........................................................................................................32

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................33

vi
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tetanus adalah gangguan neurologis yang ditandai dengan


meningkatnya tonus otot dan spasme, yang disebabkan oleh tetanospasmin,
suatu toksin protein yang kuat yang dihasilkan oleh Clostridium Tetani.
Terdapat beberapa bentuk klinis tetanus termasuk di dalamnya tetanus
neonatorum, tetanus generalisata dan gangguan neurologis lokal (Sudoyo,
2010). Tetanus di sebabkan oleh toksin yang di hasilkan oleh Clostridium tetani
yang terdapat pada tempat luka (Schwartz, 2000). Tetanus yang tidak tertangani
dengan baik dapat menimbulkan komplikasi yang terjadi akibat penyakitnya,
seperti laringospasme,atau sebagai konsekuensi dari terapi sederhana, seperti
sedasi yang mengarah pada koma,aspirasi atau apnea, atau konsekuensi dari
perawatan intensif, seperti pneumonia berkaitan dengan ventilator.
Kemampuan respirasi yang berukang berakibat terjadinya apnea dan
mengancam jiwa (Sudoyo, 2010).

Menurut WHO mengatakan pada tahun 2015, terdapat 10301 kasus


tetanus termasuk 3551 kasus neonatal yang dilaporkan melalui WHO/Unicef.
Laporan tersebut juga masih belum bisa menjelaskan angka kejadian
sebenarnya dikarenakan banyaknya insiden yang tidak dilaporkan (WHO,
2017). Menurut Saraswita 2014 Tetanus adalah penyakit yang dapat dicegah.
Menurut kementrian kesehatan Republik Indonesia dalam rangkaian PID,
Kemenkes bersama stakeholder lain menggelar seminar dengan tema Imunisasi
untuk Masa Depan Lebih Sehat, di Jakarta Mei 2014. Imunisasi pencegahan
dengan toksoid tetanus merupakan pencegahan tetanus terbaik. Imunisasi dasar
di berikan pada usia 7 tahun dan di ulangi sampai tiga kali. Penatalaksanaan
untuk pasien tetanus bermula dengan pembersihan secara seksama dan debriden
luka untuk membuang jaringan nekrotik dan benda asing.

Penisilin merupakan antibiotic terpilih. Tetrasiklin dapat di gunakan


untuk mereka yang alergi terhadap penisilin. Pemberian relaksan otot dan
pentotal sistemik di gunakan untuk spasme yang berat. Kontrol pernapasan dan

1
pembersihan paru penting di lakukan dalamkasus yang berat (Schwartz, 2000).
Menurut Kinho 2013 tindakan pemulihan kesehatan di lakukan rehabilitasi
fisik,mental, vokasional, dan aesthetic. Pemulihan membutuhkan tumbuhnya
ujung saraf yang baru yang menjelaskan mengapa tetanus berdurasi lama
(Sudoyo, 2010).

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari tetanus?
2. Apa etiologi dari tetanus?
3. Apa manifestasi klinis dari tetanus?
4. Apa patofisiologi dari tetanus?
5. Apa pathway dari tetanus?
6. Apa klasifikasi dari tetanus?
7. Apa pemeriksaan penunjang dari tetanus?
8. Apa komplikasi dari tetanus?
9. Bagaimana penatalaksanaan tetanus?
10. Bagaimana asuhan keperawatan tetanus?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi tetanus
2. Untuk mengetahui etiologi tetanus
3. Untuk mengetahui manifestasi klinis tetanus
4. Untuk mengetahui patofisiologi tetanus
5. Untuk mengetahui pathway tetanus
6. Untuk mengetahui klasifikasi tetanus
7. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang tetanus
8. Untuk mengetahui komplikasi tetanus
9. Untuk mengetahui penatalaksanaan tetanus
10. Untuk mengetahui asuhan keperawatan tetanus
D. Manfaat
1. Bagi penulis
Menambah pengetahuan dan wawasan dalam memberikan asuhan
keperawatan yang komperhensif pada pasien dengan tetanus

2
2. Bagi insitusi pendidikan
Dapat sebagai wacana bagi institusi pendidikan dalam pengembangan dan
peningkatan mutu pendidikan dimasa akan datang
3. Bagi pasien dan keluarga
Pasien penderita tetanus bisa menerima perawatan yang maksimal sehingga
keluarga bisa menjaga anggota keluarga yang lain agar terhindar dari
penyakit tetanus

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Medis Tetanus
1. Definisi
Tetanus adalah penyakit dengan tanda utama kekuatan otot (spasme)
tanpa disertai gangguan kesadaran. Gejala ini bukan disebabkan kuman
secara langsung, tetapi sebagai dampak eksotoksin (tetanoplasmin) yang
dihasilkan oleh kuman pada sinaps ganglion sambungan sumsum tulang
belakang, sambungan neuro muscular (neuromuscular jungtion) dan saraf
autonom. (Smarmo 2010). Tetanus adalah penyakit yang disebabkan oleh
tetonospamin yang di produksi oleh clostridium tetani yang menginfeksi
sistem urat saraf dan otot sehingga otot menjadi kaku. (Gardjito, Widjoseno
2011).
Tetanus adalah gangguan neurologis yang ditandai dengan
meningkatnya tonus otot dan spasme, yang disebabkan oleh tetanuspasmin,
suatu toksin protein yang kuat yang dihasilkan oleh clostridium tetani.
Terdapat beberapa bentuk klinis tetanus termasuk di dalam tetanus
neonatorum, tetanus generalisata dan gangguan neurologis loka. (Aru W.
Sudoyo, 2011).
Penyakit tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan toksin
kuman clostridium tetani bermanifestasi sebagai kejang otot paroksismal,
diikuti kekakuan otot seluruh badan. Kekakuan tonus otot ini selalu tampak
pada otot massater dan otot-otot rangka. (Sjaifoellah Noer, 2013).
Dari pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa tetanus adalah
penyakit infeksi yang diakibatkan oleh toksin kuman Clostridium tetani,
yang ditandai dengan gejala kekakuan dan kejang otot.
2. Etiologi
Etiologi tetanus adalah bakteri anaerob obligat Clostridium Tetani yang
dapat membentuk spora. Bakteri ini berbentuk basil Gram positif dan selalu
bergerak. Bakteri Clostridium Tetani berukuran lebar 0.3-0.5 µm dan
panjang 2-2.5 µm. Bakteri Clostridium Tetani dapat ditemukan di tanah,
debu, usus hewan (domba, sapi, anjing,kuda), serta pada feses manusia dan

4
hewan. Bentuk spora Clostridium Tetani dapat bertahan dalam bentuk
dorman selama bertahun-tahun, spora tersebut tahan terhadap sinar
matahari, pemanasan hingga ±20 menit, serta desinfektan.
Saat masuk ke dalam luka, spora Clostridium Tetani akan berubah
menjadi bentuk vegetatif yang akan menghasilkan toksin. Bakteri akan
bermultiplikasi pada luka dengan kondisi anaerob dan suhu optimal antara
33-37 C. Inaktivasi bentuk spora dari bakteri ini ⁰ membutuhkan waktu 15-
24 jam menggunakan larutan phenol 5%, formalin 3%, chloramine 1%,
atau hidrogen peroksida 6%. Tetanus juga dapat terjadi pada bayi yakni
tetanus neonatorum yang terjadi pada persalinan dan pemotongan tali pusat
yang tidak steril. Tetanus tidak menular dari satu manusia ke manusia lain.
3. Manifestasi Klinis
Penyakit ini biasanya terjadi mendadak dengan ketegangan otot yang
makin bertambah terutama pada rahang dan leher. Dalam waktu 48 jam
penyakit ini menjadi nyata dengan :
a. Trismus (kesukaran membuka mulut) karena spasme otot-otot
mastikatoris.
b. Kaku kuduk sampai epistotonus (karena ketegangan otot-otot erector
trunki)
c. Ketegangan otot dinding perut
d. Kejang tonik terutama bila dirangsang karena toksin terdapat di kornu
anterior.
e. Risus sardonikus karena spasme otot muka (alis tertarik ke atas),sudut
mulut tertarik ke luar dan ke bawah, bibir tertekan kuat pada gigi.
f. Kesukaran menelan,gelisah, mudah terangsang, nyeri anggota badan
sering marupakan gejala dini.
g. Spasme yang khas , yaitu badan kaku dengan epistotonus, ekstremitas
inferior dalam keadaan ekstensi, lengan kaku dan tangan mengepal
kuat. Keadaan tetap sadar. Spasme mula-mula intermitten diselingi
periode relaksasi. Kemudian tidak jelas lagi dan serangan tersebut
disertai rasa nyeri. Kadang-kadang terjadi perdarahan intramusculus
karena kontraksi yang kuat.

5
h. Asfiksia dan sianosis terjadi akibat serangan pada otot pernapasan dan
laring. Retensi urine dapat terjadi karena spasme otot urethral. Fraktur
kolumna vertebralis dapat pula terjadi karena kontraksi otot yang
sangat kuat.
i. Panas biasanya tidak tinggi dan terdapat pada stadium akhir.
j. Biasanya terdapat leukositosis ringan dan kadang-kadang peninggian
tekanan cairan otak.
4. Patofisiologi
Clostridium tetani masuk ke dalam tubuh manusia biasanya melalui
luka dalam bentuk spora. Saat spora tersebut tumbuh menjadi bentuk
vegetative maka Clostridium tetani akan meghasilkan toksin yaitu
tetanospamin pada keadaan tekanan oksigen rendah, nekrosis jaringan atau
berkurangnya potensi oksigen. tetanospasmin merupakan toksin kuat dan
atau neurotropik yang dapat menyebabkan ketegangan dan spasme otot,
dan mempengaruhi sistem saraf pusat. Setelah itu Clostridium tetani akan
menyebar melalui beberapa cara, yaitu :
a. Masuk ke dalam otot
Toksin masuk ke dalam otot yang terletak dibawah atau sekitar luka,
kemudian ke otot-otot sekitarnya dan seterusnya secara ascenden
melalui sinap ke dalam susunan saraf pusat.
b. Penyebaran melalui sistem limfatik
Toksin yang berada dalam jaringan akan secara cepat masuk ke dalam
nodus limfatikus, selanjutnya melalui sistem limfatik masuk ke
peredaran darah sistemik.
c. Penyebaran ke dalam pembuluh darah
Toksin masuk ke dalam pembuluh darah terutama melalui sistem
limfatik, namun dapat pula melalui sistem kapiler di sekitar luka.
Penyebaran melalui pembuluh darah merupakan cara yang penting
sekalipun tidak menentukan beratnya penyakit. Pada manusia sebagian
besar toksin diabsorbsi ke dalam pembuluh darah, sehingga
memungkinkan untuk dinetralisasi atau ditahan dengan pemberian
antitoksin dengan dosis optimal yang diberikan secara intravena. Toksin

6
tidak masuk ke dalam susunan saraf pusat melalui peredaran darah
karena sulit untuk menembus sawar otak. Sesuatu hal yang sangat
penting adalah toksin bisa menyebar ke otot-otot lain bahkan ke organ
lain melalui peredaran darah, sehingga secara tidak langsung
meningkatkan transport toksin ke dalam susunan saraf pusat.
d. Toksin masuk ke susunan saraf pusat (SSP)
Toksin masuk kedalam SSP dengan penyebaran melalui serabut saraf,
secara retrograd toksin mencapai SSP melalui sistem saraf motorik,
sensorik dan autonom. Toksin yang mencapai kornu anterior medula
spinalis atau nukleus motorik batang otak kemudian bergabung dengan
reseptor presinaptik dan saraf inhibitor.
5. Pathway

7
6. Klasifikasi
Menurut Nurkasim (2015) klasifikasi tetanus, diantara lain
a. Klasifikasi tetanus berdasarkan bentuk klinis:
1) Tetanus local : biasanya ditandai dengan otot terasa sakit, lalu
timbul rebiditas dan spasme pada bagian proksimal luar. Gejala itu
dapat menetap dalam bebrapa minggu dan menghilang.
2) Tetanus sefalik : variasi tetanus local yang terjadi. Masa inkubasi 1-
2 hari terjadi sesudah otitis media atau luka kepala dan muka. Paling
menonjol adalah disfungsi syaraf III,IV, IX, dan XI tersering syaraf
otak diikuti tetanus umum
3) Tetanus general : yang merupakan bentuk paling sering. Spasme
otot, kaku kuduk, nyeri tenggorokan, kesulitan membuka mulut,
rahang terkunci (trismus), disfagia. Timbuk kejang menimbulkan
aduksi lengan dan ekstensi ekstermitas bagian bawah. Pada
mulanya , spasme berlangsung bebrapa detik sampai bebrapa menit
dan terpisah oleh priode relaksi.
4) Tetanus neonatorum : bisa terjadi dalam bentuk general dan fatal
apabila tidak ditanggani, terjadi pada anak-anak yang dilahirkan
dari ibu yang . Tidak imunisasi secara adekuat, rigiditas, sulit
menelan ASI, iritabilitas, spasme.
b. Klasifikasi tetanus berdasarkan beratnya atau keparahannya:
1) Derajat I (ringan) : trimus sedang (kekakuan otot menyeluruh)
ringan sampai sedang, spasitas general, tanpa gangguan
pernafasan, tanpa spasme, sedikit atau tanpa disfagia.
2) Derajat II : (sedang) : trimus sedang, rigiditas yang namapak jelas
spasme singkat ringan sampai sedang, gangguan pernafasan
sedang RR ≥ 30x/ menit, disfagia ringan.
3) Derajat III (berat) : trimus berat, spastisitas generaisata, spasme
reflek berkepanjangan, RR ≥ 40x/ menit, serangan apnea, disfagia
beraat, takikardia ≥120.
4) Derajad IV (sangat berat) : derajat tuga dengan otomik berat
melibatkan sistem kardiovaskuler. Hipotensi berat dan takikardia

8
terjadi perselingan dengan hipotensi dan bradikardia, salah
satunya dapat menetap.
7. Pemeriksaan Penunjang
Tergantung sarana yang tersedia dimana pasien dirawat,
pemeriksaannya meliputi :
a. Darah
1) Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang
2) BUN : Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan
merupakan indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat.
3) Elektrolit : K, Na
4) Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang
Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl )
5) Natrium ( N 135 – 144 meq/dl)
b. Skull ray : Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan
adanya lesi
c. EEG : Teknik untuk menekan aktivitas listrik otak melalui tengkorak
yang utuh untuk mengetahui fokus aktivitas kejang, hasil biasanya
normal.
8. Penatalaksanaan
a. Terapi Farmakologis
Terapi farmakologis tetanus meliputi pemberian antitoksin, antibiotik,
antiepilepsi, dan terapi lain untuk mengurangi gejala yang ditimbulkan
oleh toksin.
1) Antitoksin
Antitoksin yang dianjurkan adalah human tetanus
immunoglobulin (HTIG) dengan dosis 3000-6000 unit
intramuskular dibagi dalam beberapa kali pemberian dengan dosis
yang sama. Dosis bayi adalah 500 unit intramuscular tunggal. Bila
tidak tersedia HTIG dapat digunakan anti tetanus serum (ATS)
dengan dosis 100.000-200.000 unit dibagi separuh dimasukkan
intravena dan sisanya dimasukkan intramuskular pada hari
pertama. Dosis untuk bayi adalah 10.000 unit intramuskular.

9
Penggunaan ATS harus diawasi ketat karena risiko terjadi reaksi
anafilaktik yang lebih tinggi.
2) Antibiotik
Antibiotik digunakan untuk mengeradikasi bakteri. Antibiotik
pilihan adalah metronidazole dengan dosis 500 mg intravena
setiap 6 jam atau 1 gram setiap 12 jam untuk pasien dewasa dan
7,5 mg/kgBB tiap 8 jam. Antibiotik lain yang dapat digunakan
adalah klindamisin, tetrasiklin, eritromisin, kloramfenikol, dan
penisilin.
3) Medikamentosa Lainnya
Untuk mengurangi spasme yang terjadi akibat efek toksin, dapat
diberikan benzodiazepin. Diazepam dapat diberikan secara
berkelanjutan dengan dosis 0,5-15 mg/kg/hari atau diberikan
intermiten dengan dosis 5 atau 10 mg maksimal 3 dosis setiap jam.
Beberapa pasien dapat mentoleransi dosis diazepam hingga 600
mg per 24 jam. Lorazepam ataupun infus midazolam juga dapat
dipergunakan untuk mengatasi spasme otot. Terapi lain yang dapat
digunakan antara lain propofol, dantrolen, magnesium sulfat,
hingga terapi yang lebih invasif seperti pemberian baclofen yang
disuntikkan secara intratekal. Spasme yang mengganggu fungsi
pernapasan ditangani dengan intubasi dan pemasangan ventilasi
mekanik, diikuti dengan pemberian muscle relaxant dengan
pilihan obat vecuronium. Disfungsi otonom diatasi dengan
pemberian labetalol, morfin, klonidin, ataupun fentanil tergantung
dari kelainan yang muncul.
b. Terapi Non Farmakologi
Terapi non farmakologis pasien tetanus adalah dengan melakukan
eksplorasi dan debridemen secara menyeluruh pada luka yang
dicurigai sebagai port d’entree. Pasien sebaiknya ditempatkan di
ruangan perawatan terpisah yang sunyi dan sebisa mungkin terhindar
dari stimulus cahaya (ruangan gelap) dan taktil (pengunjung dibatasi).
Pada kasus tetanus dengan gagal napas dan membutuhkan ventilasi

10
mekanik pasien dirawat di ICU. Tindakan trakeostomi terkadang harus
dilakukan apabila intubasi endotrakeal merangsang terjadinya spasme
saluran napas atas. Diet pada pasien tetanus dianjurkan menggunakan
pipa nasogastrik dan diberikan diet tinggi kalori. Terapi cairan juga
harus adekuat akibat metabolisme tubuh yang meningkat.
9. Komplikasi
Menurut Sudoyono Aru (2009) komplikasi tetanus, diantara lain :
a. Spasme otot faring yang menyebabkan terkumpulnya air liur (saliva)
dalam rongga mulut dan hal ini memungkinkan terjadinya aspirasi
sehingga dapat terjadi pneumonia aspirasi
b. Asfiksia terjadi karena adanya kekakuaan otot-otot pernafasan
sehingga pengembangan paru tidak dapat maksimal.
c. Atelektasis karena obstruksi oleh sekret hal ini karena seseorang
dengan tetanus akan mengalami trismus (mulut terkunci) sehingga
pasien tidak dapat mengeluarkan sekret yang menumpuk
ditenggorokan, atau pun menelannya.
d. Fraktur kompresi dapat terjadi bila saat kejang pasien difiksasi kuat
sehingga tubuh tidak dapat menahan kekuatan luar
e. Kompresif raktur vertebra dan laserasi lidah akibat kejang
f. Hipertensi
g. Kelelahan

B. Konsep Asuhan Keperawatan Tetanus


1. Pengkajian
a. Identitas
Tetanus adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh spora dari
bakteri clostridium tetani yang biasanya ditemukan di tanah, debu, atau
kotoran hewan. Penyakit ini bisa menyerang siapa saja namun ada
salah satu kelompok yang paling rentan terkena penyakit tetanus
adalah bayi baru lahir, karena bakteri clostridium tetani menginfeksi
tubuh bayi melalui proses persalinan dan perawatan tali pusat yang
tidak steril.

11
b. Keluhan Utama
Sering menjadi alasan klien atau orang tua membawa anaknya untuk
meminta pertolongan kesehatan adalah panas badan tinggi, kejang dan
penurunan tingkat kesadaran.
c. Riwayat Penyakit
Sekarang Faktor riwayat penyakit sangat penting diketahui karena
untuk mengetahui predisposisi penyebab sumber luka. Biasanya pasien
tetanus sering menimbulkan kejang, dan harus diberikan tindakan
untuk menurunkan keluhan kejang tersebut.
d. Riwayat Penyakit
Dahulu Penyakit yang pernah dialami klien yang memungkinkan
adanya hubungan atau menjadi predisposisi keluhan sekarang meliputi
klien mengalami tubuh terluka dan luka tusuk yang dalam misalnya
tertusuk paku, pecahan kaca, terkena kaleng, atau luka yang menjadi
kotor; karena terjatuh di tempat yang kotor dan terluka atau kecelakaan
dan timbul luka yang tertutup debu/kotoran juga luka bakar dan patah
tulang terbuka. Adakah porte d’entree lainnya seperti luka gores yang
ringan kemudian menjadi bernanah dan gigi berlubang dikorek dengan
benda yang kotor.
e. Riwayat Pengobatan
Biasanya pasien tetanus menggunakan obat-obatan diazepam sebagai
terapi spasme tetanik dan kejang tetanik. Mendepresi semua tingkatan
system saraf pusat, termasuk bentukan limbik dan reticular, mungkin
dengan meningkatkan aktivitas GABA, suatu neurotransmitter
inhibitori utama.
f. Riwayat Psikososial
Psikososial pasien tetanus biasanya timbul ketakutan akan kecacatan,
rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara
optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan citra
tubuh). Karena klien harus menjalani rawat inap maka apakah keadaan
ini memberi dampak pada status ekonomi klien, karena biaya
perawatan dan pengobatan memerlukan dana yang tidak sedikit.

12
g. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
a) Kesadaran
Kesadaran klien biasaanya composmentis, pada keadaan
lanjut tingkat kesadaran klien tetanus mengalami penurunan
pada tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa. Apabila klien
sudah mengalami koma maka penilaian GCS sangat penting
untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi
untuk monitoring pemberian asuhan.
b) Tanda-tanda vital
c) Tekanan darah : biasanya tekanan darah pada pasien tetanus
biasanya normal
d) Nadi : penurunan denyut nadi terjadi berhubungan dengan
perfusi jaringan di otak
e) RR : Frekuensi pernapasan pada pasien tetanus meningkat
karena berhubungan dengan peningkatan laju metabolism
umum
f) Suhu : pada pasien tetanus biasanya peningkatan suhu tubuh
lebih dari normal 38-40°C
2) Body System
a) Sistem Pernapasan
Inspeksi apakah klien terdapat batuk, produksi sputum, sesak
napas, penggunaan otot pernapasan dan peningkatan
frekuensi pernapasan yang sering didapatkan pada klien
tetanus yang disertai adanya ketidakefektifan bersihan jalan
napas. Palpasi thorax didapatkan taktil premitus seimbang
kanan dan kiri. Auskultasi bunyi napas tambahan seperti
ronchi pada klien dengan peningkatan produksi secret dan
kemampuan batuk yang menurun
b) Sistem Kardiovaskuler
Pengkajian pada system kardiovaskular didapatkan syok
hipovolemik yang sering terjadi pada klien tetanus. TD

13
biasanya normal, peningkatan heart rate, adanya anemis
karena hancurnya eritrosit
c) Sistem Persarafan
(1) Saraf I
Biasanya pada klien tetanus tidak ada kelainan dan fungsi
penciuman tidak ada kelainan.
(2) Saraf II
Ketajaman penglihatan pada kondisi normal.
(3) Saraf III dan IV
Klien tetanus mengeluh mengalami fotofobia atau
sensitif yang berlebihan terhadap cahaya. Respons kejang
umum akibat stimulus rangsang cahaya perlu
diperhatikan perawat untuk memberikan intervensi
menurunkan stimulasi cahaya tersebut.
(4) Saraf V
Refleks masester meningkat. Mulut-mencucu seperti
mulut ikan (ini adalah gejala khas dari tetanus).
(5) Saraf VII
Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah simetris.
(6) Saraf VIII
Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
(7) Saraf IX dan X
Kemampuan menelan kurang baik, kesukaran membuka
mulut (trismus).
(8) Saraf XI
Didapatkan kaku kuduk. Ketegangan otot rahang dan
leher (mendadak).
(9) Saraf XII
Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak
ada fasikulasi. Indra pengecapan normal

14
d) Sistem Motoric
Kekuatan otot menurun, kontrol keseimbangan dan
koordinasi pada tetanus tahap lanjut mengalami perubahan.
e) Pemeriksaan Refleks
Pemeriksaan refleks dalam, pengetukan pada tendon,
ligamenum, atau periosreum derajat refleks pada respons
normal.
f) Gerakan Involunter
Tidak ditemukan adanya tremor, Tic, dan distonia. Pada
keadaan tertentu klien biasanya mengalami kejang umum,
terutama pada anak dengan tetanus disertai peningkatan suhu
nibuh yang tinggi. Kejang berhubungan sekunder akibat area
fokal kortikal yang peka.
g) Sistem Sensorik
Pemeriksaan sensorik pada tetanus biasanya didapatkan
perasaan raba normal, perasaan nyeri normal. Perasaan suhu
normal, tidak ada perasaan abnormal di permukaan tubuh.
Perasaan proprioseptif normal dan perasaan diskriminatif
normal
h) Sistem Perkemihan
Penurunan volume haluaran urine berhubungan dengan
perfusi dan penurunan curah jantung ke ginjal. Adanya retensi
urine karena kejang umum. Pada klien yang sering kejang
sebaiknya pengeluaran urine dengan menggunakan cateter
i) Sistem Pencernaan
Mual sampai munttah dihubungkan dengan peningkatan
produksi asam lambung. Pemenuhan nutrisi pada klien
tetanus menurun Karen aanorexia dan adanya kejang, kaku
dinding perut (perut papan) merupakan tanda khas pada
tetanus. Adanya spasme otot menyebabkan kesulitan BAB

15
j) Sistem Integumen
Klien mengalami tubuh terluka dan luka tusuk yang dalam
nisalnya tertusuk paku, pecahan kaca, terkena kaleng, atau
luka yang menjadi kotor, karena terjatuh di tempat yang kotor,
dan terluka atau kecelakaan dan timbul luka yang tertutup
debu atau kotoran juga luka bakar dan patah tulang terbuka.
Adakah porte de entrée seperti luka gores yang ringan
kemudian menjadi bernanah dan gigi berlubang dikorek
dengan benda yang kotor
k) Sistem Musculoskeletal
Adanya kejang umum sehingga mengganggu mobilitas klien
dan menurunkan aktivitas sehari-hari. Perlu dikaji apabila
klien mengalami patah tulang terbuka yang memungkinkan
port de entrée kuman clostridium tetani, sehingga
memerlukan perawatan luka yang optimal. Adanya kejang
memberikan resiko pada fraktur vertebra pada bayi,
ketegangan, dan spasme otot pada abdomen.
l) Sistem Endokrin
Fungsi endokrin pada klien tetanus normal
m) Sistem reproduksi
Pasien tetanus dari tingkah laku seksual dan reproduksi
normal.
n) Sistem Pengindraan
Sistem pengindraan pengecapan pada pasien tetanus normal
dan tidak ditemukan gangguan.
o) Sistem Imun
Kemampuan sistem imunitas akan berkurang dalam
mengenali toksin sebagai antigen sehingga mengakibatkan
tidak cukupnya antibodi yang dibentuk.

16
h. Analisa Data

DATA ETIOLOGI PROBLEM


Gejala dan Tanda Mayor Proses penyakit Hipertermia
Subyektif : - (mis. Infeksi,
Obyektif : kanker)
1. Suhu tubuh di atas nilai normal
Gejala dan Tanda Minor
Subyektif : -
Obyektif :
1. Kulit merah
2. Kejang
3. Takikardi
4. Takipnea
5. Kulit terasa hangat

Kondisi Klinis Terkait Kehilangan cairan Risiko


1. Penyakit Addison secara efektif Hipovolemia
2. Trauma/pendarahan
3. Luka bakar
4. AIDS
5. Penyakit Crohn
6. Muntah
7. Diare
8. Kolitis ulseratif

17
Gejala dan Tanda Mayor Gangguan Pola Nafas
Subyektif : Neurologis Tidak Efektif
1. Dispenia
Obyektif :
1. Penggunaan otot bantu
pernapasan
2. Fase ekspirasi memanjang
3. Pola napas abnormal (mis.
Takipnea, bradipnea,
hiperventilasi,kussmaul,cheyne-
stokes)
Gejala dan Tanda Minor
Subyektif :
1. Ortopnea
Obyektif :
1. Pernapasan pueserd-lip
2. Pernapasan cuping hidung
3. Diameter thorax anterior-
posterior meningkat
4. Ventiliasi semenit menurun
5. Kapasitas vital menurun
6. Tekanan ekspirasi menurun
7. Tekanan inspirasi menurun
8. Ekskuersi dada berubah

18
Gejala dan Tanda Mayor Gangguan Gangguan
Subyektif : Neuromuscular Mobilitas
1. Mengeluh sulit menggarakan Fisik
ekstremitas
Obyektif :
1. Kekuatan otot menurun
2. Rentang gerak (ROM) menurun
Gejala dan Tanda Minor
Subyektif :
1. Nyeri saat bergerak
2. Enggan melakukan
penggerakan
3. Merasa cemas saat bergerak
Obyektif :
1. Sendi kaku
2. Gerakkan tidak terkoordinasi
3. Gerakan terbatas
4. Fisik lemah

19
Kondisi Klinis Terkait Kejang Risiko Cedera
1. Kejang
2. Sinkop
3. Vertigo
4. Gangguan penglihatan
5. Gangguan pendengaran
6. Penyakit Parkinson
7. Hipotensi
8. Kelainan nervus vestibularis
9. Retardasi Mental

2. Diagnosa Keperawatan
a. Hipertermi b.d. proses penyakit d.d. suhu tubuh diatas nilai normal
b. Risiko hypovolemia d.d kehilangan cairan secara aktif
c. Pola napas tidak efektif b.d. hambatan upaya napas d.d. penggunaan
otot bantu pernapasan
d. Gangguan mobilitas fisik b.d. penurunan massa otot d.d. kekuatan otot
menurun
e. Risiko cedera b.d kejang d.d meningkatnya tonus otot dan spasme

20
3. Perencanaan Keperawatan

NO Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional


Keperawatan Kriteria Hasil
1. Hipertermi Setelah dilakukan Manajemen Hipertemia Observasi
b.d. proses tindakan Observasi 1. Untuk
penyakit d.d. keperawatan 1. Identifikasi penyebab mengetahui
suhu tubuh selama ...x24jam hipertermia (mis. penyebab
diatas nilai diharapkan suhu dehidrasi, terpapar hipertermia
normal tubuh membaik lingkungan panas, 2. Untuk
dengan kriteria penggunaan mengetahui
hasil: inkubator) kenaikan
1. Menggigil 2. Monitor suhu tubuh ataupun
menurun (5) 3. Moonitor kadar menurun suhu
2. Kejang elektrolit tubuh
menurun (5) 4. Monitor haluaran urin 3. Untuk
3. Pucat menurun 5. Monitor komplikasi mengetahui
(5) akibat hipertermia kadar elektrolit
4. Takikardi Terapeutik 4. Untuk
menurun (5) 1. Sediakan lingkungan mengetahui
5. Takipnea yang dingin volume urin
menurun (5) 2. Longgarkan atau yang keluar
6. Suhu tubuh lepaskan pakaian 5. Untuk
membaik (5) 3. Basahi dan kipasi mengetahui
7. Suhu kulit permukaan tubuh adanya
membaik(5) 4. Berikan cairan oral komplikasi
5. Ganti linen setiap hari akibat
atau lebih sering jika hipertermia
mengalami Terapeutik
hiperhidrosis (keringat 1. Untuk
berlebih) memberikan
6. Lakukan pendinginan lingkungan yang
eksternal (mis. selimut nyaman bagi

21
hipotermia atau pasien
kompres dingin pada hipertermia
dahi, leher, dada, 2. Untuk
abdomen, aksila) membantu
7. Hindari pemberian proses
antipiretik atau aspirin penurunan suhu
8. Berikan oksigen, jika tubuh
perlu 3. Untuk
Edukasi menurunkan
1. Anjurkan tirah baring suhu tubuh
Kolaborasi 4. Agar kebutuhan
1. Kolaborasi pemberian cairan pasien
cairan dan elektrolit tetap terjaga
intravena, jika perlu 5. Untuk
menurunkan
kehilangan
panas melalui
evaporasi
6. Agar suhu
permukaan
tubuh tetap
hangat maupun
dingin
7. Untuk
menghindari
terjadinya
komplikasi
8. Untuk
memenuhi
kebutuhan
oksigenasi
Edukasi

22
1. Untuk
menghindari
komplikasi
seperti
pendarahan atau
perforasi
Kolaborasi
1. Untuk
menghindari
kehilangan
cairan dan
elektrolit yang
berlebih

2. Risiko Setelah dilakukan Manajemen Hipovolemia Observasi


hypovolemia tindakan Observasi 1. Untuk
d.d kehilangan keperawatan 1. Periksa tanda dan mengetahui
cairan secara selama ...x24jam gejala hipovolemia tanda dan gejala
aktif diharapkan kondisi (mis. frekuensi nadi hipovolemia
volume cairan meningkat, nadi terba 2. Untuk
membaik dengan lemah, tekanan darah mengetahui
kriteria hasil: menurun, tekanan nadi output pada
1. Kekuatan nadi menyempit, turgor cairan
meningkat(5) kulit menurun, Terapeutik
2. Output urine membran mukosa 1. Agar pasien
meningkat (5) kering, volume urin terpenuhi
3. Membran menurun, hematrokit kebutuhan
mukosa meningkat, haus, cairannya
lembap (5) lemah) 2. Dapat
4. Ortopnea 2. Monitor intake dan membantu
menurun (5) output cairan meningkatkan
Terapeutik aliran darah ke

23
5. Dispnea 1. Hitung kebutuhan otak dan organ
menurun (5) cairan lainnya
6. Frekuensi nadi 2. Berikan posisi 3. Agar pasien
membaik (5) modified tidak
7. Tekanan darah trendelenburg kekurangan
membaik (5) 3. Berikan asupan cairan cairan
8. Hemoglobin oral Edukasi
membaik (5) Edukasi 1. Untuk
9. Hematokrit 1. Anjurkan perbanyak membantu
membaik (5) cairan oral menggati cairan
2. Anjurkan perubahan yang hilang dan
posisi mendadak mencegah
Kolaborasi dehidrasi
1. Kolaborasi pemberian 2. Untuk
cairan IV istonis (mis. membantu
NaCl, RL) meningkatkan
2. Kolaborasi pemberian aliran darah
cairan IV hipotonis balik ke jantung
(mis. glukosa 2,5%, dan
NaCl 0,4%) meningkatkan
3. Kolaborasi pemberian preload
Cairan koloid (mis. Kolaborasi
albumin, plasmanate) 1. Agar asupan
4. Kolaborasi pemberian cairan pasien
produk darah dapat terpenuhi

3. Pola napas Setelah dilakukan Manajemen Jalan Napas Observasi


tidak efektif tindakan Observasi 1. Untuk
b.d. hambatan keperawatan 1. Monitor pola napas mengetahui
upaya napas selama ...x24jam (frekuensi, kedalaman, apakah adanya
d.d. diharapkan pola usaha napas) gangguan pada
penggunaan napas membaik pola napas

24
otot bantu dengan kriteria 2. Monitor bunyi napas 2. Untuk
pernapasan hasil: tambahan (mis. mengetahui
1. Dispnea gurgling, mengi, apakah terdapat
menurun (5) wheezing, ronkhi bunyi napas
2. Penggunaan kering) tambahan
otot bantu 3. Monitor sputum 3. Untuk
napas menurun (jumlah, warna, mengetahui
(5) aroma) apakah terdapat
3. Pemanjangan Terapeutik perubahan
fase ekspirasi 1. Pertahankan warna dan
menurun (5) kepatenan jalan napas aorma pada
4. Frekuensi dengan head-tilt dan sputum
napas chin-lift (jaw-thrust Terapeutik
membaik (5) jika curiga trauma 1. Agar kepatenan
5. Kedalaman servikal) jalan napas tetap
napas 2. Posisikan semi-fowler terjaga
membaik (5) atau fowler 2. Agar pasien
3. Lakukan fisioterapi tidak terlalu
dada, jika perlu merasakan sesak
Edukasi yang di alami
1. Ajarkan teknik batuk 3. Untuk
efektif mengurangi rasa
Kolaborasi sakit yang
1. Kolaborasi pemberian dirasakan
bronkodilator, Edukasi
ekspektoran, 1. Untuk
mukolitik, jika perlu mengeluarkan
sputum
Kolaborasi
1. Agar dapat
diberikan obat

25
sesuai anjuran
dokter

4. Gangguan Setelah dilakukan Dukungan Mobilisasi Observasi


mobilitas fisik tindakan Observasi 1. Untuk
b.d. keperawatan 1. Identifikasi adanya mengetahui
penurunan selama ...x24jam nyeri atau keluhan adanya nyeri
massa otot d.d. diharapkan fisik lainnya pada pasien
kekuatan otot mobilitas fisik 2. Identifikasi toleransi 2. Untuk
menurun meningkat dengan fisik melakukan mengetahui
kriteria hasil: pergerakan adanya toleransi
1. Pergerakan 3. Monitor frekuensi fisik dalam
ekstremitas jantung dan tekanan melakukan
meningkat (5) darah sebelum pergerakan
2. Kekuatan oto memulai mobilisasi 3. Untuk
meningkat (5) 4. Monitor kondisi mengetahui
3. Rentang gerak umum selama frekuensi
(ROM) melakukan mobilisasi jantung dan
meningkat (5) Terapeutik tekanan darah
4. Nyeri menurun 1. Fasilitasi aktivitas sebelum
(5) mobilisasi dengan alat mobilisasi
5. Gerakan bantu (mis. pagar 4. Untuk
terbatas tempat tidur) mengetahui
menurun (5) 2. Fasilitasi melakukan kondisi umum
6. Kelemahan pergerakan, jika perlu pasien
fisik menurun 3. Libatkan keluarga Terapeutik
(5) untuk membantu 1. Untuk
pasien dalam memfasilitasi
meningkatkan kebutuhan alat
pergerakan yang diperlukan
Edukasi oleh pasien

26
1. Jelaskan tujuan dan 2. Untuk
prosedur mobilisasi mengetahui
2. Anjurkan melakukan fasilitas
mobilisasi dini pergerakan
3. Ajarkan mobilisasi pasien
sederhana yang harus 3. Agar keluarga
dilakukan (mis. duduk berperan dalam
di tempat tidur, duduk membantu
di sisi tempat tidur, pasien dalam
pindah dari tempat proses
tidur ke kursi) penyembuhan
Edukasi
1. Agar pasien
mengetahui
tujuan dan
prosedur dari
mobilisasi
2. Untuk
mempercepat
proses
penyembuhan
3. Agar pasien
mampu
melaksanakan
mobilisasi
sederhana secara
mandiri

5. Risiko cedera Setelah dilakukan Manajemen Kejang Observasi


b.d kejang d.d tindakan Observasi 1. Untuk
meningkatnya keperawatan 1. Monitor terjadinya mengetahui
selama ...x24jam kejang berulang

27
tonus otot dan diharapkan kontrol 2. Monitor karakteristik adanya kejang
spasme kejang meningkat kejang (mis. aktivitas berulang
dengan kriteria motorik, dan progesi 2. Untuk
hasil: kejang) mengetahui
1. Kemampuan 3. Monitor status karakteristik
mengidentifika neurologis dari kejang
si faktor risiko 4. Monitor tanda-tanda 3. Untuk
atau pemicu vital mengetahui
kejang Terapeutik status neurologis
meningkat (5) 1. Baringkan pasien agar pasien
2. Kemampuan tidak terjatuh 4. Untuk
mencegah 2. Berikan alas empuk di mengetahui
risiko atau bawah kepala, jika tanda-tanda vital
pemicu kejang memungkinkan pasien stabil
meningkat (5) 3. Pertahankan atau tidak
3. Kepatuhan kepatenan jalan nafas Terapeutik
meminum obat 4. Longgarkan pakaian, 1. Untuk
meningkat (5) terutama di bagian mencegah
4. Pola tidur leher pasien terjatuh
meningkat (5) 5. Dampingi selama 2. Agar pasien
5. Hubungan periode kejang terasa nyaman
sosial 6. Jauhkan benda-benda yang
meningkat (5) berbahaya terutama menghindari
benda tajam benduran waktu
7. Catat durasi kejang kejang
8. Reorientasikan setelah 3. Agar jalan nafas
periode kejang pasien tetap
9. Dokumentasikan stabil
periode terjadinya 4. Agar pasien
kejang terasa nyaman
10. Pasang akses IV, jika 5. Untuk
perlu mengontrol

28
11. Berikan oksigen, jika kondisi pasien
perlu waktu kejang
Edukasi 6. Untuk
1. Anjurkan keluarga menghindari
menghindari pasien
memasukkan apapun melakukan
ke dalam mulut pasien tidakan yang
saat periode kejang tidak diingkan
2. Anjurkan keluarga waktu kejang
tidak menggunkan 7. Untuk
kekerasan untuk mengetahui
menahan gerakan durasi terjadinya
pasien kejang
Kolaborasi 8. Untuk
1. Kolaborasi pemberian membantu
antikonvulsan, jika pasien kembali
perlu ke kesadaran
penuh dan
memahami
lingkungan
9. Agar dokter
mengetahui
perkembang
kejang pada
pasien
10. Untuk
menyediakan
jalur yang cepat
dan efektif untuk
memberikan
obat-obatan

29
11. Untuk
mengantisipasi
terjadinya
dispnea pada
pasien
Edukasi
1. Untuk
menghindari
risiko aspirasi
2. Untuk
menghidari
pasien
melakukan hal
yang tidak
diinginkan
Kolaborasi
1. Untuk
mengurangi
frekuensi dan
keparahan
kejang

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan pelaksanaan rencana intervensi untuk
mencapai tujuan yang spesifik. Tahap tahap implementasi dimulai setelah
rencana intervensi disusun dan ditujukan pada nursing order untuk
membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Implementasi adalah
pengelolaan dan perwujudan rencana keperawatan yang sudah disusun
dalam tahap perencanaan. Untuk kesuksesan implementasi keperawatan
supaya sesuai dengan rencana keperawatan, perawat harus mempunyai
keahlian kognitif, hubungan interpersonal, dan keterampilan dalam

30
melakukan tindakan. Implementasi atau pelaksanaan keperawatan adalah
realisasi tindakan untuk mencapai tujuan yang telah di tetapkan. Kegiatan
dalam pelaksanaan juga meliputi pengumpulan data berkelanjutan,
mengobservasi respon klien selama dan sesudah pelaksanaan tindakan,
serta menilai data yang baru.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan
keadaan pasien (hasil yang diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil yang
dibuat pada tahap perencanaan. Evaluasi mengacu kepada penilaian,
tahapan dan perbaikan. Dalam evaluasi, perawat menilai reaksi klien
terhadap intervensi yang telah diberikan dan menetapkan apa yang menjadi
sasaran dari rencana keperawatan dapat diterima. Perawat menetapkan
kembali informasi baru yang diberikan kepada klien untuk mengganti atau
menghapus diagnosa keperawatan, tujuan atau intervensi keperawatan.
Evaluasi juga membantu perawat dalam menentukan target dari suatu hasil
yang ingin dicapai berdasarkan keputusan bersama antara perawat dan
klien. Evaluasi berfokus pada individu klien dan kelompok dari klien itu
sendiri. Kemampuan dalam pengetahuan standar asuhan keperawatan,
respon klien yang normal terhadap tindakan keperawatan.

31
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan oleh toksin kuman
Clostridium tetani, yang ditandai dengan gejala kekakuan dan kejang otot. Dari
hasil pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa penyakit tetanus ini di
sebabakan oleh bakteri clostridium tetani yang tidak bisa diremehkan karena
penyakit ini sangat berbahaya sekali, bahkan bisa berdampak dengan kematian.
B. Saran
Dengan makalah ini, kita sebagai mahasiswa keperawatan dapat mengerti
dan memahami konsep tentang tetanus karena sangat bermanfaat bagi kita
dalam dunia kerja. Jaga kebersihan lingkungan tempat tinggal, dengan
menyimpan baik-baik barang-barang yang telah berkarat. Pakailah sandal atau
alas kaki, agar kaki terlindungi dari barang-barang yang tajam yang dapat
melukai kita dan lakukan imunisasi dengan aktif.

32
DAFTAR PUSTAKA

Bulandary Sri,dkk. 2021. MAKALAH TETANUS. Pekan Baru: Sekolah Tinggi


Kesehatan Pekan Baru Medical Center

Hardiyanto,dkk. 2019. Konsep Dasar Teori dan Asuhan Keperawatan Tetanus.


Yogyakarta:Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Panti Rapih

Mustika, Yogaswara, dan Khalista. 2022. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem


Persyarafan (Tetanus). Bandung:Politeknik Kesehatan Kementrian
Kesehatan Bandung

Bahtiar dan Andriawati. 2019. Makalah Asuhan Keperawatan Pada Pasien Tetanus.
Cianjur:Akademi Keperawatan Pemerintah Kabupaten Cianjur

Millenia,dkk. 2020. Keperawatan Kritis Laporan Pendahuluan Dan Asuhan


Keperawatan Tetanus. Blitar:STIKes Patria Husada

PPNI.2016. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia:Definisi dan Tindakan


Keperawatan, Edisi 1. Jakarta:PPNI

PPNI.2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia:Definisi dan Kriteria Hasil


Keperawatan, Edisi 1. Jakarta:PPNI

PPNI.2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia:Definisi dan Tindakan


Keperawatan, Edisi 1. Jakarta:PPNI

33

Anda mungkin juga menyukai