Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH TONSILEKTOMI

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Asuhan Keperawatan Anestesi


Pembedahan Umum Yang Diampuh Oleh Dosen Tophan Heri Wibowo, S.Kep.,
Ns., MAN

Disusun oleh : Kelompok 2

Muh. Adnan Dzuhuri : 200106099 Rizki Ayu W : 200106147


Muh. Ilham Bintang Putra : 200106103 Sabna Meisya Lestari : 200106151
Nabila Ulfa Zulita : 200106107 Salsabila Agung Azzahra : 200106155
Nurhayyun Muslimin : 200106115 Shafiyah Rizky Handayani : 200106159
Okto Heliyana Hr : 200106119 Sinansari Gulo : 200106163
Pramudya Putra Permata : 200106123 Siti Nuraliza : 200106168
Putri Anisa : 200106127 Sri Wahyuni : 200106171
Ranita Firanti : 200106131 Uswatun Chasana Tanamal : 200106179
Rindi Putri Lestari : 200106139 Vina Mayola : 200106183
Rista : 200106143 Yustisiannisa E. M. D : 200106191

UNIVERSITAS HARAPAN BANGSA


PURWOKERTO
2022

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini yang
alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “Tonsilektomi”. Penyusun berharap tulisan
ini bisa memberikan wawasan luas untuk memahami tentang materi tonsilektomi. Selain itu
penyusun berharap tulisan ini dapat menjadi dasar pengantar dan pemenuhan materi
perkuliahan.

Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan tugas makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan maka dari itu penyusun mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang
bersifat sangat membangun, penulis mengharapkan demi kesempurnaan makalah ini dan
semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita semua.

Akhir kata, kami ucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu
penyusunan tulisan ini.

Purwokerto, 13 Maret 2022

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

JUDUL........................................................................................................................... i

KATA PENGANTAR................................................................................................... ii

DAFTAR ISI.................................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ................................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah............................................................................................... 2
C. Tujuan ................................................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Tonsilitas........................................................................................... 3
B. Etiologi ............................................................................................................... 5
C. Tanda dan Gejala ............................................................................................... 6
D. Patofisilogi ......................................................................................................... 6
E. Penatalaksanaan ................................................................................................. 6
F. Komplikasi ......................................................................................................... 6

BAB III PROSES ASKEP PRE, INTRA DAN POST ANESTESI ......................... 7

A. Persiapan Pre Anestesi ....................................................................................... 7


B. Intra Anestesi ..................................................................................................... 7
C. Post Anestesi ...................................................................................................... 7

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan......................................................................................................... 8
B. Saran................................................................................................................... 8

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................... 9

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Anestesiologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mendasari berbagai tindakan meliputi
pemberian anestesi, penjagaan keselamatan penderita yang mengalami pembedahan,
pemberian bantuan hidup dasar, pengobatan intensif pasien gawat, terapi inhalasi dan
penanggulangan nyeri menahun. Pada prinsipnya dalam penatalaksanaan anestesi pada suatu
operasi terdapat beberapa tahap yang harus dilaksanakan yaitu pra anestesi yang terdiri dari
persiapan mental dan fisik pasien, perencanaan anestesi, menentukan prognosis dan persiapan
pada pada hari operasi. Sedangkan tahap penatalaksanaan anestesi terdiri dari premedikasi,
masa anestesi dan pemeliharaan, tahap pemulihan serta perawatan pasca anestesi

Tonsil merupakan terdapatnya peradangan umum dan pembengkakan dari jaringan tonsil
dengan lekosit, sel-sel epitel mati dan bakteri pathogen dalam kripta. Tanda dan gejala
tonsillitis ini adalah nyeri tenggorokan, nyeri telan dan kesulitan menelan, demam,
pembesaran tonsil mulut berbau dan kadang telinga terasa sakit (North American Nursing
Diagnosis Associatioan, 2012).

Tonsilitis adalah peradangan umum dan pembengkakan jaringan tonsil dengan


pengumpulan leukosit, sel-sel epitel mati dan bakteri pathogen dalam kripta (Derricson,
2009).

Tonsilitis kronis merupakan peradangan kronik pada tonsil yang biasanya merupakan
kelanjutan dari infeksi akut berulang atau infeksi subklinis dari tonsil. Pada tonsillitis kronis,
ukuran tonsil dapat membesar sedemikian sehingga disebut tonsillitis kronis hipertrofi.
Mengingat dampak yang ditimbulkan makatonsilitis kronis hipertrofi yang telah

iv
menyebabkan sumbatan jalan napas harus segera ditindak lanjuti dengan pendekatan operatif
tonsilektomi.

Tonsilektomi yang didefinisikan sebagai metode pengangkatan tonsil berasal dari bahasa
latin tonsilia yang mempunyai arti tiang tempat menggantungkan sepatu serta dari bahasa
yunani ectomy yang berarti eksisi. Beragam teknik tonsilektomi terus berkembang mulai dari
abad 21 diantaranya diseksi tumpul, eksisi guillotine, diatermi monopolar dan bipolar, skapel
harmonik, diseksi dengan laser dan terakhir diperkenalkan tonsilektomi dengan coblation.
Adapun teknik yang sering dilakukan adalah diseksi thermal menggunakan elektrocauter.

Pemilihan jenis anestesi untuk tonsilektomi ditentukan berdasarkan usia pasien, kondisi
kesehatan dan keadaan umum, sarana prasarana serta keterampilan dokter bedah, dokter
anestesi dan perawat anestesi. Di Indonesia, tonsilektomi masih dilakukan di bawah anestesi
umum, teknik anestesi lokal tidak digunakan lagi kecuali di rumah sakit pendidikan dengan
tujuan untuk pendidikan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian tonsillitis?
2. Apa itu tonsilektomi?
3. Bagaimana pra anestesi pada operasi tonsilektomi?
4. Bagaimana intra anestesi pada operasi tonsilektomi?
5. Bagaimana post anestesi pada operasi tonsilektomi?

C. Tujuan Masalah

Tujuan dari pembuatan makalah ini diharapkan mahasiswa mampu :

1. Mengetahui apa itu tonsillitis


2. Mengetahui apa etiologi tonsillitis
3. Mengetahui tanda dan gejala pada tonsilitis
4. Mengetahui bagaimana patofisiologi tonsilitis
5. Mengetahui penatalaksanaan tonsilitis
6. Mengetahui komplikasi pada pasien tonsilitis
7. Mengetahui proses pra anestesi pada operasi tonsilektomi
8. Mengetahui proses intra anestesi pada operasi tonsilektomi
9. Mengetahui proses post anestesi pada operasi tonsilektomi

v
10. Mengetahui bagaimana memonitoring maintenance pasien post operasi

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Tonsilitis
Tonsilitis adalah peradangan umum dan pembengkakan jaringan tonsil
dengan pengumpulan leukosit, sel-sel epitel mati dan bakteri pathogen dalam
kripta (Derricson, 2009).
1. Tonsilitis Akut
a. Tonsilitis Viral
Gejala tonsilitis viral lebih menyerupai commond cold yang disertai
rasa nyeri tenggorok. Virus Epstein Barr adalah penyebab paling
sering. Hemofilus influenzae merupakan penyebab tonsilitis akut
supuratif. Jika terjadi infeksi virus coxschakie, maka pada
pemeriksaan rongga mulut akan tampak luka-luka kecil pada
palatum dan tonsil yang sangat nyeri dirasakan klien.
b. Tonsilitis Bacterial
Radang akut tonsil dapat disebabkan kuman grup A Streptokokus, β
hemolitikus yang dikenal sebagai strep throat, pneumokokus,
Streptokokus viridan, Streptokokus piogenes. Infiltrasi bakteri pada
lapisan epitel jaringan tonsil akan menimbulkan reaksi radang berupa
keluarnya leukosit polimorfonuklear sehingga terbentuk detritus.
Bentuk tonsilitis akut dengan detritus yang jelas disebut tonsilitis
folikularis. Bila bercak-bercak detritus ini menjadi satu,
membentuk alur-alur maka akan terjadi tonsilitis lakunaris.
2. Tonsilitis Membranosa
a. Tonsilitis Difteri
Tonsilitis difteri merupakan tonsilitis yang disebabkan kuman Coryne
vi
bacterium diphteriae. Penularannya melalui udara, benda atau
makanan yang terkontaminasi. Tonsilitis difteri sering ditemukan pada
anak-anak berusia kurang dari 10 tahun frekuensi tertinggi pada usia 2
sampai 5 tahun.

b. Tonsilitis Septik
Tonsilitis yang disebabkan karena Streptokokus hemolitikus yang
terdapat dalam susu sapi.
c. Angina Plaut Vincent (Stomatitis Ulsero Membranosa)
Tonsilitis yang disebabkan karena bakteri spirochaeta atau triponema
yang didapatkan pada penderita dengan hygiene mulut yang kurang
dan defisiensi vitamin C.
3. Penyakit Kelainan Darah
Tidak jarang tanda leukemia akut, angina agranulositosis dan infeksi
mononukleosis timbul di faring atau tonsil yang tertutup membran semu.
Gejala pertama sering berupa epistaksis, perdarahan di mukosa mulut,
gusi dan di bawah kulit sehingga kulit tampak bercak kebiruan.
4. Tonsilitis Kronik
Tonsilitis kronik timbul karena rangsangan yang menahun dari rokok,
beberapa jenis makanan, hygiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca,
kelelahan fisik dan pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat.

B. Etiologi
Penyebab tonsillitis adalah infeksi kuman Streptococcus beta hemolyticus,
Streptococcus viridans, dan Streptococcus pyogenes,dapat juga disebabkan
oleh infeksi virus (Soepardi, 2007).

C. Tanda Dan Gejala


Gejala tonsilits kronis dibagi menjadi 1) gejala lokal, yang bervariasidari rasa
tidak enak di tenggorok, sakit tenggorok, sulit sampai sakitmenelan; 2) gejala
sistemis, berupa rasa tidak enak badan atau malaise,nyeri kepala, demam subfebris,
nyeri otot dan persendian; 3) gejala klinistonsil dengan debris di kriptenya (tonsilitis
folikularis kronis), udem atauhipertrofi tonsil (tonsilitis parenkimatosa kronis), tonsil

vii
fibrotik dan kecil(tonsilitis fibrotik kronis), plika tonsilaris anterior hiperemis dan
pembengkakan kelenjar limfe regional.

D. Patofisiologi
Bakteri atau virus memasuki tubuh melalui hidung atau mulut, amandel
berperan sebagai filter atau penyaring yang menyelimuti organisme
berbahaya, sel-sel darah putih ini akan menyebabkan infeksi ringan pada
amandel. Hal ini akan memicu tubuh untuk membentuk antibodi terhadap
infeksi yang akan datang, akan tetapi kadang-kadang amandel sudah
kelelahan menahan infeksi atau virus. Infeksi bakteri dari virus inilah yang
menyebabkan tonsilitis.
Kuman menginfiltrasi lapisan epitel, bila epitel terkikis maka jaringan
limfoid superficial mengadakan reaksi. Terdapat pembendungan
radang dengan infiltrasi leukosit poli morfonuklear. Proses ini secara klinik
tampak pada korpus tonsil yang berisi bercak kuning yang disebut detritus.
Detritus merupakan kumpulan leukosit, bakteri dan epitel yang terlepas, suatu
tonsillitis akut dengan detritus disebut tonsilitis falikularis, bila bercak detritus
berdekatan menjadi satu maka terjadi tonsilitis lakunaris. Tonsilitis dimulai
dengan gejala sakit tenggorokan ringan hingga menjadi parah. Pasien hanya
mengeluh merasa sakit tenggorokannya sehingga nafsu makan
berkurang. Radang pada tonsil dapat menyebabkan kesukaran menelan, panas,
bengkak, dan kelenjar getah bening melemah di dalam daerah sub mandibuler,
sakit pada sendi dan otot, kedinginan, seluruh tubuh sakit, sakit kepala dan
biasanya sakit pada telinga. Sekresi yang berlebih membuat pasien mengeluh
sukar menelan, belakang tenggorokan akan terasa mengental. Hal-hal yang
tidak menyenangkan tersebut biasanya berakhir setelah 72 jam.
Bila bercak melebar, lebih besar lagi sehingga terbentuk membran
semu (Pseudomembran), sedangkan pada tonsilitis kronik terjadi karena
proses radang berulang maka epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis.
Sehingga pada proses penyembuhan, jaringan limfoid diganti jaringan parut.
Jaringan ini akan mengkerut sehingga ruang antara kelompok melebar

viii
(kriptus) yang akan diisi oleh detritus, proses ini meluas sehingga menembus
kapsul dan akhirnya timbul perlengketan dengan jaringan sekitar fosa
tonsilaris. Pada anak proses ini disertai dengan pembesaran kelenjar limfe
submandibula.

E. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan pasien tonsilitis secara umum :
Jika penyebab bakteri, diberikan antibiotik peroral (melalui mulut) selama
10 hari, jika mengalami kesulitan menelan, bisa diberikan dalambentuk
suntikan.
Pengangkatan tonsil (Tonsilektomi) dilakukan jika:
a. Tonsilitis terjadi sebanyak 7 kali atau lebih / tahun.
b. Tonsilitis terjadi sebanyak 5 kali atau lebih / tahun dalam kurun waktu
2 tahun.
c. Tonsilitis terjadi sebanyak 3 kali atau lebih / tahun dalam kurun waktu
3 tahun.
d. Tonsilitis tidak memberikan respon terhadap pemberian antibiotik.
2. Penatalaksanaan pasien tonsilitis menurut Mansjoer (2000) adalah :
a. Penatalaksanaan tonsilitis akut :
1) Antibiotik golongan penicilin atau sulfanamid selama 5 hari dan
obat kumur atau obat isap dengan desinfektan, bila alergi dengan
diberikan eritromisin atau klidomisin.
2) Antibiotik yang adekuat untuk mencegah infeksi sekunder,
kortikosteroid untuk mengurangi edema pada laring dan
obat simptomatik.
3) Pasien diisolasi karena menular, tirah baring, untuk menghindari
komplikasi kantung selama 2 sampai 3 minggu atau sampai hasil
usapan tenggorok 3 kali negatif.
4) Pemberian antipiretik.
b. Penatalaksanaan tonsillitis kronik
1) Terapi lokal untuk hygiene mulut dengan obat kumur atau

ix
hisap.
2) Terapi radikal dengan tonsilektomi bila terapi medikamentosa
atau terapi konservatif tidak berhasil.

The American Academy of Otolaryngology ‛ Head and Neck Surgery


Clinical Indikators Compendium ahutn (1995) menetapkan indikasi dilakukannya
tonsilektomi yaitu:

a. Serangan tonsilitis lebih dari tiga kali per tahun walaupun telah
mendapatkan terapi yang adekuat.
b. Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan
menyebabkan gangguan pertumbuhan orofasial.
c. Sumbatan jalan nafas yang berupa hipertrofi tonsil dengan
sumbatan jalan nafas, sleep apnea, gangguan menelan, dan
gangguan bicara.
d. Rhinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsil,
yang tidak berhasil hilang dengan pengobatan.

e. Napas bau yang tidak berhasil dengan pengobatan.

f. Tonsilitis berulang yang disebabkan oleh bakteri grup A


Sterptococcus βhemoliticus.

g. Hipertrofi tonsil yang dicurigai adanya keganasan.

h. Otitis media efusa atau otitis media supurataif.

3. Penatalaksanaan tonsilektomi :
a. Perawatan pra Operasi :
1) Lakukan pemeriksaan telinga, hidung, dan tenggorokan
secara seksama dan dapatkan kultur yang diperlukan untuk
menentukan ada tidak dan sumber infeksi.

x
2) Ambil spesimen darah untuk pemeriksaan praoperasi untuk
menentukan adanya risiko perdarahan : waktu pembekuan, pulasan
trombosit, masa protrombin, masa tromboplastin parsial
3) Lakukan pengkajian praoperasi :
Perdarahan pada anak atau keluarga, kaji status hidrasi, siapkan
anak secara khusus untuk menghadapi apa yang diharapkan pada
masa pascaoperasi, gunakan teknik-teknik yang sesuai dengan
tingkat perkembangan anak (buku, boneka, gambar), bicaralah pada
anak tentang hal-hal baru yang akan dilihat di kamar operasi, dan
jelaskan jika terdapat konsep-konsep yang salah, bantu orang tua
menyiapkan anak mereka dengan membicarakan istilah yang umum
terlebih dahulu mengenai pembedahan dan berkembang ke
informasi yang lebih spesifik, yakinkan orang tua bahwa tingkat
komplikasi rendah dan masa pemulihan biasanya cepat, anjurkan
orang tua untuk tetap bersama anak dan membantu memberikan
perawatan.
b. Perawatan pasca operasi :
1) Kaji nyeri dengan sering dan berikan analgesik sesuai indikasi.
2) Kaji dengan sering adanya tanda-tanda perdarahan pasca operasi.
3) Siapkan alat pengisap dan alat-alat nasal untuk berjaga-jaga
seandainya terjadi kedaruratan.
4) Pada saat anak masih berada dalam pengaruh anestesi, beri posisi
telungkup atau semi telungkup pada anak dengan kepala
dimiringkan ke samping untuk mencegah aspirasi
5) Biarkan anak memperoleh posisi yang nyaman sendiri setelah ia
sadar (orang tua boleh menggendong anak). Pada awalnya anak
dapat mengalami muntah darah lama. Jika diperlukan pengisapan,
hindari trauma pada orofaring. Ingatkan anak untuk tidak batuk atau
membersihkan tenggorok kecuali jika perlu.
6) Berikan asupan cairan yang adekuat; beri es batu 1 sampai 2 jam
setelah sadar dari anestesi. Saat muntah susah berhenti, berikan air
jernih dengan hati-hati.
7) Tawarkan jus jeruk dingin disaring karena cairan itulah yang paling
baik ditoleransi pada saat ini, kemudian berikan es loli dan air

xi
dingin selama 12 sampai 24 jam pertama.
8) Ada beberapa kontroversi yang berkaitan dengan pemberian susu
dan es krim pada malam pembedahan : dapat menenangkan dan
mengurangi pembengkakan, tetapi dapat meningkatkan produksi
mukus yang menyebabkan anak lebih sering membersihkan
tenggorokanya, meningkatkan risiko perdarahan.
9) Berikan collar es pada leher, jika anak menjadi gelisah, lepas collar
es tersebut.
10) Bilas mulut pasien dengan air dingin atau larutan alkalin.
11) Jaga agar anak dan lingkungan sekitar bebas dari drainase bernoda
darah untuk membantu menurunkan kecemasan.
12) Anjurkan orang tua agar tetap bersama anak ketika anak sadar.

F. Komplikasi
a. Abses Peritonsil
Terjadi diatas tonsil dalamjaringan pilar anterior dan palatum mole, abses
ini terjadi beberapa harisetelah infeksi akut dan biasanya disebabkan oleh
streptococcus group A (Soepardi, 2007).
b. Otitis Peritonsil
Infeksi dapat menyebar ke telinga tengah melalui tuba auditorius
(eustochi) dan dapat mengakibatkan otitis media yang dapat mengarah
pada rupture spontan gendang telinga (Soepardi, 2007).
c. Mastoiditis akut
Ruptur spontan gendang telinga lebih jauh menyebabkan infeksi ke dalam
sel-sel mastoid (Soepardi, 2007).
d. Laringitis
Merupakan proses peradangan dari membrane mukosa yang membentuk
laring. Peradangan ini mungkin akut atau kronis yang disebabkan bisa
karena virus, bakteri, lingkungan , maupun karena alergi (Reeves, 2001).
e. Sinusitis
Merupakan suatu penyakit inflamasi atau peradangan pada satu atau lebih
dari sinus paranasal. Sinus adalah merupakan suatu rongga atau ruangan
berisi udara dari dinding yang terdiri dari membrane mukosa
(Reeves, 2001).

xii
f. Rhinitis
Merupakan penyakit inflamasi membrane mukosa dari cavum nasal dan
nasopharing. Samahalnyadengan sinusitis, rhinitis bisa berupa penyakit
kronis dan akut yang kebanyakan oleh virus dan alergi (Reeves, 2001).

BAB III

PROSES ASKAN PRE, INTRA, DAN POST

A. Persiapan Pre Anestesi


Langkah Persiapan Pre anastesi
a. Anamnesis
- Identifikasi pasien (nama, umur, alamat, pekerjaan dan agama).
- Keluhan saat ini dan tindakan yang akan di hadapi.
- Riwayat penyakit yang sedang / pernah di derita berkaitan dengan
tindakan anastesi.
- Riwayat obat obatan meliputi alergi maupun yang rutin dalam
pengobatan.
- Riwayat anastesi operasi sebelumnya (tanggal, jenis pembedahan,
jenis anastesi, dan komplikasi kesudahannya)
- Riwayat kebiasaan sehari hari (merokok, alcohol, narkotik, muntah)
- Riwayat keluarga yang menderita kelainan (hipertermia maligna)
- Riwayat sistem organ (KU, pernapasan, dll)
b. Pemeriksaan fisik
- TB dan BB perkiraan dosis obat, terapi cairan dan jumlah urin
- Frekuensi nadi, tekanan darah dan frekuensi pernapasan
- Jalan napas, dan gangguan ektensi fleksi leher dan gigi geligi
- Jantung. Evaluasi hasil ekg.

xiii
- Paru-paru melihat adanya gangguan par-paru.
- Abdomen adanya distensi massa, asites.
- Ektermitas melihat perfusi distal adanya sianosis dan infeksi atau
luka.
- Neurologis misal status mental, kesadaran dan fungsi sensori motorik.
c. Pemeriksaan Laboratorium
1) Rutin
- Darah (Hb, lekosit, golongan darah, fungsi pembekuan darah)
- Urine (ureum creatinin)
- Foto X-ray
- EKG terutama untuk pasien Usia 40 tahun ke atas
2) Khusus dilakukan bila ada riwayat atau indikasi:
- EKG pada anak
- Spirometri dan bronkospirometri pada pasien tumor paru
- Punksi hati pada pasien icterus
- Fungsi ginjal pada pasien hipertensi
Penatalaksanaan Persiapan Pre anastesi di ruang transfer:
- Bina trust dengan pasien
- Identifikasi pasien,
- Trusbuster
- Data file pasien dan trakcare (tindakan, dr bedah, dr anastesi, BB,
puasa, persiapan cairan, persiapan obat premedikasi, persiapan pasien
baju dll, data lab khusus: HB, HT, BT, CT, fungsi ginjal, fungsi hati,
dan medication chat yang sudah di berikan di ruang keperawatan.
d. Di ruang persiapan pasien
1) File pasien data untuk persiapan time out
2) Pasien sudah siap dengan tempat tidur ber hek, selimut, bantal k/p
warm blanket, k/p skerem dan redupkan lampu.
3) Kolaborasi dengan dokter dalam pemasangan infus, pengambilan
darah, obat premedikasi, dan persiapan panataan set obat, set infus, set
intubasi, set ventilator, set ruangan tindakan operasiPoint penting yang
perlu di perhatikan dalam persiapan pre anastesi.
e. Prognosis
Prognosis dibuat berdasarkan klasifikasi status fisik pasien. Klasifikasi

xiv
yang dipakai berasal dari The American Society of Anesthesiologist
(ASA).
- ASA I: Pasien sehat organic, fisiologik, psikiatrik, biokimia.
- ASA II: Pasien dengan penyakit sistemik ringan atau sedang.
- ASA III: Pasien dengan penyakit sistemik berat, sehingga aktivitas
rutin terbatas.
- ASA IV: Pasien dengan penyakit sistemik berat tak dapat melakukan
aktivitas rutin dan penyakitnya merupakan ancaman kehidupannya
setiap saat.
- ASA V: Pasien sekarat yang diperkirakan dengan atau tanpa
pembedahan hidupnya tidak akan lebih dari 24 jam.
- ASA VI: Pasien donor organ

Pada bedah cito atau emergency biasanya dicantum huruf E Penilaian


Tampakan Faring dengan Skor Mallampati

f. Klasifikasi tampakan faring pada saat mulut terbuka maksimal dan lidah
dijulurkan maksimal menurut Mallampati dibagi menjadi 4 grade:
1) Grade I: Pilar faring, uvula, dan palatum mole terlihat jelas
2) Grade II: Uvula dan palatum mole terlihat sedangkan pilar faring tidak
terlihat.
3) Grade III: Hanya palatum mole yang terlihat
4) Grade IV: Pilar faring, uvula, dan palatum mole tidak terlihat
g. Persiapan Puasa
1) Pasien dewasa puasa 6-8 jam
2) Pasien anak kecil puasa 4-6 jam
3) Pasien bayi / Neonatus puasa 3-4 jam
4) Catatan makan minum terakhir Puasa 5 jam makanan tak berlemak.
Puasa 3 jam minuman bening, air putih, dan teh manis. Puasa 1 jam
keperluan minum air putih untuk minum obat (petunjuk praktis
anestesiologi).
h. Perkiraan cairan yang di butuhkan sesuai BB Rumusan
1) Jam 1 = ½ pp + M + SO
2) Jam 2 /3 = ¼ PP + M + SO
3) Jam 4 dan seterusnya = M+SO

xv
Bila pada anak anak Mentenance memakai 4-2-1

1) + 4 ml/kg/ jam utk berat badan 10 kg pertama


2) + 2 ml/kg/jam tambahkan utk berat badan 10 kg kedua
3) + 1 ml/kg/jam tambahkan untuk sisa berat badan. Stresor operasi anak
((2-4-6/ringan-sedang-berat) x BB)

Contoh pasien berat 23kg, kebutuhan cairan maintenance : ( 4 x 10 ) + ( 2


x 10 ) + ( 1 x 3 ) = 63 ml / jam.

M: Maintenance/ jam (2 cc/kg)

PP: Pengganti Puasa (maintenance/jam x durasi puasa) SO : Strees


Operasi (4-6-8/ringan-sedang-berat) x BB).

i. Hitungan urine / 1 jam (BB x 0.5 sampai 1 ml)


j. Hitungan ETT
1) ETT sediakan 3 ukuran (kecil,normal,besar)
2) Rumusan penlington untuk diameter-dalam ett < 6 tahun 3.5 + 1/3 usia
dan > 6 tahun 4.5 + ¼ usia.
3) Rumusan panjang ett 12 + usia (cm)
4) rumusan diameter ett lain sebesar lubang hidup dan jari kelingking
pasien.

(symposium indonesia of pediatric anasthesia and critical care 2010)

k. Intervensi Tindakan Keperawatan Pra Anastesi secara mandiri dan


kolaborasi
1) Masalah kecemasan
- Kaji tingkat kecemasan pasien
- Kaji tingkat pengetahuan akan tindakan anastesi pembedahan
- Berikan lingkungan yang nyaman dengan memperkenalkan diri saat
bertatap muka dan salam.
- Berikan posisi yang nyaman (semi fowler) bantal selimut dan topi
atau pun pasang skerem
- Bila pasien anak- anak berikan kenyaman dengan di dampingi oleh
orang tua atau orang terdekat
- Kolaborasi dengan dokter dokter anastesi pemberian penjelasan oleh

xvi
dokter dan pemberian obat premedikasi penenang seperti midazolam
atau narkotikIntervensi tindakan keperawatan pra anastesi secara
mandiri dan kolaborasi
2) Masalah resti dehidrasi
- Kaji tingkat dehidrasi dengan penghitungan cairan dan TTV dan
makan minum terakhir pasien
- Berikan selimut tebal guna mencegah evaporasi yang
berlebihan
- Kolaborasi dengan dokter anastesi dengan pemasangan infus dan
cairan yang digunakan untuk rumatan anastesi
3) Masalah resti hipotermia
- Kaji TTV khusus suhu pasien dan tingkat stresor pasien dalam
menghadapi anastesi
- Berikan lingkungan yang nyaman agar dapar mengurangi tingkat
stresor yang ada seperti selimut dan warm blanket.
- Kolaborasi dengan dokter anastesi dengan pemberian obat penenang.
4) Masalah resti gangguan pola nutrisi mual muntah
- Kaji dan observasi persiapan puasa dan riwayat pencernaan pasien
- Berikan posisi yang nyaman semi fowler, skerem, selimut hangat
warm blanket
- Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat premedikasi obat
emetik pre induksi
5) Masalah resti perdarahan
- Kaji dan observasi riwayat obat pengencer darah/menstruasi, HB dan
jenis operasi yang akan dilakukan.
- Kaji persiapan pasien dalam persiapan darah
- Kolaborasi dengan dokter anastesi untuk persiapan darah dan
pengambilan sempel dan persiapan cairan koloid

Intervensi tindakan keperawatan pra anastesi secara mandiri dan


kolaborasi

6) Masalah resti jatuh


- Kaji dan observasi persiapan puasa pasien, kekuatan otot, kesadaran
ataupun trauma yang ada.

xvii
- Meminimalkan pergerakan yang banyak dengan mendekatkan atau
sambut dengan brangkat kamar operasi
- Pasang hek tempat tidur pasien setiap sesudah melakukan tindakan
- Rendahkan tempat tidur untuk mengurangi resiko
- Berikan reisten tempat tidur pasien dengan seijin dr anastesi bila
pasien masih terpengaruh obat bius dan tidak cooperative
- Temani pasien / libatkan keluarga bila pasien anak-anak dan tidak
cooperative
- Kolaborasi dengan dokter anastesi bila pasien berontak tidak
kooperatif dengan penambahan obat penenang

B. Intra Anestesi
1. Premedikasi Anestesi
Premedikasi anestesi adalah pemberian obat sebelum anestesi.
a. Tujuan dari premedikasi antara lain:
1) Memberikan rasa nyaman bagi pasien, misal : diazepam
2) Menghilangkan rasa khawatir, misal : diazepam
3) Membuat amnesia, misal : diazepam, midazolam
4) Memberikan analgetika, misal : fentanyl, pethidine
5) Pencegah muntah, misal : droperidol, ondansentron
6) Memperlancar induksi, misal : pethidine
7) Mengurangi jumlah obat-obat anesthesia, misal : pethidine
8) Menekan reflek-reflek yang tidak diinginkan, misal : tracurium,
sulfas atropin.
9) Mengurangi sekresi kelenjar saluran napas, misal : sulfas atropin
dan hoisin.

Premedikasi diberikan berdasar atas keadaan psikis dan fisiologis


pasien yang ditetapkan setelah dilakukan kun!ungan prabedah.
Dengan demikian maka pemilihan obat premedikasi yang akan
digunakan harus selalu dengan mempertimbangkan umur pasien,
berat badan, status fisik, derajat kecemasan, riwayat pemakaian obat
anestesi sebelumnya, riwayat hospitalisasi sebelumnya, riwayat

xviii
penggunaan obat tertentu yang berpengaruh terhadap jalannya
anestesi, perkiraan lamanya operasi, macam operasi, dan rencana
anestesi yang akan digunakan.

b. Obat-obatan Premedikasi
Pada kasus ini digunakan obat premedikas
- Fentanyl
Fentanyl merupakan salah satu preparat golongan analgetik opioid
dan termasuk dalam opioid potensi tinggi dengan dosis 100- 150
mcg/kgBB, termasuk sufentanyl (0,25-0,5 mcg/kgBB). Bahkan
sekarang ini telah ditemukan remifentanyl, suatu opioid yang poten
dan sangat cepat onsetnya, telah digunakan untuk meminimalkan
depresi pernapasan residual. Opioid dosis tinggi yang deberikan
selama operasi dapat menyebabkan kekakuan dinding dada dan larynx
dengan demikian dapat mengganggu, entilasi secara akut,
sebagaimana meningkatnya kebutuhan opioid potoperasi berhubungan
dengan perkembangan toleransi akut.& maka dari itu, dosis
fentanyl dan sufentanyl yang lebih rendah telah digunakan sebagai
premedikasi dan sebagai suatu tambahan baik dalam anestesi inhalasi
maupun intra,ena untuk memberikan efek analgetik perioperatif.
Sebagai analgetik, potensinya diperkirakan 80 kali morfin. Lamanya
efek depresi napas fentanyl lebih pendek.

xix

Anda mungkin juga menyukai