Anda di halaman 1dari 37

MAKALAH

KEPERAWATAN DEWASA
“PERITONITIS”
Dosen Pengajar Bu Lutfi Wahyuni, S.Kep,Ns., M.Kep

KELOMPOK 6
1. Sri Ayun Siswati 202107100
2. Icke Rizky Wahyuny 202107091
3. Maslikah 202107093
4. Nur Kembang 202107046
5. Wiwik Martini Y 202107049
6. Suprih Tri R 202107064

PROGSUS STIKES BINA SEHAT PPNI MOJOKERTO


TAHUN AJARAN 2022-2023
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT. Yang telah melimpahkan
segala rahmat, taufik serta hidayah-Nya sehingga makalah ini bisa selesai tepat waktu tanpa ada
halangan.
Kami mengucapakan terimakasih kepada ibu Lutfi Wahyuni, S.Kep,Ns., M.Kep selaku
dosen yang telah memberikan tugas dan ilmu agar kita dapat berproses dalam perkuliahan. Ada
banyak hal yang bisa kami pelajari melalu penyusunan makalah Keperawatan Dewasa.
Kami berharap apa yang sudah kami susun bisa bermanfaat untuk orang lain. Jika ada
kritik dan saran terkait ide tulisan isi maupun penyusunan, kami akan menerima dengan senang
hati.
Akhir kata penulis ucapkan terimakasih kepada semua pihak atas bantuan dan
dukungannya semoga dapat berguna bagi semua pihak.

Mojokerto, 7 Mei 2022

Kelompok 6

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR ........................................................................................................i
DAFTAR ISI ......................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................................1
1.1 Latar Belakang ..................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................................1
1.3 Tujuan ...............................................................................................................2
1.4 Manfaat .............................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................3
2.1 Definisi .............................................................................................................3
2.2 Klasifikasi..........................................................................................................3
2.3 Anatomi fisiologi...............................................................................................5
2.4 Tanda dan Gejala ..............................................................................................7
2.5 Etiologi .............................................................................................................7
2.6 Patofisiologi ......................................................................................................8
2.7 Pemeriksaan diagnostik ....................................................................................10
2.8 Penatalaksanaan ................................................................................................11
2.9 Komplikasi ........................................................................................................13
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN ..............................................................................14
BAB IV TINJAUAN KASUS.............................................................................................20
4.1 Pengkajian ........................................................................................................20
4.2 Diagnosa keperawatan .....................................................................................25
4.3 Intervensi .........................................................................................................26
4.4 Implementasi & Evaluasi..................................................................................27
BAB V PENUTUP .............................................................................................................31
Kesimpulan dan Saran ........................................................................................................31
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................................33

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gawat abdomen menggambarkan keadaan klinik akibat kegawatan di rongga perut


yang biasanya timbul mendadak dengan nyeri sebagai keluhan utama. Keadaan ini
memerlukan penanggulangan segera yang sering berupa tindakan bedah, misalnya pada
obstruksi, perforasi, atau perdarahan, infeksi, obstruksi atau strangulasi jalan cerna
dapat menyebabkan perforasi yang mengakibatkan kontaminasi rongga perut oleh
saluran pencernaan sehingga terjadilah peritonitis.

Peradangan peritoneum (peritonitis) merupakan komplikasi berbahaya yang sering


terjadi akibat penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen (misalnya apendisitis,
salpingitis, perforasi ulkus gastroduodenal), ruptura saluran cerna, komplikasi post
operasi, iritasi kimiawi, atau dari luka tembus abdomen.

Pada keadaan normal, peritoneum resisten terhadap infeksi bakteri secara inokulasi
kecil-kecilan.Kontaminasi yang terus menerus, bakteri yang virulen, penurunan
resistensi, dan adanya benda asing atau enzim pencerna aktif, merupakan faktor-faktor
yang memudahkan terjadinya peritonitis.

Keputusan untuk melakukan tindakan bedah harus segera diambil karena setiap
keterlambatan akan menimbulkan penyakit yang berakibat meningkatkan morbiditas
dan mortalitas. Ketepatan diagnosis dan penanggulangannya tergantung dari
kemampuan melakukan analisis pada data anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.

1.2 Rumusan Masalah

- Apa yang dimaksud dengan peritonitis?

1
- Bagaimana tanda dan gejala dari peritonitis?

- Apa yang menyebabkan dan bagaimana proses terjadinya peritonitis?

- Bagaimana asuhan keperawatan peritonitis?

1.3 Tujuan

1. Tujuan Umum

Adapun tujuan umum penyusunan makalah ini adalah mendukung kegiatan


pembelajaran keparawatan, khususnya mata kuliah pencernaan serta melatih
mahasiswa untuk berpikir kritis.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui dan memahami tentang peritonitis baik pengertian, penyebab,


tanda dan gejalalanya

b. Untuk mengetahui dan memahami tentang proses terjadinya peritonitis

c. Untuk mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pada klien dengan


peritonitis

1.4 Manfaat

Mendapatkan pengetahuan tentang pencernaan khususnya tentang asuhan


keperawatan pada klien dengan peritonitis sehingga nantinya dapat mengembangkan
pengetahuan tersebut dalam praktik keperawatan.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Peritonium adalah membran serosa rangkap yang besar dalam tubuh yang terdiri
dua bagian utama yaitu peritonium parietal yang melapisi dinding rongga abdominal,
dan rongga peritoneum viseral yang meliputi semua organ yang berada pada di dalam
rongga itu (Pearce,2009)
Peritonitis adalah peradangan pada peritonium (lapisan membran serosa
abdomen) dan rongga didalamnya (Muttaqin & Sari, 2011)
Peritonitis adalah peradangan pada peritoneum, suatu lapisan endotelial tipis
yang kaya akan vaskularisasi dan aliran limpa (Jitwiyono & Kristiyanasari, 2012).
Peritonitis adalah inflamasi peritoneum-lapisan membrane serosa rongga
abdomen dan meliputi visera merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi dalam
bentuk akut maupun kronis atau kumpulan tanda dan gejala, diantaranya nyeri tekan
dan nyeri lepas pada palpasi, defans muscular, dan tanda-tanda umum inflamasi. Pasien
dengan peritonitis dapat mengalami gejala akut, penyakit ringan dan terbatas, atau
penyakit berat dan sistemik syok sepsis.(Ardi.2012)

2.2 Klasifikasi

Berdasarkan patogenesis peritonitis dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Peritonitis bakterial primer merupakan peritonitis akibat kontaminasi bakterial


secara hematogen pada cavum peritoneum dan tidak ditemukan fokus infeksi
dalam abdomen. Penyebabnya bersifat monomikrobial, biasanya E. Coli,
Sreptococus atau Pneumococus. Peritonitis bakterial primer dibagi menjadi dua,
yaitu:
a. Spesifik: misalnya Tuberculosis
b. Non spesifik: misalnya pneumonia non tuberculosis dan Tonsilitis.

3
2. Peritonitis bakterial akut sekunder (supurativa), Peritonitis yang mengikuti suatu
infeksi akut atau perforasi tractusi gastrointestinal atau tractus urinarius. Pada
umumnya organisme tunggal tidak akan menyebabkan peritonitis yang fatal.
Sinergisme dari multipel organisme dapat memperberat terjadinya infeksi ini.
Bakteri anaerob, khususnya spesies Bacteroides, dapat memperbesar pengaruh
bakteri aerob dalam menimbulkan infeksi.

Selain itu luas dan lama kontaminasi suatu bakteri juga dapat memperberat suatu
peritonitis. Kuman dapat berasal dari:

a. Luka/trauma penetrasi, yang membawa kuman dari luar masuk ke dalam


cavum peritoneal.
b. Perforasi organ-organ dalam perut, contohnya peritonitis yang disebabkan
oleh bahan kimia, perforasi usus sehingga feces keluar dari usus.
c. Komplikasi dari proses inflamasi organ-organ intra abdominal, misalnya
appendisitis.
3. Peritonitis tersier, misalnya:
a. Peritonitis yang disebabkan oleh jamur.
b. Peritonitis yang sumber kumannya tidak dapat ditemukan.
Merupakan peritonitis yang disebabkan oleh iritan langsung, sepertii
misalnya empedu, getah lambung, getah pankreas, dan urine.

Bentuk lain dari peritonitis:

1. Aseptik/steril peritonitis.
2. Granulomatous peritonitis.
3. Hiperlipidemik peritonitis.
4. Talkum peritonitis.

4
2.3 Anatomi Fisiologi

2.3.1 Anatomi
1) Peritoneum
Peritoneum adalah membran serosa rangkap yang terbesar di dalam
tubuh yang terdiri dari bagian utama yaitu peritoneum parietal yang melapisi
dinding rongga abdominal dan peritoneum viseral yang meliputi semua organ
yang ada di dalam rongga itu (Pearce, 2009). Peritoneum parietal yaitu bagian
peritoneum yang melapisi dinding abdomen dan peritoneum yaitu lapisan yang
menutup viscera (misalnya gaster dan intestinum. Cavitas peritonealis adalah
ruangan sebuah potensi karena organ-organ tersusun amat berdekatan. Dalam
cavitas terdapat sedikit cairan sebagai lapisan tipis untuk melumasi permukaan
peritoneum sehingga memungkinkan viscera abdomen bergerak satu terhadap
yang lain tanpa adanya gerakan.
Organ intraperitoneal adalah abdomen yang meliputi peritoneum
vesiceral dan organ extraperitoneal (retroperitoneal adalah vesicelera yang
terletak antara peritoneum paritale dan dinding abdomen dorsal (Pearce, 2009).
2) Mesinterium
Yaitu lembaran ganda peritoneum yang berawal sebagai lanjutan peritoneum
visceral pembungkus sebuah organ. Mesenterium berisi jaringan ikat yang

5
berisi pembuluh darah, pembuluh limfe (Pearce, 2009)
3) Omentum
Yaitu lanjutan peritoeum visceral bilaminar yang melintasi gaster dan bagian
proximal duadenum ke struktur lain. Omentum terbagi menjadi 2 yaitu
omentum minus dan omentum majus, omentum minus menghubungkan
curvatura minor gaster dan bagian proximal duodenum dengan hepar dan
omentum parietal yang melapisi dinding abdomen. Daya gerak omentum
majus cukup besar dan bergeser-geser keseluruh cavitas paritonealis serta
membungkus organ yang meradang seperti appendik vermiformitis artinya
omentum majus dapat mengisolasi organ itu dan melindungi organ lain
terhadap organ yang trinfeksi (Pearce, 2009).
4) Ligamentum Peritoneal
Yaitu lembar-lembar ganda peritoneum. Hepar dihubungkan pada dinding
abdomentum ventral oleh ligamentum falciforme dan aster dihubungkan pada
permukaan kaudal diafragmaoleh ligamentum gastrophenicul lien yang
melipatkan baik pada hilum splenicum dan colon transfersum oleh ligamentum
gastroconicum. Plica peritoneum adalah peritoneum yang terangkat dari
abdomen oleh pembuluh darah, seluruh dan pembuluh fetal yang telah
mengalami oblitersi dan resucessus peritoneal adalah sebuah kantong
peritoneal yang berbentuk oleh plica peritonealis (Pearce, 2009)
2.3.2 Fisiologi
Peritoneum adalah membran serosa rangkap yang terbesar dalam tubuh.
Peritoneum terdiri atas 2 bagian yaitu peritoneum perietal dan porteneum viseral.
Ruang yang terdapat diantara dua lapisan ini disebut ruang peritoneal atau
kantong peritoneum. Banyak lipatan atau kantong yang terdapat dalam peritoneum
sebuah lipatan besar atau oementum mayor yang kaya akan lemak bergantung di
sebelah depan lambung (Pearce, 2009)
Oementum minor berjalan dari porta heparis setalah menyelaputi hati ke
bawah kurvatura minor lambung dan disini bercabang menyelaputi lambung.
Peritoneum ini kemudian berjalan keatas dan berbelok kebelakan sebagai
mesokolon ke arah posterior abdomen dan sebagai peritoneum membentuk

6
mesentrium usus halus. Omentum besar dan kecil, mensenterium sebagai besar
organ-organ abdomen dan pelvis, dan membentuk perbatasan halus (Pearce, 2009)
2.4 Tanda dan Gejala

Diagnosis peritonitis ditegakkan secara klinis dengan adanya nyeri abdomen


(akut abdomen) dengan nyeri yang tumpul dan tidak terlalu jelas lokasinya
(peritoneum visceral) yang makin lama makin jelas lokasinya (peritoneum parietal).
Tanda-tanda peritonitis relative sama dengan infeksi berat yaitu demam tinggi atau
pasien yang sepsis bisa menjadi hipotermia, takikardi, dehidrasi hingga menjadi
hipotensi. Nyeri abdomen yang hebat biasanya memiliki punctum maximum ditempat
tertentu sebagai sumber infeksi. Dinding perut akan terasa tegang karena mekanisme
antisipasi penderita secara tidak sadar untuk menghindari palpasinya yang
menyakinkan atau tegang karena iritasi peritoneum.
Pada wanita dilakukan pemeriksaan vagina bimanual untuk membedakan nyeri
akibat pelvic inflammatoru disease. Pemeriksaan-pemeriksaan klinis ini bisa jadi
positif palsu pada penderita dalam keadaan imunosupresi (misalnya diabetes berat,
penggunaan steroid, pascatransplantasi, atau HIV), penderita dengan penurunan
kesadaran (misalnya trauma cranial, ensefalopati toksik, syok sepsis, atau penggunaan
analgesic), penderita dengan paraplegia dan penderita geriatric.
Menurut Jitowiyono dan Kristianasari(2022), tanda dan geajal dari peritonitis
yaitu syok (neurologik dan hipovolemik) terjadi pada penderita peritonitis
umum,demam, distensi abdomen, nyeri tekan abdomen, bising usus tidak terdengar,
nausea dan vomiting.

2.5 Etiologi
Bentuk peritonitis yang paling sering ialah Spontaneous bacterial Peritonitis
(SBP) dan peritonitis sekunder. SBP terjadi bukan karena infeksi intra abdomen, tetapi
biasanya terjadi pada pasien yang asites terjadi kontaminasi hingga kerongga
peritoneal sehinggan menjadi translokasi bakteri munuju dinding perut atau pembuluh
limfe mesenterium, kadang terjadi penyebaran hematogen jika terjadi bakterimia dan
akibat penyakit hati yang kronik. Semakin rendah kadar protein cairan asites, semakin
tinggi risiko terjadinya peritonitis dan abses. Ini terjadi karena ikatan opsonisasi yang
7
rendah antar molekul komponen asites pathogen. Penyebab terjadinya Peritonitis
adalah bakteri, bakteri ini masuk ke rongga peritoneum dan terjadi peradangan.
Menurut Muttaqin (2011) bakteri yang sering menyebabkan peritonitis yaitu E. Coli
(40%), Klebsiella pneumoniae (7%), spesies Pseudomonas, Proteus dan gram lainnya
(20%) dan bakteri gram positif yaitu Streptococcus pnemuminae (15%), jenis
Streptococcus lain (15%), dan golongan Staphylococcus (3%), selain itu juga terdapat
anaerob dan infeksi campur bakteri.
Peritonitis sekunder yang paling sering terjadi disebabkan oleh perforasi atau
nekrosis (infeksi transmural) organ-organ dalam dengan inokulasi bakteri rongga
peritoneal terutama disebabkan bakteri gram positif yang berasal dari saluran cerna
bagian atas.
Peritonitis tersier terjadi karena infeksi peritoneal berulang setelah
mendapatkan terapi SBP atau peritonitis sekunder yang adekuat, bukan berasal dari
kelainan organ, pada pasien peritonisis tersier biasanya timbul abses atau flagmon
dengan atau tanpa fistula. Selain itu juga terdapat peritonitis TB, peritonitis steril atau
kimiawi terjadi karena iritasi bahan-bahan kimia, misalnya cairan empedu, barium,
dan substansi kimia lain atau proses inflamasi transmural dari organ-organ dalam
(Misalnya penyakit Crohn).
Menurut Jitowiyono dan Kristiyanasari (2012) peritonitis juga bisa disebabkan
secara langsung dari luar seperti oprasi yang tidak steril, terkontaminasi talcum
veltum, lypodium, dan sulfonamida, serta trauma pada kecelakaan seperti ruptur limpa
dan ruptur hati.
2.6 Patofisiologi
Peritonitis disebabkan oleh kebocoran isi dari organ abdomen ke dalam rongga
abdomen sebagai akibat dari inflamasi, infeksi, iskemia, trauma atau perforasi tumor.
Terjadinya proliferasi bacterial, terjadinya edema jaringan dan dalam waktu singkat
terjadi eksudasi cairan. Cairan dalam rongga peritoneal menjadi keruh dengan
peningkatan jumlah protein, sel darah putih, debris seluler dan darah. Respons segera
dari saluran usus adalah hipermotilitas, diikuti oleh ileus paralitik disertai akumulasi
udara dan cairan dalam usus.

Peritonitis menyebabkan penurunan aktivikas fibrinolitik intra abdomen


8
(peningkatan aktivitas inhibitor aktivator plaminogen) dan fibrin karantina dengan
pembentuka adhesi berikutnya. Produksi eksodat fibrinosa merupakan reaksi penting
pertahanan tubuh tetapi sejumlah yang memproteksi bakteri dari mekanisme
pembersih tubuh. (Muttaqin, 2001).

Respon peradangan peritonitis juga menimbulkan akumulasi cairan karena


kapiler dan membran mengalami kebocoran. Jika defisit cairan tidak dikoreksi dengan
cepat dan agresif, makan dakan menyebabkan kematian sel. Pelepasan berbagai
mediator misal interleukin dari kegagalan organ. Oleh karena itu tubuh mencoba untuk
mengompresi dengan cara retensi cairan dan elektronik oleh ginjal, produk buangan
juga ikut menumpuk. Takikardi awalnya meningkatkan curah jantung, tetapi kemudian
akan segera terjadi bradikardi begitu terjadi syok hipovolemik (Muttaqin, 2011).
Hipovolemik bertambah dengan adanya kenaikan suhu, intake yang tidak ada , serta
muntah. Terjebak cairan dirongga peritoneum dan lumen usus, lebih lanjut
meningkatkan tekanan intra abdomenm membuat usaha pernapasan penuh menjadi
sulit dan menimbulkan perfusi (Muttaqin, 2011).

9
2.7 Pemeriksaan Diagnositik

Test laboratorium

1. Leukositosis

Pada peritonitis tuberculosa cairan peritoneal mengandung banyak protein (lebih


dari 3 gram/100 ml) dan banyak limfosit, basil tuberkel diidentifikasi dengan kultur.
Biopsi peritoneum per kutan atau secara laparoskopi memperlihatkan granuloma
tuberkuloma yang khas, dan merupakan dasar diagnosa sebelum hasil pembiakan
didapat.

2. Hematokrit meningkat

- Asidosis metabolic (dari hasil pemeriksaan laboratorium pada pasien peritonitis


didapatkan PH =7.31, PCO2= 40, BE= -4 )
- X. Ray

Dari tes X Ray didapat:

Foto polos abdomen 3 posisi (anterior, posterior, lateral), didapatkan:

1. Illeus merupakan penemuan yang tak khas pada peritonitis.


2. Usus halus dan usus besar dilatasi.
3. Udara bebas dalam rongga abdomen terlihat pada kasus perforasi.
 Gambaran Radiologis

Pemeriksaan radiologis merupakan pemeriksaan penunjang untuk


pertimbangan dalam memperkirakan pasien dengan abdomen akut. Pada
peritonitis dilakukan foto polos abdomen 3 posisi, yaitu :

1. Tiduran terlentang (supine), sinar dari arah vertikal dengan


proyeksi anteroposterior.

10
2. Duduk atau setengah duduk atau berdiri kalau memungkinkan,
dengan sinar dari arah horizontal proyeksi anteroposterior.
3. Tiduran miring ke kiri (left lateral decubitus = LLD), dengan
sinar horizontal proyeksi anteroposterior.

Sebaiknya pemotretan dibuat dengan memakai kaset film yang dapat


mencakup seluruh abdomen beserta dindingnya. Perlu disiapkan
ukuran kaset dan film ukuran 35x43 cm. Sebelum terjadi peritonitis,
jika penyebabnya adanya gangguan pasase usus (ileus) obstruktif
maka pada foto polos abdomen 3 posisi didapatkan gambaran
radiologis antara lain:

1. Posisi tidur, untuk melihat distribusi usus, preperitonial fat,


ada tidaknya penjalaran. Gambaran yang diperoleh yaitu
pelebaran usus di proksimal daerah obstruksi, penebalan
dinding usus, gambaran seperti duri ikan (Herring bone
appearance).
2. Posisi LLD, untuk melihat air fluid level dan kemungkinan
perforasi usus. Dari air fluid level dapat diduga gangguan
pasase usus. Bila air fluid level pendek berarti ada ileus letak
tinggi, sedang jika panjang-panjang kemungkinan gangguan
di kolon. Gambaran yang diperoleh adalah adanya udara
bebas infra diafragma dan air fluid level.
3. Posisi setengah duduk atau berdiri. Gambaran radiologis
diperoleh adanya air fluid level dan step ladder appearance
2.8 Penatalaksanaan
Penggantian cairan, koloid dan elektrolit adalah focus utama. Analgesik diberikan
untuk mengatasi nyeri antiemetik dapat diberikan sebagai terapi untuk mual dan muntah.
Terapi oksigen dengan kanula nasal atau masker akan meningkatkan oksigenasi secara
adekuat, tetapi kadang-kadang inkubasi jalan napas dan bentuk ventilasi diperlukan.
Tetapi medikamentosa nonoperatif dengan terapi antibiotic, terapi hemodinamik untuk
paru dan ginjal, terapi nutrisi dan metabolic dan terapi modulasi respon peradangan.
11
Penatalaksanaan pasien trauma tembus dengan hemodinamik stabil di dada bagian
bawah atau abdomen berbeda-beda namun semua ahli bedah sepakat pasien dengan tanda
peritonitis atau hipovolemia harus menjalani explorasi bedah, tetapi hal ini tidak pasti
bagi pasien tanpa-tanda sepsis dengan hemodinamik stabil. Semua luka tusuk di dada
bawah dan abdomen harus dieksplorasi terlebih dahulu. Bila luka menembus peritonium
maka tindakan laparotomi diperlukan. Prolaps visera, tanda-tanda peritonitis, syok,
hilangnya bising usus, terdapat darah dalam lambung, buli-buli dan rectum, adanya
udara bebas intraperitoneal dan lavase peritoneal yang positif juga merupakan indikasi
melakukan laparotomi. Bila tidak ada, pasien harus diobservasi selama 24-48 jam.
Management peritonitis tergantung dari diagnosis penyebabnya. Hampir semua penyebab
peritonitis memerlukan tindakan pembedahan (laparotomi eksplorasi). Terapi antibiotika
harus diberikan sesegera diagnosis peritonitis bakteri dibuat. Antibiotik berspektrum luas
diberikan secara empirik, dan kemudian dirubah jenisnya setelah hasil kultur keluar.
Pilihan antibiotika didasarkan pada organisme mana yang dicurigai menjadi penyebab
Antibiotika berspektrum luas juga merupakan tambahan drainase bedah. Harus tersedia
dosis yang cukup pada saat pembedahan, karena bakteremia akan berkembang selama
operasi.

 Pertimbangan dilakukan pembedahan


1. Pada pemeriksaan fisik didapatkan defans muskuler yang meluas, nyeri tekan
terutama jika meluas, distensi perut, massa yang nyeri, tanda perdarahan (syok,
anemia progresif), tanda sepsis (panas tinggi, leukositosis), dan tanda iskemia
(intoksikasi, memburuknya pasien saat ditangani).
2. Pada pemeriksaan radiology didapatkan pneumo peritoneum, distensi usus,
extravasasi bahan kontras, tumor, dan oklusi vena atau arteri mesenterika.
3. Pemeriksaan endoskopi didapatkan perforasi saluran cerna dan perdarahan
saluran cerna yang tidak teratasi.
4. Pemeriksaan laboratorium.

Pembedahan dilakukan bertujuan untuk :

1. Mengeliminasi sumber infeksi.

12
2. Mengurangi kontaminasi bakteri pada cavum peritoneal
3. Pencegahan infeksi intra abdomen berkelanjutan.

2.9 Komplikasi

Komplikasi dapat terjadi pada peritonitis bakterial akut sekunder, dimana komplikasi
tersebut dapat dibagi menjadi komplikasi dini dan lanjut, yaitu : (chushieri)

1. Komplikasi dini
a. Septikemia dan syok septic
b. Syok hipovolemik
c. Sepsis intra abdomen rekuren yang tidak dapat dikontrol dengan kegagalan
multisystem
d. Abses residual intraperitoneal
e. Portal Pyemia (misal abses hepar)
2. Komplikasi lanjut
a. Adhesi
b. Obstruksi intestinal rekuren. (Lili.2013)

13
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
- Identitas Pasien : Nama, Umur, Agama, Pekerjaan, Suku/Bangsa, Jenis
Kelamin, alamat
- Identitas Penanggung Jawab: Nama, Umur, Pekerjaan, Alamat, Hub. dengan
Pasien,
- No registrasi, tgl. masuk RS, tanggal pengkajian, jam dilakukan pengkajian
metode pengkajian
- Data Umum

1. Keluhan Utama :

Keluhan Yang Sangat mengganggu aktivitas klien, pasien peritonitis biasanya


mengalami nyeri nyeri kesakitan di bagian perut sebelah kanan dan menjalar ke
pinggang.

2. Riwayat Penyakit Sekarang:

Dikaji perjalanan penyakit klien, Peritinotis dapat terjadi pada seseorang dengan
peradangan iskemia, peritoneal diawali terkontaminasi material, sindrom
nefrotik, gagal ginjal kronik, lupus eritematosus, dan sirosis hepatis dengan
asites.

3. Riwayat Kesehatan Dahulu:

Seseorang dengan peritonotis pernah ruptur saluran cerna, komplikasi post


operasi, operasi yang tidak steril dan akibat pembedahan, trauma pada
kecelakaan seperti ruptur limpa dan ruptur hati.

4. Riwayat Kesehatan Keluarga:

Secara patologi peritonitis tidak diturunkan, namun jika peritonitis ini


14
disebabkan oleh bakterial primer, seperti: Tubercolosis. Maka kemungkinan
diturunkan ada.

5. Kebutuhan bio-psiko-sosio-spiritual

3.2 Pemeriksaan Fisik

- Keadaan umum : kebersihan anak, keadaan kulit, kesadaran


- Pengukuran lain: BB sebelum dan saat pengkajian, tinggi badan
- Vital Sign: suhu, nadi, respirasi, tekanan darah
- Keadaan Fisik:
1. Sistem Pernafasan (B1)
Pola nafas irregular (RR> 20x/menit), dispnea, retraksi otot bantu
pernafasan serta menggunakan otot bantu pernafasan.

2. Sistem Kardiovaskuler (B2)

Klien mengalami takikardi karena mediator inflamasi dan


hipovelemia vaskular karena anoreksia dan vomit. Didapatkan
irama jantung irregular akibat pasien syok  (neurogenik,
hipovolemik atau septik), akral : dingin, basah, dan pucat.

3. Sistem Persarafan (B3)

Klien dengan peritonitis tidak mengalami gangguan pada otak


namun hanya mengalami penurunan kesadaran.

4. Sistem Perkemihan (B4)

Terjadi penurunan produksi urin.

5. Sistem Pencernaan (B5)

Klien akan mengalami anoreksia dan nausea. Vomit dapat muncul


akibat proses ptologis organ visceral (seperti obstruksi) atau
secara sekunder akibat iritasi peritoneal. Selain itu terjadi distensi
15
abdomen, bising usus menurun, dan gerakan peristaltic usus turun
(<12x/menit).

6. Sistem Muskuloskeletal dan Integumen (B6)

Penderita peritonitis mengalami letih, sulit berjalan, nyeri perut


dengan aktivitas. Kemampuan pergerakan sendi terbatas,
kekuatan otot mengalami kelelahan, dan turgor kulit menurun
akibat  kekurangan volume cairan.

- Personal Hygiene

3.3 Pemeriksaan Laboratorium

1. Complete Blood Count (CBC), umumnya pasien dengan infeksi intra


abdomen menunjukan adanya luokositosis (>11.000 sel/ µL) dengan adanya
pergerakan ke bentuk immatur pada differential cell count. Namun pada
pasien dengan immunocompromised dan pasien dengan beberapa tipe infeksi
(seperti fungal dan CMV) keadaan leukositosis dapat tidak ditemukan atau
malah leucopenia
2. PT, PTT dan INR
3. Test fungsi hati jika diindikasikan
4. Amilase dan lipase jika adanya dugaan pancreatitis
5. Urinalisis untuk mengetahui adanya penyakit pada saluran kemih (seperti
pyelonephritis, renal stone disease)
6. Cairan peritoneal, cairan peritonitis akibat bakterial dapat ditunjukan dari pH
dan glukosa yang rendah serta peningkatan protein dan nilai LDH

3.4 Pemeriksaan Radiologi

1. Foto polos/ Foto BOF LLD


2. USG Abdomen
3. CT Scan Abdomen
4. MRI
16
3.5 Diagnose keperawatan yang mungkin muncul

1. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi


2. Nyeri akut berhubungan dengan inflamsi peritonium
3. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan mual, muntah, anoreksia, penurunan penyerapan nutrient
sekunder
4. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan sekunder
akibat mual, muntah
5. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan yang memburuk
6. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya pengetahuan yang
didapat
7. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan medikasi

3.6 Intervensi Keperawatan


Intervensi keperawatan bertujuan setelah dilakukan asuhan keperawatan:
1. Hipertherni teratasi dengan criteria hasil klien tidak melapor panas,
badan klien tidak panas
2. Nyeri berkurang atau hilang dengan kriteria hasil tidak adanya nyeri
tekan, klien tidak melaporkan adanya nyeri
3. Nutrisi terpenuhi dengan criteria hasil klien menunjukkan peningkatan
nafsu makan, BB normal
4. Kebutuhan cairan terpenuhi
5. Ansietas teratasi dengan criteria hasil klien tidak tampak gelisah
6. Pengetahuan klien meningkat dengan criteria hasil klien dapat
menjelaskan tentang penyakitnya
7. Integritas kulit baik

3.7 Implementasi
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus
kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Potter, P.,
& Perry, 2014)

17
Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan dimana
rencana keperawatan dilaksanakan melaksanakan intervensi/ aktifitas yang telah
ditentukan, pada tahap ini perawat siap untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas
yang telah dicatat dalam rencana perawatan klien. Agar implementasi perencanaan
dapat tepat waktu dan efektif terhadap biaya, pertama-tama harus mengidentifikasi
prioritas perawatan klien, kemudian bila perawatan telah dilaksanakan, memantau dan
mencatat respon klien terhadap setiap intervensi dan mengkomunikasikan informasi
ini kepada penyedia perawatan kesehatan lainnya. Kemudian, dengan menggunakan
data, dapat mengevaluasi dan merevisi rencana perawatan dalam tahap proses
keperawatan berikutnya (Wilkinson.M.J, 2012).

Komponen tahap implementasi :

1. Tindakan keperawatan mandiri

2. Tindakan keperawatan edukatif

3. Tindakan keperawatan kolaboratif

4. Dokumentasi tindakan keperawatan dan respon klien terhadap asuhan


keperawatan

3.8 Evaluasi
Menurut (Setiadi, 2012) dalam buku konsep dan penulisan asuhan keperawatan
tahapan penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan terencana
tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara
berkesinambungan dengan melibatkan klien, keluarga dan tenaga kesehatan lainnya.
Terdapat dua jenis evaluasi :

a. Evaluasi Formatif (Proses)

Evaluasi formatif berfokus pada aktivitas proses keperawatan dan hasil tindakan
keperawatan. Evaluasi formatif ini dilakukan segera setelah perawat
mengimplementasikan rencana keperawatan guna menilai keefektifan tindakan
keperawatan yang telah dilaksanakan. Perumusan evaluasi formatif ini meliputi 4
komponen yang dikenal dengan istilah SOAP :
18
1) S (Subjektif) : Data subjektif dari hasil keluhan klien, kecuali pada
klien yang afasia.

2) O (Objektif) : Data objektif dari hasil observasi yang dilakukan oleh


perawat

3) A (Analisis) : Masalah dan diagnosa keperawatan klien yang dianalisis


atau dikaji dari data subjektif dan data objektif

4) P (Perencanaan) : Perencanaan kembali tentang pengembangan tindakan


keperawatan , baik yang sekarang maupun yang akan datang dengan tujuan
memperbaiki keadaan kesehatan klien.

b. Evaluasi Sumatif (Hasil)

Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan setelah semua aktifitas proses
keperawatan selesai dilakukan. Evaluasi sumatif ini bertujuan menilai dan memonitor
kualitas asuhan keperawatan yang telah diberikan. Ada 3 kemungkinan evaluasi yang
terkait dengan pencapaian tujuan keperawatan (Setiadi, 2012), yaitu :

1) Tujuan tercapai atau masalah teratasi jika kllien menunjukkan perubahan


sesuai dengan standar yang telah ditentukan.

2) Tujuan tercapai sebagian atau masalah teratasi sebagian atau klien masih dalam
proses pencapaian tujuan jika klien menunjukkan perubahan pada sebagian
kriteria yang telah ditetapkan.

3) Tujuan tidak tercapai atau masih belum teratasi jika klien hanya

19
BAB IV
TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN Tn.T


DENGAN PERITONITIS
DI RUANG PALEM KELAS 2 RSU KARTINI
MOJOSARI

4.1 PENGKAJIAN
Pengkajian dilakukan pada hari Jumat, tanggal 6 mei 2022 pada pukul 11.00 WIB di
ruang Palem kelas 2 RSU Kartini-Mojosari dengan teknik wawancara, obervasi,
pemeriksaan fisik, dan dokumentasi.
I. Identitas Pasien
a. Identitas Pasien
Nama : Tn. "T"
Umur : 55 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Penjaga toko

Suku/Bangsa : Jawa/ Indonesia

Jenis Kelamin : Laki-laki


Alamat : Seduri -Mojosari
b. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Ny. “M”
Umur : 53 tahun
Pekerjaan : PNS
Alamat : Seduri-Mojosari

Hub. dengan pasien : Istri klien


No Registrasi : 188xxx
Tgl. Masuk RS : tanggal 6 Mei 2022 pukul 07.30 WIB melalui IGD

20
II. Data Umum
 Keluhan Utama: Nyeri seluruh lapang perut tembus kebelakang, semakin nyeri
saat beraktifitas
 Riwayat Penyakit Sekarang
Keluarga klien mengatakan klien mengeluh kesakitan di seluruh perutnya. Nyeri
dirasakan semakin lama semakin berat. Keluarga klien juga mengatakan klien
sering mengeluh mual, muntah, dan nafsu makan menurun.
 Riwayat Penyakit Dahulu
Sebelumnya klien mengalami Apendiksitis yang diobati sendiri dengan antibiotic
dari salinan resep dokter 3 bulan terakhir.
 Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga klien belum pernah ada menderita peritonitis seperti yang dirasakan
sekarang. Keluarga klien mengatakan juga tidak memiliki riwayat penyakit
turunan.

III. Kebutuhan bio-psiko-sosio-spiritual


a. Biologis
1. Bernafas
- Sebelum sakit : klien tidak pernah mengalami gangguan pernafasan
- Saat pengkajian : klien dapat bernafas dengan baik dengan frekuensi
24 x / menit
2. Pola nutrisi
- Sebelum sakit : pasien biasanya makan 3 kali sehari dengan menu
nasi, lauk, sayuran. Klien biasanya minum air putih.
- Saat pengkajian : keluarga klien mengatakan nafsu makan klien
menurun, disertai mual dan muntah.
3. Pola eliminasi
- Sebelum sakit : Klien biasanya BAB 1 kali sehari dengan konsistensi
lembek, warna kuning, bau feses normal. Pasien BAK 3- 5 kali sehari
dengan warna jernih
- Saat pengkajian : keluarga klien mengatakan klien sulit buang air besar.

21
Pasien BAK sama dengan sebelum sakit, tidak ada keluhan

22
4. Pola istirahat dan tidur

- Sebelum sakit : Klien biasanya tidur pukul 22.00 wib dan bangun pukul
05.00 wib
- Saat pengkajian : klien durasi tidur lebih lama 11 – 15 jam karena
kondisi yang lemas dan kesakitan
5. Pola aktivitas dan latihan

- Sebelum sakit : keluarga klien mengatakan klien mengerjakan pekerjaan


rumah tangga seperti biasanya
- Saat pengkajian : klien lebih banyak menghabiskan waktu untuk tidur
karena merasa lemas dan kesakitan
6. Pengaturan suhu tubuh

- Sebelum sakit : klien tidak mengalami gangguan suhu tubuh

- Saat pengkajian : klien tidak mengalami gangguan suhu, dengan suhu


tubuh 360C.
7. Kebersihan diri

- Sebelum sakit : perawatan / kebersihan diri dilakukan sendiri

- Saat pengkajian : klien hanya diseka di tempat tidur, perawatan diri


dibantu oleh istri
b. Psikologis

1. Rasa aman

- Sebelum sakit : klien tidak merasa takut

- Saat pengkajian : klien merasa khawatir dengan keadaanya

2. Rasa nyaman

- Sebelum sakit : klien mengatakan pernah mengalami nyeri karena


menderita apendiksitis/ usus buntu
- Saat pengkajian : klien merasa nyeri perut diseluruh perutnya tembus
kebelakang

23
c. Social

Penurunan keikut sertaan dalam aktivitas social yang biasa dilakukan.

d. Spiritual

- Sebelum sakit : klien beragama Islam, klien sholat 5 waktu sehari


- Saat pengkajian : klien sholat di tempat tidur

IV. Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan umum : Lemah

Kesadaran : Komposmentis

GCS : 4-5-6

2. Vital Sign

- Tekanan Darah :130/90 mmHg

- Suhu : 360C

- Nadi :100 x / menit

- Respirasi :24x/ menit

- SpO2 : 99%

3. Keadaan fisik
- Sistem Pernafasan (B1)
Pasien tidak sesak, Napas spontan tanpa bantuan oksigen, Pola nafas irregular,
RR 24x/menit, SpO2 99%, pergerakan dada simetris, rhonki (-), whezing (-)

- Sistem Kardiovaskuler (B2)

Akral dingin, tensi 130/90mmHg, Nadi 100x/menit,

- Sistem Persarafan (B3)

24
Kesadaran komposmentis, GCS 4-5-6. Pasien mengatakan nyeri seluruh lapang
perut, skala nyeri 8, tampang menyeringai menahan sakit

- Sistem Perkemihan (B4)

Terpasang DC, produksi urine 100cc/4 jam warna kuning pekat.

- Sistem Pencernaan (B5)

Pasien tidak nafsu makan mual, muntah, distensi abdomen (+), bising usus
menurun, dan gerakan peristaltic usus turun (<12x/menit), BAB (-)

- Sistem Muskuloskeletal dan Integumen (B6)

Pasien tampak lemas, pasien mengatakan nyeri seluruh lapang perut semakin
nyeri saat beraktifitas. Turgor kulit cukup. Tidak ada oedem

V. Terapi Medis

Inf. RL 14 tpm

Inj. Santagesik 3x1gr

Inj. Gastridin 2x50mg

Inj. Invomit 3x4mg

Inj. Ceftriaxone 2x1gr

Inf Metronidazole 3x500mg

Kaltrofen supp II k/p

25
4.2 ANALISIS DATA

No Symptom Etiologi Problem


1 Ds: Faktor sekunder (appendicitis) Nyeri akut
- Keluarga klien
Inflamasi/ peradangan
mengatakan klien Nyeri meluas
seluruh lapang perut
Peradangan peritoneum
tembus kebelakang
Do:
- Terdapat nyeri tekan Inflamasi
pada abdomen

2 Ds: Peradangan peritoneum Defisit Nutrisi


- Keluarga klien
mengatakan klien Abdomen tegang
mengeluh mual,
Mual, muntah
sering muntah dan
nafsu makan menurun
Anoreksia
Do:
- Klien tampak lemah,
disten abdomen (+)

4.3 DIAGNOSE KEPERAWATAN


1. Nyeri Akut b.d Agen Pencedera fisiologis ( mis.inflamasi) d.d Mengeluh Nyeri
2. Defisit Nutrisi b.d faktor psikologis (mis. Keenganaan untuk makan ) d.d nafsu makan
menurun, mual, muntah

26
4.4 INTERVENSI KEPERAWATAN
No Diagnosa SLKI SIKI
Keperawatan
1 Nyeri Akut b.d Agen Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri (I.08238)
Pencedera fisiologis keperawatan 2x24 jam nyeri 1. Identifikasi lokasi,
(mis.inflamasi) d.d akut dapat berkurang dengan karakteristik, frekuensi,
Mengeluh Nyeri kriteria hasil : kualitas, intensitas nyeri
1. Keluhan nyeri menurun (5) 2. Identifikasi skala nyeri
2. Meringis menurun (5) 3. Berikan teknik
3. Kesulitan tidur menurun (5) nonfarmakologis untuk
4. Gelisah menurun (5) mengurangi rasa nyeri
4. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
5. Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
6. Ajarkan teknik non
famakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
7. kolaborasi dengan
pemberian analgetik jika
perlu
2 Defisit Nutrisi b.d Setelah dilakukan tindakan Manjemen nutrisi
faktor psikologis keperawatan 2x24 jam defisit ( I. 03119)
(mis. Keenganaan nutrisi berkurang dengan 1. Identifikasi status nutrisi
untuk makan ) d.d kriteria hasil : 2. Identifikasi makanan yang
nafsu makan 1. porsi makan yang disukai
menurun dihabiskan meningkat (5) 3. Monitor asupan makanan
2. pengetahuan tentang pilihan 4. Lakukan oral hygiene
minuman dan makanan sebelum makan
yang sehat (5) 5. Berikan makanan tinggi
3. pengetahuan tentang serat untuk mencegah

27
standar asupan nutrisi konstipasi
meningkat (5) 6. Berikan suplemen
makanan
7. Anjurkan posisi duduk
8. Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan
9. Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis
nutrien yang dibutuhkan

4.5 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

Hari / No. Implementasi Evaluasi


Tgl Dx
6 mei 1 1. Mengidentifikasi lokasi, S : Klien mengatakan nyeri saat
2022 karakteristik, durasi frekuensi, beraktivitas
kualitas dan intensitas nyeri
- klien mengatakan klien nyeri
2. Mengajarkan teknik non
di seluruh lapang perut tembus
farmakologi untuk mengurangi
belakang
rasa nyeri
O:
3. Memonitor tanda dan gejala
- Terdapat nyeri tekan pada abdomen
infeksi lokal dan sistematik
- KU : lemah, kesadaran
Komposmentis

- Skala nyeri 8
A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
Kolab dengan tim medis untuk pemberian
terapi

28
Inf. RL 14 tpm

Inj. Santagesik 3x1gr

Inj. Gastridin 2x50mg

Inj. Invomit 3x4mg

Inj. Ceftriaxone 2x1gr

Inf Metronidazole 3x500mg

Kaltrofen supp II k/p


2 1. Monitor tanda-tanda vital S : Klien mengatakan nafsu makan
(suhu, nadi, pernafasan dan TD) menurun, disertai dengan mual dan
2. Menganjurkan meningkatkan muntah
asupan nutrisi O : Keadaan umum lemah, kesadaran
3. Menganjurkan meningkatkan Komposmentis
asupan cairan TTV

TD: 130/90 mmHg

Nadi: 100x/menit

Suhu: 360C
RR: 24x/menit
SpO2: 99% Spontan
A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
Kolab dengan tim medis untuk pemberian
terapi

Inf. RL 14 tpm

Inj. Santagesik 3x1gr

Inj. Gastridin 2x50mg

Inj. Invomit 3x4mg

29
Inj. Ceftriaxone 2x1gr

Inf Metronidazole 3x500mg


Kaltrofen supp II k/p
7 mei 1 1. Mengidentifikasi lokasi, S :
2022 karakteristik, durasi frekuensi,
- Klien mengatakan nyeri saat
kualitas dan intensitas nyeri
beraktifitas
2. Mengajarkan teknik non
O:
farmakologi untuk mengurangi
- Terdapat nyeri tekan pada abdomen
rasa nyeri
3. Memonitor tanda dan gejala - KU : lemah, skala nyeri 7 (berkurang)
infeksi lokal dan sistematik A : Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan
Kolab dengan tim medis untuk pemberian
terapi

Inf. RL 14 tpm

Inj. Santagesik 3x1gr

Inj. Gastridin 2x50mg

Inj. Invomit 3x4mg

Inj. Ceftriaxone 2x1gr

Inf Metronidazole 3x500mg


Kaltrofen supp II k/p
2 1. Monitor tanda-tanda vital S : Klien mengatakan nafsu makan
(suhu, nadi, pernafasan dan TD) menurun, disertai dengan mual dan
2. Menganjurkan meningkatkan muntah
asupan nutrisi O : Keadaan umum lemah
3. Menganjurkan meningkatkan TTV
asupan cairan
TD : 120/80 mmHg

30
Nadi : 96x/menit

Suhu : 36,50C
RR : 16x/menit
A : Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan
8 mei 1 1. Mengidentifikasi lokasi, S : Klien mengatakan nyeri berkurang
2022 karakteristik, durasi frekuensi, O : Terdapat nyeri tekan pada abdomen
kualitas dan intensitas nyeri KU : membaik
2. Mengajarkan teknik non A : Masalah teratasi sebagian
farmakologi untuk mengurangi P : Intervensi dihentikan
rasa nyeri
3. Memonitor tanda dan gejala
infeksi lokal dan sistematik
2 1. Monitor tanda-tanda vital S : Klien mengatakan nafsu makan
(suhu, nadi, pernafasan dan TD) meningkat , mual muntah berkurang
2. Menganjurkan meningkatkan O : Keadaan umum membaik
asupan nutrisi TTV
3. Menganjurkan meningkatkan TD : 120/80 mmHg
asupan cairan
Nadi : 96x/menit

Suhu : 36,30C
RR : 16x/menit
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan

31
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Peritonitis adalah peradangan pada peritonium yang merupakan pembungkus visera

dalam rongga perut.Peritoneum adalah selaput tipis dan jernih yang membungkus organ

perut dan dinding perut sebelah dalam. Peritonitis yang terlokalisir hanya dalam rongga

pelvis disebut pelvioperitonitis.

Penyebab peritonitis antara lain : penyebaran infeksi dari organ perut yang terinfeksi,

penyakit radang panggul pada wanita yang masih aktif melakukan kegiatan seksual, infeksi

dari rahim dan saluran telur, kelainan hati atau gagal jantung, peritonitis dapat terjadi

setelah suatu pembedahan, dialisa peritoneal (pengobatan gagal ginjal), iritasi tanpa

infeksi.

Patofisologi peritonitis adalah reaksi awal peritoneum terhadap invasi bakteri adalah

keluarnya eksudat fibrinosa. Terbentuk kantong-kantong nanah (abses) diantara perlekatan

fibrinosa, yang menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi

infeksi. Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap

sebagai pita-pita fibrinosa, yang kelak dapat menyebabkan terjadinya obstruksi usus.

Prinsip umum terapi pada peritonitis adalah :

a. Penggantian cairan dan elektrolit yang hilang yang dilakukan secara intravena.

b. Terapi antibiotika memegang peranan yang sangat penting dalam pengobatan

infeksi nifas.

c. Terapi analgesik diberikan untuk mengatasi nyeri

5.2 Saran

Kita sebagai seorang perawat dalam mengatasi masalah peritonitis di masyarakat dapat

32
memberikan berbagai cara untuk mencegah peritonitis dan diharapkan mahasiswa/i dapat

memberikan asuhan keperawatan khususnya pada klien yang mengalami peritonitis yang

sesuai dengan apa yang dipelajari.

33
DAFTAR PUSTAKA

Inayah, Iin. 2004. Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Sistem Pencernaan.
Salemba Medika. Jakarta.

Sumber lain:
http://penyakitperitonitis.blogspot.com/2008/05/penyakit-peritonitis.html

http://repository.ump.ac.id/2677/3/TRIYADI%20BAB%20II.pdf

Lili.2013.Peritonitis.

Online:(http://lilipsikc2.blogspot.com/2013/08/peritonitis_19.html).Diakses:2November 2014

Nuzulul.2012.Askep Peritonitis.

Online:( http://nuzulul-fkp09.web.unair.ac.id/artikel_detail-35844-Kep%20Pencernaan-Askep
%20Peritonitis.html) diakses: 1 November 2014

34

Anda mungkin juga menyukai