Anda di halaman 1dari 13

PERITONITIS PADA MASA NIFAS

MK : Asuhan Kebidanan pada Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal


(Dosen Pengampu : Ni Nyoman Suindri, S.Si.T., M.Keb)

OLEH :
NI KOMANG SENIANI
NIM : P07124222092

KEMENTERIAN KESEHATAN R.I


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
PRODI D-IV ALIH JENJANG KEBIDANAN
2022

1
KATA PENGANTAR
“Om Swastiastu”
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa/Ida Sang
Hyang Widhi Wasa karena berkat rahmat beliau penulis dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “Peritonitis pada Masa Nifas” sesuai rencana dan selesai
tepat waktu. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah asuhan
kebidanan kegawatdaruratan pada maternal dan neonatal di jurusan Kebidanan
Prodi D-IV alih jenjang Poltekkes Denpasar.
Pada kesempatan ini tidak lupa penulis mengucapkan terimakasih kepada
semua pihak yang telah membantu dan memberi dukungan dalam penulisan
makalah ini, kepada yang terhormat :
1. A.A Ngurah Kusumajaya, SP., MPH, selaku Direktur Poltekkes Kemenkes
Denpasar,
2. Dr. Ni Nyoman Budiani, S.Si.T., M.Biomed, selaku Ketua Jurusan
Kebidanan Poltekkes Kemenkes Denpasar,
3. Ni Wayan Armini, S.ST., M.Keb, selaku Ketua Program Studi D-IV
Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Denpasar,
4. Ni Nyoman Suindri, S.Si.T., M.Keb, selaku dosen pengampu mata kuliah
Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan pada Maternal dan Neonatal yang
telah membimbing dalam pembuatan makalah ini,
5. Orangtua, teman-teman serta rekan-rekan yang telah memberi dukungan
dan semangat dalam penyusunan makalah ini
6. Serta seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, yang
telah membantu penulis dalam menyusun makalah ini.
Mengingat pengetahuan penulis yang terbatas, sudah tentu banyak
kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, kritik dan masukan sangat
penulis harapkan demi perbaikan makalah ini. Akhir kata penulis mohon maaf
apabila terdapat kesalah dalam penulisan makalah ini.
“Om Santih, Santih, Santih Om”
Denpasar, 01 September 2022
Penulis

i
DAFTAR ISI

Halaman Judul
KATA PENGANTAR……………………………………………………....... i
DAFTAR ISI……………………………………………………………….… ii
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………. 1
1.1 Latar Belakang…………………………………………………………… 1
1.2 Rumusan Masalah………………………………………………………... 2
1.3 Tujuan Penulisan…………………………………………………………. 2
BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………….. 3
2.1 Pengertian Peritonitis…………………………………………………….. 3
2.2 Etiologi Peritonitis……………………………………………………….. 3
2.3 Penyebab Peritonitis……………………………………………………… 4
2.4 Jenis Peritonitis…………………………………………………………... 5
2.5 Tanda dan Gejala Peritonitis……………………………………………... 6
2.6 Diagnosa Peritonisis……………………………………………………… 6
2.7 Pengobatan……………………………………………………………….. 6
2.8 Penatalaksanaan Peritonitis dalam Kebidanan…………………………… 8
BAB III PENUTUP…………………………………………………………... 9
3.1 Kesimpulan……………………………………………………………….. 9
3.2 Saran……………………………………………………………………… 9
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………... 10

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Masa nifas adalah masa pengembalian alat-alat kandungan seperti sebelum
hamil. Masa ini dimulai setelah lahirnya placenta sampai 42 hari setelah
persalinan. Pada masa nifas ibu dapat mengalami komplikasi atau penyulit yang
menyebabkan kegawatdaruratan sehingga perlu penanganan seperti, metritis,
peritonitis, infeksi payudara, tromboplebitis dan simpisiolisis. Oleh karena itu,
asuhan pada masa nifas harus diberikan secara rutin oleh tenaga kesehatan,
sehingga hal tersebut bisa dihindari.
Peritonitis merupakan peradangan peritonium, selaput tipis yang melapisi
dinding abdomen dan meliputi organ-organ dalam, peradangan sering
disebabkanoleh bakteri atau infeksi jamur membran ini. Peradangan pada
perinoteum merupakan infeksi yang sering terjadi pada masa nifas dan
menyebabkan peradarang pada organ sekitarnya seperti pada abdomen, ruptur
saluran cerna, serta iritasi kimiawi. Pada keadaan normal, peritoneum rentan
mengalami infeksi oleh karena kebersihan yang tidak dijaga.
Peritontis dapat menyebabkan sepsis dan syok sepsis yang dapat
berakibatkan pada kematian. Peritonitis dapat diklasfikasikan menjadi peritonitis
primer, sekunder dan tersier. Pada peritonitis primer tidak didapatkan adanya
perforasi hollow viscus, peritonitis sekunder didapatkan adanya perforasi hollow
viscus sedangkan peritonitis tersier adalah peritonitis sekunder gagal terapi.
Peritonitis merupakan kondisi kegawatan sehingga keterlambatan penanganan
pasien dapat mengakibatkan morbiditas dan mortalitas.
Pada keadaan normal, peritoneum resisten terhadap infeksi bakteri (secara
inokulasi kecil-kecilan); kontaminasi yang terus menerus, bakteri yang virulen,
resistensi yang menurun, dan adanya benda asing atau enzim pencerna aktif. Oleh
karena itu, sebagai bidan sangat penting untuk mengetahui peritonitis yang
merupakan kegawatdaruratan pada masa nifas.

1
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1. Apakah pengertian peritonitis?
2. Bagaimanakah etiologi peritonitis?
3. Apakah penyebab peritonitis?
4. Apa saja jenis peritonitis?
5. Bagaimana tanda dan gejala peritonitis?
6. Bagaimana diagnosa peritonitis?
7. Bagaimana pengobatan peritonitis?
8. Bagaimana penatalaksanaan peritonitis dalam kebidanan?
1.3 Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengertian peritonitis
2. Untuk mengetahui etiologi peritonitis
3. Untuk mengetahui penyebab peritonitis
4. Untuk mengetahui jenis peritonitis
5. Untuk mengetahui tanda dan gejala peritonitis
6. Untuk mengetahui diagnosa peritonitis
7. Untuk mengetahui pengobatan peritonitis
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan peritonitis dalam kebidanan

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Peritonitis


Peritonitis adalah inflamasi peritoneum lapisan membrane serosa rongga
abdomen dan meliputi visera merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi
dalam bentuk akut maupun kronis, Peritonitis merupakan sebuah proses
peradangan pada membrane serosa yang melingkupi kavitas abdomen dan organ
yang terletak didalamnyah. Peritonitis sering disebabkan oleh infeksi peradangan
lingkungan sekitarnyah melalui perforasi usus seperti rupture appendiks atau
divertikulum karena awalnya peritonitis merupakan lingkungan yang steril. Selain
itu juga dapat diakibatkan oleh materi kimia yang irritan seperti asam lambung
dari perforasi ulkus atau empedu dari perforasi kantung empedu atau laserasi
hepar. Pada ibu nifas sangat dimungkinkan peritonitis terlokalisasi pada rongga
pelvis dari infeksi tuba falopi atau rupturnya kista ovari. Kasus peritonitis akut
yang tidak tertangani dapat berakibat fatal.

Peritonitis nifas bisa terjadi karena meluasnya endometritis, tetapi dapat


juga ditemukan bersama-sama dengan salpingo-ooforitis dan sellulitis pelvika.
Selanjutnya, ada kemungkinan bahwa abses pada sellulitis pelvika mengeluarkan
nanahnya ke rongga peritoneum dan menyebabkan peritonitis. Peritonitis, yang
tidak menjadi peritonitis umum, terbatas pada daerah pelvis. Gejala-gejalanya
tidak seberapa berat seperti pada peritonitis umum. Penderita demam, perut bawah
nyeri, tetapi keadaan umum tetap baik. Pada pelvioperitonitis bisa terdapat
pertumbuhan abses. Nanah yang biasanya terkumpul dalam kavum douglas harus
dikeluarkan dengan kolpotomia posterior untuk mencegah keluarnya melalui
rektum atau kandung kencing.

2.2 Etiologi Peritonitis


Bentuk peritonitis yang paling sering ialah Spontaneous Bacterial
Peritonitis (SBP) dan peritonitis sekunder. SBP terjadi bukan karena ninfeksi intra
abdomen, tetapi biasanya terjadi pada pasien yanga sites terjadi kontaminasi
hingga kerongga peritoneal sehingga menjadi translokasi bakteri munuju dinding
perut atau pembuluh limfe mesenterium, kadang terjadi penyebaran hematogen

3
jika terjadi bakterimia dan akibat penyakit hati yang kronik. Semakin rendah
kadar protein cairan asites, semakin tinggi risiko terjadinya peritonitis dan abses.
Ini terjadi karena ikatan opsonisasi yang rendah antar molekul komponen asites
pathogen yang paling sering menyebabkan infeksi adalah bakteri gram negative E.
Coli 40%, Klebsiella pneumoniae 7%, spesies Pseudomonas, Proteus dan gram
lainnya 20% dan bakteri gram positif yaitu Streptococcus pnemuminae 15%, jenis
Streptococcus lain 15%,dan golongan Staphylococcus 3%, selain itu juga terdapat
anaerob dan infeksi campur bakteri. Peritonitis sekunder yang paling sering terjadi
disebabkan oleh perforasi atau nekrosis (infeksi transmural) organ-organ dalam
dengan inokulasi bakteri rongga peritonealterutama disebabkan bakteri gram
positif yang berasal dari saluran cerna bagian atas. Peritonitis tersier terjadi karena
infeksi peritoneal berulang setelah mendapatkan terapi SBP atau peritonitis
sekunder yang adekuat, bukan berasal dari kelainan organ, pada pasienperitonisis
tersier biasanya timbul abses atau flagmon dengan atau tanpa fistula. Selain itu
juga terdapat peritonitis TB, peritonitis steril atau kimiawi terjadi karena iritasi
bahan-bahan kimia, misalnya cairan empedu, barium, dan substansi kimia lain
atau prses inflamasi transmural dari organ-organ dalam

2.3 Penyebab Peritonitis


1. Penyebaran infeksi dari organ perut yang terinfeksi. Penyebab paling sering
menyebabkan peritonitis adalah perforasi lambung, usus, kandung empedu
atau usus buntu. Sebenarnya peritoneum sangat kebal terhadap infeksi. Jika
pemaparan tidak berlangsung terus menerus, tidak akan terjadi peritonitis, dan
peritoneum cenderung mengalami penyembuhan bila diobati.
2. Penyakit radang panggul pada wanita yang masih aktif melakukan kegiatan
seksual
3. Infeksi dari rahim dan saluran telur, yang mungkin disebabkan oleh beberapa
jenis kuman (termasuk yang menyebabkan gonore dan infeksi chlamidia)
4. Kelainan hati atau gagal jantung, dimana cairan bisa berkumpul di perut
(asites) dan mengalami infeksi
5. Peritonitis dapat terjadi setelah suatu pembedahan. Cedera pada kandung
empedu, ureter, kandung kemih atau usus selama pembedahan dapat

4
memindahkan bakteri ke dalam perut. Kebocoran juga dapat terjadi selama
pembedahan untuk menyambungkan bagian usus.
6. Dialisa peritoneal (pengobatan gagal ginjal) sering mengakibatkan peritonitis.
Penyebabnya biasanya adalah infeksi pada pipa saluran yang ditempatkan di
dalam perut.
7. Iritasi tanpa infeksi, misalnya peradangan pankreas (pankreatitis akut) atau
bubuk bedak pada sarung tangan dokter bedah juga dapat menyebabkan
peritonitis tanpa infeksi.

2.4 Jenis Peritonitis


1. Peritonitis Primer, merupakan peritonitis akibat kontaminasi bakterial secara
hematogen pada cavumperitoneum dan tidak ditemukan fokus infeksi dalam
abdomen.Penyebabnya bersifat monomikrobial, biasanya E. Coli, Sreptococus
atau Pneumococus. Peritonitis bakterial primer dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Spesifik : misalnya Tuberculosis
b. Non spesifik: misalnya pneumonia non tuberculosis an Tonsilitis.
Faktor resiko yang berperan pada peritonitis ini adalah adanya malnutrisi,
keganasan intraabdomen, imunosupresi dan splenektomi.
2. Peritonitis Sekunder (Supurativa)
Peritonitis yang mengikuti suatu infeksi akut atau perforasi tractusi
gastrointestinal atau tractus urinarius. Pada umumnya organism tunggal tidak
akan menyebabkan peritonitis yangfatal. Sinergisme dari multipel organisme
dapat memperberat terjadinya infeksi ini. Bakteriianaerob,khususnya spesies
Bacteroides, dapat memperbesar pengaruh bakteri aerob dalam menimbulkan
infeksi, seperti : luka/trauma penetrasi, yang membawa kuman dari luar masuk
ke dalam cavum peritoneal, perforasi organ-organ dalam perut, contohnya
peritonitis yang disebabkan oleh bahankimia, perforasi usus sehingga feces
keluar dari usus dan komplikasi dari proses inflamasi organ-organ intra
abdominal, misalnya appendisitis.
3. Peritonitis tersier adalah peritonitis yang disebabkan oleh jamur. Peritonitis
yang sumber kumannya tidak dapat ditemukan. Merupakan peritonitis yang
disebabkan oleh iritan langsung, sepertii misalnya empedu, getah lambung,
getah pankreas, dan urine.

5
2.5. Tanda dan Gejala
1. Tanda-tanda peritonitis meliputi:
a. Pembengkakan dan nyeri di perut
b. Demam dan menggigil
c. Kehilangan nafsu makan
d. Merasa haus
e. Mual dan muntah
f. Urin terbatas
2. Gejala
Gejala peritonitis tergantung pada jenis dan penyebaran infeksinya.
Biasanya penderita muntah, demam tinggi dan merasakan nyeri tumpul di
perutnya. Bisa terbentuk satu atau beberapa abses. Infeksi dapat meninggalkan
jaringan parut dalam bentuk pita jaringan (perlengketan, adhesi) yang akhirnya
bisa menyumbat usus. Bila peritonitis tidak diobati dengan seksama, komplikasi
bisa berkembang dengan cepat. Gerakan peristaltik usus akan menghilang dan
cairan tertahan di usus halus dan usus besar. Cairan juga akan merembes dari
peredaran darah ke dalam rongga peritoneum. Terjadi dehidrasi berat dan darah
kehilangan elektrolit. Selanjutnya bisa terjadi komplikasi utama, seperti
kegagalan paru-paru, ginjal atau hati dan bekuan darah yang menyebar.

2.6 Diagnosa Peritonitis


Untuk mendiagnosis peritonitis perlu dilakuakn pemeriksaan USG oleh
dokter. USG diambil dalam posisi berbaring dan berdiri. Gas bebas yang terdapat
dalam perut dapat terlihat pada USG dan merupakan petunjuk adanya perforasi.
Kadang-kadang sebuah jarum digunakan untuk mengeluarkan cairan dari rongga
perut, yang akan diperiksa di laboratorium, untuk mengidentifikasi kuman
penyebab infeksi dan memeriksa kepekaannya terhadap berbagai antibiotika.
Pembedahan eksplorasi merupakan teknik diagnostik yang paling dapat dipercaya.

2.7 Pengobatan Peritonitis


Penanganan pertama yang dilakukan adalah pembedahan eksplorasi darurat,
terutama bila terdapat apendisitis, ulkus peptikum yang mengalami perforasi atau
divertikulitis. Pada peradangan pankreas (pankreatitis akut) atau penyakit radang
panggul pada wanita, pembedahan darurat biasanya tidak dilakukan. Diberikan

6
antibiotik yang tepat, bila perlu beberapa macam antibiotik diberikan bersamaan
cairan dan elektrolit bisa diberikan melalui infuse.
Kadang – kadang infeksi uterus meluas lewat system limfatik sehingga
mencapai kavum abdomen dan menyebabkan peritonitis. Komplikasi ini sekarang
dengan terapi segera sudah jarang dijumpai, tetapi masih dapat ditemukan pada
infeksi sesudah seksio sesaria kalau terjadi nekrosisdan terbukanya luka insisi
uterus. Kadangkala dalam stadium lanjut perjalanan selulitis pelvic, abses
parametrium bisa mengalami rupture dan menimbulkan peritonitis generalisata
yang merupakan malapetaka bagi penderitanya.
Peritonitis generalisata merupakan komplikasi yang fatal dan eksudat
fibrinopurulen yang khas akan menimbulkan perlekatan usus, dan diantara gelung
usus yang saling melekat itu dapat terbentuk gumpalan-gumpalan nanah. Ruang
subdiafragma dan cul-de-sac kemudian dapat menjadi tempat pembentukan abses.
Secara klinis, peritonitis puerperalis menyerupai peritonitis bedah, kecuali
rigiditas abdomen yang terjadi biasanya kurang begitu menonjol. Rasa nyeri bisa
hebat. Distensi usus yang nyata merupakan akibata dari ilesus paralitik. Penyebab
peritonitis generalisata harus dicari. Jika infeksi dimulai dalam uterus dan
kemudian meluas ke dalam peritoneum, pengobatannya biasanya secara medis.
Sebaliknya, peritonitis yang terjadi akibat lesi pada usus atau organ tambahannya
harus diatasi dengan pembedahan.terapi antimikroba harus mencakup preparat
yang paling besar kemungkinan khasiatnya terhadap infeksi Peptostreptococcus,
Peptococcus, Bacteroides, Clostridium dan jenis – jenis bakteri koliformis aerob.
Pemberian infuse cairan dan elektrolit merupakan terapi penting mengingat pada
peritonitis generalisata akan terjadi pelepasan sejumlah besar cairan ke dalam
lumen serta dinding traktus gastrointestinal, dan kadasng-kadang pula ke dalam
kavum peritonei. Vomitus, diare, dan febris juga menjadi penyebab hilangnya
cairan dan elektrolit. Volume cairan dan jumlah elektrolit yang diperlukan untuk
menggantikan jumlah yang lepas ke dalam kavum abdomen, yang terserap dari
dalam usus dan yang hilang lewat keringat (diaforesis) biasanya cukup besar,
tetapi tidak begitu massif sehingga terjadi kelebihan isi sirkulasi. Karena ilesus
paralitik biasanya merupakan gambaran yang menonjol, distensi traktus
gastrointestinal harus dikurangi dengan pemasangan selang lambung. Pemberian

7
makanna per oral harus dihentikan selama proses pengobatan sampai fungsi usus
pulih kembali dan sudah terjadi flatus. Obat-obat untuk menstimulasi peristaltic
tidak ada manfaatnya.
Eksudat purulen yang ada diantara gelung usus atau diantara usus dan organ
lainnya dapat menyebabkan terbelitnya usus. Sehingga timbul gejala ileus
obstruktif. Dalam keadaan ini, sering kali diperlukan pembedahan. Pada awal
perjalan penyakitnya tidak diperlukan pembedahan, meskipun abses dapat
terbentuk di berbagai tempat serta memerlukan drainase, dan obtetri usus mekanis
yang terjadi mungkin perlu diatasi.

2.8 Penatalaksanaan dalam kebidanan


1. Pencegahan selama kehamilan, anemia merupakan faktor predisposisi
terjadinya infeksi pada persalinan maupun masa nifas, sehingga perlu
dilakuakn penanganan untuk anemia pada kehamilan. Coitus pada hamil tua
sebaiknya dilarang karena dapat menyebabkan pecah ketuban sehingga
menimbulkan infeksi.
2. Selama persalinan, membatasi seminimal mungkin masuknya kuman pada
jalan lahir selama persalinan, proses persalinan tidak berlangsung lama, serta
persalinan minim trauma sehingga infeksi dapat berkurang.
3. Selama masa nifas, setelah persalinan pada jalan lahir terdapat luka akibat
episiotomi atau luka dan lecet spontan. Luka tersebut diusahakan agar tetap
bersih dan kering agar kuman masuk pada jalan lahir yang dapat
menyebabkan infeksi.
Asuhan kebidanan yang dilakukan pada kasus peritonitis adalah
dengan melakukan deteksi dini adanya komplikasi tersebut, kemudian jika
ditemukan gejala bidan dapat melakukan :
1. Melakukan upaya rujukan atau tindakan kolaborasi
2. Memberikan dukungan psikologis pada ibu nifas
3. Memberikan obat sesuai gejala berdasarkan hasil kolaborasi dengan dokter
4. Memberikan pendidikan kesehatan mengenai peritonitis.

8
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Masa nifas merupakan masa penyembuhan alat genetalia menjadi kembali
seperti sebelum hamil. Pada masa ini dpaat terjadi komplikasi maupun penyulit
seperti infeksi peritonitis. Peritonitis merupakan inflamasi peritoneum lapisan
membrane serosa rongga abdomen dan meliputi visera merupakan penyulit
berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Untuk
menghindari terjadi infeksi peritonitis pada masa nifas dapat dilakukan
pencegahan mulai kehamilan, persalinan dan masa nifas. Sebagai bidan, dapat
memberikan asuhan yang sesuai pada kasus peritonitis masa nifas seperti
mengenali tanda dan gejala, melakukan rujukan dan kolaborasi, memberi
dukungan psikologis, serta memberi KIE mengenai peritonitis.

3.2 Saran
1. Bagi Bidan
Agar dapat melakukan pencegahan infeksi peritonitis mulai masa
kehamilan, persalinan dan nifas serta melakukan deteksi dini adanya infeksi
peritonitis.
2. Bagi Ibu
Selalu menerapkan personal hygiene yang benar untuk mencegah adanya
infeksi selama masa nifas.

9
DAFTAR PUSTAKA

Hesti H. Asuhan Holistik Masa Nifas dan Menyusui. 1 st ed. Yogyakarta: Trans
Medika; 2016.

Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri Fisiologi Patologi. Edisi 2. Jakarta.


Buku Kedokteran EGC.

Prawiroharjo, Sarwono. 2002. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan


Maternal dan Neonatal. Yayasan Bina Pustaka. Jakarta.

Rukiyah A. Asuhan kebidana III Nifas. 2nd ed. Jakarta: cv. Trans Info Media;
2015.

10

Anda mungkin juga menyukai