PERITONITIS + TB Tn “J”
PRAKTIK KEPERAWATAN DASAR PROFESI
DI RUANG FLAMBOYAN RSUD ARIFIN ACHMAD PEKANBARU
Oleh Kelompok X :
Puji syukur kehadiran Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya sehingga makalah
ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa juga kami mengucapkan terimakasih atas
bantuan dari pihak yang telah memberikan kami waktu maupun pikirannya dalam
menyelesaikan makalah ini. Dan harapan kami para penyusun semoga makalah ini dapat
memberikan pengetahuan bagi para pembacanya.
Akhir kata, kami mengucapkan banyak terimakasih terhadap semua pihak yang
membantu dalam pembuatan makalah ini. Terimakasih
Kelompok X
DAFTAR ISI
Peritonitis merupakan komplikasi berbahaya yang sering terjadi akibat penyebaran infeksi
dari organorgan abdomen. Peritonitis masih merupakan masalah yang besar karena angka
mortalitas dan morbilitasnya tinggi termasuk di Indonesia. Manajemen terapi yang tidak
adekuat bisa berakibat fatal. Keputusan untuk melakukan tindakan bedah harus segera
diambil karena setiap keterlambatan akan menimbulkan komplikasi yang semakin berat.
Pemberian antibiotik dan terapi penunjang lainnya diberikan guna mencegah komplikasi
sekunder yang mungkin terjadi.
Peritonitis masih merupakan masalah yang besar karena angka mortalitas dan morbilitasnya
tinggi termasuk di Indonesia. Manajemen terapi yang tidak adekuat bisa berakibat fatal.
Keputusan untuk melakukan tindakan bedah harus segera diambil karena setiap
keterlambatan akan menimbulkan komplikasi yang semakin berat. Pemberian antibiotik dan
terapi penunjang lainnya diberikan guna mencegah komplikasi sekunder yang mungkin
terjadi. Tujuan dari pemberian antibiotik ini untuk membunuh bakteri yang ada di rongga
peritonium maupun dalam sirkulasi.
Peritonitis disebabkan akibat suatu proses dari luar maupun dalam abdomen. Proses dari
luar misalnya karena suatu trauma, sedangkan proses dari dalam misal karena apendisitis
perforasi. Peritonitis merupakan suatu kegawatdaruratan yang biasanya disertai dengan
bakteremia atau sepsis. Kejadian peritonitis akut sering dikaitkan dengan perforasi viskus
(secondary peritonitis). Apabila tidak ditemukan sumber infeksi pada intraabdominal,
peritonitis dikategorikan sebagai primary peritonitis. Peritonitis dapat diklasifikasikan
menjadi peritonitis primer, peritonitis sekunder, dan peritonitis tersier. Peritonitis primer
disebabkan oleh penyebaran infeksi melalui darah dan kelenjar getah bening di peritoneum
dan sering dikaitkan dengan penyakit sirosis hepatis. Peritonitis sekunder disebabkan oleh
infeksi pada peritoneum yang berasal dari traktus gastrointestinal yang merupakan jenis
peritonitis yang paling sering terjadi. Peritonitis tersier merupakan peritonitis yang
disebabkan oleh iritan langsung yang sering terjadi pada pasien immunocompromised dan
orang-orang dengan kondisi komorbid. Peritonitis sekunder umum yang bersifat akut
disebabkan oleh berbagai penyebab. Infeksi traktus gastrointestinal, infeksi traktus
urinarius, benda asing seperti yang berasal dari perforasi apendiks, asam lambung dari
perforasi lambung, cairan empedu dari perforasi kandung empedu serta laserasi hepar
akibat trauma.
Menurut survei World Health Organization (WHO), kasus peritonitis di dunia adalah 5,9
juta kasus. Di Republik Demokrasi Kongo, 1 Oktober dan 10 Desember 2004, telah terjadi
615 kasus peritonitis berat (dengan atau tanpa perforasi), termasuk 134 kematian (tingkat
fatalitas kasus, 21,8%), yang merupakan komplikasi dari demam tifoid. Penelitian yang
dilakukan di Rumah Sakit Hamburg-Altona Jerman, ditemukan 73% penyebab tersering
peritonitis adalah perforasi dan 27% terjadi pasca operasi. Terdapat 897 pasien peritonitis
dari 11.000 pasien yang ada. Angka kejadian peritonitis di Inggris selama tahun 2002-2003
sebesar 0,0036% (4562 orang). Peritonitis dapat mengenai semua umur dan terjadi pada
pria dan wanita.
Penyebab peritonitis sekunder yang bersifat akut tersering pada anak-anak adalah perforasi
apendiks, pada orangtua komplikasi divertikulitis atau perforasi ulkus peptikum.
Komplikasi peritonitis berupa gangguan pembekuan darah, respiratory distress syndrome,
dan sepsis yang dapat menyebabkan syok dan kegagalan banyak organ. Peritonitis
tuberkulosis merupakan salah satu yang terbanyak dari tuberkulosis abdominal setelah
tuberkulosis gastrointestinal dengan angka kejadian 0,4-2% dari seluruh kasus tuberkulosis.
Pada saat ini dilaporkan bahwa kasus peritonitis tuberkulosis di negara maju semakin
meningkat dan peningkatan ini sesuai dengan meningkatnya insiden Acquired Immune
Deficiency Syndrome (AIDS) dan imigran di negara maju.Di Padang, terdapat 18 kasus
peritonitis tuberkulosis dari Januari 1991-Desember 1996 yang dirawat di Bagian Bedah
RSUP Dr. M. Djamil Padang.
Berdasarkan penelitian pendahuluan dari penulis di Bagian Rekam Medik RSUP Dr. M.
Djamil Padang, pada periode 01 Januari 2013–31 Desember 2013 terdapat 144 kasus
peritonitis yang dirawat inap. Kasus peritonitis yang didata berasal dari bagian Bedah
RSUP Dr. M. Djamil Padang. Pendataan yang lebih lengkap dan lebih baik diperlukan
untuk dapat mendokumentasikan gambaran epidemiologi untuk kasus peritonitis.
Pendataan epidemiologi yang rapi diharapkan RSUP Dr. M. Djamil Padang mampu
merepresentasikan kasus peritonitis terutama di daerah Padang dan Sumatra Barat.
Pendataan yang lebih baik pada umumnya dapat membantu pembuatan program dalam
menekan angka kejadian yang cukup tinggi.
2.1 Definisi
Peritonitis adalah inflamasi dari peritoneum (lapisan serosa yang menutupi rongga
abdomen dan organ-organ abdomen di dalamnya). Suatu bentuk penyakit akut, dan
merupakan kasus bedah darurat. Dapat terjadi secara lokal maupun umum, melalui proses
infeksi akibat perforasi usus, misalnya pada ruptur appendiks atau divertikulum kolon,
maupun non infeksi, misalnya akibat keluarnya asam lambung pada perforasi gaster,
keluarnya asam empedu pada perforasi kandung empedu.
2.2 Anatomi
Peritoneum adalah lapisan serosa yang paling besar dan paling komleks yang terdapat
dalam tubuh. Membran serosa tersebut membentuk suatu kantung tertutup (coelom) dengan
batas-batas:
Anterior dan lateral : permukaan bagian dalam dinding abdomen
Posterior : retroperitoneum
Inferior : struktur ekstraperitoneal di pelvis
Superior : bagian bawah dari diafragma Peritoneum dibagi atas :
1. peritoneum parietal
2. peritoneum viseral
3. peritoneum penghubung yaitu mesenterium, mesogastrin, mesocolon,
mesosigmidem, dan mesosalphinx.
4. peritoneum bebas yaitu omentum Lapisan parietal dari peritoneum membungkus
organ-organ viscera membentuk peritoneum visera, dengan demikian menciptakan
suatu potensi ruang diantara kedua lapisan yang disebut rongga peritoneal.
Normalnya jumlah cairan peritoneal kurang dari 50 ml. Cairan peritoneal terdiri atas
plasma ultrafiltrasi dengan elektrolit serta mempunyai kadar protein kurang dari 30
g/L, juga mempunyai sejumlah kecil sel mesotelial deskuamasi dan bermacam sel
imun.
2.3 Etiologi
1) Infeksi bakteri: Organisme berasal dari penyakit saluran gastrointestinal atau pada
wanita dari organ reproduktif internal. Bakteri paling umum yang terkait adalah E.
coli, proteus, dan pseudomonas.
2) Sumber eksternal seperti cedera atau trauma (misal luka tembak atau luka tusuk)
atau imflamsi yang luas yang berasal dari organ diluar peritoneum seperti ginjal.
3) Penyakit gastrointestinal : appendicitis, ulkus perforasi, divertikulitis dan perforasi
usus, trauma abdomen (luka tusuk atau tembak) trauma tumpul (kecelakaan) atau
pembedahan gastrointestinal.
4) Proses bedah abdominal dan dialisis peritoneal. (Brunner & Suddarth,.2014)
2.4 Klasifikasi
1. Menurut agens
a. Peritonitis kimia, misalnya peritonitis yang disebabkan karena asam lambung,
cairan empedu, cairan pankreas yang masuk ke rongga abdomen akibat
perforasi.
b. Peritonitis septik, merupakan peritonitis yang disebabkan kuman. Misalnya
karena ada perforasi usus, sehingga kuman-kuman usus dapat sampai ke
peritonium dan menimbulkan peradangan.
2. Menurut sumber kuman
a. Peritonitis primer Merupakan peritonitis yang infeksi kumannya berasal dari
penyebaran secara hematogen. Sering disebut juga sebagai Spontaneous
Bacterial Peritonitis (SBP). Peritonitis ini bentuk yang paling sering ditemukan
dan disebabkan oleh perforasi atau nekrose (infeksi transmural) dari kelainan
organ visera dengan inokulasi bakterial pada rongga peritoneum. Kasus SBP
disebabkan oleh infeksi monobakterial terutama oleh bakteri gram negatif
(E.coli, klebsiella pneumonia, pseudomonas, proteus) , bakteri gram positif
(streptococcus pneumonia, staphylococcus). Peritonitis primer dibedakan
menjadi:
1) Spesifik Peritonitis yang disebabkan infeksi kuman yang spesifik, misalnya
kuman tuberkulosa.
2) Non- spesifik Peritonitis yang disebabkan infeksi kuman yang non spesifik,
misalnya kuman penyebab pneumonia yang tidak spesifik.
b. Peritonitis sekunder Peritonitis ini bisa disebabkan oleh beberapa penyebab
utama, diantaranya adalah:
1) Invasi bakteri oleh adanya kebocoran traktus gastrointestinal atau traktus
genitourinarius ke dalam rongga abdomen, misalnya pada : perforasi
appendiks, perforasi gaster, perforasi kolon oleh divertikulitis, volvulus,
kanker, strangulasi usus, dan luka tusuk.
2) Iritasi peritoneum akibat bocornya enzim pankreas ke peritoneum saat terjadi
pankreatitis, atau keluarnya asam empedu akibat trauma pada traktus biliaris.
3) Benda asing, misalnya peritoneal dialisis catheters Terapi dilakukan dengan
pembedahan untuk menghilangkan penyebab infeksi (usus, appendiks,
abses), antibiotik, analgetik untuk menghilangkan rasa nyeri, dan cairan
intravena untuk mengganti kehilangan cairan. Mengetahui sumber infeksi
dapat melalui cara operatif maupun non operatif, secara non operatif
dilakukan drainase abses percutaneus, hal ini dapat digunakan dengan efektif
sebagai terapi, bila suatu abses dapat dikeringkan tanpa disertai kelainan dari
organ visera akibat infeksi intra-abdomen, cara operatif dilakukan bila ada
abses disertai dengan kelainan dari organ visera akibat infeksi intra
abdomen. Komplikasi yang dapat terjadi pada peritonitis sekunder antara
lain adalah syok septik, abses, perlengketan intraperitoneal.
c. Peritonitis tersier biasanya terjadi pada pasien dengan Continuous Ambulatory
Peritoneal Dialysis (CAPD), dan pada pasien imunokompromise. Organisme
penyebab biasanya organisme yang hidup di kulit, yaitu coagulase negative
Staphylococcus, S.Aureus, gram negative bacili, dan candida, mycobacteri dan
fungus. Gambarannya adalah dengan ditemukannya cairan keruh pada dialisis.
Biasanya terjadi abses, phlegmon, dengan atau tanpa fistula. Pengobatan
diberikan dengan antibiotika IV atau ke dalam peritoneum, yang pemberiannya
ditentukan berdasarkan tipe kuman yang didapat pada tes laboratorium.
Komplikasi yang dapat terjadi diantaranya adalah peritonitis berulang, abses
intraabdominal. Bila terjadi peritonitis tersier ini sebaiknya kateter dialisis
dilepaskan.
2.6 Patofisiologi
Patofiologi Disebabkan oleh kebocoran dari organ abdomen kedalam rongga abdomen
biasanya sebagai akibat dari imflamasi, infeksi, iskemia, trauma atau perforasi tumor.
Terjadi proliferasi bacterial, yang menimbulkan edema jaringan, dan dalam waktu yang
singkat terjadi eksudasi cairan. Cairan dalam peritoneal menjadi keruh dengan peningkatan
protein, sel darah putih, debris seluler dan darah. Respon segera dari saluran usus adalah
hipermotilitas, diikut oleh ileus pralitik, disertai akumudasi udara dan cairan dalam usus.
Peritonitis menyebabkan penurunan aktifitas fibrinolitik intra abdomen (meningkatkan
aktivitas inhibitor activator plasmanogen) dan sekuestrasi fibrin dengan adanya
pembentukan jarring pengikat. Produksi eksudat fibrin merupakan mekanisme terpenting
dari system pertahanan tubuh, dengan cara ini akan terikat bakteri dalam jumlah yang
sangat banyak diantara matrika fibrin. Pembentukan abses pada peritonitis pada prinsipnya
merupakan mekanisme tubuh yang melibatkan subtansi pembentuk abses dan kuman-
kuman itu sendiri untuk menciptakan kondisi abdomen yang steril. Pada keadaan jumlah
kuman yang sangat banyak, tubuh sudah tidak mampu mengeliminasi kuman dan berusaha
mengendalikan penyebaran kuman dengan membentuk kompartemen yang dikenal sebagai
abses.Masuknya bakteri dalam jumlah besar ini bisa berasal dari berbagai sumber. Yang
paling sering ialah kontaminasi bakteri transien akibat penyakit visceral atau intervensi
bedah yang merusak keadaan abdomen, peritonitis juga terjadi karena virulensi kuman yang
tinggi hingga menggangu proses fagositosis dan pembunuhan bakteri dengan neutrofil.
Keadaan makin buruk jika infeksinya disertai dengan pertumbuhan bakteri lain atau jamur.
(Nugroho,dkk.,2016)
Pemeriksaan penunjang lain yang bisa dilakukan adalah dengan USG abdomen, CT scan,
dan MRI. Diagnosis Peritoneal Lavage (DPL).
Terapi
Peritonitis adalah suatu kondisi yang mengancam jiwa, yang memerlukan pengobatan
medis sesegera mungkin. Prinsip utama terapi pada infeksi intra abdomen adalah:
1) Mengkontrol sumber infeksi
2) Mengeliminasi bakteri dan toksin
3) Mempertahankan fungsi sistem organ
4) Mengontrol proses inflamasi terapi terbagi menjadi:
5) Terapi medis, termasuk di dalamnya antibiotik sistemik untuk mengontrol infeksi,
perawatan intensif mempertahankan hemodinamik tubuh misalnya pemberian cairan
intravena untuk mencegah dehidrasi, pengawasan nutrisi dan ikkeadaan metabolik,
pengobatan terhadap komplikasi dari peritonitis (misalnya insufisiensi respiratorik
atau ginjal), serta terapi terhadap inflamasi yang terjadi.
6) Intervensi non-operatif, termasuk di dalamnya drainase abses percutaneus dan
percutaneus and endoscopic stent placement.
7) Terapi operatif, pembedahan sering diperlukan untuk mengatasi sumber infeksi,
misalnya apendisitis, ruptur organ intra-abomen Bila semua langkah-langkah terapi
di atas telah dilaksanakan, pemberian suplemen, antara lain glutamine, arginine,
asam lemak omega-3 dan omega-6, vitamin A, E dan C, Zinc dapat digunakan
sebagai tambahan untuk mempercepat proses penyembuhan.
B. KELUHAN UTAMA
Pasien mengatakan nyeri perut hebat, perut keras seperti papan, kadang sampai
sesak nafas karena menahan nyeri sampai pada saat pengkajian pasien mengatakan
lagi sesak nafas dan terpasang nasal kanul 3L/menit
F. KEADAAN UMUM
Kesadaran: Compos Mentis
Tanda-tanda Vital
TD:110/70 mmHg N: 75x/menit
RR:20x/menit S: 37,5°C
BB/TB: - LILA: -
IMT: -
b. Mata
Distribusi alis dan bulu mata tidak terlalu tebal dan merata/ Tulang
orbital normal dan simetris/ Mata kiri dan kanan simetris/ Refleks kornea
mengecil ketika diberi cahaya/ Sklera tidak ikterik/Konjungtiva tidak
anemis/ Tidak ada lesi/ Bola mata bergerak sama/ Tidak ada nyeri/
Kelenjar kranial normal yaitu tidak teraba/ Lapang pandang tidak
menyempit/ Tidak berfokus
c. Telinga
Kondisi ausikula kiri dan kanan sama dan tulang mastoid/ Tidak ada
peradangan pada mastoid/ Liang telinga cukup bersih/ Membran timpani
terlihat normal/ Tidak ada peradangan/ Tidak ada nyeri, massa, dan
perdarahan/ Kemampuan pendengaran baik/ Tidak terpasang alat bantu
dengar dan tidak ada benda asing
d. Hidung
Bentuk hidung simetris/ Cuping hidung tidak terlihat abnormal/ Tidak
ada massa/ Kondisi tulang baik/ Lubang hidung tidak dapat terkaji
karena pasien terpasang NGT dan terpasang nasal kanul/ Tidak ada
perdarahan dan daya penciuman tidak dapat dilakukan, pasien batuk tapi
sulit dikeluarkan karena nyeri diperut
e. Mulut
Bibir atas dan bawah terlihat simetris, tekstur bibir kering, warna tidak
sianosis, rongga mulut terlihat tidak ada peradangan, lidah terlihat
berwarna sedikit pucat, gigi tidak lengkap, lidah dapat bergerak ketika
diminta, tidak terlihat adanya lesi, massa, dan peradangan, gag refleks
(+), dan tidak terpasang gigi palsu
3. Leher
Tidak terlihat adanya pembesaran oto dileher dan tiroid, tidak teraba adanya
pembesaran nodus limfatikus, trakea terlihat simetris, arteri karotis teraba, tidak
ada peningkatan JVP, tidak ada jejas, kaku kuduk, bengkak/massa dan tidak
terpasang alat trakeostomi
4. Dada
a. Paru-Paru
Inspeksi : Bentuk thorax normal, tidak terlihat ada luka dan jejas pada kulit
dada, tidak terlihat adanya bendungan vena, frekuensi pernapasan terlihat
cepat dan mengamati dinding dada, terlihat menggunakan otot bantu nafas
retraksi intercosta, ada batuk, nafas terlihat dangkal dan pendek, pernafasan
30x/menit (normal 12-20x/menit)
Palpasi : Pasien menolak untuk dipalpasi area dada sampai perut dengan
alasan nyeri pada perut bertambah
Perkusi : Pasien menolak untuk dilakukan perkusi area dada sampai perut
dengan alasan takut menambah nyeri pada perut
Auskultasi : Terdengar irama vesikuler pada area percabangan bronkus
trakea (sekitar sternum)
b. Jantung
Inspeksi : -
Palpasi : Pasien menolak untuk dilakukan palpasi area dada sampai perut
dengan alasan takut menambah nyeri pada perut
Perkusi : -
Auskultasi : ICS V Midklavikula kiri (area katup mitral) terdengar bunyi
“LUB”. ICS II garis sternalis kiri (area katup pulmonal) terdengar bunyi
“DUB” lebih keras akibat penutupan katub aorta dan pulmonal
7. Abdomen
Inspeksi : Permukaan perut terlihat tegang, licin, dan tipis, tidak terlihat adanya
pembesaran pada perut, peristaltik terlihat karena pasien sangat kurus.
Dilakukan pengkajian nyeri dengan hasil P: Nyeri perut bertambah saat
bergerak, Q: Nyeri seperti ditusuk, R: Nyeri hampir diseluruh bagian perut, S:
Skala 6 (Sedang), T: Hampir setiap saat dan berhenti hanya diawal setelah
pemberian obat anti nyeri
Palpasi : Pasien menolak untuk dilakukan palpasi area dada sampai perut
dengan alasan takut menambah nyeri pada perut
Perkusi : -
Auskultasi : Suara peristaltik terdengar, normal 5-30x/menit, perut mengempis
saat ekspirasi, dan mengembang pada inspirasi
11. Punggung
Turgor dan tekstur kulit kering, pergerakan punggung terbatas, tidak ada
kelainan bentuk tulang belakang, tidak ada dekubitus dan tidak ada nyeri
2. Saraf Kranial
No SARAF KRANIAL HASIL
1. Olfaktorius Penciuman pasien baik
2. Optikus Penglihatan baik
3 Okulomotor Bola mata dapat bergerak ke kiri dan kanan
4 Troklear Mampu menggerakkan bola mata ke atas dan
kebawah
5 Trigeminus Mampu menggerakkan bibir dan lidah
6 Abdusen Mampu menggerakkan mata ke lateral
7 Fasial Mampu merasakan manis dan lainnya
8 Vestibulo koklear Mampu mendengar dengan baik
9 Glosofaringeus Mampu menelan dan mengecap dengan baik
10 Fagus Mampu menelan dengan baik
11 Aksesorius Masih mampu menggerakkan kepala dan
bahu
12 Hipoglosus Mampu menggerakkan lidah saat bicara
2. Hasil Radiologi
CT Abdomen tanpa kontras
1. Tampak dilatasi disertai penebalan dinding usus halus
2. Tampak pembesaran kelenjar limfe multipel pada aorta dan mesentrial
3. Tampak lesi hipodens kistik loculated yang menempel pada usus-usus
peritoneum
4. Pada pemberian kontras memberikan enhancement pada tepinya
5. Tampak koleksi cairan disertai bayangan udara bebas pada perihepatic dan
peri GB
Kesan :
1. Ileus paralitik dengan tanda-tanda hidropenumoperitoneum
2. Lesi hipodens kistik loculated yang menempel pada usus-usus pada
peritoneum disertai limfadenopati pada aorta dan mesentrial menyokong
peritonitis TB
Ketidakefektifan
bersihan jalan nafas
Defisit Nutrisi
5. Megajarkan dan
mendukung konsep
nutrisi yang baik
dengan klien
3.Kolaborasi
6. Melakukan kolaborasi
dengan tim gizi untuk
nutrisi yang baik dan
tenaga kesehatan
lainnya tentang
perkembangan klien
setiap harinya
SOAP ASKEP
HARI/TG DIAGNOSIS IMPLEMENTASI SOAP KE
L T
Senin/ Nyeri akut 1.Melakukan pengkajian S : Pasien
25 Oktober b.d cedera nyeri secara mengatakan nyeri
2021 biologis komprehensif yg berkurang ketika
meliputi lokasi, sudah diberikan obat
karakteristik, durasi, O : Pasien terlihat
frekuensi, kualitas, tidak terlalu meringis
intensitas, atau beratnya dan bisa bicara lebih
nyeri serta faktor bebas
pencetus A : Masalah teratasi
2.Mengobservasi faktor sebagian
adanya petunjuk non- P : Intervensi 1,
verbal 2,3,dan 5 dilanjutkan
3.Mengendalikan faktor
lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri
(misalnya suhu ruangan)
4.Memastikan pemberian
analgesik (Ketorolac)
sesuai dosis yang
diresepkan
5.Memberitahu dokter
jika tindakan tidak
berhasil
Selasa/ Ketidakefekti 1.Manajemen jalan nafas S : Pat mengatakan
26 Oktober fan bersihan (3140) kegiatannya batuk mulai bisa
2021 jalan napas yaitu: dikeluarkan tapi
b.d obstruksi -Memotivasi pasien sedikit
jalan napas untuk bernapas pelan, O : Pat terlihat tidak
dalam, dan batuk efektif terlalu sesak dan
-Membuang sekret masih terpasang nasal
dengan memotivasi pat kanul 3L/menit
untuk melakukan batuk A : Masalah teratasi
efektif sebagian
-Menginstruksikan P : Intervensi 1, 2, 3,
bagaimana agar bisa dan 4 dilanjutkan
melakukan batuk efektif
-Memposisikan klien
untuk meringankan sesak
nafas
2.Penghisapan lendir
pada jalan nafas (3160)
-Membuang lendir
dengan memasukan
kateter suction
-Memonitor status
oksigenasi pat
-Memonitor adanya nyeri
saat melakukan suction
-Mengirimkan sampel
sekret untuk tes kultur
dan sensitifitas
Rabu/ Defisit nutrisi 1.Manajemen gangguan S : Pat mengatakan
27 Oktober b.d Infeksi makan, aktivitasnya: makanan yang
2021 diberikan kurang
-Memonitor intake
enak di lidah tapi
ataupun output cairan
demi kesembuhan
secara tepat
tetap harus
-Memoitor asupan kalori dihabiskan
makan seharian O : Pat terlihat
mengkonsumsi
-Memonitor perilaku
makanan dari pihak
klien yang berhubungan
gizi
dengan pola makan,
A : Masalah teratasi
penambahan, dan
sebagian
kehilangan berat badan
P : Intervensi 1, 2, 3,
-Memonitor berat badan dan 4 dilanjutkan
klien secara rutin
2.Health education
-Megajarkan dan
mendukung konsep
nutrisi yang baik dengan
klien
3.Kolaborasi
-Melakukan kolaborasi
dengan tim gizi untuk
nutrisi yang baik dan
tenaga kesehatan lainnya
tentang perkembangan
klien setiap harinya
DAFTAR PUSTAKA
Japanesa, A., Zahari, A., & Rusjdi, S. R. (2016). Pola kasus dan penatalaksanaan
peritonitis akut di Bangsal RSUP Dr. M. Djamil Padang. Jurnal Kesehatan Andalas,
5(1), 209-214. http://jurnal.fk.unand.ac.id.
Sayuti, M. (2020). Karakteristik peritonitis perforasi organ berongga di RSUD Cut Meutia
Aceh Utara. Averrous : Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Malikussaleh, 6(2), 68-76.