Anda di halaman 1dari 42

LAPORAN MAKALAH MINI SEMINAR

PERITONITIS + TB Tn “J”
PRAKTIK KEPERAWATAN DASAR PROFESI
DI RUANG FLAMBOYAN RSUD ARIFIN ACHMAD PEKANBARU

Oleh Kelompok X :

Swetta Monica 21091004


Sri Melda 21091032
Lilik Tri Rahayu 21091040
Rahmatul Laili 21091047

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


STIKes HANG TUAH PEKANBARU
PEKANBARU
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadiran Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya sehingga makalah
ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa juga kami mengucapkan terimakasih atas
bantuan dari pihak yang telah memberikan kami waktu maupun pikirannya dalam
menyelesaikan makalah ini. Dan harapan kami para penyusun semoga makalah ini dapat
memberikan pengetahuan bagi para pembacanya.

Karena keterbatasan kemampuan pengetahuan pengalaman kami, tentu saja masih


banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu kami mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata, kami mengucapkan banyak terimakasih terhadap semua pihak yang
membantu dalam pembuatan makalah ini. Terimakasih

Pekanbaru, 20 Oktober 2021

Kelompok X
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …………………………………………………………. i


DAFTAR ISI …………………………………………………………………… ii
BAB 1 PENDAHULUAN ……………………………………………………… 1
1.1Latar Belakang ………………………………………………….……….. 1
1.2 Tujuan Penelitian ……………………………………………………….. 1
1.3 Manfaat Peneltian …………………………………………………….. 1
BAB 2 LANDASAN TEORI………. ……………………………………….. 3
2.1 Definisi ………………………………………………………..………… 3
2.2 Anatomi………………………………………………………………… 3
2.3 Etiologi………..…………………………………………………………. 4
2.4 Klasifikasi…….. ………………………………………………………. 4
2.5 Faktor Risiko …………………………………………………………… 5
2.6 Tanda dan gejala………………………………………………………… 6
2.7 Pemeriksaan penunjang………………………………………………… 6
2.8 Asuhan Keperawatan…………………………………………………… 7
BAB 3 PENGKAJIAN KASUS……………………………………………… 10
3.1 Pengkajian ……………… …………………………………………….. 10
BAB 4 PEMBAHASAN ……………..……………………………………… 14
4.1 Hasil…………………………………………………………………….. 14
4.2 Pembahasan…..….……………………………………………………… 15
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN……………………………………… 16
5.1 Kesimpulan…………………………………………………………….. 16
5.2 Saran……………….…………………………………………………... 16
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………… 17
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Peritonitis adalah peradangan yang disebabkan oleh infeksi atau kondisi aseptik pada
selaput organ perut (peritoneum). Peritoneum adalah selaput tipis dan jernih yang
membungkus organ perut dan dinding perut bagian dalam. Lokasi peritonitis bisa
terlokalisir atau difus dan riwayat akut atau kronik. Peritonitis juga menjadi salah satu
penyebab tersering dari akut abdomen. Akut abdomen adalah suatu kegawatan abdomen
yang dapat terjadi karena masalah bedah dan non bedah. Peritonitis secara umum adalah
penyebab kegawatan abdomen yang disebabkan oleh bedah. Peritonitis adalah inflamasi
peritoneum yang dapat terjadi karena kontaminasi mikroorganisme dalam rongga
peritoneum, bahan kimiawi, atau keduanya.

Peritonitis merupakan komplikasi berbahaya yang sering terjadi akibat penyebaran infeksi
dari organorgan abdomen. Peritonitis masih merupakan masalah yang besar karena angka
mortalitas dan morbilitasnya tinggi termasuk di Indonesia. Manajemen terapi yang tidak
adekuat bisa berakibat fatal. Keputusan untuk melakukan tindakan bedah harus segera
diambil karena setiap keterlambatan akan menimbulkan komplikasi yang semakin berat.
Pemberian antibiotik dan terapi penunjang lainnya diberikan guna mencegah komplikasi
sekunder yang mungkin terjadi.

Peritonitis masih merupakan masalah yang besar karena angka mortalitas dan morbilitasnya
tinggi termasuk di Indonesia. Manajemen terapi yang tidak adekuat bisa berakibat fatal.
Keputusan untuk melakukan tindakan bedah harus segera diambil karena setiap
keterlambatan akan menimbulkan komplikasi yang semakin berat. Pemberian antibiotik dan
terapi penunjang lainnya diberikan guna mencegah komplikasi sekunder yang mungkin
terjadi. Tujuan dari pemberian antibiotik ini untuk membunuh bakteri yang ada di rongga
peritonium maupun dalam sirkulasi.

Peritonitis disebabkan akibat suatu proses dari luar maupun dalam abdomen. Proses dari
luar misalnya karena suatu trauma, sedangkan proses dari dalam misal karena apendisitis
perforasi. Peritonitis merupakan suatu kegawatdaruratan yang biasanya disertai dengan
bakteremia atau sepsis. Kejadian peritonitis akut sering dikaitkan dengan perforasi viskus
(secondary peritonitis). Apabila tidak ditemukan sumber infeksi pada intraabdominal,
peritonitis dikategorikan sebagai primary peritonitis. Peritonitis dapat diklasifikasikan
menjadi peritonitis primer, peritonitis sekunder, dan peritonitis tersier. Peritonitis primer
disebabkan oleh penyebaran infeksi melalui darah dan kelenjar getah bening di peritoneum
dan sering dikaitkan dengan penyakit sirosis hepatis. Peritonitis sekunder disebabkan oleh
infeksi pada peritoneum yang berasal dari traktus gastrointestinal yang merupakan jenis
peritonitis yang paling sering terjadi. Peritonitis tersier merupakan peritonitis yang
disebabkan oleh iritan langsung yang sering terjadi pada pasien immunocompromised dan
orang-orang dengan kondisi komorbid. Peritonitis sekunder umum yang bersifat akut
disebabkan oleh berbagai penyebab. Infeksi traktus gastrointestinal, infeksi traktus
urinarius, benda asing seperti yang berasal dari perforasi apendiks, asam lambung dari
perforasi lambung, cairan empedu dari perforasi kandung empedu serta laserasi hepar
akibat trauma.

Menurut survei World Health Organization (WHO), kasus peritonitis di dunia adalah 5,9
juta kasus. Di Republik Demokrasi Kongo, 1 Oktober dan 10 Desember 2004, telah terjadi
615 kasus peritonitis berat (dengan atau tanpa perforasi), termasuk 134 kematian (tingkat
fatalitas kasus, 21,8%), yang merupakan komplikasi dari demam tifoid. Penelitian yang
dilakukan di Rumah Sakit Hamburg-Altona Jerman, ditemukan 73% penyebab tersering
peritonitis adalah perforasi dan 27% terjadi pasca operasi. Terdapat 897 pasien peritonitis
dari 11.000 pasien yang ada. Angka kejadian peritonitis di Inggris selama tahun 2002-2003
sebesar 0,0036% (4562 orang). Peritonitis dapat mengenai semua umur dan terjadi pada
pria dan wanita.

Penyebab peritonitis sekunder yang bersifat akut tersering pada anak-anak adalah perforasi
apendiks, pada orangtua komplikasi divertikulitis atau perforasi ulkus peptikum.
Komplikasi peritonitis berupa gangguan pembekuan darah, respiratory distress syndrome,
dan sepsis yang dapat menyebabkan syok dan kegagalan banyak organ. Peritonitis
tuberkulosis merupakan salah satu yang terbanyak dari tuberkulosis abdominal setelah
tuberkulosis gastrointestinal dengan angka kejadian 0,4-2% dari seluruh kasus tuberkulosis.
Pada saat ini dilaporkan bahwa kasus peritonitis tuberkulosis di negara maju semakin
meningkat dan peningkatan ini sesuai dengan meningkatnya insiden Acquired Immune
Deficiency Syndrome (AIDS) dan imigran di negara maju.Di Padang, terdapat 18 kasus
peritonitis tuberkulosis dari Januari 1991-Desember 1996 yang dirawat di Bagian Bedah
RSUP Dr. M. Djamil Padang.

Berdasarkan penelitian pendahuluan dari penulis di Bagian Rekam Medik RSUP Dr. M.
Djamil Padang, pada periode 01 Januari 2013–31 Desember 2013 terdapat 144 kasus
peritonitis yang dirawat inap. Kasus peritonitis yang didata berasal dari bagian Bedah
RSUP Dr. M. Djamil Padang. Pendataan yang lebih lengkap dan lebih baik diperlukan
untuk dapat mendokumentasikan gambaran epidemiologi untuk kasus peritonitis.
Pendataan epidemiologi yang rapi diharapkan RSUP Dr. M. Djamil Padang mampu
merepresentasikan kasus peritonitis terutama di daerah Padang dan Sumatra Barat.
Pendataan yang lebih baik pada umumnya dapat membantu pembuatan program dalam
menekan angka kejadian yang cukup tinggi.

1.2 Tujuan Penulisan


Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui masalah pada penyakit peritonitis secara
umum dan kasus dilapangan.

1.3 Manfaat Penulisan


Penulisan ini bermanfaat bagi pembaca agar lebih memahami serta menjadikan referensi
secara umum terkait penyakit peritonitis.
BAB 2
TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi
Peritonitis adalah inflamasi dari peritoneum (lapisan serosa yang menutupi rongga
abdomen dan organ-organ abdomen di dalamnya). Suatu bentuk penyakit akut, dan
merupakan kasus bedah darurat. Dapat terjadi secara lokal maupun umum, melalui proses
infeksi akibat perforasi usus, misalnya pada ruptur appendiks atau divertikulum kolon,
maupun non infeksi, misalnya akibat keluarnya asam lambung pada perforasi gaster,
keluarnya asam empedu pada perforasi kandung empedu.

2.2 Anatomi
Peritoneum adalah lapisan serosa yang paling besar dan paling komleks yang terdapat
dalam tubuh. Membran serosa tersebut membentuk suatu kantung tertutup (coelom) dengan
batas-batas:
Anterior dan lateral : permukaan bagian dalam dinding abdomen
Posterior : retroperitoneum
Inferior : struktur ekstraperitoneal di pelvis
Superior : bagian bawah dari diafragma Peritoneum dibagi atas :
1. peritoneum parietal
2. peritoneum viseral
3. peritoneum penghubung yaitu mesenterium, mesogastrin, mesocolon,
mesosigmidem, dan mesosalphinx.
4. peritoneum bebas yaitu omentum Lapisan parietal dari peritoneum membungkus
organ-organ viscera membentuk peritoneum visera, dengan demikian menciptakan
suatu potensi ruang diantara kedua lapisan yang disebut rongga peritoneal.
Normalnya jumlah cairan peritoneal kurang dari 50 ml. Cairan peritoneal terdiri atas
plasma ultrafiltrasi dengan elektrolit serta mempunyai kadar protein kurang dari 30
g/L, juga mempunyai sejumlah kecil sel mesotelial deskuamasi dan bermacam sel
imun.

2.3 Etiologi
1) Infeksi bakteri: Organisme berasal dari penyakit saluran gastrointestinal atau pada
wanita dari organ reproduktif internal. Bakteri paling umum yang terkait adalah E.
coli, proteus, dan pseudomonas.
2) Sumber eksternal seperti cedera atau trauma (misal luka tembak atau luka tusuk)
atau imflamsi yang luas yang berasal dari organ diluar peritoneum seperti ginjal.
3) Penyakit gastrointestinal : appendicitis, ulkus perforasi, divertikulitis dan perforasi
usus, trauma abdomen (luka tusuk atau tembak) trauma tumpul (kecelakaan) atau
pembedahan gastrointestinal.
4) Proses bedah abdominal dan dialisis peritoneal. (Brunner & Suddarth,.2014)

Kelainan dari peritoneum dapat disebabkan oleh bermacam hal, seperti :


1) Perdarahan, misalnya pada ruptur lien, ruptur hepatoma, kehamilan ektopik
terganggu
2) Asites, yaitu adanya timbunan cairan dalam rongga peritoneal sebab obstruksi vena
porta pada sirosis hati, malignitas.
3) Adhesi, yaitu adanya perlekatan yang dapat disebabkan oleh corpus alienum,
misalnya kain kassa yang tertinggal saat operasi, perforasi, radang, trauma
4) Radang, yaitu pada peritonitis

2.4 Klasifikasi
1. Menurut agens
a. Peritonitis kimia, misalnya peritonitis yang disebabkan karena asam lambung,
cairan empedu, cairan pankreas yang masuk ke rongga abdomen akibat
perforasi.
b. Peritonitis septik, merupakan peritonitis yang disebabkan kuman. Misalnya
karena ada perforasi usus, sehingga kuman-kuman usus dapat sampai ke
peritonium dan menimbulkan peradangan.
2. Menurut sumber kuman
a. Peritonitis primer Merupakan peritonitis yang infeksi kumannya berasal dari
penyebaran secara hematogen. Sering disebut juga sebagai Spontaneous
Bacterial Peritonitis (SBP). Peritonitis ini bentuk yang paling sering ditemukan
dan disebabkan oleh perforasi atau nekrose (infeksi transmural) dari kelainan
organ visera dengan inokulasi bakterial pada rongga peritoneum. Kasus SBP
disebabkan oleh infeksi monobakterial terutama oleh bakteri gram negatif
(E.coli, klebsiella pneumonia, pseudomonas, proteus) , bakteri gram positif
(streptococcus pneumonia, staphylococcus). Peritonitis primer dibedakan
menjadi:
1) Spesifik Peritonitis yang disebabkan infeksi kuman yang spesifik, misalnya
kuman tuberkulosa.
2) Non- spesifik Peritonitis yang disebabkan infeksi kuman yang non spesifik,
misalnya kuman penyebab pneumonia yang tidak spesifik.
b. Peritonitis sekunder Peritonitis ini bisa disebabkan oleh beberapa penyebab
utama, diantaranya adalah:
1) Invasi bakteri oleh adanya kebocoran traktus gastrointestinal atau traktus
genitourinarius ke dalam rongga abdomen, misalnya pada : perforasi
appendiks, perforasi gaster, perforasi kolon oleh divertikulitis, volvulus,
kanker, strangulasi usus, dan luka tusuk.
2) Iritasi peritoneum akibat bocornya enzim pankreas ke peritoneum saat terjadi
pankreatitis, atau keluarnya asam empedu akibat trauma pada traktus biliaris.
3) Benda asing, misalnya peritoneal dialisis catheters Terapi dilakukan dengan
pembedahan untuk menghilangkan penyebab infeksi (usus, appendiks,
abses), antibiotik, analgetik untuk menghilangkan rasa nyeri, dan cairan
intravena untuk mengganti kehilangan cairan. Mengetahui sumber infeksi
dapat melalui cara operatif maupun non operatif, secara non operatif
dilakukan drainase abses percutaneus, hal ini dapat digunakan dengan efektif
sebagai terapi, bila suatu abses dapat dikeringkan tanpa disertai kelainan dari
organ visera akibat infeksi intra-abdomen, cara operatif dilakukan bila ada
abses disertai dengan kelainan dari organ visera akibat infeksi intra
abdomen. Komplikasi yang dapat terjadi pada peritonitis sekunder antara
lain adalah syok septik, abses, perlengketan intraperitoneal.
c. Peritonitis tersier biasanya terjadi pada pasien dengan Continuous Ambulatory
Peritoneal Dialysis (CAPD), dan pada pasien imunokompromise. Organisme
penyebab biasanya organisme yang hidup di kulit, yaitu coagulase negative
Staphylococcus, S.Aureus, gram negative bacili, dan candida, mycobacteri dan
fungus. Gambarannya adalah dengan ditemukannya cairan keruh pada dialisis.
Biasanya terjadi abses, phlegmon, dengan atau tanpa fistula. Pengobatan
diberikan dengan antibiotika IV atau ke dalam peritoneum, yang pemberiannya
ditentukan berdasarkan tipe kuman yang didapat pada tes laboratorium.
Komplikasi yang dapat terjadi diantaranya adalah peritonitis berulang, abses
intraabdominal. Bila terjadi peritonitis tersier ini sebaiknya kateter dialisis
dilepaskan.

2.5 Faktor Resiko


Faktor-faktor berikut dapat meningkatkan resiko kejadian peritonitis, yaitu:
1) Penyakit hati dengan ascites
2) Kerusakan ginjal
3) Compromised immune system
4) Pelvic inflammatory disease
5) Appendisitis
6) Ulkus gaster
7) Infeksi kandung empedu
8) Colitis ulseratif atau chron’s disease
9) Trauma
10) CAPD (Continous Ambulatory Peritoneal Dyalisis)
11) Pankreatitis

2.6 Patofisiologi
Patofiologi Disebabkan oleh kebocoran dari organ abdomen kedalam rongga abdomen
biasanya sebagai akibat dari imflamasi, infeksi, iskemia, trauma atau perforasi tumor.
Terjadi proliferasi bacterial, yang menimbulkan edema jaringan, dan dalam waktu yang
singkat terjadi eksudasi cairan. Cairan dalam peritoneal menjadi keruh dengan peningkatan
protein, sel darah putih, debris seluler dan darah. Respon segera dari saluran usus adalah
hipermotilitas, diikut oleh ileus pralitik, disertai akumudasi udara dan cairan dalam usus.
Peritonitis menyebabkan penurunan aktifitas fibrinolitik intra abdomen (meningkatkan
aktivitas inhibitor activator plasmanogen) dan sekuestrasi fibrin dengan adanya
pembentukan jarring pengikat. Produksi eksudat fibrin merupakan mekanisme terpenting
dari system pertahanan tubuh, dengan cara ini akan terikat bakteri dalam jumlah yang
sangat banyak diantara matrika fibrin. Pembentukan abses pada peritonitis pada prinsipnya
merupakan mekanisme tubuh yang melibatkan subtansi pembentuk abses dan kuman-
kuman itu sendiri untuk menciptakan kondisi abdomen yang steril. Pada keadaan jumlah
kuman yang sangat banyak, tubuh sudah tidak mampu mengeliminasi kuman dan berusaha
mengendalikan penyebaran kuman dengan membentuk kompartemen yang dikenal sebagai
abses.Masuknya bakteri dalam jumlah besar ini bisa berasal dari berbagai sumber. Yang
paling sering ialah kontaminasi bakteri transien akibat penyakit visceral atau intervensi
bedah yang merusak keadaan abdomen, peritonitis juga terjadi karena virulensi kuman yang
tinggi hingga menggangu proses fagositosis dan pembunuhan bakteri dengan neutrofil.
Keadaan makin buruk jika infeksinya disertai dengan pertumbuhan bakteri lain atau jamur.
(Nugroho,dkk.,2016)

Peritonitis merupakan komplikasi akibat penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen,


ruptur saluran cerna, atau luka tembus abdomen. Reaksi awal peritoneum terhadap invasi
oleh bakteri adalah keluarnya eksudat fibrinosa, kantong-kantong nanah (abses) terbentuk
diantara perlekatan fibrinosa yang membatasi infeksi. Perlekatan biasanya menghilang bila
infeksi menghilang, tetapi dapat menetap sehingga menimbulkan obstruksi usus. Dapat
terjadi secara terlokalisasi, difus, atau generalisata. Pada peritonitis lokal dapat terjadi
karena adanya daya tahan tubuh yang kuat serta mekanisme pertahanan tubuh dengan
melokalisir sumber peritonitis dengan omentum dan usus. Pada peritonitis yang tidak
terlokalisir dapat terjadi peritonitis difus, kemudian menjadi peritonitis generalisata dan
terjadi perlengketan organ-organ intra abdominal dan lapisan peritoneum viseral dan
parietal. Timbulnya perlengketan ini menyebabkan aktivitas peristaltik berkurang sampai
timbul ileus paralitik. Cairan dan elektrolit hilang ke dalam usus mengakibatkan dehidrasi,
syok, gangguan sirkulasi dan oliguria. Pada keadaan lanjut dapat terjadi sepsis, akibat
bakteri masuk ke dalam pembuluh darah.
2.7 Tanda dan Gejala
Gejala klinis peritonitis yang terutama adalah nyeri abdomen. Nyeri dapat dirasakan terus-
menerus selama beberapa jam, dapat hanya di satu tempat ataupun tersebar di seluruh
abdomen. Dan makin hebat nyerinya dirasakan saat penderita bergerak. Gejala lainnya
meliputi:
1) Demam
2) Mual dan muntah
3) Adanya cairan dalam abdomen, yang dapat mendorong diafragma mengakibatkan
kesulitan bernafas. Dehidrasi dapat terjadi akibat ketiga hal diatas, yang didahului
dengan hipovolemik intravaskular. Dalam keadaan lanjut dapat terjadi hipotensi,
penurunan output urin dan syok. Distensi abdomen dengan penurunan bising usus
sampai tidak terdengar bising usus. Rigiditas abdomen atau sering disebut perut
papan, terjadi akibat kontraksi otot dinding abdomen secara volunter sebagai
respon/antisipasi terhadap penekanan pada dinding abdomen ataupun involunter
sebagai respon terhadap iritasi peritoneum
4) Nyeri tekan dan nyeri lepas (+)
5) Tidak dapat BAB/buang angin.
2.8 Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan :
1) lekositosis (lebih dari 11.000 sel/...L) dengan pergeseran ke kiri pada hitung jenis.
Pada pasien dengan sepsis berat, pasien imunokompromais dapat terjasi lekopenia.
2) Asidosis metabolik dengan alkalosis respiratorik, pada foto polos abdomen
didapatkan:
3) Bayangan peritoneal fat kabur karena infiltrasi sel radang
4) Pada pemeriksaan rontgen tampak udara usus merata, berbeda dengan gambaran
ileus obstruksi
5) Penebalan dinding usus akibat edema
6) Tampak gambaran udara bebas
7) Adanya eksudasi cairan ke rongga peritoneum, sehingga pasien perlu dikoreksi
cairan, elektrolit, dan asam basanya agar tidak terjadi syok hipovolemik.

Pemeriksaan penunjang lain yang bisa dilakukan adalah dengan USG abdomen, CT scan,
dan MRI. Diagnosis Peritoneal Lavage (DPL).
Terapi
Peritonitis adalah suatu kondisi yang mengancam jiwa, yang memerlukan pengobatan
medis sesegera mungkin. Prinsip utama terapi pada infeksi intra abdomen adalah:
1) Mengkontrol sumber infeksi
2) Mengeliminasi bakteri dan toksin
3) Mempertahankan fungsi sistem organ
4) Mengontrol proses inflamasi terapi terbagi menjadi:
5) Terapi medis, termasuk di dalamnya antibiotik sistemik untuk mengontrol infeksi,
perawatan intensif mempertahankan hemodinamik tubuh misalnya pemberian cairan
intravena untuk mencegah dehidrasi, pengawasan nutrisi dan ikkeadaan metabolik,
pengobatan terhadap komplikasi dari peritonitis (misalnya insufisiensi respiratorik
atau ginjal), serta terapi terhadap inflamasi yang terjadi.
6) Intervensi non-operatif, termasuk di dalamnya drainase abses percutaneus dan
percutaneus and endoscopic stent placement.
7) Terapi operatif, pembedahan sering diperlukan untuk mengatasi sumber infeksi,
misalnya apendisitis, ruptur organ intra-abomen Bila semua langkah-langkah terapi
di atas telah dilaksanakan, pemberian suplemen, antara lain glutamine, arginine,
asam lemak omega-3 dan omega-6, vitamin A, E dan C, Zinc dapat digunakan
sebagai tambahan untuk mempercepat proses penyembuhan.

2.9 Asuhan Keperawatan


1) Pengkajian
Adapun komponen-komponen pengkajian yaitu :
a. Pengumpulan data
1) Identitas klien
Meliputi nama, usia, jenis kelamin, pendidikan, status perkawinan, suku/bangsa,
agama, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, nomor medrec,
diagnosis medis, dan alamat.
2) Riwayat kesehatan
a) Keluhan utama
Keluhan utama pada klien adalah rasa sakit, mual muntah, dan demam
(Jitowiyono, Kristiyanasari, 2010).
b) Riwayat penyakit sekarang
Riwayat penyakit yang diderita klien saat ini
c) Riwayat penyakit dahulu
Biasanya terjadi pada klien yang memiliki riwayat adanya trauma
penetrasi abdomen, contoh luka tembak/tusuk atau trauma tumpul pada
abdomen ; perforasi kandung kemih/rupture, penyakit saluran GI
appendicitis, perforasi, gangrene/ruptur kandung empedu, perforasi
kardsinoma gaster, perforasi gaster/duodenal, obstruksi gangrenosa usus,
perforasi diverticulum, hernia strangulasi (Doenges, 2014).
d) Kesehatan keluarga
Riwayat kesehatan keluarga dihubungkan dengan kemungkinan adanya
penyakit keturunan, kecenderungan alergi, dalam satu keluarga, dan
penyakit yang menular akibat kontak langsung maupun tak langsung
antar anggota keluarga (Nikmatur, Saiful, 2012).
3) Pola fungsi kesehatan
Kolom prioritas pada pola fungsi kesehatan yang berhubungan dengan
perubahan fungsi/anatomi tubuh menurut (Nikmatur, Saiful, 2012), antara
lain:
a) Pola nutrisi dan metabolisme.
Pola fungsi yang diisi dengan kebiasaan klien dalam memenuhi
kebutuhan nutrisi sebelum sakit sampai dengan saat sakit (saat ini) yang
meliputi: jenis makanan dan minuman yang dikonsumsi, frekuensi
makan, porsi makan yang dihabiskan, makanan selingan, makanan yang
disukai, alergi makanan, dan makanan pantangan. Keluhan yang
berhubungan dengan nutrisi seperti anoreksia, mual, muntah (Doenges,
2014).
b) Pola eliminasi
Pada pasca operasi biasanya dijumpai ketidakmampuan defekasi dan
flatus (Doenges, 2014).
c) Pola aktivitas dan kebersihan diri
Pada pasca operasi biasanya klien tidak dapat melakukan personal hygine
secara mandiri karena pembatasan gerak akibat nyeri dan kelemahan
(Doenges, 2014).
d) Pola istirahat tidur
Pada pasca operasi biasanya klien memiliki gangguan pola tidur karena
nyeri (Doenges,2014).
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada peritonitis dilakukan dengan cara yang sama seperti
pemeriksaan fisik lainnya yaitu dengan:
1) Inspeksi pasien tampak dalam mimik menderita, tulang pipi tampak
menonjol dengan pipi yang cekung, mata cekung, lidah sering tampak kotor
tertutup kerak putih, kadang putih kecoklatan, pernafasan kostal, cepat dan
dangkal. Pernafasan abdominal tidak tampak karena dengan pernafasan
abdominal akan terasa nyeri akibat perangsangan peritoneum, distensi perut
2) Palpasi adanya nyeri tekan, nyeri lepas dan defense muskuler positif
3) Auskultasi suara bising usus berkurang sampai hilang
4) Perkusi nyeri ketok positif hipertimpani akibat dari perut yang kembung
redup hepar hilang, akibat perforasi usus yang berisi udara sehingga udara
akan mengisi rongga peritoneal, pada perkusi hepar terjadi perubahan suara
redup menjadi timpani Pada rectal touche akan terasa nyeri di semua arah,
dengan tonus muskulus sfingter ani menurun dan ampula recti berisi udara.
2) Diagnosa
Anamnesa yang jelas, evaluasi cairan peritoneal, dan tes diagnostik tambahan
sangat diperlukan untuk membuat suatu diagnosis yang tepat sehingga pasien dapat
di terapi dengan benar.
3) Intervensi
Intervensi atau Perencanaan adalah pengembangan strategi desain untuk mencegah,
mengurangi, dan mengatasi masalah-masalah yang telah diidentifikasi dalam
diagnosi keperawatan. Desain perencanaan menggambarkan sejauh mana perawat
mampu menetapkan cara menyelesaikan masalah dengan efektif dan efisien
(Nikmatur, Saiful, 2012).
4) Implementasi
Implementasi atau Pelaksanaan adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. Kegiatan dalam pelaksanaan juga meliputi
pengumpulan dan berkelanjutan, mengobservasi respon klien selama dan sesudah
pelaksanaan tindakan, serta menilai data yang baru (Nikmatur, Saiful, 2012).
5) Evaluasi
Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan keadaan pasien
(hasil yang diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat pada tahap
perencanaan. Tujuan evaluasi adalah mengakhiri rencana tindakan keperawatan,
memodifikasi rencana tindakan keperawatan, meneruskan rencana tindakan
keperawatan (Nikmatur, Saiful, 2012).
FORMAT PENGKAJIAN
PRAKTIK LAPANGAN MATA KULIAH KEPERAWATAN DASAR II
PSIK STIKes HANG TUAH

Nama mahasiswa : Kelompok X Tanggal praktik: 25-30 Oktober 2021


Jumlah Mahasiswa : 4 Orang Ruangan : Flamboyan

A. INFORMASI UMUM PASIEN


Tanggal Pengkajian : 25 Oktober 2021
Nama Lengkap : Tn. JA
Umur : 41 tahun
Tanggal lahir : 05 November 1980
Jenis Kelamin : Laki-laki
No. MR : 01-07-44-41
Diagnosa Medik : Peritonitis dan TB+

B. KELUHAN UTAMA
Pasien mengatakan nyeri perut hebat, perut keras seperti papan, kadang sampai
sesak nafas karena menahan nyeri sampai pada saat pengkajian pasien mengatakan
lagi sesak nafas dan terpasang nasal kanul 3L/menit

C. RIWAYAT PENYAKIT YANG DIDERITA SAAT INI


Pasien didiagnosa menderita Peritonitis dan TB+

D. RIWAYAT KESEHATAN SEBELUMNYA


Pasien mengatakan mengalami TB usus dan sudah minum obat sejak 2 bulan lalu
yang dimulai dari tanggal 20 Agustus 2021 dan sudah diberhentikan dua hari
sebelum masuk rumah sakit

E. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA/GENOGRAM (3 Generasi)

F. KEADAAN UMUM
 Kesadaran: Compos Mentis
 Tanda-tanda Vital
TD:110/70 mmHg N: 75x/menit
RR:20x/menit S: 37,5°C
 BB/TB: - LILA: -
IMT: -

G. PENGKAJIAN HEAD TO TOE


1. Kulit
Inspeksi: Ptechie pada area lengan dan kaki.
Palpasi: Kulit kering
2. Kepala
a. Rambut dan kulit kepala
Warna rambut hitam kecoklatan/ Tekstur rambut kasar/ Rambut tidak
terlalu lebat/ Kondisi kulit kepala cukup bersih/ Tidak terdapat nodul
atau massa/ Bentuk kepala simetris/ Tulang kranium terlihat simetris/
Bentuk wajah simetris.

b. Mata
Distribusi alis dan bulu mata tidak terlalu tebal dan merata/ Tulang
orbital normal dan simetris/ Mata kiri dan kanan simetris/ Refleks kornea
mengecil ketika diberi cahaya/ Sklera tidak ikterik/Konjungtiva tidak
anemis/ Tidak ada lesi/ Bola mata bergerak sama/ Tidak ada nyeri/
Kelenjar kranial normal yaitu tidak teraba/ Lapang pandang tidak
menyempit/ Tidak berfokus

c. Telinga
Kondisi ausikula kiri dan kanan sama dan tulang mastoid/ Tidak ada
peradangan pada mastoid/ Liang telinga cukup bersih/ Membran timpani
terlihat normal/ Tidak ada peradangan/ Tidak ada nyeri, massa, dan
perdarahan/ Kemampuan pendengaran baik/ Tidak terpasang alat bantu
dengar dan tidak ada benda asing

d. Hidung
Bentuk hidung simetris/ Cuping hidung tidak terlihat abnormal/ Tidak
ada massa/ Kondisi tulang baik/ Lubang hidung tidak dapat terkaji
karena pasien terpasang NGT dan terpasang nasal kanul/ Tidak ada
perdarahan dan daya penciuman tidak dapat dilakukan, pasien batuk tapi
sulit dikeluarkan karena nyeri diperut

e. Mulut
Bibir atas dan bawah terlihat simetris, tekstur bibir kering, warna tidak
sianosis, rongga mulut terlihat tidak ada peradangan, lidah terlihat
berwarna sedikit pucat, gigi tidak lengkap, lidah dapat bergerak ketika
diminta, tidak terlihat adanya lesi, massa, dan peradangan, gag refleks
(+), dan tidak terpasang gigi palsu

3. Leher
Tidak terlihat adanya pembesaran oto dileher dan tiroid, tidak teraba adanya
pembesaran nodus limfatikus, trakea terlihat simetris, arteri karotis teraba, tidak
ada peningkatan JVP, tidak ada jejas, kaku kuduk, bengkak/massa dan tidak
terpasang alat trakeostomi

4. Dada
a. Paru-Paru
Inspeksi : Bentuk thorax normal, tidak terlihat ada luka dan jejas pada kulit
dada, tidak terlihat adanya bendungan vena, frekuensi pernapasan terlihat
cepat dan mengamati dinding dada, terlihat menggunakan otot bantu nafas
retraksi intercosta, ada batuk, nafas terlihat dangkal dan pendek, pernafasan
30x/menit (normal 12-20x/menit)
Palpasi : Pasien menolak untuk dipalpasi area dada sampai perut dengan
alasan nyeri pada perut bertambah
Perkusi : Pasien menolak untuk dilakukan perkusi area dada sampai perut
dengan alasan takut menambah nyeri pada perut
Auskultasi : Terdengar irama vesikuler pada area percabangan bronkus
trakea (sekitar sternum)
b. Jantung
Inspeksi : -
Palpasi : Pasien menolak untuk dilakukan palpasi area dada sampai perut
dengan alasan takut menambah nyeri pada perut
Perkusi : -
Auskultasi : ICS V Midklavikula kiri (area katup mitral) terdengar bunyi
“LUB”. ICS II garis sternalis kiri (area katup pulmonal) terdengar bunyi
“DUB” lebih keras akibat penutupan katub aorta dan pulmonal

5. Payudara dan Aksila


Payudara kanan dan kiri simetris, warna kulit kecoklatan, tidak ada discharge,
tidak ada pembesaran nodus limfatikus pada aksila, tidak ada edema dan
pembengkakan, tidak ada massa dan nyeri
6. Tangan
Tangan kiri dan kanan simetris, tidak ada kontraktur, CRT< 3 detik, tekstur kulit
sedikit kering, tidak ada pembatasan ROM, gerak sendi baik, nadi teraba
141x/menit, tidak ada edema, fraktur, deformitas,krepitasi, kontraktur/luka,
terpasang infus abocath 22, tidak ada clubbing finger

7. Abdomen
Inspeksi : Permukaan perut terlihat tegang, licin, dan tipis, tidak terlihat adanya
pembesaran pada perut, peristaltik terlihat karena pasien sangat kurus.
Dilakukan pengkajian nyeri dengan hasil P: Nyeri perut bertambah saat
bergerak, Q: Nyeri seperti ditusuk, R: Nyeri hampir diseluruh bagian perut, S:
Skala 6 (Sedang), T: Hampir setiap saat dan berhenti hanya diawal setelah
pemberian obat anti nyeri
Palpasi : Pasien menolak untuk dilakukan palpasi area dada sampai perut
dengan alasan takut menambah nyeri pada perut
Perkusi : -
Auskultasi : Suara peristaltik terdengar, normal 5-30x/menit, perut mengempis
saat ekspirasi, dan mengembang pada inspirasi

8. Genitalia dan Perkemihan


Distribusi rambut pubis tidak merata, kebersihan area genitalia kurang, tidak ada
pembengkakan, massa pada kulit pubis dan genitalia, skrotum normal, warna
urin sangat pekat efek OAT, terpasang kateter urin, tidak ada nyeri pada area
genitalia

9. Rektum dan Anus


Rektum dan anus kurang bersih, kulit disekitar anus terlihat kemerahan akibat
pampers yang saat pengkajian belum diganti, tidak ada lesi yang terlihat, tidak
ada massa/hemoroid dan tidak ada pendarahan
10. Kaki
Kaki simetris, warna kulit kecoklatan, turgor dan tekstur kulit kering, akral
teraba dingin saat dikaji, ROM terbatas karena terpasang kateter, tidak ada
edema, kontraktur, deformitas, fraktur, krepitasi, malforasi, dan belum mampu
berjalan.

11. Punggung
Turgor dan tekstur kulit kering, pergerakan punggung terbatas, tidak ada
kelainan bentuk tulang belakang, tidak ada dekubitus dan tidak ada nyeri

H. POLA ISTIRAHAT DAN TIDUR


Pasien mengatakan susah untuk tidur dan tidak bisa tidur seperti biasanya karena
rasa nyeri yang dirasakan terutama pada malam hari. Anak pasien juga mengatakan
bahwa Tn.JA sudah beberapa hari kurang tidur akibat perut yang nyeri dan keras
seperti papan, dan selalu merasa kepanasan dan minta dikipas

I. POLA AKTIVITAS HARIAN (ADL)


Pasien tidak dapat melakukan perawatan diri secara mandiri, serta hygiene yang
dibantu oleh keluarga karena terpasang kateter, NGT, Nasal Kanul dan nyeri
dibagian perut

J. CAIRAN DAN ELEKTROLIT


1. Intake Oral/Enteral
a. Jenis diet :
b. Jumlah kalori :
c. Makan berat : Tidak ada
d. Makanan selingan : 2x perhari
Jelaskan : untuk makan berat tidak diberikan selama pasien dirawat, tetapi
makanan cair diberikan lewat NGT, makanan selinganpun hanya diberikan
sedikit menggunakan sendok dalam bentuk cair, pasien dan istri mengatakan
sejak hari jumat sudah dianjurkan puasa.
e. Minum : 150 ml/shift
f. Parentreal : 500 ml/shift
2. Eliminasi
a. Urin : 300 ml/shift
b. BAB : 2x/hari
3. Balance Cairan
a. Cairan masuk : 700 ml/shift
b. Cairan Keluar : 400 ml/shift
c. IWL : 23,75 ml
d. Balance cairan : 300 ml
e. Urin Output : 300 ml/KgBB/Jam

H. Psikososial dan Spiritual


Pasien mengatakan sakit pada perut dan semakin menjadi dan memilih berobat
kefasilitas kesehatan yaitu di RSUD Rohul, kemudian karena keterbatasan disana maka
dirujuk ke RSUD Provinsi supaya cepat sembuh.
I. Pengkajian Refleks dan Saraf Kranial
1. Pengkajian refleks pada pasien JA baik bisep, trisep, brakioradialis, patella, achiles
dan babinksi tidak dilakukan karena pasien menolak untuk dikaji karena nyeri perut
yang membuat susah bergerak

2. Saraf Kranial
No SARAF KRANIAL HASIL
1. Olfaktorius Penciuman pasien baik
2. Optikus Penglihatan baik
3 Okulomotor Bola mata dapat bergerak ke kiri dan kanan
4 Troklear Mampu menggerakkan bola mata ke atas dan
kebawah
5 Trigeminus Mampu menggerakkan bibir dan lidah
6 Abdusen Mampu menggerakkan mata ke lateral
7 Fasial Mampu merasakan manis dan lainnya
8 Vestibulo koklear Mampu mendengar dengan baik
9 Glosofaringeus Mampu menelan dan mengecap dengan baik
10 Fagus Mampu menelan dengan baik
11 Aksesorius Masih mampu menggerakkan kepala dan
bahu
12 Hipoglosus Mampu menggerakkan lidah saat bicara

II. Hasil Laboratorium dan Diagnostik


1. Hasil Laboratorium
Tanggal Hasil Labor Nilai Normal
22 Oktober 2021 10 gr/dL 14-18 gr/dL
Hematokrit 35,9 % 42-52 %
Periksa jam 11:12
Albumin 2,9 g/dL 3,4-4,8 g/dL
Hasil jam 11:56 GDS 106 mg/dL Belum pasti DM 100-
199
Leukosit (WBC) 13,24 5,0-10,0 10³/mm³
10³/mm³
Ureum 14mg/dL < 50 mg/dL
AST/SGOT 18 U/L 0-35 U/L
ALT/SGPT 20 U/L 4-36 U/L
Kreatinin 0,9 mg/dL 0,6-1,2 MG/dL

2. Hasil Radiologi
CT Abdomen tanpa kontras
1. Tampak dilatasi disertai penebalan dinding usus halus
2. Tampak pembesaran kelenjar limfe multipel pada aorta dan mesentrial
3. Tampak lesi hipodens kistik loculated yang menempel pada usus-usus
peritoneum
4. Pada pemberian kontras memberikan enhancement pada tepinya
5. Tampak koleksi cairan disertai bayangan udara bebas pada perihepatic dan
peri GB
Kesan :
1. Ileus paralitik dengan tanda-tanda hidropenumoperitoneum
2. Lesi hipodens kistik loculated yang menempel pada usus-usus pada
peritoneum disertai limfadenopati pada aorta dan mesentrial  menyokong
peritonitis TB

J. MEDIKASI/OBAT-OBATAN YANG DIBERIKAN SAAT INI


N NAMA OBAT RUTE DOSIS INDIKASI KONTRA
O INDIKASI
1. Ceftriaxone Intravena 1 gr Mengatasi Pada orang
serbuk + masalah dengan
10cc bakteri gram riwayat
oelarut negatif hipersensitivit
per 12 maupun gram as terhadap
jam (+) obat golongan
sefalosporin
dan pada
orang alergi
penicilin
2. Ketorolac Injeksi 10mg Mengurangi Pada orang
pada nyeri dan dengan
cairan peradangan riwayat asma,
infus broncospasme,
polip hidung,
alergi
ketorolac dan
obat-obatan
NSAID,
penderita
jantung,
hipertensi
sindrom SJS,
gangguan
ginjal dan hati
yang akut
3. Omeprazole Injeksi IV 40 mg + Untuk Tidak
10 cc mengatasi disarankan
pelarut gangguan pada orang
(serbuk) lambung dengan
(asam penyakit
lambung dan jantung, hepar,
tukak osteoporosis,
lambung) osteopenia
4. Obat OAT Oral 120 mg Untuk Pada orang
(Elfampisin/Rif mengobati hipersensitivit
ampin) jenis bakteri as dan
patogen gangguan
seperti fungsi hati
Tuberkulosis
ANALISIS MASALAH
No Data Etiologi Masalah Keperawatan
1. DS : Terjadinya invasi Ketidakefektifan
-Pasien mengatakan kuman ke lapisan bersihan jalan nafas b.d
peritoneum obstruksi jalan nafas
sulit mengeluarkan
batuk karena sakit Respon peradangan
dibagian perut pada peritoneum dan
organ dalam nya
-Pasien mengatakan
sesak nafas Peritonitis
DO :
-Pasien terlihat disapnea
-Pasien terlihat ortopnea Penurunan aktivitas
fibrinolitik intra
jika sedang membuka
abdomen
nasal kanul
Pembentukan
-Terjadi perubahan
eksudat
frekuensi pernapasan
TD 137/79 mmHg
N 141x/menit Penurunan
kemampuan batuk
RR 30x/menit
efektif
S 36,2°C

Ketidakefektifan
bersihan jalan nafas

2. DS : Terjadinya invasi Nyeri akut b.d agen


-Pasien mengatakan kuman pada lapisan cedera biologis
peritoneum
sangat nyeri dibagian
abdomen sampai
mengeras seperti papan
Respon peradangan
-Pasien mengatakan pada peritoneum dan
nyeri pada skala 6 pada organ dalam nya
saat dikaji
-Pasien mengatkan
Peritonitis
makin terasa nyeri
ketika
bergerak/berpindah Pelepasan mediator
DO : nyeri

-Pasien terlihat (Histamin,


melindungi area nyeri Bradikinin,
Serotonin)
-Pasien terlihat meringis
-Klien selalu
berkeringat dan tampak Merangsang saraf
selalu di kipas oleh perasa nyeri di
cerebrum
keluarganya
TD 137/79 mmHg
N 141x/menit Nyeri Abdomen
S 36,2°C
RR 30x/menit
3. DS : Invasi kuman Defisit nutrisi b.d Infeksi
-Pasien mengatakan kelapisan peritonium

kurang minat untuk


makan Respon peradangan
-Pasien mengatakan BB pada peritoneum dan
organ dalamnya
sepertinya turun selama
di rawat
DO :
Peritonitis
-Pasien mengalami
penurunan BB hampir
20% dari BB ideal Perubahan peristaltik
-IMT Cuma 15,63
(normalnya 18,5 – 24,9) Terjadi ileus
-LILA 21
-Hambatan absorpsi
Absorpsi makanan
makanan (kemampuan terganggu
yg kurang)
-Pasien terlihat kram
pada abdomen BB menurun

Defisit Nutrisi

FORMAT RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

Nama Pasien : Tn. JA Nama mahasiswa : Kelompok X

Ruang : Flamboyan 8 No. MR : 01-07-44-41

No Diagnosa Intervensi Keperawatan (NOC) Implementasi Keperawatan


Keperawatan (NIC)

1. Ketidakefektifan Status perafasan : kepatenan jalan 1. Manajemen jalan nafas


bersihan jalan nafas (0140) (3140) aktivitasnya yaitu
nafas b.d :
obstruksi jalan Indikator yaitu : 1. Memotivasi paasien
nafas untuk bernafas pelan
(040104) frekuensi pernafasan
dalam dan batuk
dipertahankan dari 3 ditingkatkan
2. Membuang secret
ke 5
dengan memotivas
(040105) irama pernafasan pasien untuk
dipertahankan dari 3 ditingkatkan melakukan batuk
ke 5 3. Mengintruksikan utuk
meringankan sesak
(040117) kedalaman inspirasi
nafas
dipertahankan dari 3 ditingkatkan
2. Penghisapan lender pada
ke 5
jalan nafas (3160)
(040112) kemampuan 1. Membuang secret
mengeluarkan secret dengan memasukkan
dipertahankan dari 3 ditingkatkan kateter suction ke
ke 4 dalam mulut,
nasofaring, atau
(040120) akumulasi sputum
trakea klien
dipertahankan dari 3 ditingkatkan
2. Memonitor status
ke 4
oksigenasi klien
3. Memonitor adanya
nyeri saat
memasukkan suction
4. Mengirimkan sampel
secret untuk tes kultur
dan sensitifitasnya
2. Nyeri akut b.d Kontrol nyeri (1605) Manajemen nyeri (1400)
agen cedera aktivitasnya yaitu:
(160502) mengenali kapan nyeri
biologis
terjadi dipertahankan pada 3 1. Melakukan
ditingkatkan ke 5 pengkajian nyeri
(160504) menggunakan secara komprehensif
pengurangan nyeri dengan meliputi lokasi nyeri,
tekhnik non farmakologi karakteristik, durasi,
dipertahankan pada 3 ditingkatkan frekuensi, kualitas,
ke 5 intensitas, atau
beratnya nyeri sera
(160505) menggunakan
faktor pencetus
pengurangan nyeri menggunakan
lainnya
farmakologi yaitu dengan
2. Mengobservasi
analgesi “ketorolac”
adanya petunjuk non
dipertahankan pada 3 ditingkatkan
verbal
ke 5
3. Mengendalikan faktor
(160507) melaporkan nyeri yang lingkungan yang
tidak terkontrol pada profesiona dapat mempengaruhi
kesehatan dipertahankan pada 3 nyeri misalnya suhu
ditingkat ke 5 ruangan yang tidak
terlalu dingin
4. Mengajarkan tekhnik
non farmakologi
sebagai pereda nyeri
yaitu relaksasi nafas
dalam dan terpai
music
5. Memberi tahu dokter
jika tindakan tidak
berhasil
3. Defisit nutrisi b.d Kriteria hasil : 1.Manajemen gangguan
infeksi (0011) makan, aktivitasnya :
1. Nafsu makan
(SDKI 2017) a. Keseimbangan nutrisi 1. Memonitor intake
tidak terganggu ataupun output cairan
b. Nafsu makan tidak secara tepat
terganggu 2. Memoitor asupan
2. Status nutrisi : asupan kalori makan seharian
nutrisi 3. Memonitor perilaku
a. Asupan protein klien klien yang
b. Asupan kalsium klien berhubungan dengan
sepenuhnya adekuat pola makan,
c. Asupan karbohidrat penambahan, dan
klien sepenuhnya kehilangan berat
adekuat badan
3. Status nutrsi : 4. Memonitor berat
a. Asupan makanan klien badan klien secara
tidak menyimpang dari rutin
rentang normal 2.Health education

5. Megajarkan dan
mendukung konsep
nutrisi yang baik
dengan klien
3.Kolaborasi

6. Melakukan kolaborasi
dengan tim gizi untuk
nutrisi yang baik dan
tenaga kesehatan
lainnya tentang
perkembangan klien
setiap harinya
SOAP ASKEP
HARI/TG DIAGNOSIS IMPLEMENTASI SOAP KE
L T
Senin/ Nyeri akut 1.Melakukan pengkajian S : Pasien
25 Oktober b.d cedera nyeri secara mengatakan nyeri
2021 biologis komprehensif yg berkurang ketika
meliputi lokasi, sudah diberikan obat
karakteristik, durasi, O : Pasien terlihat
frekuensi, kualitas, tidak terlalu meringis
intensitas, atau beratnya dan bisa bicara lebih
nyeri serta faktor bebas
pencetus A : Masalah teratasi
2.Mengobservasi faktor sebagian
adanya petunjuk non- P : Intervensi 1,
verbal 2,3,dan 5 dilanjutkan
3.Mengendalikan faktor
lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri
(misalnya suhu ruangan)
4.Memastikan pemberian
analgesik (Ketorolac)
sesuai dosis yang
diresepkan
5.Memberitahu dokter
jika tindakan tidak
berhasil
Selasa/ Ketidakefekti 1.Manajemen jalan nafas S : Pat mengatakan
26 Oktober fan bersihan (3140) kegiatannya batuk mulai bisa
2021 jalan napas yaitu: dikeluarkan tapi
b.d obstruksi -Memotivasi pasien sedikit
jalan napas untuk bernapas pelan, O : Pat terlihat tidak
dalam, dan batuk efektif terlalu sesak dan
-Membuang sekret masih terpasang nasal
dengan memotivasi pat kanul 3L/menit
untuk melakukan batuk A : Masalah teratasi
efektif sebagian
-Menginstruksikan P : Intervensi 1, 2, 3,
bagaimana agar bisa dan 4 dilanjutkan
melakukan batuk efektif
-Memposisikan klien
untuk meringankan sesak
nafas
2.Penghisapan lendir
pada jalan nafas (3160)
-Membuang lendir
dengan memasukan
kateter suction
-Memonitor status
oksigenasi pat
-Memonitor adanya nyeri
saat melakukan suction
-Mengirimkan sampel
sekret untuk tes kultur
dan sensitifitas
Rabu/ Defisit nutrisi 1.Manajemen gangguan S : Pat mengatakan
27 Oktober b.d Infeksi makan, aktivitasnya: makanan yang
2021 diberikan kurang
-Memonitor intake
enak di lidah tapi
ataupun output cairan
demi kesembuhan
secara tepat
tetap harus
-Memoitor asupan kalori dihabiskan
makan seharian O : Pat terlihat
mengkonsumsi
-Memonitor perilaku
makanan dari pihak
klien yang berhubungan
gizi
dengan pola makan,
A : Masalah teratasi
penambahan, dan
sebagian
kehilangan berat badan
P : Intervensi 1, 2, 3,
-Memonitor berat badan dan 4 dilanjutkan
klien secara rutin

2.Health education

-Megajarkan dan
mendukung konsep
nutrisi yang baik dengan
klien

3.Kolaborasi

-Melakukan kolaborasi
dengan tim gizi untuk
nutrisi yang baik dan
tenaga kesehatan lainnya
tentang perkembangan
klien setiap harinya

FORMAT RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN


Nama Pasien : Tn. JA Nama mahasiswa : Kelompok X

Ruang : Flamboyan 8 No. MR : 01-07-44-41

No Diagnosa Intervensi Keperawatan (NOC) Implementasi Keperawatan


Keperawatan (NIC)
1. Ketidakefektifan Status perafasan : kepatenan jalan 3. Manajemen jalan nafas
bersihan jalan nafas (0140) (3140) aktivitasnya yaitu
nafas b.d Indikator yaitu : :
obstruksi jalan (040104) frekuensi pernafasan 4. Memotivasi paasien
nafas dipertahankan dari 3 ditingkatkan untuk bernafas pelan
ke 5 dalam dan batuk
(040105) irama pernafasan 5. Membuang secret
dipertahankan dari 3 ditingkatkan dengan memotivas
ke 5 pasien untuk
(040117) kedalaman inspirasi melakukan batuk
dipertahankan dari 3 ditingkatkan 6. Mengintruksikan utuk
ke 5 meringankan sesak
(040112) kemampuan nafas
mengeluarkan secret 4. Penghisapan lender pada
dipertahankan dari 3 ditingkatkan jalan nafas (3160)
ke 4 5. Membuang secret
(040120) akumulasi sputum dengan memasukkan
dipertahankan dari 3 ditingkatkan kateter suction ke
ke 4 dalam mulut,
nasofaring, atau
trakea klien
6. Memonitor status
oksigenasi klien
7. Memonitor adanya
nyeri saat
memasukkan suction
8. Mengirimkan sampel
secret untuk tes kultur
dan sensitifitasnya
2. Nyeri akut b.d Kontrol nyeri (1605) Manajemen nyeri (1400)
agen cedera (160502) mengenali kapan nyeri aktivitasnya yaitu:
biologis terjadi dipertahankan pada 3 6. Melakukan
ditingkatkan ke 5 pengkajian nyeri
(160504) menggunakan secara komprehensif
pengurangan nyeri dengan meliputi lokasi nyeri,
tekhnik non farmakologi karakteristik, durasi,
dipertahankan pada 3 ditingkatkan frekuensi, kualitas,
ke 5 intensitas, atau
(160505) menggunakan beratnya nyeri sera
pengurangan nyeri menggunakan faktor pencetus
farmakologi yaitu dengan lainnya
analgesi “ketorolac” 7. Mengobservasi
dipertahankan pada 3 ditingkatkan adanya petunjuk non
ke 5 verbal
(160507) melaporkan nyeri yang 8. Mengendalikan faktor
tidak terkontrol pada profesiona lingkungan yang
kesehatan dipertahankan pada 3 dapat mempengaruhi
ditingkat ke 5 nyeri misalnya suhu
ruangan yang tidak
terlalu dingin
9. Mengajarkan tekhnik
non farmakologi
sebagai pereda nyeri
yaitu relaksasi nafas
dalam dan terpai
music
10. Memberi tahu dokter
jika tindakan tidak
berhasil
3. Defisit nutrisi b.d Kriteria hasil : 1.Manajemen gangguan
infeksi (0011) 4. Nafsu makan makan, aktivitasnya :
(SDKI 2017) c. Keseimbangan nutrisi 7. Memonitor intake
tidak terganggu ataupun output cairan
d. Nafsu makan tidak secara tepat
terganggu 8. Memoitor asupan
5. Status nutrisi : asupan kalori makan seharian
nutrisi 9. Memonitor perilaku
d. Asupan protein klien klien yang
e. Asupan kalsium klien berhubungan dengan
sepenuhnya adekuat pola makan,
f. Asupan karbohidrat penambahan, dan
klien sepenuhnya kehilangan berat
adekuat badan
6. Status nutrsi : 10. Memonitor berat
b. Asupan makanan klien badan klien secara
tidak menyimpang dari rutin
rentang normal 2.Health education
11. Megajarkan dan
mendukung konsep
nutrisi yang baik
dengan klien
3.Kolaborasi
12. Melakukan kolaborasi
dengan tim gizi untuk
nutrisi yang baik dan
tenaga kesehatan
lainnya tentang
perkembangan klien
setiap harinya

DAFTAR PUSTAKA
Japanesa, A., Zahari, A., & Rusjdi, S. R. (2016). Pola kasus dan penatalaksanaan
peritonitis akut di Bangsal RSUP Dr. M. Djamil Padang. Jurnal Kesehatan Andalas,
5(1), 209-214. http://jurnal.fk.unand.ac.id.

Sayuti, M. (2020). Karakteristik peritonitis perforasi organ berongga di RSUD Cut Meutia
Aceh Utara. Averrous : Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Malikussaleh, 6(2), 68-76.

Rauf, M, A. (2017). Asuhan keperawatan pada Ny B dengan Post operasi peritonitis di


Ruang Bedah Rumah Sakit Daerah Kalisat Jember. Jurnal Keperawatan Unmuh
Jember, 5, 1-5.

Warsinggih. Buku ajar peritonitis dan ileus.

Anda mungkin juga menyukai