Anda di halaman 1dari 147

LAPORAN PENDIDIKAN PROFESI NERS

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

OLEH:
SETIAJENG PUTRIANI
NIM: 2021001801

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KEPANJEN
MALANG
2021
LAPORAN PENDIDIKAN PROFESI NERS

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

OLEH :

SETIAJENG PUTRIANI

NIM: 2021001801

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KEPANJEN


MALANG
2021

i
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Gawat Darurat dengan Peritonitis,


DM, DHF, Vomiting di IGD RSUD Lawang, Kab. Malang, yang Dilakukan Oleh:

Nama : SETIAJENG PUTRIANI

NIM 2021001801

Prodi : PENDIDIKAN PROFESI NERS

Sebagai salah satu syarat dalam pemenuhan tugas praktik Progam Pendidikan
Profesi Ners Departemen Gawat Darurat, yang dilaksanakan pada tanggal 21 Juni
– 2 Juli 2021 yang telah disetujui dan disahkan pada:

Hari : Selasa

Tanggal : 6 Juli 2021

Malang, 6 Juli 2021

Mengetahui,

Pembimbing Institusi Pembimbing Klinik

Hardiyanto, S. Kep.,Ns.,M.Kep Nurchabibah, S. Kep, Ners.


NIK. 201609062 NIP. 198311262011012004

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan

rahmat dan ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan Profesi Ners

Gawat Darurat sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.

Laporan ini penulis susun sebagai salah satu persyaratan untuk menempuh

tugas Profesi Ners Keperawatan Gawat Darurat. Dalam penyusunan laporan ini,

penulis mendapatkan banyak pengarahan dan bantuan dari pembimbing, untuk itu

dalam kesempatan ini penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada yang

terhormat:

1. Dr Riza Fikriana S. Kep, Ns, M. Kep, selaku Ketua Stikes Kepanjen

2. Ibu Faizatur Rohmi S. Kep, Ns, M. Kep, selaku Ka Prodi Pendidikan Profesi

Ners

3. dr R. A. Ratih Maharani, M. M. R. S., selaku direktur RSUD Lawang

4. Bpk. Hardiyanto, S. Kep.,Ns.,M.Kep, selaku pembimbing Profesi Ners

Keperawatan Gawat Darurat

Penulis berusaha untuk menyelesaikan laporan ini dengan sebaik-baiknya.

Namun demikian penulis menyadari masih banyak kekurangan. Oleh karena itu

demi kesempurnaan, penulis mengaharapkan adanya kritik dan saran dari semua

pihak untuk menyempurnakannya.

Lawang, 6 Juli 2021

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL LUAR


HALAMAN JUDUL DALAM.......................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN............................................................................ii
KATA PENGANTAR.....................................................................................iii
DAFTAR ISI...................................................................................................iv
LAPORAN PENDAHULUAN
1. PERITONITIS................................................................................1
2. DM....................................................................................................21
3. DHF..................................................................................................42
4. VOMITING.....................................................................................78
RESUME KEPERAWATAN
1. MINGGU 1......................................................................................99
2. MINGGU 2......................................................................................108
KASUS VIGNET............................................................................................118
LAPORAN PENYULUHAN.........................................................................120
LEAFLET ETIKA BATUK...........................................................................128
LAMPIRAN LOGBOOK MINGGU KE I...................................................130
LAMPIRAN LOGBOOK MINGGU KE II.................................................135

iv
LAPORAN PENDAHULUAN PERITONITIS

a. Definisi

Peritonitis adalah inflamasi membrane serosa yang melingkupi rongga

abdomen beserta organ- organ di dalamnya (Hidayati, 2018). peritonitis

adalah proses inflamasi local atau umum yang dapat berbentuk akut atau

kronis (Black dan Hawks, 2009)

b. Etiologi

1. Infeksi bakteri

a. Mikroorganisme berasal dari penyakit saluran gastrointestinal

b. Appendisitis yang meradang dan perforasi

c. Tukak peptik (lambung / dudenum)

d. Tukak thypoid

Penurunan aktifitas peristaltik e. Tukan disentri amuba / colitis

Atoni usus Dilatasi ususf. Tukak pada tumor

g. Salpingitis
asuk melalui aliran darah Degradasi mukus
u getah bening
h. Diverkulitis Membentuk
cairan berisi pus
Merusak mukosa
Kuman
lambung yang paling sering ialah bakteri Coli, streptokokus alpha dan beta
asuk ke rongga abdomen
ritonium) hemolitik, stapilokokus aurens, enterokokus dan yang paling berbahaya
Penghancuran kapiler Sekresi mucus
dan vena berlanjut Operasi yang
adalah clostridium wechii tidak steril

ntaminasi bakteri 2. Faktor ekstrinsik (dari luar)

a. Operasi yang tidak steril Peradangan


Pertumbuha n
meluas ke
bakteri
peritonium
b. Trauma pada kecelakaan seperti ruptur limpa, ruptur hati

Inflamasi pada peritonium

1
c. Tanda dan gejala

Tanda dan gejala yang diamati menurut (Black dan Hawks, 2009):

1. Merasa nyeri

2. Gejala penyerta: demam, diare, konstipasi, mual, muntah

3. Mempunyai penyakit penyerta: gastritis, inflammatory bowe

diverticulitis, typhoid.

4. Riwayat operasi

5. Gaya hidup/ kebiasaan: minum jamu, pemakan imunosupresan

6. Vital sign: hipertermi, takikardia, hipotensi (shock)

7. Abdomen:

- Inspeksi: flat, distende, perut paska operasi

- Auskultasi: bising usus menurun

- Palpasi: nyeri tekan seluruh perut, defens muscular

- Perkusi: pekak hepar menghilang

8. Rectal Toucher: nyeri seluruh kuadran

9. Akral: hangat, dingin.

d. Klasifikasi

Peritonitis dikategorikan menjadi tiga kelompok berdasarkan etiologinya

(Dailey BJ, 2017), yaitu:

1. Peritonitis primer, yang disebabkan karena penyebaran hematogeneus

biasanya pada pasien immunocompromised seperti peritonitis

tuberkolosis dan spontaneous bacterial peritonitis (SBP). Pada

peritonitis primer tidak terdapat perforasi dari organ berongga.

2
2. Peritonitis sekunder, disebabkan karena perforasi organ berongga baik

karena penyakit, trauma, maupun iatrogenic. Contoh peritonitis

sekunder sering ditemui adalah apendisitis perforasi dan perforasi

gaster.

3. Peritonitis tertier, yaitu peritonitis yag persisten atau rekuren setelah

terapi atau operasi yang adekuat.

e. Patofisiologi

Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya

eksudat fibrinosa. Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk di antara

perlekatan fibrinosa, yang menempel menjadi satu dengan permukaan

sekitarnya sehingga membatasi infeksi. Perlekatan biasanya menghilang

bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap sebagai pita-pita fibrosa,

yang akan dapat mengakibatkan obstuksi usus. Peradangan menimbulkan

akumulasi cairan karena kapiler dan membran mengalami kebocoran. Jika

defisit cairan tidak dikoreksi secara cepat dan agresif, maka dapat

menimbulkan kematian sel. Pelepasan berbagai mediator, seperti misalnya

interleukin, dapat memulai respon hiperinflamatorius, sehingga membawa

ke perkembangan selanjutnya dari kegagalan banyak organ. Karena tubuh

mencoba untuk mengkompensasi dengan cara retensi cairan dan elektrolit

oleh ginjal, produk buangan juga ikut menumpuk. Takikardi awalnya

meningkatkan curah jantung, tapi ini segera gagal begitu terjadi

hipovolemia.

Organ-organ didalam cavum peritoneum termasuk dinding abdomen

mengalami oedem.Oedem disebabkan oleh permeabilitas pembuluh darah

3
kapiler organ-organ tersebut meninggi.Pengumpulan cairan didalam

rongga peritoneum dan lumen-lumen usus serta oedem seluruh organ intra

peritoneal dan oedem dinding abdomen termasuk jaringan retroperitoneal

menyebabkan hipovolemia.Hipovolemia bertambah dengan adanya

kenaikan suhu, masukan yang tidak ada, serta muntah.Terjebaknya cairan

di cavum peritoneum dan lumen usus, lebih lanjut meningkatkan tekana

intra abdomen, membuat usaha pernapasan penuh menjadi sulit dan

menimbulkan penurunan perfusi.

Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum

atau bila infeksi menyebar, dapat timbul peritonitis umum.Dengan

perkembangan peritonitis umum, aktivitas peristaltik berkurang sampai

timbul ileus paralitik; usus kemudian menjadi atoni dan meregang.Cairan

dan elektrolit hilang kedalam lumen usus, mengakibatkan dehidrasi, syok,

gangguan sirkulasi dan oliguria.Perlekatan dapat terbentuk antara

lengkung- lengkung usus yang meregang dan dapat mengganggu pulihnya

pergerakan usus dan mengakibatkan obstruksi usus.Sumbatan yang lama

pada usus atau obstruksi usus dapat menimbulkan ileus karena adanya

gangguan mekanik (sumbatan) maka terjadi peningkatan peristaltik usus

sebagai usaha untuk mengatasi hambatan. Ileus ini dapat berupa ileus

sederhana yaitu obstruksi usus yang tidak disertai terjepitnya pembuluh

darah dan dapat bersifat total atau parsial, pada ileus stangulasi obstruksi

disertai terjepitnya pembuluh darah sehingga terjadi iskemi yang akan

berakhir dengan nekrosis atau ganggren dan akhirnya terjadi perforasi usus

dan karena penyebaran bakteri pada rongga abdomen sehingga dapat

terjadi peritonitis.

4
Tifus abdominalis adalah penyakit infeksi akut usus halus yang

disebabkan kuman S. Typhi yang masuk tubuh manusia melalui mulut dari

makan dan air yang tercemar. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam

lambung, sebagian lagi masuk keusus halus dan mencapai jaringan limfoid

plaque peyeri di ileum terminalis yang mengalami hipertropi ditempat ini

komplikasi perdarahan dan perforasi intestinal dapat terjadi, perforasi

ileum pada tifus biasanya terjadi pada penderita yang demam selama

kurang lebih 2 minggu yang disertai nyeri kepala, batuk dan malaise yang

disusul oleh nyeri perut, nyeri tekan, defans muskuler, dan keadaan umum

yang merosot karena toksemia.Perforasi tukak peptik khas ditandai oleh

perangsangan peritonium yang mulai di epigastrium dan meluas keseluruh

peritonium akibat peritonitis generalisata. Perforasi lambung dan

duodenum bagian depan menyebabkan peritonitis akut. Penderita yang

mengalami perforasi ini tampak kesakitan hebat seperti ditikam di perut.

Nyeri ini timbul mendadak terutama dirasakan di daerah epigastrium

karena rangsangan peritonium oleh asam lambung, empedu dan atau

enzim pankreas. Kemudian menyebar keseluruh perut menimbulkan nyeri

seluruh perut pada awal perforasi, belum ada infeksi bakteria, kadang fase

ini disebut fase peritonitis kimia, adanya nyeri di bahu menunjukkan

rangsangan peritonium berupa mengenceran zat asam garam yang

merangsang, ini akan mengurangi keluhan untuk sementara sampai

kemudian terjadi peritonitis bakteria.

Pada apendisitis biasanya biasanya disebabkan oleh penyumbatan

lumen apendiks oleh hiperplasi folikel limfoid, fekalit, benda asing,

striktur

5
karena fibrosis dan neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus

yang diproduksi mukosa mengalami bendungan,makin lama mukus

tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai

keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen dan

menghambat aliran limfe yang mengakibatkan oedem, diapedesis bakteri,

ulserasi mukosa, dan obstruksi vena sehingga oedem bertambah kemudian

aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti

dengan nekrosis atau ganggren dinding apendiks sehingga menimbulkan

perforasi dan akhirnya mengakibatkan peritonitis baik lokal maupun

general.

Pada trauma abdomen baik trauma tembus abdomen dan trauma tumpul

abdomen dapat mengakibatkan peritonitis sampai dengan sepsis bila

mengenai organ yang berongga intra peritonial. Rangsangan peritonial

yang timbul sesuai dengan isi dari organ berongga tersebut, mulai dari

gaster yang bersifat kimia sampai dengan kolon yang berisi feses.

Rangsangan kimia onsetnya paling cepat dan feses paling lambat. Bila

perforasi terjadi dibagian atas, misalnya didaerah lambung maka akan

terjadi perangsangan segera sesudah trauma dan akan terjadi gejala

peritonitis hebat sedangkan bila bagian bawah seperti kolon, mula-mula

tidak terjadi gejala karena mikroorganisme membutuhkan waktu untuk

berkembang biak baru setelah 24 jam timbul gejala akut abdomen karena

perangsangan peritonium.

6
Tukak lambung
Perdarahan
Kerusakan mukosa
Perforasi apendiksitis

Pengeluar
Mera Peni
Mikroorganisme an Invasi
ngsan ngka bakteri ke peritonium Menghambat
histamin
g tan aliran limfe
(Ex: E. coli, Streptococcus
penge prod
Pneumoniae,
luara uksi
Staphylococccus) n pepsi
Edema
HCL noge
n

Pelepasan berbagai mediator kimiawi Keluarnya eksudat fibrinosa Perangsangan zat pirogen di
hipotalamus

Merangsang saraf perasa nyeri di Abses


cerebrum Memicu pengeluaran
Membentuk perlekatan
prostaglandin
fibrinosa
Nyeri abdomen Menempel dengan permukaan
Pergerakan Nyeri akut sekitar usus Perubahan set point
abdomen tidak
maksimal Suhu tubuh naik
Peningkatan HCL

Pernafasan
tidak teratur

Inflamasi lapisan membrane serosa rongga abdomen


Gastrointestinal
terganggu

Medula
Sistem O
limbik
anoreksia
Reaksi mual Obstruksi
Penekanan
7 Cairan, elektrolit
Dehidrasi
Hipovolemi
blongata
muntah abdomen hilang ke dlm lumen
usus

Takipnea

Ketidakefektifan
pola nafas Hipertermi

Def
isit
Nut
risi
f. Pemeriksaan penunjang

Laboratorium:

- Leuokosit: normal, lekositosis

- Liver function test, indikasi abses liver

- Amilase dan lipase untuk indikasi pankreatitis

- Kultur kuman

Radiologi:

- Fot polos abdomen (BOF): ground glass appearance

- BOF erect: air sicklelfree air di bawah diagfragma

- LLD (Left lateral decubitus): free air di atas hepar

- USG abdomen: abses liver, tubo ovarial abscess (TOA),

appendicitis, USG tidak bisa mendeteksi cairan kurang dari 100

ml.

g. Penatalaksanaan

Peritonitis adalah suatu kondisi yang mengancam jiwa, yang memerlukan

pengobatan medis sesegera mungkin. Prinsip utama terapi pada infeksi

intra abdomen adalah:

1. mengkontrol sumber infeksi

2. mengeliminasi bakteri dan toksin

3. mempertahankan fungsi sistem organ

4. mengontrol proses inflamasi

Terapi terbagi menjadi:

- Terapi medis, termasuk di dalamnya antibiotik sistemik untuk

mengontrol infeksi, perawatan intensif mempertahankan hemodinamik

tubuh misalnya pemberian cairan intravena untuk mencegah dehidrasi,

8
pengawasan nutrisi dan keadaan metabolik, pengobatan terhadap

komplikasi dari peritonitis (misalnya insufisiensi respiratorik atau

ginjal), serta terapi terhadap inflamasi yang terjadi.

- Intervensi non-operatif, termasuk di dalamnya drainase abses

percutaneus dan percutaneus and endoscopic stent placement.

- Terapi operatif, pembedahan sering diperlukan untuk mengatasi

sumber infeksi, misalnya apendisitis, ruptur organ intra-abomen

Bila semua langkah-langkah terapi di atas telah dilaksanakan, pemberian

suplemen, antara lain glutamine, arginine, asam lemak omega-3 dan

omega-6, vitamin A, E dan C, Zinc dapat digunakan sebagai tambahan

untuk mempercepat proses penyembuhan.

TERAPI ANTIBIOTIK

Pada SBP (Spontaneus Bacterial Peritonitis), pemberian antibiotik

terutama adalah dengan Sefalosporin gen-3, kemudian diberikan

antibiotik sesuai dengan hasil kultur. Penggunaan aminolikosida

sebaiknya dihindarkan terutama pada pasien dengan gangguan ginjal

kronik karena efeknya yang nefrotoksik. Lama pemberian terapi biasanya

5-10 hari.

Pada peritonitis sekunder dan tersier, terapi antibiotik sistemik ada

pada urutan ke-dua. Untuk infeksi yang berkepanjangan, antibiotik

sistemik tidak efektif lagi, namun lebih berguna pada infeksi akut.

Pada infeksi inta-abdominal berat, pemberian imipenem,

piperacilin/tazobactam dan kombinasi metronidazol dengan

aminoglikosida.

9
INTERVENSI NON-OPERATIF

Dapat dilakukan drainase percutaneus abses abdominal dan

ekstraperitoneal. Keefektifan teknik ini dapat menunda pembedahan

sampai proses akut dan sepsis telah teratasi, sehingga pembedahan dapat

dilakukan secara elektif. Hal-hal yang menjadi alasan ketidakberhasilan

intervensi non-operatif ini antara lain fistula enteris, keterlibatan pankreas,

abses multipel. Terapi intervensi non-operatif ini umumnya berhasil pada

pasien dengan abses peritoneal yang disebabkan perforasi usus (misalnya

apendisitis, divertikulitis).

Teknik ini merupakan terapi tambahan. Bila suatu abses dapat di akses

melalui drainase percutaneus dan tidak ada gangguan patologis dari organ

intraabdomen lain yang memerlukan pembedahan, maka drainase

perkutaneus ini dapat digunakan dengan aman dan efektif sebagai terapi

utama. Komplikasi yang dapat terjadi antara lain perdarahan, luka dan

erosi, fistula.

TERAPI OPERATIF

Cara ini adalah yang paling efektif. Pembedahan dilakukan dengan dua

cara, pertama, bedah terbuka, dan kedua, laparoskopi.

PROGNOSA

10
Tergantung dari umur penderita, penyebab, ketepatan dan keefektifan

terapi. Prognosa baik pada peritonitis lokal dan ringan. Prognosa buruk

pada peritonitis general.

h. Masalah keperawatan dan data pendukung

1. Pengkajian

- Keluhan utama: yang sering muncul adalah nyeri kesakitan di bagian

perut sebelah kanan dan menjalar ke pinggang

- Riwayat Penyakit Sekarang: Peritinotis dapat terjadi pada seseorang

dengan peradangan iskemia, peritoneal diawali terkontaminasi material,

sindrom nefrotik, gagal ginjal kronik, lupuseritematosus, dan sirosis

hepatis dengan asites.

- Riwayat Penyakit Dahulu: Seseorang dengan peritonotis pernah ruptur

saluran cerna, komplikasi postoperasi, operasi yang tidak steril dan akibat

pembedahan, trauma padakecelakaan seperti ruptur limpa dan ruptur hati.

- Riwayat Penyakit Keluarga: Secara patologi peritonitis tidak

diturunkan, namun jika peritonitis ini disebabkan oleh bakterial primer,

seperti: Tubercolosis. Maka kemungkinan diturunkan ada.

2. Pemeriksaan Fisik

- Sistem pernafasan (B1) Pola nafas irregular (RR> 20x/menit), dispnea,

retraksi otot bantu pernafasan serta menggunakan otot bantu pernafasan

- Sistem kardiovaskuler (B2) Klien mengalami takikardi karena mediator

inflamasi danhipovelemia vaskular karena anoreksia dan vomit.

Didapatkan

11
irama jantung irregular akibat pasien syok (neurogenik, hipovolemik atau

septik), akral: dingin, basah, dan pucat.

- Sistem Persarafan (B3) Klien dengan peritonitis tidak mengalami

gangguan pada otak namun hanya mengalami penurunan kesadaran.

- Sistem Perkemihan (B4) Terjadi penurunan produksi urin.

- Sistem Pencernaan (B5) Klien akan mengalami anoreksia dan nausea.

Vomit dapat muncul akibat proses patologis organ visceral (seperti

obstruksi) atau secara sekunder akibat iritasi peritoneal. Selain itu terjadi

distensi

abdomen, bising usus menurun, dan gerakan peristaltic usus turun

(<12x/menit)

- Sistem Muskuloskeletal dan Integumen (B6) Penderita peritonitis

mengalami letih, sulit berjalan, nyeri perut dengan aktivitas. Kemampuan

pergerakan sendi terbatas, kekuatan otot mengalami kelelahan dan turgor

kulit menurun akibat kekurangan volume cairan.

- Pengkajian Psikososial terdiri dari: Interaksi sosial menurun terkait

dengan keikutsertaan pada aktivitas sosial yang sering dilakukan.

- Personal Hygiene

Kelemahan selama aktivitas perawatan diri.

12
i. Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul

N Masalah Penyebab Gejala dan Contoh


o keperawatan Tanda Diagnosa
menurut SDKI
1 Nyeri akut - agen Subyektif Nyeri Akut
pencedera - mengeluh berdasarkan
fisiologis (mis. nyeri dengan agen
Inflamasi, pencedera
iskemia, Objektif fisologis
neoplasma) - tampak dibuktikan
- agen meringis dengan
pencedera - bersikap mengeluh
kimiawi (mis. protektif nyeri
Terbakar, bahan - gelisah
kimia iritan) - frekuensi
- agen nadi
pencedera fisik menigkat
(mis. Abses, - sulit tidur
amputasi,
terbakar,
terpotong)

2 Defisit nutrisi - ketidakmamp Subyektif Defisit Nutrisi


uan menelan - nafsu berdasarkan
makanan makan dengan
- ketidakmamp menurun ketidakmamp
uan mencerna - cepat uan
makanan kenyang mengabsorsi
- ketidakmamp setelah nutrient
uan makan dibuktikan
mengabsorsi - kram/nyeri dengan BB
nutrient abdomen menurun
- peningkatan minimal 10%
kebutuhan Objektif dibawah
metabolisme - BB rentang ideal
- faktor menurun
ekonomi minimal
(mis. 10%
Finansial dibawah
tidak rentang
mencukupi) ideal
- faktor - Otot
psikologis pengunyah
(mis. Stress, lemah
keengganan - Otot
untuk makan) menelan
lemah

13
3 Hipovolemia - Kehilangan Obyektif Hipovolemia
cairan aktif - frekuensi berdasarkan
- Kegagalan nadi dengan
mekanisme meningkat Kegagalan
regulasi - nadi teraba mekanisme
- Peningkatan lemah regulasi
permeabilitas - tekanan dibuktikan
kapiler darah dengan
- Kekurangan menurun tekanan darah
intake cairan - tekanan menurun
- evaporasi nadi
menyempit
- turgor kulit
menurun
- membrane
mukosa
kering
- volume
urin
menurun
- hematokrit
meningkat

4 Hipertermi - Dehidrasi Obyektif Hipertermi


- Terpapar - Suhu tubuh berdasarkan
lingkungan diatas dehidrasi
panas normal dibuktikan
- Proses - Kulit dengan suhu
penyakit (mis. merah tubuh diatas
Infeksi, - Kejang normal
kanker) - Takikardi
- Ketidaksesuai - Takipnea
an pakaian - Kulit terasa
dengan suhu hangat
lingkungan
- Peningkatan
laju
metabolisme
- Respon trauma
- Aktivitas
berlebihan
- Penggunaan
inkubator
5 Ketidakefekti Fisiologis Subyektif Pola Nafas
fan pola nafas - Depresi pusat - Dipsnea Tidak Efektif
pernapasan Obyektif berhubunagn
- Hambatan dengan
upaya napas Hambatan

14
(mis. Nyeri - penggunaa upaya napas
saat bernapas, n otot dibuktikan
kelemahan bantu dengan
otot pernapasan penggunaan
pernapasan) - fase otot bantu
- Deformitas ekspirasi pernapasan
dinding dada memanjang
- Deformitas - pola napas
tulang dada abnormal
- Gangguan (mis.
neuromuscula Takipnea,
r bradipnea,
- Gangguan hiperventil
neurologis asi,
(mis. EEG kussmaul,
positif, cedera cheyne-
kepala, stokes)
gangguan
kejang)
- Imaturitas
neurologis
- Penurunan
energy
- Obesitas
- Posisi tubuh
yang
menghambat
ekspansi paru
- Sindrom
hipoventilasi
- Kerusakan
intervasi
diafragma
(kerusakan
saraf C5 ke
atas)
- Cedera pada
medulla
spinalis
- Efek agen
farmakologis
- kecemasan

15
j. Intervensi Keperawatan dan Luaran yang mungkin muncul
No. SIKI SLKI
Diagnosa
1 Manajeman Nyeri Setelah dilakukan
Observasi: tindakan keperawatan
- Identifikasi lokasi, 3x24 jam diharapkan
karakteristik, durasi, tingkat nyeri menurun,
frekuensi, kualitas, intensitas frekuensi nadi membaik,
nyeri pola nafas membaik,
- Identifikasi skala nyeri keluhan nyeri menurun
- Identifikasi respons nyeri
non verbal
- Identifikasi faktor yang
memperberat dan
meperingan nyeri
- Identifikasi pengetahuan
dan keyakinan terhadap nyeri
- Identeifikasi pengaruh
nyeri pada kualitas hidup
- Monitor efek samping
penggunaan analgetik
Terapeutik
- Berikan teknik
nonfarmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri
- Kontrol lingkungan
yang memperberat rasa
nyeri
- Fasilitas istirahat dan tidur
- Pertimbangan jenis dan sumber
nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
- Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi
meredakan nyeri
- Ajarkan teknik
nonfarkalogis untuk
mengurangi nyeri Kolaborasi
- Kolaborasi
pemberian analgetik
2 Manajeman Nutrisi Setelah dilakukan
Observasi: tindakan keperawatan
- Identifikasi status nutrisi 3x24 jam status nutrisi
- Identifikasi alergi terpenuhi dengan kriteria
dan intoleransi porsi makanan yang
makanan dihabiskan meningkat,
- Identifikasi perlunya BB meningkat,
penggunaan selang
16
NG

17
- Monitor asupan makanan Frekuensi makan
- Monitor berat badan meningkat, nafsu makan
Terapeutik meningkat, perasaan
- Lakukan oral hygiene cepat kenyang menurun
sebelum makan, jika perlu
- Sajikan makanan yang
menarik dan suhu yang sesuai
- Hentikan pemberian
makanan melalui selang NG
jika asupan oral dapat
ditoleransi
Edukasi
- Anjurkan posisi duduk, jika
mampu
- Ajarkan diet
yang
diprogramkan
Kolaborasi
- Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrient yang
dibutuhkan
Promosi Berat Badan
Observasi
- Identifikasi kemungkinan
penyebab BB kurang
- Monitor adanya mual
dan muntah
Terapeutik
- Sediakan makanan yang
tepat sesuai kondisi pasien
- Berikan
3 Manajemen Hipovolemia Setelah dilakukan
Observasi tindakan keperawatan
- periksa tanda dan gejala 3x24 jam diharapkan
hypovolemia (mis. Frekuansi status cairan membaik,
nadi, nadi teraba lemah, kekuatan nadi
tekanan darah menurun, meningkat, turgor kulit
tekanan nadi menyempit, turgor meningkat, output urin
kulit menurun, membrane meningkat, edema
mukosa kering, volume urin perifer membaik.
menurun, hematokrit
meningkat, haus, leamh)
- monitor intake dan output cairan
Terapeutik
- hitung kebutuhan cairan
- berikan posisi modified
Trendelenburg

18
- berikan asupan cairan oral
Edukasi
- anjurkan memperbanyak asupan
cairan oral
- anjurkan menghindari perubahan
posisi mendadak
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
vcairan IV isotonis , hipotonis,
koloid, pemberian produk darah
4 Termoregulasi Setelah dilakukan
Observasi tindakan keperawatan
- Identifikasi penyebab 1x8 jam diharapkan suhu
hipertermia (mis. tubuh tetap berada pada
Dehidrasi, terpapar rentang normal dengan
lingkungan panas, kriteria hasil menggigil
penggunaan incubator) menurun, suhu tubuh
- Monitor suhu tubuh membaik, suhu kulit
- Monitor kadar elektrolit membaik
- Monitor haluan urin
- Monitor komplikasi
akibat hipertermia
Terapeutik
- Sediakan lingkungan yang dingin
- Longgarkan atau lepaskan
pakaian
- Basahi dan kipasi permukaan
tubuh
- Berikan cairan oral
- Hindari pemberian antipiretik
atau aspirin
- Berikan oksigen jik perlu
Edukasi
- Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian cairan
dan elektrolit intravena, jika
perlu
5 Pola Napas Setelah dilakukan
Observasi tindakan keperawatan
- Monitor pola napas, monitor 3x24 jam inspirasi dana
saturasi oksigen tau ekspirasi yang tidak
- Monitor frekuensi, irama, memberikan ventilasi
kedalaman dan upaya napas adekuat membaik.
- Monitor adanya sumbatan Dengan kriteria hasil
jalan napas dipsnea menurun,
Terapeutik penggunaanotot bantu
- Atur interval pemantauan napas menurun,
respirasi sesuai kondisi pasien frekuensi napas
Edukasi
19
- Jelaskan tujuan dan prosedur membaik, kedalaman
pemantauan, jika perlu napas menurun
- Informasikan hasil pemantauan

Terapi Oksigen
Observasi
- Monitor kecepatan
aliran oksigen
- Monitor posisi alat terapi
oksigen
- Monitor tanda- tanda
hipoventilasi
- Monitor integritas mukosa
hidung akibat
pemasangan oksigen
Terapeutik
- Bersihkan secret pada mulut,
hidung dan trakea jika perlu
- Pertahankan kepatenan jalan
napas
- Berikan oksigen jika perlu
Edukasi
- Ajarkan keluarga cara
menggunakan O2 di rumah

20
k. Daftar Pustaka

Hidayati, Afif Nurul. 2018. Gawat Darurat Medis dan Bedah. Surabaya:

Airlangga University Press

Mansjoer, Arif, DKK. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media

Aesculapius

PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI):

Definisi dan Indikator Diagnostik ((cetakan III) 1 ed.). Jakarta: DPP

PPNI.

PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI):

Definisi dan Tindakan Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta:

DPP PPNI.

PPNI, T. P. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI):

Definisi dan Kreteria Hasil Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.).

Jakarta: DPP PPNI.

21
LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELITUS

l. Definisi

Diabetes mellitus merupakan penyakit kronis yang umum terjadi pada

dewasa yang membutuhksn supervise medis berkelanjutan dan edukasi

perawatan mandiri pada pasien. Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit

kronis progresif yang ditandai dengan ketidakmampuan tubuh untuk

melakukan metabolisme karbohidrat. Lemak dan protein, mengarah ke

hiperhglikemia (kadar glukosa darah tinggi). Diabetes mellitus terkadang

dirujuk sebagai “gula tinggi” baik oleh klien maupun penyedia layanan

kesehatan (Maria, 2021). Dan juga merupakan penyakit dimana kadar gula

di dalam darah tinggi karena tubuh tidak dapat melepaskan atau

menggunakan insulin. (Wahyuni, 2019)

m. Etiologi

2. Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI) tipe 1

Diabetes yang tergantung pada insulin diandai dengan penghancuran

sel- sel beta pancreas yang disebabkan oleh:

a) Faktor genetik: Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu

sendiri tetapi mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic

kearah terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetic ini

ditentukan pada individu yang memililiki tipe antigen HLA (Human

Leucocyte

22
Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung

jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya.

b) Faktor imunologi : Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu

respon autoimun. Ini merupakan respon abnormal dimana antibody

terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap

jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan

asing.

c) Faktor lingkungan Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β

pancreas, sebagai contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus

atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang dapat

menimbulkan destuksi sel β pancreas.

3. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)

Disebabkan oleh kegagalan telative beta dan resisten insulin. Secara

pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, faktor genetik

diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi

insulin. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya

mempunyai pola familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan

dalam sekresi insulin maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya tampak

terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin

mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel

tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselluler yang meningkatkan

transport glukosa menembus membran sel. Pada pasien dengan DMTTI

terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini dapat

disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif

insulin pada membran sel. Akibatnya terjadi penggabungan abnormal

23
antara komplek reseptor insulin dengan system

24
transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu

yang cukup lama dan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya

sekresi insulin yang beredar tidak lagi memadai untuk mempertahankan

euglikemia. Diabetes Melitus tipe II disebut juga Diabetes Melitus tidak

tergantung insulin (DMTTI) atau Non Insulin Dependent Diabetes Melitus

(NIDDM) yang merupakan suatu kelompok heterogen bentuk-bentuk

Diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpai pada orang dewasa, tetapi

terkadang dapat timbul pada masa kanak-kanak. (Nurarif & Hardhi, 2015)

n. Tanda dan gejala

1. Gejala awal pada penderita DM adalah

a) Poliuria (peningkatan volume urine)

b) Polidipsia (peningkatan rasa haus) akibat volume urine yang sangat

besar dan keluarnya air yang menyebabkan dehidrasi ekstrasel.

Dehisrasi intrasel mengikuti dehidrasi ekstrasel karena air intrasel akan

berdifusi keluar sel mengikuti penurunan gradien konsentrasi ke plasma

yang hipertonik (sangat pekat). Dehidrasi intrasel merangsang

pengeluaran ADH (antidiuretic hormone) dan menimbulkan rasa haus.

c) Polifagia (peningkatan rasa lapar). Sejumlah kalori hilang kedalam air

kemih, penderita mengalami penurunan berat badan. Untuk

mengkompensasi hal ini penderita seringkali merasa lapar yang luar

biasa.

25
d) Rasa lelah dan kelemahan otot akibat gangguan aliran darah pada

pasien diabetes lama, katabolisme protein diotot dan ketidakmampuan

sebagian besar sel untuk menggunakan glukosa sebagai energi.

2. Gejala lain yang muncul

a) Peningkatan angka infeksi akibat penurunan protein sebagai bahan

pembentukan antibody, peningkatan konsentrasi glukosa disekresi

mukus, gangguan fungsi imun dan penurunan aliran darah pada

penderita diabetes kronik.

b) Kelainan kulit gatal-gatal, bisul. Gatal biasanya terjadi di daerah ginjal,

lipatan kulit seperti di ketiak dan dibawah payudara, biasanya akibat

tumbuhnya jamur.

c) Kelainan ginekologis, keputihan dengan penyebab tersering yaitu jamur

terutama candida.

d) Kesemutan rasa baal akibat neuropati. Regenerasi sel mengalami

gangguan akibat kekurangan bahan dasar utama yang berasal dari unsur

protein. Akibatnya banyak sel saraf rusak terutama bagian perifer.

e) Kelemahan tubuh

f) Penurunan energi metabolik/penurunan BB yang dilakukan oleh sel

melalui proses glikolisis tidak dapat berlangsung secara optimal.

g) Luka yang lama sembuh, proses penyembuhan luka membutuhkan

bahan dasar utama dari protein dan unsur makanan yang lain. Bahan

protein banyak diformulasikan untuk kebutuhan energi sel sehingga

bahan yang diperlukan untuk penggantian jaringan yang rusak

mengalami gangguan.

26
h) Laki-laki dapat terjadi impotensi, ejakulasi dan dorongan seksualitas

menurun karena kerusakan hormon testosteron.

i) Mata kabur karena katarak atau gangguan refraksi akibat perubahan

pada lensa oleh hiperglikemia (Sujono & Sukarmin, 2008).

o. Klasifikasi

Dokumen konsesus tahun 1997 oleh American Diabetes Association’s

Expert Committee on the Diagnosis and Classification of Diabetes

Melitus, menjabarkan 4 kategori utama diabetes didalam (Corwin, 2009),

yaitu:

1. Tipe I: Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM)/ Diabetes Melitus

tergantung insulin (DMTI). Lima persen sampai sepuluh persen

penderita diabetik adalah tipe I. Sel-sel beta dari pankreas yang

normalnya menghasilkan insulin dihancurkan oleh proses autoimun.

Diperlukan suntikan insulin untuk mengontrol kadar gula darah.

Awitannya mendadak biasanya terjadi sebelum usia 30 tahun.

2. Tipe II: Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)/ Diabetes

Mellitus tak tergantung insulin (DMTTI) Sembilan puluh persen sampai

95% penderita diabetik adalah tipe II. Kondisi ini diakibatkan oleh

penurunan sensitivitas terhadap insulin (resisten insulin) atau akibat

penurunan jumlah pembentukan insulin. Pengobatan pertama adalah

dengan diit dan olah raga, jika kenaikan kadar glukosa darah menetap,

suplemen dengan preparat hipoglikemik (suntikan insulin dibutuhkan,

jika preparat oral tidak dapat mengontrol hiperglikemia). Terjadi paling

27
sering pada mereka yang berusia lebih dari 30 tahun dan pada mereka

yang obesitas.

3. DM tipe lain Karena kelainan genetik, penyakit pankreas (trauma

pankreatik), obat, infeksi, antibodi, sindroma penyakit lain, dan

penyakit dengan karakteristik gangguan endokrin.

4. Diabetes Kehamilan: Gestasional Diabetes Melitus (GDM) Diabetes

yang terjadi pada wanita hamil yang sebelumnya tidak mengidap

diabetes.

p. Patofisiologi

Menurut (Corwin, EJ. 2009), Diabetes tipe I. Pada diabetes tipe satu

terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena selsel beta

pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemi puasa

terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Di samping

itu glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati

meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia

posprandial (sesudah makan). Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup

tinggi maka ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang

tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin

(glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan di ekskresikan ke dalam urin,

ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang

berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari

kehilangan cairan berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam

berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia). Defisiensi insulin juga

akan menggangu metabolisme protein

28
dan lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat

mengalami peningkatan selera makan (polifagia), akibat menurunnya

simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan.

Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan

glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru

dari dari asam-asam amino dan substansi lain), namun pada penderita

defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut

akan turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi

pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton

yang merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan keton

merupakan asam yang menggangu keseimbangan asam basa tubuh apabila

jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis yang diakibatkannya dapat

menyebabkan tanda-tanda dan gejala seperti nyeri abdomen, mual,

muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan

menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian. Pemberian

insulin bersama cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki

dengan cepat kelainan metabolik tersebut dan mengatasi gejala

hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai pemantauan kadar

gula darah yang sering merupakan komponen terapi yang penting.

Diabetes tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang

berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi

insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada

permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan resptor tersebut,

terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel.

Resistensi insulin pada

29
diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan

demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan

glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk

mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan

jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa

terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan

kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit

meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi

peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat

dan terjadi diabetes tipe II. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang

merupakan ciri khas DM tipe II, namun masih terdapat insulin dengan

jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi

badan keton yang menyertainya. Karena itu ketoasidosis diabetik tidak

terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikian, diabetes tipe II yang

tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan

sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketoik (HHNK). Diabetes tipe II

paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia lebih dari 30

tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat

(selama bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat

berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut

sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria,

polidipsi, luka pada kulit yang lama sembuh-sembuh, infeksi vagina atau

pandangan yang kabur (jika kadar glukosanya sangat tinggi).

30
31
q. Pemeriksaan penunjang

Penentuan diagnosa D.M adalah dengan pemeriksaan gula darah, antara

lain:

1. Gula darah puasa (GDO) 70-110 mg/dl. Kriteria diagnostik untuk DM

> 140 mg/dl paling sedikit dalam 2 kali pemeriksaan. Atau > 140

mg/dl disertai gejala klasik hiperglikemia atau IGT 115-140 mg/dl.

2. Gula darah 2 jam post prondial < 140 mg/dl digunakan untuk

skrining bukan diagnostik.

3. Tes toleransi glukosa oral (TTGO). GD < 115 mg/dl ½ jam, 1 jam, 1

½ jam < 200 mg/dl, 2 jam < 140 mg/dl.

4. Tes toleransi glukosa intravena (TTGI) dilakukan jika TTGO

merupakan kontraindikasi atau terdapat kelainan gastrointestinal

yang mempengaruhi absorbsi glukosa.

5. Tes toleransi kortison glukosa, digunakan jika TTGO tidak bermakna.

Kortison menyebabkan peningkatan kadar glukosa abnormal dan

menurunkan penggunaan gula darah perifer pada orang yang

berpredisposisi menjadi DM kadar glukosa darah 140 mg/dl pada

akhir 2 jam dianggap sebagai hasil positif.

6. Glycosetat hemoglobin, memantau glukosa darah selama lebih dari 3

bulan.

7. C-Pepticle 1-2 mg/dl (puasa) 5-6 kali meningkat setelah pemberian

glukosa.

32
8. Insulin serum puasa: 2-20 mu/ml post glukosa sampai 120 mu/ml,

dapat digunakan dalam diagnosa banding hipoglikemia atau dalam

penelitian diabetes. (Sujono & Sukarmin (2008)

r. Penatalaksanaan

Ada empat komponen dalam penatalaksanaan diabetes mellitus:

1. Diet

Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar dari

penatalaksanaan diabetes. Penatalaksanaan nutrisi pada penderita

diabetes diarahkan untuk mencapai tujuan berikut:

a) Memberikan semua unsur makanan esensial (misalnya vitamin dan

mineral)

b) Mencapai dan mempertahankan berat badan yang sesuai

c) Memenuhi kebutuhan energy

d) Mencegah fluktuasi kadar glukosa darah setiap harinya dengan

mengupayakan kadar glukosa darah mendekati normal melalui cara-

cara yang aman dan praktis

e) Menurunkan kadar lemak darah jika kadar ini meningkat

2. Latihan

Latihan sangat penting dalam penatalaksanaan diabetes karena

efeknya dapat menurunkan kadar glukosa darah dan mengurangi

faktor risiko kardiovaskuler. Latihan akan menurunkan kadar glukosa

darah dengan meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan

memperbaiki pemakaian insulin. Sirkulasi darah dan tonus otot juga

diperbaiki dengan berolahraga. Latihan dengan cara melawan tahanan

(resistance

33
training) dapat meningkatkan lean body mass dan dengan demikian

menambah laju metabolisme istirahat (resting metabolic rate). Semua

efek ini sangat bermanfaat pada diabetes karena dapat menurunkan

berat badan, mengurangi rasa stress dan mempertahankan kesegaran

tubuh. Latihan juga akan mengubah kadar lemak darah yaitu

meningkatkan kadar HDL kolesterol dan menurunkan kadar kolesterol

total serta trigliserida. Semua manfaat ini sangat penting bagi

penyandang diabetes mengingat adanya peningkatan risiko untuk

terkena penyakit kardiovaskuler pada diabetes.

3. Terapi

Pada diabetes tipe II, insulin mungkin diperlukan sebagai terapi

jangka panjang untuk mengendalikan kadar glukosa darah jika diet

dan obat hipoglikemia oral tidak berhasil mengontrolnya. Disamping

itu, sebagian pasien diabetes tipe II yang biasanya mengendalikan

kadar glukosa darah dengan diet atau dengan obat oral kadang

membutuhkan insulin secara temporer selama mengalami sakit,

infeksi, kehamilan, pembedahan atau beberapa kejadian stress lainnya.

Penyuntikan insulin sering dilakukan dua kali per hari (atau bahkan

lebih sering lagi) untuk mengendalikan kenaikan kadar glukosa darah

sesudah makan dan pada malam hari. Karena dosis insulin yang

diperlukan masing-masing pasien ditentukan oleh kadar glukosa darah

yang akurat sangat penting.

4. Pendidikan Kesehatan

Diabetes mellitus merupakan sakit kronis yang memerlukan perilaku

penanganan mandiri yang khusus seumur hidup. Pasien bukan hanya

34
belajar keterampilan untuk merawat diri sendiri guna menghindari

penurunan atau kenaikan kadar glukosa darah yang mendadak, tetapi

juga harus memiliki perilaku preventif dalam gaya hidup untuk

menghindari komplikasi jangka panjang yang dapat ditimbulkan dari

penyakit diabetes mellitus.

s. Masalah keperawatan dan data pendukung

Konsep Asuhan Keperawatan Diabetes Melitus

1. Pengkajian Menurut (Santosa, Budi. 2008)

a) Identitas klien, meliputi: Nama pasien, tanggal lahir, umur, agama, jenis

kelamin, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, No rekam medis.

b) Keluhan utama Kondisi hiperglikemi:

- Penglihatan kabur, lemas, rasa haus dan banyak kencing, dehidrasi,

suhu tubuh meningkat, sakit kepala.

- Kondisi hipoglikemi Tremor, perspirasi, takikardi, palpitasi, gelisah,

rasa lapar, sakit kepala, susah konsentrasi, vertigo, konfusi, penurunan

daya ingat, patirasa di daerah bibir, pelo, perubahan emosional,

penurunan kesadaran.

c) Riwayat kesehatan sekarang Biasanya klien masuk ke RS dengan

keluhan utama gatal-gatal pada kulit yang disertai bisul/lalu tidak

sembuh-sembuh, kesemutan/rasa berat, mata kabur, kelemahan tubuh.

Disamping itu klien juga mengeluh poliurea, polidipsi, anorexia, mual

dan muntah, BB menurun, diare kadang-kadang disertai nyeri perut,

35
kram otot, gangguan tidur/istirahat, haus, pusing/sakit kepala, kesulitan

orgasme pada wanita dan masalah impoten pada pria.

d) Riwayat kesehatan dahulu DM dapat terjadi saat kehamilan, penyakit

pankreas, gangguan penerimaan insulin, gangguan hormonal, konsumsi

obat-obatan seperti glukokortikoid, furosemid, thiazid, beta bloker,

kontrasepsi yang mengandung estrogen.

e) Riwayat kesehatan keluarga Adanya riwayat anggota keluarga yang

menderita DM

f) Pemeriksaan Fisik

- Aktivitas dan Istirahat Gejala: lemah, letih, sulit bergerak atau

berjalan, kram otot, tonus otot menurun, gangguan istirahat dan

tidur. Tanda: takikardia dan takipnea pada keadaan istirahat atau

dengan aktivitas, letargi, disorientasi, koma

- Sirkulasi Gejala: adanya riwayat penyakit hipertensi, infark miokard

akut, klaudikasi, kebas, kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada

kaki, penyembuhan yang lama. Tanda: takikardia, perubahan TD

postural, nadi menurun, disritmia, krekels, kulit panas, kering dan

kemerahan, bola mata cekung.

- Integritas ego Gejala: stress, tergantung pada orang lain, masalah

finansial yang berhubungan dengan kondisi. Tanda: ansietas, peka

rangsang.

- Eliminasi Gejala: perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia, rasa

nyeri terbakar, kesulitan berkemih, ISK, nyeri tekan abdomen, diare.

36
Tanda: urine encer, pucat, kuning, poliuri, bising usus lemah,

hiperaktif pada diare.

- Makanan dan cairan Gejala: hilang nafsu makan, mual muntah,

tidak mengikuti diet, peningkatan masukan glukosa atau karbohidrat,

penurunan berat badan, haus, penggunaan diuretik. Tanda: kulit

kering bersisik, turgor jelek, kekakuan, distensi abdomen, muntah,

pembesaran tiroid, napas bau aseton

- Neurosensori Gejala: pusing, kesemutan, kebas, kelemahan pada

otot, parastesia, gangguan penglihatan. Tanda: disorientasi,

mengantuk, letargi, stupor/koma, gangguan memori, refleks tendon

menurun, kejang.

- Kardiovaskuler Takikardia / nadi menurun atau tidak ada,

perubahan TD postural, hipertensi dysritmia, krekel, DVJ (GJK)

- Pernapasan Gejala: merasa kekurangan oksigen, batuk dengan atau

tanpa sputum. Tanda: pernapsan cepat dan dalam, frekuensi

meningkat.

- Seksualitas Gejala: rabas vagina, impoten pada pria, kesulitan

orgasme pada wanita

- Gastro intestinal Muntah, penurunan BB, kekakuan/distensi

abdomen, anseitas, wajah meringis pada palpitasi, bising usus

lemah/menurun.

- Muskulo skeletal Tonus otot menurun, penurunan kekuatan otot,

ulkus pada kaki, reflek tendon menurun kesemuatan/rasa berat pada

tungkai. l. Integumen Kulit panas, kering dan kemerahan, bola mata

37
cekung, turgor jelek, pembesaran tiroid, demam, diaforesis (keringat

banyak), kulit rusak, lesi/ulserasi/ulkus

2. Diagnosa Keperawatan Yang Muncul

a) Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologis

b) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d.

ketidakmampuan menggunakan glukose (tipe 1)

c) Defisit Volume Cairan berhubungan dengan Kehilangan volume cairan

secara aktif, Kegagalan mekanisme pengaturan

d) Perfusi jaringan tidak efektif b.d hipoksemia jaringan.

38
t. Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul

No Masalah Penyebab Gejala dan Tanda Contoh Diagnosa


keperawatan menurut SDKI
1 Nyeri akut - agen pencedera Subyektif Nyeri Akut
fisiologis (mis. berdasarkan
Inflamasi, iskemia, - mengeluh nyeri dengan agen
neoplasma) pencedera
- agen pencedera Objektif fisologis
kimiawi (mis. dibuktikan
Terbakar, bahan - tampak meringis dengan mengeluh
kimia iritan) - bersikap protektif nyeri
- agen pencedera - gelisah
fisik (mis. Abses, - frekuensi nadi menigkat
amputasi, terbakar, - sulit tidur
terpotong)

2 Defisit nutrisi - ketidakmampuan Subyektif Defisit Nutrisi


menelan berdasarkan
makanan - nafsu makan menurun
dengan
- ketidakmampuan - cepat kenyang setelah
ketidakmampuan
mencerna makan
- kram/nyeri abdomen mengabsorsi
makanan nutrient
- ketidakmampuan dibuktikan
mengabsorsi Objektif dengan BB
nutrient menurun
- peningkatan - BB menurun minimal
10% dibawah rentang minimal 10%
kebutuhan
ideal dibawah rentang
metabolisme
- Otot pengunyah lemah ideal
- faktor ekonomi
(mis. Finansial - Otot menelan lemah
tidak
mencukupi)
- faktor psikologis
(mis. Stress,
keengganan
untuk makan)

3 Hipovolemia - Kehilangan Obyektif Hipovolemia


cairan aktif berdasarkan
- Kegagalan - frekuensi nadi
dengan
mekanisme meningkat
Kegagalan
regulasi - nadi teraba lemah
- Peningkatan - tekanan darah menurun mekanisme
permeabilitas - tekanan nadi menyempit regulasi
- turgor kulit menurun dibuktikan
kapiler

39
- Kekurangan - membrane mukosa dengan tekanan
intake cairan kering darah menurun
- evaporasi - volume urin menurun
- hematokrit meningkat
4 Perfusi - hiperglikemia Subyektif Perfusi perifer
perifer tidak - penurunan tidak efektif
konsentrasi - parastesia
efektif berdasarkan
haemoglobin - nyeri ekstremitas
dengan kurang
- peningkatan terpapar informasi
tekanan darah Obyektif tentang faktor
- kekurangan pemberat dan
volume cairan - pengisian kapiler >3
proses penyakit
- penurunan aliran detik
dibuktikan dengan
arteri dana tau - nadi perifer menurun nyeri ekstremitas
vena atau tidak teraba
- kurang terpapar - warna kulit pucat
informasi tentang - turgor kulit menurun
faktor pemberat - edema
dan proses - penyembuhan luka
penyakit lambat
- kurang aktifitas
fisik

u. Intervensi Keperawatan dan Luaran yang mungkin muncul


No. SIKI SLKI
Diagnosa
1 Manajeman Nyeri Setelah dilakukan tindakan
keperawatan 3x24 jam
Observasi:
diharapkan tingkat nyeri
- Identifikasi lokasi, karakteristik, menurun, frekuensi nadi
durasi, frekuensi, kualitas, intensitas membaik, pola nafas membaik,
nyeri keluhan nyeri menurun
- Identifikasi skala nyeri
- Identifikasi respons nyeri non verbal
- Identifikasi faktor yang memperberat
dan meperingan nyeri
- Identifikasi pengetahuan dan
keyakinan terhadap nyeri
- Identeifikasi pengaruh nyeri pada
kualitas hidup
- Monitor efek samping
penggunaan analgetik
Terapeutik

40
- Berikan teknik nonfarmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri
- Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
- Fasilitas istirahat dan tidur
- Pertimbangan jenis dan sumber nyeri
dalam pemilihan strategi meredakan
nyeri Edukasi
- Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Ajarkan teknik nonfarkalogis
untuk mengurangi nyeri
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgetik

2 Manajeman Nutrisi Setelah dilakukan tindakan


keperawatan 3x24 jam status
Observasi:
nutrisi terpenuhi dengan kriteria
- Identifikasi status nutrisi porsi makanan yang dihabiskan
- Identifikasi alergi dan intoleransi makanan meningkat, BB meningkat,
- Identifikasi perlunya penggunaan Frekuensi makan meningkat,
selang NG nafsu makan meningkat,
- Monitor asupan makanan perasaan cepat kenyang
- Monitor berat badan menurun
Terapeutik
- Lakukan oral hygiene sebelum makan,
jika perlu
- Sajikan makanan yang menarik dan
suhu yang sesuai
- Hentikan pemberian makanan melalui
selang NG jika asupan oral dapat
ditoleransi Edukasi
- Anjurkan posisi duduk, jika mampu
- Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrient yang dibutuhkan
Promosi Berat Badan
Observasi
- Identifikasi kemungkinan penyebab BB
kurang
- Monitor adanya mual dan muntah
Terapeutik

41
- Sediakan makanan yang tepat
sesuai kondisi pasien
- Berikan

3 Manajemen Hipovolemia Setelah dilakukan tindakan


keperawatan 3x24 jam
Observasi
diharapkan status cairan
- periksa tanda dan gejala hypovolemia
membaik, kekuatan nadi
(mis. Frekuansi nadi, nadi teraba lemah,
meningkat, turgor kulit
tekanan darah menurun, tekanan nadi
meningkat, output urin
menyempit, turgor kulit menurun,
membrane mukosa kering, volume urin meningkat, edema perifer
menurun, hematokrit meningkat, haus, membaik.
leamh)
- monitor intake dan output cairan
Terapeutik
- hitung kebutuhan cairan
- berikan posisi modified Trendelenburg
- berikan asupan cairan oral
Edukasi
- anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
- anjurkan menghindari perubahan posisi
mendadak
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian vcairan IV isotonis
, hipotonis, koloid, pemberian produk darah
4 Perawatan sirkulasi Setelah dilakukan tindakan
keperawatan 3x24 jam
Observasi
diharapkan perfusi perifer
- periksa sirkulasi perifer
meningkat, edema perifer
- identifikasi faktor resiko gangguan sirkulasi
meurun, Kelemahan ototo
- monitor panas, kemerahan, nyeri,
menurun, pengisian kapiler
atau bengkak pada ekstremitas
Terapeutik membaik

- hindari pemasangan infus atau pengambilan


darah di area keterbatasan perfusi
- hindari pengukuran tekakan darah pada
ekstremitas dengan keterbatasan perfusi
- hindari penekanan dan pemasangan
tourniquet pada area cedera
- lakukan pencegahan infeksi
- lakukan hidrasi
Edukasi
- anjurkan berhenti merokok
- anjurka olahraga rutin

42
v. Daftar Pustaka

Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC

Mansjoer, A dkk. 2008. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta:

Media Aesculapius

Maria, Insana. 2021. Asuhan Keperawatan Diabetes Melitus dan Asuhan

Keperawatan Stroke. Yogyakarta: Deepublish

Nurarif & Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan

Diagnosa Medis & Nanda Nic-Noc Panduan penyusunan Asuhan

Keperawatan Profesional. Yogyakarta : Mediaction Jogja.

PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI):

Definisi dan Indikator Diagnostik ((cetakan III) 1 ed.). Jakarta: DPP

PPNI.

PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI):

Definisi dan Tindakan Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta:

DPP PPNI.

PPNI, T. P. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI):

Definisi dan Kreteria Hasil Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.).

Jakarta: DPP PPNI.

Price & Wilson (2008). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses

Penyakit.

Wahyuni, Khurin In. 2019. DIABETES MELLITUS. Surabaya: CV. Jakad

Media Publishing

43
Laporan Pendahuluan Dengeu Hemoragic Faver (DHF)

1. Pengertian

Demam dengue atau DF dan demam berdarah dengue atau DBD (dengue

hemorrhagic fever disingkat DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh

virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi

yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan ditesis

hemoragik. Pada DHF terjadi perembesan plasma yang ditandai dengan

hemokosentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan dirongga

tubuh. Sindrom renjatan dengue yang ditandai oleh renjatan atau syok (Nurarif &

Kusuma 2015).

Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit yang menyerang anak

dan orang dewasa yang disebabkan oleh virus dengan manifestasi berupa demam

akut, perdarahan, nyeri otot dan sendi. Dengue adalah suatu infeksi Arbovirus

(Artropod Born Virus) yang akut ditularkanoleh nyamuk Aedes Aegypti atau oleh

Aedes Aebopictus (Wijayaningsih 2017).

Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) menular melalui gigitan nyamuk

Aedes aegypti. DHF merupakan penyakit berbasis vektor yang menjadi penyebab

kematian utama di banyak negara tropis. Penyakit DHF.

bersifat endemis, sering menyerang masyarakat dalam bentuk wabah dan disertai

dengan angka kematian yang cukup tinggi, khususnya pada mereka yang berusia

dibawah 15 tahun (Harmawan 2018).

2. Etiologi

Virus dengue, termasuk genus Flavivirus, keluarga flaviridae. Terdapat 4

serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Keempatnya

44
ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 serotipe terbanyak. Infeksi salah satu

serotipe akan menimbulkan antibody terhadap serotipe yang bersangkutan,

sedangkan antibody yang terbentuk terhadap serotype lain sangat kurang,

sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap

serotipe lain tersebut. Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat

terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama hidupnya. Keempat serotipe virus

dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia (Nurarif & Kusuma

2015).

3. Anatomi Fisiologi

Gambar 2.1 Anatomi Sistem Hematologi


Sumber gambar : (Tedi Mulyadi 2015

Darah adalah cairan di dalam pembuluh darah yang mempunyai fungsi

Transportasi oksigen, karbohidrat dan metabolit, mengaturkeseimbangan asam

dan basa, mengatur suhu tubuh dengan cara konduksi atau hantaran, membawa

panas tubuh dari pusat produksi panas (hepar danotot) untuk didistribusikan ke

seluruh tubuh, pengaturan hormon denganmembawa dan menghantarkan dari

kelenjar ke sasaran (Syaifuddin, 2016).

Darah adalah cairan di dalam pembuluh darah yang warnanya merah.

Warna merah ini keadaannya tidak tetap, bergantung pada banyaknya

oksigen dan
45
karbon dioksida di dalamnya. Darah berada dalam tubuh karena adanya kerja

pompa jantung. Selama darah berada dalam pembuluh, darah akan tetap encer.

Tetapi bila berada di luar pembuluh darah akan membeku. Fungsi darah

(Syaifuddin, 2016) :

a. Sebagai sistem transpor dari tubuh, yaitu menghantarkan bahan kimia,

oksigen, dan nutrien ke seluruh tubuh.

b. Mengangkut sisa metabolit ke organ pembuangan.

c. Menghantarkan hormon-hormon ke organ sasaran.

d. Mengangkut enzim, zat bufer, elektrolit ke seluruh tubuh.

e. Mengatur keseimbangan suhu.

Pada orang dewasa dan anak-anak sel darah merah, sel darah putih,dan

sel pembeku darah dibentuk dalam sumsum tulang. Sumsum seluler yang aktif

dinamakan sumsum merah dan sumsum yang tidak aktif dinamakan sumsum

kuning. Sumsum tulang merupakan salah satu organ yang terbesar dalam

tubuh, ukuran dan beratnya hampir sama dengan hati.

Darah terdiri dari dua komponen yaitu komponen padat yang terdiri darisel

darah (sel darah merah atau eritrosit, sel darah putih atau leukosit, dan sel

pembeku darah atau trombosit) dan komponen cair yaitu plasma darah, Sel-sel

darah ada 3 macam yaitu:

a. Eritrosit (sel darah merah)

Eritrosit merupakan sel darah yang telah berdeferensi jauh dan mempunyai

fungsi khusus untuk transport oksigen. Oleh karena di dalamnya mengandung

hemoglobin yang berfungsi mengikat oksigen, eritrosit membawa oksigen dari

paru ke jaringan dan karbon dioksida dibawa dari jaringan ke paru untuk

46
dikeluarkan melalui jalanpernapasan. Sel darah merah : Kekurangan eritrosit,

Hb, dan Fe akan mengakibatkan anemia.

b. Leukosit (sel darah putih)

Sel darah putih : Berfungsi mempertahankan tubuh dari serangan penyakit

dengan cara memakan atau fagositosis penyakit tersebut. Itulah sebabnya

leukosit disebut juga fagosit. Sel darah putih yang mengandung inti,

banyaknya antara 6.000-9.000/mm³.

c. Trombosit (sel pembeku darah)

Keping darah berwujud cakram protoplasmanya kecil yang dalam peredaran

darah tidak berwarna, jumlahnya dapat bevariasi antara 200.000-300.000

keping/mm³. Trombosit dibuat di sumsum tulang, paru, dan limpa dengan

ukuran kira-kira 2-4 mikron. Fungsinya memegang peranan penting dalam

proses pembekuan darah dan hemostasis atau menghentikan aliran darah. Bila

terjadi kerusakan dinding pembuluh darah, trombosit akan berkumpul di situ

dan menutup lubang bocoran dengan cara saling melekat, berkelompok, dan

menggumpal atau hemostasis. Selanjutnya terjadi proses bekuan darah.

Struktur sel dalam darah adalah :

a. Membran sel (selaput sel)

Membran struktur elastik yang sangat tipis, tebalnya hanya 7,5- 10nm. Hampir

seluruhnya terdiri dari keping-keping halus gabungan protein lemak yang

merupakan lewatnya berbagai zat yang keluar masuk sel. Membran ini

bertugas untuk mengatur hidup sel danmenerima segala untuk rangsangan

yang datang.

b. Plasma

Terdiri dari beberapa komponen yaitu :

47
1) Air membentuk 90 % volume plasma

2) Protein plasma, berfungsi untuk menjaga volume dan tekanan darah serta

melawan bibit penyakit (immunoglobulin).

3) Garam dan mineral plasma dan gas terdiri atas O2 dan CO2 berfungsi untuk

menjaga tekanan osmotik dan pH darah sehinggafungsi normal jaringan tubuh.

4) Zat-zat makanan sebagai makanan sel.

5) Zat-zat lain seperti hormon, vitamin, dan enzim yang berfungsi untuk membantu

metabolisme.

6) Antibodi dan antitoksin melindungi badan dari infeksi bakteri

4. Klasifikasi

Menurut WHO DHF dibagi dalam 4 derajat yaitu (Nurarif & Kusuma 2015) :

a. Derajat I yaitu demam disertai gejala klinik khas dan satu-satunya manifestasi

perdarahan dalam uji tourniquet positif, trombositopenia, himokonsentrasi.

b. Derajat II yaitu seperti derajat I, disertai dengan perdarahan spontan pada kulit

atau perdarahan di tempat lain.

c. Derajat III yaitu ditemukannya kegagalan sirkulasi, ditandai oleh nadi cepat dan

lemah, tekanan darah menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi disertai

dengan sianosis disekitar mulut, kulit dingin dan lembab dan anak tampak

gelisah.

d. Derajat IV yaitu syok berat, nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak teratur.

5. Patofisiologi

Virus dengue yang telah masuk ketubuh penderita akan menimbulkan viremia.

Hal tersebut akan menimbulkan reaksi oleh pusat pengatur suhu di hipotalamus

sehingga menyebabkan (pelepasan zat bradikinin, serotinin, trombin, histamin)

terjadinya: peningkatan suhu. Selain itu viremia menyebabkan pelebaran pada

48
dinding pembuluh darah yang menyebabkan perpindahan cairan dan plasma dari

intravascular ke intersisiel yang menyebabkan hipovolemia. Trombositopenia

dapat terjadiakibat dari penurunan produksi trombosit sebagai reaksi dari antibodi

melawan virus (Murwani 2018).

Pada pasien dengan trombositopenia terdapat adanya perdarahan baik

kulit seperti petekia atau perdarahan mukosa di mulut. Hal ini mengakibatkan

adanya kehilangan kemampuan tubuh untuk melakukan mekanisme hemostatis

secara normal. Hal tersebut dapat menimbulkan perdarahan dan jika tidak

tertangani maka akan menimbulkan syok. Masa virus dengue inkubasi 3-15 hari,

rata-rata 5-8 hari. Virus akan masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk

Aedes aegypti. Pertama tama yang terjadi adalah viremia yang mengakibatkan

penderita mengalami demam, sakit kepala, mual, nyeri otot pegal pegal di seluruh

tubuh, ruam atau bintik bintik merah pada kulit, hiperemia tenggorokan dan hal

lain yang mungkin terjadi pembesaran kelenjar getah bening, pembesaran hati

atau hepatomegali (Murwani 2018).

Kemudian virus bereaksi dengan antibodi dan terbentuklah kompleks

virus antibodi. Dalam sirkulasi dan akan mengativasi sistem komplemen. Akibat

aktivasi C3 dan C5 akan di lepas C3a dan C5a dua peptida yang berdaya untuk

melepaskan histamin dan merupakan mediatorkuat sebagai faktor meningkatnya

permeabilitas dinding kapiler pembuluh darah yang mengakibatkan terjadinya

pembesaran plasma ke ruang ekstraseluler. Pembesaran plasma ke ruang eksta

seluler mengakibatkan kekurangan volume plasma, terjadi hipotensi,

hemokonsentrasi dan hipoproteinemia serta efusi dan renjatan atau syok.

Hemokonsentrasi atau peningkatan hematokrit >20% menunjukan atau

menggambarkan adanya

49
kebocoran atau perembesan sehingga nilai hematokrit menjadi penting untuk

patokan pemberian cairan intravena (Murwani 2018).

Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler di buktikan dengan

ditemukan cairan yang tertimbun dalam rongga serosa yaitu rongga peritonium,

pleura, dan perikardium yang pada otopsi ternyata melebihi cairan yang diberikan

melalui infus. Setelah pemberian cairan intravena, peningkatan jumlah trombosit

menunjukan kebocoran plasma telah teratasi, sehingga pemberian cairan

intravena harus di kurangi kecepatan dan jumlahnya untuk mencegah terjadi

edema paru dan gagal jantung, sebaliknya jika tidak mendapat cairan yang cukup,

penderita akan mengalami kekurangan cairan yang akan mengakibatkan kondisi

yang buruk bahkan bisa mengalami renjatan. Jika renjatan atau hipovolemik

berlangsung lama akan timbul anoksia jaringan, metabolik asidosis dan kematian

apabila tidak segera diatasi dengan baik (Murwani 2018).

6. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis pada penderita DHF antara lain adalah (Nurarif &

Kusuma 2015) :

a. Demam dengue

Merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan duaatau lebih

manifestasi klinis sebagai berikut:

1) Nyeri kepala

2) Nyeri retro-orbital

3) Myalgia atau arthralgia

4) Ruam kulit

5) Manifestasi perdarahan seperti petekie atau uji bending positif

50
6) Leukopenia

7) Pemeriksaan serologi dengue positif atau ditemukan DD/DBDyang sudah di

konfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama

b. Demam berdarah dengue

Berdasarkan kriteria WHO 2016 diagnosis DHF ditegakkan bila semuahal

dibawah ini dipenuhi :

1) Demam atau riwayat demam akut antara 2-7 hari, biasanya bersifatbifastik

2) Manifestasi perdarahan yang berupa :

a) Uji tourniquet positif

b) Petekie, ekimosis, atau purpura

c) Perdarahan mukosa (epistaksis, perdarahan gusi), salurancerna, tempat bekas

suntikan

d) Hematemesis atau melena

3) Trombositopenia <100.00/ul

4) Kebocoran plasma yang ditandai dengan

a) Peningkatan nilai hematokrit > 20% dari nilai baku sesuai umurdan jenis kelamin

b) Penurunan nilai hematokrit > 20% setelah pemberian cairanyang adekuat

5) Tanda kebocoran plasma seperti : hipoproteinemi, asites, efusi pleura

c. Sindrom syok dengue

Seluruh kriteria DHF diatas disertai dengan tanda kegagalan sirkulasiyaitu:

1) Penurunan kesadaran, gelisah

2) Nadi cepat, lemah

3) Hipotensi

4) Tekanan darah turun < 20 mmHg

51
5) Perfusi perifer menurun

6) Kulit dingin lembab

7. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang mungkin dilakukan pada penderitaDHF

antara lain adalah (Wijayaningsih 2017) :

a. Pemeriksaan darah lengkap

Pemeriksaan darah rutin dilakukan untuk memeriksa kadar hemoglobin,

hematokrit, jumlah trombosit. Peningkatan nilai hematokrit yang selalu dijumpai

pada DHF merupakan indikator terjadinya perembesan plasma.

1) Pada demam dengue terdapat Leukopenia pada hari kedua atau hariketiga.

2) Pada demam berdarah terdapat trombositopenia danhemokonsentrasi.

3) Pada pemeriksaan kimia darah: Hipoproteinemia, hipokloremia, SGPT, SGOT,

ureum dan Ph darah mungkin meningkat.

b. Uji Serologi = Uji HI (Hemaglutination Inhibition Test) Uji serologi didasarkan

atas timbulnya antibody pada penderita yang terjadi setelah infeksi. Untuk

menentukan kadar antibody atau antigen didasarkan pada manifestasi reaksi

antigen-antibody. Ada tiga kategori, yaitu primer, sekunder, dan tersier. Reaksi

primer merupakan reaksi tahap awal yang dapat berlanjut menjadi reaksi

sekunder atau tersier. Yang mana tidak dapat dilihat dan berlangsung sangat

cepat, visualisasi biasanya dilakukan dengan memberi label antibody atau antigen

dengan flouresens, radioaktif, atau enzimatik. Reaksi sekunder merupakan

lanjutan dari reaksi primer dengan manifestasi yang dapat dilihat secara in vitro

seperti prestipitasi, flokulasi, dan aglutinasi. Reaksi tersier merupakan lanjutan

reaksi sekunder dengan bentuk lain yang bermanifestasi dengan gejala klinik.

52
c. Uji hambatan hemaglutinasi

Prinsip metode ini adalah mengukur campuran titer IgM dan IgG berdasarkan

pada kemampuan antibody-dengue yang dapat menghambat reaksi hemaglutinasi

darah angsa oleh virus dengue yang disebut reaksi hemaglutinasi inhibitor (HI).

d. Uji netralisasi (Neutralisasi Test = NT test)

Merupakan uji serologi yang paling spesifik dan sensitif untuk virus

dengue. Menggunakan metode plague reduction neutralization test

(PRNT). Plaque adalah daerah tempat virus menginfeksi sel dan batas yang jelas

akan dilihat terhadap sel di sekitar yang tidak terkena infeksi.

e. Uji ELISA anti dengue

Uji ini mempunyai sensitivitas sama dengan uji Hemaglutination Inhibition (HI).

Dan bahkan lebih sensitive dari pada uji HI. Prinsip dari metode ini adalah

mendeteksi adanya antibody IgM dan IgG di dalam serum penderita.

f. Rontgen Thorax : pada foto thorax (pada DHF grade III/ IV dan sebagian besar

grade II) di dapatkan efusi pleura.

8. Penatalaksanaan

Dasar pelaksanaan penderita DHF adalah pengganti cairan yang hilang

sebagai akibat dari kerusakan dinding kapiler yang menimbulkan peninggian

permeabilitas sehingga mengakibatkan kebocoran plasma. Selain itu, perlu juga

diberikan obat penurun panas (Rampengan 2017). Penatalaksanaan DHF yaitu :

a. Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue Tanpa Syok Penatalaksanaan

disesuaikan dengan gambaran klinis maupun fase,dan untuk diagnosis DHF pada

derajat I dan II menunjukkan bahwaanak mengalami DHF tanpa syok sedangkan

pada derajat III dan derajat IV maka anak mengalami DHF disertai dengan syok.

53
Tatalaksana untuk anak yang dirawat di rumah sakit meliputi:

1) Berikan anak banyak minum larutan oralit atau jus buah, air sirup, susu untuk

mengganti cairan yang hilang akibat kebocoran plasma,demam, muntah, dan

diare.

2) Berikan parasetamol bila demam, jangan berikan asetosal atau ibuprofen karena

dapat merangsang terjadinya perdarahan.

3) Berikan infus sesuai dengan dehidrasi sedang:

a) Berikan hanya larutan isotonik seperti ringer laktat atau asetat.

b) Pantau tanda vital dan diuresis setiap jam, serta periksa laboratorium (hematokrit,

trombosit, leukosit dan hemoglobin) tiap 6 jam.

c) Apabila terjadi penurunan hematokrit dan klinis membaik, turunkan jumlah

cairan secara bertahap sampai keadaan stabil. Cairan intravena biasanya hanya

memerlukan waktu 24-48 jam sejak kebocoran pembuluh kapiler spontan setelah

pemberian cairan.

4) Apabila terjadi perburukan klinis maka berikan tatalaksana sesuai dengan

tatalaksana syok terkompensasi.

b. Penatalaksanaan Dengue Hemorrhagic Fever Dengan SyokPenatalaksanaan DHF

menurut WHO (2016), meliputi:

1) Perlakukan sebagai gawat darurat. Berikan oksigen 2-4 L/menit secara nasal.

2) Berikan 20 ml/kg larutan kristaloid seperti ringer laktat/asetan secepatnya.

3) Jika tidak menunjukkan perbaikan klinis, ulangi pemberian kristaloid 20 ml/kgBB

secepatnya (maksimal 30 menit) atau pertimbangkan pemberian koloid 10-20

ml/kg BB/jam maksimal30 ml/kgBB/24 jam.

4) Jika tidak ada perbaikan klinis tetapi hematokrit dan hemoglobin menurun

pertimbangkan terjadinya perdarahan tersembunyi: berikan transfusi darah atau

54
komponen.

5) Jika terdapat perbaikan klinis (pengisian kapiler dan perfusi perifer mulai

membaik, tekanan nadi melebar), jumlah cairan dikurangi hingga 10 ml/kgBB

dalam 2-4 jam dan secara bertahap diturunkan tiap 4-6 jam sesuai kondisi klinis

laboratorium.

6) Dalam banyak kasus, cairan intravena dapat dihentikan setelah 36- 48 jam. Perlu

diingat banyak kematian terjadi karena pemberian cairan yang terlalu banyak dari

pada pemberian yang terlalu sedikit.

9. Komplikasi

Komplikasi yang terjadi pada anak yang mengalami demam berdarah

dengue yaitu perdarahan massif dan dengue shock syndrome(DSS) atau sindrom

syok dengue (SSD). Syok sering terjadi pada anak berusia kurang dari 10 tahun.

Syok ditandai dengan nadi yang lemah dan cepat sampai tidak teraba, tekanan

nadi menurun menjadi 20 mmHg atau sampai nol, tekanan darah menurun

dibawah 80 mmHg atau sampai nol, terjadi penurunan kesadaran, sianosis di

sekitar mulut dan kulit ujung jari,

hidung, telinga, dan kaki teraba dingin dan lembab, pucat dan oliguria atauanuria

(Pangaribuan 2017).

55
10. Pathway DHF

Bagan 2.1 Pathway DHF


Sumber: (Erdin 2018) (SDKI DPP PPNI 2017)

56
B. Konsep Asuhan Keperawatan Anak dengan DHF

1. Pengkajian

Dalam melakukan asuhan keperawatan, pengkajian merupakan dasar

utama dan hal yang penting di lakukan baik saat pasien pertama kali masuk

rumah sakit maupun selama pasien dirawat di rumah sakit (Widyorini et al.

2017).

a. Identitas pasien

Nama, umur (pada DHF paling sering menyerang anak-anak dengan usia kurang

dari 15 tahun), jenis kelamin, alamat, pendidikan, nama orang tua, pendidikan

orang tua, dan pekerjaan orang tua.

b. Keluhan utama

Alasan atau keluhan yang menonjol pada pasien DHF untuk datang kerumah sakit

adalah panas tinggi dan anak lemah

c. Riwayat penyakit sekarang

Didapatkan adanya keluhan panas mendadak yang disertai menggigil dan saat

demam kesadaran composmetis. Turunnya panas terjadi antara hari ke-3 dan ke-7

dan anak semakin lemah. Kadang-kadang disertai keluhan batuk pilek, nyeri

telan, mual, muntah, anoreksia, diare atau konstipasi, sakit kepala, nyeri otot, dan

persendian, nyeri uluhati, dan pergerakan bola mata terasa pegal, serta adanya

manifestasi perdarahan pada kulit, gusi (grade III. IV), melena atau hematemesis.

d. Riwayat penyakit yang pernah diderita

Penyakit apa saja yang pernah diderita. Pada DHF anak biasanya mengalami

serangan ulangan DHF dengan tipe virus lain.

e. Riwayat Imunisasi

Apabila anak mempunyai kekebalan yang baik, maka kemungkinan akan

57
timbulnya koplikasi dapat dihindarkan.

f. Riwayat Gizi

Status gizi anak DHF dapat bervariasi. Semua anak dengan status gizi baik

maupun buruk dapat beresiko, apabila terdapat factor predisposisinya. Anak yang

menderita DHF sering mengalami keluhan mual, muntah dan tidak nafsu makan.

Apabila kondisi berlanjut dan tidak disertai dengan pemenuhan nutrisi yang

mencukupi, maka anak dapat mengalami penurunan berat badan sehingga status

gizinya berkurang.

g. Kondisi Lingkungan

Sering terjadi di daerah yang padat penduduknya dan lingkungan yang kurang

bersih (seperti air yang menggenang atau gantungan baju dikamar)

h. Pola Kebiasaan

1) Nutrisi dan metabolisme: frekuensi, jenis, nafsu makan berkurang dan menurun.

2) Eliminasi (buang air besar): kadang-kadang anak yang mengalami diare atau

konstipasi. Sementara DHF pada grade IV sering terjadihematuria.

3) Tidur dan istirahat: anak sering mengalami kurang tidur karena mengalami sakit

atau nyeri otot dan persendian sehingga kuantitas dan kualitas tidur maupun

istirahatnya berkurang.

4) Kebersihan: upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan

cenderung kurang terutama untuk membersihkan tempat sarang nyamuk Aedes

aegypty.

5) Perilaku dan tanggapan bila ada keluarga yang sakit serta upaya untuk menjaga

kesehatan.

i. Pemeriksaan fisik, meliputi inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi dari ujung

58
rambut sampai ujung kaki. Berdasarkan tingkatan DHF, keadaan anak adalah

sebagai berikut :

1) Grade I yaitu kesadaran composmentis, keadaan umum lemah,tanda-tanda vital

dan nadi lemah.

2) Grade II yaitu kesadaran composmetis, keadaan umum lemah, ada perdarahan

spontan petechie, perdarahan gusi dan telinga, serta nadi lemah, kecil, dan tidak

teratur.

3) Grade III yaitu kesadaran apatis, somnolen, keadaan umum lemah, nadi lemah,

kecil dan tidak teratur, serta takanan darah menurun.

4) Grade IV yaitu kesadaran coma, tanda-tanda vital : nadi tidak teraba, tekanan

darah tidak teratur, pernafasan tidak teratur, ekstremitas dingin, berkeringat, dan

kulit tampak biru.

j. Sistem Integumen

1) Adanya ptechiae pada kulit, turgor kulit menurun, dan muncul keringat dingin,

dan lembab

2) Kuku sianosis atau tidak

3) Kepala dan leher : kepala terasa nyeri, muka tampak kemerahan karena demam,

mata anemis, hidung kadang mengalami perdarahan atau epitaksis pada grade

II,III,IV. Pada mulut didapatkan bahwa mukosa mulut kering , terjadi perdarahan

gusi,dan nyeri telan. Sementara tenggorokan mengalami hyperemia pharing dan

terjadi perdarahan ditelinga (pada grade II,III,IV).

4) Dada : bentuk simetris dan kadang-kadang terasa sesak. Pada poto thorak terdapat

cairan yang tertimbun pada paru sebelah kanan (efusi pleura), rales +, ronchi +,

yang biasanya terdapat pada grade III dan IV.

59
5) Abdomen mengalami nyeri tekan, pembesaran hati atau

hepatomegaly dan asites

6) Ekstremitas : dingin serta terjadi nyeri otot sendi dan tulang.

k. Pemeriksaan laboratorium

Pada pemeriksaan darah pasien DHF akan dijumpai :

1) HB dan PVC meningkat (≥20%)

2) Trombositopenia (≤ 100.000/ ml)

3) Leukopenia ( mungkin normal atau lekositosis)

4) Ig. D dengue positif

5) Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan hipoproteinemia,hipokloremia, dan

hiponatremia

6) Ureum dan pH darah mungkin meningkat

7) Asidosis metabolic : pCO2 <35-40 mmHg dan HCO3 rendah

8) SGOT /SGPT mungkin meningkat.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai

respons klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yangdialaminya

baik berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosa keperawatan bertujuan

untuk mengidentifikasi respons klien individu, keluarga dan komunitas terhadap

situasi yang berkaitan dengan kesehatan. Diagnosa keperawatan yang sering

muncul pada kasus DHF yaitu (Erdin 2018) (SDKI DPP PPNI 2017) :

a. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas

b. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit ditandai dengansuhu tubuh

diatas nilai normal

60
c. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis ditandaidengan pasien

mengeluh nyeri

d. Defisit nutrisi berhubungan dengan faktor psikologis (keenggananuntuk makan)

e. Hipovolemia berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapilerditandai

dengan kebocoran plasma darah

f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan

g. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi

h. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional

i. Risiko perdarahan ditandai dengan koagulasi (trombositopenia)

j. Risiko syok ditandai dengan kekurangan volume cairan

Berikut adalah uraian dari diagnosa yang timbul bagi pasien dengue

hemorrhagic fever menurut (Erdin 2018). Dengan menggunakan Standar

Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI DPP PPNI 2017).

a. Pola napas tidak efektif (D.0005)

1) Pengertian

Inspirasi dan atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasiadekuat.

2) Penyebab

a) Penurunan energi

b) Sindrom hipoventilasi

c) Kecemasan

3) Kriteria Mayor dan MinorKriteria Mayor

a) Subjektif

(1) Dispnea

b) Objektif

61
(1) Penggunaan otot bantu pernapasan

(2) Fase ekspirasi memanjang

(3) Pola napas abnormal (mis. Takipnea, bradipnea,hiperventilasi, kussmaul,

cheyne stokes)

Kriteria Minor

a) Subjektif

(1) Ortopnea

b) Objektif

(1) Pernapasan pursed-lip

(2) Pernapasan cuping hidung

(3) Diameter thoraks anterior-posterior meningkat

(4) Ventilasi semenit menurun

(5) Kapasitas vital menurun

(6) Tekanan ekspirasi menurun

(7) Tekanan inspirasi menurun

(8) Ekskursi dada berubah

b. Hipertermia (D.0130)

1) Pengertian

Suhu tubuh meningkat di atas rentang normal tubuh.

2) Penyebab

a) Proses penyakit (mis. Infeksi, kanker)

3) Kriteria Mayor dan

Minor Kriteria Mayor

a) Subjektif : (tidak tersedia)

62
b) Objektif

(1) Suhu tubuh diatas nilai normal

Kriteria Minor

a) Subjektif : (tidak tersedia)

b) Objektif

(1) Kulit merah

(2) Kejang

(3) Takikardi

(4) Takipnea

(5) Kulit terasa hangat

c. Nyeri akut (D.0077)

1) Pengertian

Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan

aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas

ringan hingga berat yang berlangsungkurang dari 3 bulan.

2) Penyebab

a) Agen pencedera fisiologis (mis. Inflamasi)

3) Kriteria Mayor dan MinorKriteria Mayor

a) Subjektif

(1) Mengeluh nyeri

b) Objektif

(1) Tampak meringis

(2) Bersikap protektif (mis. Waspada, posisi menghindarinyeri)

(3) Gelisah

63
(4) Frekuensi nadi meningkat

(5) Sulit tidurKriteria Minor

a) Subjektif : (tidak tersedia)

b) Objektif

(1) Tekanan darah meningkat

(2) Pola napas berubah

(3) Nafsu makan berubah

(4) Proses berpikir terganggu

(5) Menarik diri

(6) Berfokus pada diri sendiri

(7) Diaforesis

d. Defisit nutrisi (D.0019)

1) Pengertian

Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme.

2) Penyebab

a) Kurangnya asupan makanan

b) Ketidakmampuan mengabsorpsi nutrient

c) Peningkatan kebutuhan metabolisme

d) Factor psikologis (mis. Stress, keengganan untuk makan)

3) Kriteria Mayor dan MinorKriteria Mayor

a) Subjektif : (tidak tersedia)

b) Objektif
(1) Berat badan menurun minimal 10% di bawah rentang idealKriteria Minor

a) Subjektif

(1) Cepat kenyang setelah makan

64
(2) Kram/nyeri abdomen

(3) Nafsu makan menurun

b) Objektif

(1) Bising usus hiperaktif

(2) Otot pengunyah lemah

(3) Otot menelan lemah

(4) Membrane mukosa pucat

(5) Sariawan

(6) Serum albumin turun

(7) Rambut rontok berlebihan

(8) Diare

e. Hipovolemia (D.0023)

1) Pengertian

Penurunan volume cairan intravaskuler, interstisiel, dan/atauintraseluler.

2) Penyebab

a) Kehilangan cairan aktif

b) Peningkatan permeabilitas kapiler

c) Kekurangan intake cairan

3) Kriteria Mayor dan MinorKriteria Mayor

a) Subjektif : (tidak tersedia)

b) Objektif

(1) Frekuensi nadi meningkat

(2) Nadi terasa lemah

(3) Tekanan darah menurun

65
(4) Tekanan nadi menyempit

(5) Turgor kulit menurun

(6) Membrane mukosa kering

(7) Volume urin menurun

(8) Hematokrit meningkat

Kriteria Minor

a) Subjektif

(1) Merasa lemah

(2) Mengeluh haus

b) Objektif

(1) Pengisian vena menurun

(2) Status mental berubah

(3) Suhu tubuh meningkat

(4) Konsentrasi urin meningkat

(5) Berat badan turun tiba-tiba

f. Intoleransi aktivitas (D.0056)

1) Pengertian

Ketidakcukupan energi untuk melakukan aktivitas sehari-hari.

2) Penyebab

a) Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen

b) Kelemahan

3) Kriteria Mayor dan

Minor Kriteria Mayor

a) Subjektif

66
(1) Mengeluh lelah

b) Objektif

(1) Frekuensi jantung meningkat >20% dari kondisi istirahat

Kriteria Minor

a) Subjektif

(1) Dispnea saat atau setelah aktivitas

(2) Merasa tidak nyaman setelah beraktivitas

(3) Merasa lemah

b) Objektif

(1) Tekanan darah berubah >20% dari kondisi istirahat

(2) Gambaran EKG menunjukkan aritmia saat/setelah aktivitas

(3) Gambaran EKG menunjukkan iskemia

(4) Sianosis

g. Defisit pengetahuan (D.0111)

1) Pengertian

Ketiadaan atau kurangnya informasi kognitif yang berkaitandengan topik tertentu.

2) Penyebab

a) Kurang terpapar informasi

b) Ketidaktahuan menemukan sumber informasi

3) Kriteria Mayor dan MinorKriteria Mayor

a) Subjektif

(1) Menanyakan masalah yang dihadapi

b) Objektif

(1) Menunjukkan perilaku tidak sesuai anjuran

67
(2) Menunjukkan persepsi yang keliru terhadap masalahKriteria Minor

a) Subjektif : (tidak tersedia)

b) Objektif

(1) Menjalani pemeriksaan yang tidak tepat

(2) Menunjukkan perilaku berlebihan (mis.Apatis,bermusuhan, agitasi, histeria)

h. Ansietas (D.0080)

1) Pengertian

Kondisi emosi dan pengalaman subyektif individu terhadap objek yang tidak jelas

dan spesifik akibat antisipasi bahaya yang memungkinkan individu melakukan

tindakan untuk menghadapi ancaman.

2) Penyebab

a) Krisis situasional

b) Kekhawatiran mengalami kegagalan

c) Kurang terpapar informasi

3) Kriteria Mayor dan

Minor Kriteria Mayor

a) Subjektif

(1) Merasa bingung

(2) Merasa khawatir dengan akibat dari kondisi yang dihadapi

(3) Sulit berkonsentrasi

b) Objektif

(1) Tampak gelisah

(2) Tampak tegang

(3) Sulit tidurKriteria Minor

68
a) Subjektif

(1) Mengeluh pusing

(2) Anoreksia

(3) Palpitasi

(4) Merasa tidak berdaya

b) Objektif

(1) Frekuensi napas meningkat

(2) Frekuensi nadi meningkat

(3) Tekanan darah meningkat

(4) Diaforesis

(5) Tremor

(6) Muka tampak pucat

(7) Suara bergetar

(8) Kontak mata buruk

(9) Sering berkemih

(10) Berorientasi pada masa lalu

i. Risiko perdarahan (D.0012)

1) Pengertian

Berisiko mengalami kehilangan darah baik internal (terjadi didalam tubuh)

maupun eksternal (terjadi hingga keluar tubuh).

2) Faktor Risiko

a) Gangguan koagulasi (mis. Trombositopenia)

b) Kurang terpapar informasi tentang pencegahan perdarahan

c) Proses keganasan

69
j. Risiko syok (D.0039)

1) Pengertian

Berisiko mengalami ketidakcukupan aliran darah ke jaringan tubuh, yang dapat

mengakibatkan fungsi seluler yang mengancam jiwa.

2) Faktor Risiko

a) Hipoksemia

b) Hipoksia

c) Hipotensi

d) Kekurangan volume cairan

e) Sindrom respons inflamasi sistemik (systemic inflamatoryresponse syndrome atau

SIRS)

3. Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh

perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untukmencapai

luaran (outcome) yang diharapkan (SIKI DPP PPNI 2018) (SLKI DPP PPNI

2019).

a. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas

b. Tujuan: Mempertahankan pola pernafasan normal/efektif

Kriteria Hasil :

1) Kapasitas vital meningkat

2) Dispneu menurun

3) Frekuensi napas membaik

Intervensi :

Observasi

70
a) Monitor pola napas (frekuensi, usaha napas)

b) Monitor bunyi napas tambahan (mis, gurgling, mengi, wheezing,ronkhi basah)

c) Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)

Terapeutik

d) Posisikan semi fowler atau fowler

e) Berikan minum hangat

f) Berikan oksigen, jika perlu

Edukasi

g) Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak kontraindikasi

Kolaborasi

h) Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jikaperlu

c. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit

Tujuan: Suhu tubuh agar tetap berada pada rentang normal

Kriteria Hasil:

1) Menggigil menurun

2) Kulit merah menurun

3) Suhu tubuh membaik

4) Tekanan darah membaik

Intervensi :

Observasi

a) Identifikasi penyebab hipertermia (mis. Dehidrasi, terpapar lingkungan panas,

penggunaan incubator)

b) Monitor suhu tubuh

c) Monitor kadar elektrolit

71
d) Monitor haluaran urineTerapeutik

e) Sediakan lingkungan yang dingin

f) Longgarkan atau lepaskan pakaian

g) Basahi dan kipasi permukaan tubuh

h) Berikan cairan oral

i) Lakukan pendinginan eksternal (mis, kompres dingin pada dahi,leher, dada,

abdomen, aksila)

j) Hindari pemberian antipiretik atau aspirin

k) Berikan oksigen, jika perlu

Edukasi

l) Anjurkan tirah baringKolaborasi

m) Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena, jika perlu

d. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera

fisiologis Tujuan: Diharapkan nyeri yang dirasakan klien

berkurang Kriteria Hasil:

1) Keluhan nyeri menurun

2) Meringis menurun

3) Gelisah menurun

4) Pola napas membaikIntervensi :

Observasi

a) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,intensitas nyeri

b) Identifikasi skala nyeri

c) Identifikasi respons nyeri non verbal

d) Identifikasi factor yang memperberat dan memperingan nyeriTerapeutik

72
e) Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis,terapi musik,

kompres hangat/dingin, terapi bermain)

f) Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis,

suhuruangan, pencahayaan, kebisingan)

g) Fasilitasi istirahat dan tidurEdukasi

h) Jelaskan strategi meredakan nyeri

i) Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri

j) Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeriKolaborasi

k) Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

e. Defisit nutrisi berhubungan dengan faktor psikologis (keenggananuntuk makan)

Tujuan: Anoreksia dan kebutuhan nutrisi dapat teratasi.

Kriteria Hasil:

1) Porsi makanan yang dihabiskan meningkat

2) Frekuensi makan membaik

3) Nafsu makan membaikIntervensi :

Observasi

a) Identifikasi status nutrisi

b) Identifikasi alergi dan intoleransi makanan

c) Identifikasi makanan yang disukai

d) Monitor asupan makan

e) Monitor berat badan

f) Monitor hasil pemeriksaan laboratoriumTerapeutik

g) Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi

h) Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein

73
i) Berikan suplemen makanan, jika perlu

Edukasi

j) Anjurkan posisi duduk, jika mampu

k) Ajarkan diet yang

diprogramkan Kolaborasi

l) Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis, Pereda nyeri,antimietik),

jika perlu

m) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori danjenis nutrient

yang dibutuhkan, jika perlu

f. Hipovolemia berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler

Tujuan : Gangguan volume cairan tubuh dapat

teratasi

Kriteria Hasil :

1) Turgor kulit meningkat

2) Output urine meningkat

3) Tekanan darah dan nadi membaik

4) Kadar Hb

membaik

Intervensi :

Observasi

a) Periksa tanda dan gejala hipovolemia (mis, frekuensi nadi meningkat, nadi terasa

lemah, tekanan darah menurun, tekanannadi menyempit, turgor kulit menurun,

membran mukosa kering, volume urin menurun, hematokrit meningkat, haus

lemah)

b) Monitor intake dan output cairanTerapeutik


74
c) Berikan asupan cairan oralEdukasi

75
d) Anjurkan memperbanyak asupan cairan

oral Kolaborasi

e) Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis (mis, NaCl, RL)

f) Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis (mis, glukosa 2,5%,NaCl 0,4%)

g) Kolaborasi pemberian cairan koloid (mis, albumin, plasmanate)

h) Kolaborasi pemberian produk darah

g. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan

kelemahan Tujuan: Aktivitas sehari-hari klien

kembali normal. Kriteria Hasil :

1) Frekuensi nadi meningkat

2) Kemudahan dalam melakukan aktivitas sehari-hari meningkat

3) Frekuensi napas membaikIntervensi :

Observasi

a) Monitor kelelahan fisik dan emosional

b) Monitor pola dan jam tidurTerapeutik

c) Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis, cahaya,suara,

kunjungan)

d) Berikan aktivitas distraksi yang menenangkanEdukasi

e) Anjurkan tirah baring

f) Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap

g) Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan tidak

berkurang Kolaborasi

h) Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupanmakanan

h. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasiTujuan:

76
Pengetahuan klien/ keluarga bertambah.

Kriteria Hasil :

1) Kemampuan menjelaskan pengetahuan tentang suatu topik

2) meningkat

3) Perilaku sesuai dengan pengetahuan meningkat

4) Persepsi yang keliru terhadap masalah menurunIntervensi :

Observasi

a) Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima

informasi Edukasi

b) Jelaskan factor risiko yang dapat mempengaruhi kesehatan

c) Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat

d) Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkanperilaku hidup bersih

dan sehat

i. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional

Tujuan: Rasa cemas klien akan berkurang/hilang

Kriteria Hasil :

1) Verbalisasi khawatir akibat kondisi yang dihadapi menurun

2) Perilaku gelisah menurun

3) Konsentrasi membaikIntervensi :

Observasi

a) Monitor tanda-tanda ansietas (verbal dan nonverbal)

Terapeutik

b) Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan

c) Dengarkan dengan penuh perhatian

77
d) Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan

Edukasi

e) Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien

f) Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsiKolaborasi

g) Kolaborasi pemberian obat antiansietas, jika perlu

j. Risiko perdarahan ditandai dengan koagulasi (trombositopenia)

Tujuan: Perdarahan tidak terjadi.

Kriteria Hasil:

1) Kelembapan kulit meningkat

2) Hemoglobin membaik

3) Hematokrit membaikIntervensi :

Observasi

a) Monitor tanda dan gejala perdarahan

b) Monitor nilai hamatokrit atau hemoglobin sebelum dan setelahkehilangan darah

c) Monitor tanda-tanda

vital Terapeutik

d) Pertahankan bed rest selama

perdarahan Edukasi

e) Jelaskan tanda dan gejala perdarahan

f) Anjurkan meningkatkan asupan cairan untuk menghindari konstipasi

g) Anjurkan meningkatkan asupan makanan dan vitamin K

h) Anjurkan segera melapor jika terjadi perdarahanKolaborasi

i) Kolaborasi pemberian obat pengontrol perdarahan, jika perlu

78
j) Kolaborasi pemberian produk darah, jika perlu

k. Risiko syok ditandai dengan kekurangan volume

cairan Tujuan: Tidak terjadi syok hipovolemik.

Kriteria Hasil:

1) Tingkat kesadaran meningkat

2) Tekanan darah, frekuensi nadi dan napas membaikIntervensi :

Observasi

a) Monitor status kardiopulmonal (frekuensi dan kekuatan nadi,frekuensi napas, TD)

b) Monitor status cairan (masukan dan haluaran, turgor kulit, CRT)

c) Monitor tingkat kesadaran dan respon pupilTerapeutik

d) Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen >94%

Edukasi

e) Jelaskan penyebab atau faktor risiko syok

f) Anjurkan melapor jika menemukan atau merasakan tanda dangejala awal syok

g) Anjurkan menghindari allergenKolaborasi

h) Kolaborasi pemberian IV, jika perlu

i) Kolaborasi pemberian transfusi darah, jika perlu

j) Kolaborasi pemberian antiinflamasi, jika perlu

4. Implementasi Keperawatan

Implementasi adalah fase ketika perawat mengimplementasikan intervensi

keperawatan. Implementasi merupakan langkah keempat dari proses keperawatan

yang telah direncanakan oleh perawat untuk dikerjakan dalam rangka membantu

klien untuk mencegah, mengurangi, dan menghilangkan dampak atau respons

yang ditimbulkan oleh masalah keperawatan dan kesehatan (Ali 2016).

79
5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi adalah penilaian hasil dan proses. Penilaian hasil menentukan

seberapa jauh keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari tindakan. Penilaian

proses menentukan apakah ada kekeliruan dari setiap tahapan proses mulai dari

pengkajian, diagnosa, perencanaan, tindakan dan evaluasi (Ali 2016). Evaluasi

merupakan tahap akhir yang bertujuan untuk menilai apakah tindakan

keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau tidak untuk mengatasi suatu

masalah.

80
LAPORAN PENDAHULUAN VOMITING

w. Definisi

Observasi Vomiting (mual muntah) adalah pengeluaran isi lambung secara

paksa melalui mulut disertai kontraksi lambung. Pada anak biasanya sulit

untuk mendeskripsikan mual, mereka lebih sering mengeluh sakit perut atau

keluhan umum lainnya. Muntah pada bayi dan anak dapat terjadi secara

regurgitasi (kembalinya makanan tercernah) dari isi lambung sebagai akibat

refluks gastroesofageal (suatu kondisi medis yang ditandai dengan

mengalirnya kembalinya isi lambung ke esofagus (tabung yang

menghubungkan kerongkongan dengan lambung atau dengan menimbulkan

reflek emetic (gerakan yang menimbulkan mual). Terdapat dua type muntah

akut dan kronis. Batasan muntah kronis apabila muntah lebih dua minggu.

(Judith, M. S.2004;203).

Muntah dalam hal yang menguntungkan merupakan proteksi tubuh

terhadap ingesti bahan toksik yang segera dimuntahkan. Muntah sebenarnya

merupakan kejadian yang sangat komplek pada manusia, yang terdiri dari tiga

aktivitas yang saling terkait, nausea, retching, dan pengeluaran isi lambung

(expulsion).

x. Etiologi

Pembahasan etiologi muntah pada bayi dan anak berdasarkan usia adalah

sebagai berikut

 Usia 0 – 2 Bulan:

1. Kolitis Alergika

81
Alergi terhadap susu sapi atau susu formula berbahan dasar kedelai.

Biasanya diikuti dengan diare, perdarahan rektum, dan rewel.

2. Kelainan anatomis dari saluran gastrointestinal

Kelainan kongenital, termasuk stenosis atau atresia. Manifestasinya berupa

intoleransi terhadap makanan pada beberapa hari pertama kehidupan.

3. Refluks Esofageal

Regurgitasi yang sering terjadi segera setelah pemberian susu. Sangat

sering terjadi pada neonatus; secara klinis penting bila keadaan ini

menyebabkan gagal tumbuh kembang, apneu, atau bronkospasme.

4. Peningkatan tekanan intrakranial

Rewel atau letargi disertai dengan distensi abdomen, trauma lahir dan

shaken baby syndrome.

5. Malrotasi dengan volvulus

80% dari kasus ini ditemukan pada bulan pertama kehidupan, kebanyakan

disertai emesis biliaris.

6. Ileus mekonium

Inspissated meconium pada kolon distal; dapat dipikirkan diagnosis cystic

fibrosis.

7. Necrotizing Enterocolitis

Sering terjadi khususnya pada bayi prematur terutama jika mengalami

hipoksia saat lahir. Dapat disertai dengan iritabilitas atau rewel, distensi

abdomen dan hematokezia.

8. Overfeeding

82
Regurgitasi dari susu yang tidak dapat dicerna, wet-burps sering pada bayi

dengan kelebihan berat badan yang diberi air susu secara berlebihan.

9. Stenosis pylorus

Puncaknya pada usia 3-6 minggu kehidupan. Rasio laki-laki banding

wanita adalah 5:1 dan keadaan ini sering terjadi pada anak laki-laki

pertama. Manifestasi klinisnya secara progresif akan semakin memburuk,

proyektil, dan emesis nonbiliaris.

 Usia 2 bulan-5 tahun

1. Tumor otak

Pikirkan terutama jika ditemukan sakit kepala yang progresif, muntah-

muntah, ataksia, dan tanpa nyeri perut.

2. Ketoasidosis diabetikum

Dehidrasi sedang hingga berat, riwayat polidipsi, poliuri dan polifagi.

3. Korpus alienum

Dihubungkan dengan kejadian tersedak berulang, batuk terjadi tiba-tiba

atau air liur yang menetes.

4. Gastroenteritis

Sangat sering terjadi; sering adanya riwayat kontak dengan orang yang

sakit, biasanya diikuti oleh diare dan demam.

5. Trauma kepala

Muntah sering atau progresif menandakan konkusi atau perdarahan

intrakranial.

6. Hernia inkarserasi

83
Onset dari menangis, anoreksia dan pembengkakan skrotum yang terjadi

tiba-tiba.

7. Intussusepsi

Puncaknya terjadi pada bulan ke 6-18 kehidupan; pasien jarang mengalami

diare atau demam dibandingkan dengan anak yang mengidap

gastroenteritis.

8. Posttusive

Seringkali, anak-anak akan muntah setelah batuk berulang atau batuk yang

dipaksakan.

9. Pielonefritis

Demam tinggi, tampak sakit, disuria atau polakisuria. Pasien mungkin

mempunyai riwayat infeksi traktus urinarius sebelumnya

 Usia 6 tahun keatas

1. Appendisitis

Manifestasi klinis dan lokasi nyeri bervariasi. Gejala sering terjadi

termasuk nyeri yang semakin meningkat, menjalar ke kuadran kanan

bawah, muntah didahului oleh nyeri, anoreksia, demam subfebril, dan

konstipasi.

2. Kolesistitis

Lebih sering terjadi pada perempuan, terutama dengan penyakit hemolitik

(contohnya, anemia sel sabit). Ditandai dengan nyeri epigastrium atau

kuadran kanan atas yang terjadi secara tiba-tiba setelah makan.

3. Hepatitis

84
Terutama disebabkan oleh infeksi virus atau akibat obat; pasien mungkin

mempunyai riwayat buang air besar berwarna seperti dempul atau urin

berwarna seperti teh pekat.

4. Inflammatory bowel disease

Berkaitan dengan diare, hematokezia, dan nyeri perut. Striktura bisa

menyebabkan terjadinya obstruksi.

5. Intoksikasi

Lebih sering terjadi pada anak yang sedang belajar berjalan dan remaja.

Dicurigai jika mempunyai riwayat depresi. Bisa juga disertai oleh

gangguan status mental.

6. Migrain

Nyeri kepala yang berat; sering terdapatnya aura sebelum serangan seperti

skotoma. Pasien mungkin mempunyai riwayat nyeri kepala kronis atau

riwayat keluarga dengan migrain.

7. Pankreatitis

Faktor resiko termasuk trauma perut bagian atas, riwayat infeksi

sebelumnya atau sedang infeksi, penggunaan kortikosteroid, alkohol dan

kolelitiasis.

8. Ulkus peptikum

Pada remaja, ratio wanita: pria = 4:1. Nyeri epigastrium kronik atau

berulang, sering memburuk pada waktu malam.

y. Tanda dan gejala

Menurut Nurin (2021) tanda dan gejala Vomiting meliputi:

- mual,

85
- sakit perut,

- BAB mencret (diare),

- demam,

- perut kembung,

- berkunang-kunang,

- pusing atau vertigo,

- denyut jantung meningkat,

- banyak berkeringat,

- mulut kering, dan

- lebih jarang buang air kecil.

z. Klasifikasi

Menurut Dicky (2011) Klasifikasi muntah didasarkan pada:

- Lokus anatomic untuk stimulus

Stimulus untuk pusat muntah datang dari kortek, nucleus vestibularis atau

cerebellum, chemoeceptor triger zone di brain stem, semua organ perifer

dapat menyebabkan respons stereotipik muntah. Perlu dimengerti bahwa

gejala gastrointestinal dapat disebabkan oleh penyakit non gastrointestinal.

- Umur penderita

Dalam mengobati muntah, dapat mempertimbangkan faktor umur sebagai

diagnosa banding. Kelainan kongenital yang berat atau penyakit metabolic

terjadi pada periode neonatus. Kelainan pertumbuhan atau kelainan

bawaan yang tidak terlalu berat menjadi manifest padaperiode akhir bayi.

Intoleransi makanan yang tampak pada periode bayi timbul setelah bayi

diperkenalkan dengan makanan, hal ini dapat terjadi oleh karena

imaturitas mukosa usus

86
dimana usus lebih permiabel terhadap antigen yang intak dibandingkan

pada anak yang lebih besar. Pada bayi dapat juga muncul non-pathogenic

regurgitant reflux.

- Adanya gejala dan tanda asosiasi yang lain.

Bebrapa sindroma muntah dapat membantu mengarahkan penyebab muntah

- Sindroma muntah

Beberapa sindroma muntah yang spesifik seringkali sukar dibuat

diagnosanya atau terapinya

- Muntah siklik

Dimana muntah yang hebat terjadi diantara kondisis sehat, penyebabnya

tidak diketahui, diagnosa dengan cara eklusi, pengobatan biasanya

simptomatik dan prognosa tidak jelas

- Muntah psikogenik

Penyebab kelainan organic tidak ditemukan, sindroma ini menekankan

pengaruh yang kuat dari kortek, faktor psikologi yang merangsang mual

(nausea) dan muntah

- Ruminasi

Kejadian yang secara sadar dan menyenangkan memuntahkan maknaan

dari lambung, dikunyah dan ditelan kembali. Faktor psikologi memainkan

peranan penting pada kejadian tersebut, tapi perilaku tersebut berhenti

dengan mengobati esofagitisnya. Terdapat dua bentuk ruminasi psikogenik

dan self stimulating.

- Abdominal migraine

87
Suatu sindrom dengan gejala abdominal periodic. Nyeri epigastric atau

periumbilical disertai nausea, muntah, diare, panas dan menggigil, vertigo,

iritabel serta polyuria.

aa. Patofisiologi

Aktifitas muntah ditandai adanya siklus retching yang diikuti ekpulsi kuat isi

lambung keluar melalui mulut. Diafragma turun, kontraksi otot pernafasan

(intercostals respiratory muscle) dan glottis tertutup. Esofagus dilatasi sebagai

respon terhadap tekanan intratorakal yang menurun. Lambung sementara

tetap atoni yang terisi material refluk dari usus halus. Otot abdomen mulai

kontraksi menekan lambung dan memeras isi lambung kefundus dan bagian

bawah esophagus. Pada fase ini fundus dapat herniasi kedalam kavum torak

sehingga dapat menghilangkan mekanisme barier anti refluk yang dihasilkan

oleh tekanan abdominal pada LES. Dengan relaksasi kontraksi abdomen dan

berhentinya kontraksi otot pernafasan dan esophagus mengosongkan isinya

kembali kedalam lambung. Beberapa siklus retching terjadi, menjadi lebih

pendek lebih ritmis dengan kekuatan tinggi sehingga esophagus tidak sempat

lagi mengosongkan isi kembali kelambung. Terakhir kontraksi abdomen

dalam siklus tersebut memicu keluarnya isi lambung, kejadian ini sudah

terjadi dimana esophagus masih penuh dan terkait dengan elevasi diafragma

yang membuat tekanan positif di kavum torak dan abdomen. Kejadian ini

diikuti fleksi spinal, mulut terbuka lebar, elevasi palatum mole, relaksasi

spingter esophagus atas dan menyemprotnya isi lambung. Didapatkan dua

region anatomi di medulla yang mengontrol muntah: Chemoreceptor Trigger

Zone (CTZ) dan Central Vomiting Centre (CVC). CTZ terletak diarea

postrema pada

88
dasar ujung kaudal Ventrikel IV diluar sawar otak (blood brain barrier).

Reseptor didaerah ini diaktivasi oleh bahan-bahan proemetic yang terdapat

disirkulasi darah atau dalam cairan serebrospinal. Efferent dari CTZ akan

menuju ke CVC, dari tempat ini serentetan kegiatan motorik muntah dimulai

melalui vagal dan splanchnic sympathetic efferent. Kegiatan motorik

gastrointestinal yang terkait dengan muntah dimulai dari eferen vagal dan

simphatetik dari pembangkit pola sentral yang juga mengkoordinasikan aktif

itas autonomic, hipersalivasi, meningkatnya frekuensi pernafasan,

takhikardia, dilatasi pupil. Cholecystokinin (CCK) merupakan mediator lokal

aktifitas motorik gastrointestinal yang terkait proses muntah. Penyakit-

penyakit atau keadaan yang dapat memberikan gejala muntah antara lain:

insufisiensi adrenal, kelainan metabolisme, kelainan CNS dengan tekanan

intrakranial yang meningkat, kelainan hepatobilier, penyakit ginjal. Asidosis,

muntah dan failure to thrive merupakan gejala kemungkinan penyakit

metabolik atau endokrin misalnya diabetik ketoasidosis, insufisiensi adrenal,

androgenital syndrome, aminoaciduria, galactosemia, glycogen storage

disease, intoleransi fruktosa. Infeksi akut yang dapat memberi gejala muntah

misalnya gastroenteritis, otitis media akut, ISK, infeksi saluran nafas, sepsis.

Problem crying in infancy. Alergi susu, makanan. Muntah dibedakan mejadi

dua kategori: bilous dan nonbilous. Muntah bilous terjadi apabila muntahan

berwarna kehijauan disertai seluruh isi lambung. Meskipun beberapa isi usus

halus mengalami refluks ke dalam lambung adalah umum terjadi pada semua

kasus muntah, pada muntah nonbilous, aliran usus antegrade dapat terjadi,

dan mayoritas aliran empedu ke bagian distal usus. Apabila terjadi

obstruksi,

89
muntah nonbilous mengindikasikan obstruksi terjadi proksimal dari ampula

Vateri. Muntah adalah gejala dari berbagai macam penyakit. Diferensial

diagnosis pada anak bervariasi menurut umur penderita. Pada periode

neonatus kelainan bawaan, genetic, penyakit metabolic, lebih banyak

ditemukan. Peptic disease, infeksi, factor psychogenic lebih banyak pada

anak besar.

90
Pusat muntah
terdapat dalam
batang otak

Rangsangan lintasan saraf sentral Rangsangan lintasan saraf perifer


(ansietas) (Iritasi faring, batuk, efek obat)

Pusat muntah bereaksi


merangsang serabut saraf eferen
otonom di saluran cerna

Mual dan atau tanpa


Kontraksi spasmodic
muntah
diafragma dan otot
abdomen

Pengeluaran isi lambung


tanpa isi)
retching
Mual
nutrisi
Defisit
disertai
ea (muntah
Naus
Cemas

91

Mual disertai muntah


bb. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan laboratorium
- Darah lengkap
1. Elektrolit serum pada bayi dan anak yang dicurigai mengalami dehidrasi.
2. Urinalisis, kultur urin, ureum dan kreatinin untuk mendeteksi adanya infeksi

atau kelainan saluran kemih atau adanya kelainan metabolik.

3. Asam amino plasma dan asam organik urin perlu diperiksa bila dicurigai

adanya penyakit metabolik yang ditandai dengan asidosis metabolik berulang

yang tidak jelas penyebabnya.

4. Amonia serum perlu diperiksa pada muntah siklik untuk menyingkirkan

kemungkinan defek pada siklus urea.

5. Faal hepar, amonia serum, dan kadar glukosa darah perlu diperiksa bila

dicurigai ke arah penyakit hati

6. Amilase serum biasanya akan meningkat pada pasien pankreatitis akut. Kadar

lipase serum lebih bermanfaat karena kadarnya tetap meninggi selama

beberapa hari setelah serangan akut.

7. Feses lengkap, darah samar dan parasit pada pasien yang dicurigai

gastroenteritis atau infeksi parasit.

- Ultrasonografi

Dilakukan pada pasien dengan kecurigaan stenosis pilorik, akan tetapi dua

pertiga bayi akan memiliki hasil yang negatif sehingga menbutuhkan

pemeriksaan barium meal.

- Foto polos abdomen

92
1. Posisi supine dan left lateral decubitus digunakan untuk mendeteksi

malformasi anatomik kongenital atau adanya obstruksi.

2. Gambaran air-fluid levels menandakan adanya obstruksi tetapi tanda ini tidak

spesifik karena dapat ditemukan pada gastroenteritis

3. Gambaran udara bebas pada rongga abdomen, biasanya di bawah diafragma

menandakan adanya perforasi.

- Barium meal

Tindakan ini menggunakan kontras yang nonionik, iso-osmolar, serta larut

air. Dilakukan bila curiga adanya kelainan anatomis dan atau keadaan yang

menyebabkan obstruksi pada pengeluaran gaster.

- Barium enema

Untuk mendeteksi obstrusi usus bagian bawah dan bisa sebagai terapi pada

intususepsi.

cc. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan awal pada pasien dengan keluhan muntah adalah

mengkoreksi keadaan hipovolemi dan gangguan elektrolit. Pada penyakit

gastroenteritis akut dengan muntah, obat rehidrasi oral biasanya sudah cukup

untuk mengatasi dehidrasi.

Pada muntah bilier atau suspek obstuksi intestinal penatalaksanaan

awalnya adalah dengan tidak memberikan makanan secara peroral serta

memasang nasogastic tube yang dihubungkan dengan intermittent suction.

Pada keadaan ini memerlukan konsultasi dengan bagian bedah untuk

penatalaksanaan lebih lanjut.

93
Pengobatan muntah ditujukan pada penyebab spesifik muntah yang dapat

diidentifikasi. Penggunaan antiemetik pada bayi dan anak tanpa mengetahui

penyebab yang jelas tidak dianjurkan. Bahkan kontraindikasi pada bayi dan

anak dengan gastroenteritis sekunder atau kelainan anatomis saluran

gastrointestinal yang merupakan kasus bedah misalnya, hiperthrophic pyoric

stenosis (HPS), apendisitis, batu ginjal, obstruksi usus, dan peningkatan

tekanan intrakranial. Hanya pada keadaan tertentu antiemetik dapat

digunakan dan mungkin efektif, misalnya pada mabuk perjalanan (motion

sickness), mual dan muntah pasca operasi, kemoterapi kanker, muntah siklik,

gastroparesis, dan gangguan motilitas saluran gastrointestinal.

94
dd. Masalah keperawatan dan data pendukung

No Masalah Penyebab Gejala dan Tanda Contoh Diagnosa menurut


keperawatan SDKI
1 Hipovolemia - Kehilangan cairan aktif Obyektif Hipovolemia berdasarkan
- Kegagalan mekanisme regulasi dengan Kegagalan
- Peningkatan permeabilitas - frekuensi nadi meningkat mekanisme regulasi
kapiler - nadi teraba lemah
dibuktikan dengan
- Kekurangan intake cairan - tekanan darah menurun
tekanan darah menurun
- evaporasi - tekanan nadi menyempit
- turgor kulit menurun
- membrane mukosa kering
- volume urin menurun
- hematokrit meningkat

2 Defisit nutrisi - ketidakmampuan menelan Subyektif Defisit Nutrisi


makanan berdasarkan dengan
- ketidakmampuan mencerna - nafsu makan menurun
ketidakmampuan
makanan - cepat kenyang setelah makan
mengabsorsi nutrient
- ketidakmampuan mengabsorsi - kram/nyeri abdomen
dibuktikan dengan BB
nutrient menurun minimal 10%
- peningkatan kebutuhan Objektif dibawah rentang ideal
metabolisme
- faktor ekonomi (mis. - BB menurun minimal 10%
Finansial tidak mencukupi) dibawah rentang ideal
- faktor psikologis (mis. Stress, - Otot pengunyah lemah
keengganan untuk makan) - Otot menelan lemah

3 Nausea - Gangguan biokimiawi (uremia, Subyektif


ketoasidosis diabetic)
- Mengeluh mual

95
- Gangguan pada esofagus - Merasa ingin muntah
- Distensi lambung - Tidak berminat makan
- Iritasi lambung - Merasa asam dimulut
- Gangguan pancreas - Sensasi panas dingin
- Peregangan kapsul limpa - Sering menelan
- Tumor terlokalisasi
- Peningkatan tekanan
intraabdominal Obyektif
- Penekanan tekanan intracranial - Saliva meningkat
- Peningkatan tekanan - Pucat
intraorbital - Diaphoresis
- Mabuk perjalanan - Takikardia
- Kehamilan - Pupil dilatasi
- Aroma tidak sedap
- Rasa makanan yang tidak enak
- Stimulus penglihatan tidak
menyenangkan
- Faktor psikologis
4 Perfusi perifer tidak - hiperglikemia Subyektif Perfusi perifer tidak efektif
efektif - penurunan konsentrasi berdasarkan dengan
haemoglobin - parastesia
kurang terpapar informasi
- peningkatan tekanan darah - nyeri ekstremitas
tentang faktor pemberat
- kekurangan volume cairan dan proses penyakit
- penurunan aliran arteri dana Obyektif dibuktikan dengan nyeri
tau vena ekstremitas
- kurang terpapar informasi - pengisian kapiler >3 detik
tentang faktor pemberat dan - nadi perifer menurun atau tidak
proses penyakit teraba
- kurang aktifitas fisik - warna kulit pucat
- turgor kulit menurun
- edema
- penyembuhan luka lambat

96
5 Ansietas - krisis situasional Subyektif Ansietas berhubungan
- kebutuhan tidak terpenuhi dengan krisis situasional
- krisis maturasional - merasa bingung
dibuktikan dengan merasa
- ancaman terhadap konsep diri - merasa khawatir dengan akibat
kawatir dengan kondisi
- ancaman terhadap kematian dari kondisi yang dihadapi
- sulit berkonsentrasi yang dihadapi
- kekhawatiran mengalami
kegagalan - mengeluh pusing
- disfungsi sistem keluarga Obyektif
- hubungan orang tua- anak - Tampak gelisah
tidak memuaskan - Tampak tegang
- faktor krturunan - Sulit tidur
- penyalahgunaan zat - Frekuensi napas meningkat
- terpapar bahaya lingkungan - Frekuensi nadi meningkat
- kurang terpapar informasi - Diaphoresis
- Tremor
- Muka tampak pucat dll

a. Intervensi Keperawatan dan Luaran yang mungkin muncul

No. SIKI SLKI


Diagnosa
1 Manajemen Hipovolemia Setelah dilakukan tindakan keperawatan
3x24 jam diharapkan status cairan membaik,
Observasi
kekuatan nadi meningkat, turgor kulit
- periksa tanda dan gejala hypovolemia (mis. Frekuansi nadi, nadi teraba
meningkat, output urin meningkat, edema
lemah, tekanan darah menurun, tekanan nadi menyempit, turgor kulit
perifer membaik.
menurun, membrane mukosa kering, volume urin menurun, hematokrit
meningkat, haus, leamh)
- monitor intake dan output cairan
Terapeutik

97
- hitung kebutuhan cairan
- berikan posisi modified Trendelenburg
- berikan asupan cairan oral
Edukasi
- anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
- anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian vcairan IV isotonis , hipotonis, koloid,
pemberian produk darah
2 Manajeman Nutrisi Setelah dilakukan tindakan keperawatan
Observasi: 3x24 jam status nutrisi terpenuhi dengan
kriteria porsi makanan yang dihabiskan
- Identifikasi status nutrisi
meningkat, BB meningkat, Frekuensi makan
- Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
meningkat, nafsu makan meningkat,
- Identifikasi perlunya penggunaan selang NG
perasaan cepat kenyang menurun
- Monitor asupan makanan
- Monitor berat badan
Terapeutik
- Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
- Sajikan makanan yang menarik dan suhu yang sesuai
- Hentikan pemberian makanan melalui selang NG jika asupan oral
dapat ditoleransi
Edukasi
- Anjurkan posisi duduk, jika mampu
- Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan
jenis nutrient yang dibutuhkan
Promosi Berat Badan
Observasi
- Identifikasi kemungkinan penyebab BB kurang

98
- Monitor adanya mual dan muntah
Terapeutik
- Sediakan makanan yang tepat sesuai kondisi pasien
- Berikan

3 Observasi: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x


24 jam diharapkan tingkat nausea menurun,
- Identifikasi pengalaman mual
Nafsu makan meningkat, Keluhan mual
- Identifikasi isyarat nonverbal ketidaknyamanan (mis bayi, anak-
menurun, Perasaan ingin muntah menurun,
anak dan mereka yang tidak dapat berkomunikasi secara efektif)
Perasaan asam dimulut menurun, Sensasi
- Identifikasi dampak mual terhadap kualitas hidup (mis. Nafsu
panas menurun, Sensasi dingin menurun,
makan, aktifitas, kinerja, tanggung jawab, peran dan tidur)
- Monitor mual (mis frekuensi, durasi tingkat keparahan)
Frekuensi menelan meningkat.

Terapeutik:
- Kendalikan faktor lingkungan penyebab mual (mis bau tidak sedap,
suara, dan rangsangan visual yang tidak menyenangkan)

Edukasi
- Anjurkan istirahat yang cukup
- Anjurkan makanan yang tinggi karbohidrat dan rendah lemak

4 Perawatan sirkulasi Setelah dilakukan tindakan keperawatan


3x24 jam diharapkan perfusi perifer
Observasi
meningkat, edema perifer meurun,
- periksa sirkulasi perifer
Kelemahan otot menurun, pengisian kapiler
- identifikasi faktor resiko gangguan sirkulasi
membaik
- monitor panas, kemerahan, nyeri, atau bengkak pada ekstremitas

99
Terapeutik
- hindari pemasangan infus atau pengambilan darah di area keterbatasan
perfusi
- hindari pengukuran tekakan darah pada ekstremitas dengan
keterbatasan perfusi
- hindari penekanan dan pemasangan tourniquet pada area cedera
- lakukan pencegahan infeksi
- lakukan hidrasi
Edukasi
- anjurkan berhenti merokok
- anjurka olahraga rutin

5 Observasi: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x


24 jam diharapkan ansietas menurun,
- Monitor tanda- tanda ansietas Konsentrasi meningkat, Pola tidur
meningkat, Perilaku gelisah menurun,
Terapeutik: Verbalisasi kebingunan menurun,
- Ciptakan suasana terapetik untuk menumbuhkan kepercayaan Verbalisasi kawatir akibat kondisi yang
- Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan dihadapi, Perilaku tegang menurun
- Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan

Edukasi
- Informasikan secara faktual mengenai diagnosis, pengobatan,
dan prognosis
- Anjurkan keluarga tetap bersama pasien

10
0
b. Daftar Pustaka

Chang, dkk (2010). Patofisiologi: Aplikasi paada Praktik Keperawatan.

Jakarta: Buku Kedokteran: EGC

Mansjoer, Arif, DKK. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media

Aesculapius

Nurin, Fajarina. 2021. Muntah.

https://hellosehat.com/pencernaan/muntah/. Diakses pada tanggal

12/04/2021 pukul 09.32

Santosa, Dicky. 2011. Muntah Pada Anak. Universitas Islam Bandung

FK UNAIR. 2017. Modul: Muntah. https://spesialis1.ika.fk.unair.ac.id/wp-

content/uploads/2017/04/GE01_Muntah.pdf. Diakses pada tanggal

12/04/2021 pukul 09.00

PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI):

Definisi dan Indikator Diagnostik ((cetakan III) 1 ed.). Jakarta: DPP

PPNI.

PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI):

Definisi dan Tindakan Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta:

DPP PPNI.

PPNI, T. P. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI):

Definisi dan Kreteria Hasil Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.).

Jakarta: DPP PPNI.

98
RESUME KEPERAWATAN DI INSTALASI GAWAT DARURAT
RSUD LAWANG MINGGU I

Nama : Tn. T Nama Mahasiswa : Setiajeng Putriani


No. Reg : 00.65.73 Tanggal : 21 Juni 2021
Dx. Medis : Pnemonia Ruang : IGD

Data Data Obyektif Diagnosa Intervensi Implementasi Evaluasi


Subyektif Keperawatan
Keluarga  retraksi +, Bersihan jalan Observasi: - Mengidentifikasi S:
mengatak  penggunaan nafas tidak - Identifikasi kemampuan batuk Klien
an batuk otot bantu efektif kemampuan untuk - Memonitor adanya retensi mengatakan
klien napas +, batuk sputum batuk berdahak,
berdahak,  terdengar - Monitor adanya - Memonitor tanda dan sesak sudah agak
dan sesak ronchi di setiap retensi sputum gejala infeksi saluran berkurang, tapi
sejak 2 lapang paru - Monitor tanda dan napas dada masih terasa
hari yang  Posisi semi gejala infeksi saluran - Mengatur posisi semi sakit
lalu dan fowler napas fowler O:
dada  TTV - Monitor input dan - Menjelaskan tujuan  retraksi +,
terasa Td : 106/67 output saluran napas dan prosedur batuk  penggunaan otot bantu
sakit P : 29 x/i N : 89 x/i Terapeutik: efektif napas +,
S : 36,5 C SpO2 - Atur posisi fowler - Menganjurkan tarik  terdengar ronchi di setiap
91% atau semi fowler napas dalam melalui hidung lapang paru
 Rontgen : - Pasang perlak dan selama 4 detik, ditahan  Posisi semi fowler
Cor : bengkok di selama  TTV
Tidak pangkuan pasien 2 detik, kemudian Td : 109/70
membesar, Pulmo: - Buang sekret pada keluarkan dari mulut P : 29 x/i N : 90
corakan tempat sputum dengan bibir x/i S : 36,5 C
bronkovesikuler Edukasi: dibulatkan selama 8 detik SpO2 92%
meningkat, tampak - Jelaskan tujuan dan - Menganjurkan A: Masalah
bercak pada mengulangi tarik belum teratasi
perihiler kanan P:Intervensi
kiri dan dilanjutkan di
parakardial ruang rawat inap
99
(pindah Ruang
Geranium
Respiratori)
kanan, diafragma prosedur batuk napas dalam sebanyak3 kali
sisikanan efektif - Menganjurkan
setinggi - Anjurkan tarik batukdengan kuat langsung
kosta 12 napas dalam melalui setelah tari napasdalam yang
fosterior hidung selama 4 ke 3
Hasil : pneumonia detik, ditahan selama
2 detik, kemudian
keluarkan dari mulut
dengan bibir
dibulatkan selama 8
detik
- Anjurkan
mengulangi tarik
napas dalam
sebanyak 3 kali
- Anjurkan batuk
dengan kuat
langsung setelah tari
napas dalam yang ke
3

100
Nama : Tn. J Nama Mahasiswa : Setiajeng Putriani
No. Reg :11.34.70 Tanggal : 22 Juni 2021
Dx. Medis : Broncho Pnemonia Ruang : IGD

Data Data Obyektif Diagnosa Intervensi Implementasi Evaluasi


Subyektif Keperawatan

Pasien retraksi +, Pola napas tidak 1. Manajemen jalan nafas Mengidentifikasi S:


mengataka n penggunaan otot efektif  Observasi kemampuan batuk Klien mengatakan
sesak bantu napas +, 1) Monitor pola napas - Memonitor adanya batuk berdahak,
sejak 5 hari terdengar (frekuensi,kedalaman,usaha retensi sputum sesak sudah
yang ronchi di setiap napas) - Memonitor tanda agak berkurang,
lalu lapang paru 2) Monitor bunyi napas tambahan dan gejala infeksi tapi dada masih
badan terasa Posisi semi (mis,gurgling,mengi,wheezing,ro saluran napas terasa sakit
lemas fowler nchi kering) - Mengatur posisi O:
TTV 3) Monitor sputum semi fowler  retraksi +,
Td : 140/90 (jumlah,warna,aroma) - Menjelaskan  penggunaa n otot
P : 31 x/i N : 92  Terapetik tujuan dan prosedur bantu napas +,
x/i S : 37 C SpO2 1) Pertahankan kepatenan jalan batuk efektif  terdengar
94% napas dengan head-tilt dan chin- - Menganjurkan ronchi di setiap
Rontgen : lift (jaw thrust jika curiga tarik napas dalam lapang paru
Cor trauma cervical) melalui hidung  Posisi semi fowler
:Tidak membesar, 2) Posisikan semifowler atau selama 4 detik,  TTV
Pulmo: corakan fowler ditahan selama 2 Td :
bronkovesikule 3) Lakukan fisioterapi dada bila detik, kemudian 109/70
rmeningkat, perlu keluarkan dari P : 29 x/i N : 90 x/i

101
tampak bercak 4) Lakukan penghisapan lendir mulut dengan bibir
pada perihiler kurang dari 15 detik dibulatkan selama 8
kanan kiri dan 5) Berikan oksigen , jika perlu detik

 Edukasi
1) Anjurkan asupan cairan 2 L/hr

parakardial kanan, jika tidak ada kontraindikasi - Menganjurkan S : 36,5 CSpO2 92%
diafragma sisi 2) Anjurkan teknik batuk efektif mengulangi tarik A: Masalah belum
kanan setinggi  Kolaborasi napas dalam teratasi P:Intervensi
kosta 12 Kolaborasi pemberian sebanyak 3 kali dilanjutkan di ruang
fosterior bronkodilator,ekspetorant,mukolitik - Menganjurkan rawat inap (pindah
Hasil : jika perlu batuk dengan kuat Ruang Anggrek)
pneumonia langsung setelah
tarik napas dalam
yang ke 3
- Melakukan
nebulaser pulmicort
- Menganjurkan
keluarga untuk
selalu mendampingi
pasien saat proses
pengobatan

102
Nama : An. L Nama Mahasiswa : Setiajeng Putriani
No. Reg : 09.53.37 Tanggal : 23 Juni 2021
Dx. Medis : Vomiting Ruang : IGD
Data Data Obyektif Diagnosa Intervensi Implementasi Evaluasi
Subyektif Keperawatan
- Ibu - k/u cukup Defisit nutrisi Observasi: - Identifikasi status - ibu mengatakan
pasien - GDA 76 mg/dl berhubungan - Identifikasi status nutrisi nutrisi pagi inipasien
mengatak dengan - Identifikasi alergi dan intoleransi - Identifikasi alergi muntah susu 2 kali
an sejak TTV keengganan makanan dan intoleransi - saat pengkajian ibu
kemaren Suhu : 37,8 C untuk makan - Monitor asupan makanan makanan mengatakanpasien
muntah Nadi : 100 dibuktikan - Monitor berat badan - Monitor asupan belum bisamakan
kurang x/i RR : 20 x/i dengan nafsu Terapeutik makanan hanya minum susu
lebih 10 Spo2 : 98% makan - Lakukan oral hygiene sebelum - Monitor berat 1 gelas
kali per BB : 13,65 kg menurun makan, jika perlu badan
hari yang - Sajikan makanan yang menarik dan - Lakukan oral O:
dimuntah suhu yang sesuai hygiene sebelum - k/u cukup
kan Kolaborasi makan, jika perlu - Mukosa bibirtampak
adalah - Kolaborasi dengan ahli gizi untuk - Sajikan makanan kering
makanan menentukan jumlah kalori dan jenis yang menarikdan - Kebutuhan cairan
dan nutrient yang dibutuhkan suhu yang sesuai pasien1185
minuman Promosi Berat - Kolaborasi ml/24
, pasien Badan Observasi dengan ahli gizi Jam
mengeluh - Identifikasi kemungkinan penyebab untuk - Pasien terpasang
perutnya BB kurang menentukan infus Kaen 3B
sakit Monitor adanya mual jumlah kalori dan 1000cc/24jam
- Ibu dan muntah jenis nutrient - Pasien mendapatkan
mengatak yang dibutuhkan diet TKTP

103
an Monitor adanya TTV
anaknya mual dan muntah Suhu : 37,2CNadi : 96
lebih x/iRR : 20 x/i Spo2 :
kurus 98%
dari BB : 13,70
biasanuy kg
a
A: masalahteratasi
sebagian
P: Lanjutkan
Intervensi pasien
pindah ruang
Anggrek

104
Nama : An. s Nama Mahasiswa : Setiajeng Putriani
No. Reg : 12.55.71 Tanggal : 24 Juni 2021
Dx. Medis : DHF Ruang : IGD

Data Data Obyektif Diagnosa Intervensi Implementasi Evaluasi


Subyektif Keperawatan
Orang tua  Kesadaran : Hipertermi Pengobatan demam - Bina hubungan S : Ibu pasien mengatakan
pasien composme berhubungan - Monitor suhu saling percaya anaknya masih demam
mengata ntis dengan proses sesering - Menganjurkan O : - Akral teraba hangat
kan  (GCS: 456) infeksi virus mungkin orang tua untuk - suhu tubuh
anaknya  TD :110/80 dengue. - Berikan memberikan 38,50C
demam mmHg N : 85 anti pakaian tipis dan A: Masalah
sudah 7 x/menit piretik menyerap keringat Belum Teratasi
hari RR : 18 - Kompres pada - Menganjurkan orang P:
x/menit T lipatan paha tua untuk Lanjutkaninterven
:38,2oC dan aksila meningkatkan si
Akral teraba Kolaborasikan asupan cairan pada Monitor suhu tubuh
hangat dalam Pasien Berikan anti piretik
pemberian - Mengajarkancara Kompres pada lipatan paha
cairan intravena mengomprespada dan aksila
bagian lipatan paha Kolaborasikan dalam
dan aksila pemberiancairan
Menggunaka n air
biasa
- Mengobservasi TTV
setiap2 jam

105
Nama : Ny. S Nama Mahasiswa : Setiajeng Putriani
No. Reg : 05.56.09 Tanggal : 25 Juni 2021
Dx. Medis : DM Tipe 2 Ruang : IGD

Data Data Obyektif Diagnosa Intervensi Implementasi Evaluasi


Subyektif Keperawatan
DS: pasien DO: Intoleransi Manajemen energy 1. Manajemen energy S: pasien mengatakan
mengatakan -Pasien tampak aktifitas badanya masih terasa
badannya lemas - Identifikasi - Menanyakan kepada lemah
lemas sejak 3 -Pasien tampak gangguan fungsi pasien gangguan fungsi
hari yang lalu memanggil tubuh yang tubuh yang O:
keluarga dan mengsakibatkan mengakibatkan Pasien tampak duduk
perawat bila kelelahan kelelahan semi fowler
membutuhkan - Anjurkan - menganjurkan Tampak keluarga selalu
sesuatu melakukan aktivitas melakukan aktivitas disamping pasien
-Pasien tampak bertahap bertahap
membutuhkana lat - Terapi aktifitas TTV:
bantu dan bantuan - Fasilitasiaktifitas 2. Terapi aktifitas TD 130/90 mmHgN:
orang lain dalam rutin 86 x/menit
aktivitas tempat - Libatkankeluarga - membantu pasien RR: 21 x/menit
tidurnya dalam aktifitas apabila pasien S 36,5 C
TTV - Monitor respons membutuhkan SaO2: 97%
TD emosional pertolongan perawat GDA: 200 mg/dl
:130/70mmHg menganjurka keluarga
N: 88x/menit untuk lebihdekat A: masalah teratasi

106
RR:22 dengan pasien sebagian
x/menit
GDA: 300 P: Lanjutkan
mg/dl Intervensi(Pasien
pindah Ruang
Geranium)

107
RESUME KEPERAWATAN DI INSTALASI GAWAT DARURAT

RSUD LAWANG MINGGU II

Nama : Ny. Y Nama Mahasiswa : Setiajeng Putriani


No. Reg : 05.47.38 Tanggal : 28 Juni 2021
Dx. Medis : DM Ruang : IGD
Data Data Obyektif Diagnosa Intervensi Implementasi Evaluasi
Subyektif Keperawatan
DS: - k/u cukup Nyeri akut Observasi: - - mengidentifikasi S:
pasien - terdapat luka lokasi, pasien mengatakan terasa nyeri di
mengeluh gangren di - Identifikasi karakteristik, sekitar telapak kaki kanan skala
nyeri di luka jari tengah lokasi, durasi, frekuensi, nyeri 3, terasa panas, munculnya
kaki sebelah menjalar ke karakteristik, kualitas, intensitas terus menerus dan nyeri berkurang
kanan dengan telapak kaki durasi, frekuensi, nyeri bila kaki istirahat
skala nyeri 4, dan ditutupi kualitas, - mengidentifikasi
bengkak dan oleh intensitas nyeri skala nyeri O:
terasa kebas di underpad - Identifikasi skala - mengidentifikasi - Kaki kanan tampak gangren di
sekitar luka - GDA nyeri respons nyeri non jari tengah, di sekitar luka
235mg/dl - Identifikasi verbal tampak kemerahan dan sedikat
target operasi respons nyeri - mengidentifikasi bengkak, luka tertutup underpad
non verbal faktor yang bersih

108
GDA< 200 - Identifikasi memperberat dan - TTV:
mg/dl faktor yang meperingan nyeri TD 130/90 mmHg
memperberat dan - Identifikasi N: 86 x/menit
TTV meperingan pengetahuan dan RR: 20 x/menit
Suhu : 36,5 C nyeri keyakinan S 36,5 C
Nadi : 90 x/i - Identifikasi terhadap nyeri
RR : 20 x/i pengetahuan dan - mengidentifikasi A: masalah teratasi sebagian
BB : 67 kg keyakinan pengaruh nyeri
TB 160 terhadap nyeri pada kualitas P: Lanjutkan Intervensi
cm - Identeifikasi hidup
pengaruh nyeri - kolaborasi
pada kualitas pemberian
hidup analgesic: pragesol
- Monitor efek 1g IV
samping - Monitor efek
penggunaan samping
analgetik penggunaan
analgetik
Edukasi
- Mengajarkan
- Ajarkan teknik
teknik relaksasi
nonfarkalogis
distraksi
untuk
mengurangi nyeri

Kolaborasi
- Kolaborasi
pemberian analgetik

109
Nama : Tn. K Nama Mahasiswa : Setiajeng Putriani
No. Reg :09.77.54 Tanggal : 29 Juni 2021
Dx. Medis : DM Ruang : IGD
Data Data Obyektif Diagnosa Intervensi Implementasi Evaluasi
Subyektif Keperawatan
pasien - k/u cukup Ansietas Observasi: - Monitoring S:
mengeluh - pasien puasa tanda tanda pasien mengatakan
- Monitor tanda- tanda ansietas ansietas sedikit cemas
cemas 6 jam karena gula darah
- Menciptakan
karena gula - terdapat luka Terapeutik: masih tinggi
suasan nyaman
darah tidak gangren di - Ciptakan suasana terapetik untuk dan saling padahal tidak
kunjung telapak kaki, menumbuhkan kepercayaan percaya antara makan apa- apa,
- Gunakan pendekatan yang tenang petugas dan tapi akan mencoba
turun dan bau (+)
dan meyakinkan pasien tenang agar segera
takut - GDA 345 - Motivasi mengidentifikasi situasi yang - Menanyakan operasi
operasi mg/dl memicu kecemasan tentang kesulitan
ditunda. - pasien O:
Pasien TTV Edukasi Menjelaskan - Pasien tampak
mengatakan - Informasikan secara faktual tentang diagnosis mengerti
Suhu : 37 C mengenai diagnosis, pengobatan, dan penjelasan pasien
semalam dan prosedur yang
Nadi : 90 x/i prognosis akan dilaksanakan - Istri tampak selalu
- Anjurkan keluarga tetap bersama pasien oleh dokter bahwa bersama pasien
bila pasien tenang -

110
tidak bisa RR : 21 x/i kemungkinan besar - TTV:
tidur. akan mempengaruhi TD 130/80 mmHg
BB : 74 kg penurunan gula N: 84 x/menit
TB 168 darah dan pasien RR: 20 x/menit
cm sudah diberi obat S 36,5 C
novorapid agar gula A: masalah teratasi
darah turun, bila sebagian
gula darah turun
pasien akan P: Lanjutkan
langsung masuk Intervensi di
ruang operasi ruangan

111
Nama : Nn. M Nama Mahasiswa : Setiajeng Putriani
No. Reg : 11.25.76 Tanggal : 30 Juni 2021
Dx. Medis : Vomiting Ruang : IGD
Data Data Obyektif Diagnosa Intervensi Implementasi Evaluasi
Subyektif Keperawatan
DS: DO: Nausea Observasi: - Identifikasi S:
pengalaman pasien mengatakan
pasien - k/u lemah - Identifikasi pengalaman mual mual berkurang,
mual
mengatakan - pasien sadar - Identifikasi isyarat nonverbal tapi hidung
merasa mual penuh - Identifikasi
ketidaknyamanan (mis bayi, anak- tenggorokan terasa
dan muntah - pasien puasa dampak mual
anak dan mereka yang tidak dapat tidak enak karena
sejak tiga terhadap
berkomunikasi secara efektif) ada selang
hari yang kualitas hidup
TTV - Identifikasi dampak mual - Monitor mual O:
lalu. terhadap kualitas hidup (mis.
- Kendalikan - k/u lemas
Keluarga TD :100/90 Nafsu makan, aktifitas, kinerja,
faktor - pasien tirah
mengatakan mmHg tanggung jawab, peran dan tidur)
lingkungan baring
pasien tidak - Monitor mual (mis frekuensi, durasi
pernah jatuh Suhu : 37,3 C penyebab mual - pasien terpasang
tingkat keparahan) NGT dengan
tapi pernah - Kolaborasi
Nadi : 130 x/i produksi warna
dipijat hari pemberian
Terapeutik: kuning
kamis di RR : 24 x/i omeprazole dan
- Kendalikan faktor lingkungan
area ondancentron iv
BB : 16,5 kg penyebab mual (mis bau tidak - TTV
perutnya. - Anjurkan
sedap, suara, dan rangsangan visual TD :110/70
TB : 120 cm istirahat yang
yang tidak menyenangkan) mmHg
cukup

112
SpO2 : 99% Edukasi Suhu : 37 C
dengan O2 nasal - Anjurkan istirahat yang cukup
3lpm Nadi : 100 x/i
- Anjurkan makanan yang tinggi
karbohidrat dan rendah lemak RR : 22 x/i
BB : 16,5 kg
TB : 120 cm
SpO2 : 99%
dengan O2 nasal
3lpm

A: masalah teratasi
sebagian

P: Lanjutkan
Intervensi

113
Nama : An. L Nama Mahasiswa : Setiajeng Putriani
No. Reg : 09.77.65 Tanggal : 01 Juli 2021
Dx. Medis : Febris Ruang : IGD
Data Data Obyektif Diagnosa Intervensi Implementasi Evaluasi
Subyektif Keperawatan
DS: DO: Hipertermi Termoregulasi - Identifikasi penyebab S:
hipertermia pasien mengatakan tubuhnya
Pasien - k/u lemah Observasi - Monitor suhu tubuh banyak berkeringat
- Identifikasi - Monitor haluan urin O:
mengatakan - pasien sadar penyebab
mengeluh - Monitor komplikasi - k/u lemas
penuh hipertermia (mis. akibat hipertermia - pasien tirah baring
demam sejak - permukaan Dehidrasi)
- Anjurkan tirah baring - urin produksi 300 ml/ 9 jam
3 hari yang kulit teraba - Monitor suhu tubuh
- Kolaborasi pemberian - TTV
lalu. - Monitor kadar
lembab cairan dan inj metamizol TD :110/70 mmHg
elektrolit
berkeringat - Monitor haluan urin Suhu : 37 C
dan teraba - Monitor komplikasi
panas akibat hipertermia Nadi : 100 x/i
TTV Terapeutik
- Sediakan RR : 22 x/i
TD :100/90 lingkungan yang BB : 16,5 kg
mmHg dingin
TB : 120 cm

114
Suhu : 37,3 C - Longgarkan atau SpO2 : 99% dengan O2 nasal
lepaskan pakaian 3lpm
Nadi : 130 x/i
- Basahi dan kipasi
permukaan tubuh A: masalah teratasi sebagian
RR : 24 x/i P: Lanjutkan Intervensi
- Berikan cairan oral
BB : 16,5 kg - Hindari pemberian
TB : 120 cm antipiretik atau
aspirin
SpO2 : 99% - Berikan oksigen jik
dengan O2 nasal perlu
3lpm Edukasi
- Anjurkan tirah
baring
Kolaborasi
- Kolaborasi
pemberian cairan
dan elektrolit
intravena, jika
perlu

115
Nama : Sdr. C Nama Mahasiswa : Setiajeng Putriani
No. Reg : 12.51.88 Tanggal : 02 Juli 2021
Dx. Medis : Gastritis Ruang : IGD
Data Data Obyektif Diagnosa Intervensi Implementasi Evaluasi
Subyektif Keperawatan
pasien DO: Nyeri akut Observasi: - mengidentifikasi S:
mengatakan lokasi, karakteristik, pasien mengatakan terasa
- k/u lemah - Identifikasi lokasi, durasi, frekuensi, nyeri sedikit berkurang
merasa nyeri karakteristik, karena diberi obat, nyeri
- pasien sadar kualitas, intensitas
perut sejak tiga durasi, frekuensi, nyeri terasa di sekitar perut tengah
penuh kualitas, intensitas
hari yang lalu, - mengidentifikasi dan kanan skala nyeri 5,
- pasien tampak nyeri perut terasa panas
Keluarga skala nyeri
tidak banyak - Identifikasi skala O:
mengatakan - mengidentifikasi
bicara karena nyeri respons nyeri non - k/u lemas
pasien tidak - Identifikasi
nyeri perut yang verbal - pasien posisi terlentang
pernah jatuh respons nyeri non
dirasakan - mengidentifikasi - pasien menggunakan O2
verbal nasal 3lpm
faktor yang
- nyeri tekan - Identifikasi faktor memperberat dan - TTV
abdomen yang memperberat meperingan nyeri TD :110/70 mmHg
dan meperingan
- + + - Identifikasi
nyeri Suhu : 37 C
pengetahuan dan
- - + - Identifikasi keyakinan terhadap
pengetahuan dan Nadi : 100 x/i
nyeri
- + + keyakinan terhadap RR : 22 x/i
nyeri

116
- Identeifikasi - mengidentifikasi BB : 16,5 kg
pengaruh nyeri pengaruh nyeri pada
TB : 120 cm
pada kualitas hidup kualitas hidup
- Monitor efek - kolaborasi SpO2 : 99% dengan O2
samping pemberian nasal 3lpm
penggunaan analgesic:
TTV
analgetik metamizol IV
TD :100/90 - Monitor efek A: masalah teratasi sebagian
mmHg Edukasi samping P: Lanjutkan Intervensi
- Ajarkan teknik penggunaan
Suhu : 37,3 C nonfarkalogis untuk analgetik
Nadi : 130 x/i mengurangi nyeri - Mengajarkan teknik
relaksasi distraksi
RR : 24 x/i Kolaborasi
- Kolaborasi
BB : 16,5 kg pemberian analgetik
TB : 120 cm
SpO2 : 99%
dengan O2 nasal
3lpm

117
Kasus (vignete)

Seorang pasien umur 56 th di bawah keluarganya ke IGD dengan keluhan batuk berdahak
dan sesak sejak 2 hari yang lalu dan dada terasa sakit, retraksi dada +, pasien menggunakan
otot bantu nafas, terdengar ronchi di setiap lapang paru, TTV: TD 106/67 RR 29 x/I SpO2
91%

Pertanyaan soal

Apakah masalah keperawatan prioritas utama kasus tersebut?

Pilihan Jawaban

A. Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif

B. Nyeri akut

C. Gangguan pertukaran gas

D. Hipovolemia

E Kecemasan

Kunci Jawaban : A

Referensi: Mansjoer, A dkk. 2008. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3.


Jakarta: Media Aesculapius
Maria, Insana. 2021. Asuhan Keperawatan Diabetes Melitus dan
Asuhan Keperawatan Stroke. Yogyakarta: Deepublish
PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI): Definisi dan Indikator Diagnostik ((cetakan III) 1
ed.). Jakarta: DPP PPNI.
Nama Pembuat Setiajeng Putriani/ 2021001801

Institusi Stikes Kepanjen Malang

118
Kasus (vignete)

Seorang pasien umur 6 tahun mengeluh nafsu makan menurun, muntah sejak kemarin,
muntah kurang lebih 10 kali per hari, muntah berupa makanan dan minuman, pasien juga
mengeluh sakit perut dengan skala 5. TTV: Suhu 37,8 C, Nadi 100 x/I, SpO2 98%

Pertanyaan soal

Apakah diagnosa keperawatan menurut SDKI yang tepat dari kasus tersebut?

Pilihan Jawaban

A. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologi dibuktikan dengan


keluhan nyeri pasien
B. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional
C. Defisit Nutrisi berhubungan dengan keengganan untuk makan dibuktikan
dengan keengganan untuk makan
D. Defisiensi Pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi
E. Defisit Nutrisi

Kunci Jawaban : C

Referensi: Mansjoer, A dkk. 2008. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3.


Jakarta: Media Aesculapius
Maria, Insana. 2021. Asuhan Keperawatan Diabetes Melitus dan
Asuhan Keperawatan Stroke. Yogyakarta: Deepublish
PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI): Definisi dan Indikator Diagnostik ((cetakan III) 1
ed.). Jakarta: DPP PPNI.

Nama Pembuat Setiajeng Putriani/ 2021001801

Institusi Stikes Kepanjen Malang

119
SATUAN ACARA PENYULUHAN

ETIKA BATUK

OLEH :

SETIAJENG PUTRIANI

NIM: 2021001801

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KEPANJEN


MALANG
2021

120
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit infeksi masih merupakan salah satu masalah kesehatan di dunia,

termasuk di Negara berkembang salah satunya indonesia. Kondisi lingkungan

dan budaya yang ada di Negara tercinta ini sangat mempengaruhi tingginya

kejadian infeksi. Dalam kehidupan sehari- hari tanpa sadar reflek batuk/ bersin

sering terjadi, hal ini normal terjadi tetapi efeknya menjadi tidak normal

apabila kita tidak menyadari atau akibat yang ditimbulkan dari batuk yang

dapat mengeluarkan spora dari mulut kita. Etika batuk adalah hal yang perlu

kita ketahui bersama dalam proses pencegahan infeksi yang saat ini marak

digunakan.

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Instruksional Umum

Untuk membantu pasien RSUD LAWANG dalam memberikan

pengetahuan tentang etika batuk.

1.2.2 Tujuan Instruksional Khusus

Setelah mengikuti pendidikan kesehatan selama 1 x 30 menit, peserta

diharapkan:

1. Dapat menambah wawasan pasien tentang pengertian etika batuk

2. Dapat menambah wawasan pasien tentang tujuan etika batuk.

3. Dapat menambah wawasan pasien tentang penyebab batuk.

121
4. Dapat menambah wawasan pasien tentang kebiasaan batuk yang salah.

5. Dapat menambah wawasan pasien tentang batuk yang baik dan benar.

1.3 Manfaat

1.3.1 Bagi pasien dan keluarga/ Peserta Penyuluhan

1. Menambah dan meningkatkan pengetahuan tentang etika batuk.

2. Memotivasi keluarga dan pasien agar benar-benar memperhatikan

kesehatan bagi anggota keluarga

122
BAB II

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

ETIKA BATUK

2.1 Materi / Bahasan : Etika Batuk

2.2 Sasaran : Penunggu Pasien

2.3 Waktu : Jumat, 25 Juni 2020 / Pukul 10:00

2.4 Tempat : Ruang Tunggu IGD

2.5 Metode : Ceramah dan Tanya Jawab

2.6 Media : Leaflet

2.7 Uraian

2.7.1 Tujuan Instruktural Umum

Setelah dilakukan penyuluhan diharapkan peserta mampu memahami

tentang Etika Batuk

2.7.2 Tujuan Instruktural Khusus

Setelah dilakukan penyuluhan diharapkan peserta mampu :

1 Menjelaskan pengertian etika batuk

2 Menyebutkan tujuan etika batuk.

3 Menyebutkan penyebab batuk.

4 Menyebutkan kebiasaan batuk yang salah.

5 Menjelaskan cara batuk yang baik dan benar.

2.8 Materi penyuluhan : terlampir

2.9 Langkah-langkah dalam penyuluhan :

123
NO TAHAPAN WAKTU PENYULUHAN PESERTA
1. Pembukaan 5 menit 1) Memperkenalkan diri Memperhatikan
2) Mengenalkan topik yang
akan dibahas
3) Menyampaikan tujuan
4) A persepsi
2. Pengembangan 15 menit Pembahasan materi Memperhatikan
1) Menjelaskan pengertian dan peserta aktif
etika batuk bertanya
2) Menyebutkan tujuan etika
batuk.
3) Menyebutkan penyebab
batuk.
4) Menyebutkan kebiasaan
batuk yang salah.
5) Menjelaskan cara batuk
yang baik dan benar.
3. Penutup 5 menit 1. Melaksanakan evaluasi Memperhatikan
sederhana. dan menjawab
pertanyaan

124
BAB III

MATERI PENYULUHAN

3.1 Pengertian

Batuk dalam bahasa latin disebut tussis adalah refleks yang dapat terjadi

secara tiba-tiba dan sering berulang-ulang yang bertujuan untuk membantu

membersihkan saluran pernapasan dari lendir, iritasi, partikel asing dan

mikroba. Batuk dapat terjadi secara disengaja maupun tanpa disengaja (Pavord,

2008).

Etika batuk merupakan tata cara batuk yang baik dan benar dengan cara

menutup hidung dan mulut dengan tissue atau lengan baju.

3.2 Tujuan Etika Batuk

Untuk pencegahan dan pengendalian penyebaran patogen dari pasien yang

terinfeksi. Etika batuk harus diterapkan di semua bagian rumah sakit, di

lingkungan rumah sakit dan lingkungan rumah.

3.3 Penyebab Batuk

3.3.1 Infeksi saluran pernafasan

3.3.2 Alergi terhadap benda asing, seperti debu, asap, makanan dan cairan.

3.4 Indikasi Etika Batuk

Untuk penyakit yang ditularkan melalui droplet, etika batuk harus

diterapkan oleh semua orang yang memperlihatkan gejala infeksi pernapasan.

3.5 Kebiasaan Batuk Yang Salah

125
3.5.1 Tidak menutup mulut saat batuk atau bersin di tempat umum

3.5.2 Tidak mencuci tangan setelah digunakan untuk menutup mulut atau

hidung saat batuk atau bersin

3.5.3 Membuang ludah batuk disembarang tempat

3.5.4 Membuang atau meletakkan tissue yang sudah dipakai di sembarang

tempat

3.5.5 Tidak menggunakan masker saat flu atau batuk.

3.6 Tata Cara Batuk Yang Benar

3.6.1 Tutup hidung dan mulut anda dengan menggunakan tisu/ saputangan

atau lengan dalam baju anda

3.6.2 Segera buang tisu yang sudah dipakai ke dalam tempat sampah

3.6.3 Cuci tangan dengan menggunakan air bersih dan sabun atau pencuci

tangan berbasis alcohol

3.6.4 Gunakan masker.

126
DAFTAR PUSTAKA

Anonym. 2008. Infeksi saluran pernafasan akut yang cenderung menjadi

epidemic dan pandemi: pencegahan dan pengendalian infeksi di fasilitas

pelayanan kesehatan. Jenewa: WHO

Irnawati. 2014. Etika batuk. http://rsud. sinjaikab. go. id/2014/08/penyuluhan-tim-

penyuluh-kesehatan-rsud.html/m=1, diunduh pada tanggal 25 september

2015 pukul 21:00

127
ETIKA
BATUK BATUK
????? TUJUAN ETIKA BATUK TATA CARA BATUK YANG BENAR
merupakan tata cara batuk Untuk pencegahan dan pengendalian Tutup hidung dan mulut anda dengan
yang penyebaran patogen dari pasien yang menggunakan tisu/ saputangan atau lengan
Batukbaik danrefleks
adalah benar yang
dalam baju anda
dengan cara menutup terinfeksi. Etika batuk harus diterapkan di
dapat terjadi secara tiba-
hidung dan mulut dengan semua bagian rumah sakit, di lingkungan
tiba dan sering berulang-
tissue atau rumah sakit dan lingkungan rumah.
ulang, yang bertujuan
lengan baju.
untuk membantu
membersihkan saluran
pernapasan dari lendir, PENYEBAB BATUK
iritasi, partikel asing dan Infeksi saluran pernafasan Segera buang tisu yang sudah dipakai ke
mikroba. Batuk dapat dalam tempat sampah
Alergi terhadap benda asing, seperti debu,
terjadi secara disengaja
asap, makanan dan cairan.
maupun tanpa
disengaja (Pavord, 2008).

128
Cuci tangan dengan menggunakan air
bersih dan sabun atau pencuci tangan
berbasis alcohol ETIKA BATUK

OLEH : SETIAJENG PUTRIANI


NIM: 2021001801

Gunakan masker.
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
KEPANJEN
MALANG 2021

129
LAMPIRAN LOGBOOK MINGGU KE I
LOGBOOK KEGIATAN

Departemen : GADAR Pembimbing: Hardiyanto, S.

Kep.,Ns.,M.Kep Periode :21 Juni 2021 Mahasiswa : Setiajeng

Putriani

Jam Kegiatan Keterangan


07.00 Melakukan timbang terima pagi
08.00 Melakukan tindakan kontrol ruangan
09.00 Melakukan observasi pasien
11.00 Konsultasi DPJP mengenai kondisi pasien
12.00 Melakukan implementasi hasil konsulan
Kasus yang dikelola:
Pneumonia
Saran/ Masukan pembimbing institusi:
1.
Mengetahui,
Pembimbing Institusi Koordinator Mata Ajar

( ) ( )

Malang, 21 Juni 2021

Koordinator Mata Ajar,

Hardiyanto, S. Kep.,Ns.,M.Kep

130
LOGBOOK KEGIATAN

Departemen : GADAR Pembimbing: Hardiyanto, S.

Kep.,Ns.,M.Kep Periode :22 Juni 2021 Mahasiswa : Setiajeng

Putriani

Jam Kegiatan Keterangan


07.00 Melakukan timbang terima pagi
08.00 Melakukan tindakan kontrol ruangan
09.00 Melakukan observasi pasien
11.00 Konsultasi DPJP mengenai kondisi pasien
12.00 Melakukan implementasi hasil konsulan
Kasus yang dikelola:
Broncho Pneumonia
Saran/ Masukan pembimbing institusi:
1.
Mengetahui,
Pembimbing Institusi Koordinator Mata Ajar

( ) ( )

Malang, 22 Juni 2021

Koordinator Mata Ajar,

Hardiyanto, S. Kep.,Ns.,M.Kep

131
LOGBOOK KEGIATAN

Departemen : GADAR Pembimbing: Hardiyanto, S.

Kep.,Ns.,M.Kep Periode :23 Juni 2021 Mahasiswa : Setiajeng

Putriani

Jam Kegiatan Keterangan


07.00 Melakukan timbang terima pagi
08.00 Melakukan tindakan kontrol ruangan
09.00 Melakukan observasi pasien
11.00 Konsultasi DPJP mengenai kondisi pasien
12.00 Melakukan implementasi hasil konsulan
Kasus yang dikelola:
Vomiting
Saran/ Masukan pembimbing institusi:
1.
Mengetahui,
Pembimbing Institusi Koordinator Mata Ajar

( ) ( )

Malang, 23 Juni 2021

Koordinator Mata Ajar,

Hardiyanto, S. Kep.,Ns.,M.Kep

132
LOGBOOK KEGIATAN

Departemen : GADAR Pembimbing: Hardiyanto, S.

Kep.,Ns.,M.Kep Periode :24 Juni 2021 Mahasiswa : Setiajeng

Putriani

Jam Kegiatan Keterangan


07.00 Melakukan timbang terima pagi
08.00 Melakukan tindakan kontrol ruangan
09.00 Melakukan observasi pasien
11.00 Konsultasi DPJP mengenai kondisi pasien
12.00 Melakukan implementasi hasil konsulan
Kasus yang dikelola:
DHF
Saran/ Masukan pembimbing institusi:
1.
Mengetahui,
Pembimbing Institusi Koordinator Mata Ajar

( ) ( )

Malang, 24 Juni 2021

Koordinator Mata Ajar,

Hardiyanto, S. Kep.,Ns.,M.Kep

133
LOGBOOK KEGIATAN

Departemen : GADAR Pembimbing: Hardiyanto, S.

Kep.,Ns.,M.Kep Periode :25 Juni 2021 Mahasiswa : Setiajeng

Putriani

Jam Kegiatan Keterangan


07.00 Melakukan timbang terima pagi
08.00 Melakukan tindakan kontrol ruangan
09.00 Melakukan observasi pasien
11.00 Konsultasi DPJP mengenai kondisi pasien
12.00 Melakukan implementasi hasil konsulan
Kasus yang dikelola:
DM Tipe 2
Saran/ Masukan pembimbing institusi:
1.
Mengetahui,
Pembimbing Institusi Koordinator Mata Ajar

( ) ( )

Malang, 25 Juni 2021

Koordinator Mata Ajar,

Hardiyanto, S. Kep.,Ns.,M.Kep

134
LAMPIRAN LOGBOOK MINGGU KE II

LOGBOOK KEGIATAN

Departemen : GADAR Pembimbing: Hardiyanto, S.

Kep.,Ns.,M.Kep Periode :28 Juni 2021 Mahasiswa : Setiajeng

Putriani

Jam Kegiatan Keterangan


07.00 Melakukan timbang terima pagi
08.00 Melakukan tindakan kontrol ruangan
09.00 Melakukan observasi pasien
11.00 Konsultasi DPJP mengenai kondisi pasien
12.00 Melakukan implementasi hasil konsulan
Kasus yang dikelola:
DM
Saran/ Masukan pembimbing institusi:
1.
Mengetahui,
Pembimbing Institusi Koordinator Mata Ajar

( ) ( )

Malang, 28 Juni 2021

Koordinator Mata Ajar,

Hardiyanto, S. Kep.,Ns.,M.Kep

135
LOGBOOK KEGIATAN

Departemen : GADAR Pembimbing: Hardiyanto, S.

Kep.,Ns.,M.Kep Periode :29 Juni 2021 Mahasiswa : Setiajeng

Putriani

Jam Kegiatan Keterangan


07.00 Melakukan timbang terima pagi
08.00 Melakukan tindakan kontrol ruangan
09.00 Melakukan observasi pasien
11.00 Konsultasi DPJP mengenai kondisi pasien
12.00 Melakukan implementasi hasil konsulan
Kasus yang dikelola:
DM
Saran/ Masukan pembimbing institusi:
1.
Mengetahui,
Pembimbing Institusi Koordinator Mata Ajar

( ) ( )

Malang, 29 Juni 2021

Koordinator Mata Ajar,

Hardiyanto, S. Kep.,Ns.,M.Kep

136
LOGBOOK KEGIATAN

Departemen : GADAR Pembimbing: Hardiyanto, S.

Kep.,Ns.,M.Kep Periode :30 Juni 2021 Mahasiswa : Setiajeng

Putriani

Jam Kegiatan Keterangan


07.00 Melakukan timbang terima pagi
08.00 Melakukan tindakan kontrol ruangan
09.00 Melakukan observasi pasien
11.00 Konsultasi DPJP mengenai kondisi pasien
12.00 Melakukan implementasi hasil konsulan
Kasus yang dikelola:
VOMITING
Saran/ Masukan pembimbing institusi:
1.
Mengetahui,
Pembimbing Institusi Koordinator Mata Ajar

( ) ( )

Malang, 30 Juni 2021

Koordinator Mata Ajar,

Hardiyanto, S. Kep.,Ns.,M.Kep

137
LOGBOOK KEGIATAN

Departemen : GADAR Pembimbing: Hardiyanto, S.

Kep.,Ns.,M.Kep Periode :1 Juli 2021 Mahasiswa : Setiajeng

Putriani

Jam Kegiatan Keterangan


07.00 Melakukan timbang terima pagi
08.00 Melakukan tindakan kontrol ruangan
09.00 Melakukan observasi pasien
11.00 Konsultasi DPJP mengenai kondisi pasien
12.00 Melakukan implementasi hasil konsulan
Kasus yang dikelola:
FEBRIS
Saran/ Masukan pembimbing institusi:
1.
Mengetahui,
Pembimbing Institusi Koordinator Mata Ajar

( ) ( )

Malang, 1 Juli 2021

Koordinator Mata Ajar,

Hardiyanto, S. Kep.,Ns.,M.Kep

138
LOGBOOK KEGIATAN

Departemen : GADAR Pembimbing: Hardiyanto, S.

Kep.,Ns.,M.Kep Periode :2 Juli 2021 Mahasiswa : Setiajeng

Putriani

Jam Kegiatan Keterangan


07.00 Melakukan timbang terima pagi
08.00 Melakukan tindakan kontrol ruangan
09.00 Melakukan observasi pasien
11.00 Konsultasi DPJP mengenai kondisi pasien
12.00 Melakukan implementasi hasil konsulan
Kasus yang dikelola:
. GASTRITIS
Saran/ Masukan pembimbing institusi:
1.
Mengetahui,
Pembimbing Institusi Koordinator Mata Ajar

( ) ( )

Malang, 2 Juli 2021

Koordinator Mata Ajar,

Hardiyanto, S. Kep.,Ns.,M.Kep

139

Anda mungkin juga menyukai