Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH SEMINAR MINI

KEPERAWATAN MATERNITAS (HIPERPLASIA ENDOMETRIUM)

Disusun Oleh :

SRIMELDA
21091032

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

STIKes HANG TUAH PEKANBARU

2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Swt penulis ucapkan, karena telah memberi
nikmat kesehatan, kekuatan, pikiran yang jernih dan keterbukaan hati sehingga
penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah mini seminar ini yang berjudul
“Asuhan Keperawatan Dengan Hiperplasia Endometrium”.

Selama proses penyusunan makalah mini seminar ini penulis banyak


mendapat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini
penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih dan penghargaan yang setulusnyayang
telah banyak meluangkan waktu, pikiran dan tenaganya dalam membimbing penulis
menyelesaikan makalah mini seminar.
Penulis menyadari bahwa makalah mini seminar ini jauh dari kesempurnaan,
hal ini bukanlah suatu kesenjangan melainkan karena keterbatasan ilmu dan
kemampuan penulis. Untuk itu penulis berharap tanggapan dan kritikan serta saran
yang bersifat membangun dari semua pihak demi kesempurnaan makalah mini
seminar. Akhir kata, penulis mengharapkan agar makalah mini seminar ini
bermanfaat bagi kita semua.

Pekanbaru, 02 Desember 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………………………………………………………..

DAFTAR ISI…………………………………………………………………

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang........................................................................................

1.2 Tujuan......................................................................................................

BAB II TINJAUAN TEORITIS

2.1 Pengertian……………………………………………………..

2.2 klasifikasi……………….…………………………………….

2.3 Etiologi………………………………………………………..

2.4 Patofisiologi…………………………………………………..

2.5 Manifestasi Klinis…………………………………………….

2.6 Pemeriksaan Penunjang………………………………………

2.7 Penatalaksanaan………………………………………………

2.8 Asuhan Keperawatan…………………………………………

BAB III TINJAUAN KASUS

3.1 Pengkajian.................................................................................................

3.2 Diagnosa Keperawatan..............................................................................

3.3 Intervensi...................................................................................................

3.4 Implementasi dan Evaluasi........................................................................


BAB IV PEMBAHASAN

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan............................................................................................

5.2 Saran......................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Wanita memiliki organ eksterna dan interna serta dilengkapi dengan hormon-hormon
reproduksi. Perkembangan zaman yang semakin pesat, menjadikan wanita rentan sekali
terhadap berbagai penyakit terutama yang berhubungan  dengan organ reproduksi contohnya
seperti Hyperplasia Endometrium. Hyperplasia endometrium adalah keadaan dimana
endometrium tumbuh secara berlebihan. Kelainan ini bersifat benigna (jinak), akan tetapi
pada sejumlah kasus dapat berkembang kearah keganasan uterus. Sejumlah wanita berada
pada resiko tinggi menderita hiperplasia endometrium. Hiperplasia Endometrium adalah
suatu kondisi di mana terjadi penebalan/pertumbuhan berlebihan dari lapisan dinding dalam
rahim (endometrium), yang biasanya mengelupas pada saat menstruasi. Kondisi ini
merupakan proses yang jinak (benign), tetapi pada beberapa kasus (hyperplasia tipe atipik)
dapat menjadi kanker Rahim.

Penebalan pada lapisan dinding dalam rahim atau yang disebut dengan hyperplasia
endometrium terjadi karena kerja hormon estrogen. Jika terjadi penebalan berlebih itu
menunjukkan adanya peningkatan berlebih dari kadar hormon estrogen itu sendiri. Pada
kasus umum, peningkatan hormon estrogen bisa terjadi akibat dipicu oleh tumbuhnya kista.
Pada kasus lain, penebalan dinding rahim juga terjadi karena faktor ketidakseimbangan
hormonal dimana peningkatan hormon estrogen tak diimbangi oleh peningkatan progesteron.
Kondisi ini juga biasanya dialami oleh wanita yang tergolong berbadan gemuk karena
produksi estrogennya berlebihan. Jadi, hiperplasia endometrium sebenarnya bisa dialami
siapa pun, baik yang sudah memiliki anak maupun belum

Sebanyak 40.000 kasus terdiagnosis di Amerika pada tahun 2005. Risiko terjadinya kelainan
ini meningkat pada wanita dengan obesitas, diabetes, dan penggunaan terapi pengganti
hormon. Studi yang dilakukan oleh Kurman menyatakan hiperplasia sederhana berhubungan
dengan 1% progresi menjadi kanker, 3% progresi menjadi hiperplasia kompleks, 8% progresi
menjadi hiperplasia sederhana atipik. Sementara hiperplasia kompleks atipik, 29% akan
progresi menjadi kanker 2,4 %.

Hiperplasia endometrium ini diakibatkan oleh hiperestrinisme atau adanya stimulasi


unoppesd estrogen (estrogen tanpa pendamping progesteron / estrogen tanpa hambatan).
Kadar estrogen yang tinggi ini menghambat produksi Gonadotrpin (feedback mechanism).
Akibatnya rangsangan terhadap pertumbuhan folikel berkurang, kemudian terjadi regresi dan
diikuti perdarahan.

Faktor resiko Hiperplasia endometrium sama seperti pada kasus kanker endometrium, yang
paling penting diantaranya adalah peningkatan Body Mass Index (BMI) dan nulipara. Faktor
resiko yang lain yaitu anovulasi yang bersifat kronik, late onset of menopouse¸ dan diabetes.
Secara teoritis kebanyakan dari kondisi tersebut dihubungkan dengan peningkatan sirkulasi
estrogen yang relatif dari progesteron. Dukungan yang lebih kuat dihubungakan dengan
unopposed terapi estrogen dalam perkembangan hiperplasia endometrium dan karsinoma
endometrium.

1.2 Tujuan

1.2.1 Mengetahui definisi dari hiperplasia endometrium

1.2.2 Untuk mengetahui etiologi hiperplasia endometrium

1.2.3 Untuk mengetahui manifestasi klini hiperplasia endometrium

1.2.3 Untuk mengetahui penatalaksanaan hiperplasia endometrium

1.2.4 Untuk mengetahui diagnosa terhadap hiperplasia endometrium


BAB 2

TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi

Hiperplasia endometrium didefiniskan sebagai proliferasi dari kelenjar endometrium dengan


bentuk dan ukuran yang ireguler dengan peningkatan pada rasio kalenjar/stroma. Hiperplasia
endometrium lebih jauh diklasifikasikan menjadi hiperplasia sederhana dan kompleks
berdasarkan kompleksitas dan kerumunan dari struktur kalenjar. Endometrium adalah lapisan
terdalam pada rahim dan tempatnya menempelnya ovum yang telah dibuahi. Di dalam
lapisan Endometrium terdapat pembuluh darah yang berguna untuk menyalurkan zat
makanan ke lapisan ini. Saat ovum yang telah dibuahi (yang biasa disebut fertilisasi)
menempel di lapisan endometrium (implantasi), maka ovum akan terhubung dengan badan
induk dengan plasenta yang berhubung dengan tali pusat pada bayi.

Lapisan ini tumbuh dan menebal setiap bulannya dalam rangka mempersiapkan diri terhadap
terjadinya kehamilan,agar hasil konsepsi bisa tertanam. Pada suatu fase dimana ovum tidak
dibuahi oleh sperma, maka kurpus luteum akan berhenti memproduksi hormon  progesteron 
dan berubah menjadi  korpus albikan yang menghasilkan sedikit hormon diikuti meluruhnya
lapisan endometrium yang telah menebal, karena hormon estrogen dan progesteron telah
berhenti diproduksi. Pada fase ini, biasa disebut menstruasi atau peluruhan dinding rahim.

2.1 Etiologi

Hiperplasia endometrium ini diakibatkan oleh hiperestrinisme atau adanya stimulasi


unoppesd estrogen (estrogen tanpa pendamping progesteron / estrogen tanpa hambatan).
Kadar estrogen yang tinggi ini menghambat produksi Gonadotrpin (feedback mechanism).
Akibatnya rangsangan terhadap pertumbuhan folikel berkurang, kemudian terjadi regresi dan
diikuti perdarahan.

Pada wanita perimenopause sering terjadi siklus yang anovulatoar sehingga terjadi penurunan
produksi progesteron oleh korpus luteum sehingga estrogen tidak diimbangi oleh
progesteron. Akibat dari keadaan ini adalah terjadinya stimulasi hormon estrogen terhadap
kelenjar maupun stroma endometrium tanpa ada hambatan dari progesteron yang
menyebabkan proliferasi berlebih dan terjadinya hiperplasia pada endometrium. Juga terjadi
pada wanita usia menopause dimana sering kali mendapatkan terapi hormon penganti
yaituprogesteron dan estrogen, maupun estrogen saja. Estrogen tanpa pendamping
progesterone (unoppesd estrogen) akan menyebabkan penebalan endometrium. Peningkatan
estrogen juga dipicu oleh adanya kista ovarium serta pada wanita dengan berat badan
berlebih.

2.3 Faktor Resiko

Hiperplasia Endometrium seringkali terjadi pada sejumlah wanita yang memiliki resiko
tinhggi :

 Sekitar usia menopause


 Didahului dengan terlambat haid atau amenorea
 Obesitas ( konversi perifer androgen menjadi estrogen dalam jaringan lemak )
 Penderita Diabetes melitus
 Pengguna estrogen dalam jangka panjang tanpa disertai pemberian progestin pada
kasus menopause
 PCOS – polycystic ovarian syndrome
 Penderita tumor ovarium dari jenis granulosa theca cell tumor

2.4 Manifestasi Klinis

 Siklus menstruasi tidak teratur


 Tidak haid dalam jangka waktu lama (amenorrhoe)
 Menstruasi terus-menerus dan banyak (metrorrhagia).
 Sulit Hamil
 Perdarahan
2.5 Klasifikasi

Menurut World Health Organization (WHO) dan the International Society of Gynecologic
Pathologists terdapat 4 jenis hiperplasia yakni, simpel non atipik, kompleks non atpik , simpel
atipik, dan kompleks atipik. Klasifikasi ini berdasarkan ada dan tidaknya gambaran sel atipik
dan selanjutnya berdasarkan kompleksitas kelenjarnya yaitu menjadi simpleks dan kompleks.

1. Hiperplasia Simpel Non Atipik


Sebelumnya disebut sebagai hiperplasia kistika atau ringan dengan gambaran yang
tampak adalah banyak kelenjar yang mengalami proliferasi dan dilatasi dengan tepi
yang tidak teratur dan terdapat penonjolan dan perlekukan kelenjar yang menonjol
serta sering ada gambaran kistik, dan dipisahkan oleh stroma yang masih banyak.
2. Hiperplasia Kompleks Non Atipik
Hiperplasia kompleks sebelumnya dikenal sebagai hiperplasia moderat atau
adenomatosa, dengan tampak suatu gambaran susunan kelenjar yang padat. Pada
kelenjar terdapat gambaran irreguler, dengan ukuran bervariasi, sebagian berdilatasi
bercabang dengan lekukan dan tonjolan. Lebih banyak adanya penonjolan dan
perlekukan kelenjar dan kadang-kadang kelenjar saling berdekatan dan menempel
karena padatnya (back-to-back position), dengan hanya sedikit stroma yang masih
terlihat. Rasio kelenjar dan stroma lebih dari 2:1. Derajat kepadatan kelenjar inilah
yang membedakan hiperplasia simpleks dan kompleks. Gambaran kelenjar kistik
kadang juga ditemukan.
3. Hiperplasia Simpel Atipik
Hiperplasia atipik simpleks memperlihatkan gambaran kelenjar yang kurang padat
dibandingkan dengan jenis kompleks, sehingga risiko untuk berkembangnya
menjadi adenokarsinoma endometrium lebih tinggi.
4. Hiperplasia Kompleks Atipik
Secara umum hiperplasia atipik berbentuk kompleks dengan kelenjar yang padat
sekali. Bentuk dan ukuran kelenjar sangat tidak beraturan berbentuk papiler atau
bertumpuk, dengan sedikit inti fibrovaskuler dalam lumen. Walaupun kompleks dan
sangat padat, kelenjar pada hiperplasia endometrium atipik dikelilingi oleh stroma
dengan adanya gambaran kelenjar yang saling menempel, tiap kelenjar mempunyai
membran basalis dengan tepi tipis.
2.6 Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)


Pada wanita pasca menopause ketebalan endometrium pada pemeriksaan
ultrasonografi transvaginal kira kira < 4 mm. Untuk dapat melihat keadaan dinding
cavum uteri secara lebih baik maka dapat dilakukan pemeriksaan hysterosonografi
dengan memasukkan cairan kedalam uterus.

2. Biopsy
Diagnosis hiperplasia endometrium dapat ditegakkan melalui pemeriksaan biopsi
yang dapat dikerjakan secara poliklinis dengan menggunakan mikrokuret. Metode ini
juga dapatmenegakkan diagnosa keganasan uterus.
3. Dilatasi dan Kuretase
Dilakukan dilatasi dan kuretase untuk terapi dan diagnosa perdarahan uterus.
4. Histeroskopi
Histeroskopi adalah tindakan dengan memasukkan peralatan teleskop kecil kedalam
uterusuntuk melihat keadaan dalam uterus dengan peralatan ini selain melakukan
inspeksi juga dapat dilakukan tindakan pengambilan sediaan biopsi untuk
pemeriksaan histopatologi.

2.7 Penatalaksanaan

Terapi atau pengobatan bagi penderita hiperplasia, antara lain sebagai berikut:

1. Tindakan kuratase selain untuk menegakkan diagnosa sekaligus sebagai terapi untuk
menghentikan perdarahan.
2. Selanjutnya adalah terapi progesteron untuk menyeimbangkan kadar hormon di dalam
tubuh. Namun perlu diketahui kemungkinan efek samping yang bisa terjadi, di
antaranya mual, muntah, pusing, dan sebagainya. Rata-rata dengan pengobatan
hormonal sekitar 3-4 bulan, gangguan penebalan dinding rahim sudah bisa diatasi.
Terapi progestin sangat efektif dalam mengobati hiperplasia endometrial tanpa atipi,
akan tetapi kurang efektif untuk hiperplasia dengan atipi. Terapi cyclical progestin
(medroxyprogesterone asetat 10-20 mg/hari untuk 14 hari setiap bulan) atau terapi
continuous progestin (megestrol asetat 20-40 mg/hari) merupakan terapi yang efektif
untuk pasien dengan hiperplasia endometrial tanpa atipi. Terapi continuous progestin
dengan megestrol asetat (40 mg/hari) kemungkinan merupakan terapi yang paling
dapat diandalkan untuk pasien dengan hiperplasia atipikal atau kompleks. Terapi
dilanjutkan selama 2-3 bulan dan dilakukan biopsi endometrial 3-4 minggu setelah
terapi selesai untuk mengevaluasi respon pengobatan. Jika pengobatan hormonal yang
dijalani tak juga menghasilkan perbaikan, biasanya akan diganti dengan obat-obatan
lain.
3. Tanda kesembuhan penyakit hiperplasia endometrium yaitu siklus haid kembali
normal. Jika sudah dinyatakan sembuh, ibu sudah bisa mempersiapkan diri untuk
kembali menjalani kehamilan. Namun alangkah baiknya jika terlebih dahulu
memeriksakan diri pada dokter. Terutama pemeriksaan bagaimana fungsi
endometrium, apakah salurannya baik, apakah memiliki sel telur dan sebagainya.
Khusus bagi penderita hiperplasia kategori atipik, jika memang terdeteksi ada kanker,
maka jalan satu-satunya adalah menjalani operasi pengangkatan rahim. Penyakit
hiperplasia endometrium cukup merupakan momok bagi kaum perempuan dan kasus
seperti ini cukup dibilang kasus yang sering terjadi, maka dari itu akan lebih baik jika
bisa dilakukan pencegahan yang efektif.
2.7 Pencegahan
Langkah-langkah yang bisa disarankan untuk pencegahan, seperti :
1. Melakukan pemeriksaan USG dan / atau pemeriksaan rahim secara rutin, untuk
deteksi dini ada kista yang bisa menyebabkan terjadinya penebalan dinding rahim.
2. Melakukan konsultasi ke dokter jika mengalami gangguan seputar menstruasi apakah
itu haid yang tak teratur, jumlah mestruasi yang banyak ataupun tak kunjung haid
dalam jangka waktu lama.
3. Penggunaan etsrogen pada masa pasca menopause harus disertai dengan pemberian
progestin untuk mencegah karsinoma endometrium.
4. Bila menstruasi tidak terjadi setiap bulan maka harus diberikan terapi progesteron
untuk mencegah pertumbuhan endometrium berlebihan. Terapi terbaik adalah
memberikan kontrasepsi oral kombinasi.
5. Rubah gaya hidup untuk menurunkan berat badan.

2.9 Asuhan Keperawatan

Pengkajian

1. Identitas Pasien
Identitas pasien meliputi: inisial, umur, suku, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat
dan lama menikah.
2. Data Biologis / Fisiologis
Meliputi keluhan utama, riwayat keluhan utama, riwayat kesehatan lalu, riwayat
keluarga, riwayat reproduksi, riwayat aktivitas sehari-hari.
3. Pemeriksaan Fisik
Meliputi pemeriksaan tanda-tanda vital, keadaan umum, tingkat kesadaran dan
pemeriksaan head to toe.
4. Data Psikologi / Sosiologis
Meliputi respon emosional setelah diagnosa penyakit diketahui dan peranan pasien
dalam keluarga.
5. Data Spiritual
Meliputi usaha pasien berdoa terhadap penyakitnya, pantangan dan keharusan
menurut keyakinan pasien selama di rumah sakit.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera biologis
2. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi
3. PK: Perdarahan
BAB 4

PEMBAHASAN

4.1 Kesesuaian Teori dengan Kasus

Pada teori asuhan keperawatan terdiri dari pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi
keperawatan, implementasi, dan evaluasi, pada kasus sudah sesuai, saya telah melakukan
asuhan keperawatan seluruhnya mulai dari pengkajian, penegakan diagnose keperawatan,
membuat intervensi, melakukan implementasi, serta melakukan evaluasi kepada pasien. Pada
saat pengkajian juga saya melakukan dengan komunikasi terapeutik, penegakan diagnose
dilakukan berdasarkan data-data yang telah didapatkan dari pengkajian, lalu membuat
intervensi sesuai dengan keadaan dan tindakan yang dibutuhkan pasien, saat melakukan
tindakan sesuai SOP dengan menggunakan alat pelindung diri terlebih dahulu.

4.2 Kesenjangan Teori dengan Kasus

Pada saat melakukan asuhan keperawatan terdapat beberapa kesenjangan, yaitu :

1. Pada pengkajian genitalia pada teori seharusnya di lihat atau dilakukan pemeriksaan
secara langsung, pada kasus saya hanya menanyakan saja kepada pasien terkait
genitalia.

Diagnosa yang mungkin muncul pada teori adalah

1. Nyeri berhubungan dengan adanya adanya luka insisi post SC


2. PK: Perdarahan
3. Resiko infeksi berhubungan dengan mastitis,endometrtitis, sistisis, luka post sc

Sedangkan pada kasus diagnosa yang muncul sesuai dengan keadaan dan kondisi pasien
adalah nyeri akut, ketidakefektian perfusi jaringan perifer dan resiko infeksi dikarenakan
leukosit meningkat. Diagnosa yang muncul tersebut merupakan diagnosa post operasi.
BAB 5

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Wanita memiliki organ eksterna dan interna serta dilengkapi dengan hormon-hormon
reproduksi. Perkembangan zaman yang semakin pesat, menjadikan wanita rentan sekali
terhadap berbagai penyakit terutama yang berhubungan  dengan organ reproduksi contohnya
seperti Hyperplasia Endometrium. Hyperplasia endometrium adalah keadaan dimana
endometrium tumbuh secara berlebihan. Kelainan ini bersifat benigna (jinak), akan tetapi
pada sejumlah kasus dapat berkembang kearah keganasan uterus. Sejumlah wanita berada
pada resiko tinggi menderita hiperplasia endometrium.

Hiperplasia endometrium ini diakibatkan oleh hiperestrinisme atau adanya stimulasi


unoppesd estrogen (estrogen tanpa pendamping progesteron / estrogen tanpa hambatan).
Kadar estrogen yang tinggi ini menghambat produksi Gonadotrpin (feedback mechanism).
Akibatnya rangsangan terhadap pertumbuhan folikel berkurang, kemudian terjadi regresi dan
diikuti perdarahan.

Faktor resiko Hiperplasia endometrium sama seperti pada kasus kanker endometrium, yang
paling penting diantaranya adalah peningkatan Body Mass Index (BMI) dan nulipara. Faktor
resiko yang lain yaitu anovulasi yang bersifat kronik, late onset of menopouse¸ dan diabetes.
Secara teoritis kebanyakan dari kondisi tersebut dihubungkan dengan peningkatan sirkulasi
estrogen yang relatif dari progesteron. Dukungan yang lebih kuat dihubungakan dengan
unopposed terapi estrogen dalam perkembangan hiperplasia endometrium dan karsinoma
endometrium.
DAFTAR ISI

Hammond, R., & Johnson, J. (2001). Endometrial Hyperplasia. Curr Obstet Gynecol.

Jing Wang Chiang, M., & Warner K Huh, M. (2013, March 13). Retrieved February 27, 2015, from
http://emedicine.medscape.com/article/269919-overview#showall

John O. Schorge, M. J. (2008). Williams Gynecology. The McGraw-Hill Companies, Inc.

Kaku , T., & Tsukamoto, N. (1996). Endometrial Carcinoma Associated with Hyperplasia.

Lurain, J. R. (2007). Uterine Cancer. In J. S. Berek, Berek & Novak's Gynecology (14th Edition ed.,
pp. 1343-1403). Lippincott Williams & Wilkins.

Montgomery, B., Daum, G., & Dunton, C. (2004). Obstetrical and Gynecological Survey.
Endometrial Hyperplasia: A Review , 368-378.

Ronald S. Gibbs MD, B. Y. (2008). Danforth's Obstetrics and Gynecology Tenth Edition. Lippincott
Williams & Wilkins.

Schorge, J. O., Schaeffer, J. I., Halvorson, L. M., Hoffman, B. L., Bradshaw, K. D., & Cunningham,
F. G. (2008). Endometrial Cancer. In J. O. Schorge, J. I. Schaeffer, L. M. Halvorson, B. L. Hoffman,
K. D. Bradshaw, & F. G. Cunningham, Williams Gynecology. McGraw-Hill.

Wildemeersch, D., & Dhont, M. (n.d.). American Journal of Obstretics and Gynecologics. Treatment
of Non Atypical and Atypical Endometrial Hyperplasia With a Levonorgestrel-Releasing Intra
Uterine System , 1-4.

Chandrasoma, Parakrama dan Taylor, Clive. R. Patologi Anatomi. Edisi 2. Jakarta : EGC.
2006.

Ara, S., & Roohi, M. (2011). Abnormal Uterine Bleeding; Histopathological Diagnosis by
Conventional Dilatation and Curretage. The Professional Medical Journal , 587-591.

Elly, J. W., Kennedy, C. M., Clark, E. C., & Bowdler, N. C. (2006). Abnormal Uterine
Bleeding: A Management Algortihm. JABFM , 590-602.

Munro, M. G., Critchley, H. O., Broder, M. S., & Fraser, I. S. (2011). FIGO Classification
System (PALM-COEIN) for Causes of Abnormal Uterine Bleeding in Non Gravid Women of
Reproductive Age. International Journal of Gynecology and Obstetrics , 3-12.

Anda mungkin juga menyukai