Anda di halaman 1dari 41

MAKALAH DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

DIVERTIKULITIS
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah
III
Dosen Pengampu : Ns. Wantonoro, M.Kep., Sp.KMB., Ph.D.

Disusun Oleh :
Irwan Ardianto [ 1710201080 ]
Faida Rahmani [ 1710201083 ]
Nur Afifah luthfiani [ 1710201091 ]
Faiqoh Alfiyyah Azhaar [ 1710201099 ]
Anggit Dwi Retno M [ 1710201101 ]
Ayu Dhian P [ 1710201120 ]
Utari wulandari [ 1710201151 ]
Viki Irma Larfiana [ 1710201154 ]
Luluk Sridiana [ 1710201109 ]
Eva Sukmawati [ 1710201115 ]
Anggita Agustina Andini [ 1710201113 ]

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH YOGYAKARTA
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya kepada kita semua dan hanya dengan qudrat dan iradat-Nyalah kami
dapat menyelesaikan makalah dan asuhan keperawatan pada pasien Divertikulitis.

Adapun makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah


Keperawatan Medikal Bedah III. Semoga dengan penyusunan makalah ini dapat
menambah pengetahuan dan pemahaman diri. Demi kesempurnaannya, kami
selalu mengharapkan adanya saran dan masukan dari berbagai pihak.

Dalam penyusunan makalah ini tentu melibatkan banyak pihak yang turut
serta membantu menyelesaikan makalah ini. Maka dari itu kami mengucapkan
terimakasih kepada:
1. Ns. Wantonoro, M.Kep., Sp.KMB., Ph.D.
2. Perpustakaan Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta

Makalah ini tentunya masih jauh dari sempurna, maka dari itu kritik dan
saran yang membangun dari pembaca sangat diperlukan.

Yogyakarta, 04 November 2019

Penyusun

i
ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................................... i

DAFTAR ISI..................................................................................................................... iii

BAB I .................................................................................................................................. 1

A. LATAR BELAKANG ........................................................................................... 1


B. RUMUSAN MASALAH ....................................................................................... 2
C. TUJUAN ................................................................................................................ 2
D. MANFAAT ............................................................................................................ 2
BAB II ................................................................................................................................ 3

A. DEFINISI ............................................................................................................... 3
B. ETIOLOGI ............................................................................................................ 3
C. PATOFISIOLOGI ................................................................................................ 4
E. MANIFESTASI KLINIS ...................................................................................... 9
F. PENATALAKSANAAN ....................................................................................... 9
G. KOMPLIKASI .................................................................................................... 10
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG .......................................................................... 11
BAB III............................................................................................................................. 11

A. KESIMPULAN ................................................................................................... 35
B. SARAN ................................................................................................................. 36
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 37

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Penyakit divertikula adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan
diverkulitis dan divertikulosis. Divertikulosis merujuk pada adanya sakus mukosa luar
usus non-inflamasi. Divertikulitis adalah sakus luar buntu atau herniasi mukosa usus
diseluruh pembungkus otot usus besar, biasanya kolon sigmoid. Penyakit divertikular
umum terjadi pada pria dan wanita serta pada usia lebih dari 45 tahun, dan pada orang
gemuk. Kasus ini terjadi pada kira-kira sepertiga populasi lebih dari 60 tahun. (Ester
Monica, 2001)
Diet rendah serat dihubungkan dengan terjadinya divertikula, karena diet ini
menurunkan bulk dalam feses dan mempredisposisikan pada konstipasi. Pada adanya
kelemahan otot diusus, dapat meningkatkan tekanan intramural yang dapat menimbulkan
pembentukan divertikula. Penyebab divertikulosis meliputi atrofi atau kelemahan otot
usus, peningkatan tekanan intramural, kegemukan, dan konstipasi kronis. Divertikulosis
terjadi bila makanan yang tidak dicerna menyumbat divertikulum, yang menibulkan
penurunan suplai darah ke area dan mencetuskan usus pada invasi bakteri ke dalam
divertikulum. Divertikula mempunyai lumen usus sempit seperti leher botol. Titik lemah
di otot usus ada pada cabang-cabang pembuluh darah yang menembus dinding kolonik.
Titik lemah ini menciptakan area prostrusi usus bila ada peningkatan tekanan intraluminal.
Divertikula sering terjadi pada kolon sigmoid karena tekanan tinggi pada area ini
diperlukan untuk mengeluarkan feses ke rektum. (Ester Monica, 2001)
Divertikulitis mungkin akut atau kronis. Bila divertikulum tidak terinfeksi
(divertikulosis), lesi ini menyebabkan sedikit masalah. Namun, bila fekalit tidak encer dan
mengalir dari divertikulum, fekalit bisa terperangkap dan menyebabkan iritasi dan
inflamasi (divertikulitis). (Ester Monica, 2001)
Komplikasi penyakit divertikula merupakan akibat dari divertikulitis akut atau
kronik, dapat bermanifestasi sebagai perdarahan, perforasi, peritonitis, abses, dan
pembentukan fistula, atau obstruksi usus akibat striktur. Pada divertikulitis akut, terdapat
demam, leukositosis, nyeri dan nyeri tekan pada kuadran kiri bawah dan abdomen. Selama
serangan akut, dapat terjadi perdarahan dari jaringan granulasi vaskular namun biasanya

1
ringan. Kadang-kadang perdarahan terjadi masif akibat erosi yang menembus pembuluh
darah besar di dekat divertikula. (Sylvia, 1995)

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa definisi dari Divertikulitis?
2. Apa etiologi dari Divertikulitis?
3. Bagaimana patofisiologi dari Divertikulitis?
4. Bagaimana pathways dari Divertikulitis?
5. Apa manifestasi klinis dari Divertikulitis?
6. Bagaimana penatalaksanaan dari Divertikulitis?
7. Bagaimana studi kasus dari Divertikulitis?
8. Bagaimana asuhan keperawatan dari Divertikulitis?

C. TUJUAN
1. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami definisi dari Divertikulitis.
2. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami etiologi Divertikulitis.
3. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami patofisiologi Divertikulitis.
4. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami pathways Divertikulitis.
5. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami manifestasi klinis Divertikulitis.
6. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami penatalaksanaan Divertikulitis.
7. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami studi kasus dari Divertikulitis.
8. Mahasiswa dapat memahami dan memahami serta menyusun asuhan keperawatan dari
Divertikulitis.

D. MANFAAT
1. Bagi Mahasiswa
Makalah ini dapat digunakan sebagai tambahan referensi belajar bagi mahasiswa.
2. Bagi Pembaca
Makalah ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan pembaca terkait masalah
Divertikulitis.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. DEFINISI

Divertikulitis adalah peradangan kantung divertikula yang merupakan respons


inflamasi dari infeksi dengan komplikasi abses, fistula, obstruksi, perforasi, peritonitis,
dan perdarahan. Sedangkan penyakit divertikulum adalah suatu kondisi penonjolan dan
pelebaran dari dinding saluran gastrointestinal. Divertikulosis adalah terbentuknya
kantung atau pelebaran keluar dari dinding usus besar terutama pada kolon sigmoid.
Kondisi divertikulosis dan divertikulitis disebut dengan penyakit divertikulum. Sekitar 10-
25% pasien yang mengalami divertikulosis akan mengalami divertikulitis. Pada usia
kurang dari 50 tahun, penyakit ini lebih sering dialami pria, pada usia 50-70 tahun wanita
sedikit dominan terjadi dan diatas 70 tahun wanita lebih dominan mengalami penyakit
divertikulum (Goss, 2009 dalam Muttaqin 2013)
Menurut (Iin, 2004) Divertikulitis merupakan Protusi mukosa keluar lumen melalui
lapisan otot sirkular dinding kolong kemudian membentuk suatu kantung yang hanya
terdiri atas lapisan mukosa dan terjadi infeksi. Menurut (Sjamsuhidajat dkk, 2010)
Divertikulitis adalah radang akut dalam divertikel tanpa atau dengan perforasi. Biasanya
radang disebabkan oleh retensi feses didalamnya. Tekanan tinggi di dalam sigmoid yang
berperan pada terjadinya divertikel juga berperan pada terjadinya retensi isi usus didalam
divertikel. Perforasi akibat divertikulitis menyebabkan peridivertikulitis terbatas, abses,
atau peritonitis umum. Abses mungkin diresorpsi atau meluas menjadi besar. Kadang
abses menembus ke rongga peritoneum dan menyebabkan peritonitis umum. Dalam lumen
usus atau lumen kandung kemih. Mungkin juga abses menembus kedalam lumen,
menyebabkan fistel interna ke usus atau kandung kemih. Obstruksi kronik dapat timbul
karena fibrosis.

B. ETIOLOGI

Etiologi divertikulitis menurut (Iin, 2004) adalah

3
a. Menurunnya kekuatan atau ketegangan otot dinding kolon
b. Meningkatnya tekanan intra kolon (intraluminal)
Sedangkan menurut Muttaqin, 2013 etiologinya adalah
a. Diet rendah serat. Faktor ini merupakan penyebab utama yang memberikan resiko
penyakit divertikulum. Makanan siap saji yang dikemas industri dengan rendah serat
membuat feses menjadi keras dan akan meningkatkan tekanan segmen kolon pada saat
melakukan propulsi (pendorongan material feses) sehingga memberikan manifestasi
peningkatan intraluminal dan akan terbentuk formasi divertikulum. (Goss, 2009 dalam
Muttaqin 2013)
b. Diet tinggi lemak dan daging. Material ini juga akan memberikan manifestasi yang
sama seperti diet rendah serat. (Goss, 2009 dalam Muttaqin 2013)
c. Proses penuaan. Peningkatan usia akan menyebabkan perubahan struktur kolagen dan
meningkatkan resiko penyakit divertikulum (Ibele, 2007 dalam Muttaqin 2013)
d. Gangguan mobilitas usus besar memberikan predisposisi terbentuknya formasi
divertikulum. (Bassotti, 2003 dalam Muttaqin 2013)
e. Terapi kortikosteroid, tetapi bukan OAINS (Obat Anti-Inflamasi Non-Steroid)
memiliki riwayat risiko lebih tinggi untuk mengalami penyakit divertikulum. (Mpofu,
2004 dalam Muttaqin 2013)
f. Defek kongenital dengan kekuatan dinding kolon yang menurun dapat menyebabkan
terjadinya formasi divertikulum kongenital. (Morson, 1963 dalam Muttaqin 2013)

C. PATOFISIOLOGI
Menurut buku dari (Muttaqin, 2013) penyakit diverticulum dapat terjadi pada
sepanjang saluran gastrointestinal, bisa didapat atau bisa bersifat kongenital, seperti
Meckel’s Diverticulum (walau kondisi ini sangat jarang). Penyakit diverticulum
merupakan herniasi dan mukosa dan submucosa atau seluruh dinding (Rabinowitz, 2008).
Kolon sigmoid merupakan segmen yang paling sering terjadi pada penyakit ini (95-98%),
walaupun segmen lainnya seperti desending, asending, transversal, jejunum, ileum, dan
duodenum juga dapat terjadi (Mimura, 2002).
Walaupun penyebab pasti belum teridentifikasi, tetapi peningkatan tekanan
intraluminal dan kelemahan dinding kolon pada beberapa sisi penetrasi dari pembuluh
nutrient ke otot akan meningkatkan kondisi herniasi. Kondisi konstipasi akan memberikan
manifestasi otot-otot menjadi tegang karena feses yang terdapat di dalam usus terlalu
keras. Hal ini merupakan penyebab utama dari meningkatnya tekanan di dalam usus besar.

4
Tekanan yang berlebihan menyebabkan titik-titik lemah pada usus besar menonjol dan
membentuk diverticula. Kondisi ini juga dipengaruhi oleh abnormalitas motilitas kolon,
defek pada struktur otot, defek konsistensi kolagen dan proses penuaan (Bassotti, 2003).

Kondisi diverticulitis merupakan inflamasi peridivertikulum atau abses diverticula


yang memungkinkan terjadinya rupture mukosa menuju mesentria. Kondisi ini
ditingkatkan oleh infeksi, obstruksi, fistula atau pecah secara spontan. Diverticulitis akut
terjadi akibat material feses berada di leher diverticulum dan meningkatkan kondisi
replikasi bakteri. Suatu abses bisa terlokalisasi dengan koleksi pus akan meningkatkan
kerusakan jaringan. Akumulasi abses dapat menimbulkan kondisi makroperforasi dan
akan terjadi peritonitis, serta erosi local (Joffe, 2009)

Perdarahan pada penyakit diverticulum akan memberikan manifestasi hilangnya


dari vascular dan akan masuk ke dalam lumen intestinal. Perdarahan dapat berupa tetesan
atau bercampur dengan feses, tetapi bisa bersifat massif (Bassotti, 2003). Komplikasi dari
diverticulitis kronik akan membentuk obstruksi intestinal dan fistula akibat respons dari
diverticulitis berulang. Terbentuknya obstruksi intestinal disebabkan oleh infeksi yang
meningkatkan blockade parsial atau total. Fistula merupakan koneksi abnormal antara dua
organ atau organ dengan kulit, ketika kerusakan jaringan terjadi, kontak antar jaringan
akan memberikan manifestasi inflamasi dan berlanjut pada bentuk fistula. Fistula yang
sering terjadi adalah antara kolon dengan jaringan di dekatnya seperti kandung kemih, usus
halus, dan kulit. Fistula yang paling sering terjadi adalah antara kolon dengan kandung
kemih yang memberikan manifestasi inflamasi infeksi berat pada saluran perkemihan
(Mimura, 2002). Kondisi penyakit diverticulum memberikan berbagai manifestasi klinik
dan memberikan berbagai masalah keperawatan pada pasien.

D. PATHWAYS

5
6
7
Defek Diet rendah serat,
Proses penuaan tinggi lemak dan Gangguan motilitas kolon
konginetal
daging

Kekuatan dinding Perubahan Feses menjadi keras dan Penurunan elastisitas


kolon turun strukutur kolagen peningkatan tekanan dinding inestinal
segmen kolon

Kelemahan dinding Terbentuknya kantung Terapi


intestinal pada dinding inestinal kartikosteroid

Faktor genetik Terbentuknya kantung pada Aktual/risiko syok


dinding intestinal hipovolemik

Komplikasi abses,
Divertikulikulosis
fistula, obstruksi,
Penyakit Divertikulum perforasi, dan
perdarahan

DIVERTIKULITIS
Intervensi bedah

Pascaoperatif

Respons inflamsi Gangguan iritasi


sistemik gastrointestinal inestinal Reseptor nyeri
perubahan intake
cairan dan nutrisi
luka pascabedah
Hipertermi Mual, muntah Kram
kolostomi sementara
abdomen

Asupan nutrisi Nyeri


tidak adekuat Cairan tertahan di
lumen

Ketidakseimbangan Feses encer


nutrisi kurang dari
kebutuhan
Frekuensi BAB
meningkat

Kekurangan Gangguan
volume eliminasi
8 BAB,diare
cairan
E. MANIFESTASI KLINIS

Divertikulitis biasanya diawali dengan gejala penyakit divertikulosis, yang meliputi :

a. Nyeri pada perut. Rasa nyeri akan lebih terasa sesaat setelah makan atau ketika
bergerak.
b. Sembelit, diare, atau keduanya.
c. Perut kembung atau perut terasa dipenuhi gas.
d. Terkadang buang air besar disertai lendir.

Kadang divertikulosis dapat terjadi tanpa menimbulkan gejala. Namun, divertikulosis


yang sudah mengalami peradangan dan menjadi divertikulitis, akan menimbulkan gejala:
a. Demam.
b. Nyeri perut yang semakin parah dan berkelanjutan.
c. Mual dan muntah.
d. Buang air besar berdarah.

Tanda dan gejala Divertikulitis menurut (Inna, 2004) adalah


a. Nyeri pada abdomen kiri bawah, menjalar ke belakang, begitu juga dapat terjadi
setelah defekasi.
b. Nausea, vomitus dan anoreksia.
c. Diare disertai lender, darah, dan puss.
d. Hipertermi.
e. Adanya benjolan dan nyeri tekan.
f. Dapat merangsang peritonium sehingga abdomen menjadi tegang.
g. Abses peritolik sampai sepsis.
h. Nadi cepat.

F. PENATALAKSANAAN
1. Intervensi konservatif
a) Pada divertikulitis fase akut pasien dipuasakan, pasien dipasang selang nasogatrik
bila ada muntah atau distensi, pemasangan pipa isap lambung, dan pemasangan
infus.
2. Terapi farmakologis

9
Antibiotik spektrum luas diberikan selama 7-10 hari. Pemeridin (Demerol) diberikan
untuk menghilangkan nyeri. Antispasmodik seperti propantelin bromide dan
oksifensiklimin dapat diberikan. Feses normal dapat dicapai dengan menggunakan
preparat bulk (Metamucil0 atau pelunak feses (Colace), dengan mengisi minyak hangat
ke dalam rektum, atau dengan memasukkan supositoria evakuan (Dulcolax). Rencana
profilaktik ini akan mengurangi bakteri flora usus, menurunkan bulk feses, dan
melunakkan massa feses sehingga feses bergerak lebih mudah melalui area obstruksi
inflamasi (Smeltzer, 2002).
3. Intervensi bedah
menurut Sjamsuhidayat (2005) reaksi bagian kolon yang mengalami divertikulitas
dapat dikerjakan secara selektif. Reseksi kolon sigmoid biasanya dilakukan dengan cara
Hartmann dengan kolostomi sementara untuk menghindari resiko tinggi gangguan
penyembuhan luka anastomosis yang di buat primer pada lingkunagn radang. Prosedur
Hartmann jauh lebih aman karena anastomosis baru dikerjakan setelah rongga perut
dan lapangan bedah bebas kontaminasi dan radang.

G. KOMPLIKASI

Penyulit dapat berupa perforasi, abses terbuka, fistel, obstruksi parsial dan perdarahan.
Perforasi terbuka menyebabkan peritonitis umum yang dapat terjadi berangsur-angsur.
Obstruksi sigmoid biasanya berkembang berangsur-angsur obstruksi usus halus dapat
terjadi karena perlekatan. Fistel pada pria mungkin tembus ke buli-buli, fistel kebuli-buli
pada wanita jarang ditemukan karena uterus terletak diantara kolon sigmoideum dan
kandung kemih. Fistel juga dapat terjadi diureter, uretra, vagina, sekum, usus, dan keluar
ke kulit dinding perut atau perineum. Abses ditandai dengan masa di perut kiri bawah yang
sangat nyeri, keluhan obstipasi, demam dan penderita mungkin tampak toksik. Biasanya
perdarahan baru nyata setelah keluar ketika defekasi, mungkin terjadi anemia. Kadang
terutama pada penderita usia lanjut, dapat terjadi perdarahan masif yang mungkin
menyebabkan syok, keadaan ini dapat ditangani dengan transfusi darah. Selain itu dapat
ditemukan gejala klinis peritonitis lokal pada divertikulitis menyerupai apendisitis akut
tetapi tempatnya berbeda. Serangan akut berupa nyeri lokal kiri bawah atau suprapubik.
Sering terdapat konstipasi atau diare. Gejala mual atau muntah bergantung pada lokasi dan
hebatnya serangan. Selain itu ditemukan demam sedang, distensi perut sedang, masa di

10
daerah pelvis atau kiri bawah, mungkin disertai rangsangan peritoneal, dan leukositosis
sedang. (Sjamsuhidajat, 2010)

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan darah rutin. Hal ini untuk mengidentifikasi kadar hematokrit
sebagai dasar memberikan intervensi manajemen tranfusi. Pemeriksaan waktu
perdarahan dan waktu pembekuan untuk mengeliminasi adanya gangguan dari
faktor pembekuan darah.
b. Pemeriksaan serum elektrolit.
c. Pemeriksaan fungsi ginjal dan hati.
d. Pemeriksaan urine.
2. Pemeriksaan radiografi
a. Pemeriksaan rontgen abdomen.
Pemeriksaan plain abdominal radiograph dilakukan untuk mengidentifikasi
adanya iritasi ileus, perforasi viseral, dan obstruksi intestinel (Joffe, 2009).
Pemeriksaan sinar-X terhadap abdomen dapat menunjukkan adanya udara bebas
di bawah diafragma bila perforasi terjadi akibat divertikulitis (Smeltzer, 2002).
b. Pemeriksaan barium enema.
Pemeriksaan Gastrogaffin enema lebih aman dilakukan secara intraluminal
untuk mendeteksi adanya kantung pada dinding intestinal dan adanya fistula
(Goss, 2009). Menurut Joffe (2009) padapemeriksaan dengan barium enema,
divertikulitis dapat didiagnosis untuk melihat adanya perforasi divertikulum.
Cairan barium akan melalui bagian perforasi divertikulum menuju adanya
fistula atau abses.
c. Pemeriksaan CT Scan
Dilakukan untuk mendeteksi adanya abses, fistulan, dan inflamasi.
3. Pemeriksaan endoskopik
Untuk mendeteksi adanya kantung divertikulum adanya divertikulitis.

BAB III

11
STUDI KASUS DAN ASUHAN KEPERAWATAN

A. KASUS

Mrs. Dolan is a 46-year-old female who presented to the emergency department with
complaints of episodic abdominal pain, a low-grade fever, and diarrhea for almost two
weeks. Mrs. Dolan was on vacation in another country when she developed pain in the left
lower quadrant of her abdomen. Mrs. Dolan delayed seeking health care because of fear of
the country’s unfamiliar medical system and the assumption that bad water or food she had
while on vacation must have given her a stomach “bug.” M rs. Dolan also reports a recent
onset of painful urination.

Upon examination in the emergency room, Mrs. Dolan is found to be dehydrated with a
fever of 102.58F (39.2 8C). Vital signs are blood pressure (BP) 106/58, pulse 88, and
respiratory rate of 22. Her potassium (K1) level is 2.8 mEq/L, erythrocyte sedimentation
rate (ESR) is 37 mm/hr, and white blood cell (WBC) count is 16,000 cells/mm3. A urinalysis
showed a positive urinary tract infection (UTI) and an abdominal/pelvic computed
tomography (CT) scan revealed diverticulitis with a question of an ileus.

Mrs. Dolan is admitted and started on intravenous (IV) fluid of D51/2 normal saline (NS)
with 20 mEq of potassium chloride (KCl) at 50 mL per hour. Two IV antibiotics (cefoxitin
sodium and metronidazole) are prescribed. Her admitting orders include nothing by mouth
(NPO), bed rest, IV morphine sulfate for pain management, stools to be checked for occult
blood, strict intake and output (I & O), and repeat blood work in the morning to monitor her
K+. Her height and weight on admission are 5 feet 7 inches and 170 lbs (77.3 kg). She is
prescribed diphenoxylate hydrochloride with atropine sulfate, propantheline bromide, and
acetaminophen as “as needed” pro re nata (prn) medications.

Terjemahan:

Ny. Dolan wanita 46 tahun datang ke UGD mengeluh sakit pada perut yang berlangsung
kadang-kadang/episodik, demam ringan, dan diare selama hampir 2 minggu. Sebelumnya
Ny. Dolan berlibur ke negara lain ketika itu nyeri di kuadran bawah kiri perutnya semakin
meningkat. Ny. Dolan memutuskan untuk menunda mencari pelayanan kesehatan karena

12
takut jika negara tersebut mempunyai sistem medis yang berbeda atau tidak biasa. Ny.
Dolan berasumsi jika air atau makanan yang tidak higienis ketika dia berlibur yang
menyebabkan gangguan pada perutnya. Ny. Dolan juga mengeluh jika baru-baru ini dia
mengalami nyeri saat berkemih.

Saat dilakukan pemeriksaan di ruang UGD, ditemukan bahwa Ny. Dolan mengalami
dehidrasi dengan demam 102,5oF (39,2oC). Tanda-tanda vital: tekanan darah 106/58 mmHg,
nadi 88x/menit dan respirasi 22x/menit. Kadar kalium (K) nya adalah 2,8 mEq / L, laju
endapan eritrosit (ESR) adalah 37 mm / jam, dan darah putih jumlah sel (WBC) adalah
16.000 sel / mm3. Urinalisis menunjukkan infeksi saluran kemih positif (ISK) dan scan
computed tomography (CT) abdomen/panggul memperlihatkan divertikulitis dengan
keraguan terjadinya ileus.

Ny. Dolan dirawat dan mulai dilakukan terapi cairan intravena (IV) D51/2 normal saline
(NS) dengan 20 mEq kalium klorida (KCI) pada 50mL per jam. Dua antibiotik IV yang
diresepkan (cefoxitin sodium dan metronidazole). Dia menerima pelayanan NPO, tirah
baring, IV morfin sulfat untuk manajemen nyeri, stools to be checked for occult blood,
pemantauan ketat intake dan output (I & O), dan mengulangi blood work di pagi hari untuk
memantau K+. Pengukuran tinggi dan berat badan adalah 5 kaki 7 inci dan 170 pounds (77,3
kg). Dia diresepkan difenoksilat hidroklorida dengan atropin sulfat, propantheline bromide,
dan acemptophen sesuai kebutuhan obat pro re nata (prn).

B. PERTANYAAN
1. Bagaimana perbedaan divertikulitis dengan divertikulosis?
Divertikulitis adalah peradangan kantung divertikula yang merupakan respons inflamasi
dari infeksi dengan komplikasi abses, fistula, obstruksi, perforasi, peritonitis, dan
perdarahan. Sedangkan penyakit divertikulum adalah suatu kondisi penonjolan dan
pelebaran dari dinding saluran gastrointestinal. Divertikulosis adalah terbentuknya
kantung atau pelebaran keluar dari dinding usus besar terutama pada kolon sigmoid.
Kondisi divertikulosis dan divertikulitis disebut dengan penyakit divertikulum. (Goss,
2009 dalam Muttaqin 2013)

2. Ringkaskan patofisiologi akut dan divertikulitis kronis.

13
Divertikulitis akut : pada diverticulitis akut terdapat demam, leukositosis, nyeri dan nyeri
tekan pada kuadran kiri bawah dan abdomen. Selama serangan akut dapat terjadi
pendarahan dari jaringan granulasi vascular namun biasanya ringan. Kadang – kadang
perdarahan terjadi massif akibat erosi yang menembus pembuluh darah besar di dekat
diverticula. Perdarahan biasanya diobati secara konservatif, tetapi kadang-kadang perlu
dilakukan reseksi usus. Terkadang diverticula yang mengalami peradangan akut pecah.
Bila perforasi kecil, dapat mengakibatkan pembentukan abses dekat diverticulum yang
mengalami perforasi. Bila perforasi besar, feses dapat masuk dalam peritoneum dan
menyebabkan bentuk peritonitis yang paling berbahaya dengan mortalitas yang tinggi.
Gejala-gejala perforasi sama dengan gejala-gejala tukak yang mengalami perforasi
kecuali dalam hal nyeri, regiditas dan nyeri tekan paling nyata pada kuadran kiri bawah.
Diverticulitis kronis: menyebabkan usus mudah mengalami serangan peradangan
berulang. Akibatnya dapat berupa fibrosis dan perlekatan struktur-struktur di sekitarnya.
Bila peradangan kronik menyebabkan penyempitan lumen dapat timbul obstruksi parsial
kronik pada kolon, menimbulkan gejala obstipasi, feses seperti pita, diare intermiten, dan
peradangan abdomen. Gambaran akhir obstruksi mungkin dipercepat oleh serangan akut,
menyebabkan abses perikolon yang menyempitkan lumen yang sudah menyempit.
Fistula dapat juga terbentuk sebagai komplikasi abses perikolon. Jenis yang paling sering
terjadi adalah fistula vesikolon. Aliran selalu dari kolon ke kandung kemih, dan
keluhannya adalah pneumaturia atau keluarnya gelembung-gelembung udara dalam
kemih. (Syilvia A.Price, 1994)

3. Jelaskan faktor-faktor risiko predisposisi untuk divertikulitis. Identifikasi segala faktor


yang berkontribusi untuk pengembangan divertikulitis dalam kasus Mrs. Dolan

Ny. Dolan memutuskan untuk menunda mencari pelayanan kesehatan karena takut jika
negara tersebut mempunyai sistem medis yang berbeda atau tidak biasa. Ny. Dolan
berasumsi jika air atau makanan yang tidak higienis ketika dia berlibur yang
menyebabkan gangguan pada perutnya.

4. Penyedia perawatan kesehatan gawat darurat juga menganggap bahwa gejala Mrs.
Dolan bisa menjadi indikasi diagnosis gastroenteritis. Jelaskan secara singkat

14
gambaran klinis gastroenteritis dan divertikulitis. Bagaimana presentasi klinis diagnosa
ini serupa?

Gambaran klinis dari penyakit gastroenteritis Ditandai dengan meningkatnya kandungan


cairan dalam feses , pasien terlihat sangat lemas, kesadaran menurun, kram perut,
demam, muntah, gemuruh usus (borborigimus), anoreksia, dan haus. Kontraksi
spasmodik yang nyeri dan peregangan yang tidak efektif pada anus, dapat terjadi setiap
defekasi. Perubahan tanda-tanda vital seperti nadi dan respirasi cepat, tekanan darah
turun, serta denyut jantung cepat. Pada kondisi lanjut akan didapatkan tanda dan gejala
dehidrasi, meliputi: Turgor kulit menurun < 3 detik, pada anak-anak ubun-ubun dan mata
cekung, membran mukosa kering, dan disertai penurunan berat badan akut, keluar
keringan dingin (Muttaqin 2011). Selain itu adanya gangguan osmotik yang
menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus tinggi sehingga terjadi pergeseran air
dan elektrolit ke dalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan merangsang
usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare. Selain itu adanya respon inflamasi
mukosa dan gangguan motilitas usus yang juga berpengaruh terhadap timbulnya diare.
Pada manifestasi lanjut dari diare dan hilangnya cairan, elektrolit memberikan
manifestasi pada ketidakseimbangan asam basa dan gangguan sirkulasi yaitu terjadinya
gangguan keseimbangan asam basa (metabolik asidosis). (muttaqin, 2013) sedangkan
pada divertikulitis, manifestasi klinisnya menurut (Inna, 2004) adalah
a. Nyeri pada abdomen kiri bawah, menjalar ke belakang, begitu juga dapat terjadi
setelah defekasi.
b. Nausea, vomitus dan anoreksia.
c. Diare disertai lender, darah, dan puss.
d. Hipertermi.
e. Adanya benjolan dan nyeri tekan.
f. Dapat merangsang peritonium sehingga abdomen menjadi tegang.
g. Abses peritolik sampai sepsis.
h. Nadi cepat.

5. Apa sumber bakteri yang biasa mengarah pada pengembangan gastroenteritis?


Sumber bakteri menurut (Ida Mardalena, 2015) meliputi :

15
a. Shigella
- Semusim, puncaknya pada bulan Juli-September
- Insiden paling tinggi pada umur 1-5 tahun
- Dapat dihubungkan dengan kejang demam
- Muntah yang tidak menonjol
- Sel polos dalam feses
- Sel batang dalam darah
b. Salmonella
- Semua umur tetapi lebih tinggi di bawah umur 1 tahun
- Menembus dinding usus, feses berdarah, mukoid
- Mungkin ada peningkatan temperature
- Muntah tidak menonjol
- Sel polos dalam feses
- Masa inkubasi 6-40 jam, lamanya 2-5 hari
- Organisme dapat ditemukan pada feses selama berbulan-bulan
c. Escherichia coli
- Baik yang menembus mukosa (feses berdarah) atau yang menghasilkan
entenoksin
d. Campylobacter
- Sifatnya invasis (feses yang berdarah dan bercampur mucus) pada bayi dapat
menyebabkan diare berdarah tanpa manifestasi klinik yang lain
- Kram abdomen yang hebat
- Muntah/dehidrasi jarang terjadi
e. Yersinia Enterecolitica
- Feses mukosa
- Sering didapatkan sel polos pada feses
- Mungkin ada nyeri abdomen yang berat
- Diare selama 1-2 minggu
- Sering menyerupai appendicitis

6. Jelaskan bagaimana gejala Mrs. Dolan mungkin terkait dengan infeksi saluran
kemihnya

16
Urinalisis menunjukkan infeksi saluran kemih positif (ISK) dan scan computed
tomography (CT) abdomen/panggul memperlihatkan divertikulitis dengan keraguan
terjadinya ileus. Ny. Dolan juga mengeluh jika baru-baru ini dia mengalami nyeri saat
berkemih. Kadar kalium (K) nya adalah 2,8 mEq / L.

7. Penyedia perawatan kesehatan gawat darurat mempertimbangkan beberapa diagnosis


banding untuk Ny. Dolan dan diagnosis divertikulitis ditentukan. Apa tes diagnostik
mengkonfirmasi diagnosis Mrs. Dolan untuk divertikulitis akut?

Laju endapan eritrosit (ESR) adalah 37 mm / jam, dan darah putih jumlah sel (WBC)
adalah 16.000 sel / mm3, pemindaian computed tomography (CT) abdomen / panggul
mengungkapkan divertikulitis dengan pertanyaan ileus

8. CT scan perut / perut Mrs. Dolan terungkap divertikulitis dengan pertanyaan ileus. Apa
itu ileus?

Obstruksi usus atau Ileus menurut Sjamsuhidajat (1997) adalah obstruksi saluran cerna
tinggi artinya disertai dengan pengeluaran banyak aliran cairan dan elektrolit baik di
dalam lumen usus bagian oral dari obstruksi obstruksi maupun oleh muntah.

9. Jelaskan secara singkat mengapa barium enema, sigmoidoskopi, dan kolonoskopi tidak
dianggap sebagai tes diagnostik untuk klien dengan dugaan akut divertikulitis.

Pemeriksaan barium enema menjadi kontra indikasi pada divertikulitis karena akan
meningkatkan risiko perforasi. Untuk pemeriksaan sigmoidoskopi adalah sebuah tes
untuk memeriksa bagian ujung usus besar, yang terdiri dari rektum, kolon sigmoid,
dan anus. Pemeriksaannya dilakukan dengan sebuah alat yang disebut bowel scope
dengan bentuk tabung panjang, tipis, namun fleksibel dengan kamera terpasang
diujungnya untuk mengirimkan gambar keadaan usus ke monitor secara real-time.
Agar terlihat jelas, di ujung bowel scope juga terdapat sumber cahaya.

Berbeda dengan kolonoskopi, meskipun keduanya dilakukan untuk menyelidiki


masalah yang memengaruhi saluran pencernaan. Tapi, lingkup kolonoskopi lebih

17
luas, yaitu seluruh bagian usus. Sementara, sigmoidoskopi hanya berfokus pada
kolon sigmoid, yang merupakan bagian ujung dari usus besar yang terhubung ke
rektum. Pada kedua pemeriksaan ini memiliki resiko tinggi infeksi. Selain itu
memungkinkan timbul komplikasi seperti
 Mengeluarkan tinja atau gas, saat udara dialirkan

 Perforasi atau robeknya usus besar

 Pendarahan

 Infeksi

 Ketidaknyamanan dan tekanan pada dubur

 Pusing atau mual setelah pemeriksaan selesai

 Kram perut
 Kembung

10. Diskusikan manajemen medis untuk klien dengan divertikulitis akut.

Bila diverticula ditemukan secara kebetulan dan penderita asimtomatik, umumya tidak
diobati. Akan tetapi 90% kasus diverticulitis diobati secara medik. Kasus ringan tanpa
tanda tanda perforasi diobati dengan diet cair, pelunak feses, istirahat baring, dan
antibiotic spectrum luas. Antibiotic yang bermanfaat melawan bakteri gram negative
anaerob dapat diberikan pada penderita yang diduga mengalami perforasi atau abses.
Insisi dan drainase abses mungkin diperlukan. Pembedahan hanya diperlukan pada
penyakit yang berat dan luas atau pada komplikasi. Pembedahan yang diperlukan adaah
reseksi kolon yang sakit disertai anastomosis untu mengembalikan kontinuitas. Bila
tidak terdapat komplikasi, pembedahan dapat dilakukan pada stadium satu. Pada kasus
lain, dapat dilakukan kolostomi sementara dengan mengalihkan feses ke perukaan
abdomen (kolostomi) anastomosis dan penutupan dilakukan di kemudian hari. (Syilvia
A.Price, 1994)

11. Penjelasan penyedia layanan kesehatan yang masuk menjelaskan Tn. Dan Ny. Dolan
bahwa beberapa klien memerlukan operasi jika pengobatan konservatif tidak
menyelesaikan akut episode divertikulitis. Apa indikasi untuk intervensi bedah?

18
Parked (1972, dalam Black, 2000) menggambarkan tahapan-tahapan yang terjadi pada
individu dengan perubahan body image yaitu : realization, yang ditunjukkan dengan
menghindar atau denial; alarm, ditunjukkan dengan adanya cemas, gelisah, takut dan
tidak aman; searching, ditandai dengan perasaan episode akut dengan cemas, panik dan
preokupasi dengan kehilangan; berduka, ditandai dengan perasaan kehilangan internal
dan mutilasi; resolusi, ditandai dengan upaya-upaya untuk membangun identitas sosial
yang baru.

12. Diskusikan alasan untuk memasukkan prn order untuk difenoksilat hidroklorida dengan
atropin sulfat, propantheline bromide, dan acetaminophen dalam rencana perawatan
Mrs. Dolan.

Mrs. Dolan diberikan difenoksilat hidroklorida dan atropin sulfat karena untuk mengatasi
nyeri perut episodik dan memberikan efek antispasmolitik, kemudian Mrs.Dolan
diberikan propantheline bromide karena untuk gangguan usus, obat ini bekerja dengan
mengurangi pergerakan lambung atau usus pada Mrs.Dolan. Pemberian acetaminophen
untuk Mrs.Dolan karena obat tersebut mangandung analgesik dan antipiretik yang
populer dan digunakan untuk melegakan sakit kepala, sengal-sengal,serta demam.

13. Saat berkolaborasi dengan Ibu Dolan untuk berkembang rencana perawatan, tujuan apa
yang akan dicapai oleh keperawatan prioritas perawatan?

Prioritas diagnosa : kekurangan volume cairan


Tujuan yang akan dicapai yaitu memenuhi kebutuhan cairan tubuh pasien.
Karena pasien sudah mengalami diare hampir 2 minggu. Maka akan dilakukan tindakan
keperawatan yaitu menjaga intake atau asupan yang akurat dan catat output pasien,
memonitor status hidrasi, memonitor TTV, memonitor reaksi pasien terhadap terapi
elektrolit yang diresepkan, memberikan terapi IV seperti yang ditentukan, memberikan
cairan dengan tepat, meningkatkan asupan oral, mendukung pasien dan keluarga untuk
membantu dalam pemberian makan dengan baik, mengonsultasikan dengan dokter jika
tanda-tanda dan gejala berlebihan dan kekurangan volume cairan menetap atau
memburuk.

19
14. Ny. Dolan meminta morfin sulfat. Apa harus dilakukan perawat sebelum memberikan
obat?

Melakukan kolaborasi interprofesional collaboration dengan ahli farmasi untuk


mengetahui dosis, kandungan obat, dan efek samping.
Karena morfin sulfat digunakan untuk mengatasi rasa sakit yang terbilang parah, dan
berkepanjangan misalnya nyeri. Morfin sulfat bekerja pada saraf dan otak sehingga tubuh
tidak merasakan rasa sakit. Dosis yang dianjurkan 10-20 mg tiap 4-6 jam.

C. ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN

Pengkajian

Tgl Pengkajian : 10 November 2019 No Register : 1234567


Jam Pengkajian : 09.00 Tanggal Masuk : 10
Ruang/Kelas : Ruang mawar November 2019

I. IDENTITAS
II. KELUHAN UTAMA

1. Keluhan utama saat masuk rumah sakit (keluhan utama yang dirasakan atau
dialami klien yang menyebabkan klien atau keluarga mencari bantuan
kesehatan atau masuk rumah sakit) :
Nyeri pada perut yang berlangsung kadang-kadang, demam, dan diare
hampir 2 minggu. Baru-baru ini juga mengalami nyeri ketika berkemih.

2. Keluhan utama saat pengkajian (keluhan yang dirasakan oleh klien saat
pengkajian dilakukan. Tanyakan pada klien keluhan apa yang dirasakan, jika
keluhan yang dirasakan klien lebih dari satu, tanyakan keluhan apa yang
sangat mengganggu klien) :
Dehidrasi dan demam tinggi.
III. DIAGNOSA MEDIS

20
Diverticulitis
IV. RIWAYAT KESEHATAN

1. Riwayat penyakit sekarang


(adalah kronologis dari penyakit yang di derita saat ini mulai awal hingga di
bawah ke RS secara lengkap tindakan apa saja yang sudah dilakukan oleh klien
untuk mengobati sakitnya sebelum ke RS).

Ny. Dolan mengeluh sakit pada perut, demam, dan diare hampir 2 minggu.
Sebelumnya Ny. Dolan berlibur ke negara lain ketika itu nyeri di kuadran bawah
kiri perutnya semakin meningkat. Ny. Dolan memutuskan untuk tidak mencari
pelayanan kesehatan karena takut jika negara tersebut mempunyai sistem medis
yang berbeda atau tidak biasa. Ny. Dolan berasumsi jika air atau makanan yang
tidak higienis ketika dia berlibur yang menyebabkan gangguan pada perutnya.
Ny. Dolan juga mengeluh jika baru-baru ini dia mengalami nyeri saat berkemih.

2. Riwayat kesehatan yang lalu


(tanyakan riwayat penyakit yang pernah di alami klienbeberapa waktu
sebelumnya, berapa kali klien pernah sakit sebelum sakit yang sekarang?
Bagaimana cara klien mencari pertolongan? Apakah klien menderita sakit ?

Ny. Dolan belum pernah mengalami sakit seperti sekarang. Dan jika dirinya
demam dia biasanya pergi ke klinik terdekat.

3. Riwayat kesehatan keluarga


Tidak ada riwayat kesehatan keluarga.

V. PENGKAJIAN FUNGSIONAL

1. Aktivitas sehari-hari (ADL)


a. Pola nutrisi dan cairan
Mengalami dehidrasi.
b. Pola eliminasi
Diare selama hampir 2 minggu.
c. Pola aktifitas dan latihan
Terbaring lemas diatas tempat tidur
d. Pola istirahat tidur
-

21
e. Pola kebersihan diri (personal hygine)
-
f. Pola seksual dan reproduksi
-
2. Kondisi psikologi, sosial, dan spiritual
a. Pola kognitif dan persepsi
-
b. Pola persepsi diri dan konsep diri
-
c. Pola hubungan dan peran
-
d. Pola koping dan toleransi stress
-
e. Pola nilai dan kepercayaan
-
f. Dampak perawatan di rumah sakit

VI. PEMERIKSAAN FISIK

1. Keadaan umum
Lemas, pucat
2. Kesadaran
Compos mentis
3. Tanda-tanda vital
- TD : 106/58 mmHg
- Nadi : 88x/mnt
- Suhu : 39,2°C
- RR : 22x/ mnt
4. Antropometri
- PB : 5’1”
- BB : 77,3 kg
- LLA : -
- LK : -

22
VII. Head to toe (dari kepala sampai kaki)
1. Kulit, rambut, dan kuku
Tangan terasa dingin
2. Kepala
3. Telinga
4. Hidung dan sinus
5. Mulut
Membrane mukosa pucat
6. Leher
7. Kelenjar tiroid
8. Mata
Cekung
9. Dada dan parut
perut kembung dan buncit
10. Kardiovaskular dan sistem vaskuler peripheral
11. Payudara
12. Abdomen
13. Muskuloskletal
14. genito-urinari
15. neurologis

VIII. PEMERIKSAAN PENUNJANG


IX. TERAPI YANG SUDAH DIBERIKAN
1. cairan intravena Ringer Laktat 100 ml/24 jam.
X. KOPING KELUARGA
1. Orang tua mengatakan khawatir dan cemas terhadap kondisi anaknya saat ini
2. Orang tua tampak gelisah, wajah tampak tegang dan terlihat mondar-mandir.

2. ANALISA DATA
No Hari / tanggal Sign and Problem/Masala Etiologi/PPe
sympton/Data h nyebab

23
1. Minggu Ds: Kekurangan Gangguan
10/11/2019 -Ny. Dolan Volume Cairan mekanisme
mengeluh dirinya regulasi,
panas, merasa gangguan
lemas, dan haus. yang
mempengaru
Do: hi absorpsi
-Mata cekung cairan.
-Turgor kulit
kembali lambat
-Membran
mukosa pucat
-Intake dan
Output tidak
seimbang

2. Minggu Ds : penyakit Hipertermia


10/11/2019 Do :
-S : 102,5 F (39,2
C)
-kulit terasa
hangat
3. Minggu Ds : Ny dolan Nyeri akut Agen cedera
10/11/2019 mengeluh nyeri biologis
dibagian perut
episodik.
Do:
-hasil pengkajian
nyeri PQRST:
-P: divertikulitis
-Q: nyeri seperti
ditusuk jarum

24
-R: nyeri
dirasakan pada
perut kuadran kiri
bawah.
-S: sekala nyeri 7
-T:nyeri
berlangsung
kadang-kadang

Prioritas Diagnosa Keperawatan

1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi.


2. Hipertermi yang berhubungan dengan penyakit
3. Nyeri akut yang berhubunngan dengan nyeri akut

3. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

Format perencenaan

No Hari/Tang Diagnosa Perencanaan


gal Keperawata
n
Tujuan Intervensi Rasional
(NOC) (NIC)
1. Selasa Kekurangan Keseimbanga Manajemen
05-11-19 volume n Cairan Cairan
cairan
berhubunga - Tekanan O:
n dengan darah dari - Jaga -mengetahui
mekanisme skala 3 ke 4 intake/asup adanya
regulasi - Keseimban an yang ketidakseim
gan intake akurat dan bangan IO
dan output catat output
dalam 24 pasien

25
jam dari - Monitor -mengetahui
skala 1 ke 5 status adanya
- Turgor kulit hidrasi tanda-tanda
dari skala 1 - Monitor dehidrasi
ke 5 tanda-tanda
- Kelembapa vital -mengetahui
n - Monitor reaksi
membaran reaksi pasien dan
mukosa pasien dapat segera
dari skala 1 terhadap melakukan
ke 5 terapi tindakan
- Serum elektrolit jika timbul
elektrolit yang reaksi (-)
dari skala 1 diresepkan -memenuhi
ke 5 cairan tubuh
- Bola mata N: klien
cekung dari - Berikan
skala 3 ke 5 terapi IV
- Kehausan seperti yang -memenuhi
dari skala 2 ditentukan cairan tubuh
ke 5 - Berikan sesuai
- Pusing dari cairan kebutuhan
skala 3 ke 5 dengan
tepat
- Tingkatkan
asupan oral -menjaga
IO
E: seimbang
- Dukung dan
pasien dan kebutuhan
keluarga intake
untuk tercukupi
membantu

26
dalam
pemberian
makan
dengan baik

C:
-dapat
- Konsultasik segera
an dengan memberikan
dokter jika tindakan
tanda-tanda yang terbaik
dan gejala untuk klien
kelebihan dan
dan menghilang
kekurangan kan
volume tindakan
cairan yang kurang
menetap sesuai
atau
memburuk
2. Selasa Hipertermi Termoregulas Perawatan 1.Memanta
05-11- yang i: demam : u suhu dan
2019 berhubunga 1. Peningkat 1. Pantau tanda vital
n dengan an suhu suhu dan pada pasien
penyakit tubuh tanda-
sedang tanda 2.Memonito
(skor 3) vital r warna
2. Hiperterm lainnya kulit dan
ia sedang 2. Monitor suhu pada
(skor 3 warna pasien
kulit dan
suhu 3.Memonito
r asupan

27
3. Monitor dan
asupan keluaran
dan pada pasien
keluaran, agar tetap
sadari seimbang
perubaha
n 4.Memberik
kehidupa an obat atau
n cairan cairan iv
yang pada pasien
tidak
dirasakan 5.Mendoron
4. Beri obat g pasien
atau agar
cairan IV mengonsum
(misalnya si cairan
, dengan
antipiretik seimbang
, agen
antibakter 6.Memfasili
i, dan tasi istirahat
agen anti dan
menggigil pembatasan
) aktivitas
5. Dorong berlebih
konsumsi pada pasien
cairan
6. Fasilitasi
istirahat,
terapkan
pembatas
an
aktivitas :

28
jika
diperluka
n
3. Selasa Nyeri akut Label : Label : 1.mengajark
05-11- berhubunga Kontrol nyeri Manajemen an pasien
2019 n agen Kriteria Hasil Nyeri bagaimana
cedera : 1. Ajarkan prinsip-
biologis 1. Mengenal prinsip prinsip
i kapan prinsip manajemen
nyeri manajeme nyeri
terjadidari n nyeri. 2.mendoron
skala 4 ke 2. Dorong g pasien
skala 3. pasien untuk
2. Menggun untuk memonitor
akan memonito nyeri dan
analgesik ri nyeri menangani
yang dan nyeri
diberikan menangan dengan
dari skala i nyerinya tepat
4 ke skala dengan 3.mengajark
3. tepat. an teknik
3. Mengenal 3. Ajarkan non
i apa yang tekhnik farmakologi
terkait non seperti
dengan farmakolo relaksasi
gejala gi seperti kepada
nyeri. relaksasi. pasien
4. Melapork 4. Kolaboras 4.kolaborasi
an nyeri i dengan kan dengan
yang pasien, pasien,
terkontrol orang orang tua
dari skala terdekat terdekat dan
dan tenaga

29
4 ke skala tenaga kesehatan
3 kesehatan lainnya
lainnya untuk
untuk memilih
memilih tindakan
dan yang tepat
mengimpl untuk
ementasik pasien
an 5.mengeval
tindakan uasi
penurun keefektifan
nyeri non dari
farmakolo pengontrola
gi, sesuai n nyeri yang
kebutuha dipakai
n. selama
5. Evaluasi pengkajian
keefektifa kepada
n dari pasien
tindakan
pengontro
l nyeri
yang
dipakai
selama
pengkajia
n nyeri
dilakukan
.

4. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

30
N Diagnosa Hari/Tangga Jam Implementasi Evaluasi
o Keperawatan l
1. Kekurangan Minggu, 09.30 - Memonitor S: pasien
volume 10/11/2019 tanda-tanda vital mengatakan
cairan - Memonitor status dirinya
hidrasi merasa lemas
- Memberikan
terapi IV O:
D51/2 normal -membran
saline dengan 20 mukosa pucat
mEq Pottasium -turgor kulit
Chloride (KCl) kembali
50 mL per jam lambat
-TTV:
Tekanan
darah 111/65
mmHg
Nadi
85x/menit
RR
21x/menit
Suhu 38oC

A:
Masalah
defisien
volume
cairan belum
teratasi

P:
Akan
dilakukan

31
Terapi
elektrolit KCl
pada jam
10.30
, monitor IO
dalam 24 jam
kemudian,
pada Senin,
11/11/2019
jam 09.30.
2 Hipertermi Minggu, 09.30 1. Pantau suhu dan Telah
10/11/1019 tanda-tanda dilakukan
vital lainnya tindakan
2. Monitor warna keperawatan
kulit dan suhu kepada Ny
3. Monitor asupan Dolan
dan keluaran, S:-
sadari
perubahan O:
kehidupan -S : 102,5 F
cairan yang (39,2 C)
tidak dirasakan -kulit terasa
hangat

A : masalah
hipertensi
teratasi
sebagian

P : akan
dilakukan
tindakan
intervensi

32
selanjutnya
dengan.
1. Beri obat
atau cairan
IV
(misalnya,
antipiretik,
agen
antibakteri,
dan agen
anti
menggigil)
2. Dorong
konsumsi
cairan
3. Fasilitasi
istirahat,
terapkan
pembatasan
aktivitas :
jika
diperlukan
3. Nyeri akut Minggu, 09.30 1. Mengajarkan Telah
10/11/2019 prinsip prinsip dilakukan
manajemen tindakan
nyeri. keperawatan
2. Mendorong kepada Ny
pasien untuk Dolan
memonitori S : Ny Dolan
nyeri dan mengatakan
menangani nyeri
nyerinya dengan berkurang
tepat.

33
3. Mengajarkan O : Nyeri
tekhnik non dibagian
farmakologi kuadran kiri
seperti bawah perut
relaksasi. sudah
4. Berkolaborasi berkurang.
dengan pasien, A: masalah
orang terdekat nyeri teratasi
dan tenaga sebagain.
kesehatan P : akan
lainnya untuk dilakukan
memilih dan tindakan
mengimplement intervensi
asikan tindakan selanjutnya
penurun nyeri dengan.
non 1. Ajarkan
farmakologi, prinsip
sesuai prinsip
kebutuhan. manajeme
5. Mengevaluasi n nyeri.
keefektifan dari 2. Dorong
tindakan pasien
pengontrol nyeri untuk
yang dipakai memonito
selama ri nyeri
pengkajian dan
nyeri dilakukan. menangan
i nyerinya
dengan
tepat.

TTD

34
PERAWAT

BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Divertikulitis adalah peradangan kantung divertikula yang merupakan respons
inflamasi dari infeksi dengan komplikasi abses, fistula, obstruksi, perforasi, peritonitis,
dan perdarahan. Sedangkan penyakit divertikulum adalah suatu kondisi penonjolan dan
pelebaran dari dinding saluran gastrointestinal. Divertikulosis adalah terbentuknya
kantung atau pelebaran keluar dari dinding usus besar terutama pada kolon sigmoid.
Kondisi divertikulosis dan divertikulitis disebut dengan penyakit divertikulum. Sekitar
10-25% pasien yang mengalami divertikulosis akan mengalami divertikulitis. Pada usia
kurang dari 50 tahun, penyakit ini lebih sering dialami pria, pada usia 50-70 tahun
wanita sedikit dominan terjadi dan diatas 70 tahun wanita lebih dominan mengalami
penyakit divertikulum (Goss, 2009 dalam Muttaqin 2013).
Penyulit dapat berupa perforasi, abses terbuka, fistel, obstruksi parsial dan
perdarahan. Perforasi terbuka menyebabkan peritonitis umum yang dapat terjadi
berangsur-angsur. Obstruksi sigmoid biasanya berkembang berangsur-angsur obstruksi
usus halus dapat terjadi karena perlekatan. Fistel pada pria mungkin tembus ke buli-
buli, fistel kebuli-buli pada wanita jarang ditemukan karena uterus terletak diantara
kolon sigmoideum dan kandung kemih. Fistel juga dapat terjadi diureter, uretra, vagina,
sekum, usus, dan keluar ke kulit dinding perut atau perineum. Abses ditandai dengan
masa di perut kiri bawah yang sangat nyeri, keluhan obstipasi, demam dan penderita
mungkin tampak toksik. Biasanya perdarahan baru nyata setelah keluar ketika defekasi,
mungkin terjadi anemia. Kadang terutama pada penderita usia lanjut, dapat terjadi
perdarahan masif yang mungkin menyebabkan syok, keadaan ini dapat ditangani
dengan transfusi darah. Selain itu dapat ditemukan gejala klinis peritonitis lokal pada
divertikulitis menyerupai apendisitis akut tetapi tempatnya berbeda. Serangan akut
berupa nyeri lokal kiri bawah atau suprapubik. Sering terdapat konstipasi atau diare.

35
Gejala mual atau muntah bergantung pada lokasi dan hebatnya serangan. Selain itu
ditemukan demam sedang, distensi perut sedang, masa di daerah pelvis atau kiri bawah,
mungkin disertai rangsangan peritoneal, dan leukositosis sedang. (Sjamsuhidajat, 2010)

B. SARAN
Kami menganjurkan untuk lebih menambah khasanah pengetahuan tentang
divertikulitis dengan membaca jurnal tentang divertikulitis. Perlu penilitian lebih lanjut
mengenai penyebab dan cara penangulangan untuk menekan angka penderita
divertikulitis dan agar pasien yang terkena divertikulitis dapat diperlakukan dengan
benar. Di samping itu agar mencari alternatif terapi (penatalaksanaan) untuk penderita
divertikulitis.

36
DAFTAR PUSTAKA

A price, silvia. 1995 patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit edisi 4. Jakarta :
ilmu kedokteran IGC

Carpenito, L.J., (2001), Diagnosa Keperawatan ; Buku Saku, Edisi 6, Alih Bahasa :
Monica, Ester, EGC, Jakarta.

Inayah, Iin. 2004. Asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem pencernaan.
Jakarta: salemba medika

Mardalena, Ida. Asuhan keperawatan pasien dengan gangguan sistem pencernaan pustaka
baru press

Muttaqin, Arif & Sari, Kumala. 2013. Gangguan Gastrointestinal Aplikasi Asuhan
Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika

Price, Sylvia (1995), Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 4, EGC:
Jakarta.

37

Anda mungkin juga menyukai