Anda di halaman 1dari 19

Makalah Penyakit Internal Infeksius

Pyelonephritis

Oleh:

Deasy Andini E. (125130100111014)


Amelda Kurnia E.V (125130100111015)
Basofi Andra Aditama (125130100111016)
Fiktor Mahardika (125130100111017)
Tito Adikresna (125130100111018)
Lutfi Azam Fahriza (125130101111001)
Yuli Dwi Ayu Kartika (125130101111002)
Shinta Oktavia Andhani (125130101111003)
Moch. Guntur Karya (125130101111004)
M. Lubbabul Azhar (125130101111005)
Isnin Ramadhani Nafiu (125130101111006)
Devy Maya Dilla (125130101111007)
Anisa Fadlilah Fitriani (125130101111008)

PROGRAM KEDOKTERAN HEWAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2014
KATA PENGANTAR

Rasa syukur yang dalam kami sampaikan ke hadiran Tuhan Yang Maha Pemurah,
karena berkat kemurahanNya makalah ini dapat kami selesaikan sesuai yang diharapkan.
Dalam makalah ini kami membahas “Pyelonephritis” .
Dalam penyusunannya, penulis memperoleh banyak bantuan dari berbagai pihak,
karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: Kedua orang tua
dan segenap keluarga besar penulis yang telah memberikan dukungan, kasih, dan
kepercayaan yang begitu besar. Dari sanalah semua kesuksesan ini berawal, semoga semua
ini bisa memberikan sedikit kebahagiaan dan menuntun pada langkah yang lebih baik lagi.
Meskipun penulis berharap isi dari makalah ini bebas dari kekurangan dan kesalahan,
namun selalu ada yang kurang. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun agar makalah ini dapat lebih baik lagi.
Akhir kata penulis berharap agar makalah ini bermanfaat bagi semua pembaca.

Malang, 25 November 2014

Penulis

i
DAFTAR ISI

HAL
KATA PENGANTAR ................................................................................. i
DAFTAR ISI................................................................................................. ii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ............................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ......................................................................... 2
1.3. Tujuan ........................................................................................... 3

BAB II. PEMBAHASAN


2.1. Etiologi Pyelonephritis............................................................................ 4
2.2. Distribusi ................................................................................................. 4
2.3. Patogenesa Pyelonephritis................... ................................................... 5
2.4. Patologi Anatomi .................................................................................... 9
2.5. Penularan Pyelonephritis...... .................................................................. 11
2.6. Gejala Klinis...... ..................................................................................... 11
2.6. Pengobatan...... ........................................................................................ 12
2.8. Pencegahan...... ....................................................................................... 13
BAB III. PENUTUP
3.1. Kesimpulan ............................................................................................
3.2. Saran ...................................................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 15

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Infeksi saluran kemih adalah infeksi yang terjadi di sepanjang jalan saluran
kemih, termasuk ginjal itu sendiri akibat proliferasi suatu mikroorganisme. Untuk
menyatakan adanya infeksi saluran kemih harus ditemukan bakteri di dalam urin.
Suatu infeksi dapat dikatakan jika terdapat 100.000 atau lebih bakteri/ml urin, namun
jika hanya terdapat 10.000 atau kurang bakteri/ml urin, hal itu menunjukkan bahwa
adanya kontaminasi bakteri.Bakteriuria bermakna yang disertai gejala pada saluran
kemih disebut bakteriuria bergejala. Sedangkan yang tanpa gejala disebut bakteriuria
tanpa gejala.
Infeksi saluran kemih tanpa bakteriuria dapat muncul pada keadaan::
a. Fokus infeksi tidak dilewati urin, misalnya pada lesi dini pielonefritis karena
infeksi hematogen.
b. Bendungan total pada bagian saluran yang menderita infeksi.
c. Bakteriuria disamarkan karena pemberian anibiotika.
Infeksi saluran kemih sering terjdi pada wanita. Salah satu penyebabnya
adalah uretra wanita yang lebih pendek sehingga bakteri kontaminan lebih mudah
melewati jalur ke kandung kemih. Faktor lain yang berperan adalah kecenderungan
untuk menahan urin serta iritasi kulit lubang uretra sewaktu berhubungan kelamin.
Uretra yang pendek meningkatkan kemungkinan mikroorganisme yang menempel
dilubang uretra sewaktu berhubungan kelamin memiliki akses ke kandung kemih.
Wanita hamil mengalami relaksasi semua otot polos yang dipengaruhi oleh
progesterone, termasuk kandung kemih dan ureter, sehingga mereka cenderung
menahan urin dibagian tersebut. Uterus pada kehamilan dapat pula menghambat
aliran urin pada keadaan-keadaan tertentu.
Faktor protektif yang melawan infeksi saluran kemih pada wanita adalah
pembentukan selaput mukus yang dependen estrogen di kandung kemih. Mukus ini
mempunyai fungsi sebagai antimikroba. Pada menopause, kadar estrogen menurun
dan sistem perlindungan ini lenyap sehingga pada wanita yang sudah mengalami
menopause rentan terkena infeksi saluran kemih. Proteksi terhadap infeksi saluran
kemih pada wanita dan pria, terbentuk oleh sifat alami urin yang asam dan berfungsi
sebagai antibakteri.
1
Infeksi saluran kemih pada pria jarang terjadi, pada pria dengan usia yang
sudah lanjut, penyebab yang paling sering adalah prostatitis atau hyperplasia prostat.
Prostat adalah sebuah kelenjar seukuran kenari yang terletak tepat di bawah saluran
keluar kandug kemih. Hiperplasia prostat dapat menyebabkan obstruksi aliran yang
merupakan predisposisi untuk timbulnya infeksi dalam keadaan normal, sekresi
prostat memiliki efek protektif antibakteri.
Pengidap diabetes juga berisiko mengalami infeksi saluran kemih berulang
karena tingginya kadar glukosa dalam urin, fungsi imun yamg menurun, dan
peningkatan frekuensi kandung kemih neurogenik. Individu yang mengalami cedera
korda spinalis atau menggunakan kateter urin untuk berkemih juga mengalami
peningkatan risiko infeksi.
Pyelonefritis merupakan infeksi bakteri yang menyerang ginjal, yang sifatnya
akut maupun kronis. Pielonefritis akut biasanya akan berlangsung selama 1 sampai 2
minggu. Bila pengobatan pada pielonefritis akut tidak sukses maka dapat
menimbulkan gejala lanjut yang disebut dengan pielonefritis kronis.
Ginjal merupakan bagian utama dari sistem saluran kemih yang terdiri atas
organ-organ tubuh yang berfungsi memproduksi maupun menyalurkan air kemih
(urine) ke luar tubuh. Berbagai penyakit dapat menyerang komponen-komponen
ginjal, antara lain yaitu infeksi ginjal.
Pielonefritis dibagi menjadi dua macam yaitu :
 Pielonefritis kronis
 Pyelonefritis akut

1.2. Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimana Etiologi Distribiusi geografis Pyelonephritis?
1.2.1 Bagaimana Patogenesa Pyelonephritis?
1.2.1 Bagaimana Patologi Anatomi Pyelonephritis?
1.2.1 Bagaimana Diagnosa Pyelonephritis?
1.2.1 Bagaimana Penularan Pyelonephritis?
1.2.1 Bagaimana Gejala Klinis Pyelonephritis?
1.2.1 Bagaimana Pengobatan Pyelonephritis?
1.2.1 Bagaimana Pencegahan Pyelonephritis?

2
1.3. Tujuan
1.3.1 Mengetahui Etiologi Distribiusi geografis Pyelonephritis
1.3.1 Mengetahui Bagaimana Patogenesa Pyelonephritis
1.3.1 Mengetahui Bagaimana Patologi Anatomi Pyelonephritis
1.3.1 Mengetahui Bagaimana Diagnosa Pyelonephritis
1.3.1 Mengetahui Bagaimana Penularan Pyelonephritis
1.3.1 Mengetahui Bagaimana Gejala Klinis Pyelonephritis
1.3.1 Mengetahui Bagaimana Pengobatan Pyelonephritis.
1.3.1 Mengetahui Bagaimana Pencegahan Pyelonephritis

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Etiologi Pyelonephritis

Pyelonephritis merupakan infeksi yang disebabkan oleh bacterial pada ginjal dan
pelvis renal, biasanya karena infeksi ascending dari vagina dan vulva pada hewan
betina. Infeksi ini disebabkan oleh infeksi sekunder yang berasal dari saluran
reproduksi bagian bawah. Pyelonnephritis bersifat hematogenous/ embolic nephritis.
Bakteri yang spesifik dapat menyebabkan pyelonephritis adalah Corynebacterium
renale. Penyakit ini biasanya berkaitan dengan nephrolit. Pyelonephritis bisa juga
disebabkan oleh adanya Gangguan anatomi pada ginjal atau struktur bagian bawah.
Pada keadaan normal urin adalah steril (Sukandar, E., 2004).
Umumnya penyakit ini disebabkan oleh kuman gram negatif. Escherichia coli
merupakan penyebab terbanyak baik pada yang simtomatik maupun yang
asimtomatik yaitu 70 - 90%. Enterobakteria seperti Proteus mirabilis, Klebsiella
pneumonia dan Pseudomonas aeruginosa dapat juga sebagai penyebab. Organisme
gram positif seperti Streptococcus faecalis (enterokokus), Staphylococcus epidermidis
dan Streptococcus viridans jarang ditemukan (Lumbanbatu, S.M., 2003).
Penyebab lain dari pyelonephritis ini anatara lain adalah infeksi sekunder yang
berasal dari congenital renal dysplasia,diabetes mellitus, hyperadrenocorticism and
renal failure. Exogenous corticosteroid administration, urethral catheterisation, urine
retention, uroliths and urinary tract neoplasia adalah faktor predisposisi tambahan
(Parry, 2005)

2.2 Distribusi

Penyakit ini tersebar diseluruh dunia.. DI AS kurang dari 80 penderita


dilaporkan setiap tahun. Puncak musiman jumlah penderita ditemukan pada musim
panas dan musim gugur. Kasus tersebar secara sporadis, proporsi tertinggi ditemukan
di Texas dan California bagian selatan. Kasus lebih dari satu orang dapat dijumpai
dalam satu anggota keluarga.
4
Epidemiologi ISK pada hewan bervariasi sangat luas dan dipengaruhi
beberapa faktor diantaranya adalah usia, jenis kelamin, sampel populasi, metode
pengumpulan urin, kriteria diagnosis dan kultur. Umur dan jenis kelamin merupakan
faktor yang paling penting. Insidens tertinggi adalah pada satu tahun pertama
kehidupan yaitu sekitar 1%, kemudian menurun terutama pada jantan. Pada masa
neonatus, bakteriuri ditemukan sebanyak 1%. Beberapa keadaan yang merupakan
faktor risiko terjadinya ISK kompleks seperti ureteropelvic junction obstruction
adalah kelainan obstruksi yang paling sering terjadi, dimana jantan lebih sering
dibandingkan dengan betina (2:1), sedangkan ureterokel dan ureter ektopik lebih
sering terjadi pada betina dibandingkan jantan (Nugroho, Wahyudi,2000).

2.3 Patogenesa Pyelonephritis

Infeksi saluran kemih atas terbagi menjadi 2, yaitu :


a. Pielonefritis akut (PNA)
Pielonefritis akut adalah proses inflamasi parenkim ginjal yang disebabkan
infeksi bakteri.

b. Pielonefritis kronis (PNK)


Pielonefritis kronis mungkin akibat lanjut dari infeksi bakteri berkepanjangan
atau infeksi sejak masa kecil. Obstruksi saluran kemih dan refluks vesikoureter
dengan atau tanpa bakteriuria kronik sering diikuti pembentukan jaringan ikat
parenkim ginjal yang ditandai pielonefritis kronik yang spesifik (Aieolo.2000).
Saluran kemih harus dilihat sebagai satu unit anatomi tunggal berupa saluran
yang berkelanjutan mulai dari uretra sampai ginjal. Pada sebagian besar infeksi,
bakteri dapat mencapai kandung kemih melalui uretra. Kemudian dapat diikuti oleh
naiknya bakteri dari kandung kemih yang merupakan jalur umum kebanyakan infeksi
parenkim renal (Blood Dc, 1999).

5
Introitus vagina dan uretra distal secara normal dialami oleh spesies-spesies
difteroid, streptokokus, laktobasilus, dan stafilokokus, tapi tidak dijumpai basil usus
gram negatif yang sering menyebabkan infeksi saluran kemih. Namun, pada
perempuan yang mudah mengalami sisitis, didapatkan organisme usus gram negatif
yang biasa terdapat pada usus besar pada intortius, kulit periuretra, dan uretra bagian
bawah sebelum atau selama terjadi bakteriuria.
Pada keadaan normal, bakteri yang terdapat dalam kandung kemih dapat segera
hilang. Sebagian karena efek pengenceran dan pembilasan ketika buang air kecil tapi
juga akibat daya antibakteri urin dan mukosa kandung kemih. Urin dalam kandung
kemih kebanyakan hewan normal dapat menghambat atau membunuh bakteri
terutama karena konsentrasi urea dan osmolaritas urin yang tinggi. Sekresi prostat
juga mempunyai daya antibakteri. Leukosit polimorfonuklear dalam dinding kandung
kemih tampaknya juga berperan dalam membersihkan bakteriuria.

6
Infeksi saluran kemih bagian atas (Pyelonephritis dapat menyerang segala
umur dan jenis kelami hewan. Betina sering terkena ISK karena memiliki uretra yang
lebih pendek, sehingga memudahkan bakteri masuk kedalam kandung kemih. Kuman
yang berasal dari feses atau dubur, masik ke dalam saluran kemih bagian bawah atau
urethra, kemudian naik ke kandung kemih dan dapat sampai ke ginjal. Sama seperti
penyakit infeksi lainnya, ISK akan lebih mudah terjadi pada hewan dengan gizi buruk
atau pada hewan dengan sistem kekebalam tubuh rendah. Hewan yang sering
menahan-nahan air kemih pun beresiko terkena ISK (Smeltzer dan Bare, 2002)
Patogenesis Pyeloneprhitis sangat komplek, karena tergantung dari banyak
faktor, seperti faktor penjamu ( host ) dan faktor organisme. Bakteri dalam urin dapat
berasal dari ginjal, urete, kandung kemih dan dari uretra. Mukosa kandung kemih
dilapisi oleh glycoprotein mucin layer yang berfungsi sebagai anti bakteri. Robeknya
lapisan ini dapat menyebabkan bakteri dapat melekat, membentuk koloni pada
permukaan mukosa, masuk menembus epitel dan selanjutnya terjadi peradangan.
Bakteri dari kandung kemih dapat naik ke ureter dan sampai ke ginjal melalui lapisan
tipis cairan (films of fluid), bakteri akan lebih mudah masuk terlebih lagi dengan
adanya kegagalan refluks vesikoureter. Bakteri dapat masuk ke dalam saluran kemih
melalui 3 jalur. Yaitu :
7
a. Ascenden
Jalur ascenden merupakan jalur yang paling sering menyebabkan Pyelonephritis. Jalur
ascende adalah masuknya bakteri feses ke dalam kandung kemih melalui uretra atau
ke dalam ginjal melalui ureter. Betina sering terkena pyelonephritis melalui jalur ini
karena betina memiliki ukuran uretra yang pendek. Aktifitas kurang kebersihan
lingkungan dan dekatnya jarak antara uretra dengan lubang anal dapat menaikkan
kerentanan wanita terhadap pyelonephritis. Secara umum jalur ascenden disebabkan
karena mikroorganisme fekal. (Manski, 2011)

b. Hematogen
Jalur hematogen merupakan jalur yang jarang terjadi bila dibandingkan dengan jalur
ascenen. Jalur hematogen disebabkan karena adanya bakteri dalam darah. Bakteremia
Staphylococcus merupakan bakteri yang sering menyerang dari jalur ini.
Staphylococcus menyebar di korteks atau ginjal yang akan mengakibatkan
pembentukan abses (Sawalha, 2009)

8
c. Perluasan Langsung
Infeksi saluran kemih pada jalur ini disebabkan karena pembentukan abses atau fistula
seperti fistula kolovesikalis. Jalur ini yang menyebabkan kambuhnya Pyelonephritis
pada penderitanya (Corona, 2003)

2.4 Patologi Anatomi

Gambar 1. Jaringan ginjal berukuran 11x6x4 cm, berat 100 gram, disertai
ureter panjang 21 cm. pada sayatan berwarna putih kecoklatan dngan
konsistensi kenyal padat.

9
Gambar 2. Penampang ginjal yang diinsisi terlihat pyelum ginjal berdilatasi
sampai rusak/hancur dan terdapat urolith pada pyelum.

Gambar 3. Penampang ginjal yang mengalami pembengkakan dan mengalami hiperemi. Pada
permukaan supkapsuler dapat ditemukan abses berwarna kuning dengan berbagai ukuran
berbentuk bulat atau baji yang dikelilingi kelim hemoragik

10
Gambar 4. Penampang ginjal membengkak, banyak cairan dan abses, saat
diinsisi pyelum ginjal berdilatasi sampai rusak/hancur.

2.5 Penularan Pyelonephritis

Pyelonephritis adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri yang sebenarnya


normal berada di dalam saluran pencernaan namun masuk ke saluran kemih. Bakteri
yang dimungkinkan antara lain adalah E. coli (70-80%) dan Enterococcus faecalis,
serta bakteri lainnya yaitu Clebsiella spp., Pseudomona aeruginosa. Penularan
umumnya melalui kontaminasi bakteri pada makanan dan minuman, serta
kontaminasi dari barang-barang yang terkontaminasi bakteri dan kemudian termakan
oleh hewan, masuk ke dalam usus dan berpindah ke saluran kemih yang kemudian
menyebabkan infeksi.

2.6 Gejala Klinis

Pada hewan kecil seperti anjing dan kucing gejala klinis dari pielonefritis yang
ditemukan pada pemeriksaan fisik dengan melakukan palpasi seprti hewan akan
merasa kesakitan pada abdomen saat dilakukan palpasi ginjal. Seringkali gejala klinis
tidak terlihat sehingga dapat menyebabkan gagal ginjal, dan meskipun gagal ginjal
akut dapat terjadi pada penyakit ini tetapi pielonefritis lebih sering menyebabkan
11
gagal ginjal kronis (CRF). Pielonefritis akut dapat ditandai dengan depresi, anoreksia,
demam, muntah, dan sakit pada abdomen terutama saat dilakukan palpasi ginjal.
Pielonefritis kronis ini terkadang tidak menunjukan gejala klinis sehingga bersifat
subklinis, namun masih dapat ditemuakan gejala klinis seperti pireksia intermiten,
anoreksia dan depresi, atau terjadi uremia dalam kasus parenkim ginjal. Polydypsia
dan poliuria terjadi karena berkurangnya kemapuan ekskresi urine karena adanya
gangguan pada mekanisme medula ginjal, selain itu terdapat endotoksin bakteri.
Tanda-tanda seperti disuria, pollakiuria, stranguria, hematuria, dan urine yang berbau
busuk atau berubah warna sangat terlihat jelas (Nicola. 2005).
Sedangkan untuk sapi, gejala klinis yang dapat dilihat adalah anoreksia dan
nafsu makan berkurang. Sapi terlihat gelisah dan menunjukan terjadinya kolik, seperti
menginjak dan menendang. Denyut jantung lebih tinggi daripada normal, dan
pernapasan meningkat , suhu tubuh menurun. Hewan dengan uni-pielonefritis lateral
memiliki denyut jantung lebih tinggi secara dibandingkan dengan pielonefritis
bilateral. Tingkat pernapasan lebih tinggi pada hewan yang tidak diobati
dibandingkan dengan hewan yang berhasil diobati. Sapi mengalami penurunan turgor
kulit dan permukaan tubuh lebih dingin dari biasanya, mukosa mulut terlihat pucat.
Motilitas rumen menurun atau tidak ada dan motilitas usus berkurang atau tidak ada,
ditemukan pula dinding perut yang tegang . Feses sapi ini mengandung lendir dan
berair. Terkadang dapat dijumpai stranguria. Urin dengan warna coklat kemerahan
dan berisi nanah karena adanya pembekuan darah. Urin memiliki bau yang tajam dan
busuk, pH urin dapat menurun dan meningkat di atas normal (Braun, dkk. 2008).

2.7 Pengobatan

Tujuan pemberian pengobatan ini adalah untuk menahan perjalanan penyakit,


agar tidak terjadi gagal ginjal. Tekanan darah di turunkan serta dihindarkan dari
hiperfusi glomerukus dengan diet rendah protein dan rendah garam.
Antibiotik segera diberikan pada penderita yang didapati mengalami demam, nyeri
pada daerah pinggang, disuria dan pyuria. Pada gagal ginjalpenggunaan antibiotik
harus hati-hati perlu pengurangan dosis antibiotik tertentu.
Antibiotik yang paling aman tanpa mengurangi dosis pada penderita
kegagalan gunjal adalah : penicilin, sukfadimidine, ampicilin, amoxycilin, doxyciclin,

12
dan erytromicin. Refluks vesikoureteral dipertimbangkan untuk tindakan operatif
apabila disertai infeksi yang sulit dikontrol dengan antibiotik.
Dapat dilakukan pengobatan dengan prinsip gagal ginjal seperti Mengikuti
prinsip terapi pada saluran perkencingan, melakukan Neprhectomy pada
pyelonephritis asimetris, Mengubah pH urine (C. renale attachment pada urine pH
alkalis, E.coli pada urine pH asam), serta Mengacu pada terapi cystitis.

2.8 Pencegahan

Pencegahan Pyelonephritis pada hewan yaitu dilakukan penanganan yang


adekuat pada infeksi ginjal akut. Jangan menghentikan pengobatan walaupun gejala
menghilang setelah beberapa hari pengobatan.ISK atas (pielonefritis kronis) perlu
pengaturan / regulasi pH urin karena sangat penting untuk mencegah pertumbuhan
mikroorganisme tertentu maupun untuk efektifitas antibiotik. Bila diagnosis
pielonefritis kronis terlambat dan kedua ginjal telah menyusut, pengobatan
konservatif semata – mata untuk mempertahankan faal jaringan ginjal yang masih
utuh. Cara pencegahan lain bisa dengan diberikan minum yang cukup , membuang
urine secara teratur , mencuci dengan benar bagian vagina pada hewan setiap hari.
Secara umum pencegahan ISK dapat dilakukan dengan menghindari mandi
busa dan sabun berparfum karena dapat menyebabkan iritasi pada uretra, mengganti
diaper secara teratur untuk mencegah kontak yang lama feses dengan daerah genital
yang akan memberikan kesempatan kepada bakteri untuk bergerak naik ke uretra
kemudian ke kandung kemih, membersihkan genital yang benar pada hewan karena
akan mengurangi pajanan uretra terhadap ISK yang disebabkan oleh bakteri dari
feses, untuk pencegahan ISK kompleks adalah deteksi adanya kelainan pada ginjal
dan saluran kemih sangat penting. Beberapa keadaan yang merupakan faktor risiko
ISK kompleks seperti refluks vesikoureter, neuropathic bladder atau obstruksi saluran
kemih (posterior urethral valves, ureterokel, ektopik ureter), dapat merupakan
kelainan bawaan yang dapat dideteksi secara dini dengan pemeriksaan USG antenatal.
AAP merekomendasikan pemeriksaan kelainan saluran kemih dengan menggunakan
USG. Pemberian antibiotik profilaksis jangka panjang juga diberikan dengan kelainan
saluran kemih untuk mencegah infeksi berulang.

13
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Pyelonefritis merupakan infeksi bakteri yang menyerang ginjal, yang sifatnya


akut maupun kronis. Penyakit ini tersebar diseluruh dunia.. Epidemiologi ISK pada
hewan bervariasi sangat luas dan dipengaruhi beberapa faktor diantaranya adalah usia,
jenis kelamin, sampel populasi, metode pengumpulan urin, kriteria diagnosis dan
kultur. Infeksi saluran kemih atas terbagi menjadi 2, yaitu Pyelonepfritis akut dan
Pyelonefritis kronis. Diagnosa pyelonephritis tergantung pada umur pasien, jenis
kelamin, dan respon terhadap pengobatan, meliputi Urinalisis, Kultur urin, USG, CT
scan, VCUG, DRE, DMSA scintigraphy. Penularan umumnya melalui kontaminasi
bakteri pada makanan dan minuman, serta kontaminasi dari barang-barang yang
terkontaminasi bakteri dan kemudian termakan oleh hewan, masuk ke dalam usus dan
berpindah ke saluran kemih yang kemudian menyebabkan infeksi. Pada hewan kecil
seperti anjing dan kucing gejala klinis dari pielonefritis yang ditemukan pada
pemeriksaan fisik dengan melakukan palpasi seprti hewan akan merasa kesakitan
pada abdomen saat dilakukan palpasi ginjal, Sedangkan untuk sapi, gejala klinis yang
dapat dilihat adalah anoreksia dan nafsu makan berkurang. Sapi terlihat gelisah dan
menunjukan terjadinya kolik, Denyut jantung lebih tinggi daripada normal, dan
pernapasan meningkat , suhu tubuh menurun. Pengobatan dengan pemberian
antibiotic. Pencegahan Pyelonephritis pada hewan yaitu dilakukan penanganan yang
adekuat pada infeksi ginjal akut

3.2 Saran
Untuk mengetahui lebih mendalam tentang Pyelonephritis, pembaca dapat
mencari dari referensi lain seperti jurnal-jurnal.

14
DAFTAR PUSTAKA

Nugroho, Wahyudi. (2000). Keperawatan Gerontik. Edisi: 2. Jakarta: EGC

Lumbanbatu, S.M., 2003: Bakteriuria Asimtomatik pada Anak Sekolah Dasar Usia 9-
12 Tahun. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara: 1-17

Parry, Nicola M A. 2005. Pyelonephritis in Small Animals. UK VET - volume 10 No 6


july 2005.

Sukandar, E. 2004. Infeksi saluran kemih pada pasien dewasa dalam Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi IV. Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2007.
h.553-7

Aieolo SE. et al., 2000The Merck Veterinary Manual Eight Edition. USA: Merck &
CO, Inc. White House Station,.

Blood DC dan Studdert VP., 1999Saunders Comprehensive Veterinery Dictionary


Second Edition. Philadelphia: WB Saunders Company,.

Corona, A. 2003. Urinari tract infections and urinary incontinence.

Manski, D. 2011. Urinary tract infections : causes, pathogens and risk factors. UK

Sawalha, R. 2009. Prevalence of urinary tract infection among children of primaru


schools in nablus. Tesis program pascasarjana kesehatan masyarakat dan
pengetahuan. Universitas An-Naja National. Nablus : Palestina

Smeltzer, S. C. & Bare, B.G. 2002. Buku Ajar Keperawatan medikal brunner dan
suddarth. Edisi 8. Jakarta : EGC

15
Braun, U., Nuss, K., Wehbrink, D., Rauch., S., Pospischil, A. 2008. Clinical and
Ultrasonographic Findings, Diagnosis and Treatment of Pyelonephritis in
17 Cows. The Veterinary Journal 175 (2008) 240-248.
Nicola. 2005. Pyelonphritis in Small Animals. UK Vet- Volume 10 No 6 July 2005.

Hanson S, Jodal U. 1999. Urinary Tract Infection.USA: Lippincott William


& Wilkins., 835-871.

Rusdijas, Ramayati R. Infeksi Saluran Kemih. Dalam : Alatas H. Tambunan T,


Trihono PP, penyunting. Buku ajar Nefrologi anak. Jakarta: IDAI, 2002;
142-163
Raszka WV, Khan O. Pyelonefritis. Pediatrics in Review. 2003; 26: 364-9.

Elder JS. Urinary Tract Infections. Dalam: Behrman RM, Kliegman RM, Jenson

HB, penyunting. Nelson textbook of pediatrics, edisi ke-17. Philadelphia:WB


Saunders, 2004;1785-94.

Lee JBL, Neild GH. Urinary tract infection. Medicine. 2007; 35(8): 423-8

16

Anda mungkin juga menyukai