Pyelonephritis
Oleh:
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2014
KATA PENGANTAR
Rasa syukur yang dalam kami sampaikan ke hadiran Tuhan Yang Maha Pemurah,
karena berkat kemurahanNya makalah ini dapat kami selesaikan sesuai yang diharapkan.
Dalam makalah ini kami membahas “Pyelonephritis” .
Dalam penyusunannya, penulis memperoleh banyak bantuan dari berbagai pihak,
karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: Kedua orang tua
dan segenap keluarga besar penulis yang telah memberikan dukungan, kasih, dan
kepercayaan yang begitu besar. Dari sanalah semua kesuksesan ini berawal, semoga semua
ini bisa memberikan sedikit kebahagiaan dan menuntun pada langkah yang lebih baik lagi.
Meskipun penulis berharap isi dari makalah ini bebas dari kekurangan dan kesalahan,
namun selalu ada yang kurang. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun agar makalah ini dapat lebih baik lagi.
Akhir kata penulis berharap agar makalah ini bermanfaat bagi semua pembaca.
Penulis
i
DAFTAR ISI
HAL
KATA PENGANTAR ................................................................................. i
DAFTAR ISI................................................................................................. ii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ............................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ......................................................................... 2
1.3. Tujuan ........................................................................................... 3
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 15
ii
BAB I
PENDAHULUAN
2
1.3. Tujuan
1.3.1 Mengetahui Etiologi Distribiusi geografis Pyelonephritis
1.3.1 Mengetahui Bagaimana Patogenesa Pyelonephritis
1.3.1 Mengetahui Bagaimana Patologi Anatomi Pyelonephritis
1.3.1 Mengetahui Bagaimana Diagnosa Pyelonephritis
1.3.1 Mengetahui Bagaimana Penularan Pyelonephritis
1.3.1 Mengetahui Bagaimana Gejala Klinis Pyelonephritis
1.3.1 Mengetahui Bagaimana Pengobatan Pyelonephritis.
1.3.1 Mengetahui Bagaimana Pencegahan Pyelonephritis
3
BAB II
PEMBAHASAN
Pyelonephritis merupakan infeksi yang disebabkan oleh bacterial pada ginjal dan
pelvis renal, biasanya karena infeksi ascending dari vagina dan vulva pada hewan
betina. Infeksi ini disebabkan oleh infeksi sekunder yang berasal dari saluran
reproduksi bagian bawah. Pyelonnephritis bersifat hematogenous/ embolic nephritis.
Bakteri yang spesifik dapat menyebabkan pyelonephritis adalah Corynebacterium
renale. Penyakit ini biasanya berkaitan dengan nephrolit. Pyelonephritis bisa juga
disebabkan oleh adanya Gangguan anatomi pada ginjal atau struktur bagian bawah.
Pada keadaan normal urin adalah steril (Sukandar, E., 2004).
Umumnya penyakit ini disebabkan oleh kuman gram negatif. Escherichia coli
merupakan penyebab terbanyak baik pada yang simtomatik maupun yang
asimtomatik yaitu 70 - 90%. Enterobakteria seperti Proteus mirabilis, Klebsiella
pneumonia dan Pseudomonas aeruginosa dapat juga sebagai penyebab. Organisme
gram positif seperti Streptococcus faecalis (enterokokus), Staphylococcus epidermidis
dan Streptococcus viridans jarang ditemukan (Lumbanbatu, S.M., 2003).
Penyebab lain dari pyelonephritis ini anatara lain adalah infeksi sekunder yang
berasal dari congenital renal dysplasia,diabetes mellitus, hyperadrenocorticism and
renal failure. Exogenous corticosteroid administration, urethral catheterisation, urine
retention, uroliths and urinary tract neoplasia adalah faktor predisposisi tambahan
(Parry, 2005)
2.2 Distribusi
5
Introitus vagina dan uretra distal secara normal dialami oleh spesies-spesies
difteroid, streptokokus, laktobasilus, dan stafilokokus, tapi tidak dijumpai basil usus
gram negatif yang sering menyebabkan infeksi saluran kemih. Namun, pada
perempuan yang mudah mengalami sisitis, didapatkan organisme usus gram negatif
yang biasa terdapat pada usus besar pada intortius, kulit periuretra, dan uretra bagian
bawah sebelum atau selama terjadi bakteriuria.
Pada keadaan normal, bakteri yang terdapat dalam kandung kemih dapat segera
hilang. Sebagian karena efek pengenceran dan pembilasan ketika buang air kecil tapi
juga akibat daya antibakteri urin dan mukosa kandung kemih. Urin dalam kandung
kemih kebanyakan hewan normal dapat menghambat atau membunuh bakteri
terutama karena konsentrasi urea dan osmolaritas urin yang tinggi. Sekresi prostat
juga mempunyai daya antibakteri. Leukosit polimorfonuklear dalam dinding kandung
kemih tampaknya juga berperan dalam membersihkan bakteriuria.
6
Infeksi saluran kemih bagian atas (Pyelonephritis dapat menyerang segala
umur dan jenis kelami hewan. Betina sering terkena ISK karena memiliki uretra yang
lebih pendek, sehingga memudahkan bakteri masuk kedalam kandung kemih. Kuman
yang berasal dari feses atau dubur, masik ke dalam saluran kemih bagian bawah atau
urethra, kemudian naik ke kandung kemih dan dapat sampai ke ginjal. Sama seperti
penyakit infeksi lainnya, ISK akan lebih mudah terjadi pada hewan dengan gizi buruk
atau pada hewan dengan sistem kekebalam tubuh rendah. Hewan yang sering
menahan-nahan air kemih pun beresiko terkena ISK (Smeltzer dan Bare, 2002)
Patogenesis Pyeloneprhitis sangat komplek, karena tergantung dari banyak
faktor, seperti faktor penjamu ( host ) dan faktor organisme. Bakteri dalam urin dapat
berasal dari ginjal, urete, kandung kemih dan dari uretra. Mukosa kandung kemih
dilapisi oleh glycoprotein mucin layer yang berfungsi sebagai anti bakteri. Robeknya
lapisan ini dapat menyebabkan bakteri dapat melekat, membentuk koloni pada
permukaan mukosa, masuk menembus epitel dan selanjutnya terjadi peradangan.
Bakteri dari kandung kemih dapat naik ke ureter dan sampai ke ginjal melalui lapisan
tipis cairan (films of fluid), bakteri akan lebih mudah masuk terlebih lagi dengan
adanya kegagalan refluks vesikoureter. Bakteri dapat masuk ke dalam saluran kemih
melalui 3 jalur. Yaitu :
7
a. Ascenden
Jalur ascenden merupakan jalur yang paling sering menyebabkan Pyelonephritis. Jalur
ascende adalah masuknya bakteri feses ke dalam kandung kemih melalui uretra atau
ke dalam ginjal melalui ureter. Betina sering terkena pyelonephritis melalui jalur ini
karena betina memiliki ukuran uretra yang pendek. Aktifitas kurang kebersihan
lingkungan dan dekatnya jarak antara uretra dengan lubang anal dapat menaikkan
kerentanan wanita terhadap pyelonephritis. Secara umum jalur ascenden disebabkan
karena mikroorganisme fekal. (Manski, 2011)
b. Hematogen
Jalur hematogen merupakan jalur yang jarang terjadi bila dibandingkan dengan jalur
ascenen. Jalur hematogen disebabkan karena adanya bakteri dalam darah. Bakteremia
Staphylococcus merupakan bakteri yang sering menyerang dari jalur ini.
Staphylococcus menyebar di korteks atau ginjal yang akan mengakibatkan
pembentukan abses (Sawalha, 2009)
8
c. Perluasan Langsung
Infeksi saluran kemih pada jalur ini disebabkan karena pembentukan abses atau fistula
seperti fistula kolovesikalis. Jalur ini yang menyebabkan kambuhnya Pyelonephritis
pada penderitanya (Corona, 2003)
Gambar 1. Jaringan ginjal berukuran 11x6x4 cm, berat 100 gram, disertai
ureter panjang 21 cm. pada sayatan berwarna putih kecoklatan dngan
konsistensi kenyal padat.
9
Gambar 2. Penampang ginjal yang diinsisi terlihat pyelum ginjal berdilatasi
sampai rusak/hancur dan terdapat urolith pada pyelum.
Gambar 3. Penampang ginjal yang mengalami pembengkakan dan mengalami hiperemi. Pada
permukaan supkapsuler dapat ditemukan abses berwarna kuning dengan berbagai ukuran
berbentuk bulat atau baji yang dikelilingi kelim hemoragik
10
Gambar 4. Penampang ginjal membengkak, banyak cairan dan abses, saat
diinsisi pyelum ginjal berdilatasi sampai rusak/hancur.
Pada hewan kecil seperti anjing dan kucing gejala klinis dari pielonefritis yang
ditemukan pada pemeriksaan fisik dengan melakukan palpasi seprti hewan akan
merasa kesakitan pada abdomen saat dilakukan palpasi ginjal. Seringkali gejala klinis
tidak terlihat sehingga dapat menyebabkan gagal ginjal, dan meskipun gagal ginjal
akut dapat terjadi pada penyakit ini tetapi pielonefritis lebih sering menyebabkan
11
gagal ginjal kronis (CRF). Pielonefritis akut dapat ditandai dengan depresi, anoreksia,
demam, muntah, dan sakit pada abdomen terutama saat dilakukan palpasi ginjal.
Pielonefritis kronis ini terkadang tidak menunjukan gejala klinis sehingga bersifat
subklinis, namun masih dapat ditemuakan gejala klinis seperti pireksia intermiten,
anoreksia dan depresi, atau terjadi uremia dalam kasus parenkim ginjal. Polydypsia
dan poliuria terjadi karena berkurangnya kemapuan ekskresi urine karena adanya
gangguan pada mekanisme medula ginjal, selain itu terdapat endotoksin bakteri.
Tanda-tanda seperti disuria, pollakiuria, stranguria, hematuria, dan urine yang berbau
busuk atau berubah warna sangat terlihat jelas (Nicola. 2005).
Sedangkan untuk sapi, gejala klinis yang dapat dilihat adalah anoreksia dan
nafsu makan berkurang. Sapi terlihat gelisah dan menunjukan terjadinya kolik, seperti
menginjak dan menendang. Denyut jantung lebih tinggi daripada normal, dan
pernapasan meningkat , suhu tubuh menurun. Hewan dengan uni-pielonefritis lateral
memiliki denyut jantung lebih tinggi secara dibandingkan dengan pielonefritis
bilateral. Tingkat pernapasan lebih tinggi pada hewan yang tidak diobati
dibandingkan dengan hewan yang berhasil diobati. Sapi mengalami penurunan turgor
kulit dan permukaan tubuh lebih dingin dari biasanya, mukosa mulut terlihat pucat.
Motilitas rumen menurun atau tidak ada dan motilitas usus berkurang atau tidak ada,
ditemukan pula dinding perut yang tegang . Feses sapi ini mengandung lendir dan
berair. Terkadang dapat dijumpai stranguria. Urin dengan warna coklat kemerahan
dan berisi nanah karena adanya pembekuan darah. Urin memiliki bau yang tajam dan
busuk, pH urin dapat menurun dan meningkat di atas normal (Braun, dkk. 2008).
2.7 Pengobatan
12
dan erytromicin. Refluks vesikoureteral dipertimbangkan untuk tindakan operatif
apabila disertai infeksi yang sulit dikontrol dengan antibiotik.
Dapat dilakukan pengobatan dengan prinsip gagal ginjal seperti Mengikuti
prinsip terapi pada saluran perkencingan, melakukan Neprhectomy pada
pyelonephritis asimetris, Mengubah pH urine (C. renale attachment pada urine pH
alkalis, E.coli pada urine pH asam), serta Mengacu pada terapi cystitis.
2.8 Pencegahan
13
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
3.2 Saran
Untuk mengetahui lebih mendalam tentang Pyelonephritis, pembaca dapat
mencari dari referensi lain seperti jurnal-jurnal.
14
DAFTAR PUSTAKA
Lumbanbatu, S.M., 2003: Bakteriuria Asimtomatik pada Anak Sekolah Dasar Usia 9-
12 Tahun. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara: 1-17
Sukandar, E. 2004. Infeksi saluran kemih pada pasien dewasa dalam Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi IV. Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2007.
h.553-7
Aieolo SE. et al., 2000The Merck Veterinary Manual Eight Edition. USA: Merck &
CO, Inc. White House Station,.
Manski, D. 2011. Urinary tract infections : causes, pathogens and risk factors. UK
Smeltzer, S. C. & Bare, B.G. 2002. Buku Ajar Keperawatan medikal brunner dan
suddarth. Edisi 8. Jakarta : EGC
15
Braun, U., Nuss, K., Wehbrink, D., Rauch., S., Pospischil, A. 2008. Clinical and
Ultrasonographic Findings, Diagnosis and Treatment of Pyelonephritis in
17 Cows. The Veterinary Journal 175 (2008) 240-248.
Nicola. 2005. Pyelonphritis in Small Animals. UK Vet- Volume 10 No 6 July 2005.
Elder JS. Urinary Tract Infections. Dalam: Behrman RM, Kliegman RM, Jenson
Lee JBL, Neild GH. Urinary tract infection. Medicine. 2007; 35(8): 423-8
16