Anda di halaman 1dari 39

ASKEP PADA ANAK DENGAN

PIELONEFRITIS

Kelas 3A

Di Susun Oleh : Kelompok 3

1. PAMELA NANDA AGUSTIN (201501005)


2. SILVY ARIFIANTI (201501010)
3. YULINDA AYUNINGTIKA (201501033)
4. UTARI DWI Z. A. Y (201501038)
5. KARLINA RIFKA W (201501039)
6. SUCI SETYANINGSIH (201501042)

PROGAM STUDI S1 KEPERAWATAN


STIKES BINA SEHAT PPNI MOJOKERTO
TAHUN AJARAN 2015/2016
Jalan Jabon Km.6 Mojokerto Telp/Fax. (0321)3902032
www.stikes.ppni.ac.id
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat limpahan rahmat Nya,
sehingga kami telah menyelesaikan makalah kami berjudul Sistem Perkemihan
Laporan Pendahuluan & Asuhan Keperawatan Pielonefritis pd Anak untuk
memenuhi tugas dari Dosen Sistem Perkemihan.
Adapun penyelesaian makalah ini tak luput dari bantuan dan bimbingan dari
berbagai pihak untuk itu kami mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1. Bu Tri Ratnaningsih ,S.Kep.Ns, selaku Dosen Sistem Pencernaan
2. Teman-teman yang ikut serta dalam membantu menyelesaikan makalah
ini.

Akhirnya kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna. Sehingga
saran dan kritik yang membangun sangat kami harapkan.

Mojokerto, .........................2017

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Halaman Sampul .............................................................................................. i


Kata Pengantar ................................................................................................. ii
Daftar Isi........................................................................................................... iii
BAB I : PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG .............................................................................. 1
1.2 RUMUSAN MASALAH .......................................................................... 2
1.3 TUJUAN ................................................................................................... 3
1.4 MANFAAT ............................................................................................... 4
BAB II : KONSEP LAPORAN PENDAHULUAN
2.1 ANATOMI & FISIOLOGI ....................................................................... 5
2.2 DEFINISI .................................................................................................. 7
2.3 ETIOLOGI ................................................................................................ 10
2.4 PATOFISIOLOGI..................................................................................... 11
2.5 MANIFESTASI KLINIS .......................................................................... 14
2.6 KOMPLIKASI .......................................................................................... 17
2.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG.............................................................. 19
2.8 PENATALAKSANAAN .......................................................................... 19
2.9 PROGNOSIS ............................................................................................ 22
BAB III : KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 PENGKAJIAN .......................................................................................... 23
3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN .............................................................. 26
3.3 INTERVENSI KEPERAWATAN............................................................ 27

BAB IV : ASUHAN KEPERAWATAN KEP


4.1 KESIMPULAN ......................................................................................... 30
4.2 SARAN ..................................................................................................... 30
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 31

iii
ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Infeksi saluran kemih pada masa neonatus bermanifestasi setelah 72 jam
kehidupan. Insidensinya berkisar antara 0,1 sampai 1% pada semua
neonatus. Lebih sering pada anak lelaki dan neonatus preterm dan dapat
meningkat menjadi 10% pada bayi berat badan lahir rendah.
Infeksi saluran kemih diartikan sebagai infeksi yang terjadi di saluran
kemih, baik dari ginjal sampai uretra. Infeksi ini bisa terjadi akibat adanya
mikroorganisme seperti bakteri, jamur, maupun virus atau terjadi akibat
adanya proliferasi dalam saluran kemih (Corwin 2009).
Penyebab tersering pada infeksi saluran kemih adalah bakteri
Escherichia coli dan organisme lain (seperti Proteus, Staphylococcus,
Streptococcus, Klebsiella, dan Pseudomonas) biasanya berhubungan dengan
abnormalitas struktural atau kateterisasi dan reinfeksi (Rubeinstein et al
2005). Faktor risiko lain adalah anak perempuan dan wanita. Hal ini
dikarenakan panjang uretra wanita lebih pendek dari pria sehingga
memungkinkan mikroorganisme masuk dan langsung menginvasi saluran
kemih. Kebiasaan menahan kencing juga lebih banyak dilakukan oleh anak
perempuan dan wanita (terutama wanita hamil dengan relaksasi otot polos
oleh progesteron) dan infeksi yang terjadi atau iritasi kulit lubang uretra saat
melakukan hubungan seksual membuat risiko mengalami infeksi saluran
kemih meningkat. Jika pada pria, penyebab terseing mengalami infeksi
saluran kemih adalah BPH atau prostatitis (Corwin 2009).
Akan tetapi, wanita memiliki lapisan pelindung terhadap mikroorganisme
yang bersifat antimikroba yakni adanya pembentukan mukus dependen
estrogen yang memungkus kandung kemih. Proteksi ini menurun pada
wanita menopause yang memiliki kadar estrogen yang berangsur-angsur
berkurang. Pada dasarnya pada wanita dan pria faktor protektif internal

1
terbentuk karena sifat urin yang asam yang berfungsi sebagai antibakteria
(Corwin 2009).
Pada wanita, kejadian pielonefritis bertambah 3-4 kasus per 10.000
populasi setiap tahunnya dan pada pria bertambah 1-2 kasus per 10.000
populasi per tahun dengan insidensi wanita berusia muda adalah terbanyak
diikuti oleh infant dan lansia. Penyebab dengan Escherichia coli sebanyak
80% pada wanita dan 70% pada pria dan menurun pada usia lanjut. (Czaja
et al 2007)
Infeksi saluran kemih dibedakan menjadi dua berdasarkan letak infeksi
yakni Infeksi saluran kemih bagian atas dan Infeksi saluran kemih bagian
bawah. Untuk Infeksi saluran kemih bagian atas memilike manifestasi klinis
seperti demam (>390C), kekakuan, malaise, anoreksia, nyeri pinggang,
disuria, frequency, urgency dengan faktor predisposisi batu, refluks,
obstruksi, dan kelainan neurogenik kandung kemih. Infeksi saluran kemih
bagian atas ini menyebabkan pielonefritis (Davey 2003).
Pielonefritis adalah peradangan pada jaringan ginjal dan pelvis ginjal.
Pielonefritis dapat bersifat akut atau kronis dan sering disertai dengan
sistitis. Pielonefritis akut ditandai dengan nyeri pinggang, demam,
menggigil, dan vomitting dengan tatalaksana pemberian makanan cairan
tawar dan monitoring kartu balans cairan juga kemoterapi bisa dianjurkan.
Sedangkan untuk pielonefritis kronis muncul bersama dengan hipertensi
yang dapat berakibat pada kegagalan ginjal (Pearce 2005). Pielonefritis
kronis dapat membentuk jaringan parut dan obstruksi tubulus yang luas
sehingga berkurangnya kemampuan ginjal untuk memekatkan urin (Corwin
2009).
Insidens: lebih sering dialami wanita dibandingkan pria. Kasus yang
didapat di komunitas mencapai 15 per 100.000 setiap tahun, kasus yang
didapat di rumah sakit mencapai 7 per 10.000 setiap tahun.

2
1.2 RUMUSAN MASALAH
Apa yang dimaksud dengan Pielonefritis?
Apa saja anatomi dan fisiologi yang berhubungan dengan Pielonefritis?
Apa saja etiologi dari Pielonefritis?
Bagaimana patofisiologi dari Pielonefritis?
Apa saja manifestasi klinis dari Pielonefritis?
Apa saja komplikasi yang dapat terjadi dari Pielonefritis?
Apa saja penatalaksanaan dari Pielonefritis?
Bagaimana asuhan keperawatan klien dengan diagnose Pielonefritis?

1.3 TUJUAN
1.3.1 Umum
Memahami tentang Pielonefritis dan Asuhan Keperawatannya pada
klien.
1.3.2 Khusus
Mengetahui apa yang dimaksud dengan Pielonefritis
Mengetahui apa saja anatomi dan fisiologi yang berhubungan
dengan Pielonefritis
Mengetahui apa saja etiologi dari Pielonefritis
Mengetahui bagaimana patofisiologi dari Pielonefritis
Mengetahui apa saja manifestasi klinis dari Pielonefritis
Mengetahui apa saja komplikasi yang dapat terjadi Pielonefritis
Mengetahui apa saja yang dilakukan penatalaksanaan dari
Pielonefritis
Mengetahui bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan
diagnose Pielonefritis

3
1.4 MANFAAT
1.4.1 Teoritis
Memberikan pengetahuan tentang Pielonefritis kepada masyarakat.
Memberikan masukan kepada pengelola pendidikan keperawatan
untuk lebih mengenalkan askep Pielonefritis kepada peserta
didiknya.
Sebagai wacana untuk penelitian selanjutnya dibidang keperawatan
khususnya yang berkaitan dengan masalah perkemihan

1.4.2 Praktis
Sebagai wacana untuk masukan/ pertimbangan dalam membuat
standar prosedur dalam melaksanakan perawatan pengidap
Pielonefritis guna untuk meningkatkan mutu pelayanan keperawatan.
Menumbuhkan motivasi bagi tenaga pelaksana untuk menambah
pengetahuan, keahlian dan peran dalam masalah perkemihan seperti
Pielonefritis.

4
BAB II

KONSEP DASAR
LAPORAN PENDAHULUAN

2.1 ANATOMI & FISIOLOGI


a. Ginjal
Ginjal terletak di ruang retroperitoneal antara vetebra torakal dua
belas atau lumbal satu dan lumbal empat. Panjang dan beratnya
bervariasi 6 cm dan 24 gram pada bayi lahir cukup bulan, sampai 12
cm atau lebih dari 150 gram pada orang dewasa. Pada bayi baru lahir
ginjal sering dapat diraba. Pada janin permukaan ginjal tidak rata,
berlobus-lobus yang kemudian akan menghilang dengan bertambahnya
umur. Tiap ginjal terdiri atas 8-12 lobus berbentuk piramid. Ginjal
memiliki lapisan luar, yaitu korteks yang mengandung glomerulus,
tubulus proksimal dan distal yang berkelok-kelok dan duktus koligens,
serta lapisan dalam yaitu medula, yang mengandung bagian tubulus yang
lurus, ansa henle, vasa rekta dan duktus koligens terminal
(Rusdidjas,2002).
Puncak piramid medula menonjol ke dalam disebut papil ginjal yang
merupakan ujung kaliks minor. Beberapa duktus koligens bermuara pada
duktus pipalaris Bellini yang ujungnya bermuara di papil ginjal dan
mengalirkan urin ke dalam kaliks minor. Karena ada 18-24 lubang muara
duktus Bellini pada ujung papil maka daerah tersebut terlihat sebagai
tapisan beras dan disebut area kribrosa (Rusdidjas,2002).
Antara dua piramid terdapat jaringan korteks tempat masuknya
cabang-cabang arteri renalis disebut kolumna Bertini. Beberapa kaliks
minor membentuk kaliks mayor yang bersatu menjadi piala (pelvis)
ginjal dan kemudian bermuara ke dalam ureter. Ureter kanan dan kiri
bermuara di vesika urinaria. Urin dikeluarkan dari vesika urinaria melalui
uretra (Rusdidjas,2002).

5
Tiap ginjal menerima kira-kira 25 persen isi sekuncup jantung. Bila
diperbandingkan dengan berat organ ginjal hal ini merupakan suplai
darah terbesar di dalam tubuh manusia. Suplai darah pada setiap ginjal
biasanya berasal dari arteri renalis yang keluar dari aorta, arteri renalis
bercabang-cabang menjadi arteri interlobaris yang berjalan melewati
medula menuju ke batas antara korteks dan medula. Disini, arteri
interlobaris becabang membentuk arteri arkuata yang berjalan sejajar
dengan permukaan ginjal. Arteri interlobaris bersaal dari arteri akuata
dan bercabang menjadi arteriol aferen glomerulus. Sel-sel otot khusus di
dinding arteriol aferen, dengan sel alcis seta bagian dari tubulus distal
yang berdekatan dengan glomerulus (makula densa), membentuk aparat
jukstaglomerular yang mengendalikan sekresi renin. Arterio aferen
bercabang-cabang menjadi jalinan kapiler glomerulus yang kemudian
bergabung lagi menjadi arteriol eferen (Rusdidjas,2002)
Tiap ginjal mengandung 1 juta nefron (glomerulus dan tubulus yang
berhubungan dengannya). Nefron baru tidak dibentuk lagi setelah lahir.
Pada manusia, pembentukan nefron selesai pada janin 35 minggu.
Perkembangan paling cepat terjadi pada 5 tahun pertama setelah lahir.
Tiap nefron terdiri atas glomerulus dan kapsula Bowman, tubulus
proksimal, asa Henle dan tubulus distal. Glomerulus bersama kapsula
Bowman juga disebut badan Malphigi. Fungsi ginjal normal terdiri atas 3
komponen yang saling berhubungan, yaitu : ultrafiltrasi glomerulus;
reabsorpsi tubulus terhadap solut dan air; sekresi tubulus terhadap zat-zat
organik dan non organik (Rusdidjas,2002).
b. Fisiologi
Menurut Rusdidjas,2002 Fungsi ginjal secara keseluruhan dibagi
menjadi 2, yaitu :
Fungsi Eksresi: Eksresi sisa metabolit protein, Regulasi cairan tubuh,
Menjaga keseimbangan asam basa
Fungsi Endokrin: Eritropoesis, p engaturan tekanan darah, Keseimbangan
kalsium.

6
2.2 DEFINISI
Pielonefritis adalah Infeksi bakteri pada jaringan ginjal yang dimulai
dari saluran kemih bagian bawah terus naik ke ginjal. Infeksi ini dapat
mengenai parenchym maupun renal pelvis (pyelum = piala ginjal).
Pielonefritis akut adalah peradangan pada pielum dengan manifestasi
pembentukan jaringan parut pada ginjal dan dapat menyebabkan kerusakan
pada ginjal, gagal ginjal, pembentukan abses ( misalnya nefrik, perinefrik),
sepsis, syok, atau kegagalan multisystem.
Inflamasi ginjal yang terjadi terutama pada jaringan interstisial dan
pelvis ginjal dan terkadang pada tubulus ginjal. Menyerang satu atau kedua
ginjal. Prognosis baik; kerusakan permanen yang lama jarang terjadi.
Disebut juga tubulointerstisial inefektif akut.
Pielonefritis merupakan infeksi bakteri pada pielum ginjal, tubulus dan
jaringan interstisial dari salah satu atau kedua ginjal. Pielonefritis sering
sebagai akibat dari refluks uretrovesikal, dimana katup uretrovesikal yang
tidak kompeten menyebabkan urin mengalir balik kedalam ureter. Obstruksi
saluran perkemihan meningkatkan kerentanan ginjal terhadap infeksi.
Pielonefritis dapat berlangsung secara akut atau kronis.
Pielonefritis merupakan infeksi bakteri pada piala ginjal, tubulus dan
jaringan interstinal dari salah satu atau kedua ginjal (Smeltzer. S C & Bare.
B G, 2002).
2.2.1 Akut
Pielonefritis akut adalah reaksi inflamasi akibat infeksi yang terjadi
pada pielum dan parenkim ginjal. Pada umumnya kuman yang
menyebabkan infkeis ini berasal dari saluran kemih bagian bawah
yang naik ke ginjal melalui ureter. Kuman kuman itu adalag
Escherechia coli, Proteus, taua Klebsiella spp, dan kokus gra positif
yaitu: Streptococcus faecalis dan enterokokus. Meskipun pada saat ini
sangat jarang dijumpai, kuman Stafilokokus aureus dapat
menyebabkan pilenefritis melalui penularan seacar hematogen.

7
Sering juga ditemukan pada wanita hamil biasanya diawali dengan
hidroureter dan hidronefrosis, akibat obstruksi ureter karena uterus
yang membesar.
2.2.2 Kronis
Terjadi akibat infeksi yang berulang ulang, sehingga kedua ginjal
perlahan lahan menjadi rusak
Kambuhnya pielonefritis akut mengarah pada pielonefritis kronis.
Meskipun demikian,bukti menunjukkan bahwa pielonefritis kronis
jarang sebagai akibatdari gagal ginjal kronik.

2.3 ETIOLOGI
Kuman E.Coli, resisten terhadap obat antibiotik, obstruksi ureter yang
mengakibatkan hidronefrosis.
Etiologi dari pielonefrotis adalah bakteri. Bakteri mencapai kandung
kemih melalui uretra dan naik ke ginjal. Meskipun ginjal menerima 20-25%
curah jantung, bakteri jarang yang mencapai ginjal melalui darah. Kasus
penyebaran secara hematogen kurang dari 3%.
Penyebab pielonfritis secara umum menurut Smeltzer. S C & Bare. B
G, 2002 dan menurut Price. S A, 2006 adalah
a. Infeksi bakteri, 80% oleh Escherichia coli dan organisme lain seperti
golongan Proteus, Klebsiella, Enterobacter dan Pseudomonas
b. Refluks uretrovesikal, dimana katup uretrovesikal yang tidak kompeten
menyebabkan urine mengalir balik ke dalam ureter
c. Obstruksi traktus urinarius yang meningkatkan kerentanan ginjal
terhadap infeksi
d. Tumor kandung kemih
e. Striktur
f. Hiperplasia prostatik benigna
g. Batu urinarius
Penyebab dari pielonefritis meliputi hal-hal sebagai berikut:

8
a. Uropatogen, agen bakteri, meliputi Escherichia coli, klebsiella, proteus,
dan staphylococcus aureus.
b. Infeksi kandung kemih. Terutama pada kondisi statis kemih akibat batu
saluran kemih, refluks vesikoureter dan penurunan imunitas pada proses
penuaan, serta penigkatan kadar glukosa dalam urine pada pasien
diabetes mellitus dimana akan menyebabkan pertumbuhan bakteri lebih
besar.
Faktor predisposisi menurut Price. S A, 2006
a. Jenis kelamin perempuan
b. Umur yang lebih tua
c. Kehamilan
d. Peralatan kedokteran terutama kateter menetap
e. Penyalahgunaan analgesik secara kronik
f. Penyakit ginjal
g. Penyakit metabolik seperti diabetes.

2.4 PATOFISIOLOGI
Invasi bakteri pada parenkim ginjal memberikan manifestasi
peradangan dalam bentuk pielonefritis. Infeksi dipengaruhi oleh faktor
invasi bakteri dan faktor imunologis host. Faktor bakteri seperti Escherichia
coli yang bersifat uropatogenik menempel pada sel epitel, dan mampu
bertahan dari pembersihan aliran urine. Invasi bakteri ini melekat pada
epitel dan memicu respons peradangan pada tubulointerstisial. Faktor host
melakukan proses fagositosis dalam urine secara maksimal pada PH 6,5-7,5
dan osmolalitas dari 485 mOms. Apabila nilai-nilai ini menyimpang akan
mengakibatkan penurunan proses fagositosis secara signifikan.
Bila pertahanan host terganggu sehingga meningkatkan kemungkinan
infeksi. Beberapa faktor yang berperan untuk meningkatkan kondisi infeksi,
meliputi : (1) Obstruksi saluran kemih, (2) Refluks vesicoureteral, (3)
Pengosongan kandung kemih tidak lengkap, (4) Penggunaan obat
spermisida, (5) DM, (6) Atrofi mukosa vagina, (7) Prostatitis, (8)

9
Imunodefisiensi (bawaan / diperoleh), (9) Agen organism yang mampu
menguraikan urea sehingga terjadi perubahan ph secara signifikan
(misalnya: proteus, E.coli, klebsiella, pseudomonas, staphylococcus), (10)
Kehamilan.
Obstruksi merupakan factor yang paling penting untuk memudahkan
penempelan bakteri di urutelium. Kondisi ini meniadakan efek pembilasan
aliran urine; memungkinkan terjadinya statis urine, menyediakan media
bakteri untuk berkolonisiasi, perubahan aliran darah intrarenal, dan
memengaruhi pengiriman neutrofil.
Pengosongan kandung kemih mungkin tidak lengkap, biasanya terkait
dengan penggunaan obat (misalnya: antikolinergik).
Spermisida nonoxynol-9 menghambat pertumbuhan laktobasilus, yang
menghasilkan peroksida hydrogen. Hubungan seksual yang sering
menyebabkan trauma mekanik local ke uretra pada pasangan. Diabetes
mellitus menghasilkan neuropati kandung kemih otonom, glukosuria,
disfungsi leukosit, microangiopathy, dan nephrosclerosis. Atrofi mukosa
vagina pada wanita postmenopause merupakan predisposisi untuk
kolonisasi pathogen saluran urine dan UTI karena ph lebih tinggi (5,5 vs
3,8) dan tidak adanya laktobasilus. Bakteri prostatitis (akut & kronik)
menghasilkan bakteriuria.
Komplikasi dari obstruksi dengan infeksi termasuk hidronefrosis,
pionefrosis, urosepsis, dan pielonefritis xanthogranulomatous. Proteus
merupakan spesies yang mampu menguraikan urea, namun E.coli,
klebsiella, pseudomonas, dan staphylococcus dapat menghasilkan urease
sehingga mereka juga dapat terlibat dalam pembentukan kalkulus staghorn
Kehamilan (hormonal dan perubahan mekanis) merupakan predisposisi
seorang wanita mengalami infeksi saluran kemih. Hidroureter kehamilan
merupakan efek sekunder untuk kedua faktor hormonal dan mekanik,
diwujudkan sebagai dilatasi dari pelvis ginjal dan ureter sehingga
memberikan kesempatan pada bakteri untuk menempel di urotelium. Uterus

10
yang membesar menggantikan kandung kemih sehingga ikut mengakibatkan
adanya statis urin.
Respon perubahan patologis pada saluran kemih bagian atas akan
memberikan berbagai masalah keperawatan pada pasien yang mengalami
pielonefritis akut.

11
Penurunan Bakteri : E.coli, Diabetes
Kehamilan Obstruksi
Imunitas Klebsielle,
kandung
Streptococus Urine
Kadar kemih, VUR
Tubuh rentan mengandung
Memasuki esterogen
terinfeksi glukosa
bakteri saluran kemih Penekanan pada
Vasodilatasi
bawah vesika dan Bakteri di
pembuluh
saluran kemih
Hambatan dalam
Peningkatan
Bakteri berkembang pengeluaran Dengan mudah
permeabilitas kapiler
biak dan berkembangbiak
mengeluarkan zat
Perpindahan protein Penurunan
plasma ke interstitiel kecepatan Menimbulkan
Peradangan infeksi peradangan
eleminasi
saluran kemih
Konsentrasi protein
plasma dalam filtrasi
glomelurus ttinggi Penumpukan
cairan pada pelvis
Peningkatan
tekanan onkotik Peningkatan
tekanan
hidrostatik

Penarikan cairan dari


kapsula bowmen ke
kapiler glomelurus

Penurunan GFR

Menurunkan produk
urine

Menurunkan eleminasi bakteri di saluran kemih

Menimbulkan peradangan

ISK bawah

Peyebaran bakteri memasuki sal. Kemih atas di bagian medulla-kortek

Infeksi tubulus dan penyebaran ke

12 PIELONEFRITIS
PK : Infeksi PIELONEFRITIS

Terjadi reaksi inflamasi

Reaksi antigen-antibodi Antigen


mengeluargan
Pelepasan mediator inflamasi endositosik

Kerusakan
Kalekrein Histamin parenkim ginjal

Pengaktifan Merangsang Vasodilatasi 1


prostaglandin pusat sensori pembuluh darah
nyeri Stress tubuh
Peningkatan aliran
Nyeri akibat darah pembuluh renal
peradangan Pengeluaran
parenkim ginjal hormone stress
Peningkatan vol.
katekolamin
darah aa. afferent
Nyeri menyebar
ke pinggang Peningkatan asam
Peningkatan suplai
Peningkatan suhu lambung
darah filtrasi
tubuh Nyeri pinggang
Peningkatan GFR Mual-muntah
Hipertermi Nyeri Akut

Kerusakan 1
parenkim ginjal
Laju filtrasi > Defisiensi
Gangguan dalam kecepatan reabsorsi
pemekatan kemih reabsorsi

Terbentuk urine
Elektrolit dan Penurunan Penurunan
encer
air hanya transport cairan eabsorsi K+ dan
Peningkatan vol. sedikit dapat ke sel ion lainnya
urine diserap
Penurunan
Dehidrasi sel2
Peningkatan frekuensi Cairan dlm kontraktilitas otot
tubuh
berkemih dan banyak lumen banyak polos dan penurunan
peristaltik

poliuri Penurunan nafsu makan


dan mua-muntah
Pengeluaran cairan
Gangguan Eleminasi berlebih
Urine 13Kekurangan Volume
Cairan Nausea
2.4.1 Akut
Infeksi bakteri naik dari saluran kemih bagian bawah ke arah
ginjal, hal ini akan mempengaruhi fungsi ginjal.

2.4.2 Kronis
Infeksi dapat terjadi karena adanya bakteri, tetapi ada juga karena
faktor lain seperti osbtrusi saluran kemih. Pielonefritis kronis dapat
merusak jaringan ginjal secara permanen dan dapat menyebabkan
terjadinya renal failure (gagal ginjal yang kronis).

2.5 MANIFESTASI KLINIS


Nyeri pada satu atau kedua ginjal, berkemih mndesak dan sering,
disuria, nokturia.
- Gejala biasanya timbul secara tiba-tiba berupa demam, menggigil, nyeri
di
- punggung bagian bawah, mual dan muntah.
- Beberapa penderita menunjukkan gejala infeksi saluran kemih bagian
bawah,
- yaitu sering berkemih dan nyeri ketika berkemih.
- Bisa terjadi pembesaran salah satu atau kedua ginjal. Kadang otot perut
- berkontraksi kuat.
- Bisa terjadi kolik renalis, dimana penderita merasakan nyeri hebat yang
- disebabkan oleh kejang ureter.
- Kejang bisa terjadi karena adanya iritasi akibat infeksi atau karena
lewatnya
- batu ginjal.
- Pada anak-anak, gejala infeksi ginjal seringkali sangat ringan dan lebih
sulit
- untuk dikenali.
- Pada infeksi menahun (pielonefritis kronik), nyerinya bersifat samar dan
- demam hilang-timbul atau tidak ditemukan demam sama sekali.

14
- Pielonefritis kronik hanya terjadi pada penderita yang memiliki kelainan
utama,
- seperti penyumbatan saluran kemih, batu ginjal yang besar atau arus
balik air
- kemih dari kandung kemih ke dalam ureter (pada anak kecil).
- Pielonefritis kronik pada akhirnya bisa merusak ginjal sehingga ginjal
tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya (gagal ginjal). (Departemen
Kesehatan RI. 2007).

2.5.1 Akut
Pasien pielonefritis akut mengalami demam dan menggigil, nyeri
panggul, nyeri tekan pada sudut kontovertebral (CVA), lekositosis,
dan adanya bakteri dan baketri dan sel darah putih pada urin. Selain
itu gejala seperti disuria, dan sering berkemih.

1. Rasa nyeri dan nyeri tekan pada daerah ginjal


2. Panas tinggi dan terjadi respons sitemik yang umum
3. Sering miksi dan terasa nyeri
4. Dalam urne ditemukan adanya leucosin dan bakteri
5. Demam dan menggigil
6. Nyeri panggul
7. Nyeri tekan pada sudut kostovertebral
8. Leukositosis
9. Adanya bakteri dan sel darah putih pada urin
10. Disuria
11. Sering berkemih
12. Pembesaran ginjal

15
2.5.2 Kronis
Klien dengan pielonefritis kronis biasanya tanpa gejala,kecuali ada
eksaserbasi (serangan ulangan).
1. Adanya serangan piolenefritis akut yang berulang ulang
2. Kesehatan pasien semakin menurun, pada akhirnya pasien
mengalami gagal ginjal.
3. Makan menurun)
4. Polyuria (banyak berkemih) Keletihan
5. Sakit kepala
6. Anoreksia
7. Haus yang berlebihan
8. Kehilangan berat badan
Infeksi yang menetap atau kambuh dapat menyebabkan jaringan
parut progresif diginjal,dan akhirnya gagal ginjal .

2.6 KOMPLIKASI
Batu ginjal, gagal ginjal. Abses ginjal, infeksi multisistem, syok septik,
pielonefritis kronik.
Ada tiga komplikasi penting dapat ditemukan pada pielonefritis akut
(Patologi Umum & Sistematik J. C. E. Underwood, 2002: 669):
a. Nekrosis papila ginjal. Sebagai hasil dari proses radang, pasokan darah
pada area medula akan terganggu dan akan diikuti nekrosis papila
ginjal,terutama pada penderita diabetes melitus atau pada tempat
terjadinyaobstruksi.
b. Fionefrosis. Terjadi apabila ditemukan obstruksi total pada ureter
yangdekat sekali dengan ginjal. Cairan yang terlindung dalam pelvis
dansistem kaliks mengalami supurasi, sehingga ginjal mengalami
pereganganakibat adanya pus
c. Abses perinefrik. Pada waktu infeksi mencapai kapsula ginjal, dan
meluaske dalam jaringan perirenal, terjadi abses perinefrik.Komplikasi
pielonefritis kronis mencakup penyakit ginjal stadium akhir (mulai dari

16
hilangnya progresifitas nefron akibat inflamasi kronik dan jaringan
parut), hipertensi, dan pembentukan batu ginjal (akibat infeksi kronik
disertai organisme pengurai urea, yang mangakibatkan terbentuknya
batu)(Brunner & Suddarth, 2002: 1437)

Komplikasi pielonefritis kronis mencakup (Baughman, Diane C. 2000


a. Penyakit ginjal stadium akhir (mulai hilangnya progresifitas nefron
akubat inflamasi kronis dan jaringan parut).
b. Hipertensi
c. Pembentukan batu ginjal (akibat infeksi kronis disertai organisme
pengurai urea yang mengakibatkan terbentuknya batu).

2.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG


a. Pemeriksaan Lab
Laboratorium : pada pemeriksan darah menunjukan adanya
leukositosis disertai peningkatan laju endap darah, urinalisis terdapat
piuria, bakteriuria, dan hematuria. Pada pielonefritis akut yang mengenai
kedua sisi ginjal akan mengakibatkan terjadinya penurunan faal ginjal.
Hasil kultur urine terdapat bakteriuria dan tes sensitivitas dilakukan
untuk menentukan organisme penyebab sehingga dapat ditemukan agens
antimikroba yang tepat.
Urinalisis dan biakkan serta uji sensitivitas menunjukkan piuria,
bakteriuria signifikan, berat jenis urine dan osmolalitas rendah, pH urine
sedikit basa, atau proteinuria, glikosuria, dan ketonuria (jarang).
Hitung leukosit, hitung neutrofil, dan laju endap darah meningkat.
b. Pencitraan
Radiografi ginjal ureter kandung kemih menunjukkan adanya
batu/kalkuli, tumor, atau kista pada ginjal atau saluran kemih
Urografi eksretori menunjukkan ginjal taksimetris, yang mungkin
mengindikasikan frekuensi infeksi yang tinggi.

17
c. Radiologi
Radiologi : pemeriksaan foto polos pada abdomen menunjukan
adanya kekaburan dari bayangan otot psoas dan mungkin terdapat
bayangan radio-opak dan batu saluran kemih. Pada PIV terdapat
bayangan ginjal membesar dan terdapat keterlambatan pada fase
nefrogram. Perlu dibuat diagnosa banding dengan inflamasi pada organ
disekitar ginjal antara lain : pankreatitis, apendisitis, kolesistitis,
divertikulitis, pneumonitis, dan inflamasi pada organ pelvis. dan rontgen
bisa membantu menemukan adanya batu ginjal, kelainan struktural atau
penyebab penyumbatan air kemih lainnya
d. USG
Pemeriksaan ultrasonografi dapat dilakukan untuk mengetahui lokasi
obtruksi di traktus urinarius, menghilangkan obstruksi adalah penting
untuk menyelamatkan ginjal dari kehancuran.
e. Bakteriologis
- Mikroskopis: satu bakteri lapangan pandang >105 cfu/ mL urin plus
piuria
- Biakan bakteri
- Tes kimiawi: tes reduksi griess nitrate berupa perubahan warna pada
uji carik
f. BUN
Pemeriksaan ini dikhususkan untuk memeriksa pielonefritis kronis
karena pada pasien ini GFR mengalami penurunan akibat infeksi. Pada
pielonefritis kadar BUN akan meningkat
g. Creatinin
Pemeriksaan ini dikhususkan untuk memeriksa pielonefritis kronis
karena pada pasien ini GFR mengalami penurunan akibat infeksi. Kadar
kreatinin meningkat pada pasien dengan pielonefritis.

18
2.7.1 Akut
Suatu urogram intravena dan ultrasound dapat dilakukan untuk
mengetahui lokasi obstruksi di traktus urinarius. Kultur urine dan uji
sensitivitas dilakukan untuk menentukan organisme penyebab
sehingga agens antimikrobial yang tepat dapat diresepkan.

a. IVP dan USG: dilakukan untuk mengetahui lokasi obstruksi di


saluran perkemihan
b. Kultur urin dan tes sensitivitas
c. Dilakukan untuk menentukan organisme (bakteri) penyebab
sehingga pemberian agen dengan tepat

2.7.2 Kronis
Luasnya penyakit dikaji melalui urogram intravena dan pengukuran
BUN, kadar kreatinin dan klirens kreatinin.. (Smeltzer. S C & Bare. B
G, 2002).
a. Pemeriksaan IVP(intravenous pyelographi)
b. Pemeriksaan BUN,kreatinin dan klirens kreatinin.
c. Pemeriksaan kultur urin

2.8 PENATALAKSANAAN
a. Akut
Jika infeksi cukup parah diperlukan perawatan di rumah sakit guna
tirah baring, pemberian hidrasi, pemberian medikamentosa secara
intravena berupa analgetika dan antibiotika. Antibiotika yang
dipergunakan pada keadaan ini adalah yang bersifat bakterisidal, dan
berspektrum luas, yang secara farmakologis mampu mengadakan
penetrasi ke jaringan ginjal dan kadarnya di dalam urine cukup tinggi.
Golongan obat obatan itu adalah : aminoglikosida yang dikombinasikan
dengan aminopenisilin (ampisilin atau amoksisilin), aminopenisilin
dikombinasi dengan asam klavulanat atau sulbaktam, karbosipenisilin,
sefalosporin, atau fluoroquinolon.

19
Jika dengan pemberian antibiotika itu keadaan klinik membaik,
pemberian parenteral diteruskan sampai 1 minggu dan kemudian
dilanjutkan dengan pemberian per oral selama 2 minggu berikutnya.
Tetapi jika dalam waktu 18 72 jam setelah pemberian antibiotika
keadaan linik tidak menunjukkan perbaikan, mungkin kuman tidak
sensitif terhadap antibiotika yang diberikan.
Klien dengan pielonefritis akut berisiko terhadap bakteremia dan
memerlukan terapi antimikrobial yang intensif.
Terapi parental diberikan selama 24-48 jam sampai klien tidak panas
(afebril). Pada waktu tersebut, obat antimkrobial per oral dapat diberikan.
Untuk mencegah berkembangbiaknya bakteri yang tersisa, maka
pengobatan pielonefritis akut biasanya lebih lama daripada sistitis.
Klien dipertahankan untuk terus dibawah penanganan dengan obat
antimicrobial sampai menunjukkan bahwa infeksi tidak terjadi,seluruh
factor penyebab telah ditangani dan dikendalikan,dan fungsiginjal
baik.kadar kreatinin serum dan dihitung darah terus dipantau pada terapi
jangka penjang. Masalah yang mungkin timbul dalam penanganan
pielonefritis akut adalah infeksi kronis atau kekambuhan yang muncul
sampai beberapa bulan atau tahun tanpa gejala.
Pada umumnya pasien pieloefritis akut memerlukan rawat inap
untuk menjaga status hidrasi untuk terapi antibiotika parenteral paling
sedikit selama 48 jam. The infection disease society of America
menganjurkan satu dari tiga alternative terapi antibiotika IV sebagai
terapi awal 72 jam sebelum diketahui mikroorganismenya sebagai
penyebabnya seperti flourokuinolon, aminoglikosida dengan atau tanpa
ampisilin dan sefalosfrin spectrum luas (Sukandar,2007).
Pengobatan pielonefritis akut, untuk bayi dengan ISK dan untuk
anak dengan ISK disertai gejala sistemik infeksi, setelah sampel urin
diambil untuk dibiakkan, diberi antibiotik parenteral (tanpa menunggu
hasil biakan urin) untuk mencegah terjadinya parut ginjal. Sebaiknya
anak dirawat di rumah sakit terutama bula disertai tanda toksik

20
(Rusdidjas, 2002).
Pemberian antibiotik parenteral diteruskan sampai 3-5 hari atau
sampai 48 jam penderita bebas demam, kemudian dilanjutkan dengan
pemberian oral selama 10-14 hari,disesuaikan dengan hasil biakan urin
dan uji sensitivitasnya. Biakan urin ulang dilakukan setelah 48 jam tidak
makan obat untuk melihat hasil pengobatan, apakah bakteriuria masih
ada. Antibiotik profilaksis diberikan sampai dilakukan VCUG, dan bila
ditemukan refluks antibiotik profilaksis diteruskan (Pardede,2011).
Obat Dosis mg/kgBB/hari Frekuensi/(umur)
Parentral
Amphisilin 100 @ 12 jam (bayi < 1 minggu)
@ 6-8 jam (bayi > 1 minggu)
Sefotaksim 150 @ 6 jam
Gentamisin 5 @ 12 jam (bayi < 1 minggu)
@ 8 jam (bayi > 1 minggu)
Seftriakson 75 @ 1 x/hari
Seftazidim 150 @ 6 jam
Sefazolin 50 @ 8 jam
Tobramisin 5 @ 8 jam
Ticarsilin 100 @ 6 jam
A. Oral
Rawat jalan antibiotik oral
Amoksilin 20-40 @ 8 jam
Amphisilin 50-100 @ 6 jam
Augmentin 50 @ 8 jam
Sefaleksim 50 @ 6-8 jam B. Profilaksis
Sefiksim 4 @ 12 jam 1x malam hari
Nitrofurantoin * 6-7 @ 6 jam 1-2 mg/kgBB
Sulfisoksazole * 120-150 @ 6-8 jam 50 mg/kgBB
Trimetoprim * 6-12 @ 6 jam 2 mg/kgBB

21
Sulfametoksazole 30-60 @ 6-8 jam 10 mg/kgBB
* Tidak direkomendasikan untuk neonatus dan penderita dengan insufisiensi ginjal
Dosis antibiotika parenteral (A), oral (B), dan profilaksis
(C)Rusdidjas,2002)
b. Kronis
Pemilihan obat antimicrobial pilihan didasarkan hasil pemeriksaan
kultur urin, misalnya nitrofurantoin, kombinasi trimetropim dan
sulfametoksasol.
Penatalaksanaan pielonefritis kronis (Baughman, Diane C. 2000):
1. Hilangkan bacteri dalam urin
2. Obat antimikrobal berdasarkan identifikasi kultur
3. Nitrofurantion atau kombinasi sulfamethosazol dan trimetropin
digunakan untuk menekan pertumbuhan bacteri.
4. Dengan cermat pantau fungsi ginjal
5. Dengan cermat pantau fungsi ginjal yang berhubungan dengan
penurunan fungsi ekskresi ginjal terhadap preparat antimicrobial.
6. Jika tidak ada kontraindikasi berikan cairan lebih dan atasi penyebab :
obstruksi dengan dilakukan pembedahan
7. Jika tidak respon terhadap antibiotic, lakukan pemeriksaan radiologi
8. Kolaborasi pembedahan
9. Jika sudah mengalami kerusakan ginjal yang parah kolaborasi
tindakan dialisis.

2.9 PROGNOSIS
Prognosis penyakit ini bergantung pada diagnosis dan penatalaksanaan.
Pada pielonefritis tanpa disertai dengan penyulit dan komplikasi pemberian
terapi yang adekuat dapat memberikan prognosis yang lebih baik
dibandingkan dengan yang disertai dengan penyulit atau disertai dengan
komplikasi (Fulop T et al,2014).
Pielonefritis akut biasanya merespon baik terhadap terapi antibiotik,
dengan sebagian besar pasien menjadi asimtomatik pada waktunya.

22
2.10 PENCEGAHAN
Tujuan pengobatan medis pasien yang memiliki pielonefritis tidak untuk
mengobati infeksi tetapi juga untuk mengidentifikasi pasien yang berisiko
untuk infeksi berulang dan munculnya jaringan parut ginjal. The American
Academy of Pediatrics (AAP) merekomendasikan anak-anak dari usia 2
tahun yang di diagnosis dengan ISK pertama harus dilakukan evaluasi untuk
bukti kelainan urologi lainnya. Metode evaluasi yang digunakan berupa
pemeriksaan ultrasonografi (USG), AAP merekomendasikan pemeriksaan
ini karena bersifat noninvasive, mudah untuk menentukan anatomi saluran
kemih.
AAP menganggap sunat memiliki manfaat kesehatan pada anak laki-laki
yang baru lahir sebagai pencegahan pada infeksi ISK. Minum banyak air
terutama air putih dapat membantu dalam mengeluarkan bakteri dalam
saluran kemih dan teknik membersihkan kemaluan dari depan ke belakang
setelah berkemih mencegah untuk terjadinya ISK. Dan sebuah studi
penelitian oleh Ferrara et al menyelidiki efek minum jus cranberry sehari-
hari (50 mL) pada anak perempuan berusia 3-14 tahun dengan ISK berulang
dapat sebagai pencegahan gejala ISK berulang pada anak-anak (Fisher.
2014).

23
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
PIELONEFRITIS pada ANAK

1.1 PENGKAJIAN
1.1.1 Riwayat Keperawatan
Nyeri pada satu atau kedua ginjal, Berkemih mendesak dan sering,
Rasa terbakar selama berkemih, Disuria, nokturia, hematuria,
Anoreksia, muntah, diare, Keletihan, Gejala yang muncul dengan
cepat selama beberapa jam atau beberapa hari.
1.1.1.1 Keluhan Utama
Yang sering didapatkan meliputi keluhan nyeri dan
keluhan iritasi miksi (disuria,hematuria, piuria, urgensi).

1.1.1.2 Riwayat Keperawatan Sekarang


Riwayat peningkatan suhu tubuh disertai menggigil
biasanya dikeluhkan beberapa hari sebelum klien meminta
pertolongan pada tim kesehatan. Pada klien pielonefritis
biasanya didapatkan keluhan nyeri. Pengkajian keluhan nyeri
adalah sebagai berikut:
- Provokong Accident: penyebab nyeri pada kostovertebra
akibat respons peradangan pada pielum dan parenkim
ginjal
- Quality/Quantity: Kualitas nyeri seperti ditusuk tusuk
- Region?relief: Area nyeri pada panggul, nyeri tekan pada
sudut kostovertebral, nyeri di daerah perut dan pinggang
- Scale of Pain: Skala nyeri bervariasi pada rentang sedang
sampai berat atau 2 3 (0 4)

24
- Time: Onset nyeri dimuali bersamaan dengan keluhan
timbulnya demam.

1.1.1.3 Riwayat Keperawatan Dahulu


Kaji apakah ada riwayat penyakit sepertiadanya keluhan
obstruksi pada saluran kemih (yang meningkatkan kerentanan
ginjal terhadap infeksi). Tumor kandung kemih, striktur,
hiperplasia prostatik benigna, dan diabetes melitus. Penting
untuk dikaji meliputi riwayat pemkaian obat obatan masa lalu
dan adanya riwayat alergi terhadap jenis obat.

1.1.2 Pemeriksaan Fisik


Keadaan umum klien lemah dengan tingkat kesadaran CM, pada
TTV sering didapatkan adanya perubahan seperti suhu tubuh
meningkat dapat melebihi 39,40C, frekuensi denyut nadi mengalami
peningkatan, serta frekuensi meningkat sesuai dengan peningkatan
suhu tubuh dan denyut nadi. Tekanan darah tidak terjadi perubahan
secara signifikan kecuali adanya penyulit seperti sklerotik arteri renal
yang sering didapatkan adanya peningkatan tekanan darah secara
bermakna atau pada penurunan fungsi sistemik akan terjadi penurunan
sistolik di bawah 90 mmHg yang memberikan indikasi terjadinya syok
sepsis.

a. B1 (Breathing)
Bila tidak melibatkan infeksi sistemik, pola napas dan jalan
napas dalam kondisi efektif walau secara frekuensi mengalami
peningkatan.
b. B2 (Blood)
Bila tidakmelibatkan respon sistemik, status kardiovaskuler
tidak mengalami perubahan walau secara frekuensi denyut jantung

25
mengalami peningkatan. Perfusi perifer dalam batas normal, akral
hangat, akral hangat.
c. B3 (Brain)
Pada wajah biasanya tidak didapatkan adanya perubahan
konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, mukosa mulut tidak
mengalami peradangan. Status neurologis tidak mengalami
perubahan, tingkat kesadaran dalam batas normal dimana orientasi
(tempat, waktu, orang) baik.
d. B4 (Bladder)
a. Inspeksi : tidak ada pembesaran pada suprapubis, tidak ada
kelaianan pada genitalia eksterna. Didapatkan disuria, pada
pielonefritis yang mengenai kedua ginjal sering didapatkan
penurunan urine output karena terjadi pe nurunan dari fungsi
ginjal.
b. Palpasi : sering didapatkan distensi kandung kemih. Pada
palpasi area kostovertebra sering didapatkan adanya perasaan
tidak nyaman dan mungkin didapatkan adanya massa dari
pembesaran ginjal akibat infiltrasi interstisial sel-sel inflamasi
pada palpasi ginjal.
c. Perkusi : perkusi pada sudut kostovertebra memberikan stimulus
nyeri lokal disertai suatu penjalaran ke nyeri ke pinggang dan
perut.
d. Auskultasi : tidak didapatkan adanya bruit ginjal
e. B4 (Bowel)
Didapatkan adanya mual, muntah, serta anoreksia sehingga
sering didapatkan penurunan berat badan terutama pada
pielonefritis kronik. Penurunan peristaltik usus sering didapatkan.
f. B6 (Bone)
Didapatkan malaise dan adanya kelemahan fisisk secara umum.

26
1.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Perubahan eliminasi urine b/d respon inflamasi saluran kemih, iritasi
saluran kemih
2. Nyeri b.d respons inflamasi akibat infeksi pada pielum dan parenkim
ginjal
3. Hipertermi b.d respons sistemik sekunder dari infeksi pada pieli, dan
parenkim ginjal
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake nutrisi
yang tidak adekuat, efek sekunder dari anoreksia, mual, muntah
5. Kecemasan b.d prognosis penyakit, ancaman, kondisi sakit, dan
perubahan kesehatan

1.3 INTERVENSI KEPERAWATAN


Diagnosa Keperawatan 1 :
Perubahan eliminasi urine b/d respon inflamasi saluran kemih, iritasi
saluran kemih
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...x24 jam diharapkan,
gangguan eliminasi dapat teratasi secara optimal sesuai kondisi klien
Kriteria Hasil :
- Tidak ada keluhan iritasi dalam melakukan miksi, seperti disuria dan
urgensi
- Mampu melakukan miksi setiap 3-4jam
- Produksi urin 50cc/jam, urine tidak keruh, jernih
Intervensi dan Rasional:
1. Observasi pola berkemih dan cacat produksi urine tiap 6jam
R/ : Mengetahui fungsi ginjal
2. Palpasi kemungkinan adanya distensi kandung kemih
R/ : Menilai perubahan kandung kemih akibat dari infeksi saluran kemih
3. Istirahatkan pasien

27
R/ : Pada kondisi istirahat, maka ada kesempatan jaringan untuk
memperbaiki diri
4. Anjurkan miksi setiap 3-4jam
R/ : Mempercepat dan meningkatkan pembilasan pada saluran kemih
5. Anjurkan klien untuk minum minimal 2000cc/hari
R/ : Membantu mempertahankan fungsi ginjal
6. Kolaborasi :
- Diagnostic kultur dan uji sensitifitas
R/: Pemeriksaan kultur dan uji sensitivitas dapat menentukan jenis
antimikroba yang sesuai
- Pemberian antimikroba
R/: Antimikroba yang bersifat bakterisial dapat membunuh kuman
yang diberikan sesuai dengan uji sensitivitas

Diagnosa Keperawatan 2:
Nyeri b.d respons inflamasi akibat infeksi pada pielum dan parenkim ginjal
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ... x24 jam nyeri
berkurang/hilang atau beradaptasi
Kriteria Hasil :
- Secara subyektif melaporkan nyeri berkurang / dapat diadaptasikan, skala
nyeri berkurang
- Dapat mengidentifikasi aktifitas yang meningkatkan atau menurunkan
nyeri
- Klien tidak gelisah
Intervensi dan Rasional:
1. Lakukan pengkajian nyeri yang komprehensif meliputi lokasi,
karakteristik, awitan/durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau keparahan
nyeri, dan faktor presipitasinya
R/ : Membantu mengevaluasi derajat ketidaknyamanan, mengurangi
ansietas.

28
2. Memberikan informasi tentang nyeri ,seperti penyebab nyeri, seberapa
lama akan berlangsung dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur
R/ : Menambah pengetahuan klien tentang penyakitnya dan mengurangi
ansietas.
3. Manajemen lingkungan (tenang,batasi pengunjung)
R/ : Lingkungan tenang akan menurunkan stimulus nyeri
4. Ajarkan teknik relaksasi pernapasan dan teknik distraksi pada saat nyeri
R/ : Meningkatkan asupan O2 sehingga akan menurunkan nyeri sekunder
dari iskemia
5. Kolaborasi dengan tim medis
R/: Analgetik memblok lintasan nyeri sehingga nyeri akan berkurang

Diagnosa Keperawatan 3:
Hipertermi b.d respons sistemik sekunder dari infeksi pada pieli, dan
parenkim ginjal
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ... x24 jam suhu tubuh
menurun
Kriteria Hasil :
- Suhu tubuh normal 360C 370C
Intervensi dan Rasional:
1. Observasi suhu tubuh pasien tiap 2 jam
R/ : Peningkatan suhu tubuh bisa menjadi stimulus penahan cairan yang
dapat mengganggu control dari system saraf pusat
2. Penuhi hidrasi cairan tubuh dengan menganjurkan minum air putih lebih
banyak
R/ : Pemenuhan hidrasi cairan tubuh oleh perawat melalui via oral atau
via intravena dengan jumlah total pemberian cairan 2500-3000 ml/hr
yang bertujuan selain sebagai pemelihara juga untuk meningkatkan
produksi urine yang juga memberikan dampak terhadap pengeluaran
suhu tubuh melalui system perkemihan

29
3. Beri kompres dingin di kepala dan aksila
R/ : Memberikan respons dingin pada pusat pengatur panas dan pada
pembuluh darah besar
4. Pertahankan tirah baring total selama fase akut
R/ : Mengurangi peningkatan proses metabolime umum yang
memberikan dampak terhadap peningkatan suhu tubuh secara
sistemik
5. Kolaborasi pemberian terapi : antipiretik dan antimikroba
R/: Antipiretik bertujuan untuk membantu menurunkan suhu tubuh,
sedangkan antimikroba dapat mengurangi inflamasi sekunder dari
toksin.

Diagnosa Keperawatan 4:
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake nutrisi
yang tidak adekuat, efek sekunder dari anoreksia, mual, muntah
Tujuan :
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam pasien merasa
nafsu makan bertambah.
Kriteria Hasil :
- Menunjukkan status gizi : asupan makanan, cairan dan zat gizi.
Intervensi dan Rasional:
1. Observasi / catat permasukan diet
R/: Membantu dan mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan diet.
Kondisi fisik umum, gajala uremik (contoh : mual, anoreksia, gangguan
rasa) dan pembatasan diet multiple mempengaruhi pemasukan makanan
2. Tawarkan perawatan mulut sering/cuci dengan larutan (25%) cairan
asam asetat. Berikan permen karet, permen keras, penyegar mulut
diantara makan
R/: Mambran mukosa menjadi kering dan pecah. Perawatan mulut
menyejukkan, meminyaki dan membantu menyegarkan rasa mulut yang
sering tidak nyaman pada uremia dan membatasi pemasukan oral.

30
Pencucian dengan asam asetat membantu menetralkan amonea yang
dibentuk oleh perubahan urea.
3. Berikan makanan sedikit tapi sering
R/: Meminimalkan anoreksia dan mual sehubungan dengan status
uremik/menurunnya paristaltik
4. Konsul dengan ahli gizi/tim pendukung nutrisi
R/: Menentukan kalori individu dan kebutuhan nutrisi dalam
pembatasan,dan mengidentifikasi rute paling efektif dan produknya,
contoh tambahan oral, makanan selang hiperalimentasi
5. Batasi kalium, natrium dan pemasukan fosat sesuai indikasi
R/: Pembatasan elektrolit ini dibutuhkan untuk mencegah kerusakan
ginjal lebih lanjut, khususnya bila dialisis tidak menjadi bagian
pengobatan, dan atau selama fase penyembuhan.
6. Awasi pemeriksaan labiratorium, contoh; BUN, albumin serum,
transferin, natrium dan
R/: Indikator kebutuhan nutrisi, pembatasan, dan kebutuhan / efektivitas
terapi.

Diagnosa Keperawatan 5:
Kecemasan b.d prognosis penyakit, ancaman, kondisi sakit, dan perubahan
kesehatan
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam cemas pasien
Hilang dan tidak memperlihatkan tanda-tanda gelisa
Kriteria Hasil :
- Pasien menunjukkan tenang, gelisa berkurang, ketakutan berkurang,
dapat beristirahat, frekuensi nafas 12-24/menit
Intervensi dan Rasional:
1. Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya
R/: Agar klien mempunyai semangat dan mau empati terhadap perawatan
dan pengobatan

31
2. Pantau tingkat kecemasan
R/: Untuk mengetahui berat ringannya kecemasan klien
3. Beri dorongan spiritual
R/: Agar klien kembali menyerahkan sepenuhnya kepada tuhan YME
4. Beri penjelasan tentang penyakitnya
R/: Agar klien mengerti sepenuhnya dengan penyakit yang di alaminya.

32
BAB IV
PENUTUP

4.1 KESIMPULAN
Pielonefritis adalah Infeksi bakteri pada jaringan ginjal yang dimulai dari
saluran kemih bagian bawah terus naik ke ginjal. Infeksi ini dapat mengenai
parenchym maupun renal pelvis (pyelum = piala ginjal).
Penyebab nya antara lain kuman E.Coli, resisten terhadap obat antibiotik,
obstruksi ureter yang mengakibatkan hidronefrosis.. tanda gejala yang dapat
terjadi Nyeri pada satu atau kedua ginjal, berkemih mndesak dan sering,
disuria, nokturia.

4.2 SARAN
Sebagai penyusun, kami merasa bersyukur dan bangga dapat
menyelesaikan makalah ini dengan sedemikian rupa, tetapi, makalah ini
belumlah sempurna seperti makalah yang sempurna. Oleh karena itu, kami
sebagai penyusun memohon kritik dan saran dari para pembaca karena kami
sadar tiada hal yang sempurna di muka bumi ini, yang pepatah mengatakan
Tiada gading yang tak retak, kecuali Allah SWT.

33
DAFTAR PUSTAKA

Arif Muttaqin & Kumala Sari. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem
Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika

Basuki. B. Purnomo. 2000. Dasar Dasar Urologi. Jakarta: Sagung Seto

Baughman, Diane C. 2000. Buku Saku Keperawatan Medikal Bedah. EGC:


Jakarta

Departemen Kesehatan RI. 2007. Pedomnan Pengobatan Dasar DI Puskesmas.


Jakarta DepKes RI

Departemen Kesehatan RI. 1996. Asuhan Keperawatan Pasien Dg Gangguan /


Penyakit Sistem Urogenital. Jakarta: Departemen Kesehatan RI

Fisher DJ et al. 2014. Pediatric Urinary Tract Infection Treatment &


Management. Emedicine.

Fulop, T et al. 2014. Acute Pyelonephritis. Emedicine.

Graber, Mark A. 2006. Buku Saku Dokter Keluarga Ed 3. Jakarta: EGC

Kimberly A. J. Bilotta. 2011. Kapita Selekta Penyakit : Dengan Implikasi


Keperawatan. Jakarta:EGC

Pardede SO et al. 2011.Infeksi Saluran Kemih. Dalam buku : Konsensus Infeksi


Saluran Kemih pada Anak IDAI. Jakarta: IDAI

Price. S A & Wilson. L M, 2006, Buku Patofisiologi Edisi 6 Volume 2, Jakarta:


EGC

Rusdidjas, Ramayanti R. 2002. Infeksi Saluran Kemih. Dalam : Buku Ajar


Nefrologi Anak. Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

34
Smeltzer. S C & Bare, 2002, B G, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Edisi 8
Volume 2, Jakarta: EGC

Suharyanto, Toko & Abdul Majid. 2009. Asuhan Keperawatn Pada Klien dengan
Gangguan Sistem Perkemihan: Jakarta Trans Info Medika

Sukandar, E. 2007. Infeksi Saluran Kemih pada Pasien Dewasa dalam Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi IV. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

35

Anda mungkin juga menyukai