Anda di halaman 1dari 43

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA TN.L DENGAN GANGGUAN SISTEM PERKEMIHAN


DAN DIAGNOSA MEDIS PIELONEFRITIS AKUT

Di Susun Oleh :

Nama : Angela Tesya


NIM : (2018.C.10a.0925)

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI SARJANA
KEPERAWATAN
T.A 2019/2020
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan ini di susun oleh :


Nama :Angela Tesya
NIM :2018.C.10a.0934
Program Studi :S-1 Keperawatan
Judul : Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Pada Tn.L
Dengan Gangguan Sistem Perkemihan Dan Diagnosa Medis
Pielonefritis Akut

Telah melakukan asuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk


mneyelesaikan Praktik Pra Klinik Keperawatan 2 Program Studi S-1 Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangka Raya.

Laporan Keperawatan ini telah disetujui oleh :


Pembimbing Akademik

Meida Santi Ariani, S.Kep., Ners

Mengetahui
Ketua Program Studi Sarjana Keperawatan

Meilitha Carolina, Ners, M.Kep

i
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena atas berkat dan anugerah-Nya sehingga laporan pendahuluan yang berjudul ‘’
Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Pada Tn.L Dengan Gangguan
Sistem Perkemihan Dan Diagnosa Medis Pielonefritis Akut’ dapat diselesaikan.
Laporan pendahuluan ini disusun guna melengkapi tugas (PPK 2)
Laporan pendahuluan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh sebab
itu, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes selaku Ketua STIKes Eka Harap
Palangka Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners., M.Kep selaku Ketua Program Study Ners STIKes
Eka Harap Palangka Raya.
3. Ibu Meida Santi Ariani, S.Kep., Ners selaku pembimbing akademik yang banyak
memberikan arahan, masukan, serta bimbingan.
4. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam pelaksaan praktek klinik ini.

Saya menyadari bahwa laporan yang saya buat ini masih terdapat banyak sekali
kesalahan dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penyusun sangat
mengharapkan kritik yang membangun serta saran dari pembaca dan penyusun
berharap laporan ini dapt bermanfaat bagi kita semua.

Palangka Raya, 14 September 2020

ii
DAFTAR ISI
Cover.........................................................................................................................
Lembar Pengesahan................................................................................................i
Kata Pengantar......................................................................................................ii
Daftar Isi................................................................................................................iii
BAB 1 Pendahuluan
1.1 Latar belakang.............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................2
1.3 Tujuan.........................................................................................................2
1.4 Manfaat.......................................................................................................2
BAB 2 Tinjauan Pustaka
2.1.1 Definisi.....................................................................................................4
2.1.2 Anatomi Fisiologi.....................................................................................4
2.1.3 Etiologi.....................................................................................................6
2.1.4 Klasifikasi................................................................................................7
2.1.5 Patofisiologi.............................................................................................8
2.1.6 Manifestasi Klinis..................................................................................10
2.1.7 Komplikasi.............................................................................................10
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang.........................................................................11
2.1.9 Penatalaksaan Medis..............................................................................13
2.2 Manajemen Asuhan Keperawatan.............................................................16
BAB 3 Asuhan Keperawatan
3.1 Pengkajian.................................................................................................19
3.2 Diagnosa Keperawatan..............................................................................30
3.3 Intervensi...................................................................................................31
3.4 Implementasi.............................................................................................34
BAB 4 Penutup
5.1 Kesimpulan...............................................................................................37
5.2 Saran.........................................................................................................37
Daftar Pustaka

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Infeksi saluran kemih merupakan infeksi urutan kedua paling sering setelah
infeksi saluran nafas. Infeksi saluran kemih (ISK) adalah istilah umum yang dipakai
untuk menyatakan adanya invasi mikroorganisme pada saluran kemih. Infeksi ini
dapat mengenai laki-laki maupun perempuan dari semua umur pada anak, remaja,
dewasa ataupun umur lanjut.Akan tetapi dari kedua jenis kelamin, ternyata
perempuan lebih sering dibandingkan laki-laki dengan angka populasi umum 5-15%.
Untuk menyatakan adanya ISK harus ditemukan bakteri di dalam urin.

Penyakit infeksi ini merupakan salah satu penyakit infeksi yang sering ditemukan
di praktik umum, walaupun bermacam-macam antibiotika yang sudah tersedia luas di
pasaran. Data penelitian epidemiologi klinik melaporkan hampir 25-35% dari semua
pria dewasa pernah mengalami ISK selama hidupnya.

Mikroorganisme paling sering menyebabkan ISK adalah jenis bakteri aerob.


Saluran kemih normal tidak dihuni oleh bakteri atau mikroba lain, karena itu urin
dalam ginjal dan buli-buli biasanya steril. Walaupun demikian uretra bagian bawah
terutama pada wanita dapat dihuni oleh bakteri yang jumlahnya makin kurang pada
bagian yang mendekati kandung kemih.

Biasanya dibedakan atas infeksi saluran kemih atas (seperti pielonefritis atauabses
ginjal), dan infeksi saluran kemih bawah (seperti sistitis atau uretritis). Komplikasi
infeksi saluran kemih terdiri atas septisemia dan urolitiasis. Saluran kemih sering
merupakan sumber bakteriemia yang disebabkan oleh penutupan mendadak oleh
batuatau instrumentasi pada infeksi saluran kemih, seperti pada hipertrofi prostat
dengan prostatitis

1
1.2 Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat diambil suatu rumusan masalah,
yaitu bagaimana Asuhan Keperawatan pada Tn.L dengan diagnose medis
Pielonefritis Akut?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Diharapkan mahasiswa dapat memberikan Asuhan Keperawatan yang tepat
sesuai dengan kebutuhan pasien.
1.3.2 Tujuan khusus
1.3.2.1 Menjelaskan konsep dasar dari konsep penyakit dan proses Asuhan
Keperawatan.
1.3.2.2 Mahasiswa mampu menjelaskan manajemen asuhan keperawatan pada pasien
asma bronkial dengan kebutuhan dasar oksigenasi.
1.3.2.3 Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada Tn.L dengan diagnosa medis
Pielonefritis Akut.
1.3.2.4 Mahasiswa mampu menentukan diagnosa pada Tn.L dengan diagnosa medis
Pielonefritis Akut.
1.3.2.5 Mahasiswa mampu menentukann intervensi pada Tn.L dengan diagnosa
medis Pielonefritis Akut.
1.3.2.6 Mahasiswa mampu melakukan implementasi pada Tn.L dengan diagnosa
medis Pielonefritis Akut.
1.3.2.7 Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada Tn.L dengan diagnosa medis
Pielonefritis Akut.
1.3.2.8 Mahasiswa mampu melakukan evaluasi pada Tn.L dengan diagnosa medis
Pielonefritis Akut.
1.4 Manfaat
1.4.1 Untuk mahasiswa
Agar mahasiswa dapat memberikan kebutuhan dasar manusia yang
tepat sesuai dengan kebutuhan pasien dan menambah pengalaman mahasiswa
dalam membuat asuhan keperawatan.

2
1.4.2 Untuk klien dan keluarga
Memperoleh pengetahuan tentang penyakit gangguan pernapasan serta
meningkatkan kemandirian bagi keluarga dalam merawat anggota keluarga
yang mengalami penyakit gangguan sistem perkemihan
1.4.3 Bagi institusi
Dapat menjadi bahan bacaan bagi mahasiswa keperawatan serta
perawat yang ada untuk mengambil langkah-langkah asuhan keperawatan
dalam upaya peningkatan mutu pelayanan keperawatan khususnya asuhan
keperawatan gangguan sistem perkemihan.
1.4.4 Bagi IPTEK
Memberikan manfaat untuk meningkatkan pelyanan kepada pasien dan
membuat pelayanan keperawatan lebih bermakna.

3
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Penyakit

2.1.1 Pengertian

Pielonefritis adalah inflamasi pelvis dan parenkim ginjal yang disebabkan


oleh infeksi bakteri. Penyebabnya mungkin infeksi aktif di ginjal atau bekas dari
infeksi sebelumnya. Dua jenis utama pienolefritis adalah akut dan kronis. Mereka
pada dasarnya berbeda dalam gambar klinis dan efek jangka panjang mereka
(M.Black & Hawks, 2014, p. 292).

Tugas utama organ ginjal adalah membuang limbah dan mengambil air
tambahan dari darah. Ginjal adalah bagian dari saluran kemih Anda, yang membuat
limbah cair (urine) dan mengeluarkannya dari tubuh. Bakteri dan virus biasanya
mencapai kandung kemih melalui uretra, yaitu saluran yang mengeluarkan urine dari
kandung kemih hingga keluar dari tubuh. Hal ini dapat menyebabkan infeksi yang
memengaruhi fungsi ginjal hingga memicu pielonefritis.

Infeksi ginjal dan infeksi kandung kemih adalah kondisi yang mirip. Namun,
pielonefritis jarang ditemukan dibanding infeksi saluran urine. Walaupun demikian,
kondisi ini cukup serius. Pasalnya, infeksi yang merusak ginjal dapat menyebabkan
pielonefritis kronis hingga berujung gagal ginjal. 

2.1.2 Anatomi fisiologi

Ginjal terletak dibagian belakang abdomen atas, dibelakang peritonium


(retroperitoneal), didepan dua kosta terakhir dan tiga otot-otot besar (transversus
abdominis, kuadratus lumborum dan psoas mayor) di bawah hati dan limpa. Di
bagian atas (superior) ginjal terdapat kelenjaradrenal (juga disebut kelenjar
suprarenal). Kedua ginjal terletak di sekitar vertebra T12 hingga L3. Ginjal pada
orang dewasa  berukuran panjang 11-12 cm, lebar 5-7 cm, tebal 2,3-3 cm, kira-kira

4
sebesar kepalan tangan manusia dewasa. Berat kedua ginjal kurang dari 1% berat
seluruh tubuh atau kurang lebih beratnya antara 120-150 gram.

Bentuk ginjal seperti biji kacang, dengan lekukan yang menghadap ke dalam.
Jumlahnya ada 2 buah yaitu kiri dan kanan, ginjal kiri lebih besar dari ginjal kanan
dan pada umumnya ginjal laki-laki lebih panjang dari pada ginjal wanita. Ginjal
kanan biasanya terletak sedikit ke bawah dibandingkan  ginjal kiri untuk memberi
tempat  lobus hepatis dexter yang besar.  Ginjal dipertahankan dalam posisi tersebut
oleh bantalan lemak yang tebal. Kedua ginjal dibungkus oleh dua lapisan lemak
(lemak perirenal dan lemak pararenal) yang membantu meredam guncangan.

Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula fibrosa,
terdapat cortex renalis di bagian luar, yang berwarna coklat gelap, dan medulla
renalis di bagian dalam yang berwarna coklat lebih terang dibandingkan cortex.
Bagian medulla berbentuk kerucut yang disebut pyramides renalis, puncak kerucut
tadi menghadap kaliks yang terdiri dari lubang-lubang kecil disebut papilla renalis.
Hilum adalah pinggir medial ginjal berbentuk konkaf sebagai pintu masuknya
pembuluh darah, pembuluh limfe, ureter dan nervus. Pelvis renalis berbentuk corong

5
yang menerima urin yang diproduksi ginjal. Terbagi menjadi dua atau tiga kaliks
renalis majores yang masing-masing akan bercabang menjadi dua atau tiga kaliks
renalis minores. Medulla terbagi menjadi bagian segitiga yang disebut piramid.
Piramid-piramid tersebut dikelilingi oleh bagian korteks dan tersusun dari segmen-
segmen tubulus dan duktus pengumpul nefron. Papila atau apeks dari tiap piramid
membentuk duktus papilaris bellini yang terbentuk dari kesatuan bagian terminal dari
banyak duktus pengumpul (Price,1995 : 773).

Ginjal terbentuk oleh unit yang disebut nephron yang berjumlah 1-1,2 juta
buah pada tiap ginjal. Nefron adalah unit fungsional ginjal. Setiap nefron terdiri dari
kapsula bowman, tumbai kapiler glomerulus, tubulus kontortus proksimal, lengkung
henle dan tubulus kontortus distal, yang mengosongkan diri keduktus pengumpul.
(Price, 1995) Unit nephron dimulai dari pembuluh darah halus / kapiler, bersifat
sebagai saringan disebut Glomerulus, darah melewati glomerulus/ kapiler tersebut
dan disaring sehingga terbentuk filtrat (urin yang masih encer) yang berjumlah kira-
kira 170 liter per hari, kemudian dialirkan melalui pipa/saluran yang disebut Tubulus.
Urin ini dialirkan keluar ke saluran Ureter, kandung kencing, kemudian ke luar
melalui Uretra. Nefron berfungsi sebagai regulator air dan zat terlarut (terutama
elektrolit) dalam tubuh dengan cara menyaring darah, kemudian mereabsorpsi cairan
dan molekul yang masih diperlukan tubuh. Molekul dan sisa cairan lainnya akan
dibuang. Reabsorpsi dan pembuangan dilakukan menggunakan mekanisme
pertukaran lawan arus dan kotranspor. Hasil akhir yang kemudian diekskresikan
disebut urin.

2.1.3 Etiologi

Pielonefritis adalah bakteri. Bakteri bisa mencapai kandung kemih melalui


uretra dan naik ke ginjal. Meskipun ginjal menerima 20-25% curah jantung, bakteri
jarang yang mencapai ginjal melalui darah (hematogen). Kasus penyebaran secara
hematogen kurang dari 3% (Suharyanto & Madjid, 2013, p. 118)

6
Kadang kala sebuah infeksi mungkin menjadi penyakit primer, seperti yang
terjadi dengan berkurangnya resistansi inang (misalnya kalkulus, keganasan,
hidrinefrosis, atau trauma). Kebanyakan infeksi ginjal, bagaimanapun juga, adalah
perluasan dari proses infeksi yang berada dimana saja, khususnya kandung kemih.

Bakteri menyebar ke ginjal terutama dengan ke atas dari ureter ke ginjal.


Sirkulasi darah dan limfatik juga bisa menjadi jalan bagi bakteri. Refluks ureter, yang
memungkinkan urine yang terinfeksi kembali ke ureter, dan obstruksi, yang
menyebabkan urine kembali ke ureter dan memungkinkan bakteri berkembangbiak,
adalah penyebab umum infeksi saluran kemih yang naik dari ureter ke ginjal.
Escherichia coli adalah organism bakteri yang paling umum yang menyebabkan
pielonefritis. Setelah infeksi, pemeliharaan kesehatan termasuk pendidikan tentang
pentingnya menyelesaikan pengobatan antibiotic. Kultur lanjutan penting pada
pielonefritis kambuh untuk memastikan bahwa infeksi telah dimusnahkan. Tindakan
pemulihan kesehatan bergantung pada luasnya kerusakan ginjal dan penyebab
penyakit. Jika obstruksi mempercepat infeksi, penyebab obstruksi harus
diobati. (M.Black & Hawks, 2014, p. 293)

2.1.4 Klasifikasi

Klasifikasi pielonefritris dibagi menjadi 2 macam yaitu:

1. Pielonefritis Akut
Pielonefritis akut berhubungan dengan perkembangan abses ginjal, abses
perinefrik, emfisematosus pilonefritis, dan pielonefritis kronis, yang dapat
mengakibatkan gagal ginjal. Pielonefritis akut biasanya singkat. Namun biasanya
berulang, baik sebagai kambuhan dari infeksi sebelumnya yang tidak tuntas atau
sebagai infeksi baru; 20% dari kekambuhan terjadi dalam 2 minggu setelah
penyelesaian terapi. Klien harus diobati dengan memadai untuk mencegah
perkembangan pielonefritis kronis. Infeksinya mungkin juga berkembang menjadi
bakteremia dan urosepsis.
2. Pielonefritis Kronis

7
Pienolefritis kronis mungkin terjadi setelah obstruksi kronis dengan
gangguan kronis. Penyakit ini akan berkembang perlahan dan biasanya berhubungan
dengan serangan akut berulang, meskipun klien mungkin memiliki riwayat
pielonefritis akut. (M.Black & Hawks, 2014, p. 294).

2.1.5 Patofisiologi

Secara khas infeksi menyebar melalui kandung kemih kedalam ureter, kemudian
ke ginjal, seperti terjadi pada refluk vesikoureter. Refluks vesikoureter dapat juga
terjadi karena vesikoureter. Refluksvesikoureter dapat terjadi karena kelemahan
konginetal pada tempat pertemuan (junction) ureter dan kandung kemih. Bakteri yang
mengalir balik kejaringan internal bisa menimbulkan koloni infeksi dalam tempo 24
hingga 48 jam. Infeksi dapat pula terjadi karena instrumentasi (seperti tindakan
kateterisasi, sistokopi, atau bedah urologi), karena infeksi hematogen (seperti pada
septicemia atau endokarditis), atau mungkin juga karena infeksi limfatik. Pielonefritis
ini juga terjadi karena ketidakmampuan mengosongkan kandung kemih (misalnya
pada pasien neurogenic bladder), statis urine, atau obstruksi urine akibat tumor,
striktur, atau hipertropia prostat benigna.

Bakteri tersebut naik ke ginjal dan pelvis ginjal melalui saluran kandung kemih
dan uretra. Floramoral fekal seperti Eschericia coli, streptococcus fecalis,
pseudomonas aeruginosa, dan staphilococus aureus adalah bakteri yang paling umum
yang menyebabkan pielonefritis akut. E. colli menyebabkan sekitar 85% infeksi.
(Prabowo & Pranata, 2014, p. 59)

8
Penyebab:

a. Bakteri
b. Inflamasi
PYELONEPHRIT
c. Kehamilan IS
d. Penurunan imunitas

Aktivasi makrofag Menekan saraf vagus Reaksi inflamasi Gangguan fungsi ginjal

Makrofag menghasilkan pyrogen Mual muntah Iritasi saluran kemih


dan hypotalamus Hematuria, dysuria, piuria

Nafsu makan menurun Ginjal membesar

Peningkatan jumlah MK: Gangguan eliminasi


prostaglandin urin
Nafsu makan menurun MK: Nyeri akut

Demam

MK: ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
MK: Hipertemi

9
2.1.6 Manisfestasi klinis

Pielonefritis akut :

a. demam
b. menggigil
c. nyeri panggul
d. nyeri tekan pada sudut kostovetebral (CVA)
e. lekositosis
f. adanya bakteri dan sel darah putih pada urin
g. disuria
h. biasanya terjadi pembesaran ginjal disertai infiltrasi interstisial sel-sel
inflamasi.

Pielonefritis kronis:

a. tanpa gejala infeksi, kecuali terjadi eksaserbasi.


b. Keletihan
c. sakit kepala
d. nafsu makan rendah
e. polyuria
f. haus yang berlebihan
g. kehilangan berat badan
h. infeksi yg menetap menyebabkan jaringan parut di ginjal, disertai gagal ginjal
pada akhirnya.

2.1.7 Komplikasi

Ada tiga komplikasi penting dapat ditemukan pada pielonefritis akut:

a. Nekrosis papila ginjal. Sebagai hasil dari proses radang, pasokan darah pada
area medula akan terganggu dan akan diikuti nekrosis papila ginjal, terutama
pada penderita diabetes melitus atau pada tempat terjadinya obstruksi.

10
b. Fionefrosis. Terjadi apabila ditemukan obstruksi total pada ureter yang dekat
sekali dengan ginjal. Cairan yang terlindung dalam pelvis dan sistem kaliks
mengalami supurasi, sehingga ginjal mengalami peregangan akibat adanya
pus.
c. Abses perinefrik. Pada waktu infeksi mencapai kapsula ginjal, dan meluas ke
dalam jaringan perirenal, terjadi abses perinefrik.

Komplikasi pielonefritis kronis mencakup penyakit ginjal stadium akhir


(mulai dari hilangnya progresifitas nefron akibat inflamasi kronik dan jaringan
parut), hipertensi, dan pembentukan batu ginjal (akibat infeksi kronik disertai
organisme pengurai urea, yang mangakibatkan terbentuknya batu)

2.1.8 Pemeriksaan penunjang


a. Pemeriksaan Laboratorium
1. Urinalisis
Merupakan pemeriksaan yang paling sering dikerjakan pada kasus-kasus
urologi. Pemeriksaan ini meliputi uji :
a) Makroskopik dengan menilai warna, bau, dan berat jenis urine
b) Kimiawi meliputi pemeriksaan derajat keasaman/PH, protein, dan gula
dalam urine
c) Mikroskopik mencari kemungkinan adanya sel-sel, cast (silinder), atau
bentukan lain di dalam urine.
Pada pasien yang menderita pielonefritis saat pemeriksaan urinalisis
ditemukan adanya piuria, bakteriuria (terdapat bakteri di dalam urine), dan
hematuria (terkandung sel-sel darah merah di dalam urine).
2. Pemeriksaan Darah
Pemeriksaan darah rutin terdiri atas pemeriksaan kadar hemoglobin,
leukosit, laju endap darah, hitung jenis leukosit, dan hitung trombosit. Pada
pasien dengan pielonefritis, hasil pemeriksaan darah rutinnya menunjukkan
adanya leukositosis (menurunnya jumlah atau kadar leukosit di dalam
darah) disertai peningkatan laju endap darah.

11
3. Test Faal Ginjal
Beberapa uji faal ginjal yang sering diperiksa adalah pemeriksaan kadar
kreatinin, kadar ureum, atau BUN (blood urea nitrogen), dan klirens
kreatinin. Pemeriksaan BUN, ureum atau kreatinin di dalam serum
merupakan uji faal ginjal yang paling sering dipakai di klinik. Sayangnya
kedua uji ini baru menunjukkan kelainan pada saat ginjal sudah kehilangan
2/3 dari fungsinya. Maka daripada itu, pasien pielonefritis baru akan
menunjukkan adanya penurunan faal ginjal bila sudah mengenai kedua sisi
ginjal.
4. Kultur Urine
Pemeriksaan ini dilakukan bila ada dugaan infeksi saluran kemih. Pada
pria, urine yang diambil adalah sample urine porsi tengah (mid stream
urine), pada wanita sebaiknya diambil melalui kateterisasi, sedangkan pada
bayi dapat diambil urine dari aspirasi suprapubik atau melalui alat
penampung urine.nJika didapatkan kuman di dalam urine, dibiakkan di
dalam medium tertentu untuk mencari jenis kuman dan sekaligus
sensitifitas kuman terhadap antibiotika yang diujikan. Pada pasien dengan
pielonefritis, hasil pemeriksaan kultur urinenya terdapat bakteriuria.
b. Pemeriksaan Radiologi (Pencitraan)
1. Foto Polos Abdomen
Foto polos abdomen atau KUB (Kidney Ureter Bladder) adalah foto
skrinning untuk pemeriksaan kelainan-kelainan urologi. Pasien dengan
pielonefritis, pada hasil pemeriksaan foto polos abdomen menunjukkan
adanya kekaburan dari bayangan otot psoas dan mungkin terdapat
bayangan radio-opak dari batu saluran kemih.
2. Pielografi Intra Vena (PIV)
Pielografi Intra Vena (PIV) atau Intravenous Pyelography (IVP) atau
dikenal dengan Intra Venous Urography atau urografi adalah foto yang
dapat menggambarkan keadaan sistem urinaria melalui bahan kontras
radio-opak. Pencitraan ini dapat menunjukkan adanya kelainan anatomi

12
dan kelainan fungsi ginjal. Hasil pemeriksaan PIV pada pasien pielonefritis
terdapat bayangan ginjal membesar dan terdapat keterlambatan pada fase
nefrogram.
2.1.9 Penatalaksanaan medis
a. Pielonefritis Akut
Pasien pielonefritis akut beresiko terhadap bakteremia dan
memerlukan terapi antimikrobial yang intensif. Terapi parentral di berikan
selama 24-48 jam sampai pasien afebril. Pada waktu tersebut, agens oral dapat
diberikan. Pasien dengan kondisi yang sedikit kritis akan efektif apabila
ditangani hanya dengan agens oral. Untuk mencegah berkembangbiaknya
bakteri yang tersisa, maka pengobatan pielonefritis akut biasanya lebih lama
daripada sistitis.
Masalah yang mungkin timbul dalam penanganan adalah infeksi
kronik atau kambuhan yang muncul sampai beberapa bulan atau tahun tanpa
gejala. Setelah program antimikrobial awal, pasien dipertahankan untuk terus
dibawah penanganan antimikrobial sampai bukti adanya infeksi tidak terjadi,
seluruh faktor penyebab telah ditangani dan dikendalikan, dan fungsi ginjal
stabil. Kadarnya pada terapi jangka panjang.
b. Pielonefritis Kronik
Agens antimikrobial pilihan didasarkan pada identifikasi patogen
melalui kultur urin, nitrofurantion atau kombinasi sulfametoxazole dan
trimethoprim dan digunakan untuk menekan pertumbuhan bakteri. Fungsi
renal yang ketat, terutama jika medikasi potensial toksik.
Pengobatan pielonefritis :
1. Terapi antibiotik untuk membunuh bakteri gram positif maupun gram
negatif. Terapi kausal dimulai dengan kotrimoksazol 2 tablet 2x sehari
atau ampisilin 500 mg 4x sehari selama 5 hari. Setelah diberikan terapi
antibiotik 4 – 6 minggu, dilakukan pemeriksaan urin ulang untuk
memastikan bahwa infeksi telah berhasil diatasi.

13
2. Pada penyumbatan,kelainan struktural atau batu,mungkin perlu dilakukan
pembedahan dengan merujuk ke rumah sakit.
3. Apabila pielonefritis kronisnya di sebabkan oleh obstruksi atau refluks,
maka diperlukan penatalaksanaan spesifik untuk mengatasi masalah-
masalah tersebut.

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan

2.2.1 Pengkajian

1. Biodata lengkap pasien (identitas klien)


2. Keluhan utama yang dirasakan pasien
3. Riwayat penyakit sekarang
Perjalan awal pasien sakit sampai dengan dirawatnya pasien.
4. Riwayat penyakit masa lalu
5. Riwayat penyakit keluarga.
6. Pengkajian psiko-sosio-kultural
Pencetus berupa gangguan emosional yang biasanya didapat dari
lingkungan kerja maupun keluarga.
7. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
8. Pola hubungan dan peran
Klien perlu menyesuaikan kondisinya dengan hubungan dan peran
klien baik dilingkungan keluarga, masyarakat maupun lingkungan kerja.
9. Pola persepsi dan konsep diri
Cara memandang diri yang salah juga akan menjadi stressor dalam
kehidupan klien. Semakin besar tingkat stress maka semakin besar juga
tingkat resiko terserang asma.
10. Pola sensori dan kognitif
Kelainan pola sensori dan kognitif akan mempengaruhi konsep diri
klien dan akhirnya mempengaruhi jemlah sensor yang dialami klien.
11. Pola tata nilai dan kepercayaan

14
Kedekatan klien pada sesuatu yang diyakini didunia dapat
meningkatkan kekuatan jiwa klien.
12. Pemeriksaan Fisik head to toe
a. Breathing
 Inspeksi : pada klien hipertiroid terlihat adanya peningkatan usaha
dan frekuensi pernapasan serta penggunaan otot bantu napas.
 Palpasi :biasanya kesimterisan, ekspnasi dan taktil fremitus normal.
 Perkusi : pola perkusi didapatkan suara norma maupun hipersonor
sedangkan diagfraga menjadi datar dan rendah.
 Auskultasi : terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai
dengan ekpirsi lebih dari 4 detik atau lebih dari tiga kali inspirasi,
dengan bunyi naoas tambahan uta,a wheezing pada akhir ekspirasi.
b. Blood
Terjadi peningkatan frekuensi jantung
c. Brain
Tingkat kesadaran saat infeksi perlu diuji. Disamping itu diperlukan
pemeriksaaan GCS untuk menentukan tingkat kesadaran klien apakah
compos mentis, somnolen atau koma.
d. Bladder
Berkaitan dengan intake cairan maka perhitungan dan pengukuran
volume output urine perlu dilakukan, sehingga perawat memonitor
apakah terdapat oliguria, karena hal tersebut merupakan tanda awal
dari syok.
e. Bowel
Pada kilen dengan sesak napas, sangat potennsial terjadi kekurangan
pemenuhan kebutuhan nutrisi, hal ini dikarenakan terjadi dyspnea saat
makan, laju metabolism, serta kecemasan yang dialami klien.
f. Bone
Mengkaji edema ekstremitas, tremor dan tanda-tanda infeksi paa
ektremitas. Pada integument perlu dikaji adanya permukaan yang

15
kasar, kering, kelainan pigmentasi, turgor kulit, kelembaban,
mengelupas atau bersisik, perdarahan, pruritus, eksim dan adnya bekas
atau tanda urtikraria atau dermatitis. Pada rambut dikaji, warna
rambut, kelembaban dan kusam. Tidur dan istirahat klien yang
meliputi: berapa lama klien tidur dan istirahat, seta berapa lama klien
tidur dan istirahat, serta berapa besar akibat kelelhan yang dialami
klien juga dikaji, adanya wheezing, sesak, dan ortopnea dapat
mempengaruhi pola tidur dan istirahat klien. Aktivitas sehari-hari
klien juga perlu dikaji seperti olahraga, bekerja, ada aktivitas lainnya.
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
1. Kelebihan volume cairan
2. Gangguan eliminasi urin
3. Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan pengobatan
berhubungan dengan kurangnya sumber informasi.
2.2.3 Intervensi
1. Kelebihan Volume cairan
Definisi: Beresiko mengalami perubahan kadar serum elektrolit
a. Tentukan lokasi dan derajat edema perifer, sakral dan periorbital pada skala
1+ sampai 4+
b. Kaji komplikasi pulmonal atau kerdiovaskular yang diindikasikan dengan
peningkatan tanda gawat napas, peningkatan frekuensi nadi, peningkatan
tekanan darah, bunyi jantung tidak normal, atau suara napas tidak normal
c. Kaji ekstremitas atau bagian tubuh yang edema terhadap gangguan sirkulasi
dan integritas kulit
d. Kaji efek pengobatan (mis, steroid, diuretic, dan litium) pada edema
e. Pantau secara teratur lingkar abdomen atau ekstremitas
f. Manajemen cairan (NIC) :
g. Timbang berat badan setiap hari dan pantau kecenderungannya
h. Pertahankan catatan asupan dan haluaran yang akurat

16
i. Pantau hasil laboratorium yang relevan terhadap retensi cairan (mis,
peningkatan berat jalan urine, peningkatan BUN, penurunanhematokrit, dan
peningkatan kadar osmolaritas urine)
j. Patau indikasi kelebihan atau retensi cairan (mis, crackle, peningkatan CVP
atau tekanan baji kapiler paru, edema distensi vena leher dan asites), sesuai
dengan keperluan.

2. Gangguan eliminasi urine


Definisi: Disfungsi urin
a. antau elimnasi urine, meliputi frekuensi konsistensi, bau, volume, dan warna
jika perlu,
b. Kumpulkan specimen unrine porsi tengah untuk urinalisis, jika perlu
c. Manajemen eliminasi urine (NIC)
d. Anjarkan pasien tentang tanda dan gejala infek saluran kemih
e. Instruksikan pasien dan keluarga untuk mencatat haluaran urine, bila
diperlukan
f. Instruksikan pasien untuk berespon segera terhadap kebutuhan eliminasi, jika
perlu
g. Ajarkan pasien untuk minum 200 ml cairan pada saat makan, di antara waktu
makan, dan diawal petang

3. Kurangnya pengetahuan tentang kondisi , prognosis, dan kebutuhan


pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi.
a. Kaji pemahaman mengenai penyebab gagal ginjal, konsekuensinya dan
penanganannya.
b. Jelaskan fungsi renal dan konsekuensi gagal ginjal sesuai dengan tingkat
pemahaman dan kesiapan pasien untuk belajar
c. Bantu pasien untuk mengidentifikasi cara-cara untuk memahami berbagai
perubahan akibat penyakit dan penanganan yang mempengaruhi hidupnya
d. Sediakan informasi baik tertulis maupun secara oral dengan tepat

17
2.2.4 Implementasi

Implementasi merupakan pelaksanaan dari rencana tindakan


keperawatan yang telah disusun atau ditemukan yang bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan pasien secara optimal dapat terlaksana dengan baik
yang dilakukan oleh pasien itu sendiri atau perawat secara mandiri dan juga
dapat bekerja sama dengan anggota tim kesehatan yang lain. Implementasi
membutuhkan perawat untuk mengkaji kembali keadaan klien, menelaah, dan
memodifikasi rencana keperawatan yang sudah ada, mengidentifikasi area
dimana bantuan dibutuhkan untuk mengmplementasikan,
mengkomunikasikan intervensi keperawatan.

18
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

Nama Mahasiswa :Angela Tesya


NIM :2018. C. 10a.0925
Ruang Praktek :-
Tanggal Praktek :14 September 2020
Tanggal & Jam Pengkajian :14 September 2020

3.1 Pengkajian
Berdasarkan pengkajian yang dilakukan ada tanggal, 14 September 2020
bertempat di- dr.Doris Sylvanus Palangka Raya, dengan teknik anamnesa
(wawancara), observasi, pemeriksaan fisik, dan data dari buku keperawatan
pasien, di dapat data-data sebagai berikut :
3.1.1 Identitas Pasien
Nama :Tn. L
Umur : 37th
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku/Bangsa : Dayak
Agama : Kristen
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan : SMP
Status Perkawinan : Menikah
Alamat : Jl. Kereng Bangkirai
Tgl MRS : 14 September 2020
Diagnosa Medis : Pielonefritis akut

19
3.1.2 Riwayat Kesehatan /Perawatan
1. Keluhan Utama :
Pasien mengeluh nyeri pinggang. P: saat BAK, Q: seperti tertusuk, R:
pinggang, S: 4, T: nyeri muncul kadang-kadang.
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang kerumah sakit pada tanggal 14 September 2020 dengan
keluhan nyeri pinggang yang dia rasakan sejak 7 September 2020 yang
lalu. Lalu pada tadi malam pasien mengatakan bahwa dia merasa nyeri
dan panas saat BAK. Pasien diberi terapi inf. NaCl 15tpm dan
cefopodoxime 200mg dengan diagnose pielonefritis akut, setelah
mendapatkan terapi pasien kemudian dibawa ke ruang inap Aster untuk
perawatan selanjutnya.
3. Riwayat Penyakit Sebelumnya (riwayat penyakit dan riwayat operasi)
Pasien mengatakan tidak ada riwayat penyakit sebelumnya.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengatakan bahwa tidak ada riwayat penyakit keluarga.

GENOGRAM KELUARGA :

Ket:

: Laki-laki

: perempuan

20
: pasien

: sudah meningggal

: tinggal serumah
3.2 Pemerikasaan Fisik
3.2.1 Keadaan umum klien
Klien tampak lemah, kesadaran klien compos mentis, terpasang cairan
infus NaCl 15 tpm disebelah kiri tangan klien.
3.2.2 Status mental
Tingkat kesadaran pasien compos menthis, ekspresi wajah lemas ,
bentuk badan pasien sedang, cara berbaring terlentang, cara berbicara pasien
baik/jelas, suasana hati pasien gelisah karena terbaring sakit, penampilan
pasien cukup rapi. Pasien dapat membedakan pagi, siang dan malam, pasien
tau bahwa pasien berada di rumah sakit, pasien tidak berhalusinasi, proses
berfikir pasien baik, insight pasien baik, mekanisme pertahanan diri adaptif.
3.2.3 Tanda-tanda vital
Berdasarkan hasil pemeriksaan dan pengkajian pada Tn. L dapat hasil
pemeriksaan tanda-tanda vital Suhu/T 37,90C Axilla, Nadi/HR 80 x/mnt,
Pernapasan/RR 20 x/mnt, Tekanan Darah 120/80 mmHg. Masalah
keperawatan: hipertemia
3.2.4 Pernafasan (Breathing)
Bentuk dada klien simetris, tidak ada kebiasaan merokok, terdapat
batuk, tidak ada batuk berdarah, tidak ada sputum (dahak). Tidak terdapat
sianosis, tidak ada nyeri dada, tipe pernapsan dada, irama pernapasan dalam,
tidak terdapat suara nafas tambahan, fremitus paru kiri dan kanan sama.
3.2.5 Cardiovaskular (blood)
Klien tidak ada nyeri dada, tidak ada kram, klien tidak pucat, tidak ada
pusing, tidak clubbing finger, sianosis, tidak ada sakit kepala, tidak ada
palpitasi, tidak pingsan. Capillary refill˂ 2 detik, tidak ada edema, tidak ada

21
asites, ictus cordis tidak terlihat, tidak ada peningkatan vena jugularis, suara
jantung normal S1 S2 tunggal. Tidak ada Masalah keperawatan.
3.2.6 Persyarafan (Brain)
Berdasarkan pemeriksaaan dan pengkajian nilai GCS klien, mata
nilainya 4 karena klien dapat membuka secara spontan, verbal nilainya 5
karena klien berbicara dengan jelas, motorik nilainya 6 karena klien dapat
mengekstensi tangan dan kaki dengan normal, total nilai GCS adalah 15
dengan kesadaran compos menthis. Pupil klien isokor, dengan reflek cahaya
kiri dan kangan positif. Pasien tidak ada merasakan nyeri, pasien tampak
tenang, tidak mengalami aphasia, tidak mengalami kesemutan pada kaki dan
tangan, tidak ada tremor, tidak ada kejang, dan tidak bingung.
Pemeriksaan saraf cranial
a. Nervus Kranial I : Klien dapat mencium bau – bauan(Olfaktorius)
b. Nervus Kranial II : Klien dapat melihat ke arah suara (Optikus)
c. Nervus Kranial III : Klien dapat membuka dan menutup kelopak mata
(Okulomotor)
d. Nervus Kranial IV : Klien dapat memutar bola mata ke kiri dan ke
kanan (Troklearis)
e. Nervus Kranial V : Klien dapat mersakan sentuhan yang diberikan
(Trigeminus)
f. Nervus Kranial VI : Klien dapat melihat ke arah perawat (Abdusan)
g. Nervus Kranial VII : Klien dapat tersenyum (Fasialis)
h. Nervus Kranial VIII :Klien dapat mendengar dengan baik
(Vestibulokoklearis)
i. Nervus Kranial IX : Klien dapat membedakan rasa asam dan manis
(Glosofaringeal)
j. Nervus Kranial X : Klien dapat menelan makanan dan minuman
(vagus)
k. Nervus Kranial XI : Klien dapat menggerakkan bahunya (Aksesorius)
l. Nervus Kranial XII : Klien dapat menjulurkan lidahnya (Hipoglosus)

22
Pemeriksaaan Uji koordinasi ektremitas atas dari jari ke jari sebelah
kiri positif, sebelah kanan positif, jari kehidung sebelah kanan positif sebelah
kiri positif, ektremitas bawah, tumit ke jempol kaki positif, dan uji kestabilan
positif.
Pemeriksaan tes reflek pada bisep pada tanan kanan positif (+) pada
kiri positif (+) skala kanan 4, skala kiri 4. Pada reflek trisep pada tangan
kanan positif (+) denganskala 4, pada tangan kiri positif (+) dengan skala 4.
Pada brachioradialis kanan positif (+) dengan skala 4, tangan kiri positif (+)
dengan skala 4. Pada patella pada kaki kanan positif (+) skala 4 dan pada kaki
kiri positif (+) dengan skala 4. Pada aciles pada kaki kanan positif (+) dengan
skala 4, dan pada kaki kiri (+) dengan skala 4. Pada babinski pada kanan
positif (+), dan pada kaki kiri positif (+).
3.2.6 Eliminasi ( Bladder )
Eliminasi pasien dengan produksi urine 400 ml / 24 jam, dengan
warna kemerahan dan berbau. Pasien mengatakan nyeri dan panas saat BAK.
Terdapat nyeri ketok ginjal (+/-). .Masalah keperawatan : Gangguan eliminasi
urin dan nyeri akut.
3.2.7 Eliminasi alvi
Mulut klien terlihat normal, bibir tampak kering, gigi klien normal
tidak ada caries, gusi normal tidak pendarahan dan peradangan, lidah normal,
mukosanya lembab, tonsil normal tidak ada peradangan, BAB lancer, Bising
ususnya normal 20 x/menit, tidak ada benjolan.
3.2.8 Tulang, Otot dan Integumen (Bone)
Kemampuan pergerakan sendi pasien bebas, Parese lokasi tidak ada,
tidak ada hemiparese, tidak ada krepitasi, tidak ada nyeri. Ukuran otot pasien
simetris. Kekuatan otot klien ektermitas atas kiri 4, kanan 4, ektremitas bawah
kiri 3, kanan 3. Tidak ada deformasi tulang, tidak ada peradangan, tidak ada
perlukaan. Tidak ada patah tulang, tulang belakang klien normal.
3.2.9 Kulit Kulit Rambut

23
Klien tidak memiliki riwayat alergi obat, makanan, dan kosmetik, suhu
kulit hangat, warna kulit normal, turgor kulit baik, teksture halus, tidak
terdapat lesi, teksture rambut halus, distribusi rambut merata, bentuk kuku
simetris.Tidak ada masalah keperawatan
3.2.10 Sistem Penginderaan
Pengelihatan klien baik, fungsi pengelihatan normal, bola mata
bergerak normal, sclera berwarna putih, konjungtiva normal, kornea
berwarna bening, tidak mengunakan alat bantu kaca mata. Fungsi
pendengaran normal, bentuk hidung simetris tidak ada lesi.
3.2.11 Leher dan Kelenjar Limfe
Tidak terdapat masa pada leher klien, tidak ada jaringan parut, tidak
ada teraba jaringan limfe, tidak ada teraba kelenjar tiroid, dan mobilisasi
leher klien bebas.
3.2.12 Sistem Reproduksi
Pasien menolak untuk dikaji.
3.3 Pola fungsi kesehatan
3.3.1 Persepsi terhadap kesehatan dan penyakit
Pasien mengatakan kesehatan itu penting, jadi pasien cukup merasa
terganggu dengan penyakit yang dideritanya.
3.3.2 Nutrisi dan metabolisme
Klien memiliki tinggi badan 160 cm dengan berat badan 55 kg
sebelum sakit, saat sakit berat badan klien 55 kg, frekuensi makan sebanyak
3x sehari saat sakit dan sebelum sakit, dengan 1 porsi habis. Nafsu makan
klien baik, jenis makanan yang dimakan sebelum sakit biasanya nasi, dan
ikan, saat sakit Nasi, sayur, lauk pauk, jenis minuman yang sering di minum
adalah air putih baik sebelum sakit dan sesudah sakit, jumlah minuman
sebelum sakit 4 gelas, saat sakit pasien minum air sebanyak 3 gelas, kebiasaan
makan biasanya sebelum dan sesudah sakit masih sama yaitu pagi, siang, dan
sore. Tidak ada masalah.
IMT : 55 ÷1,60 x 1,60 = 21.4 (Berat Badan Normal)

24
3.3.3 Pola istirahat dan tidur
Sebelum sakit tidur siang pasien 6 jam dan malam 8 jam. Sesudah
sakit pasien tidur 6 jam siang dan 8 jam malam. Tidak ada Masalah
keperawatan.
3.3.4 Kognitif
Orientasi pasien baik, pasien dapat berbicara dan berkomunikasi
dengan perawat, petugas kesehatan lain, dan keluarga dengan baik.
3.3.5 Konsep diri (Gambaran diri, ideal diri, identitas diri, harga diri, peran)
Perasaan pasien tentang penyakit yang dideritanya sangat menganggu,
pasien merasa dirinya menyusahkan keluarga, pasien masih merasa dirinya
berharga dan ideal, pasien yakin dapat sembuh dari penyakitnya sekarang.
3.3.6 Aktivitas sehari-hari
Selama sakit Pasien sesekali duduk ditempat tidur, dan berjalan jalan
beaktivitas seperti mandi, BAK dan BAB dibantu oleh keluarga. Masalah
keperawatan intoleransi aktivitas.
3.3.7 Koping-Toleransi terhadap stress
Pasien bersifat terbuka terhadap masalahnya pasien selalu bercerita
dan menyampaikan keluhan yang dirasakan pada keluarga, perawat maupun
petugas kesehatan lainnya.
3.3.8 Nilai Pola Keyakinan
Pasien beragama Kristen Protestan pasien beranggapan bahwa
penyakit yang di deritanya adalah cobaan. Tidak ada yang bertentangan
dengan keyakinan pasien.

3.4 Sosial – Spiritual


3.4.1 Kemampuan berkomunikasi
Klien mampu berkomunikasi dengan baik, dengan keluarga, perawat
dan lingkungan sekitar sesama pasien.
3.4.2 Bahasa Sehari – hari

25
Klien mengatakan menggunakan bahasa Dayak dan Indonesia dalam
bahasa sehari-harinya.
3.4.3 Hubungan dengan keluarga
Keluarga klien mengatakan hubungan klien dan keluarga baik, tidak
ada masalah.
3.4.4 Hubungan dengan teman/ petugas kesehtan/ orang lain
Hubungan klien dengan teman dan petugas seperti perawat,
dokter,serta orang lain baik.
3.4.5 Orang Terdekat
Orang terdekat bagi klien adalah keluarganya yang meliputi suami,
anak dan keluarga.
3.4.6 Kebiasaan Mengunakan waktu luang
Sebelum sakit kebiasaan klien dalam meluangkan waktu berkumpul
bersama keluarganya, saat sakit klien lebih banyak istirahat.
3.4.7 Kegiatan beribadah
Sebelum sakit klien selalu aktif beribadah, selama sakit klien hanya
berdoa ditempat tidur.

3.5 Pemeriksaan Penunjang


N Parameter Hasil Nilai normal
o
1 WBC 13, 7 4.00 – 10.00
2 RBC 5.00 3.5 – 5.50
3 HGb 11,9 11.0 – 16.0
4 PLT 230 150 – 400

3.6 Penatalaksanaan Medis


No Terapi medis Rute Indikasi
1 Inf. NaCl Iv Mengganti
cairan tubuh

26
yang hilang
2 Cefpodoxime Oral Mengobati
penyakit akibat
infeksi bakteri
3 Ciprofloxacin Oral Mengobati
penyakit akibat
infeksi bakteri
3 Sulfamethoxazole Oral Mengobati
penyakit akibat
infeksi bakteri
Palangka Raya

Mahasiswa,

(Angela Tesya)

27
ANALISIS DATA

Data subjektif dan data Kemungkinan Penyebab Masalah


objektif
Ds: reaksi inflamasi Nyeri akut
-pasien mengeluh nyeri
iritasi saluran kemih
pinggang
- pasien mengeluh nyeri
ginjal membesar
dan panas saat BAK

nyeri akut
Do:
-produksi urine
400ml/24 jam
-pasien nampak lemah
Ttv :
TD : 120/80 mmHg
RR : 20x/m
N : 80x/m
S : 37,9°C
Ds: Aktivasi mikrofag Hipertemi
-pasien mengeluh nyeri
pinggang
Makrofag menghasilkan
- pasien mengeluh nyeri
pyrogen endogen
dan panas saat BAK

Peningkatan jumlah
Do: protaglanin
-produksi urine
400ml/24 jam Demam
-pasien nampak lemah

28
Ttv :
Hipertemi
TD : 120/80 mmHg
RR : 20x/m
N : 80x/m
S : 37,9°C
Ds: gangguan fungsi ginjal Gangguan eliminasi urin
-pasien mengeluh nyeri
pinggang
hematuria, dysuria, piuria
- pasien mengeluh nyeri
dan panas saat BAK
gangguan eliminasi urine
Do:
-produksi urine
400ml/24 jam
-pasien nampak lemah
Ttv :
TD : 120/80 mmHg
RR : 20x/m
N : 80x/m
S : 37,9°C

29
PRIORITAS MASALAH

1. Nyeri akut berhubungan dengan reaksi inflamasi ditandai dengan


nyeri pada area pinggang
2. Hipetermi berhubungan dengan aktivasi mikrofag ditandai dengan
kenaikan suhu tubuh
3. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan gangguan fungsi
ginjal ditandi dengan hematuria, disguria, puiria

30
RENCANA KEPERAWATAN

Nama Pasien : Tn. L


Ruang Rawat : -

Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi Rasional


Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji intensitas, lokasi, dan 1. Rasa sakit yang hebat
keperawatan selama 7x24 jam factor yang memperberat menandakan adanya infeksi
diharapkan nyeri yang atau meringankan nyeri 2. membantu mengevaluasi
dirasakan pasien dapat teratasi 2. Catat lokasi, lamanya tempat obstruksi dan
dengan kriteria hasil: intensitas skala (1-10) penyebab nyeri
penyebaran nyeri 3. Klien dapat istirahat dengan
1. Nyeri dapat berkurang 3. Berikan waktu istirahat tenang dan dapat
2. Skala nyeri dalam yang cukup dan tingkat merilekskan otot-otot
rentang normal aktivitas yang dapat di 4. Untuk membantu klien
3. Ttv dalam rentang toleran dalam berkemih
normal 4. Anjurkan minum banyak 5. untuk mengidentifikasi
2-3 liter jika tidak ada indikasi kemajuan atau
kontra indikasi penyimpangan dari hasil
5. Pantau haluaran urine yang diharapkan
terhadap perubahan warna, 6. meningkatkan relaksasi,
baud an pola berkemih, menurunkan tegangan otot.
masukan dan haluaran 7. Temuan- temuan ini dapat
setiap 8 jam dan pantau memeberi tanda kerusakan
hasil urinalisis ulang jaringan lanjut dan perlu
6. Berikan tindakan nyaman, pemeriksaan luas
seprti pijatan punggung,

31
lingkungan istirahat
7. Kolaborasi: Konsul dokter
bila sebelumnya kuning
gading-urine kuning,
jingga gelap, berkabut atau
keruh. Pla berkemih
berubah, sring berkemih
dengan jumlah sedikit,
perasaan ingin kencing,
menetes setelah berkemih.
Nyeri menetap atau
bertambah sakit

Hipertemi Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji ttv 1. Mengetahui jika ttv masih
keperawatan 7x24 jam 2. Pantau suhu lingkungan dalam rentang normal
diharapkan pasien tidak 3. Kompres hangat atau dingin 2. Suhu ruangan dan jumlah
mengalami hipertemi dengan pada lipat paha dan aksila selimut harus diubah untuk
kriteria hasil: 4. Anjurkan pasien untuk mempertahankan suhu
menggunakan pakaian tipis mendekati normal
1. Suhu tubuh pasien 5. Tingkatkan intake cairan 3. melancarkan aliran darah
dalam keadaan normal 6. Lakukan kolaborasi dengan dalam pembuluh darah.
dokter untuk pemberian 4. Agar pasien tidak merasa
antipiretik gerah
5. Adanya peningkatan
metabolisme menyebabkan
kehilangan banyak energi.
Untuk itu diperlukan
peningkatan intake cairan

32
dan nutrisi.
6. Mengurangi demam dengan
aksi sentralnya pada
hipotalamus

Gangguan eliminasi urine Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji ttv pasien 8. Memantau ttv agar selalu
keperawatan selama 7x24 jam 2. pantau elimnasi urine, dalam batas normal
diharapkan gangguan eliminasi meliputi frekuensi 9. Untuk mengetahui adanya
urine pada pasien dapat teratasi konsistensi, bau, volume, perubahan warna dan
dengan kriteria hasil dan warna jika perlu, untuk mengetahui
3. Anjurkan untuk berkemih input/out put
-pasien dapat berkemih secara setiap 2 – 3 jam 10. Untuk mencegah
normal 4. Dorong meningkatkan terjadinya penumpukan
pemasukan cairan urine dalam vesika
-aliran urine lancar
5. Observasi perubahan status urinaria.
mental:, perilaku atau tingkat 11. peningkatan hidrasi
kesadaran membilas bakteri.
6. Kolaborasi: Awasi- 12. akumulasi sisa uremik dan
pemeriksaan laboratorium; ketidakseimbangan
elektrolit, BUN, elektrolit dapat menjadi
kreatininRasional: toksik pada susunan saraf
pengawasan terhadap pusat
disfungsi ginjal Lakukan 13. Asam urin menghalangi
tindakan untuk memelihara tumbuhnya kuman.
asam urin:- tingkatkan Peningkatan masukan sari
masukan sari buah berri dan buah dapt berpengaruh
berikan obat-obat untuk dalm pengobatan infeksi
meningkatkan asam urin saluran kemih.

33
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN
Nama Pasien : Tn. L
Ruang Rawat : -

Tanda tangan
dan
Hari / Tanggal Jam Implementasi Evaluasi (SOAP)
Nama
Perawat
14 Mei 2020 1. mengkaji intensitas, lokasi, dan factor yang S:
memperberat atau meringankan nyeri
2. Catat lokasi, lamanya intensitas skala (1-10) -pasien mengatakan masih merasa nyeri
penyebaran nyeri
O:
3. Berikan waktu istirahat yang cukup dan
tingkat aktivitas yang dapat di toleran -skala nyeri 4
4. Anjurkan minum banyak 2-3 liter jika tidak
ada kontra indikasi Ttv
5. Berikan tindakan nyaman, seprti pijatan
punggung, lingkungan istirahat TD : 120/80 mmHg
RR : 20x/m
N : 80x/m
S : 37,6°C

34
A : masalah teratasi sebagian
P : lanjutkan intervensi

14 September 2020 1. Mengkaji ttv S:-


2. Pantau suhu lingkungan
3. Memberikan kompres hangat atau dingin O:
pada lipat paha dan aksila
-pasien terlihat lebih rileks
4. menganjurkan pasien untuk menggunakan
pakaian tipis -suhu tubuh pasien mengalami penurunan 37,9°C ke
5. menganjurkan pasien untuk meningkatkan 37,6 °C
intake cairan
6. kolaborasi dengan dokter untuk pemberian A : masalah teratasi sebagian
antipiretik
P : lanjutkan intervensi

05 Mei 2020 1. mengkaji ttv pasien S : - pasien mengatakan masih merasa nyeri saat
2. memantau elimnasi urine, meliputi frekuensi berkemih
konsistensi, bau, volume, dan warna jika
perlu, O:
3. menganjurkan pasien untuk berkemih setiap
-produksi urine 400ml/24jam
2 – 3 jam
4. meningkatkan pemasukan cairan pasien A : masalah belum teratasi
5. mengobservasi perubahan status mental:,
perilaku atau tingkat kesadaran P : lanjutkan intervensi

35
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Gangguan fungsi ginjal yang menahun bersifat progresif dan irreversibel, dimana
kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan
elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah)
Penyebab:
a. Infeksi misalnya pielonefritis kronis
b. Penyakit peradangan misalnya glomerulonephritis
c. Penyakit vaskuler hipertensif
d. Gangguan jaringan penambung
e. Gangguan kongenital dan herediter
f. Penyakit metabolic

Gejala:

a. Udema
b. Hipertensi
c. Anoreksia
d. Ulserasi usus
e. Stomatitis
f. Proteinuria
g. Hematuria
h. Letargi, apatis, penurunan konsentrasi
i. Anemi
j. Perdarahan
k. Turgor kulit jelek
4.2 Saran
Dengan disusunnya laporan dan asuhan keperawatan ini diharapkan kepada
semua pembaca agar dapat menelaah dan memahami apa yang tertulis dalam laporan ini
sehingga sedikit banyak bisa menambah pengetahuan. Disamping itu saya juga berharap

36
agar kiranya para pembaca dapat memberikan saran dan kritik sehingga dalam
pembuatan laporan dan asuhan keperawatan selanjutnya dapat lebih baik lagi.

37
DAFTAR PUSTAKA

M.Black, J., & Hawks, J. H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah. singapore: elsivier.

Suharyanto, T., & Madjid, A. (2013). Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Sistem
Perkemihan. DKI Jakarta: CV.TRANS INFO MEDIA.

Prabowo, N. E., & Pranata, A. E. (2014). Asuhan Keperawatan Sistem Perkemihan. Yogyakarta:
Nuha Medika.

Wilkinson, J. M. (2016). Diagnosa Keperawatan. Jakarta: Buku Kedokter EGC.

LeMon, P., burken, K. M., & Bauldoff, G. (2016). Keperawatan Medikal Bedah Gangguan
Eliminasi. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

SDKI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.

Aru W. Sudoyo, B. S., & dkk. (2010). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat
Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam.

38
39

Anda mungkin juga menyukai