DISUSUN OLEH:
KELOMPOK : 11
1. RANI RENWARIN
2. ELSA ELVIRA KOLATLENA
3. SEROJA RUMLUAN
Puji syukur kami panjatkan Kepada Tuhan Yang Maha Esa atas anugrah-Nya
sehingga kami kelompok 11 dapat menyelesaikan penulisan makalah tentang “ TETANUS “.
Adapun maksud dan tujuan dari penyusunan Makalah ini selain untuk menyelesaikan tugas
yang Makalah ini dengan baik, namun kami pun menyadari bahwa kami memiliki akan
adanya keterbatasan, kami sebagai manusia biasa.diberikan oleh Dosen pengajar, juga
untuk lebih memperluas pengetahuan para mahasiswa khususnya bagi kami.
Kami telah berusaha untuk dapat menyusun
Oleh karena itu jika didapati adanya kesalahan-kesalahan baik dari segi teknik
penulisan, maupun dari isi, maka kami memohon maaf dan kritik serta saran dari dosen
pengajar bahkan semua pembaca sangat diharapkan oleh kami untuk dapat
menyempurnakan makalah ini terlebih juga dalam pengetahuan kita bersama.
DAFTAR ISI
Kata Pengantar………………………………………………………………… i
Daftar isi………………………………………………………………………. ii
Bab I Pendahuluan……………………………………………………………... 1
Bab II Pembahasan…………………………………………………………….. 2
Bab 3 Penutup……………………………………………………………………. 15
3.1 Kesimpulan…………………………………………………………………… 15
3.2 Saran………………………………………………………………………….. 15
Daftar Pustaka……………………………………………………………………..
BAB 1 PENDAHULUAN
A. DEFINISI
Tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan oleh toksin kuman
Clostridium tetani, dimanifestasikan dengan kejang otot secara paroksisme dan
diikuti kekuatan otot seluruh badan. Kekakuan tonus otot ini tampak pada otot
maseter dan otot-otot rangka (Batticaca, Fransisca B, 2008:126).
Tetanus Neonatorum adalah penyakit infeksi pada neonates yang
disebabkan oleh spora tetanus yang masuk melalui tali pusat, karena
perawatan/tindakan yang tidak memenuhi syarat kebersihan (Nugroho, 2011:83).
Tetanus adalah suatu penyakit akut yang disebabkan oleh Clostridium tetani
yang menghasilkan exotoksin (Suriadi, 2010:247).
B. ETIOLOGI
Clostridium tetani merupakan basil berbentuk batang yang bersifat anaerob,
membentuk spora (tahan panas), gram positif, mengeluarkan eksotosin yang
bersifat neurotoksin (yang efeknya mengurangi aktivitas kendali SSP), patogenesis
bersimbiosis dengan mikroorganisme piogenik (pyogenic). Basil ini banyak
ditemukan pada kotoran kuda, usus kuda, dan tanah yang dipupuk kotoran kuda.
Penyakit tetanus banyak terdapat pada luka dalam, luka tusuk, luka dengan
jaringan mati (corpus alienum) karena merupakan kondisi yang baik untuk
proliferasi anaerob. Luka dengan infeksi piogenik dimana bakteri piogenik
mengonsumsi eksogen pada luka sehingga suasana menjadi anaerob yang penting
bagi tumbuhnya basil tetanus (Batticaca, Fransisca B, 2008).
C. KLASIFIKASI
Menurut Nugroho, 2011:83, terdapat klasifikasi menurut gejala:
- Stadium 1 : tanpa kejang tonik umum, trismus 3 cm
- Stadium 2 : kejang tonik umum bila dirangsang, trismus 3 cm atau lebih kecil
- Stadium 3 : kejang tonik umum spontan, trismus 1 cm
D. PATOFISIOLOGI
Pada dasarnya tetanus adalah penyakit yang terjadi akibat pencemaran
lingkungan oleh bahan biologis (spora) sehingga upaya kausal menurunkan attack
rate adalah dengan cara mengubah lingkungan fisik atau biologik. Port d’entree tak
selalu dapat diketahui dengan pasti, namun diduga melalui :
1. Luka tusuk, patah tulang, komplikasi kecelakaan, gigitan binatang, luka bakar
yang luas.
2. Luka operasi, luka yang tidak dibersihkan (debridement) dengan baik.
3. Otitis media, karies gigi, luka kronik.
4. Pemotongan tali pusat yang tidak steril, pembubuhan puntung tali pusat dengan
kotoran binatang, bubuk kopi, bubuk ramuan, dan daun-daunan merupakan
penyebab utama masuknya spora pada puntung tali pusat yang menyebabkan
terjadinya kasus tetanus neonatorum.
Spora C. tetani masuk ke dalam tubuh melalui luka. Spora yang masuk ke
dalam tubuh tidak berbahaya sampai dirangsang oleh beberapa faktor (kondisi
anaerob), sehingga berubah menjadi bentuk vegetatif dan berbiak dengan cepat
tetapi hal ini tidak mencetuskan reaksi inflamasi. Gejala klinis sepenuhnya
disebabkan oleh toksin yang dihasilkan oleh sel vegetatif yang sedang tumbuh. C.
tetani menghasilkan dua eksotoksin, yaitu tetanospasmin dan tetanolisin.
Tetanolisin menyebabkan hemolisis tetapi tidak berperan dalam penyakit ini. Gejala
klinis tetanus disebabkan oleh tetanospasmin. Tetanospasmin melepaskan
pengaruhnya di keempat sistem saraf: (1) motor end plate di otot rangka, (2)
medula spinalis, (3) otak, dan (4) pada beberapa kasus, pada sistem saraf simpatis.
Diperkirakan dosis letal minimum pada manusia sebesar 2,5 nanogram per
kilogram berat badan (satu nanogram = satu milyar gram), atau 175 nanogram pada
orang dengan berat badan 70 kg.
Hipotesis bahwa toksin pada awalnya merambat dari tempat luka lewat motor end
plate dan aksis silinder saraf tepi ke kornu anterior sumsum tulang belakang dan
menyebar ke susunan saraf pusat lebih banyak dianut daripada lewat pembuluh
limfe dan darah. Pengangkutan toksin ini melewati saraf motorik, terutama serabut
motorik. Reseptor khusus pada ganglion menyebabkan fragmen C toksin tetanus
menempel erat dan kemudian melalui proses perlekatan dan internalisasi, toksin
diangkut ke arah sel secara ektra aksional dan menimbulkan perubahan potensial
membran dan gangguan enzim yang menyebabkan kolin-esterase tidak aktif,
sehingga kadar asetilkolin menjadi sangat tinggi pada sinaps yang terkena. Toksin
menyebabkan blokade pada simpul yang menyalurkan impuls pada tonus
otot,sehingga tonus otot meningkat dan menimbulkan kekakuan. Bila tonus makin
meningkat akan menimbulkan spasme terutama pada otot yang besar.
Dampak toksin antara lain :
1. Dampak pada ganglion pra sumsum tulang belakang disebabkan karena eksotoksin
memblok sinaps jalur antagonis, mengubah keseimbangan dan koordinasi impuls
sehingga tonus otot meningkat dan otot menjadi kaku.
2. Dampak pada otak, diakibatkan oleh toksin yang menempel pada gangliosida
serebri diduga menyebabkan kekakuan dan spasme yang khas pada tetanus.
3. Dampak pada saraf otonom, terutama mengenai saraf simpatis dan menimbulkan
gejala keringat yang berlebihan, hipertermia, hipotensi, hipertensi, aritmia, heart block,
atau takikardia.
Berdasarkan Suriadi (2010:207), menjelaskan patofisiologi tetanus sebagai berikut:
1. Penyakit tetanus terjadi karena adanya luka pada tubuh seperti; luka tertusuk
paku, pecahan kaca, atau kaleng, luka tembak, luka bakar, luka yang kotor dan
pada bayi dapat melalui tali pusat.
2. Organisme multiple membentuk dua toksin yaitu tetanospasmin yang merupakan
toksin kuat dan atau neurotropic yang dapat menyebabkan ketegangan dan
spasme otot, dan mempengaruhi system saraf pusat.Kemudian tetanolysin yang
tampaknya tidak signifikan.
3. Exsotoksin yang dihasilkanakan mencapai pada system saraf pusat dengan
melewati akson neuron atau system vascular. Kuman ini menjadi terikat pada sel
saraf atau jaringan saraf dan tidak dapat lagi dinetralkan oleh antitoksin
spesifik.Namun toksin yang bebas dalam peredaran darah sangat mudah
dinetralkan oleh arititoksin.
4. Hipotesa cara absorbs dan cara bekerjanya toksin; adalah pertama toksin
diabsorbsi pada ujung saraf motoric dan melalui aksis silindrik dibawa ke kornu
anterior susunan saraf pusat. Kedua toksin diabsorbsi oleh susunan limfatik,
masuk ke dalam sirkulasi darah arteri kemudian masuk ke dalam susunan saraf
pusat.
5. Toksin bereaksi pada myoneural junction yang menghasilkan otot menjadi kejang
dan mudah sekali terangsang.
6. Masa inkubasi 2 hari sampai 2 bulan dan rata- rata 10 hari.Kasus yang sering
terjadi adalah 14 hari. Sedangkan untuk neonates biasanya 5 sampai 14 hari.
E. MANIFESTASI KLINIS
Masa inkubasi tetanus umumnya 3-21 hari, tetapi bisa lebih pendek (1 hari
atau hingga beberapa bulan). Hal ini secara langsung berhubungan dengan jarak
dari tempat masuknya kuman C. tetani (tempat luka) ke Susunan Saraf Pusat (SSP);
secara umum semakin besar jarak antara tempat luka dengan SSP, masa inkubasi
akan semakin lama. Semakin pendek masa inkubasi, akan semakin tinggi
kemungkinan terjadinya kematian.
F. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pada klien dengan tetanus ada 2 macam yaitu farmakologi
dan non-farmakologi.
1. Farmakologi
1. Antitoksin: antitoksin 20.000 1u/ 1.M/5 hari. pemberian baru diberikan
setelah dipastikan tidak ada reaksi hipersensitivitas.
A. PENGKAJIAN
Nama : Ny. F
Umur : 56 tahun
Agama : islam
Penanggung jawab
Nama : Tn.H
Ny. F datang ke rumah sakit dengan keluhan kejang. Keluarga klien mengatakan
pasien kejang sejak 2 bulan yang lalu. Kejang dirasakan semakin hebat sejak seminggu
terakhir. Berdasarkan keterangan dari keluarga, 3 tahun yang lalu pasien pernah
mengalami luka robek di kakinya karena terkena patahan kayu yang tajam. Klien juga
mengalami kesulitan mengunyah makanan.
5. Keadaan Lingkungan
b. Observasi
1. Keadaan Umum
Suhu : 38oC
RR : 26 x/menit
BB : 52 kg
TB : 160 cm
Toksin dari
clostridium tetani
menyebar ke system
saraf di otak melalui
pembuluh darah
Toksin menimbulkan
reaksi di system saraf
di otak dan
menyebabkan kejang
2. DS: Pasien mengeluh Spasme otot faring Bersihan jalan nafas tidak
batuk efektif.
Akumulasi sputum di
DO: Ronkhi, batuk tidak trakea
efektif disertai sputum
Ronkhi
atau lender, hasil lab
menunjukkan AGD
abnormal (asidosis
respiratorik)
3. DS: Pasien sesak nafas. Kekakuan otot faring Pola nafas tidak teratur
Kurang bisa
memenuhi kebutuhan
sehari-hari
keseimbangan cairan
elektrolit terganggu
Perubahan nutrisi
kurang dari
kebutuhan
C. Diagnosa Keperawatan
3. Pola nafas tidak teratur berhubungan dengan jalan nafas terganggu akibat spasme
otot pernafasan
D. INTERVENSI
4. Observasi 4. Adanya
TTV tiap 2 dispnea adalah
jam indikasi adanya
gangguan pada
system pernafasan
3. pola nafas tidak Setelah Mandiri: 1. Adanya
teratur berhubungan dilakukan kelainan pada
1. Monitor
dengan jalan nafas tindakan pernafasan dapat
irama nafas
tergaggu akibat keperawatan dilihat dari frekuensi,
& RR.
spasme otot pola nafas jenis pernafasan,
2. Berikan
pernafasan teratur dan kemampuan & irama
posisi semi
normal nafas.
fowler.
dengan
2. Posisi semi
kriteria hasil: 3. Observasi
fowler dapat
tidak sesak tanda &
memberikan rasa
nafas, RR gejala
nyaman bagi klien &
dalam rentang sianosis.
salah satu cara
normal, tidak
untuk melancarkan
ada retraksi
jalan nafas.
dinding dada,
dan tidak ada 3. Sianosis
pernafasan merupakan tanda
cuping ketidakadekuaan
hidung. perfusi O2 pada
Kolaborasi:
jaringan tubuh
1. Anjurkan perifer.
klien untuk
melakukan
pemeriksaan
1. Kompensasi
gas darah.
tubuh thd
gangguan proses
2. Berikan
difusi & perfusi
oksigenasi.
jaringan dapat
mengakibatkan
asidosis
respiratorik.
2. Mencegah
terjadinya
hipoksia
4. hipertermi Setelah di Mandiri: 1. Cairan
berhubungan dengan lakukan merupakan kompresi
1. Anjurkan
efek toksin tindakan klien banyak badan dari demam.
(bakterimia). keperawatan, minum.
2. Kompres
suhu tubuh 2. Berikan
dingin merupakan
menjadi kompres
salah satu cara untuk
normal dingin.
menurunkan suhu
dengan 3. Pantau suhu
tubuh dg proses
Criteria hasil: tiap 2 jam.
konduksi.
suhu tubuh 4. Bila ada
dalam rentang luka, berikan 3. Identfikasi
normal. tindakan perkembangan gejala
aseptic dan kearah syok.
antiseptic.
4. Perawatan
luka yang benar,
Kolaborasi: mengeliminasi toksin
yang masih berada di
1. Laksanakan
sekitar luka
program
pengobatan
antibiotic dan
antipiretik. 1. Antibiotic
untuk
2. Pemeriksaan meminimalkan
lab sel darah penyebaran
putih secara kuman yang
berkala. menyebabkan
infeksi.
Antipiretik untuk
menurunkan
demam akibat
infeksi.
2. Ntuk
mengetahui
perkembangan
pengobatan
yang diberikan.
5. intoleransi aktivitas Setelah Mandiri:
berhubungan dengan dilakukan
kondisi lemah. tindakan 1. Bantu klien
keperawatan untuk 1. KDM tetap harus
Kolaborasi:
1. Berikan obat
laksatif.
2. Makanan
tinggi serat
membantu
melancarkan
BAB.
7. perubahan nutrisi Setelah di Mandiri: Dengan tingkat
kurang dari lakukan pengetahuan yang
Jelaskan pada klien
kebutuhan tindakan adekuat diharapkan
penyebab kesulitan
berhubungan dengan keperawatan klien dapat
makan dan
spasme otot di kebutuhan berpartisipasi dan
pentingnya
pengunyah. nutrisi kooperatif terhadap
makanan bagi
terpenuhi. program diet.
tubuh.
Dengan
Criteria hasil: Kolaborasi:
intake 1. Disesuakan dg
1. Berikan diet
adekuat, keadaan klien,
TKTP cair,
makanan kemampuan
lunak, dan
selalu mengunyah dan
bubur kasar.
dihabiskan. tingkat membuka
2. Berikan
mulut.
cairan IV
2. Agar
line.
kebutuhan nutrisi
3. Lakukan terpenuhi.
pemasangan
3. Berfungsi
NGT bila
sebagai jalan
perlu.
masuknya
makanan dan
pemberian obat.
E. IMPLEMENTASI
Implementasikan sesuai dengan intervensi yang dibuat dengan
menyesuainkan dengan kondisi dan reaksi yang di berikan klien.
F. EVALUASI
NO EVALUASI
A : intervensi berhasil
P : intervensi dihentikan
A: intervensi di hentikan
P: intervensi di hentikan
A: intervensi berhasil
P: intervensi di hentikan
A : intervensi berhasil
P : intervensi di hentikan
A: belum teratasi
P : intervinsi di lanjutkan
A : intervensi berhasil
P: intervensi di hentikan
A : intervensi berhasil
P : intervensi dihentikan
BAB III PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Tetanus adalah penyakit dengan tanda utama kekakuan otot (spasme) tanpa disertai
gangguan kesadaran. Gejala ini bukan disebabkan oleh kuman Clostridium tetani, tetapi
akibat toksin (tetanospasmin) yang dihasilkan kuman.Tetanus adalah penyakit infeksi yang
ditandai oleh kekakuan dan kejang otot, tanpa disertai gangguan kesadaran, sebagai akibat
dari toksin kuman closteridium tetani.
Tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan toksin kuman Clostridium tetani,
bermanifestasi sebagai kejang otot paroksismal, diikuti kekakuan otot seluruh badan.
Kekakuan tonus otot ini selalu tampak pada otot masseter dan otot-otot rangka.
3.2 SARAN
Tetanus merupakan penyakit yang dapat dicegah. Pencegahan tetanus dapat dilakukan
dengan pemberian imunisasi sesuai jadwal, dan booster untuk efek imunitas yang lebih
panjang terhadap toksin tetanus. Imunisasi tetanus pada bayi dan anak diperlukan untuk
meningkatakan imunitas.
DAFTAR PUSTAKA
Iin Novita Nm, Doni Priambodo. (2015). Cephalic Tetanus A Rare Local Tetanus.
Yogyakarta: Biomedika vol.7(2).
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2012). Eliminasi tetanus Maternal & Neonatal.
Jakarta: Buletin Jendel vol.1