Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH TETANUS

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK : 11

1. RANI RENWARIN
2. ELSA ELVIRA KOLATLENA
3. SEROJA RUMLUAN

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALUKU
PROGRAM STUDI KEPERWATAN TUAL
TAHUN AKADEMIK 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan Kepada Tuhan Yang Maha Esa atas anugrah-Nya
sehingga kami kelompok 11 dapat menyelesaikan penulisan makalah tentang “ TETANUS “.
Adapun maksud dan tujuan dari penyusunan Makalah ini selain untuk menyelesaikan tugas
yang Makalah ini dengan baik, namun kami pun menyadari bahwa kami memiliki akan
adanya keterbatasan, kami sebagai manusia biasa.diberikan oleh Dosen pengajar, juga
untuk lebih memperluas pengetahuan para mahasiswa khususnya bagi kami.
Kami telah berusaha untuk dapat menyusun
Oleh karena itu jika didapati adanya kesalahan-kesalahan baik dari segi teknik
penulisan, maupun dari isi, maka kami memohon maaf dan kritik serta saran dari dosen
pengajar bahkan semua pembaca sangat diharapkan oleh kami untuk dapat
menyempurnakan makalah ini terlebih juga dalam pengetahuan kita bersama.
DAFTAR ISI

Kata Pengantar………………………………………………………………… i

Daftar isi………………………………………………………………………. ii

Bab I Pendahuluan……………………………………………………………... 1

1.1 Latar belakang masalah……………………………………………………. 1

1.2 Rumusan masalah………………………………………………………….. 1

1.3 Tujuan pembahasan………………………………………………………… 1

Bab II Pembahasan…………………………………………………………….. 2

2.1 Konsep Teori Penyakit Tetanus……………………………………………… 2

A. Pengertian Penyakit Tetanus…………………………………………………. 2

B. Etiologi Penyakit Tetanus……………………………………………………. 3

C. Klasifikasi Penyakit Tetanus…………………………………………………. 3

D. Patofisiologi Penyakit Tetanus……………………………………………….. 3

E. Menifestasi Klinis Penyakit Tetanus………………………………………….. 3

F. Penatalaksanaan Penyakit Tetanus…………………………………………….. 3

2.2. Asuhan Keperawatan Dengan Penyakit Tetanus............................................. 4

Bab 3 Penutup……………………………………………………………………. 15

3.1 Kesimpulan…………………………………………………………………… 15

3.2 Saran………………………………………………………………………….. 15

Daftar Pustaka……………………………………………………………………..
BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Tetanus merupakan salah satu penyakit infeksi yang dapat dicegah dengan
imunisasi. Tetanus dapat terjadi pada orang yang belum diimunisasi, orang yang
diimunisasi sebagian, atau telah diimunisasi lengkap tetapi tidak memperoleh
imunitas yang cukup, karena tidak melakukan booster secara berkala.
Tetanus merupakan masalah kesehatan masyarakat yang terjadi di seluruh
dunia. Diperkirakan angka kejadian pertahunnya sekitar satu juta kasus dengan
tingkat mortalitas yang berkisar dari 6% hingga 60%. Pada tahun 2000, hanya
18.833 kasus tetanus yang dilaporkan ke WHO. Berdasarkan data dari WHO,
penelitian yang dilakukan oleh Stanfield dan Galazka, dan data dari Vietnam
diperkirakan insidens tetanus di seluruh dunia adalah sekitar 700.000 – 1.000.000
kasus per tahun. Selama 20 tahun terakhir, insidens tetanus telah menurun seiring
dengan peningkatan cakupan imunisasi. Namun demikian, hampir semua negara
tidak memiliki kebijakan bagi orang yang telah divaksinasi yang lahir sebelum
program imunisasi diberlakukan ataupun penyediaan booster yang diperlukan untuk
perlindungan jangka lama, serta pada orang-orang yang lupa melakukan jadwal
imunisasi.
Di Indonesia, tetanus masih menjadi salah satu dari sepuluh besar penyebab
kematian pada anak. Meskipun insidens tetanus saat ini sudah menurun, namun
kisaran tertinggi angka kematian dapat mencapai angka 60%. Selain itu, meskipun
angka kejadiannya telah menurun setiap tahunnya, namun penyakit ini masih belum
dapat dimusnahkan meskipun pencegahan dengan imunisasi sudah diterapkan
secara luas di seluruh dunia. Oleh karena itu, diperlukan kajian lebih lanjut mengenai
penatalaksanaan serta pencegahan tetanus guna menurunkan angka kematian
penderita tetanus, khususnya pada anak.
1.2 RUMUSAN MASALAH
 Pengertian penyakit tetanus
 Bagaimana etiologi penyakit tetanus
 Bagaimana klasifikasi dari tetanus
 Bagaimana patofisiologi dari tetanus
 Bagaimana manifestasi klinis dari klien dengan tetanus
 Bagaimana penatalaksanaan klien dengan tetanus
 Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan tetanus
1.3 TUJUAN KHUSUS
 Memahami definisi penyakit tetanus
 Memahami etiologi penyakit tetanus
 Mengetahui klasifikasi dari tetanus
 Mengetahui patofisiologi dari tetanus
 Mengetahui manifestasi klinis dari klien dengan tetanus
 Mengetahui penatalaksanaan klien dengan tetanus
 Mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan tetanus
BAB II PEMBAHASAN

2.1 KONSEP TEORI PENYAKIT TETANUS

A. DEFINISI
Tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan oleh toksin kuman
Clostridium tetani, dimanifestasikan dengan kejang otot secara paroksisme dan
diikuti kekuatan otot seluruh badan. Kekakuan tonus otot ini tampak pada otot
maseter dan otot-otot rangka (Batticaca, Fransisca B, 2008:126).
Tetanus Neonatorum adalah penyakit infeksi pada neonates yang
disebabkan oleh spora tetanus yang masuk melalui tali pusat, karena
perawatan/tindakan yang tidak memenuhi syarat kebersihan (Nugroho, 2011:83).
Tetanus adalah suatu penyakit akut yang disebabkan oleh Clostridium tetani
yang menghasilkan exotoksin (Suriadi, 2010:247).

B. ETIOLOGI
Clostridium tetani merupakan basil berbentuk batang yang bersifat anaerob,
membentuk spora (tahan panas), gram positif, mengeluarkan eksotosin yang
bersifat neurotoksin (yang efeknya mengurangi aktivitas kendali SSP), patogenesis
bersimbiosis dengan mikroorganisme piogenik (pyogenic). Basil ini banyak
ditemukan pada kotoran kuda, usus kuda, dan tanah yang dipupuk kotoran kuda.
Penyakit tetanus banyak terdapat pada luka dalam, luka tusuk, luka dengan
jaringan mati (corpus alienum) karena merupakan kondisi yang baik untuk
proliferasi anaerob. Luka dengan infeksi piogenik dimana bakteri piogenik
mengonsumsi eksogen pada luka sehingga suasana menjadi anaerob yang penting
bagi tumbuhnya basil tetanus (Batticaca, Fransisca B, 2008).

C. KLASIFIKASI
Menurut Nugroho, 2011:83, terdapat klasifikasi menurut gejala:
- Stadium 1 : tanpa kejang tonik umum, trismus 3 cm
- Stadium 2 : kejang tonik umum bila dirangsang, trismus 3 cm atau lebih kecil
- Stadium 3 : kejang tonik umum spontan, trismus 1 cm

D. PATOFISIOLOGI
Pada dasarnya tetanus adalah penyakit yang terjadi akibat pencemaran
lingkungan oleh bahan biologis (spora) sehingga upaya kausal menurunkan attack
rate adalah dengan cara mengubah lingkungan fisik atau biologik. Port d’entree tak
selalu dapat diketahui dengan pasti, namun diduga melalui :
1. Luka tusuk, patah tulang, komplikasi kecelakaan, gigitan binatang, luka bakar
yang luas.
2. Luka operasi, luka yang tidak dibersihkan (debridement) dengan baik.
3. Otitis media, karies gigi, luka kronik.
4. Pemotongan tali pusat yang tidak steril, pembubuhan puntung tali pusat dengan
kotoran binatang, bubuk kopi, bubuk ramuan, dan daun-daunan merupakan
penyebab utama masuknya spora pada puntung tali pusat yang menyebabkan
terjadinya kasus tetanus neonatorum.
Spora C. tetani masuk ke dalam tubuh melalui luka. Spora yang masuk ke
dalam tubuh tidak berbahaya sampai dirangsang oleh beberapa faktor (kondisi
anaerob), sehingga berubah menjadi bentuk vegetatif dan berbiak dengan cepat
tetapi hal ini tidak mencetuskan reaksi inflamasi. Gejala klinis sepenuhnya
disebabkan oleh toksin yang dihasilkan oleh sel vegetatif yang sedang tumbuh. C.
tetani menghasilkan dua eksotoksin, yaitu tetanospasmin dan tetanolisin.
Tetanolisin menyebabkan hemolisis tetapi tidak berperan dalam penyakit ini. Gejala
klinis tetanus disebabkan oleh tetanospasmin. Tetanospasmin melepaskan
pengaruhnya di keempat sistem saraf: (1) motor end plate di otot rangka, (2)
medula spinalis, (3) otak, dan (4) pada beberapa kasus, pada sistem saraf simpatis.
Diperkirakan dosis letal minimum pada manusia sebesar 2,5 nanogram per
kilogram berat badan (satu nanogram = satu milyar gram), atau 175 nanogram pada
orang dengan berat badan 70 kg.
Hipotesis bahwa toksin pada awalnya merambat dari tempat luka lewat motor end
plate dan aksis silinder saraf tepi ke kornu anterior sumsum tulang belakang dan
menyebar ke susunan saraf pusat lebih banyak dianut daripada lewat pembuluh
limfe dan darah. Pengangkutan toksin ini melewati saraf motorik, terutama serabut
motorik. Reseptor khusus pada ganglion menyebabkan fragmen C toksin tetanus
menempel erat dan kemudian melalui proses perlekatan dan internalisasi, toksin
diangkut ke arah sel secara ektra aksional dan menimbulkan perubahan potensial
membran dan gangguan enzim yang menyebabkan kolin-esterase tidak aktif,
sehingga kadar asetilkolin menjadi sangat tinggi pada sinaps yang terkena. Toksin
menyebabkan blokade pada simpul yang menyalurkan impuls pada tonus
otot,sehingga tonus otot meningkat dan menimbulkan kekakuan. Bila tonus makin
meningkat akan menimbulkan spasme terutama pada otot yang besar.
Dampak toksin antara lain :
1. Dampak pada ganglion pra sumsum tulang belakang disebabkan karena eksotoksin
memblok sinaps jalur antagonis, mengubah keseimbangan dan koordinasi impuls
sehingga tonus otot meningkat dan otot menjadi kaku.
2. Dampak pada otak, diakibatkan oleh toksin yang menempel pada gangliosida
serebri diduga menyebabkan kekakuan dan spasme yang khas pada tetanus.
3. Dampak pada saraf otonom, terutama mengenai saraf simpatis dan menimbulkan
gejala keringat yang berlebihan, hipertermia, hipotensi, hipertensi, aritmia, heart block,
atau takikardia.
Berdasarkan Suriadi (2010:207), menjelaskan patofisiologi tetanus sebagai berikut:
1. Penyakit tetanus terjadi karena adanya luka pada tubuh seperti; luka tertusuk
paku, pecahan kaca, atau kaleng, luka tembak, luka bakar, luka yang kotor dan
pada bayi dapat melalui tali pusat.
2. Organisme multiple membentuk dua toksin yaitu tetanospasmin yang merupakan
toksin kuat dan atau neurotropic yang dapat menyebabkan ketegangan dan
spasme otot, dan mempengaruhi system saraf pusat.Kemudian tetanolysin yang
tampaknya tidak signifikan.
3. Exsotoksin yang dihasilkanakan mencapai pada system saraf pusat dengan
melewati akson neuron atau system vascular. Kuman ini menjadi terikat pada sel
saraf atau jaringan saraf dan tidak dapat lagi dinetralkan oleh antitoksin
spesifik.Namun toksin yang bebas dalam peredaran darah sangat mudah
dinetralkan oleh arititoksin.
4. Hipotesa cara absorbs dan cara bekerjanya toksin; adalah pertama toksin
diabsorbsi pada ujung saraf motoric dan melalui aksis silindrik dibawa ke kornu
anterior susunan saraf pusat. Kedua toksin diabsorbsi oleh susunan limfatik,
masuk ke dalam sirkulasi darah arteri kemudian masuk ke dalam susunan saraf
pusat.
5. Toksin bereaksi pada myoneural junction yang menghasilkan otot menjadi kejang
dan mudah sekali terangsang.
6. Masa inkubasi 2 hari sampai 2 bulan dan rata- rata 10 hari.Kasus yang sering
terjadi adalah 14 hari. Sedangkan untuk neonates biasanya 5 sampai 14 hari.

E. MANIFESTASI KLINIS
Masa inkubasi tetanus umumnya 3-21 hari, tetapi bisa lebih pendek (1 hari
atau hingga beberapa bulan). Hal ini secara langsung berhubungan dengan jarak
dari tempat masuknya kuman C. tetani (tempat luka) ke Susunan Saraf Pusat (SSP);
secara umum semakin besar jarak antara tempat luka dengan SSP, masa inkubasi
akan semakin lama. Semakin pendek masa inkubasi, akan semakin tinggi
kemungkinan terjadinya kematian.

Ada empat bentuk tetanus yang dikenal secara klinis, yakni :


1. Generalized tetanus (Tetanus umum)
Tetanus umum merupakan bentuk yang sering ditemukan. Derajat luka
bervariasi, mulai dari luka yang tidak disadari hingga luka trauma yang
terkontaminasi. Masa inkubasi sekitar 7-21 hari, sebagian besar tergantung dari jarak
luka dengan SSP. Penyakit ini biasanya memiliki pola yang desendens. Tanda
pertama berupa trismus/lock jaw, diikuti dengan kekakuan pada leher, kesulitan
menelan, dan spasme pada otot abdomen. Gejala utama berupa trismus terjadi
sekitar 75% kasus, seringkali ditemukan oleh dokter gigi dan dokter bedah mulut.
Gambaran klinis lainnya meliputi iritabilitas, gelisah,hiperhidrosis dan disfagia
dengan hidrofobia, hipersalivasi dan spasme otot punggung. Manifestasi dini ini
merefleksikan otot bulbar dan paraspinal, mungkin karena dipersarafi oleh akson
pendek. Spasme dapat terjadi berulang kali dan berlangsung hingga beberapa menit.
Spasme dapat berlangsung hingga 3-4 minggu. Pemulihan sempurna memerlukan
waktu hingga beberapa bulan
2. Localized tetanus (Tetanus lokal)
Tetanus lokal terjadi pada ektremitas dengan luka yang terkontaminasi serta
memiliki derajat yang bervariasi. Bentuk ini merupakan tetanus yang tidak umum dan
memiliki prognosis yang baik. Spasme dapat terjadi hingga beberapa minggu
sebelum akhirnya menghilang secara bertahap. Tetanus lokal dapat mendahului
tetanus umum tetapi dengan derajat yang lebih ringan. Hanya sekitar 1% kasus yang
menyebabkan kematian.
3. Cephalic tetanus (Tetanus sefalik)
Tetanus sefalik umumnya terjadi setelah trauma kepala atau terjadi setelah
infeksi telinga tengah. Gejala terdiri dari disfungsi saraf kranialis motorik (seringkali
pada saraf fasialis). Gejala dapat berupa tetanus lokal hingga tetanus umum. Bentuk
tetanus ini memiliki masa inkubasi 1-2 hari. Prognosis biasanya buruk.
4. Tetanus neonatorum
Bentuk tetanus ini terjadi pada neonatus. Tetanus neonatorum terjadi pada
negara yang belum berkembang dan menyumbang sekitar setengah kematian
neonatus. Penyebab yang sering adalah penggunaan alat-alat yang terkontaminasi
untuk memotong tali pusat pada ibu yang belum diimunisasi. Masa inkubasi sekitar
3-10 hari. Neonatus biasanya gelisah, rewel, sulit minum ASI, mulut mencucu dan
spasme berat. Angka mortalitas dapat melebihi 70%.
Selain berdasarkan gejala klinis, berdasarkan derajat beratnya penyakit,
tetanus dapat dibagi menjadi empat (4) tingkatan :
Tabel Klasifikasi Ablett untuk Derajat Manifestasi Klinis Tetanus
Derajat Manifestasi Klinis
I : Ringan Trismus ringan sampai sedang;spastisitas umum
tanpa spasme atau gangguan pernapasan;tanpa
disfagia atau disfagia ringan
II : Sedang Trismus sedang; rigiditas dengan spasme ringan
sampai sedang dalam waktu singkat; laju
napas>30x/menit; disfagia ringan
III : Berat Trismus berat; spastisitas umum; spasmenya
lama; laju napas>40x/menit; laju nadi >
120x/menit, apneic spell, disfagia berat
IV : Sangat (derajat III + gangguan sistem otonom termasuk
berat kardiovaskular) Hipertensi berat dan takikardia
yang dapat diselang-seling dengan hipotensi relatif
dan bradikardia, dan salah satu keadaan tersebut
dapat menetap

F. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pada klien dengan tetanus ada 2 macam yaitu farmakologi
dan non-farmakologi.
1. Farmakologi
1. Antitoksin: antitoksin 20.000 1u/ 1.M/5 hari. pemberian baru diberikan
setelah dipastikan tidak ada reaksi hipersensitivitas.

2. Anti kejang (antikonvulsan)

 Fenobarbital (luminal): 3 x 100 mg/1.M. Untuk anak diberikan mula-mula 60-


100 mg/1.M lalu dilanjutkan 6x30 mg/hari (max. 200mg/hari).

 Klorpromasin: 3x25 mg/1.M/hari. Untuk anak-anak mula-mula 4-6 mg/kg BB.

 Diazepam: 0,5-10 mg/kg BB/1.M/4 jam, dll.

3. Antibiotic: penizilin procain 1juta 1u/hari atau tetrasifilin 1gr/hari/1.V.


Dapat memusnahkan tetani tetapi tidak mempengaruhi proses
neurologiknya.
2. Non-farmakologi

1. Merawat dan membersihkan luka sebaik-baiknya,

2. Diet TKTP. Pemberian tergantung kemampuan menelan. Bila trismus,


diberikan lewat sonde parenteral.

3. Isolasi pada ruang yang tenang, bebas dari rangsangan luar.

4. Memberikan penjelasan terkait dengan pentingnya imunisasi tetanus

2.2 ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

1. Identitas/ biodata klien

Nama : Ny. F

Tempat/tgl lahir : Tual, 15 September 1954

Umur : 56 tahun

Jenis kelamin : perempuan

Agama : islam

Warga Negara : Indonesia

Bahasa : Bahasa indonesia

Penanggung jawab

Nama                           : Tn.H

Alamat                        : Jln. balduwahadat

Hubungan dg klien     : suami

1. Keluhan utama: kejang


2. Riwayat Kesehatan Sekarang

Ny. F datang ke rumah sakit dengan keluhan kejang. Keluarga klien mengatakan
pasien kejang sejak 2 bulan yang lalu. Kejang dirasakan semakin hebat sejak seminggu
terakhir. Berdasarkan keterangan dari keluarga, 3 tahun yang lalu pasien pernah
mengalami luka robek di kakinya karena terkena patahan kayu yang tajam. Klien juga
mengalami kesulitan mengunyah makanan.

3. Riwayat Kesehatan Masa Lalu

Keluarga pasien mengatakan bahwa 3 tahun yang lalu pasien pernah


mempunyai luka robek akibat terkena patahan kayu

4. Riwayat Kesehatan Keluarga

Tidak ada keluarga yang menderita tetanus.

5. Keadaan Lingkungan

Pasien bertempat tinggal di daerah yang kurang bersih.

b. Observasi

1. Keadaan Umum

Suhu                            : 38oC

Nadi                            : 116 x/menit

Tekanan darah : 120/90 mmHg

RR                               : 26 x/menit

BB                               : 52 kg

TB                               : 160 cm

2. Review of Sistem (ROS)

B1 (breathing) : takipnea, RR= 26 x/menit

B2 (blood) : disritmia, febris.

B3 (brain) : kelemahan fisik, kelumpuhan salah satu saraf otak.

B4 (bladder) : retensi urine (oliguria)

B5 (bowel) : konstipasi akibat menurunnya gerak peristaltic usus

B6 (bone) : sulit menelan.


B. Analisis Data

No. Data Etiologi MK

1. DS: Pasien sering Tetanus Kejang


mengeluh pening diikuti
Proliferasi clostridium
dengan kejang-kejang
tetani ke pembuluh
DO: Pasien sering terlihat darah
kejang oleh keluarga
 

Toksin dari
clostridium tetani
menyebar ke system
saraf di otak melalui
pembuluh darah

Toksin menimbulkan
reaksi di system saraf
di otak dan
menyebabkan kejang

2. DS: Pasien mengeluh Spasme otot faring Bersihan jalan nafas tidak
batuk efektif.
Akumulasi sputum di
DO: Ronkhi, batuk tidak trakea
efektif disertai sputum
Ronkhi
atau lender, hasil lab
menunjukkan AGD  
abnormal (asidosis
respiratorik)

3. DS: Pasien sesak nafas. Kekakuan otot faring Pola nafas tidak teratur

DO: RR= 26 x/menit, ada  


retraksi dinding dada, ada
Sesak nafas
pernafasan cuping
hidung.

4. DS: pasien demam Infeksi toksin C.tetani Hipertermi


DO: suhu= 38oC, hasil  
lab sel darah putih
(leukosit)= 14.000 mm3.
Suhu tubuh
 
meningkat

5. DS: pasien mengaku Sering kejang Intoleransi aktivitas.


badannya lemas.
 
DO: kondisi pasien
Kondisi lemah
lemah.
 

Kurang bisa
memenuhi kebutuhan
sehari-hari

6. DS: pasien jarang sekali Sering kejang Resiko


BAK. ketidakseimbangan
 
cairan & elektrolit.
DO: output pasien
oliguria & intake
munurun, intake cairan
cairan kurang
juga menurun
 

keseimbangan cairan
elektrolit terganggu

7. DS: pasien mengeluh Kejang Perubahan nutrisi kurang


tidak bisa menguyah dari kebutuhan.
 
makanan.

DO: makanan pasien


Spasme otot
tidak di habiskan.
pengunyah

Tidak bisa makan

Perubahan nutrisi
kurang dari
kebutuhan

C. Diagnosa Keperawatan

1. Kejang berhubungan dengan penyebaran toksic Clostridium tetani di system saraf di


otak

2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sputum

3. Pola nafas tidak teratur berhubungan dengan jalan nafas terganggu akibat spasme
otot pernafasan

4. Hipertermi berhubungan dengan efek toksin (bakterimia)

5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kondisi lemah

6. Resiko ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan intake yang


kurang daan oliguria

7. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan spasme otot


pengunyah

D. INTERVENSI

N DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI RASIOMAL


O

1. kejang berhubungan Setelah di Mandiri  


dengan penyebaran lakukan
1. Anjurkan 1. Agar pasien
toksic clostridium tindakan
keluarga tidak terjatuh
tetani di system saraf keperawatan
agar dari tempat
di otak pada klien
menahan tidur saat
tidak terjadi
tubuh pasien pasien
kejang
saat kejang mengalami
dengan
2. Anjurkan kejang
kriteria hasil:
keluarga 2. Melindungi
frekuensi
untuk pasien agar
kejang
memasang tidak menggigit
berkurang/hila
sendok ke lidahnya
ng, pasien mulut pasien sendiri saat
lebih tenang saat pasien terjadi kejang
kejang
Obat anti kejang
Kolaborasi dapat membantu
pasien untuk segera
Memberikan lepas dari masa
obat anti kejang kejangnya dan
kepada pasien menenangkan pasien

2. Setelah di Mandiri: 1. Bila kepala


bersihan jalan nafas lakukan ekstensi dapat
tidak 1. Bebaskan
tindakan meluruskan
efektifberhubungan jalan nafas
keperawatan sal.pernafasan
denganakumulasisput dengan
jalan nafas sehingga proses
um. memberikan
efektif dengan respirasi tetap
posisi kepala
Criteria hasil: berjalan lancar.
ekstensi. 
AGD normal,
2. Lakukan 2. Amati adanya
tidak ada
pemerikasaa ronkhi atau tidak,
suara nafas
n fisik karena ronkhi
ronkhi, tidak
khususnya menunjukkan
ada sputum.
auskultasi adanya gangguan
tiap 2-4 jam pernafasan.
sekali.
3. Untuk
3. Lakukan mengeluarkan
suction. secret.

4. Observasi 4. Adanya
TTV tiap 2 dispnea adalah
jam indikasi adanya
gangguan pada
  system pernafasan
3. pola nafas tidak Setelah Mandiri: 1. Adanya
teratur berhubungan dilakukan kelainan pada
1. Monitor
dengan jalan nafas tindakan pernafasan dapat
irama nafas
tergaggu akibat keperawatan dilihat dari frekuensi,
& RR.
spasme otot pola nafas jenis pernafasan,
2. Berikan
pernafasan teratur dan kemampuan & irama
posisi semi
normal nafas.
fowler.
dengan
2. Posisi semi
kriteria hasil: 3. Observasi
fowler dapat
tidak sesak tanda &
memberikan rasa
nafas, RR gejala
nyaman bagi klien &
dalam rentang sianosis.
salah satu cara
normal, tidak
untuk melancarkan
ada retraksi
jalan nafas.
dinding dada,
dan tidak ada 3. Sianosis
pernafasan merupakan tanda
cuping ketidakadekuaan
hidung. perfusi O2 pada
Kolaborasi:
jaringan tubuh

1. Anjurkan perifer.

klien untuk
melakukan
pemeriksaan
1. Kompensasi
gas darah.
tubuh thd
gangguan proses
2. Berikan
difusi & perfusi
oksigenasi.
jaringan dapat
mengakibatkan
asidosis
respiratorik.

2. Mencegah
terjadinya
hipoksia
4. hipertermi Setelah di Mandiri: 1. Cairan
berhubungan dengan lakukan merupakan kompresi
1. Anjurkan
efek toksin tindakan klien banyak badan dari demam.
(bakterimia). keperawatan, minum.
2. Kompres
suhu tubuh 2. Berikan
dingin merupakan
menjadi kompres
salah satu cara untuk
normal dingin.
menurunkan suhu
dengan 3. Pantau suhu
tubuh dg proses
Criteria hasil: tiap 2 jam.
konduksi.
suhu tubuh 4. Bila ada
dalam rentang luka, berikan 3. Identfikasi
normal. tindakan perkembangan gejala
aseptic dan kearah syok.
antiseptic.
4. Perawatan
luka yang benar,
Kolaborasi: mengeliminasi toksin
yang masih berada di
1. Laksanakan
sekitar luka
program
pengobatan
antibiotic dan
antipiretik. 1. Antibiotic
untuk
2. Pemeriksaan meminimalkan
lab sel darah penyebaran
putih secara kuman yang
berkala. menyebabkan
infeksi.
Antipiretik untuk
menurunkan
demam akibat
infeksi.

2. Ntuk
mengetahui
perkembangan
pengobatan
yang diberikan.
5. intoleransi aktivitas Setelah Mandiri:
berhubungan dengan dilakukan
kondisi lemah. tindakan 1. Bantu klien
keperawatan untuk 1. KDM tetap harus

di harapkan memenuhi dipenuhi meskipun

klien mampu KDM selama dalam kondisi lemah.

melakukan klien masih


1. Untuk melatih
aktivitas rutin lemah.
tonus otot klien agar
dngan Criteria 2. Minta
kembali normal
hasil: klien keluarga
tidak tamapak untuk 2. Mengganti
lemas, membantu energy yang banyak
tampak klien dalam hilang
bersemangat, melakukan
mampu aktifitas
melakukan sehari-hari.
aktivitas rutin
dan 3. Anjurkan

memenuhi klien untuk

KDM tanpa banyak

bantuan makan dan

orang lain. banyak


minum
.

6. 1. resiko Setelah 1. Anjurkan 1. Membantu


ketidakseimba dilakukan klien banyak menyeimbangkan
ngan cairan tindakan minum (8-10 cairan tubuh.
dan elektrolit keperawatan gelas/hari).
2. Turgor kulit
berhubungan diharapkan
2. Pantau baik menunjukkan
dengan intake cairan dan
turgor kulit. keseimbangan cairan
yang kurang elektrolit klien
dan elektrolit juga
dan oliguria. seimbang
baik.
dengan
kriteria hasil:
turgor kulit
baik, pasien
bisa BAK,
output normal.

Kolaborasi:
1. Berikan obat
laksatif.

2. Berikan diet 1. Untuk

tinggi serat melancarkan


BAB.

2. Makanan
tinggi serat
membantu
melancarkan
BAB.
7. perubahan nutrisi Setelah di Mandiri: Dengan tingkat
kurang dari lakukan pengetahuan yang
Jelaskan pada klien
kebutuhan tindakan adekuat diharapkan
penyebab kesulitan
berhubungan dengan keperawatan klien dapat
makan dan
spasme otot di kebutuhan berpartisipasi dan
pentingnya
pengunyah. nutrisi kooperatif terhadap
makanan bagi
terpenuhi. program diet.
tubuh.
Dengan
Criteria hasil: Kolaborasi:
intake 1. Disesuakan dg
1. Berikan diet
adekuat, keadaan klien,
TKTP cair,
makanan kemampuan
lunak, dan
selalu mengunyah dan
bubur kasar.
dihabiskan. tingkat membuka
2. Berikan
mulut.
cairan IV
2. Agar
line.
kebutuhan nutrisi

3. Lakukan terpenuhi.

pemasangan
3. Berfungsi
NGT bila
sebagai jalan
perlu.
masuknya
makanan dan
pemberian obat.

E. IMPLEMENTASI
Implementasikan sesuai dengan intervensi yang dibuat dengan
menyesuainkan dengan kondisi dan reaksi yang di berikan klien.

F. EVALUASI

NO EVALUASI

1. S : keluarga pasien sudah paham informasi yang diberikan oleh


perawat terkait tindakan yang harus dilakukan pada saat terjadinya
kejang

O : keluarga pasien tampak paham dengan penjelasan yang di


sampaikan perawat

A : intervensi berhasil

P : intervensi dihentikan

2. S: pasien mengatakan dengan mengatur posisi eksistensi pasien


merasa lebih nyaman dan bernafas dengan baik.

O: pasien tampak nyaman dengan posisi yang di anjurkan

A: intervensi di hentikan

P: intervensi di hentikan

3. S: pasien mengatakan dengan posisi yang di berikan pasien dapat


bernafas dengan teratur

O: pasien tampak bernafas dengan baik

A: intervensi berhasil

P: intervensi di hentikan

4. S : pasien mengatakan dengan perawatan yang diberikan suhu badan


pasien tidak panas lagi

O : suhu tubuh pasien 37,5ᵒc

A : intervensi berhasil
P : intervensi di hentikan

5. S: pasien mengatakan untuk memenuhi KDM nya masi di bantu


keluarga

O: pasien masi tampak sedikit lemah

A: belum teratasi

P : intervinsi di lanjutkan

6. S: pasien mengatakan setelah minum air yang cukup pasien BAK


dengan normal

O: kebutuhan cairan dan elektrolit pada pasien tampak terpenuhi di


lihat dari turgor kulit tampak baik

A : intervensi berhasil

P: intervensi di hentikan

7. S : pasien sudah paham dengan informasi yang di berikan oleh


perawat

O: pasien tampak paham dengan penjelasan yang di berikan oleh


perawat

A : intervensi berhasil

P : intervensi dihentikan
BAB III PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Tetanus adalah penyakit dengan tanda utama kekakuan otot (spasme) tanpa disertai
gangguan kesadaran. Gejala ini bukan disebabkan oleh kuman Clostridium tetani, tetapi
akibat toksin (tetanospasmin) yang dihasilkan kuman.Tetanus adalah penyakit infeksi yang
ditandai oleh kekakuan dan kejang otot, tanpa disertai gangguan kesadaran, sebagai akibat
dari toksin kuman closteridium tetani.
Tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan toksin kuman Clostridium tetani,
bermanifestasi sebagai kejang otot paroksismal, diikuti kekakuan otot seluruh badan.
Kekakuan tonus otot ini selalu tampak pada otot masseter dan otot-otot rangka.

3.2 SARAN

Tetanus merupakan penyakit yang dapat dicegah. Pencegahan tetanus dapat dilakukan
dengan pemberian imunisasi sesuai jadwal, dan booster untuk efek imunitas yang lebih
panjang terhadap toksin tetanus. Imunisasi tetanus pada bayi dan anak diperlukan untuk
meningkatakan imunitas.
DAFTAR PUSTAKA

Alifil W, Alshahran M, Abdulbaser M, El Fakarany NB. (2015). Severe Generalized Tetanus:


A Case Report and Literature Review. Saudi J Med SCI 3(2):167

Iin Novita Nm, Doni Priambodo. (2015). Cephalic Tetanus A Rare Local Tetanus.
Yogyakarta: Biomedika vol.7(2).

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2012). Eliminasi tetanus Maternal & Neonatal.
Jakarta: Buletin Jendel vol.1

Anda mungkin juga menyukai