DISUSUN OLEH :
DINDA BEAY
FRENEILITA ORNO
MARJI Y RAHANTOKNAM
ORSILA E HIWY
NANDAYANI SEKNUN
TINGKAT : II B
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang maha Esa, karena atas berkat
Dan karuniaNya, kami dapat menyelesaikan Makalah "Bentuk Bentuk Perbuatan
Korupsi Yang Di Larang"
Semoga dengan disusunnya makalah ini dapat membantu mahasiswa dan dosen
pengajar dalam menambah bahan bacaan khususnya tentang Pendidikan
Budaya Anti Korupsi.
Pada kesempatan ini kami ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besamya kepada dosen yang telah memberikan bantuan saran dan masukannya
dalam penyusunan makalah ini,
Saran dan kritik yang membangun dari pembaca kami harapkan, demi
kesempumaannya makalah ini dan semoga makalah ini dapat bermanfaat.
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..............................................................
KATA PENGANTAR.............................................................
DAFTAR ISI............................................................................
BAB I PENDAHULUAN..............................................................
1.3 Tujuan.................................................................................
BAB II PEMBAHASAN.....................................................................
3.1 Kesimpulan.............................................................................
3.2 Saran......................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor jo. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 25/PUU-
XIV/2016 mengatur bahwa:
2. Suap-menyuap
Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5
(lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh
juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta
rupiah) setiap orang yang:
Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15
(lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 150.000.000,00 (seratus
lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 750.000.000,00 (tujuh ratus lima
puluh juta rupiah), pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang
ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk
sementara waktu, dengan sengaja menggelapkan uang atau surat berharga
yang disimpan karena jabatannya, atau membiarkan uang atau surat berharga
tersebut diambil atau digelapkan oleh orang lain, atau membantu dalam
melakukan perbuatan tersebut.
Bedanya ialah pada pencurian, barang yang dimiliki itu belum berada di tangan
pencuri dan masih harus ‘diambilnya’.
Sedangkan pada penggelapan, waktu dimilikinya barang itu sudah ada di tangan
si pembuat, tidak dengan jalan kejahatan.Penggelapan dalam jabatan dalam UU
Tipikor dan perubahannya, menurut hemat kami, merujuk kepada penggelapan
dengan pemberatan, yakni penggelapan yang dilakukan oleh orang yang
memegang barang itu berhubungan dengan pekerjaannya atau jabatannya
(beroep) atau karena ia mendapat upah
4. Pemerasan
pemborong, ahli bangunan yang pada waktu membuat bangunan, atau penjual
bahan bangunan yang pada waktu menyerahkan bahan bangunan, melakukan
perbuatan curang yang dapat membahayakan keamanan orang atau barang,
atau keselamatan negara dalam keadaan perang;
setiap orang yang pada waktu menyerahkan barang keperluan Tentara Nasional
Indonesia dan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia melakukan perbuatan
curang yang dapat membahayakan keselamatan negara dalam keadaan perang;
atau
7. Gratifikasi
Yang nilainya Rp10 juta atau lebih, pembuktiannya bahwa gratifikasi tersebut
bukan merupakan suap dilakukan oleh penerima gratifikasi.
Yang nilainya kurang dari Rp10 juta, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut suap
dibuktikan oleh penuntut umum. Pidana bagi pegawai negeri atau penyelenggara
negara yang menerima gratifikasi adalah pidana penjara seumur hidup atau
pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun, dan pidana
denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.
Namun, ketentuan ini tidak berlaku apabila penerima melaporkan gratifikasi yang
diterimanya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi, paling lambat 30 hari sejak
tanggal gratifikasi tersebut diterima.
8. Korupsi Proyek
maka bisa jadi objek korupsi tersebut adalah dana proyek, khususnya proyek
yang didanai dengan APBN atau APBD. Modus korupsi yang mungkin dilakukan
di sekitarnya dapat berupa suap menyuap, gratifikasi, atau penggelapan dalam
jabatan, dalam proses lelang atau pengadaan proyek tersebut. Di sisi lain,
prosedur pengadaan proyek tersebut juga dapat merugikan keuangan negara
atau terdapat indikasi konflik kepentingan. Bisa jadi juga terjadi pemerasan di
dalamnya.
Pemborong, ahli bangunan yang pada waktu membuat bangunan, atau penjual
bahan bangunan yang pada waktu menyerahkan bahan bangunan, melakukan
perbuatan curang yang dapat membahayakan keamanan orang atau barang,
atau keselamatan negara dalam keadaan perang, juga dapat dianggap
melakukan korupsi.
Putusan:
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan atas pembahasan di atas dan dari rumusan masalah, maka dapat
disimpulkan bahwa korupsi merupakan tingkah laku individu yang menggunakan
wewenang dan kekuasaannya guna mengeruk keuntungan pribadi atau
kelompok dan sangat merugikan kepentingan umum dan sangat bertentangan
dengan norma-norma yang berlaku. Bentuk-bentuk korupsi yang terjadi adalah
penyelewengan dana-dana atau keuangan Negara sehingga dapat merugikan
rakyat korupsi-korupsi terjadi pada tingkat daerah yaitu provinsi, yang
menyebabkan terjadinya korupsi adalah faktor kekayaan atau faktor motif pelaku
yang mempunyai motif serakah dan tidak puas, serta lemahnya control Negara.
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Komisi Pemberantasan Korupsi. Memahami untuk Membasmi: Buku Panduan
untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi. Jakarta: Komisi
Pemberantasan Korupsi. 2006;