DIFTERI
DISUSUN OLEH:
TINGKAT: II B
KELOMPOK: IV
1. IFON M WATLITIR
2. FILIA N K SINGERUBUN
3. FREINEILITA ORNO
4. FREDERIKA LOWIHAN
segala puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT hingga saat ini masih
memberikan nafas kehidupan dan anugerah akal, sehingga saya dapat menyelesaikan
pembuatan makalah ini dengan judul “ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN DIFTERIA”
tepat pada waktunya
Terimakasih pula kepada semua pihak yang telah ikut membantu hingga dapat
disusunnya makalah ini. Makalah sederhana ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas
mata kuliah keperawatan anak
Akhirnya, tidak ada manusia yang luput dari kesalahan dan kekurangan. Dengan
segala kerendahan hati, saran-saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat saya
harapkan dari para pembaca guna peningkatan kualitas makalah ini dan makalah-makalah
lainnya pada waktu mendatang.
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................................I
KATA PENGANTAR.....................................................................................................II
DAFTAR ISI.................................................................................................................III
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................1
1.1. Latar Belakang......................................................................................................1
1.2. Tujuan Penulisan..................................................................................................1
a. Tujuan umun....................................................................................................1
b. Tujuan khusus..................................................................................................1
c. Manfaat............................................................................................................2
PENDAHULUAN
Difteri merupakan salah satu penyakit yang sangat menular (contagious disease).
Penyakit ini disebabkan oleh infeksi bakteri Corynebacterium diphtheriae, yaitu kuman yang
menginfeksi saluran pernafasan, terutama bagian tonsil, nasofaring (bagian antara hidung
dan faring/ tenggorokan) dan laring. Penularan difteri dapat melalui kontak hubungan dekat,
melalui udara yang tercemar oleh karier atau penderita yang akan sembuh, juga melalui
batuk dan bersin penderita.
1.2. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Makalah ini dimaksudkan agar mahasiswa/i dapat memahami asuhan keperawatan
pada klien (anak) dengan gangguan difteri
2. Tujuan Khusus
a. Dapat memahami pengertian difteri
b. Dapat memahami etiologi difteri
c. Dapat memahami patofisiologi difteri
d. Dapat memahami manifestasi klinis dari difteri
e. Dapat memahami pemeriksaan medis dari difteri
f. Dapat memahami penatalaksanaan medis dari difteri
g. Dapat memahami komplikasi dari difteri
h. Dapat memahami dan menerapkan asuhan keperawatan anak
dengan gangguan difteri
1.3. MANFAAT
Dengan adanya makalah ini diharapkan bagi pendidikan bisa menambah referensi
dan pengetahuan, bagi tenaga medis khususnya keperawatan bisa memahami dan
menerapkan asuhan keperawatan pada anak dengan gangguan difteri
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1. DEFINISI
Difteri adalah suatu infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri penghasil toksik
(racun) Corynebacterium diphteriae. (Iwansain.2008). Difteri adalah infeksi saluran
pernafasan yang disebabkan oleh Corynebacterium diphteriae dengan bentuk basil batang
gram positif (Jauhari,nurudin. 2008). Difteri adalah suatu infeksi akut yang disebabkan oleh
bakteri penghasil racun Corynebacterium diphteriae. (Fuadi, Hasan. 2008).
Jadi kesimpulannya difteri adalah penyakit infeksi mendadak yang disebabkan oleh
kuman Corynebacterium diphteriae.
Difteri adalah suatu penyakit infeksi toksik akut yang menular, disebabkan oleh
corynebacteri um diphtheriae dengan ditandai pembentukan pseudomembran pada kulit dan
atau mukosa.
Difteri adalah suatu infeksi demam akut, biasanya ditenggorok dan paling sering
pada bulan-bulan dingin pada daerah beriklim sedang. Dengan adanya imunisasi aktif pada
masa anak-anak dini. (Merensien kapian Rosenberg, buku pegangan pediatric, Hal. 337)
Difteri adalah suatu infeksi, akut yang mudah menular dan yang sering diserang adalah
saluran pernafasam bagian atas dengan tanda khas timbulnya “pseudomembran”.
(Ngastiyah perawatan anak sakit, edisi 2 Hal. 41)
2.2 ETIOLOGI
Tergantung pada berbagai faktor, maka manifestasi penyakit ini bisa bervariasi dari
tanpa gejala sampai suatu keadaan/penyakit yang hipertoksik serta fatal. Sebagai faktor
primer adalah imunitas penderita terhadap toksin diphtheria, virulensi serta
toksinogenesitas (kemampuan membentuk toksin) Corynebacterium diphtheriae, dan lokasi
penyakit secara anatomis. Faktor-faktor lain termasuk umur, penyakit sistemik penyerta dan
penyakit-penyakit pada daerah nasofaring yang sudah ada sebelumnya. Masa tunas 2-6
hari. Penderita pada umumnya datang untuk berobat setelah beberapa hari menderita
keluhan sistemik. Demam jarang melebihi 38,9o C dan keluhan serta gejala lain tergantung
pada lokasi penyakit diphtheria.
a. Diphtheria Hidung
Pada permulaan mirip common cold, yaitu pilek ringan tanpa atau disertai gejala
sistemik ringan. Sekret hidung berangsur menjadi serosanguinous dan kemudian
mukopurulen mengadakan lecet pada nares dan bibir atas. Pada pemeriksaan
tampak membran putih pada daerah septum nasi.
b. Diphtheria Tonsil-Faring
Gejala anoroksia, malaise, demam ringan, nyeri menelan. dalam 1-2 hari timbul
membran yang melekat, berwarna putih-kelabu dapat menutup tonsil dan dinding
faring, meluas ke uvula dan palatum molle atau ke distal ke laring dan trachea.
c. Diphtheria Laring
Pada diphtheria laring primer gejala toksik kurang nyata, tetapi lebih berupa gejala
obstruksi saluran nafas atas.
d. Diphtheria Kulit, Konjungtiva, Telinga
Diphtheria kulit berupa tukak di kulit, tepi jelas dan terdapat membran pada
dasarnya. Kelainan cenderung menahun. Diphtheria pada mata dengan lesi pada
konjungtiva berupa kemerahan, edema dan membran pada konjungtiva palpebra.
Pada telinga berupa otitis eksterna dengan sekret purulen dan berbau.
2.4. PATOFISIOLOGI
Corynebacterium diphteriae masuk kehidung atau mulut dimana basil akan menempel di
mukosa saluran nafas bagian atas, kadang-kadang kulit, mata atau mukosa genital. Setelah
2-4 jam hari masa inkubasi kuman dengan corynephage menghasilkan toksik yang mula-
mula diabsorbsi oleh membran sel, kemudian penetrasi dan interferensi dengan sintesa
protein bersama-sama dengan sel kuman mengeluarkan suatu enzim penghancur terhadap
Nicotinamide Adenine Dinucleotide (NAD). Sehingga sintesa protein terputus karena enzim
dibutuhkan untuk memindahkan asam amino dan RNA dengan memperpanjang rantai
polipeptida akibatnya terjadi nekrose sel yang menyatu dengan nekrosis jaringan dan
membentuk eksudat yang mula-mula dapat diangkat, produksi toksin kian meningkat dan
daerah infeksi makin meluas akhirnya terjadi eksudat fibrin, perlengketan dan membentuk
membran yang berwarna dari abu-abu sampai hitam tergantung jumlah darah yang
tercampur dari pembentukan membran tersebut apabila diangkat maka akan terjadi
perdarahan dan akhirnya menimbulkan difteri. Hal tersebut dapat menimbulkan beberapa
dampak antara lain sesak nafas sehingga menyebabkan pola nafas tidak efektif, anoreksia
sehingga penderita tampak lemah sehingga terjadi intoleransi aktifitas.
2.5 PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan medis
Pengobatan umum dengan perawatan yang baik, isolasi dan pengawasan EKG yang
dilakukan pada permulan dirawat satu minggu kemudian dan minggu berikutnya sampai
keadaan EKG 2 kali berturut-turut normal dan pengobatan spesifik.
Pengobatan spesifik untuk difteri :
ADS (Antidifteri serum), 20.000 U/hari selama 2 hari berturut-turut dengan
sebelumnya harus dilakukan uji kulit dan mata.
Antibiotik, diberikan penisillin prokain 5000U/kgBB/hari sampai 3 hari bebas demam.
Pada pasien yang dilakukan trakeostomi ditambahkan kloramfenikol 75mg/kgBB/hari
dibagi 4 dosis.
Kortikosteroid, untuk mencegah timbulnya komplikasi miokarditis yang sangat
membahayakan, dengan memberikan predison 2mg/kgBB/hari selama 3-4 minggu.
Bila terjadi sumbatan jalan nafas yang berat dipertimbangkan untuk tindakan
trakeostomi. Bila pada pasien difteri terjadi komplikasi paralisis atau paresis otot,
dapat diberikan strikin ¼ mg dan vitamin B1 100 mg tiap hari selama 10 hari.
Pengobatan spesifik: Jika diduga kuat bahwa seseorang menderita difteria didasarkan
kepada gejala klinis maka antitoksin harus diberikan setelah sampel untuk pemeriksaan
bakteriologis diambil tanpa harus menunggu hasil pemeriksaan bakteriologis tersebut. (Saat
ini yang tersedia adalah antitoksin yang berasal dari kuda). Diphtheria Antitoxin (DAT)
tersedia di CD-Atlanta sebagai “investigational product”. Program imunisasi (Amerika
Serikat) melayani permintaan DAT pada waktu jam kerja (pukul 08.00 am – 04.30 pm. EST;
Senin – Jum’at dengan menghubungi nomor telepon 404-639-8255). Diluar jam kerja dan
pada waktu hari libur menghubungi petugas jaga CDC pada nomor 404-639-2888. DAT
disimpan di stasiun karantina yang tersebar di seluruh negara bagian di Amerika Serikat.
Sebelum diberikan lakukan terlebih dahulu skin test untuk mengetahui adanya
hypersensivitas terhadap serum kuda. Jika hasilnya negative, DAT diberikan IM dengan
dosis tunggal 20.000 – 100.000 unit tergantung berat ringan serta luasnya penyakit. Untuk
kasus berat pemberian IM dan IV dilakukan bersama-sama. Pemberian antibiotika tidak
dapat menggantikan pemberian antitoksin. Procain Penicillin G (IM) diberikan sebanyak
25.000 – 50.000 unit/kg BB untuk anak-anak dan 1,2 juta unit/kg BB untuk orang dewasa
per hari. Dibagi dalam dua dosis. Penderita dapat juga diberikan erythromycin 40-50 mg/kg
BB per hari maksimum 2 g per hari secara parenteral. Jika penderita sudah bisa menelan
dengan baik maka erythromycin dapat diberikan per oral dibagi dalam 4 dosis per hari atau
penicillin V per oral sebesar 125-250 mg empat kali sehari, selama 14 hari. Pernah
ditemukan adanya strain yang resisten terhadap erythromycin namun sangat jarang.
Antibiotik golongan macrolide generasi baru seperti azythromycin dan chlarithromycin juga
efektif untuk strain yang sensitif terhadap erythromycin tetapi tidak sebaik erythromycin.
Terapi profilaktik bagi carrier: untuk tujuan profilaktik dosis tunggal penicillin G sebesar
600.000 unit untuk anak usia dibawah 6 tahun dan 1,2 juta unit untuk usia 6 tahun ke atas.
Atau dapat juga diberikan erythromycin oral selama 7-10 hari dengan dosis 40 mg/kg BB per
hari untuk anak-anak dan 1 gram per hari untuk orang dewasa.
2. Penatalaksanaan Keperawatan
Pasien difteri harus dirawat di kamar isolasi yang tertutup. Petugas harus memakai gaun
khusus (celemek) dan masker yang harus diganti tiap pergantian tugas atau sewaktu-waktu
bila kotor (jangan dari pagi sampai malam hari). Sebaiknya penunggu pasien juga harus
memakai celemek tersebut untuk mencegah penularan ke luar ruangan. Harus disediakan
perlengkapan cuci tangan: desinfektan, sabun, lap, atau handuk yang selallu kering (bila ada
tisu) air bersih jika ada kran juuga tempat untuk merendam alat makan yang diisi dengan
desinfektan. Risiko terjadi komplikasi obstruksi jalan napas, miokarditis, pneumonia.
Pasien difteri walaupun penyakitnya ringan perlu dirawat di rumah sakit karena potensial
terjadi komplikasi yang membahayakan jiwanya yang disebabkan adanya pseudomembran
dan eksotosin yang dikeluarkan oleh basil difteri tersebut. Sumbatan jalan napas. Kelainan
ini terjadi karena adanya edema pada laring dan trakea serta adanya pseudomembran.
Gejala sumbatan adalah suara serak dan stridor inspiratoir. Bila makin berat terjadi sesak
napas, sianosis, tampak retraksi otot, kedengaran stridor:
Berikan O2
Baringkan setengah duduk
Hubungi dokter
Pasang infus (bila belum dipasang)
2.7 PENCEGAHAN
1. Umum
Kebersihan dan pengetahuan tentang bahaya penyakit ini bagi anak-anak. Pada
umumnya setelah menderita penyakit diphtheria kekebalan penderita terhadap
penyakit ini sangat rendah sehingga perlu imunisasi.
2. Khusus
Terdiri dari imunisasi DPT dan pengobatan carrier.
2.8. DAMPAK HOSPITALIS PADA ANAK
Dampak tersebut bersifat individual dan sangat tergantung pada usia perkembangan
anak, pengalaman sebelumnya terhadap sakit, sistem pendukung yang tersedia dan
kemampuan koping yang dimilikinya, pada umumnya ,reaksi anak terhadap sakit adalah
kecemasan karena perpisahan, kehilangan, perlukaan tubuh dan rasa nyeri.
Dampak anak pada hospitalisasi :
1. Masa bayi (0-1 th)
Dampak perpisahan
Pembentukan rasa P.D dan kasih sayang
Usia anak > 6 bln terjadi stanger anxiety /cemas
Menangis keras
Pergerakan tubuh yang banyak
Ekspresi wajah yang tak menyenangkan
bertanya-tanya
menarik diri
menolak kehadiran orang lain
BAB III
TINJAUAN KASUS
3.1. Pengkajian
Identitas Pasien
Nama : An.R
Umur : 4 tahun
Jenis kelamin : Laki laki
Alamat :
3.2. Diagnosa medis : Difteri
Identitas penanggung jawab
Nama : Ny .M
Umur : 45 tahun
Alamat:
Pekerjaan : IRT
Hubungan dengan klien: Ibu kandung
3.3. Riwayat kesehatan
1. Keluhan utama
Ibu klien mengatakan anakanya mengeluh sesak napas sejak sehari yang lalu.
2. Riwayat penyakit sekarang
Klien datang ke RS dengan sesak napas yang terjadi sejak sehari yang lalu disertai
dengan demam yang tidak terlalu tinggi sudah 2 hari, rewel, dan tidak mau makan.
3. Riwayat penyakit dahulu
An. R pernah dirawat di RS 2 tahun yang lalu dengan demam berdarah. Klien tidak
mempunyai penyakit keturunan.
No Implementasi Evaluasi
1 1. Memonitor pola napas klien yang S = Ibu klien mengatakan anak masih
meliputi irama pernapasan, sesak napas.
penggunaan otot-otot bantu napas,
suara napas, dan frekuensi napas O = Anak masih terpasang O2 , RR : 26
kemudian mengauskultasi suara kali/menit, posisi anak semifowler,
paru klien untuk mengetahui ada auskultasi napas tidak terdapat bunyi
tidaknya obstruksi jalan napas. napas tambahan, anak terlihat tidak rewel
Irama napas klien regular, napas
cepat dan dalam, tidak ada suara A = Masalah keperawatan ketidakefektifan
bantu otot pernapasan, RR=28 pola napas belum teratasi
kali/menit, dan tidak ada suara
napas tambahan. Untuk mengurangi P = Lanjutkan intervensi 1,2,3,4
sesak napas pada klien, diberikan 1. Monitor pola napas yang meliputi irama
terapi O2 dengan nassal canul 3 pernapasan, penggunaan otot-otot
liter/ menit, ibu klien mengatakan bantu napas, suara napas, dan
anaknya mengeluh sesak napas. frekuensi napas.
2. Dilakukan tindakan keperawatan 2. Auskultasi suara nafas, catat adanya
pengaturan posisi semi fowler pada suara nafas tambahan
klien untuk meningkatkan pengisian 3. Atur posisi tidur pasien
pada segmen paru sehingga 4. Berikan terapi oksigen
ventilasi maksimal. An. R bersedia
dilakukan pengaturan posisi, klien
tampak lebih tenang.
3. Mempertahankan posisi tidur pasien.
Klien terbaring diatas tempat tidur
dengan posisi semifowler dan klien
tampak nyaman. Mempertahankan
pemberian terapi O2 dengan nassal
canul 3 liter/ menit, ibu klien
mengatakan anaknya masih
mengeluh sesak napas.
4. Kolaborasi pemberian terapi O2
dengan nassal canul 3 liter/ menit
pada klien, ibu klien mengatakan
sesak napas pada anaknya sedikit
berkurang, RR = 27 kali/menit.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dari beberapa penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa Difteri adalah suatu infeksi
akut yang disebabkan oleh bakteri penghasil toksik (racun) Corynebacterium diphteriae.
4.2 Saran
1. Bagi Mahasiswa/i
Diharapkan makalah ini dapat menambah pengetahuan mahasiswa dalam memberikan
pelayanan keperawatan dan dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
2. Bagi petugas Kesehatan
Diharapkan dengan makalah ini dapat meningkatkan pelayanan kesehatan khususnya
dalam bidang keperawatan sehingga dapat memaksimalkan kita untuk memberikan health
education untuk mencegah infeksi
DAFTAR PUSTAKA