Anda di halaman 1dari 18

ASUHAN KEPERAWATAN

DIFTERI

DISUSUN OLEH:

TINGKAT: II B

MATA KULIAH: KEPERAWATAN ANAK

KELOMPOK: IV

1. IFON M WATLITIR
2. FILIA N K SINGERUBUN
3. FREINEILITA ORNO
4. FREDERIKA LOWIHAN

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALUKU
PROGRAM STUDI KEPERWATAN TUAL
TAHUN AKADEMIK 2020/2021
KATA PENGANTAR

segala puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT hingga saat ini masih
memberikan nafas kehidupan dan anugerah akal, sehingga saya dapat menyelesaikan
pembuatan makalah ini dengan judul “ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN DIFTERIA”
tepat pada waktunya
Terimakasih pula kepada semua pihak yang telah ikut membantu hingga dapat
disusunnya makalah ini. Makalah sederhana ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas
mata kuliah keperawatan anak
Akhirnya, tidak ada manusia yang luput dari kesalahan dan kekurangan. Dengan
segala kerendahan hati, saran-saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat saya
harapkan dari para pembaca guna peningkatan kualitas makalah ini dan makalah-makalah
lainnya pada waktu mendatang.

Langgur, 24 maret 2021

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................................I
KATA PENGANTAR.....................................................................................................II
DAFTAR ISI.................................................................................................................III
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................1
1.1. Latar Belakang......................................................................................................1
1.2. Tujuan Penulisan..................................................................................................1
a. Tujuan umun....................................................................................................1

b. Tujuan khusus..................................................................................................1

c. Manfaat............................................................................................................2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................................3


2.1. Definisi .................................................................................................................3
2.2. Etiologi..................................................................................................................3
2.3. Tanda dan gejala..................................................................................................3
2.4. Patofisiologi..........................................................................................................4
2.5. Penatalaksanaan..................................................................................................5
2.6. Komplikasi difteri..................................................................................................7
2.7. Pencegahan.........................................................................................................8
2.8. . Dampak hospitalis pada anak............................................................................8
BAB III Asuhan Keperawatan Difteri..........................................................................10
3.1. Pengkajian..........................................................................................................10
3.2. Diagnosa medis..................................................................................................10
3.3. Riwayat kesehatan.............................................................................................10
3.4. Pemeriksaan fisik................................................................................................11
3.5. Pola aktifitas sehari-hari......................................................................................11
3.6. Analisa data.........................................................................................................11
3.7. Rencana asuhan keperawatan............................................................................12
3.8. Implementasi dan evaluasi..................................................................................12
BAB IV PENUTUP.....................................................................................................14
5.1. Kesimpulan..........................................................................................................14
5.2. Saran...................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Difteri merupakan salah satu penyakit yang sangat menular (contagious disease).
Penyakit ini  disebabkan oleh infeksi bakteri Corynebacterium diphtheriae, yaitu kuman yang
menginfeksi saluran pernafasan, terutama bagian tonsil, nasofaring (bagian antara hidung
dan faring/ tenggorokan) dan laring. Penularan difteri dapat melalui kontak hubungan dekat,
melalui udara yang tercemar oleh karier atau penderita yang akan sembuh, juga melalui
batuk dan bersin penderita.

Penderita difteri umumnya anak-anak, usia di bawah 15 tahun. Dilaporkan 10 %


kasus difteri dapat berakibat fatal, yaitu sampai menimbulkan kematian. Selama permulaan
pertama dari abad ke-20, difteri merupakan penyebab umum dari kematian bayi dan anak -
anak muda. Penyakit ini juga dijumpai pada daerah padat penduduk dengan tingkat sanitasi
rendah. Oleh karena itu, menjaga kebersihan sangatlah penting, karena berperan dalam
menunjang kesehatan kita.

1.2. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Makalah ini dimaksudkan agar mahasiswa/i dapat memahami asuhan keperawatan
pada klien (anak) dengan gangguan difteri
2. Tujuan Khusus
a. Dapat memahami pengertian difteri
b. Dapat memahami etiologi difteri
c. Dapat memahami patofisiologi difteri
d. Dapat memahami manifestasi klinis dari difteri
e. Dapat memahami pemeriksaan medis dari difteri
f. Dapat memahami penatalaksanaan medis dari difteri
g.   Dapat memahami komplikasi dari difteri
h. Dapat memahami dan menerapkan asuhan keperawatan anak
dengan gangguan difteri
1.3. MANFAAT
Dengan adanya makalah ini diharapkan bagi pendidikan bisa menambah referensi
dan pengetahuan, bagi tenaga medis khususnya keperawatan bisa memahami dan
menerapkan asuhan keperawatan pada anak dengan gangguan difteri
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1. DEFINISI
Difteri adalah suatu infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri penghasil toksik
(racun) Corynebacterium diphteriae. (Iwansain.2008). Difteri adalah infeksi saluran
pernafasan yang disebabkan oleh Corynebacterium diphteriae dengan bentuk basil batang
gram positif (Jauhari,nurudin. 2008). Difteri adalah suatu infeksi akut yang disebabkan oleh
bakteri penghasil racun Corynebacterium diphteriae. (Fuadi, Hasan. 2008).
Jadi kesimpulannya difteri adalah penyakit infeksi mendadak yang disebabkan oleh
kuman Corynebacterium diphteriae.

Difteri adalah suatu penyakit infeksi toksik akut yang menular, disebabkan oleh
corynebacteri um diphtheriae dengan ditandai pembentukan pseudomembran pada kulit dan
atau mukosa.
Difteri adalah suatu infeksi demam akut, biasanya ditenggorok dan paling sering
pada bulan-bulan dingin pada daerah beriklim sedang. Dengan adanya imunisasi aktif pada
masa anak-anak dini. (Merensien kapian Rosenberg, buku pegangan pediatric, Hal. 337)
Difteri adalah suatu infeksi, akut yang mudah menular dan yang sering diserang adalah
saluran pernafasam bagian atas dengan tanda khas timbulnya “pseudomembran”.
(Ngastiyah perawatan anak sakit, edisi 2 Hal. 41)

2.2 ETIOLOGI

Penyebabnya adalah bakteri Corynebacterium diphtheriae. Bakteri ini ditularkan


melalui percikan ludah yang berasal dari batuk penderita atau benda maupun makanan
yang telah terkontaminasi oleh bakteri. Biasanya bakteri berkembangbiak pada atau di
sekitar permukaan selaput lendir mulut atau tenggorokan dan menyebabkan peradangan.
Beberapa jenis bakteri ini menghasilkan toksin yang sangat kuat, yang dapat menyebabkan
kerusakan pada jantung dan otak.

2.3. TANDA DAN GEJALA

Tergantung  pada berbagai faktor, maka manifestasi  penyakit ini bisa bervariasi dari
tanpa gejala sampai  suatu keadaan/penyakit yang hipertoksik serta fatal. Sebagai faktor
primer adalah imunitas penderita terhadap toksin  diphtheria, virulensi serta
toksinogenesitas (kemampuan membentuk toksin) Corynebacterium diphtheriae, dan lokasi
penyakit secara anatomis.  Faktor-faktor lain termasuk umur, penyakit sistemik penyerta dan
penyakit-penyakit  pada  daerah  nasofaring yang sudah ada sebelumnya. Masa tunas 2-6
hari. Penderita pada umumnya datang untuk berobat setelah beberapa hari menderita
keluhan sistemik. Demam  jarang melebihi 38,9o C dan keluhan serta gejala  lain tergantung
pada lokasi penyakit diphtheria.

a. Diphtheria Hidung
Pada permulaan mirip common cold, yaitu pilek ringan  tanpa atau disertai gejala
sistemik ringan. Sekret hidung berangsur menjadi serosanguinous dan kemudian
mukopurulen  mengadakan lecet  pada  nares dan bibir atas. Pada  pemeriksaan 
tampak membran putih pada daerah septum nasi.
b. Diphtheria Tonsil-Faring

Gejala anoroksia, malaise, demam ringan, nyeri menelan. dalam 1-2  hari timbul
membran yang melekat, berwarna  putih-kelabu dapat  menutup tonsil dan dinding
faring, meluas ke uvula  dan palatum molle atau ke distal ke laring dan trachea.
c. Diphtheria Laring
Pada diphtheria laring primer gejala toksik kurang nyata, tetapi lebih berupa gejala
obstruksi saluran nafas atas. 
d. Diphtheria Kulit, Konjungtiva, Telinga
Diphtheria kulit berupa tukak di kulit, tepi jelas dan terdapat membran pada
dasarnya. Kelainan cenderung menahun. Diphtheria pada mata dengan lesi pada
konjungtiva berupa kemerahan, edema dan membran pada konjungtiva palpebra.
Pada telinga berupa otitis eksterna dengan sekret purulen dan berbau.
2.4. PATOFISIOLOGI
Corynebacterium diphteriae masuk kehidung atau mulut dimana basil akan menempel di
mukosa saluran nafas bagian atas, kadang-kadang kulit, mata atau mukosa genital. Setelah
2-4 jam hari masa inkubasi kuman dengan corynephage menghasilkan toksik yang mula-
mula diabsorbsi oleh membran sel, kemudian penetrasi dan interferensi dengan sintesa
protein bersama-sama dengan sel kuman mengeluarkan suatu enzim penghancur terhadap
Nicotinamide Adenine Dinucleotide (NAD). Sehingga sintesa protein terputus karena enzim
dibutuhkan untuk memindahkan asam amino dan RNA dengan memperpanjang rantai
polipeptida akibatnya terjadi nekrose sel yang menyatu dengan nekrosis jaringan dan
membentuk eksudat yang mula-mula dapat diangkat, produksi toksin kian meningkat dan
daerah infeksi makin meluas akhirnya terjadi eksudat fibrin, perlengketan dan membentuk
membran yang berwarna dari abu-abu sampai hitam tergantung jumlah darah yang
tercampur dari pembentukan membran tersebut apabila diangkat maka akan terjadi
perdarahan dan akhirnya menimbulkan difteri. Hal tersebut dapat menimbulkan beberapa
dampak antara lain sesak nafas sehingga menyebabkan pola nafas tidak efektif, anoreksia
sehingga penderita tampak lemah sehingga terjadi intoleransi aktifitas.

2.5 PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan medis
Pengobatan umum dengan perawatan yang baik, isolasi dan pengawasan EKG yang
dilakukan pada permulan dirawat satu minggu kemudian dan minggu berikutnya sampai
keadaan EKG 2 kali berturut-turut normal dan pengobatan spesifik.
Pengobatan spesifik untuk difteri :
 ADS (Antidifteri serum), 20.000 U/hari selama 2 hari berturut-turut dengan
sebelumnya harus dilakukan uji kulit dan mata.
 Antibiotik, diberikan penisillin prokain 5000U/kgBB/hari sampai 3 hari bebas demam.
Pada pasien yang dilakukan trakeostomi ditambahkan kloramfenikol 75mg/kgBB/hari
dibagi 4 dosis.
 Kortikosteroid, untuk mencegah timbulnya komplikasi miokarditis yang sangat
membahayakan, dengan memberikan predison 2mg/kgBB/hari selama 3-4 minggu.
Bila terjadi sumbatan jalan nafas yang berat dipertimbangkan untuk tindakan
trakeostomi. Bila pada pasien difteri terjadi komplikasi paralisis atau paresis otot,
dapat diberikan strikin ¼ mg dan vitamin B1 100 mg tiap hari selama 10 hari.
Pengobatan spesifik: Jika diduga kuat bahwa seseorang menderita difteria didasarkan
kepada gejala klinis maka antitoksin harus diberikan setelah sampel untuk pemeriksaan
bakteriologis diambil tanpa harus menunggu hasil pemeriksaan bakteriologis tersebut. (Saat
ini yang tersedia adalah antitoksin yang berasal dari kuda). Diphtheria Antitoxin (DAT)
tersedia di CD-Atlanta sebagai “investigational product”. Program imunisasi (Amerika
Serikat) melayani permintaan DAT pada waktu jam kerja (pukul 08.00 am – 04.30 pm. EST;
Senin – Jum’at dengan menghubungi nomor telepon 404-639-8255). Diluar jam kerja dan
pada waktu hari libur menghubungi petugas jaga CDC pada nomor 404-639-2888. DAT
disimpan di stasiun karantina yang tersebar di seluruh negara bagian di Amerika Serikat.
Sebelum diberikan lakukan terlebih dahulu skin test untuk mengetahui adanya
hypersensivitas terhadap serum kuda. Jika hasilnya negative, DAT diberikan IM dengan
dosis tunggal 20.000 – 100.000 unit tergantung berat ringan serta luasnya penyakit. Untuk
kasus berat pemberian IM dan IV dilakukan bersama-sama. Pemberian antibiotika tidak
dapat menggantikan pemberian antitoksin. Procain Penicillin G (IM) diberikan sebanyak
25.000 – 50.000 unit/kg BB untuk anak-anak dan 1,2 juta unit/kg BB untuk orang dewasa
per hari. Dibagi dalam dua dosis. Penderita dapat juga diberikan erythromycin 40-50 mg/kg
BB per hari maksimum 2 g per hari secara parenteral. Jika penderita sudah bisa menelan
dengan baik maka erythromycin dapat diberikan per oral dibagi dalam 4 dosis per hari atau
penicillin V per oral sebesar 125-250 mg empat kali sehari, selama 14 hari. Pernah
ditemukan adanya strain yang resisten terhadap erythromycin namun sangat jarang.
Antibiotik golongan macrolide generasi baru seperti azythromycin dan chlarithromycin juga
efektif untuk strain yang sensitif terhadap erythromycin tetapi tidak sebaik erythromycin.
Terapi profilaktik bagi carrier: untuk tujuan profilaktik dosis tunggal penicillin G sebesar
600.000 unit untuk anak usia dibawah 6 tahun dan 1,2 juta unit untuk usia 6 tahun ke atas.
Atau dapat juga diberikan erythromycin oral selama 7-10 hari dengan dosis 40 mg/kg BB per
hari untuk anak-anak dan 1 gram per hari untuk orang dewasa.

2. Penatalaksanaan Keperawatan

Pasien difteri harus dirawat di kamar isolasi yang tertutup. Petugas harus memakai gaun
khusus (celemek) dan masker yang harus diganti tiap pergantian tugas atau sewaktu-waktu
bila kotor (jangan dari pagi sampai malam hari). Sebaiknya penunggu pasien juga harus
memakai celemek tersebut untuk mencegah penularan ke luar ruangan. Harus disediakan
perlengkapan cuci tangan: desinfektan, sabun, lap, atau handuk yang selallu kering (bila ada
tisu) air bersih jika ada kran juuga tempat untuk merendam alat makan yang diisi dengan
desinfektan. Risiko terjadi komplikasi obstruksi jalan napas, miokarditis, pneumonia.
Pasien difteri walaupun penyakitnya ringan perlu dirawat di rumah sakit karena potensial
terjadi komplikasi yang membahayakan jiwanya yang disebabkan adanya pseudomembran
dan eksotosin yang dikeluarkan oleh basil difteri tersebut. Sumbatan jalan napas. Kelainan
ini terjadi karena adanya edema pada laring dan trakea serta adanya pseudomembran.
Gejala sumbatan adalah suara serak dan stridor inspiratoir. Bila makin berat terjadi sesak
napas, sianosis, tampak retraksi otot, kedengaran stridor:
 Berikan O2
 Baringkan setengah duduk
 Hubungi dokter
 Pasang infus (bila belum dipasang)

2.6. KOMPLIKASI DIFTERI


difteri bisa menyebabkan kerusakan pada jantung, sistem saraf, ginjal ataupun organ
lainnya:

1. Infeksi tumpangan oleh kuman lain


Infeksi ini dapat disebabkan oleh kuman streptokokus dan staphilokokus. Panas tinggi
terutama didapatkan pada penderita difteri dengan infeksi tumpangan dengan kuman
streptokokus.
2. Obstruksi jalan napas akibat membran atau oedem jalan nafas
Obstruksi ini dapat terjadi akibat membaran atau oedem jalan nafas. Obstruksi jalan nafas
dengan sengaja akibatnya, bronkopneumoni dan atelektasis.
3.  Sistemik
 Miokarditis
Sering timbul akibat komplikasi difteri berat tetapi juga dapat terjadi pada bentuk ringan.
Komplikasi terhadap jantung pada anak diperkirakan 10-20%. Faktor yang
mempengaruhi terhadap niokarditis adalah virulensi kuman. Virulensi makin tinggi
komplikasi jantung. Miokarditis dapat terjadi cepat pada minggu pertama atau lambat pada
minggu keenam.
 Neuritis
Terjadi 5-10% pada penderita difteri yang biasanya merupakan komplikasi dari difteri berat.
Manifestasi klinik ditandai dengan
 Timbul setelah masa laten
 Lesi biasanya bilateral dimana motorik kena lebih dominan dari pada sensorik
 Biasanya sembuh sempurna.
4.  Susunan saraf
Kira-kira 10% penderita difteri akan mengalami komplikasi yang mengenai sistem susunan
saraf terutama sistem motorik. Paralysis ini dapat berupa:
 Paralysis palatum molle
   Manifestasi saraf yang paling sering
 Timbul pada minggu ketiga dan khas dengan adanya suara dan regurgitasi hidung,
tetapi ada yang mengatakan suara ini timbul pada minggu 1-2
 Kelainan ini biasanya hilang sama sekaliØ dalam 1-2 minggu.
 Ocular palsy
 Biasanya timbul pada minggu kelima atauØ khas ditandai oleh paralysis dari otot
akomodasi yang menyebabkan penglihatan menjadi kabur. Otot yang kena ialah m.
rectus externus.
 Paralysis diafragma
  Dapat terjadi pada minus 5-7
 Paralisis ini disebabkan neuritis n. phrenicus dan bila tidak segera diatasi penderita
akan meninggal.
 Paralysis anggota gerak
 Dapat terjadi pada minggu 6-10
 Pada pemeriksaan didapati lesi bilateral, refleks tendon menghilang, cairan
cerebrospinal menunjukan peningkatan protein yang mirip dengan sindrom guillian
barre.

2.7 PENCEGAHAN
1. Umum
Kebersihan dan pengetahuan tentang bahaya penyakit  ini  bagi anak-anak. Pada
umumnya setelah menderita  penyakit  diphtheria  kekebalan penderita terhadap
penyakit ini sangat  rendah sehingga perlu imunisasi.
2. Khusus
Terdiri dari imunisasi DPT dan pengobatan carrier.
2.8. DAMPAK HOSPITALIS PADA ANAK

Dampak tersebut bersifat individual dan sangat tergantung pada usia perkembangan
anak, pengalaman sebelumnya terhadap sakit, sistem pendukung yang tersedia dan
kemampuan koping yang dimilikinya, pada umumnya ,reaksi anak terhadap sakit adalah
kecemasan karena perpisahan, kehilangan, perlukaan tubuh dan rasa nyeri.
Dampak anak pada hospitalisasi :
1. Masa bayi (0-1 th)
Dampak perpisahan
Pembentukan rasa P.D dan kasih sayang
Usia anak > 6 bln terjadi stanger anxiety /cemas
 Menangis keras
 Pergerakan tubuh yang banyak
 Ekspresi wajah yang tak menyenangkan

2. Masa todler (2-3 th)


Sumber utama adalah cemas akibat perpisahan .Disini respon perilaku anak dengan
tahapnya. Tahap protes menangis, menjerit, menolak perhatian orang lain. Putus asa
menangis berkurang,anak tak aktif,kurang menunjukkan minat bermain, sedih, apatis.
Pengingkaran/ denial
 Mulai menerima perpisaha
 Membina hubungan secara dangkal
 Anak mulai menyukai lingkungannya
3. Masa prasekolah ( 3 sampai 6 tahun )
 Menolak makan
 Sering bertanya
 Menangis perlahan
 Tidak kooperatif terhadap petugas kesehatan
4. Masa sekolah 6 sampai 12 tahun
Perawatan di rumah sakit memaksakan meninggalkan lingkungan yang dicintai , klg,
klp sosial sehingga menimbulkan kecemasan. Kehilangan kontrol berdampak pada
perubahan peran dlm klg, kehilangan klp sosial,perasaan takut mati,kelemahan fisik.
Reaksi nyeri bisa digambarkan dgn verbal dan non verbal.
5. Masa remaja (12 sampai 18 tahun
Anak remaja begitu percaya dan terpengaruh kelompok sebayanya. Saat MRS
cemas karena perpisahan tersebut. Pembatasan aktifitas kehilangan control Reaksi
yang muncul :
 Menolak perawatan / tindakan yang dilakukan
 Tidak kooperatif dengan petugas
Perasaan sakit akibat perlukaan menimbulkan respon :

 bertanya-tanya
 menarik diri
 menolak kehadiran orang lain
BAB III
TINJAUAN KASUS
3.1. Pengkajian
 Identitas Pasien
Nama : An.R
Umur : 4 tahun
Jenis kelamin : Laki laki
Alamat :
3.2. Diagnosa medis : Difteri
 Identitas penanggung jawab
Nama : Ny .M
Umur : 45 tahun
Alamat:
Pekerjaan : IRT
Hubungan dengan klien: Ibu kandung
3.3. Riwayat kesehatan
1. Keluhan utama
Ibu klien mengatakan anakanya mengeluh sesak napas sejak sehari yang lalu.
2. Riwayat penyakit sekarang
Klien datang ke RS dengan sesak napas yang terjadi sejak sehari yang lalu disertai
dengan demam yang tidak terlalu tinggi sudah 2 hari, rewel, dan tidak mau makan.
3. Riwayat penyakit dahulu
An. R pernah dirawat di RS 2 tahun yang lalu dengan demam berdarah. Klien tidak
mempunyai penyakit keturunan.

3.4. Pemeriksaan Fisik


1. Keadaan umum : Klien terlihat lemah
2. Tingkat kesadaran : Compos mentis
3. Tanda – tanda vital : Nadi =90, kali/menit, Suhu = 38,4 OC, dan RR = 28
kali/menit
4. Kepala : Rambut bersih, kulit kepala bersih
5. Mata : Konjungtiva merah muda, sklera putih, mata sembab
6. Hidung: Lubang hidung kotor, tidak ada polip
7. Mulut : Membran mukosa lembab, mulut kotor, lidah putih, terdapat membran
putih pada langit – langit di dekat faring.
8. Leher : Tidak terdapat pembesaran tiroid.
9. Telinga : Bersih
10. Kulit : Turgor kulit kembali dalam 2 detik
11. Paru – paru : Hasil inspeksi dada simetris, palpasi vocal fremitus tidak terkaji,
perkusi sonor, auskultasi bunyi vesikuler dan tidak terdapat bunyi otot bantu
pernapasan.
12. Jantung :Hasil inspeksi ictus cordis tidak terlihat, palpasi ictus cordis teraba,
perkusi pekak, auskultasi bunyi S1 dan S2 reguler dan tidak terdapat bunyi
tambahan.
13. Abdomen : Hail inspeksi perut datar dan tidak ada benjolan, auskultasi bising
usus 12 kali/menit, perkusi timpani, dan dipalpasi tidak ada massa
14. Ekstremitas : Tangan dan kaki bisa digerakkan, tidak terdapat edema pada
ekstremitas, tangan kiri terpasang infuse.

3.5. Pola aktifitas sehari hari


1. Pola persepsi terhadap kesehatan : Ibu klien mengatakan setiap anaknya
sakit selalu diperiksakan oleh keluarganya
2. Pola aktivitas dan latihan : sebelum sakit aktivitas anak seperti mandi, makan,
toileting sebagian di bantu orang tua. Anak aktif dalam bermain dengan
temannya. Dan saat sakit aktivitas anak dibantu oleh keluarga dengan skala
ketergantungan 2.
3. Pola istirahat dan tidur : sebelum sakit: anak selalu tidur nyenyak malam hari
± 9 – 10 jam, anak terbiasa tidur siang. Dan saat dirawat di RS anak tidak
bisa tidur dan selalu terbangun karena sesak nafas.
4. Pola nutrisi : Ibu klien mengatakan BB sebelum sakit adalah 17kg setelah
anak sakit BB klien turun kg menjadi 15 kg. Turgor kulit kembali dalam 2
detik, mukosa bibir lembab, anak tampak lemas. Diit selama di RS anak
mendapatkan nasi, tetapi anak hanya makan 3 potong biscuit.
5. Pola eliminasi : Ibu klien mengatakan sebelum sakit anak BAK 4 – 5 kali/hari,
warna kuning jernih kemudian BAB 1 kali/hari konsistensi lembek dan
berwarna kuning kehijauan. Sedangkan saat klien sakit BAK 1 kali/hari dan
belum BAB sama sekali.
6. Pola konsep diri: Ibu klien mengatakan sebelum sakit anak ceria dan sering
bermain dengan temannya namun saat anak sakit anak rewel.
7. Pola kognitif dan perceptual : tidak ada gangguan dalam pembicararaan,
penglihatan, pendengaran dan status mental.
8. Pola peran dan hubungan : anak selalu mendapat dukungan dari keluarga.
9. Pola koping dan toleransi stress : ketika anak kesakitan selalu menangis.
10. Pola seksualitas : anak berjenis kelamin laki – laki.
11. Pola nilai dan kepercayaan : anak beragam islam.
3.6 Analisa Data

No Data Penyebab Masalah


1 Ds : Ibu klien
mengatakan Gangguan Ketidakefektifan pola
anaknya neuromuscular. napas
mengeluh sesak
napas sejak satu
hari yang lalu.
DO : Tampak
lemah, RR = 28
kali/menit, S =
38,4 OC, N = 90
kali/ menit.
3.7. Rencana Asuhan Keperawatan

No Diagnosa keperawatan Tujuan Intervensi


1 Setelah melakukan Rencana keperawatan
ketidakefektifan pola napas Tindakan 1x24 jam untuk mengatasi
berhubungan dengan gangguan masalah dapat teratasi masalah keperawatan
neuromuscular. dengan kriteria: ketidakefektifan pola
Penafasan Kembali napas pada An. R
normal 24 x/m adalah
1. Monitor pola napas
yang meliputi irama
pernapasan,
penggunaan otot-otot
bantu napas, suara
napas, dan frekuensi
napas.
2. Auskultasi suara
nafas, catat adanya
suara nafas tambahan
3. Atur posisi tidur pasien
4. Berikan terapi oksigen

3.8 Implementasi dan Evaluasi Keperawatan

No Implementasi Evaluasi
1 1. Memonitor pola napas klien yang S = Ibu klien mengatakan anak masih
meliputi irama pernapasan, sesak napas.
penggunaan otot-otot bantu napas,
suara napas, dan frekuensi napas O = Anak masih terpasang O2 , RR : 26
kemudian mengauskultasi suara kali/menit, posisi anak semifowler,
paru klien untuk mengetahui ada auskultasi napas tidak terdapat bunyi
tidaknya obstruksi jalan napas. napas tambahan, anak terlihat tidak rewel
Irama napas klien regular, napas
cepat dan dalam, tidak ada suara A = Masalah keperawatan ketidakefektifan
bantu otot pernapasan, RR=28 pola napas belum teratasi
kali/menit, dan tidak ada suara
napas tambahan. Untuk mengurangi P = Lanjutkan intervensi 1,2,3,4
sesak napas pada klien, diberikan 1. Monitor pola napas yang meliputi irama
terapi O2 dengan nassal canul 3 pernapasan, penggunaan otot-otot
liter/ menit, ibu klien mengatakan bantu napas, suara napas, dan
anaknya mengeluh sesak napas. frekuensi napas.
2. Dilakukan tindakan keperawatan 2. Auskultasi suara nafas, catat adanya
pengaturan posisi semi fowler pada suara nafas tambahan
klien untuk meningkatkan pengisian 3. Atur posisi tidur pasien
pada segmen paru sehingga 4. Berikan terapi oksigen
ventilasi maksimal. An. R bersedia
dilakukan pengaturan posisi, klien
tampak lebih tenang.
3. Mempertahankan posisi tidur pasien.
Klien terbaring diatas tempat tidur
dengan posisi semifowler dan klien
tampak nyaman. Mempertahankan
pemberian terapi O2 dengan nassal
canul 3 liter/ menit, ibu klien
mengatakan anaknya masih
mengeluh sesak napas.
4. Kolaborasi pemberian terapi O2
dengan nassal canul 3 liter/ menit
pada klien, ibu klien mengatakan
sesak napas pada anaknya sedikit
berkurang, RR = 27 kali/menit.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dari beberapa penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa Difteri adalah suatu infeksi
akut yang disebabkan oleh bakteri penghasil toksik (racun) Corynebacterium diphteriae.

4.2 Saran
1. Bagi Mahasiswa/i
Diharapkan makalah ini dapat menambah pengetahuan mahasiswa dalam memberikan
pelayanan keperawatan dan dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
2. Bagi petugas Kesehatan
Diharapkan dengan makalah ini dapat meningkatkan pelayanan kesehatan khususnya
dalam bidang keperawatan sehingga dapat memaksimalkan kita untuk memberikan health
education untuk mencegah infeksi
DAFTAR PUSTAKA

tephen S. tetanus edited by.Behrman, dkk. Dalam Ilmu Kesehatan Anak


Nelson Hal.1004-07. Edisi 15-Jakarta : EGC, 2000
Merdjani, A., dkk. 2003. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis.Badan Penerbit IDAI,
Jakarta.
Dr. Rusepno Hasan, dkk. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jilid II. Hal 568-72.. Cetakan kesebelas Jakarta: 2005
Stephen S. tetanus edited by.Behrman, dkk. Dalam Ilmu Kesehatan Anak Nelson Hal.1004-
07. Edisi 15-Jakarta : EGC, 2000
Merdjani, A., dkk. 2003. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis.Badan Penerbit IDAI, Jakarta.
Dr. Rusepno Hasan, dkk. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jilid II. Hal 568-72.. Cetakan kesebelas Jakarta: 2005

Anda mungkin juga menyukai