Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH ILMU DASAR KEPERAWATAN II

TETANUS

Oleh :

Kelompok 3

Arizon Alfath (193310775)


Athala Rania Insyra (193310777)
Feny Peronika (193310782)
M. Rizki Setyawan (193310787)
Netasya Anggraini (193310789)
Ratu Fedila Yonita (193310794)
Sarah Sabhira (193310798)
Viranti Vadila (193310802)
Zilfa Azima Putri (193310807)

Dosen Pembimbing : Ns. Hj. Defia Roza, S. Kep., M. Kep

PRODI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN


POLTEKKES KEMENKES RI PADANG
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan anugrah dari-Nya kami dapat
menyelesaikan makalah ini. Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada
junjungan besar kita, Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukkan kepada kita semua jalan
yang lurus berupa ajaran agama islam yang sempurna dan menjadi anugrah terbesar bagi seluruh
alam semesta.

Penulis sangat bersyukur karena dapat menyelesaikan makalah yang menjadi tugas ilmu
dasar keperawatan. Disamping itu, kami mengucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak
yang telah membantu kamu selama pembuatan makalan ini berlangsung sehingga dapat
terealisasikanlah makalah ini.

Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca. Kami mengharapkan kritik dan saran terhadap makalah ini agar kedepannya dapat
kami perbaiki. Karena kami sadar, makalah yang kami buat ini masih banyak terdapat
kekurangannya.

Padang, 14 April 2020

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................................2
DAFTAR ISI...............................................................................................................................................3
BAB I..........................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.......................................................................................................................................4
1. Latar Belakang..............................................................................................................................4
2. Rumusan Masalah.........................................................................................................................5
3. Tujuan............................................................................................................................................5
BAB II.........................................................................................................................................................6
PEMBAHASAN.........................................................................................................................................6
1. Pengertian Tetanus........................................................................................................................6
2. Etiologi Tetanus.............................................................................................................................6
3. Epidemiologi Tetanus....................................................................................................................7
4. Patofisiologi Tetanus.....................................................................................................................7
5. Penyebab Tetanus..........................................................................................................................8
6. Gejala Tetanus...............................................................................................................................9
7. Stadium Tetanus..........................................................................................................................12
8. Penularan Tetanus di dalam Tubuh...........................................................................................13
9. Pencegahan Tetanus....................................................................................................................14
10. Pengobatan Penyakit Tetanus.................................................................................................15
11. Penatalaksanaan Penyakit Tetanus........................................................................................16
12. Penatalaksanaan Medis...........................................................................................................18
13. Komplikasi Tetanus.................................................................................................................19
BAB III......................................................................................................................................................21
PENUTUP.................................................................................................................................................21
1. Kesimpulan..................................................................................................................................21
2. Saran.............................................................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................22
BAB I

PENDAHULUAN
1. Latar Belakang

Penyakit tetanus merupakan salah satu infeksi yan berbahaya karena


mempengaruhi sistim urat syaraf dan otot. Bagaimana gejala dan apa penyebabnya?
Gejala tetanus umumnya diawali dengan kejang otot rahang (dikenal juga dengan trismus
atau kejang mulut) bersamaan dengan timbulnya pembengkakan, rasa sakit dan kaku di
otot leher, bahu atau punggung. Kejang-kejang secara cepat merambat ke otot perut,
lengan atas dan paha.
Neonatal tetanus umumnya terjadi pada bayi yang baru lahir. Neonatal tetanus
menyerang bayi yang baru lahir karena dilahirkan di tempat yang tidak bersih dan steril,
terutama jika tali pusar terinfeksi. Neonatal tetanus dapat menyebabkan kematian pada
bayi dan banyak terjadi di negara berkembang. Sedangkan di negara-negara maju,
dimana kebersihan dan teknik melahirkan yang sudah maju tingkat kematian akibat
infeksi tetanus dapat ditekan. Selain itu antibodi dari ibu kepada jabang bayinya yang
berada di dalam kandungan juga dapat mencegah infeksi tersebut.
Apa yang menyebabkan infeksi tetanus? Infeksi tetanus disebabkan oleh bakteri
yang disebut dengan Clostridium tetani yang memproduksi toksin yang disebut dengan
tetanospasmin. Tetanospasmin menempel pada urat syaraf di sekitar area luka dan dibawa
ke sistem syaraf otak serta saraf tulang belakang, sehingga terjadi gangguan pada
aktivitas normal urat syaraf. Terutama pada syaraf yang mengirim pesan ke otot. Infeksi
tetanus terjadi karena luka. Entah karena terpotong, terbakar, aborsi , narkoba (misalnya
memakai silet untuk memasukkan obat ke dalam kulit) maupun frosbite. Walaupun luka
kecil bukan berarti bakteri tetanus tidak dapat hidup di sana. Sering kali orang lalai,
padahal luka sekecil apapun dapat menjadi tempat berkembang biaknya bakteria tetanus.
Periode inkubasi tetanus terjadi dalam waktu 3-14 hari dengan gejala yang mulai
timbul di hari ketujuh. Dalam neonatal tetanus gejala mulai pada dua minggu pertama
kehidupan seorang bayi. Walaupun tetanus merupakan penyakit berbahaya, jika cepat
didiagnosa dan mendapat perawatan yang benar maka penderita dapat disembuhkan.
Penyembuhan umumnya terjadi selama 4-6 minggu. Tetanus dapat dicegah dengan
pemberian imunisasi sebagai bagian dari imunisasi DPT. Setelah lewat masa kanak-
kanak imunisasi dapat terus dilanjutkan walaupun telah dewasa. Dianjurkan setiap
interval 5 tahun : 25, 30, 35 dst. Untuk wanita hamil sebaiknya diimunisasi juga dan
melahirkan di tempat yang terjaga kebersihannya.

2. Rumusan Masalah
a. Apa pengertian tetanus?
b. Apa etiologi tetanus?
c. Apa epidemiologi tetanus?
d. Apa patofisiologi tetanus?
e. Apa penyebab tetanus?
f. Apa gejala tetanus?
g. Apa stadium tetanus?
h. Bagaimana penularan tetanus di dalam tubuh?
i. Bagaimana pencegahan tetanus?
j. Bagimana pengobatan penyakit tetanus?
k. Bagaimana penatalaksanaan penyakit tetanus?
l. Bagaimana penatalaksanaan medik tetanus?
m. Apa komplikasi penyakit tetanus?

3. Tujuan
a. Untuk mengetahui pengertian tetanus
b. Untuk mengetahui etiologi tetanus
c. Untuk mengetahui epidemiologi tetanus
d. Untuk Mengetahui patofisiologi tetanus
e. Untuk mengetahui penyebab tetanus
f. Untuk mengetahui gejala tetanus
g. Untuk Mengetahui stadium tetanus
h. Untuk Mengetahui penularan tetanus di dalam tubuh
i. Untuk mengetahui pencegahan tetanus
j. Untuk mengetahui pengobatan penyakit tetanus
k. Untuk mengetahui penatalaksanaan penyakit tetanus
l. Untuk mengetahui penatalaksanaan medik tetanus
m. Untuk mengetahui komplikasi penyakit tetanus
BAB II

PEMBAHASAN
1. Pengertian Tetanus

Tetanus adalah suatu toksemia akut yang disebabkan oleh neurotoksin yang
dihasilkan oleh Clostridium tetani ditandai dengan spasme otot yang periodic dan berat.
Tetanus ini biasanya akut dan menimbulkan paralitik spastic yang disebabkan
tetanospasmin tetani. Tetanus disebut juga dengan “seven day disease” (Ritarwan, 2004)
Tetanus (lockjaw) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh racun yang
dihasilkan oleh bakteri Clostridium tetani. Disebut juga lockjaw karena terjadi kejang
pada otot rahang. Tetanus banyak ditemukan di negara-negara berkembang.
Tetanus atau Lockjaw merupakan penyakit akut yang menyerang susunan saraf
pusat yang disebabkan oleh racun tetanospasmin yang dihasilkan oleh Clostridium
Tetani. Penyakit ini timbul jika kuman tetanus masuk ke dalam tubuh melalui luka,
gigitan serangga, infeksi gigi, infeksi telinga, bekas suntikan dan pemotongan tali pusat.
Dalam tubuh kuman ini akan berkembang biak dan menghasilkan eksotoksin antara lain
tetanospasmin yang secara umum menyebabkan kekakuan, spasme dari otot bergaris.
Di negara sedang berkembang seperti Indonesia, insiden dan angka kematian dari
penyakit tetanus masih cukup tinggi. Oleh karena itu tetanus masih merupakan masalah
kesehatan. Akhir–akhir ini dengan adanya penyebarluasan program imunisasi di seluruh
dunia, maka angka kesakitan dan angka kematian telah menurun secara drastis.

2. Etiologi Tetanus

C . tetani adalah balteri gram positif anaerob yang ditemukan di tanah dan kotoran
binatang. Bakteri iniberbentuk batang dan membentuk spora, memberikan gambaran
klasik seperti stik drum, meski tidak selalu terlihat. Spora ini bisa tahan beberapa bulan
bahkan beberapa tahun. C. tetani merupakan bakteri yang motil karena memiliki flagella ,
dimana menurut antigen flagellanya, dibagi menjadi 11 strain dan memproduksi
neurotoksin yang sama. Spora yang diproduksi oleh bakteri ini tahan terhadap banyak
agen desinfektan baik agen fisik maupun kimia. Spora C. tetani dapatbertahan dari air
mendidih selama beberapa menit (meski hancur dengan autoclave pada suhu 1210 selama
15- 20 menit . JIka penyakit ini menginfeksi luka seseorang atau bersamaan dengan
benda lain, bakteri ini akan memasuki tubuh penderita tersebut, lalu mengeluarkan toksin
yang bernama tetanospasmin.
Spora atau bakteri masuk ke dalam tubuh melalui luka terbuka.ketika menempati
tembat yang cocok (anaerob) bakteri akan berkembang dan melepaskan toksin tetanus.
Dengan konsentrasi sangat rendah, toksin ini dapat mengakibatkan penyakit tetanus
(dosis letal minimum adalah 2,5 ng/kg)

3. Epidemiologi Tetanus

Pada Negara berkembang, penyakit tetanus masih merupakan masalah kesehatan


public yang sangat besar. Dilaporkan terdapat 1 juta kasus pertahun di seluruh dunia,
dengan angka kejadian 18/100.000 penduduk per tahun serta angka kematian 300.000 –
500.000 per tahun. Moralitas dari penyakit tetanus melebihi 50% di Negara berkembang,
dengann penyebab kematian terbanayk karena mengalami kegagalan pernafasan akut.
Angka mortalitas menurun karena perbaikann sarana intensif, membuktikan bahwa
penelitian- penelitian yang dilakukan oleh ahli sangat berguna dalam efektifitas
penaganan penyakit tetanus.Penyebab kematian pasien tetanus terbanyak adalah masalah
semakin buruknya sisten kardiovaskular paska tetanus 40%, pneumonia 15%, dan
kegagalan pennafasan akut 45%.

4. Patofisiologi Tetanus

Tetanus disebabkan oleh bakteri gram positif, Cloastridium Tetani. Bakteri ini
berspora dan dijumpai pada tinja binatang terutama kuda, juga bisa pada manusia dan
tanah yang terkontaminasi dengan tinja binatang tersebut. Spora ini bisa tahan beberapa
bulan bahkan beberapa tahun, jika ia menginfeksi luka seseorang atau bersamaan dengan
benda daging atau bakteri lain, ia akan memasuki tubuh penderita tersebut, lalu
mengeluarkan toksin yang bernama tetanospasmin (Novie, 2012).
Bentuk spora dalam suasana anaerob dapat berubah menjadi kuman vegetatif
yang menghasilkan eksotoksin. Eksotoksin yang dihasilkan akan mencapai pada sistem
saraf pusat dengan melewati akson neuron atau sistem vaskuler. Kuman ini menjadi
terikat pada satu saraf atau jaringan saraf dan tidak dapat lagi dinetralkan oleh antitoksin
spesifik. Namun toksin yang bebas dalam peredaran darah sangat mudah dinetralkan oleh
antititoksin. Toksin yang menjalar intrakasonal sampai ganglin/simpul saraf dan
menyebabkan hilangnya keseimbangan tonus otot sehingga terjadi kekakuan otot baik
lokal maupun menyeluruh
Pada negara belum berkembang, tetanus sering dijumpai pada neonatus, bakteri
masuk melalui tali pusat sewaktu persalinan yang tidak baik, tetanus ini dikenal dengan
nama tetanus neonatorum. Apabila penyakit berlanjut maka akan terjadi pula spasme otot
pada daerah mulut (trismus atau lockjaw). Yang akan diikuti dengan kekakuan dan
spasma pada seluruh otot di bagiam tubuh yang lain (Kiking, 2004).

5. Penyebab Tetanus

Sejarah tetanus diawali karena penyebab tetanus oleh neurotoksin yang kuat, yaitu
tetanospasmin yang dihasilkan sebagai protein protoplasmik oleh bentuk vegetatif C.
Pembentukan toksin ini dikendalikan oleh plasmid. Tetanospasmin dapat terikat secara
kuat pada gangliosida neural, dan tempat masuk yang terpenting adalah ke susunan saraf
yaitu myoneural junction pada neuron motorik alfa. Toksin ini akan masuk dan menjalar
ke dalam neuron dan tidak dapat lagi dinetralkan. Tetanospasmin dibawa melalui transpor
aksonal retograd ke neuroaksis dan mulailah toksin tersebut akan bermigrasi secara
transinaptik ke neuron lainnya, akibat dari hal tersebut sel penghambat presinaptik pada
neuroaksis mencegah pelepasan transmiter. Karena tidak ada hambatan tersebut, maka
neuron motorik yang lebih bawah akan meningkatkan tonus otot sehingga timbul
kekakuan otot. Hal ini dapat memungkinkan timbulnya spasme otot agonis secara
simultan yang merupakan ciri khas terjadinya tetanus. Tetospasmin dapat pula
memudahkan kontraksi otot spontan pada tetanus yang berat tanpa potensial aksi pada
saraf eren (Ritarwan K, 2004)
Tetanus merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh tetanospasmin, yaitu
sejenis neurotoksin atau racun yang diproduksi oleh Clostridium tetani. Mycrobacterium
ini berbentuk spora dan biasanya masuk ke dalam luka yang terbuka, berkembangbiak
secara anaerobik, dan akan membentuk toksin. Kuman tetanus ini membentuk spora yang
berbentuk lonjong dengan ujung yang butat, khas seperti batang korek api (drum stick).
Sifat spora ini tahan dalam air mendidih selama 4 jam, obat antiseptik tetapi mati dalam
autoclaf bila dipanaskan selama 15–20 menit pada suhu 121°C. Bila tidak kena cahaya,
maka spora dapat hidup di tanah berbulan–bulan bahkan sampai tahunan. Juga dapat
merupakanflora usus normal dari kuda, sapi, babi, domba, anjing, kucing, tikus, ayam
dan manusia. Spora akan berubah menjadi bentuk vegetatif dalam anaerob dan kemudian
berkembang biak. Kuman tetanus tidak invasif. tetapi kuman ini memproduksi 2 macam
eksotoksin yaitu tetanospasmin dan tetanolisin. Tetanospasmis merupakan protein dengan
berat molekul 150.000 Dalton, larut dalam air labil pada panas dan cahaya, rusak dengan
enzim proteolitik. tetapi stabil dalam bentuk murni dan kering. Tetanospasmin disebut
juga neurotoksin karena toksin ini melalui beberapa jalan dapat mencapai susunan saraf
pusat dan menimbulkan gejala berupa kekakuan (rigiditas), spasme otot dan kejang–
kejang. Tetanolisin menyebabkan lisis dari sel–sel darah merah (SPS Sumarmo dkk,
2008).

6. Gejala Tetanus

Masa inkubasi tetanus umumnya 3 – 21 hari, tetapi bisa lebih pendek (1 hari atau
hingga beberapa bulan). Hal ini secara langsug disebabkan karena jarak dari tempat
masuknya kuman C. Tetani seperti dari tempat luka ke susunan saraf pusat. Secara
umum, semakin besar jarak antara tempat luka dengan susunan saraf pusat maka masa
inkubasi akan semakin lama. Sebaliknya, semakin pendek masa inkubasi, makan akan
semakin tinggi kemungkinan terjadinya kematian (SPS Sumarmo dkk, 2008).
Karakteristik Tetanus secara umum antara lain:
a. Kejang bertambah berat selama 3 hari pertama, dan menetap selama 5 -7 hari.
b. Setelah 10 hari kejang mulai berkurang frekuensinya
c. Setelah 2 minggu kejang mulai hilang.
d. Biasanya didahului dengan ketegangaan otot terutama pada rahang dari leher.
Kemudian timbul kesukaran membuka mulut (trismus, lockjaw) karena
spasmeOtot masetter.
e. Kejang otot berlanjut ke kaku kuduk (opistotonus , nuchal rigidity)
f. Risus sardonicus karena spasme otot muka dengan gambaran alis tertarik
keatas, sudut mulut tertarik keluar dan ke bawah, bibir tertekan kuat .
g. Gambaran Umum yang khas berupa badan kaku dengan opistotonus, tungkai
denga
h. Eksistensi, lengan kaku dengan mengepal, biasanya kesadaran tetap baik.
i. Karena kontraksi otot yang sangat kuat, dapat terjadi asfiksia dan sianosis,
retensi urin, bahkan dapat terjadi fraktur collumna vertebralis (pada anak)

Ada empat bentuk tetanus secara klinis, yaitu:

1. Generalized tetanus (Tetanus umum)


Tetanus ini paling umum ditemukan. Derajat luka bervariasi, mulai dari
luka yang tidak disadari hingga luka trauma yang terkontaminasi. Masa inkubasi
sekitar 7-21 hari tergantung jarak luka dengan susunan saraf pusat. Penyakit ini
memilki pola desendens, dengan tanda pertama berupa trismus yang diikuti
dengan kekauan leher, kesulitan menelan, dan spasme pada otot abdomen. Gejala
utama berupa trismus yang terjadi sekitar 75% kasus, dan seringkali ditemukan
oleh dokter gigi dan dokter bedah mulut. Gambaran klinis lainnya meliputi
iritabilitas, gelisah, hiperhidrosis dan disfagia dengan hidrofobia, hipersalivasi
dan spasme otot punggung. Spasme dapat terjadi berulang kali dan berlangsung
hingga beberapa menit. Spasme dapat terjadi hingga 3-4 minggu.

2. Localized tetanus (Tetanus lokal)


Tetanus lokal pada ektrmitas dengan luka yang terkontaminasi serta
memiliki derajat yang bervariasi. Bentuk ini merupakan tetanus yang tidak umum
dan memiliki prognosis yang baik. Spasme dapat terjadi hingga beberapa minggu
sebelum akhirnya menghilang secara bertahap. Tetanus lokal dapat mendahului
derajat tetanus umum tetapi dengan derajat yang lebih ringan yaitu sekita 1%
dalam menyebabkan kematian.

3. Cephalic tetanus (Tetanus sefalik)


Tetanus sefalik umumnya terjadi setelah trauma kepala atau terjadi setelah
infeksi telinga tengah. Gejalanya terdiri dari disfungsi saraf kranialis motorik
(seringkali pada saraf fasialis). Gejala lain dapat berupa gejala pada tetanus lokal
hingga tetanus umum. Bentuk tetanus ini memliki masa inkubasi 1 – 2 hari dan
prognosis biasanya buruk.

4. Tetanus neonatorum
Bentuk tetanus ini terjadi pada neonatus, dan pada negara yang belum
berkembang telah menyumbang sekitar setengah kematian neonatus. Penyebab
yang sering adalah akibat dari penggunaan alat – alat yang terkontaminasi untuk
memotong tali pusat ibu yang belum diimunisasi. Masa inkubasi sekita 3 – 10
hari. Gejala pada neonatus ini biasanya gelisah, rewel, sulit minum ASI, mulut
mecucu, dan spasme berat. Angka mortalitas dapat melebihi 70% (SPS Sumarmo
dkk, 2008).
Tanda dan gejala yang timbul ketika terjadi tetanus :

1. Masa inkubasi tetanus berkisar antara 2-21 hari


2. Ketegangan otot rahang dan leher (mendadak)
3. Kesukaran membuka mulut (trismus)
4. Kaku kuduk (epistotonus), kaku dinding perut dan tulang belakang
5. Saat kejang tonik tampak risus sardonikus

Gambaran Umum yang Khas pada Tetanus :


1). Badan kaku dengan epistotonus
2). Tungkai dalam ekstensi
3). Lengan kaku dan tangan mengepal
4). Biasanya keasadaran tetap baik
5). Serangan timbul proksimal dan dapat dicetuskan oleh karena :
a. Rangsang suara, rangsang cahaya, rangsang sentuhan, spontan.
b. Karena kontriksi sangat kuat dapat terjadi aspiksia, sianosis, retensi urine,
fraktur vertebralis (pada anak-anak), demam ringan dengan stadium akhir. Pada
saat kejang suhu dapat naik 2-4 derajat celsius dari normal, diaphoresis, takikardia
dan sulit menelan.

7. Stadium Tetanus

Berdasarkan gejala klinisnya maka stadium klinis tetanus dibagi menjadi stadium
klinis pada anak dan stadium klinis pada orang dewasa.
 Stadium klinis pada anak. Terdiri dari :
Stadium 1, dengan gejala klinis berupa trisnus (3 cm) belum ada kejang
rangsang, dan belum ada kejang spontan.
Stadium 2, dengan gejala klinis berupa trismus (3 cm), kejang rangsang,
dan belum ada kejang spontan.
Stadium 3, dengan gejala klinis berupa trismus (1 cm), kejang rangsang,
dan kejang spontan.

 Stadium klinis pada orang dewasa. Terdiri dari :

Stadium 1 : trisnus
Stadium 2 : opisthotonus
Stadium 3 : kejang rangsang
Stadium 4 : kejang spontan

8. Penularan Tetanus di dalam Tubuh

Tetanus disebabkan oleh bakteri gram positif yaitu Clostridium tetani dan bakteri
ini berspora. Spora ini bisa tahan beberapa bulan bahkan beberapa tahun, jika ia
menginfeksi luka seseorang atau bersamaan dengan benda daging atau bakteri lain, ia
akan memasuki tubuh pendertita tersebut lalu mengeluarkan toksin yang bernama
tetanospasmin(Adams, et al. 1997). Clostridium tetani masuk ke dalam tubuh manusia
melalui luka, misalnya luka tusuk, luka robek, luka tembak, luka bakar, luka gigit, luka
suntikan, infeksi telinga, rahim sesudah persalinan atau keguguran, pemotongan tali pusat
yang tidak steril (penyebab utama Tetanus neonatarum). (Cahyono, dkk, 2010).

Tetanospasmin adalah toksin yang menyebabkan spasme, bekerja pada beberapa


level dari susunan syaraf pusat, dengan cara :
a. Toksin menghalangi neuromuscular transmission dengan cara menghambat
pelepasan acethyl-choline dari terminal nerve di otot.
b. Karakteristik spasme dari tetanus (seperti strichmine) terjadi karena toksin
mengganggu fungsi dari reflex synaptic di spinal cord.
c. Kejang pada tetanus, mungkin disebabkan pengikatan dari toksin oleh
cerebral genglioside.
d. Beberapa penderita mengalami gangguan dari Autonomic Nervous System
(NS) dengan gejala : berkeringat, hipertensi yang fluktuasi, periodisiti
takikhardia, aritmia jantung, peninggian cathecholamine dalam urin Kerja dari
tetanospasmin analog strychnine, di mana ia mengintervensi fungsi dari arcus
reflex yaitu dengan cara menekan neuron spinal dan menginhibisi terhadap
batang otak.

Terdapat dua hipotesis tentang cara bekerjanya toksin, yaitu :

1. Toksin diabsorbsi pada ujung syaraf motorik dari melalui sumbu silindrik dibawa
ke kormu anterior susunan syaraf pusat.
2. Toksin diabsorbsi oleh susunan limfatik, masuk ke dalam sirkulasi darah arteri
kemudian masuk ke dalam susunan syaraf pusat.

9. Pencegahan Tetanus

Seorang penderita yang terkena tetanus tidak imun terhadap serangan ulangan
artinya dia mempunyai kesempatan yang sama untuk mendapat tetanus bila terjadi luka
sama seperti orang lainnya yang tidak pernah di imunisasi. Tidak terbentuknya kekebalan
pada penderita setelah ianya sembuh dikarenakan toksin yang masuk kedalam tubuh tidak
sanggup untuk merangsang pembentukkan antitoksin ( kaena tetanospamin sangat poten
dan toksisitasnya bisa sangat cepat, walaupun dalam konsentrasi yang minimal, yang
mana hal ini tidak dalam konsentrasi yang adekuat untuk merangsang pembentukan
kekebalan).
Ada beberapa kejadian dimana dijumpai natural imunitas. Hal ini diketahui sejak C.
tetani dapat diisolasi dari tinja manusia. Mungkin organisme yang berada didalam lumen
usus melepaskan imunogenic quantity dari toksin. Ini diketahui dari toksin dijumpai anti
toksin pada serum seseorang dalam riwayatnya belum pernah di imunisasi, dan
dijumpai/adanya peninggian titer antibodi dalam serum yang karakteristik merupakan
reaksi secondary imune response pada beberapa orang yang diberikan imunisasi dengan
tetanus toksoid untuk pertama kali.
Dengan dijumpai natural imunitas ini, hal ini mungkin dapat menjelaskan mengapa
insiden tetanus tidak tinggi, seperti yang semestinya terjadi pada beberapa negara dimana
pemberian imunisasi tidak lengkap/ tidak terlaksana dengan baik.
Sampai pada saat ini pemberian imunisasi dengan tetanus toksoid merupakan satu-
satunya cara dalam pencegahan terjadinya tetanus. Pencegahan dengan pemberian
imunisasi telah dapat dimulai sejak anak berusia 2 bulan, dengan cara pemberian
imunisasi aktif ( DPT atau DT )

10. Pengobatan Penyakit Tetanus


A. Umum
Tujuan terapi ini berupa mengeliminasi kuman tetani, menetralisirkan peredaran
toksin, mencegah spasme otot dan memberikan bantuan pemafasan sampai pulih. Dan
tujuan tersebut dapat diperinci sbb :
1. Merawat dan membersihkan luka sebaik-baiknya, berupa: membersihkan luka,
irigasi luka, debridement luka (eksisi jaringan nekrotik),membuang benda asing
dalam luka serta kompres dengan H202 ,dalam hal ini penata laksanaan, terhadap
luka tersebut dilakukan 1 -2 jam setelah ATS dan pemberian Antibiotika.
2. Diet cukup kalori dan protein, bentuk makanan tergantung kemampuan membuka
mulut dan menelan. Hila ada trismus, makanan dapat diberikan personde atau
parenteral.
3. Isolasi untuk menghindari rangsang luar seperti suara dan tindakan terhadap
penderita
4. Oksigen, pernafasan buatan dan trachcostomi bila perlu.
5. Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit.

B. Obat- obatan
1. Antibiotika :
Diberikan parenteral Peniciline 1,2juta unit / hari selama 10 hari, IM.
Sedangkan tetanus pada anak dapat diberikan Peniciline dosis 50.000 Unit /
KgBB/ 12 jam secafa IM diberikan selama 7-10 hari. Bila sensitif terhadap
peniciline, obat dapat diganti dengan preparat lain seperti tetrasiklin dosis 30-40
mg/kgBB/ 24 jam, tetapi dosis tidak melebihi 2 gram dan diberikan dalam dosis
terbagi ( 4 dosis ). Bila tersedia Peniciline intravena, dapat digunakan dengan
dosis 200.000 unit /kgBB/ 24 jam, dibagi 6 dosis selama 10 hari. Antibiotika ini
hanya bertujuan membunuh bentuk vegetatif dari C.tetani, bukan untuk toksin
yang dihasilkannya. Bila dijumpai adanya komplikasi pemberian antibiotika
broad spektrum dapat dilakukan.
2. Antitoksin
Antitoksin dapat digunakan Human Tetanus Immunoglobulin ( TIG)
dengan dosis 3000-6000 U, satu kali pemberian saja, secara IM tidak boleh
diberikan secara intravena karena TIG mengandung "anti complementary
aggregates of globulin ", yang mana ini dapat mencetuskan reaksi allergi yang
serius. Bila TIG tidak ada, dianjurkan untuk menggunakan tetanus antitoksin,
yang berawal dari hewan, dengan dosis 40.000 U, dengan cara pemberiannya
adalah : 20.000 U dari antitoksin dimasukkan kedalam 200 cc cairan NaC1
fisiologis dan diberikan secara intravena, pemberian harus sudah diselesaikan
dalam waktu 30-45 menit. Setengah dosis yang tersisa (20.000 U) diberikan
secara IM pada daerah pada sebelah luar.

3. Tetanus Toksoid
Pemberian Tetanus Toksoid (TT) yang pertama,dilakukan bersamaan
dengan pemberian antitoksin tetapi pada sisi yang berbeda dengan alat suntik
yang berbeda. Pemberian dilakukan secara I.M. Pemberian TT harus dilanjutkan
sampai imunisasi dasar terhadap tetanus selesai.

11. Penatalaksanaan Penyakit Tetanus


Ada tiga sasaran penatalaksanaan tetanus, yakni:
(1) membuang sumber tetanospasmin;
(2) menetralisasi toksin yang tidak terikat;
(3) perawatan penunjang (suportif) sampai tetanospasmin yang berikatan dengan jaringan
telah habis dimetabolisme.

1. Membuang Sumber Tetanospasmin


Luka harus dibersihkan secara menyeluruh dan didebridement untuk mengurangi
muatan bakteri dan mencegah pelepasan toksin lebih lanjut. Antibiotika diberikan
Tetanus memiliki gambaran klinis dengan ciri khas trias rigiditas otot, spasme otot,
dan ketidakstabilan otonom. Gejala awalnya meliputi kekakuan otot, lebih dahulu
pada kelompok otot dengan jalur neuronal pendek, karena itu yang tampak pada lebih
dari 90% kasus saat masuk rumah sakit adalah trismus, kaku leher, dan nyeri
punggung. Keterlibatan otot-otot wajah dan faringeal menimbulkan ciri khas risus
sardonicus, sakit tenggorokan, dan disfagia. Peningkatan tonus otot-otot trunkal meng
akibatkan opistotonus. Kelompok otot yang berdekatan dengan tempat infeksi sering
terlibat, menghasilkan penampakan tidak simetris.
Spasme otot muncul spontan, juga dapat diprovokasi oleh stimulus fisik, visual,
auditori, atau emosional. Spasme otot menimbulkan nyeri dan dapat menyebabkan
ruptur tendon, dislokasi sendi serta patah tulang. Spasme laring dapat terjadi segera,
mengakibatkan obstruksi saluran nafas atas akut dan respira- tory arrest. Pernapasan
juga dapat terpengaruh akibat spasme yang melibatkan otot-otot dada; selama spasme
yang memanjang, dapat terjadi hipoventilasi berat dan apnea yang mengancam
nyawa.

2. Netralisasi toksin yang tidak terikat


Antitoksin harus diberikan untuk menetralkan toksin-toksin yang belum
berikatan. Setelah evaluasi awal, human tetanus immunoglobulin (HTIG) segera
diinjeksikan intramuskuler dengan dosis total 3.000-10.000 unit, dibagi tiga dosis
yang sama dan diinjeksikan di tiga tempat berbeda. Tidak ada konsensus dosis tepat
HTIG. Rekomendasi British National Formulary adalah 5.000- 10.000 unit intravena.
Untuk bayi, dosisnya adalah 500 IU intramuskular dosis tunggal.

3. Pengobatan suportif
Penatalaksanaan lebih lanjut terdiri dari terapi suportif sampai efek toksin yang
telah terikat habis. Semua pasien yang dicurigai tetanus sebaiknya ditangani di ICU
agar bisa diobservasi secara kontinu. Untuk meminimalkan risiko spasme paroksismal
yang dipresipitasi stimulus ekstrinsik, pasien sebaiknya dirawat di ruangan gelap dan
tenang.
12. Penatalaksanaan Medis
A. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan fisik : adanya luka dan ketegangan otot yang khas terutama pada
rahang.
2. Pemeriksaan darah (kalsium dan fosfat).
3. Diagnosa didasarkan pada riwayat perlukaan disertai keadaan klinis kekakuan
otot rahang.
4. Laboratorium ; leukositosis ringan, peninggian tekanan otak, deteksi kuman sulit
5. Pemeriksaan Ecg dapat terlihat gambaran aritmia ventrikuler

B. Penatalaksanaan Terapeutik
1. Di rawat dalam ruang yang intensif
2. Pemberian ATS (anti tetanus serum) 20.000 U secara IM di dahului oleh uji kulit
dan mata.
3. Anti kejang dan penenang (fenobarbital bila kejang hebat, diazepam, largaktil).
4. Antibiotik PP(penasilin 50.000 U/kgbb/hari)
5. Diit tinggi kalori dan protein.
6. Perawatan isolasi.
7. Pembarian oksigen, pemasangan NGT bila perlu intubasi dan trakeostomi bila
indikasi.
8. Pemberian terapi intravena bila indikasi.

C. Pembedahan
1. Problema pernafasan ; Trakeostomi (k/p) dipertahankan beberapa minggu;
intubasi trakeostomi atau laringostomi untuk bantuan nafas.
2. Debridemen atau amputasi pada lokasi infeksi yang tidak terdeteksi.

13. Komplikasi Tetanus


1) Patah tulang (fraktur)
Kejang otot berulang-ulang dan kejang-kejang yang disebabkan oleh infeksi
tetanus dapat menyebabkan patah tulang di tulang belakang, dan juga di tulang
lainnya. Patah tulang kadang-kadang dapat menyebabkan kondisi yang disebut
myositis circumscripta ossificans, yang mana tulang mulai terbentuk dalam jaringan
lunak, sering di sekitar sendi.
2) Aspirasi pneumonia
Jika Anda memiliki infeksi tetanus, rigiditas otot dapat membuat batuk dan
menelan sulit. Hal ini dapat menyebabkan pneumonia aspirasi untuk berkembang.
Aspirasi pneumonia terjadi sebagai akibat menghirup sekresi atau isi perut, yang
dapat menyebabkan infeksi saluran pernapasan bawah. Laryngospasm
adalah tempat laring (kotak suara) masuk ke dalam kejang, singkat sementara yang
biasanya berlangsung 30-60 detik. Laryngospasm mencegah oksigen dari mencapai
paru-paru Anda, membuat sulit bernapas. Setelah serangan laryngospasm, pita suara
Anda biasanya akan rileks dan kembali normal. Namun, dalam kasus yang sangat
parah, laryngospasm dapat mengakibatkan asfiksia (mati lemas). Tidak ada obat
untuk efektif mengobati laryngospasm, tetapi duduk dan mencoba untuk rileks
seluruh tubuh Anda dapat mempercepat pemulihan.
3) Pulmonary embolism
Suatu emboli paru adalah kondisi serius dan berpotensi mengancam nyawa. Hal
ini disebabkan oleh penyumbatan dalam pembuluh darah di paru-paru yang dapat
mempengaruhi pernapasan dan sirkulasi. Oleh karena itu, penting bahwa pengobatan
segera diberikan dalam bentuk obat anti-pembekuan dan, jika diperlukan, terapi
oksigen.
4) Gagal ginjal akut
Kejang otot parah yang berhubungan dengan infeksi tetanus dapat menyebabkan
kondisi yang dikenal sebagai rhabdomyolysis. Rhabdomyolysis adalah tempat otot
rangka dengan cepat hancur, sehingga mioglobin (protein otot) bocor ke dalam urin.
Hal ini dapat menyebabkan gagal ginjal akut.
BAB III

PENUTUP
1. Kesimpulan
Tetanus (lockjaw) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh racun yang
dihasilkan oleh bakteri Clostridium tetani.  Disebut juga lockjaw karena terjadi kejang
pada otot rahang.  Tetanus banyak ditemukan di negara-negara berkembang.
 Masa inkubasi tetanus umumnya antara 3–21 hari, namun dapat singkat hanya 1–
2 hari dan kadang–kadang lebih dari 1 bulan. Makin pendek masa inkubasi makin jelek
prognosanya. Terdapat hubungan antara jarak tempat invasi Clostridium Tetani dengan
susunan saraf pusat dan interval antara luka dan permulaan penyakit, dimana makin jauh
tempat invasi maka inkubasi makin panjang.
Secara klinis tetanus ada 3 macam :
1. Tetanus umum
2. Tetanus lokal
3. Tetanus cephalic.

Pengobatan Umum, Isolasi penderita untuk menghindari rangsangan. Ruangan


perawatan harus tenang. Dan Pengobatan Khusus: Anti Tetanus toksin dan
Antikonvulsan dan sedatif. Pencegahan dengan Perawatan luka, hnunisasi pasif, 
Imunisasi aktif

2. Saran
Saran dan kritik untuk perbaikan makalah ini sangat penulis harapkan dari semua
pihak khususnya rekan-rekan mahasiswa dan dosen mata kuliah ini. Hal tersebut
bertujuan untuk memberikan masukan untuk penulisan makalah-makalah berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA

Adams. R.D, et al. 1997. Tetanus : Principles of Neurology, McGraw-Hill, ed 1997.


1205 – 1207.

Cahyono, J.B. Suharyo, dkk. 2010. Vaksinasi : Cara Ampuh Cegah Penyakit

Infeksi. Yogyakarta : Kanisius

Hendarwanto. 2001. llmu Penyakit Dalam, jilid 1. Balai Penerbit FK UI: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai