Anda di halaman 1dari 18

TETANUS GENERALISATA

Untuk memenuhi salah satu tugas Keperawatan Kritis


Dosen pengampu :
Ida Rosidawati, M.Kep

Disusun oleh :
Gema Adha Febriyanto C2014201002
Abya Salma Sajida C2014201015
Safira Fitriyah Risyana C2014201019

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TASIKMALAYA
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan kemudahan bagi
kami sebagai penyusun untuk dapat menyelesaikan tugas ini tepat pada waktunya. Makalah
ini merupakan tugas dari mata kuliah Keperawatan. Kritis, yang mana dengan tugas ini kami
sebagai mahasiswa dapat mengetahui lebih jauh dari materi yang diberikan Dosen .Makalah
yang berjudul tentang “Tetanus Generalisata”. Mengenai penjelasan lebih lanjut kami
memaparkannya dalam bagian pembahasan makalah ini.
Dengan harapan makalah ini dapat bermanfaat, maka kami sebagai penulis mengucapakan
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah ini. Akhir
kata kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam
penyelesaian makalah ini. Saran dan kritik yang membangun dengan terbuka kami terima
untuk meningkatkan kualitas makalah ini.

Tasikmalaya 23 September 2023

Penyusun

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................................................2
DAFTAR ISI.............................................................................................................................................3
BAB I......................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.....................................................................................................................................4
A. Latar Belakang..........................................................................................................................4
B. Rumusan masalah......................................................................................................................5
C. Tujuan........................................................................................................................................5
BAB II.....................................................................................................................................................5
PEMBAHASAN.......................................................................................................................................5
A. Definisi.......................................................................................................................................5
B. Etiologi.......................................................................................................................................6
C. Patofisiologi...............................................................................................................................6
D. Farmakologi...............................................................................................................................7
E. Manifestasi Klinis.......................................................................................................................7
F. Pemeriksaan Penunjang............................................................................................................7
G. Penatalaksanaan........................................................................................................................8
H. Komplikasi.................................................................................................................................8
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS......................................................................................................10
A. Pengkajian...............................................................................................................................10
B. Pemeriksaan Fisik....................................................................................................................10
C. Diagnosis Keperawatan...........................................................................................................11
D. Intervensi Keperawatan...........................................................................................................11
E. Implementasi Keperawatan.....................................................................................................13
F. Evaluasi Keperawatan..............................................................................................................14
G. PICOT JURNAL..........................................................................................................................16
BAB III..................................................................................................................................................18
PENUTUP.............................................................................................................................................18
A. Kesimpulan..............................................................................................................................18
B. Saran........................................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................19

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tetanus adalah penyakit dengan tanda utama kekakuan otot (spasme) tanpa disertai
gangguan kesadaran. Gejala ini bukan disebabkan oleh kuman clostridium tetani, tetapi
akibat toksin (tetanospasmin) yang dihasilkan kuman.Tetanus adalah penyakit infeksi
yang ditandai oleh kekakuan dan kejang otot, tanpa disertai gangguan kesadaran, sebagai
akibat dari toksin kuman closteridium tetani. Penyakit ini tersebar di seluruh dunia,
terutama pada daerah resiko tinggi dengan cakupan imunisasi DPT yang rendah.
Reservoir utama kuman ini adalah tanah yang mengandung kotoran ternak sehingga
resiko penyakit ini di daerah peternakan sangat tinggi. Spora kuman Clostridium tetani
yang tahan kering dapat bertebaran di mana-mana. Kuman C. tetani tersebar luas ditanah,
terutama tanah garapan, dan dijumpai pula pada tinja manusia dan hewan. Perawatan
luka yang kurang baik di samping penggunaan jarum suntik yang tidak steril (misalnya
pada pecandu narkotik).merupakan beberapa faktor yang sering dijumpai sebagai
pencetus tirribulnya tetanus. Tetanus dapat menyerang semua golongan umur, mulai dari
bayi (tetanus neonatorum), dewasa muda (biasanya pecandu narkotik) sampai orang-
orang tua. Dari Program Nasional Surveillance Tetanus di Amerika serikat diketahui rata-
rata usia pasien tetanus dewasa berkisar antara 50-57 tahun
B. Rumusan masalah
1. Bagaimana definisi tetanus ?
2. Bagaimana etiologi tetanus ?
3. Bagaimana patofisiologi tetanus ?
4. Bagaimana manifestasi klinis tetanus ?
5. Bagaimana pemeriksaan penunjang tetanus ?
6. Bagaimana penatalaksanaan tetanus ?
7. Bagaimana asuhan keperawatan tetanus ?
C. Tujuan
1. Menjelaskan definisi tetanus ?
2. Menjelaskan etiologi tetanus ?
3. Menjelaskan patofisiologi tetanus ?
4. Menjelaskan manifestasi klinis tetanus ?
5. Menjelaskan pemeriksaan penunjang tetanus ?
6. Menjelaskan penatalaksanaan tetanus ?
7. Menjelaskan asuhan keperawatan tetanus ?

4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Tetanus adalah suatu toksemia akut yang disebabkan oleh neurotoksin yang
dihasilkan oleh C. tetaniditandai dengan kekakuan otot dan spasme yang periodik dan
berat.Tetanus dapat didefinisikan sebagai keadaan hipertonia akut atau kontraksi otot
yang mengakibatkan nyeri (biasanya pada rahang bawah dan leher) dan spasme otot
menyeluruh tanpa penyebab lain, serta terdapat riwayat luka ataupun kecelakaan
sebelumnya (Rahmanto, 2017).

B. Etiologi
C. tetani adalah bakteri Gram positif anaerob yang ditemukan di tanah dan
kotoran binatang. Bakteri ini berbentuk batang dan memproduksi spora, memberikan
gambaran klasik seperti stik drum, meski tidak selalu terlihat. Spora ini bisa tahan
beberapa bulan bahkan beberapa tahun. C. tetanimerupakan bakteri yang motil karena
memiliki flagella, dimana menurut antigen flagellanya, dibagi menjadi 11 strain dan
memproduksi neurotoksin yang sama. Spora yang diproduksi oleh bakteri ini tahan
terhadap banyak agen desinfektan baik agen fisik maupun agen kimia. Spora C.
tetanidapat bertahan dari air mendidih selama beberapa menit (meski hancur dengan
autoclavepada suhu 121°C selama 15-20 menit). Jika bakteri ini menginfeksi luka
seseorang atau bersamaan dengan benda lain, bakteri ini akan memasuki tubuh
penderita tersebut, lalu mengeluarkan toksin yang bernama tetanospasmin
Spora atau bakteri masuk ke dalam tubuh melalui luka terbuka. Ketika
menempati tempat yang cocok (anaerob) bakteri akan berkembang dan melepaskan
toksin tetanus. Dengan konsentrasi sangat rendah, toksin ini dapat mengakibatkan
penyakit tetanus (dosis letal minimum adalah 2,5 ng/kg)
C. Patofisiologi
Clostridium tetani dalam bentuk spora masuk ke tubuh melalui luka yang
terkontaminasi dengan debu, tanah, tinja binatang, pupuk. Cara masuknya spora ini
melalui luka yang terkontaminasi antara lain luka tusuk oleh besi, luka bakar, luka
lecet, otitis media, infeksi gigi, ulkus kulit yang kronis, abortus, tali pusat, kadang–
kadang luka tersebut hampir tak terlihat. Bila keadaan menguntungkan di mana
tempat luka tersebut menjadi hipaerob sampai anaerob disertai terdapatnya jaringan
nekrotis, leukosit yang mati, benda–benda asing maka spora berubah menjadi
vegetatif yang kemudian berkembang. Kuman ini tidak invasive, bila dinding sel
kuman lisis maka dilepaskan eksotoksin, yaitu tetanospasmin dan tetanolisin.
Tetanolisin, tidak berhubungan dengan pathogenesis penyakit.
Tetanospasmin, atau secara umum disebut toksin tetanus, adalah neurotoksin
yang mengakibatkan manifestasi dari penyakit tersebut.Tetanospasmin masuk ke
susunan saraf pusat melalui otot dimana terdapat suasana anaerobik yang

5
memungkinkan Clostridium tetaniuntuk hidup dan memproduksi toksin. Lalu setelah
masuk ke susunan saraf perifer, toksin akan ditransportasikan secara
retrogrademenuju saraf presinaptik, dimana toksin tersebut bekerja.Toksin tersebut
akan menghambat pelepasan neurotransmitter inhibisi dan secara efektif menghambat
inhibisi sinyal interneuron. Tetapi khususnya toksin tersebut menghambat
pengeluaran GammaAmino Butyric Acid (GABA) yang spesifik menginhibisi neuron
motorik. Hal tersebut akan mengakibatkan aktivitas tidak teregulasi dari sistem saraf
motorik.
Tetanospamin juga mempengaruhi sistem saraf simpatis pada kasus yang
berat, sehingga terjadi overaktivitas simpatis berupa hipertensi yang labil, takikardi,
keringat yang berlebihan dan meningkatnya ekskresi katekolamin dalam urin. Hal ini
dapat menyebabkan komplikasi kardiovaskuler. Tetanospamin yang terikat pada
jaringan saraf sudah tidak dapat dinetralisir lagi oleh antitoksin tetanus.
D. Farmakologi
Farmakologi tetanus toxoid (TT) atau vaksin tetanus adalah memasukkan
eksotoksin Clostridium tetani yang tidak aktif dengan tujuan memancing respon tubuh
terhadap antigen toxoid yang sudah diinaktivasi. Toksin ini kemudian akan
mengaktifkan sel B dan T-helper 2 yang selanjutnya akan membentuk imunoglobulin
terhadap toxoid. Untuk mencapai respon imun yang optimal, dibutuhkan pemberian
dalam beberapa dosis
E. Manifestasi Klinis
Tetanus generalisata biasanya terjadi mendadak dengan ketegangan otot yang
makin bertambah diawali pada rahang dan leher kemudian meluas keseluruh tubuh.
Dalam waktu 48 jam penyakit ini menjadi nyata dengan gejala umum :
1 Trismus (kesukaran membuka mulut) karena spasme otot-otot mastikatoris
2 Kaku kuduk sampai epistotonus karena ketegangan otot-otot erector trunki
3 Ketegangan otot dinding perut
4 Kejang tonik terutama bila dirangsang karena toksin terdapat di kornu anterior
5 Risus sardonikus karena spasme otot muka (alias tertarik ke atas), sudut mulut
tertarik ke luar dan ke bawah, bibir tertekan kuat pada gigi
6 Kesukaran menelan, gelisah, mudah terangsang, nyeri anggota badan (sering
merupakan gejala dini)
7 Spasme yang khas, yaitu badan kaku dengan epistotonus, ekstremitas inferior dala
keadaan ekstensi, lengan kaku dan tangan mengepal kuat. Keadaan tetap sadar,
spasme mula-mula intermitten diselingi periode relaksasi, kemudian tidak jelas
lagi dan serangan tersebut disertai rasa nyeri. Kadang-kadang terjadi perdarahan
intramuscular karena kontraksi yang kuat
8 Asfiksia dan sianosis terjadi akibat serangan pada otot pernapasan dan laring.
Retensi urine dapat terjadi karena spasme otot uretral. Fraktur kolumna vertebralis
dapat pula terjadi karena kontraksi otot yang sangat kuat.
9 Panas biasanya tidak tinggi dan terdapat pada stadium akhir.
10 Biasanya terdapat leukositosis ringan dan kadang-kadang peninggian tekanan
cairan otak.

6
F. Pemeriksaan Penunjang
1 Pemeriksaan Kultur Darah
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui adanya bakteri gram positif C. tetani 2.
Pemeriksaan Darah Lengkap
a Glukosa darah: hipoglikemia merupakan predisposisi kejang.
b BUN: peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi nepro
toksik akibat dari pemberian obat.
c Elektrolit (K, Na): ketidakseimbangan elektroit merupakan predisposisi kejang
kalium (normal 3,80-5,00 meq/dl).
2 Skull Ray Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi. 3. EEG
Teknik untuk menekan aktifitas listrik otak melalui tengkorak yang utuh untuk
mengetahui focus aktifitas kejang, hasil biasanya normal.

G. Penatalaksanaan
a. Umum
Pasien sebaiknya ditempatkan di ruang perawatan yang sunyi dan
dihindarkan dari stimulasi taktil ataupun auditorik.
b. Imunoterapi
Antitoksin diberikan untuk menginaktivasi toksin tetanus bebas,
sedangkan toksin yang sudah berada di saraf terminal tidak dapat ditangani
dengan antitoksin. Oleh karena itu, gejala otot dapat tetap berkembang karena
toksin tetanus berjalan melalui akson dan trans-sinaps serta memecah VAMP.
Selain itu, dapat ditambahkan vaksin tetanus toksoid (TT) 0,5 ml. IM. Pasien
yang tidak memiliki riwayat vaksinasi sebaiknya mendapat dosis kedua 1-2
bulan setelah dosis pertama dan dosis ketiga 6-12 bulan setelahnya.
c. Antibiotik
Beberapa antibiotik pilihan di antaranya metronidazol 500 mg setiap 6
jam intravena atau per oral, penisilin G 100.000-200.000 IU/kgBB/hari
intravena dibagi 2-4 dosis. Pasien alergi golongan penisilin, dapat diberi
tetrasiklin, makrolid, klindamisin, sefalosporin, atau kloramfenikol.
d. Kontrol Spasme
Otot Golongan benzodiazepin menjadi pilihan utama. Diazepam
intravena dengan dosis mulai dari 5 mg atau lorazepam dengan dosis mulai
dari 2 mg dapat dititrasi hingga tercapai kontrol spasme tanpa sedasi dan
hipoventilasi berlebihan. Magnesium sulfat dapat digunakan tunggal atau
kombinasi dengan benzodiazepin untuk mengontrol spasme dan disfungsi
otonom dengan dosis loading 5 mg intravena diikuti 2-3 gram/jam hingga
tercapai kontrol spasme
e. Kontrol Disfungsi Otonom
Dapat menggunakan magnesium sulfat atau morfin.
f. Kontrol Saluran Napas
Obat yang digunakan untuk mengontrol spasme dan memberikan efek
sedasi dapat menyebabkan depresi saluran napas. Ventilasi mekanik diberikan
sesegera mungkin. Trakeostomi lebih dipilih dibandingkan intubasi endotrakeal yang
dapat memprovokasi spasme dan memperburuk napas.
g. Cairan dan Nutrisi yang Adekuat

7
H. Komplikasi
Komplikasi yang berbahaya dari tetanus adalah hambatan pada jalan napas
sehingga pada tetanus yang berat , terkadang memerlukan bantuan ventilator.Sekitar
kurang lebih 78% kematian tetanus disebabkan karena komplikasinya. Kejang yang
berlangsung terus menerus dapat mengakibatkan fraktur dari tulang spinal dan tulang
panjang, serta rabdomiolisis yang sering diikuti oleh gagal ginjal akut Infeksi
nosokomial umum sering terjadi karena rawat inap yang berkepanjangan. Infeksi
sekunder termasuk sepsis dari kateter, pneumonia yang didapat di rumah sakit, dan
ulkus dekubitus. Emboli paru sangat bermasalah pada pengguna narkoba dan pasien
usia lanjut. Aspirasi pneumonia merupakan komplikasi akhir yang umum dari tetanus,
ditemukan pada 50% -70% dari kasus diotopsi
Salah satu komplikasi yang sulit ditangani adalah gangguan otonom karena
pelepasan katekolamin yang tidak terkontrol. Gangguan otonom ini meliputi
hipertensi dan takikardi yang kadang berubah menjadi hipotensi dan
bradikardi.Walaupun demikian, pemberian magnesium sulfat saat gejala tersebut
sangat bisa diandalkan.Magnesium sulfat dapat mengontrol gejala spasme otot dan
disfungsi otonom

8
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

A. Pengkajian
a Identitas
Nama, Umur, Jenis kelamin, Alamat, Pendidikan, Pekerjaan, Tanggal MRS,
Nomer Rekam medis.
b Keluhan Utama
Klien mengeluh mengalami kekauan pada daerah rahang dan leher. Semakin
lama meluas ke seluruh tubuh.
c Riwayat Penyakit Sekarang
Pada umumnya terdapat luka sebagai pintu masuk bakteri C. Tetani yang
terkontaminasi dengan debu, tanah, tinja binatang, pupuk antara lain luka
tusuk oleh besi, luka bakar, luka lecet, otitis media, infeksi gigi.
d Riwayat Penyakit Dahulu
Tanyakan pada klien apakah mempunyai penyakit penyerta seperti diabetes mellitus,
hipertensi, keganasan, atau penyakit infeksi.
e Riwayat Penyakit Keluarga
Tanyakan pada keluarga apakah pernah mempunyai penyakit tetanus
sebelumnya atau penyakit kronis seperti diabetes mellitus dan hipertensi.
B. Pemeriksaan Fisik
1) B1 (Breathing)
Inspeksi: apakah klien batuk, produksi sputum, sesak nafas,penggunaan otot bantu
nafas dan peningkatan frekuensi pernafasan.
Palpasi : taktil premitus seimbang kanan dan kiri Auskultasi : bunyi nafas
tambahan seperti ronchi karena peningkatan produksi secret.
2) B2 (Blood)
Pengkajian pada system kardiovaskuler didapatkan syok hipovolemik. Tekanan
darah normal, peningkatan heart rate,adanya anemis karena hancurnya eritrosit.
3) B3 (Brain)
a) Tingkat kesadaran
Composmentis, pada keadaan lanjut mengalami penurunan menjadi
letargi, stupor dan semikomatosa.
b) Fungsi serebri
Mengalami perubahan pada gaya bicara, ekspresi wajah dan aktivitas motorik.
c) Pemeriksaan saraf cranial
1. Saraf I : tidak ada kelainan, fungsi penciuman normal.
2. Saraf II : ketajaman penglihatan normal
3. Saraf III, IV, dan VI : dengan alasan yang tidak diketahui, klien
mengalami fotofobia atau sensitive berlebih pada cahaya.
4. Saraf V : reflek masester meningkat. Mulut mecucu seperti mulut ikan
(gejala khas tetanus)
5. Saraf VII : pengecapan normal, wajah simetris

9
6. Saraf VIII : tidak ditemukan tuli konduktif dan persepsi.
7. Saraf IX dan X : kemampuan menelan kurang baik, kesukaran membuka
mulut (trismus)
8. Saraf XI : didapatkan kaku kuduk. Ketegangan Otot rahang dan leher
(mendadak)
9. Saraf XII : lidah simetris, indra pengecap normal
a) System motorik
Kekuatan otot menurun, kontrol keseimbangan dan koordinasi mengalami
perubahan.
b) Pemeriksaan reflex
Refleks dalam, pengetukan pada tendon, ligamentum,atau periosteum derajat
reflex pada respon normal.
c) Gerakan involunter
Tidak ditemukan tremor, Tic, dan distonia. Namun dalam keadaan tertentu
terjadi kejang umum, yang berhubungan sekunder akibat area fokal kortikal
yang peka.
4) B4 (Bladder)
Penurunan volume haluaran urine berhubungan dengan penurunan perfusi dan
penurunan curah jantung ke ginjal.
5) B5 (Bowel)
Mual muntah karena peningkatan asam lambung, nutrisi kurang karena
anoreksia dan adanya kejang (kaku dinding perut / perut papan). Sulit BAB karena
spasme otot.
6) B6 (Bone)
Gangguan mobilitas dan aktivitas sehari-hari karena adanya kejang umum.
C. Diagnosis Keperawatan
1) Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif b.d hipersekresi jalan napas d.d Batuk tidak efektif
atau tidak mampu batuk (D. 0001)
2) Gangguan Mobilitas Fisik b.d gangguan neuromuscular d.d mengeluh sulit menggerakan
ekstremitas (D. 0054)
3) Resiko infeksi d.d timbulnya inflamasi ( D. 0142)

D. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1. Bersihan Jalan Setelah dilakukan intervensi Manajemen Jalan Napas (I.
Napas Tidak keperawatan selama 3x24 01011)
Efektif b.d jam, diharapkan bersihan a. Observasi
hipersekresi jalan jalan nafas membaik dengan  Monitor pola napas
napas d.d Batuk kriteria hasil : (frekuensi,
tidak efektif atau 1. Batuk efektif meningkat kedalaman, usaha
tidak mampu batuk 2. Produksi sputum napas)
(D. 0001) menurun  Monitor bunyi napas
3. Sulit bicara membaik tambahan (gurgling,
4. Gelisah membaik wheezing)
5. Pola napas membaik 16-  Monitor sputus
20x/menit (jumlah, warna,
aroma)
b. Terapeutik

10
 Pertahankan
kepatenan jalan napas
dengan Head-tilt dan
Chin-lift
 Berikan posisi semi
fowler
 Berikan minuman
hangat
 Lakukan fisioteri dada
 Berikan oksigen, jika
perlu
c. Edukasi
 Anjurkan tingkatkan
asupan cairan
2000ml/hari, jika
tidak ada
kontraindikasi
 Ajarkan teknik batuk
efektif
d. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
bronkodilator,
ekspektoran,
mukolitik
2. Gangguan Setelah dilakukan intervensi Dukungan Mobilisasi
Mobilitas Fisik b.d keperawatan selama 3x24 (I.05173)
gangguan jam, diharapkan mobiltas 1. Observasi
neuromuscular d.d fisik menignkat, dengan  Identifikasi adanya
mengeluh sulit kriteria hasil : nyeri atau
menggerakan 1. Pergerakan ekstremitas keluhan fisik lainnya
ekstremitas (D. meningkat  Identifikasi toleransi
0054) 2. Kekuatan otot meningkat fisik melakukan
3. Rentang gerak (ROM) pergerakan
meningkat  Monitor kondisi
umum sebelum
melakukan mobilisasi
2. Terapeutik
 Fasilitasi aktivitas
mobilisasi dengan alat
bantu (pagar tempat
tidur)
 Fasilitasi melakukan
pergerakan
 Libatkan keluarga
untuk membantu
pasien dalam
meningkatkan
pergerakan
3. Edukasi
 Jelaskan tujuan
dilakukan mobilisasi
 Anjurkan melakukan
mobilisasi dini

11
 Ajarkan mobilisasi
sederhana seperti
duduk ditempat tidur,
duduk di sisi tempat
tidur, pindah dari
tempat tidur ke kursi.
3. Resiko infeksi d.d Setelah dilakukan intervensi Pencegahan Infeksi (I. 14934)
timbulnya inflamasi keperawatan selama 3x24 a. Observasi
( D. 0142) jam, diharapkan tingkat  Monitor suhu tubuh
infeksi menurun, dengan  Monitor tanda dan
kriteria hasil : gejala infeksi local
1. Tidak ada demam (<37,5 atau sistemik
derajat celcius) b. Terapeutik
2. Tidak ada kemerahan  Cuci tangan sebelum
3. Nyeri menurun dan sesudah tindakan
4. Nafsu makan meningkat ke klien
 Pertahankan teknik
aseptic dalam
perawatan luka
c. Edukasi
 Anjurkan
meningkatkan asupan
nutrisi
 Ajarkan cuci tangan
secara benar
 Jelaskan tanda dan
gejala infeksi
d. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
antibiotik

E. Implementasi Keperawatan
No Diagnosa Implementasi
1. Bersihan Jalan Observasi
Nafas Tidak Efektif  Memonitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha
napas)
 Memonitor bunyi napas tambahan (gurgling,
wheezing)
 Memonitor sputus (jumlah, warna, aroma)
Terapeutik
 Mempertahankan kepatenan jalan napas dengan Head-
tilt dan Chin-lift
 Memberikan posisi semi fowler
 Memberikan minuman hangat
 Melakukan fisioteri dada
 Memberikan oksigen, jika perlu
Edukasi
 Menganjurkan tingkatkan asupan cairan 2000ml/hari,
jika tidak ada kontraindikasi
 Mengajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
 Berkolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran,

12
mukolitik
2. Gangguan Observasi
Mobilitas Fisik b.d  Mengidentifikasi adanya nyeri atau
gangguan keluhan fisik lainnya
neuromuscular d.d  Mengidentifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
mengeluh sulit  Memonitor kondisi umum sebelum melakukan
menggerakan mobilisasi
ekstremitas (D. Terapeutik
0054)  Memfasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu
(pagar tempat tidur)
 Memfasilitasi melakukan pergerakan
 Melibatkan keluarga untuk membantu pasien dalam
meningkatkan pergerakan
Edukasi
 Menjelaskan tujuan dilakukan mobilisasi
 Menganjurkan melakukan mobilisasi dini
 Mengajarkan mobilisasi sederhana seperti duduk
ditempat tidur, duduk di sisi tempat tidur, pindah dari
tempat tidur ke kursi.
3. Resiko infeksi d.d Observasi
timbulnya inflamasi  Memonitor suhu tubuh
( D. 0142)  Memonitor tanda dan gejala infeksi local atau sistemik
Terapeutik
 Mencuci tangan sebelum dan sesudah tindakan ke
klien
 Mempertahankan teknik aseptic dalam perawatan luka
Edukasi
 Menganjurkan meningkatkan asupan nutrisi
 Mengajarkan cuci tangan secara benar
 Menjelaskan tanda dan gejala infeksi
Kolaborasi
 Berkolaborasi pemberian antibiotik

F. Evaluasi Keperawatan
No Diagnosa Evaluasi
1. Bersihan Jalan S : -
Nafas Tidak Efektif O :
1) Batuk efektif meningkat
2) Sputum menurun
3) Sulit bicara membaik
4) Gelisah membaik
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan Intervensi
2. Gangguan S:-
Mobilitas Fisik b.d O :
gangguan 1) Pasien tampak bisa mengangkat ekstremitas bawah
neuromuscular d.d 2) Kekuatan otot pasien membaik
mengeluh sulit 3) Pasien mau melakukan ROM
menggerakan A : Masalah teratasi sebagian
ekstremitas (D. P : Lanjutkan Intervensi
0054)

13
3. Resiko infeksi d.d S : -
timbulnya inflamasi O :
( D. 0142) 1) Adanya luka jahitan pada telapak kaki kiri,
luka masih kotor.
2) Kondisi sekitar luka bengkak,
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan Intervensi

14
G. PICOT JURNAL

1. Laporan Kasus
Diagnosis dan Tata Laksana Tetanus Generalisata

P : Seorang laki laki berusia 29 tahun datang ke Instalasi Gawat Darurat RSUD Arifin
Ahcmad Provinsi Riau dengan keluhan utama badan terasa tegang dan kaku sejak 2 minggu
sebelum masuk rumah sakit. Pasien memiliki riwayat terkena benda tajam 8 hari sebelum
keluhan muncul yaitu pada terkena parang pada daerah lutut kanan saat bekerja di kebun,
kemudian lukanya dijahit oleh mantri dikampungnya. Pasien dibawa oleh keluarga ke RS
Kabupaten, dirawat selama 3 hari, kemudian dirujuk ke RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau.

I : Tata laksana yang diberikan sebagai berikut: oksigen 3-4 liter/menit, pasang NGT, diet
makanan cair tinggi kalori, pasang kateter, IVFD Aminofluid: D5%: RL per 8jam, injeksi
ATS 1500 IU subkutan, drip diazepam 30 mg/24 jam dititrasi bertahap sampai keluhan kaku
berkurang, dosis mencapai 120 mg/ hari. Metronidazole 4x500 mg intravena, tetagam loading
dose 3000 IU intra muskular, omeperazole 2x40 mg iv, ceftriaxone 2x1 gr iv, dan
ondansetron 3x8 mg iv.

C : tidak ada perbandingan

O : Pasien dirawat di ICU selama 10 hari, kemudian pindah keruangan rawatan biasa selama
3 hari, setelah itu pasien pulang dalam kondisi membaik, tidak ada kaku dan sudah bisa
berjalan sendiri.

T:-

2. TETANUS GENERALISATA DENGAN JARINGAN NEKROTIK DIGITI III PEDIS


SINISTRA: SEBUAH LAPORAN KASUS

P : Pasien perempuan, 66 tahun, suku Bali, datang ke UGD RSUP Sanglah dengan keluhan
kaku pada mulut sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit, kaku diikuti tidak bisa menelan,
minum air bisa sedikit-sedikit, makanan bubur dan nasi tidak bisa, tidak ada mual dan
muntah. Pasien juga mengeluh perut dan punggung yang kaku. Pasien dengan riwayat luka
pada jari ketiga kaki kiri karena tersandung batu sejak 8 hari sebelum masuk rumah sakit.
Pasien tidak berobat sehingga luka di kakinya busuk dan berbau, dua hari setelah luka di
kakinya busuk pasien mulai merasa panas badan dan pusing. Pasien mengaku sebelumnya
tidak pernah mengalami keluhan seperti ini, riwayat penyakit sistemik disangkal.

I : Telah dilakukan debridement untuk perawatan luka dan pemasangan nasogastric tube.
Diberikan terapi Human tetanus imunoglobulin(Tetagam) 3.000 IU secara intramuskular.
Pemberian antibiotik ceftriaxone 2x1 gram intravena, metronidazole 3x500 mg intravena,
diazepam 20 mg dalam D5% ( 20 tetes per menit), dan diet cair 6x200 cc setiap 24 jam.

C : tidak ada perbandingan

O : Selama perawatan kondisi pasien membaik.

T:-

15
3. TETANUS GENERALISATA, DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN: LAPORAN
KASUS

P : Seorang laki laki berusia 58 tahun datang ke Instalasi gawat Darurat RSUD Kabupaten
Karanganyar dengan keluhan utama leher terasa kaku dan mulut tidak dapat membuka.
Keluhan dirasakan sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Keluhan disertai dengan adanya
kekakuan pada perut sebelah kanan dan kiri yang dirasakan hingga ke punggung. Pasien
memiliki riwayat terkena gergaji sekitar empat bulan yang lalu dan sebulan setelahnya pasien
terkena paku pada kakinya saat bekerja, pasien membersihkan luka tersebut menggunakan
minyak tanah. Tiga bulan setelah kejadian tersebut pasien mulai mengeluhkan susah untuk
menelan dan akhirnya timbul kekakuan yang menyebabkan mulutnya susah untuk membuka.
Sebelum dibawa ke IGD, pasien sudah dirawat inap di puskesmas daerah dan tidak adanya
perbaikan kondisi sehingga akhirnya dibawa ke RSUD Kabupaten Karanganyar.

I : Terapi pada pasien ini meliputi Infus ringer laktat 20 tpm, drip Diazepam 60mg tiap ganti
infus, Infus Metronidazol 3x500 mg, injeksi IM human tetanus imonoglobulin 3000IU single
dose, injeksi ceftriaxone 2x1gr, Injeksi Ondansetron 2x4mg, Injeksi Ketorolac 3x30mg.
Pasien dirawat di ruang isolasi.

C : tidak ada perbandingan

O : Selama perawatan pasien tidak mengalami kejang dan menunjukkan tanda-tanda vital
yang tidak stabil.

T:-

16
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tetanus adalah penyakit dengan tanda utama kekakuan otot (spasme) tanpa disertai
gangguan kesadaran. Gejala ini bukan disebabkan oleh kumanclostridium tetani,
tetapi akibat toksin (tetanospasmin) yang dihasilkan kuman.Tetanus adalah penyakit
infeksi yang ditandai oleh kekakuan dan kejang otot, tanpa disertai gangguan
kesadaran, sebagai akibat dari toksin kuman closteridium tetani.
Tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan toksin kuman Clostridium tetani,
bermanifestasi sebagai kejang otot paroksismal, diikuti kekakuan otot seluruh badan.
Kekakuan tonus otot ini selalu tampak pada otot masseter dan otot-otot rangka.

B. Saran
Kami menyadari akan kekurangan dalam makalah ini, maka pembaca dapat menggali
kembali sumber-sumber lainnya, untuk menyempurnakannya. Jadi kami harapkan
kritik yang membangun dari anda sekalian, untuk kami lebih bisa baik dan sempurna
lagi dalam pembuatan makalah ini selanjutnya. Semoga makalah ini bisa bermanfaat
bagi para pembacanya.

17
DAFTAR PUSTAKA

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta. PPNI Tim Pokja
SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta. PPNI Tim Pokja SLKI DPP
PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta. PPNI
Rahmanto, Danawan and Farhanah, Nur (2017) Faktor-Faktor Risiko Yang Berpengaruh Pada
Kematian Pasien Tetanus Di Rsup Dr. Kariadi Semarang. Undergraduate thesis, Faculty of Medicine.

18

Anda mungkin juga menyukai