Anda di halaman 1dari 27

TETANUS

Dosen Pengampu : Indah Susanti, S.Kep., Ns.,M,Kep

Disusun oleh :

Debora Betty Dwi : 220102022


Wardhani
Destia Kurniawati : 220102026
Imas Shufah : 220102045
Ina Nur Apriliani : 220102046
Jenar Ayu Salshabila : 220102049
Muhammad Fatih Farhani : 220102062
Nova Safitri : 220102070
Pangesti Wahyu : 220102073
Selma Subekti : 220102081
Sitta Nurlaeli Ramadhani : 220102082
Syarif Febrian Islamudin : 220102086
Yunita Dwi Susanti : 220102094

PRODI D3 KEPERAWATAN

FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS HARAPAN BANGSA

TAHUN AJARAN 2023/2024

KATA PENGANTAR

i
Puji syukur kita panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan
rahmat, taufik dan hidayahnya sehingga kita dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini.
Shalawat serta salam semoga tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, sahabat
dan pengikut – pengikutnya hingga akhir zaman.

Penyusunan makalah agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang “Tetanus”.


Tujuan penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan
Medikal Bedah II yang diampu oleh Ibu Indah Susanti, S.Kep., Ns.,M,Kep. Kami menyadari
bahwa makalah ini masih belum sepenuhnya sempurna. Maka dari itu sami terbuka terhadap
kritik dan saran yang bisa membangun kemampuan kami, agar pada tugas berikutnya bisa
menulis makalah dengan lebih baik lagi. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kami dan para
pembaca.

Purwokerto, 11 Oktober
2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

JUDUL HALAMAN.............................................................................i

KATA PENGANTAR...........................................................................ii

DAFTAR ISI..........................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah .............................................................1


B. Rumusan Masalah.......................................................................2
C. Tujuan .........................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

1. Penyakit Tetanus ........................................................................3


2. Etiologi........................................................................................4
3. Gejala .........................................................................................5
4. Faktor Resiko..............................................................................6
5. Komplikasi..................................................................................7
6. Patofisiologi ...............................................................................7
7. Klasifikasi....................................................................................8
8. Pemeriksaan Penunjang...............................................................9
9. Penatalaksanaan..........................................................................10
10. Asuhan Keperawatan ..................................................................10
11. Pemeriksaan Fisik.......................................................................11
12. Diagnosis Keperawatan ..............................................................12
13. Intervensi Keperawatan...............................................................13
14. Implementasi ..............................................................................18
15. Evaluasi.......................................................................................19

BAB II PENUTUP

A. Kesimpulan..................................................................................21
B. Saran ..........................................................................................22

iii
DAFTAR PUSTAKA............................................................................23

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Tetanus adalah penyakit infeksi sporadik yang melibatkan sistem saraf
disebabkan oleh eksotoksin, tetanospasmin yang diproduksi oleh Clostridium tetani.
Karakteristik penyakit ini adalah peningkatan tonus dan spasme otot pada individu
yang tidak memiliki kekebalan tubuh terhadap tetanus (NM dan Priambodo, 2015).
Pola klinis tetanus dapat dalam bentuk tetanus generalisata dan atau tetanus neonatal,
tetanus lokal, dan tetanus sefalik, dimana tetanus lokal dan tetanus sefalik mungkin
berkembang menjadi tetanus generalisata. Kejadian tetanus dapat menimbulkan
masalah kesehatan yang serius dalam bentuk berbagai komplikasi, seperti
Laryngospasm (pengencangan pita suara yang tidak terkendali), fraktur (patah
tulang), emboli paru (penyumbatan arteri utama paru-paru atau salah satu cabangnya
oleh gumpalan darah yang telah berpindah dari tempat lain di tubuh melalui aliran
darah), pneumonia aspirasi (infeksi paru-paru yang berkembang ketika hal-hal seperti
air liur atau muntahan secara tidak sengaja masuk ke paru-paru). Kesulitan bernafas
Tetanus dapat menyebabkan kematian (1 sampai 2 dari 10 kasus berakibat fatal)
(CDC, 2022)
Penyakit tetanus masih sering ditemui di seluruh dunia dan merupakan
penyakit endemik di 90 negara berkembang. Bentuk yang paling sering pada anak
adalah tetanus neonatorum yang menyebabkan kematian sekitar 500.000 bayi tiap
tahun karena para ibu tidak diimunisasi. Sedangkan tetanus pada anak yang lebih
besar berhubungan dengan luka, sering karena luka tusuk akibat objek yang kotor
walaupun ada juga kasus tanpa riwayat trauma tetapi sangat jarang, terutama pada
tetanus dengan masa inkubasi yang lama. SporaClostridium tetani dapat ditemukan
dalam tanah dan pada lingkungan yang hangat, terutama di daerah rural dan penyakit
ini menjadi masalah kesehatan masyarakat yang utama di Negara berkembang.
Angka kejadian dan kematian karena tetanus di Indonesia masih tinggi.
Indonesia meru pakan negara ke-5 diantara 10 negara berkembang yang angka
kematian tetanus neonatorumnya tinggi.

iv
B. RUMUSA MASALAH
1. Apa Pengertian penyakit Tetanus?
2. Apa Etiologi dari penyakit tetanus?
3. Apa saja Gejala penyakit tetanus?
4. Apa faktor resiko dari penyakit tetanus
5. Komplikasi penyakit tetanus
6. Bagaimana Patofisiologi pada penyakit tetanus?
7. Klasifikasi penyakit tetanus
8. Bagaimana Pemeriksaan Penunjang penyakit tetanus?
9. Penatalaksanaan pada penyakit tetanus
10. Asuhan Keperawatan
11. Apa saja Pemeriksaan Fisik pada penyakit tetanua
12. Apa saja Diagnosis Keperawatan yang muncul pada penyakit tetanus?
13. Implementasi Keperawatan
14. Evaluasi Keperawatan

C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui Pengertian dari penyakit Tetanus
2. Untuk mengetahui Etiologi penyakit tetanus
3. Untuk mengetahui Gejala penyakit tetanus
4. Untuk mengetahui faktor resiko penyakit tetanus
5. Untuk mengetahui Komplikasi penyakit tetanus
6. Untuk mengetahui Patofisiologi penyakit tetanus
7. Untuk mengetahui Klasifikasi penyakit tetanus
8. Untuk mengetahui Pemeriksaan Penunjang penyakit tetanus
9. Untuk mengetahui Penatalaksanaan penyakit tetanus
10. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan
11. Untuk mengetahui Pemeriksaan Fisik penyakit tetanus
12. Untuk mengetahui Diagnosis Keperawatan penyakit tetanus
13. Untuk mengetahui Implementasi keperawatan
14. Untuk mengetahui Evaluasi keperawatan

v
BAB II
PEMBAHASAN

1. PENGERTIAN
Tetanus adalah penyakit infeksi yang ditandai oleh kekakuan dan
kejang otot, tanpa disertai gangguan kesadaran, sebagai akibat dari toksin
kuman closteridium tetani .Penyakit ini mengenai sistem saraf yang
disebabkan oleh tetanospasmin yaitu neurotoksin yang dihasilkan
oleh Clostridium tetani.
Clostridium tetani merupakan organisme obligat anaerob, batang gram
positif, bergerak, ukurannya kurang lebih 0,4 x 6 μm. Mikroorganisme ini
menghasilkan spora pada salah satu ujungnya sehingga membentuk gambaran
tongkat penabuh drum atau raket tenis. Spora Clostridium tetani sangat tahan
terhadap desinfektan kimia, pemanasan dan pengeringan. Kuman ini terdapat
dimana-mana, dalam tanah, debu jalan dan pada kotoran hewan terutama
kuda. Spora tumbuh menjadi bentuk vegetatif dalam suasana anaerobik.
Bentuk vegetatif ini menghasilkan dua jenis toksin, yaitu tetanolisin dan
tetanospasmin. Tetanolisin belum diketahui kepentingannya dalam
patogenesis tetanus dan menyebabkan hemolisis in vitro, sedangkan
tetanospasmin bekerja pada ujung saraf otot dan sistem saraf pusat yang
menyebabkan spasme otot dan kejang.
Derajat keparahan :
1) Derajat 1 (ringan) : Trismus ringan sampai sedang, spastisitas
generalisata, tanpa gangguan pernafasan, tanpaspasme, sedikit atau
tanpa disfagia.
2) Derjat II (sedang) : Trimus sedang, rigiditas yang Nampak jelas,
spasme singkat ringan sampai sedang, ganggua pernafasan sedang
dengan frekuensi pernafasan lebih dari 30 desfagia ringan.
3) Derajat III (berat) : Trismus berat, spastisitas generalsata,
spasmerefleks berkepanjangan, frekuensi pernafasan lebihdari 40,
serangan apnea, disfalgia berat dantakikardia lebih dari 120.

vi
4) Derajat IV (sangat berat) : Derajat tiga dengan gangguan otonomik
berat melibatkan sistem kardiovaskuler. Hipertensi berat dan takikardi
terjadi berselingan dengan hipotensi dan bradikardia, salah
satunya dapat menetap.

2. ETIOLOGI
Sering kali tempat masuk kuman sukar diketahui tetepi suasana
anaerob seperti pada luka tusuk, lukakotor, adanya benda asing dalam luka
yang menyembuh , otitis media, dan cairies gigi, menunjang berkembang
biaknya kuman yang menghasilkan endotoksin.
Penyakit ini tersebar di seluruh dunia, terutama pada daerah resiko
tinggi dengan cakupan imunisasi DPT yang rendah. Reservoir utama kuman
ini adalah tanah yang mengandung kotoran ternak sehingga resiko penyakit ini
di daerah peternakan sangat tinggi. Spora kuman Clostridium tetani yang
tahan kering dapat bertebaran di mana-mana.
Port of entry tak selalu dapat diketahui dengan pasti, namun dapat diduga
melalui:
 Luka tusuk, gigitan binatang, luka bakar
 Luka operasi yang tidak dirawat dan dibersihkan dengan baik
 OMP, caries gigi
 Pemotongan tali pusat yang tidak steril.
 Penjahitan luka robek yang tidak steril
Clostridium tetani termasuk dalam bakteri Gram positif, anaerob obligat,
dapat membentuk spora, dan berbentuk drumstick. Spora yang dibentuk
oleh C. tetani ini sangat resisten terhadap panas dan antiseptik. Ia dapat tahan
walaupun telah diautoklaf (1210C, 10-15 menit) dan juga resisten
terhadap fenol dan agen kimia lainnya. BakteriClostridium tetani ini banyak
ditemukan di tanah, kotoran manusia dan hewan peliharaan dan di
daerah pertanian. Umumnya, spora bakteri ini terdistribusi pada tanah dan
saluran penceranaan serta feses dari kuda, domba, anjing, kucing, tikus, babi,
dan ayam. Ketika bakteri tersebut berada di dalam tubuh, ia akan
menghasilkan neurotoksin (sejenis protein yang bertindak sebagai racun yang
menyerang bagian sistem saraf). C. tetanimenghasilkan dua buah eksotoksin,
yaitu tetanolysin dan tetanospasmin.Fungsi dari tetanoysin tidak diketahui

vii
dengan pasti, namun juga dapat memengaruhi tetanus. Tetanospasmin
merupakan toksin yang cukup kuat.

3. GEJALA
Gejala tetanus dapat menjadi jelas terlihat setiap saat selama 7 hari
sampai 14 hari kedepan setelah infeksi awal. Namun, waktu inkubasi standar
adalah antara 3 sampai 21 hari, dengan rata-rata masa inkubasi 10 hari. Pada
tetanus neonatorum, umumnya simtom muncul 4-14 hari pasca- melahirkan,
dengan rata-rata masa inkubasi tetanus neonatorum sekitar 7 hari. Gejala yang
paling khas dari tetanus adalah kondisi kejang disertai rasa nyeri pada otot
rahang yang dapat menyebabkan pasien yang terkena kesulitan untuk
membuka atau menutup rahang sehingga timbul gangguan pernapasan. Karena
alasan inilah, tetanus kadang-kadang juga diberikan nama sebagai "lockjaw".
Kekakuan pada otot rahang dan leher ini seringkali merupakan salah satu
gejala awal yang muncul dan membantu dokter untuk mengidentifikasi
penyakit tetanus, tetapi ada beberapa gejala umum lainnya dari penyakit ini.
Gejala umum tetanus meliputi:
1) Panas dingin
2) Ngiler
3) Disfagia (kesulitan menelan)
4) Demam
5) Naiknya tekanan darah
6) Sakit kepala
7) Sifat lekas marah
8) Opisthotonus (kejang otot punggung)
9) Kegelisahan
10) Sakit tenggorokan
11) Trismus (kekakuan pada rahang dan leher)
12) Kekakuan pada lengan dan kaki
13) Spasme laring
14) Takikardia (denyut jantung tinggi dan cepat)

viii
4. FAKTOR RESIKO
Faktor risiko yang menyebabkan tingginya angka kejadian tetanus di
masyarakat adalah:
1. Lingkungan
Lingkungan dengan sanitasi yang buruk dapat menyebabkan bakteri
Clostridium tetani akan mudah berkembang biak dan pada beberapa
kasus penderita dengan gejala tetanus sering mempunyai riwayat tempat
tinggal di lingkungan yang kotor.
2. Kebersihan tempat dan alat persalinan
Kebersihan tempat dan alat persalinan yang kurang diperhatikan
sehingga mengakibatkan timbulnya penyakit tetanus pada bayi
maupun ibu yang sedang melakukan persalinan.
3. Imunisasi
Rendahnya kesadaran masyarakat dengan tingkat ekonomi kelas
menengah ke bawah tentang pentingnya pengetahuan mengenai penyakit
tetanus, imunisasi tetanus serta perawatan luka yang kurang baik
(Prawira et al., 2020).

Disamping itu kelompok masyarakat yang tidak pernah mendapatkan


vaksinasi, usia lebih dari 65 tahun dan penderita diabetes merupakan
kelompok masyrakat yang memiliki faktor resiko tinggi terhadap penyakit
tetanus. Kurangnya pengetahuan dan informasi yang dimiliki masyarakat
terhadap resiko infeksi tetanus yang disebabkan oleh luka juga menjadi
salah satu faktor risiko masih maraknya terjadi tetanus. Tetanus yang
terjadi pada non neonatal paling banyak diderita oleh para pekerja
terutama pekerjaan yang memiliki potensial bahaya tinggi seperti
agrikultural, pekerja industry, tenaga kesehatan, pekerja konstruksi dan
pekerja besi. Penyakit tetanus dapat juga didapatkan pada luka-luka yang
tidak ditangani dengan baik dan benar. Luka yang dimaksud seperti luka

ix
akibat terpotong gelas ataupun luka tersayat metal. (Sisy Rizkia Putri,
2020)

5. KOMPLIKASI
Komplikasi tetanus yang umum: laringospasme, kekakuan otot
kontraktil, atau akumulasi sekresi dalam bentuk pneumonia atau atelektasis,
dan kompresi patah tulang belakang atau laserasi lidah dari serangan.
Rhabdomyolysis dan gagal ginjal juga dapat terjadi (Siregar, 2019).

6. PATOFISIOLOGI
Biasanya penyakit ini terjdi setelah luka tusuk yang dalam misalya
luka yang disebabkan tertusuk paku, pecahan kaca, kaleng atau luka tembak,
karena luka tersebut menimbulkan keadaan anaerob yang ideal. Selain itu luka
laserasi yang kotor dan pada bayi dapat melalui tali pusat luka bakar dan patah
tulang yang terbuka juga akan mengakibatkan keadaan anaerob yang ideal
untuk pertumbuhan clostridium tetani.
Tetanus terjadi sesudah pemasukan spora yang sedang tumbuh,
memperbanyak diri dan mneghasilkan toksin tetanus pada potensial oksidasi-
reduksi rendah (Eh) tempat jejas yang terinfeksi. Plasmid membawa gena
toksin. Toksin yang dilepas bersama sel bakteri sel vegetative yang mati dan
selanjutnya lisis. Toksin tetanus (dan toksin batolinium) di gabung oleh ikatan
disulfit. Toksin tetanus melekat pada sambungan neuromuscular dan
kemudian diendositosis oleh saraf motoris, sesudah ia mengalami
pengangkutan akson retrograt kesitoplasminmotoneuron-alfa. Toksin keluar
motoneuron dalam medulla spinalis dan selanjutnya masuk interneuron
penghambat spinal. Dimana toksin ini menghalangi pelepasan
neurotransmitter. Toksin tetanus dengan demikian meblokade hambatan
normal otot antagonis yang merupakan dasar gerakan yang disengaja yang di
koordinasi, akibatnya otot yang terkena mempertahankan kontraksi
maksimalnya, system saraf otonom juga dibuat tidak stabil pada tetanus.

x
Spora yang masuk dan berada dalam lingkungan anaerobic berubah
menjadi bentuk vegetatif dan berkembang biak sambil menghasilkan toxin.
Dalam jaringan yang anaerobic ini terdapat penurunan potensial oksidasi
reduksi jaringan dan turunnya tekanan oxigen jaringan akibat adanya nanah,
nekrosis jaringan, garam kalsium yang dapat diionisasi. Secara intra axonal
toxin disalurkan ke sel saraf (cel body) yang memakan waktu sesuai dengan
panjang axonnya dan aktifitas serabutnya. Belum terdapat perubahan elektrik
dan fungsi sel saraf walaupun toksin telah terkumpul dalam sel. Dalam
sumsum belakang toksin menjalar dari sel saraf lower motorneuron ke lekuk
sinaps dan diteruskan ke ujung presinaps dari spinal inhibitory neurin. Pada
daerah inilah toksin menimbulkan gangguan pada inhibitory transmitter dan
menimbulkan kekakuan. Masa inkubasi 2 hari sampai 2 bulan dan rata-rata 10
hari.
Ada 3 bentuk klinik dari tetanus, yaitu:
1) Tetanus lokal : otot terasa sakit, lalu timbul rigiditas dan spasme pada
bagian paroksimal luar. Gejala itu dapat menetap dalam beberapa
minggu dan menghilang tanpa sekuele.
2) Tetanus general; merupakan bentuk paling sering, timbul mendadak
dengan kaku kuduk, trismus, gelisah, mudah tersinggung dan sakit
kepala merupakan manifestasi awal. Dalam waktu singkat konstruksi
otot somatik — meluas. Timbul kejang tetanik bermacam grup otot,
menimbulkan aduksi lengan dan ekstensi ekstremitas bagian bawah.
Pada mulanya spasme berlangsung beberapa detik sampai beberapa
menit dan terpisah oleh periode relaksasi.
3) Tetanus cephalic : varian tetanus local yang jarang terjadi masa
inkubasi 1-2 hari terjadi sesudah otitis media atau luka kepala dan
muka. Paling menonjol adalah disfungsi saraf III, IV, VII, IX dan XI
tersering adalah saraf otak VII diikuti tetanus umum.
Menurut berat gejala dapat dibedakan 3 stadium :
a. Trismus (3 cm) tanpa kejang-lorik umum meskipun dirangsang.
b. Trismus (3 cm atau lebih kecil) dengan kejang torik umum bila
dirangsang.
c. Trismus (1 cm) dengan kejang torik umum spontan.

xi
7. KLASIFIKASI
Klasifiksasi Tetanus Menurut (Siregar, 2019) tetanus diklasifikasikan
menjadi 4 :
A. Tetanus local
Pada tetanus lokal, kontraksi otot berkelanjutan di area luka dicatat
(agonis, antagonis, fixer). Ini adalah gejala tetanus lokal. Kontraksi otot ini
biasanya ringan, berlangsung selama berbulan-bulan tanpa perkembangan,
dan biasanya menghilang. Tetanus lokal ini dapat berkembang menjadi
tetanus umum, bentuk ringan yang jarang berakibat fatal. Tetanus lokal
juga dapat dianggap sebagai prekursor tetanus klasik, atau
dipertimbangkan secara terpisah. Ini terutama benar setelah profilaksis
antitoksin.
B. Cephalic tetanus
Tetanus kepala adalah bentuk tetanus yang langka. Masa inkubasi berkisar
antara 1 sampai 2 hari yang disebabkan oleh otitis media kronis (seperti
yang dilaporkan di India), luka pada wajah dan kepala, termasuk adanya
benda asing di rongga hidung.
C. Generalized Tetanus
Format ini adalah yang paling terkenal. Karena sering menyebabkan
komplikasi yang tidak diketahui, dan beberapa gejala tetanus fokal
berkembang secara diam-diam. Trismus adalah gejala yang paling sering
muncul (50%) dan disebabkan oleh otot masseter yang tegang bersama
dengan otot leher yang kaku, menyebabkan leher kaku dan kesulitan
menelan. Gejala lain termasuk kejang otot wajah, kekakuan otot
punggung, dan kejang dinding perut. Spasme otot laring dan pernapasan
dapat menyebabkan obstruksi jalan napas, sianosis, dan asfiksia. Disuria
dan retensi urin dapat terjadi, dan fraktur kompresi dan perdarahan otot
dapat terjadi. Kenaikan suhu biasanya kecil, tetapi masih bisa mencapai 40
°C. Tekanan darah menjadi tidak stabil jika hipertermia atau hipotermia
terdeteksi, dan pasien paling sering meninggal jika takikardia terdeteksi.
Diagnosis hanya berdasarkan manifestasi klinis.
D. Neonatal tetanus
Biasanya disebabkan oleh infeksi tetanus yang masuk melalui tali pusat
saat lahir. Spora yang masuk disebabkan oleh kebidanan yang tidak steril,
xii
baik melalui penggunaan peralatan yang terkontaminasi spora Clostridium
tetani maupun melalui penggunaan obat tali pusat yang terkontaminasi.
Kebidanan yang tidak steril dan praktik penggunaan obat tradisional
merupakan faktor utama terjadinya KLB tetanus neonatorum.

8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Diagnosis tetanus ditentukan berdasarkan gejala klinis pasien dan tidak
ada pemeriksaan penunjang yang spesifik.
2. Pemeriksaan laboratorium : Pemeriksaan darah lengkap, GDS,
SGOT,SGPT, Albumin, elektrolit, ureum dan kreatinin serta faal
hemostasis untuk menentukan tatalaksana suportif.
3. Pemeriksaan EKG dilakukan untuk mengetahui adanya efek gangguan
saraf otonom yang menyebabkan aritmia hingga asistole, ataupun
miokarditis dengan gambaran seperti infark miokard dengan ST elevasi.

9. PENATALAKSANAAN
Secara komprehensif, tujuan tatalaksana tetanus meliputi :
1. Netralisasi toksin tetanus, dengan Tetanus immunoglobulin (TIG), Tetanus
toksoid (TT), Anti tetanus serum (ATS)
2. Eradikasi bakteri kausatif dengan menggunakan antibiotik
3. Manajemen luka
4. Perawatan suportif
a. Kontrol spasme otot dan rigiditas
b. Kontrol disfungsi otonom (Gangguan kardiovaskuler)
c. Oksigenasi dan mencegah gagal napas
d. Gangguan gastrointestinal,
e. Gangguan renal dan elektrolit,
f. Miscellaneus seperti mengatasi malnutri, dehidrasi, serta komplikasi
dan infeksi lain akibat tirah baring lama
g. Pemberian obat simtomatik
5. Pengawasan ruang isolasi
6. Rehabilitasi

xiii
10. ASUAHAN KEPERAWATAN PASIEN TETANUS
1) Pengkajian
Pengkajian keperawatan adalah langkap awal dalam proses
keperawatan dan itu juga merupakan proses yang sistematis dalam
mengumpulkan data dari sumber data untuk mengevaluasi serta
mengidentifikasi bagaimana status kesehatan si pasien
a. Identitas pasien, meliputi : nama, tempat / tanggal lahir, umur,
jenis kelamin, agama, suku bangsa, alamat, tanggal masuk
rumah sakit, nomor register, tanggal pengkajian dan diagnosa
medis. Penanggung jawab : nama, umur, alamat, hubungan
dengan klien.
b. Keluhan utama adalah keluhan yang membuat seseorang
datang ke tempat pelayanan kesehatan untuk mencari
pertolongan. Keluhan utama pada penderita tetanus seperti
Kekakuan di otot leher. Kejang dan kaku pada otot rahang.
c. Riwayat penyakit sekarang : keluhan utama pasien tetanus
biasanya antara lain seperti Panas dingin, Ngiler, Disfagia
(kesulitan menelan), Demam, Naiknya tekanan darah, Sakit
kepala, Sifat lekas marah, Opisthotonus (kejang otot
punggung), Kegelisahan, Sakit tenggorokan, Trismus
(kekakuan pada rahang dan leher), Kekakuan pada lengan dan
kaki, Spasme laring, Takikardia (denyut jantung
tinggi dan cepat). Biasanya terjadi karena pernah tergigit
binatang, luka tusuk ataupun luka bakar.
d. Riwayat penyakit dahulu : riwayat kesehatan yang lalu seperti
riwayat tetanus sebelumnya, riwayat yang diderita sebelum
tetanus, penggunaan obat – obatan, Trauma pada jaringan
tubuh, misalnya ada luka bekas operasi/bedah
menyebabkan terjadinya kerusakan jaringan dan iritasi
secara langsung pada reseptor sehingga mengganggu rasa
nyaman klien
e. Riwayat kesehatan keluarga, merupakan gambaran kesehatan
keluarga, apakah ada kaitannya dengan penyakit tetanus yang

xiv
dideritanya. Yang perlu di kaji apakah keluarga ada yang menderita
penyakit keturunan seperti Diabetes Militus.

11. PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan keadaan umum : Pasien tampak sakit disertai gelisah jika
ada rangsangan sinar, suara dan sentuhan, seluruh badan tampak kaku.
Pemeriksaan tanda vital :
1. Tekanan darah : Mengetahui adanya gangguan saraf otonom pada pasien
seperti hipertensi dan hipotensi.
2. Nadi : Mengetahui adanya gangguan saraf otonom seperti takikardi yang
diselingi bradikardi
3. Respirasi : Adanya sesak napas menyebabkan tachypnea
4. Suhu
5. Tes menggunakan spatula (spatula test) dengan cara menyentukan
instrumen berbahan lunak pada dinding faring posterior didapatkan spasme
pada otot mandibula. Pemeriksaan ini memiliki spesifisitas 100% dan
sensitivitas 94%

Pemeriksaan fisik khusus tetanus dapat ditemukan:

a. Rigiditas abdomen, seringkali disebut sebagai perut papan


b. Kontraksi otot wajah menyebabkan ekspresi wajah khas yang disebut
dengan risus sardonicus/risus smile
c. Kontraksi otot rahang dan leher menyebabkan retraksi kepala.
d. Kontraksi berat otot masseter (trismus/ lock jaw)
e. Spasme otot menelan menyebabkan disfagia
f. Spasme berat pada otot batang tubuh (opistotonus), dapat menyebabkan
kesulitan bernapas akibat berkurangnya komplians otot dinding dada
g. Obstruksi laring akibat spasme laring dan faring

12. DIAGNOSA KEPERAWATAN


Masalah keperawatan yang mungkin muncul pada klien tetanus antara lain :
1) Bersiha jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan
napas

xv
2) Ketidakseimbagan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan penurunan reflek menelan, intake kurang.
3) Deficit pengetahuan (tentang penyakit, penyebab) berhubungan dengan
tidak mengenal sumber informasi.
4) Intoleransi aktifitas jaringan berhubungan dengan hipoksia berat

13. INTERVENSI KEPERAWATAN

No Diagnose Standar Luaran Standar Intervensi


keperawatan Keperawatan Keperawatan Indonesia
Indonesia (SLKI) (SIKI)
1. Bersihan jalan Setelah dilakukan Manajemen Jalan Napas
nafas tidak efektif tindakan keperawatan (I.01011)
b.d obstruksi jalan 3 × 24 jam diharapkan Tindakan:
nafas bersihan jalan nafas Observasi:
tidak efektif  Monitor pola napas

meningkat dengan (frekuensi,

kriteria hasil : kedalaman, usaha

Bersihan jalan napas napas)

(L.01001)  Monitor bunyi napas


 Batuk efektif tambahan (mis.
meningkat (5) gurgling, mengi,

 Produksi sputum wheezing, ronchi

menurum (5) kering)

 Wheezing  Monitor sputum


menurun (5) (jumlah, warna,
 Dispnea menurun aroma)
(5) Terapeutik:
 Gelisah menurun  Pertahankan
(5) kepatenan jalan

xvi
 Frekuensi napas napas dengan
membaik (5) headtilt dan chin-lift
 Pola napas (jawthrust jika curiga
membaik (5) trauma servical)
 Posisikan semi-
fowler atau fowler
 Berikan minum
hangat
 Lakukan fisioterapi
dada, jika perlu
 Lakukan
penghisapan lendir
kurang dari 15 detik
 Lakukan
hiperoksigenasi
sebelum
penghisapan
endotrakeal
 Keluarkan sumbatan
benda pada dengan
forsep McGill
 Berikan oksigen, jika
perlu
Edukasi:
 Anjurkan asupan
cairan 2000 ml/hari,
jika tidak
kontraindikasi
 Ajarkan tehnik batuk
efektif
Kolaborasi:
 Kolaborasi
pemberian
bronkodilator,

xvii
ekspektoran,
mukolitik, jika perlu
2. Ketidakseimbagan Setelah dilakukan Management nutrisi :
nutrisi kurang dari tindakan keperawatan  Timbang BB tiap
kebutuhan tubuh 3 × 24 jam diharapkan hari jika
berhubungan ketidakseimbangan memungkinkan
dengan penurunan nutrisi kurang dari  Kaji pola makan
reflek menelan, kebutuhan tubuh klien
intake kurang meningkat dengan  Kaji adanya alergi
kriteria hasil : makana bagi klien
 BB stabil  Berikan makanan
 Tingkat energy yang klien sukai
adekuat  Jelaskan
 Masukan nutrisi pentingnya makan
adekuat bagi klien
 Mampu  Berikan perawatan
mengidentifikasi mulut
kebutuhan nutrisi  Berikan makanan
 Tidak ada tanda – selagi masih hangat
tanda malnutrisi  Kolaborasi dengan
 Tidak terjadi ahli gizi tentang
penurunan berat diet
badan yang berarti

xviii
3. Deficit Kriteria hasil untuk Edukasi Perilaku Upaya
pengetahuan mengukur penyelesaian Kesehatan
(tentang penyakit, dari diagnosis setelah Observasi
penyebab) dilakukan asuhan  Identifikasi kesiapan
berhubungan keperawatan selama 1 x dan kemampuan

dengan tidak 24 jam diharapkan menerima informasi

mengenal sumber tingkat pengetahuan Terapeutik

informasi. pasien meningkat  Sediakan materi dan


dengan kriteria hasil : media pendidikan
 Perilaku sesuai kesehatan
anjuran  Jadwalkan
meningkat pendidikan
 Kemampuan kesehatan sesuai
menjelaskan kesepakatan
pengetahuan  Berikan kesempatan
tentang suatu untuk bertanya
topik meningkat  Gunakan variasi
 Kemampuan mode pembelajaran
menggambarka  Gunakan pendekatan
n pengalaman promosi kesehatan
sebelumnya dengan
yang sesuai memperhatikan
dengan topik pengaruh dan
meningkat hambatan dari
 Perilaku sesuia lingkungan, sosial
dengan serta budaya.
pengetahuan  Berikan pujian dan
meingkat dukungan terhadap
 Pertanyaan usaha positif dan
tentang masalah pencapaiannya
yang dihadapi Edukasi
menurun  Jelaskan penanganan
 Presepsi yang masalah kesehatan
keliru terhadap  Informasikan sumber

xix
masalah yang tepat yang
menurun tersedia di
masyarakat
 Anjurkan
menggunakan
fasilitas kesehatan
 Anjurkan
menentukan perilaku
spesifik yang akan
diubah (mis.
keinginan
mengunjungi fasilitas
kesehatan)
 Ajarkan
mengidentifikasi
tujuan yang akan
dicapai
 Ajarkan program
kesehatan dalam
kehidupan sehari
hari

xx
4. Intoleransi Setelah dilakukan Manajemen energy
aktifitas jaringan intervensi selama 3x24 Observasi
berhubungan jam, maka toleransi  Identifikasi gangguan
dengan hipoksia terhadap aktivitas fungsi tubuh

berat meningkat, dengan  Monitor kelelahan


hasil : fisik dan emosional
 Keluhan lelah  Monitor pola dan
menurun jam tidur
 Dispnea saat  Monitor lokasi dan
aktivitas menurun ketidaknyamanan
 Dispnea setelah selama melakukan
aktivitas aktivitas
 Perasaan lemah Terapeutik
menurun  Sediakan lingkungan
 Frekuensi nadi nyaman dan rendah
menurun stimulus
 Aritmia saat  Lakukan latihan
aktivitas menurun rentang gerak pasif
 Aritmia setelah dan/ aktif
aktivitas menurun  Berikan aktifikas
 Tekanan darah distrasi yang
membaik menenangkan
 EKG iskemia  Fasilitasi duduk di sisi
membaik tempat tidur, jika
 Sianosis menurun tidak dapat
berpindah atau
berjalan
Edukasi
 Anjurkan tirah
baring
 Anjurkan melakukan
aktivitas secara
bertahap
 Anjurkan

xxi
menghubungi
perawat jika tanda
dan gejala kelelahan
tidak berkurang
 Ajarkan strategi
koping untuk
mengurangi
kelelahan
Kolaborasi
 Kolaborasi dengan
ahli gizi tentang cara
meningkatkan
asupan makanan

14. IMPLEMENTASI
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi
kestatus kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang
diharapkan.Ukuran intervensi keperawatan yang diberikan kepada klien terkait
dengan dukungan, pengobatan, tindakan untuk memperbaiki kondisi, pendidikan
untuk klien-keluarga, atau tindakan untuk mencegah masalah kesehatan yang
muncul dikemudian hari
Beberapa pedoman dalam pelaksanaan implementasi keperawatan
1. Berdasarkan respons klien.
2. Berdasarkan ilmu pengetahuan, hasil penelitian keperawatan, standar
pelayanan professional, hukum dan kode etik keperawatan.
3. Berdasarkan penggunaan sumber-sumber yang tersedia.
4. Sesuai dengan tanggung jawab dan tanggung gugat profesi keperawatan.
5. Mengerti dengan jelas pesanan-pesanan yang ada dalam rencana intervensi
keperawatan.
6. Harus dapat menciptakan adaptasi dengan klien sebagai individu dalam upaya
meningkatkan peran serta untuk merawat diri sendiri (Self Care).
7. Menekankan pada aspek pencegahan dan upaya peningkatan status kesehatan.
Dapat menjaga rasa aman, harga diri dan melindungi klien.

xxii
8. Memberikan pendidikan, dukungan dan bantuan.
9. Bersifat holistik.
10. Kerjasama dengan profesi lain.
11. Melakukan dokumentasi.

15. EVALUASI
Tahap evaluasi merupakan perbandingan yang sistematik dan terencana tentang
kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan berkesinambungan
dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya. Evaluasi dalam keperawatan
merupakan kegiatan dalam menilai tindakan keperawatan yang telah ditentukan,
untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan klien secara optimal dan mengukur hasil
dari proses keperawatan.
Evaluasi terbagi menjadi tiga jenis, yaitu:
1. Evaluasi struktur.
Evaluasi struktur difokuskan pada kelengkapan tata cara atau keadaan sekeliling
tempat pelayanan keperawatan diberikan. Aspek lingkungan secara langsung
atau tidak langsung mempengaruhi dalam pemberian pelayanan. Persediaan
perlengkapan, fasilitas fisik, ratio perawat-klien, dukungan administrasi,
pemeliharaan dan pengembangan kompetensi staf keperawatan dalam area
yang diinginkan.
2. Evaluasi proses.
Evaluasi proses berfokus pada penampilan kerja perawat dan apakah perawat
dalam memberikan pelayanan keperawatan merasa cocok, tanpa tekanan, dan
sesuai wewenang. Area yang menjadi perhatian pada evaluasi proses mencakup
jenis informasi yang didapat pada saat wawancara dan pemeriksaan fisik,
validasi dari perumusan diagnosa keperawatan, dan kemampuan tehnikal
perawat.

3. Evaluasi hasil.
Evaluasi hasil berfokus pada respons dan fungsi klien. Respons prilaku klien
merupakan pengaruh dari intervensi keperawatan dan akan terlihat pada
pencapaian tujuan dan kriteria hasil. Adapun ukuran pencapaian tujuan pada
tahap evaluasi meliputi:

xxiii
a. Masalah teratasi, jika klien menunjukkan perubahan sesuai dengan tujuan
dan kriteria hasil yang telah ditetapkan.
b. Masalah sebagian teratasi, jika klien menunjukkan perubahan sebahagian
dari kriteria hasil yang telah ditetapkan.
c. Masalah tidak teratasi, jika klien tidak menunjukkan perubahan dan
kemajuan sama sekali yang sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil yang
telah ditetapkan dan atau bahkan timbul masalah atau diagnosa
keperawatan baru.

BAB III

KESIMPULAN

xxiv
A. KESIMPULAN
Tetanus adalah penyakit infeksi yang ditandai oleh kekakuan dan kejang otot,
tanpa disertai gangguan kesadaran, sebagai akibat dari toksin kuman closteridium
tetani. Penyakit ini mengenai sistem saraf yang disebabkan oleh tetanospasmin yaitu
neurotoksin yang dihasilkan oleh Clostridium tetani. Tetanolisin belum diketahui
kepentingannya dalam patogenesis tetanus dan menyebabkan hemolisis in vitro,
sedangkan tetanospasmin bekerja pada ujung saraf otot dan sistem saraf pusat yang
menyebabkan spasme otot dan kejang.
Gejala yang paling khas dari tetanus adalah kondisi kejang disertai rasa nyeri
pada otot rahang yang dapat menyebabkan pasien yang terkena kesulitan untuk
membuka atau menutup rahang sehingga timbul gangguan pernapasan. Kekakuan
pada otot rahang dan leher ini seringkali merupakan salah satu gejala awal yang
muncul dan membantu dokter untuk mengidentifikasi penyakit tetanus, tetapi ada
beberapa gejala umum lainnya dari penyakit ini.
Komplikasi tetanus yang umum: laringospasme, kekakuan otot kontraktil, atau
akumulasi sekresi dalam bentuk pneumonia atau atelektasis, dan kompresi patah
tulang belakang atau laserasi lidah dari serangan. Biasanya penyakit ini terjadi setelah
luka tusuk yang dalam misalya luka yang disebabkan tertusuk paku, pecahan kaca,
kaleng atau luka tembak, karena luka tersebut menimbulkan keadaan anaerob yang
ideal.
Tetanus terjadi sesudah pemasukan spora yang sedang tumbuh,
memperbanyak diri dan menghasilkan toksin tetanus pada potensial oksidasi-reduksi
rendah (Eh) tempat jelas yang terinfeksi. Toksin tetanus dengan demikian meblokade
hambatan normal otot antagonis yang merupakan dasar gerakan yang disengaja yang
di koordinasi, akibatnya otot yang terkena mempertahankan kontraksi maksimalnya,
system saraf otonom juga dibuat tidak stabil pada tetanus. Dalam jaringan yang
anaerobic ini terdapat penurunan potensial oksidasi reduksi jaringan dan turunnya
tekanan oxigen jaringan akibat adanya nanah, nekrosis jaringan, garam kalsium yang
dapat diionisasi.

B. SARAN

xxv
Agar terhindar dari penyakit infelsi / tetanus maka penyusun menyarankan pembaca
untuk lebih memperhatikan lagi cara penjegahan penyakit infeksi tersebut dan
senantiasa menjaga kesehatan. Dengan adanya makalah ini semoga menjadi acuan
pemahaman mengenai penyakit infeksi tetanus dan dapat melakukan cara penjegahan
penyakit dengan benar.

DAFTAR PUSTAKA

xxvi
Anonim. (Tanpa Tahun). Modul Dasar Penguatan Kompetensi Dokter di Tingkat
Pelayanan Primer: Modul Tetanus. Available at:
https://repository.umj.ac.id/3349/1/Modul%20Tetanus.pd f, diakses tanggal 17
Februari 2023.

Arif, Hardi. 2013. Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnosia medis &
nanda nic noc jilid 1. Media Action publishing. Yogyakarta

Nanda, 2015, Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017 Edisi 10.
Jakarta : Buku Kedokteran EGC

Prawira, T. B. A. A., Witari, N. P., & Tini, K. (2020). Faktor–faktor yang


berhubungan dengan luaran klinis pasien tetanus di RSUP Sanglah pada bulan
Januari 2018–Oktober 2019. Intisari Sains Medis, 11(3), 948–954.
https://doi.org/10.15562/ism.v11i3.697

Siregar, S. F. (2019). Digitized by USU digital library 1.1. 1. 1, 1–16.

Sisy Rizkia Putri. (2020). Prevention of Tetanus. Jurnal Penelitian Perawat


Profesional, 2(5474), 443–450. https://doi.org/10.1136/bmj.2.5474.1333

xxvii

Anda mungkin juga menyukai