Anda di halaman 1dari 26

Tutorial Neurologi

Bagian Ilmu Penyakit Syaraf


Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman

Space Occupying Lesion

Oleh:

Oleh :
Pahroni 17100290
Anna Ftiriyana 1710029070
Wuri Noviar H. 17100290
Tiara Dwi Sari 1710029072

Pembimbing:
dr. Susilo Siswonoto, Sp.S, M.Si, M.Ed

Dibawakan dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik pada


Bagian Lab/SMF Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman
Samarinda
2019

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang selalu
melimpahkan rahmat, anugrah, dan karunianya sehingga kami bisa menyelesaikan
referat ini dengang baik dan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Kami
mengucapkan terima kasih kepada dr. Susilo Siswonoto, Sp. S, M.Si, M.Ed selaku
pembimbing di SMF Ilmu Penyakit Saraf RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.

Kami menyadari bahwa penulisan referat kami masih kurang sempurna. Untuk
itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca
agar kedepannya kami dapat memperbaiki dan menyempurnakan tulisan ini.

Kami Berharap agar referat yang kami tulis ini berguna bagi semua orang dan
dapat digunakan sebaik-baiknya sebagai sumber informasi. Atas perhatiannya kami
ucapkan terimakasih.

Samarinda, Agustus 2019

Penulis

2
BAB I
LAPORAN KASUS TUTORIAL

1. ANAMNESIS
 Identitas Pasien
Nama : Ny.S
Usia : 58 tahun
Alamat : Jln. Mahakam, Samarinda
Pekerjaan : IRT
Pendidikan : SMA
 Keluhan Utama
Pusing Berputar
 Riwayat Penyakit Sekarang
- Pusing berputar + 1 tahun memberat dalam 1 minggu ini
- Pusing dirasakan seperti melayang
- Pingsan satu kali pada 1 hari SMRS dan tiba-tiba kejang seluruh tubuh, kaku,
mengorok kira- kira 30 menit.
- Setelah sadar pasien muntah sebanyak 2 kali.
- Pasien juga mengeluhkan riwayat nyeri kepala hilang timbul
- Pasien sering mengalami kejang seluruh tubuh, dalam 1 tahun terakhir mengalami 4x
kejang
 Riwayat Penyakit Dahulu
- Keluhan yang sama (-)
- Alergi (-), hipertensi (-), DM (-)
 Riwayat Penyakit Keluarga
- Keluhan yang sama (-)
- Alergi (-), hipertensi (-), DM (-)

2. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Sedang
Kesadaran : Komposmentis, GCS E4V5M6
Tanda vital
TD : 130/80 mmHg

3
RR : 19x/ menit
N : 66x T : 36.6 oC
BB : 60kg ; TB : 160 cm

3. PEMERIKSAAN GENERALIS
Kepala/leher : Anemis (-/-), ikterik (-/-), sianosis (-), pembesaran KGB (-)
Toraks : Vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-) S1 S2 tunggal reguler,
murmur (-) Gallop (-)
Abdomen : Distensi (-), BU (+) kesan normal, perkusi timpani, hepatomegali (-),
splenomegali (-), Nyeri tekan (-)
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-/-), CRT <2 detik

4. STATUS NEUROLOGIS
Nn. Cranialis
N. I : Kemampuan menghidu kiri dan kanan kesan normal
N. II : Visus, lapangan pandang dan melihat warna dalam batas normal
N. III, IV, VI : Bola mata posisi ortho, ptosis (-/-), pupil bulat isokor (3mm/3mm),
reflex cahaya langsung (+/+), reflex cahaya tidak langsung (+/+), diplopia (-),
strabismus (-)
N. VII : membuka mulut (+), menggerakkan rahang (+), menggigit (+), mengunyah
(+), sensorik simetris hipestesi

BAB II

PENDAHULUAN

Space occupying lesion pada otak biasanya dikarenakan oleh keganasan tetapi dapat
juga disebabkan oleh patologi lain seperti abses atau hematoma. Hampir setengah dari kasus
tumor intraserebral adalah tumor primer dan selebihnya berasal dari luar sistem saraf pusat
yang bermetastasis.Efek daripada lesi bersifat lokal karena kerosakan otak yang bersifat fokal
dan gambaran klinis dapat memberikan indikasi terhadap letaknya lesi namun bukan
etiologinya. Lesi luas pada beberapa daerah, seperti lobus frontalis, dapat bersifat diam

4
manakala lesi kecil pada hemisfera yang dominan dapat pula mempengaruhi kemampuan
berbicara. Tumor dapat menginfiltrasi dan merosak struktur-struktur penting, dapat juga
mengobstruksi aliran serebrospinal dan mengakibatkan hidrosefalus atau dapat
mengakibatkan angiogenesis dan memecahkan blood-brain barrier sehingga mengakibatkan
edema.1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. Tumor Intrakranial
Tumor otak atau tumor intrakranial adalah neoplasma atau proses desak ruang (space
occupying lesion) yang timbul di dalam rongga tengkorak baik di dalam kompartemen
supratentorial maupun infratentorial.Tumor supratentorial seperti meningioma, meningioma
atipikal, meningioma anaplastik, gliosarkoma, glioblastoma, glioma koroid ventrikel tiga, dan

5
lainnya.Tumor infratentorial seperti astrositoma pilokistik, meduloblastoma, astrositoma
kistik, hemangioblastoma, neuroma akustik(mis, schwannoma vestibular), dan lainnya.2

Etiologi

1. Bawaan
Meningioma, astrositoma dan neurofibroma dapat dijumpai pada anggota-anggota
sekeluarga. Sklerosis tuberose atau penyakit Sturge-Weber, yang dapat dianggap
sebagai manifestasi pertumbuhan baru, memperlihatkan faktor familial yang jelas.
Selain jenis-jenis neoplasma tersebut di atas tidak ada bukti-bukti yang kuat untuk
memikirkan adanya faktor hereditas pada neoplasma.3

2. Degenerasi atau perubahan neoplasmatik


Bangunan-bangunan embrional berkembang menjadi bangunan-bangunan yang
mempunyai morfologi dan fungsi terintegrasi dalam tubuh. Tetapi adakalanya
sebagian dari bangunan embrional tertinggal di dalam tubuh yang sudah mencapai
kedewasaan. Karena hal-hal yang belum jelas bangunan embrional yang tertinggal itu
dapat menjadi ganas, karena bertumbuh terus dan merusak bangunan sekitarnya.
Perkembangan abnormal itu dijumpai pada kraniofaringioma, teratoma intrakranial
dan kordoma yang secara berturut-turut berpangkal pada saku Rathke, mesenkima dan
ektoderma embrional dan korda dorsalis.3

3. Radiasi
Efek radiasi terhadap dura memang dapat menimbulkan pertumbuhan sel dura. Sel di
dalam otak atau sel yang sudah mencapai kedewasaan, pada umumya agak kurang
peka terhadap efek radiasi dibanding dengan sel neoplasma. Maka dari itu radiasi
digunakan untuk pemberantasan pertumbuhan neoplasmatik. Tetapi dosis
subterapeutik dapat merangsang pertumbuhan sel mesenkimal, sehingga masih
banyak penyelidik yang menekankan pada radiasi sebagai faktor etiologik neoplasma
saraf.3

4. Virus
Banyak penyelidikan tentang inokulasi virus pada binatang kecil dan besar dilakukan
dengan maksud menentukan peran infeksi virus dalam genesis neoplasma.
Belakangan ini telah dibuktikan oleh Burkitt bahwa suatu limfoma yang banyak
dijumpai pada penduduk Afrika disebabkan oleh infeksi virus. Tetapi diskrepansi

6
antara banyaknya infeksi virus dan luasnya lesi karena infeksi virus di satu pihak dan
sedikitnya perubahan neoplasmatik yang dijumpai secara bersama-sama di lain pihak,
masih merupakan halangan untuuk diterimanya infeksi virus sebagai factor etiologik
neoplasma serebri.3

5. Substansi-substansi karsinogen
Penyelidikan tentang substansi karsinogen sudah lama dan luas dilakukan. Kini telah
diakui bahwa ada substansi-substansi yang karsinogenik, misalnya
methylcholanthrone, nitroso-ethyl-urea. Neoplasma yang dikembangkan dengan jalan
kimiawi ini, berhasil ditransplantasikan ke binatang lain sesuku.3

Epidemiologi

Berdasarkan data statistik Central Brain Tumor Registry of United State (2005-2006)
angka insiden tahunan tumor intrakranial di Amerika adalah 14,8 per 100.000 populasi
pertahun dimana wanita lebih banyak (15,1) di banding dengn pria (14,5). Estimasi insidensi
tumor intrakranial primer adalah 8,2 per 100.000 populasi per tahun. Data-data insiden dari
negara-negara lainnya berkisar antara 7-13 per 100.000 populasi per tahun (Jepang 9/100.000
populasi/tahun; Swedia 4/100.000 populasi/tahun). Insiden tumor otak primer bervariasi
sehubungan dengan sekelompok umur penderita. Angka insidensi ini mulai cenderung
meningkat sejak kelompok usia dekade pertama yaitu dari 2/100.000 populasi/tahun pada
kelompok umur 10 tahun menjadi 8/100.000 populasi/tahun pada kelompok usia 40 tahun;
dan kemudian meningkat tajam menjadi 20/100.000 populasi/tahun dan kelompok usia 70
tahun 18,1/100.000 dimana perbandingan wanita (20,3) dan pria (15,2).2

Patofisiologi

Tumor otak merupakan hasil akhir dari onkogenesis, yaitu suatu proses transformasi
sel normal menjadi kanker. Hal ini disebabkan oleh karena ketidakseimbangan antar
pembuatan sel-sel baru pada siklus sel dengan hilangnya sel-sel lama akibat kematian
terprogram(apoptosis). Ketidakseimbangan ini merupakan hasil dari mutasi genetic pada 3
kelompok protein, yaitu 1) protoonkogen, yang berperan pada pencetus pertumbuhan dan
diferensiasi sel normal, 2) tumor suppressor genes, penghambat pertumbuhan dan pengatur

7
apoptosis, serta 3) kelompok gen perbaikan DNA. Mutasi protoonkogen disebut sebagai
onkogen, menghasilkan protein yang jumlahnya dalam batas normal tetapi molekulnya
mengalami mutasi sehingga efek biologiknya tidak sama dengan yang normal, atau dapat
fungsinya normal tetapi jumlahnya berlebihan.4

Pertumbuhan sel yang abnormal secara terus-menerus akan menyebabkan


vaskularisasi dari pembuluh darah host, tidak mencukupi, sehingga terjadi hipoksia. Hal ini
memicu sel tumor mensekresi vascular endothelia growth factor(VGEF) untuk merangsang
pembentukkan pembuluh darah baru atau angiogenesis. Selain itu sel tumor mensekresi
sitokain proinflamasi yang menyebabkan kerusakan pada okluding, suatu protein tight
junction antar endotel. Hal ini menyebabkan pembuluh darah yang terbentuk tidak sama
morfologinya dengan yang normal, antara hilangnya tight junction antar endotel dan tidak
utuhnya membrane basalis, yang disebut dengan keadaan rusaknya sawar darah otak(SDO)
atau blood brain barrier(BBB).4

Manifestasi Klinis

Pembagian tumor dalam kelompok benigna dan maligna tidak berlaku secara mutlak
bagi tumor intrakranial oleh karena tumor yang benigna secara histologik dapat menduduki
tempat vital, sehingga menimbulkan kematian dalam waktu yang singkat.Misalnya
pinealoma, yang beingna secara histologik, dapat menyumbat akuaduktus dan dalam waktu
yang singkat menimbulkan tekanan intrakranial yang tinggi sekali. Simptomatologi tumor
intrakranial dapat dibagi dalam:3
1. Gangguan kesadaran akibat tekanan intrakranial yang meninggi
2. Gejala-gejala umum akibat tekanan intrakranial yang meninggi
3. Tanda-tanda lokalistik yang menyesatkan
4. Tanda-tanda lokalistik yang benar
5. Tanda-tanda diagnostik fisik pada tumor intrakranial

Gangguan kesadaran akibat tekanan intrakranial yang meninggi


Proses desak ruang tidak saja memenuhi rongga tengkorak yang merupakan ruang
tertutup, akan tetapi proses neoplasmatik sendiri dapat menimbulkan pendarahan setempat.
Lagi pula jaringan otak sendiri bereaksi dengan menimbulkan edema, yang berkembang
karena penimbunan katabolit di sekitar jaringan neoplasmatik.Atau karena penekanan pada
vena yang harus mengembalikan darah vena, terjadilah stasis yang cepat disusuli dengan

8
edema.Dapat juga aliran likuor tersumbat oleh tumor sehingga tekanan intrakranial cepat
melonjak karena penimbunan likuor proksimal daripada tempat penyumbatan.Pada umumnya
dapat dikatakan bahwa tumor di fossa kranii posterior lebih cepat menimbulkan tekanan
intrakranial yang meninggi.3
Tekanan intrakranial yang meningkat secara progresif menimbulkan gangguan
kesadaran dan manifestasi disfungsi batang otak yang dinamakan.
a. Sindrom unkus atau sindrom kompresi diensephalon ke lateral
b. Sindrom kompresi sentral rostralkaudal terhadao batang otak
c. Herniasi serebelum di foramen magnum
Sebelum tahap stupor atau koma tercapai, tekanan intrakranial yang meninggi sudah
menimbulkan gejala-gejala umum.3

Gejala-gejala umum akibat tekanan intrakranial yang meninggi


 Nyeri kepala
Nyeri kepala merupakan gejala dini tumor intrakranial pada kira-kira 20% dari para
penderita.Lokalisasi nyeri yang unilateral dapat sesuai dengan lokasi tumornya sendiri.
Tumor di fossa kranii posterior hampir semuanya menimbulkan nyeri kepala pada tahap dini.,
yang berlokasi di kuduk sampai daerah suboksipital. Sebaliknya tumor supratentorial jarang
menimbulkan nyeri kepala di oksiput, kecuali bilamana tumor supratentorial sudah
berherniasi di tentorium.3

 Muntah
Sering timbul di pagi hari setelah bangun tidur. Hal ini disebabkan oleh tekanan
intrakranial yang menjadi lebih tinggi selama tidur malam, pada mana PCO2
meningkat.3
 Kejang fokal
Dapat merupakan manifestasi pertama tumor intrakranial pada 15% penderita
.meningioma pada konveksitas otak sering menimbulkan kejang fokal sebagai gejala dini.
Kejang umum dapat timbul sebagai manifestasi tekanan intrakranial yang melonjak secara
cepat., terutama sebagai manifestasi glioma multifrome. Kejang tonik yang sesuai dengan
serangan rigiditas deserebrasi biasanya timbul pada tumor di fossa kranii posterior dan secara
tidak tepat dinamakan oleh para ahli neurologi sebagai “cerebral fit”.3

 Gangguan mental

9
Tumor serebri dapat mengakibatkan demensia, apatia, gangguan watak dan
inteligensi, bahkan psikosis, tidak mengira lokasi tumor.3

 Perasaan abnormal di kepala


Banyak penderita dengan tumor intrakranial merasakan berbagai macam perasaan
yang samar seperti “enteng di kepala”, “pusing” atau “tujuh keliling”. Mungkin sekali
perasaan ini timbul sehubungan dengan adanya tekanan intrakranial yang meninggi. Karena
samarnya, maka kebanyakkan dari keluhan semacam itu tidak dihiraukan oleh si pemeriksa
dan seringkali dianggap sebagai keluhan fungsional.3

Tanda-tanda lokalistik yang menyesatkan


Suatu tumor intrakranial dapat menimbulkan manifestasi yang tidak sesuai dengan
fungsi tempat yang didudukinya.Manifestasi semacam itu dinamakan tanda-tanda lokalistik
yang menyesatkan. Adapun tanda-tanda itu adalah seperti :
 Kelumpuhan saraf otak
Karena desakan tumor saraf otak dapat tertarik atau tertekan.Desakan itu tidak usah
lansung terhadap saraf otak.Suatu tumor di insula kanan dapat mendesak batang otak ke kiri
dan karena itu salah satu saraf otak sisi kiri dapat mengalami gangguan. Saraf otak yang
terkena secara tidak lansung pada tumor intrakranial ialah saraf otak 3,4 dan 6.3

 Refleks patologis yang positif pada kedua sisi


Dapat ditemukan pada penderita engan tumor di dalam salah satu hemisfer
sahaja.Fenomenon ini dapat dijelaskan dengan adanya pengeseran mesensefalon ke sisi
kontralateral sehingga pedunculus serebri pada sisi kontralateral itu mengalami kompresi dan
refleks patologi pada sisi tumor menjadi positif. Sedangkan refleks patologi pada sisi
kontralateral terhadap tumor adalah positif karena kerusakkan pada jaras kortikospinalis di
tempat yang diduduki oleh tumor sendiri.3

 Gangguan mental
Sebagaimana sudah diuraikan di muka, gangguan mental dapat timbul pada setiap penderita
dengan tumor intrakranial yang berlokasi dimanapun.3

 Gangguan endokrin
Dapat juga timbul karena proses desak ruang di daerah hipofisis. Desakan dari jauh
dan penggeseran tumor tak lansung di ruang supratentorial dapat mengganggu juga fungsi
hipofisis dan hipotalamus.3

10
 Ensefalomalasia
Ensefalomalasia akibat kompresi arteri serebral oleh suatu tumor dapat terjadi di
daerah yang agak jauh dari tempat tumor sendiri, sehingga gejala defisit yang timbul,
misalnya hemianopsia atau afasia tidak dapat dianggap sebagai tanda lokalistik.3

Tanda-tanda lokalisatorik yang benar atau simptom fokal

1) Lobus frontalis
Sakit kepala merupakan manifestasi dini, sedangkan papiledema dan muntah timbul
pada tahap lanjut, bahkan mungkin tidak akan muncul sama sekali. Walaupun gangguan
mental dapat timbul sehubung dengan tumor intrakranial didaerah manapun, akan tetapi
kebanyakan gangguan mental dijumpai sebagi manifestasi dini pada orang dengan tumor di
lobus frontalis dan korpus kalosum. Karena fungsi intelektual juga mundur, maka seringkali
timbul konfabulasi sebagain gejala kompensatotik. Sedangkan gejala kompensatorik terhadap
kemunduran intelegensinya biasanya berupa “Witselsucht”, aitu suka menceritakan lelucon-
lelucon yang sering diulang-ulang dan disajikan sebagai bahan tertawaan, yang murah dan
bermutu rendah.3

Kejang tonik fokal yang dinamakan kejang adversif merupakan simptom fokal bagian
lobus frontalis disekitar daerah premotorik. Katatonia pun simptom lokal lobus frontalis.
Penderita yang memperlihatkan katatonia berdiam terus pada suatu posisi. Baik karena tumor
maupun karena lesi apapun refleks memegang yang positif selalu dinilai sebagai khas bagi
lokalisasi di lobus frontalis. Juga anosmia menunjuk kepada adanya tumor di lobus frontalis,
bilamana patologi pada bagian perifer nervus olfaktorius dapat disisihkan. Tidak jarang
anosmia timbul secara bergandengan dengan sindrom Foster-Kennedy pada tumor
(meningioma)yang tumbuh disekitar traktus olfaktorius. Sindroma itu terdiri dari atrofi
nervus optikus ipsilateral dan papiledema kontralateral.3

2) Daerah presentral.
Tumor yang menduduki daerah girus presentralis seringkali bertindak sebagai
perangsang terhadap daerah motorik, sehingga menimbulkan kejang fokal pada sisi
kontralateral sebelum munculnya manifestasi tekanan intrakranial meninggi. Bila mana tumor
di daerah presentralis sudah menimbulkan destruksi struktural, maka manifestasinya berupa
hemiparesis kontralateral. Jika tumor tumbuh di falk serebri setinggi daerah presentralis,
maka paraparesis akan dijumpai. Juga gangguan miksi lebih sering dan erat berkorelasi
dengan tumor di fisura sagitalis daripada di bagian lain dari otak.3

11
3) Lobus temporalis.
Manifestasi kh as bagi proses desak ruang di lobus temporalis biasanya kurang
menonjol, apalagi bilamana lobus temporalis kanan yan diduduki. Kecuali bilamana bagian
terdepan lobus temporalis yaitu unkus yang terkena. Unkus merupakan pusat kortikal
persepsi penghiduan dan pengecapan. Bila unkus terangsang oleh neoplasma, maka timbulah
serangan yang dinamakan “uncinate fit”. Hemianopsia kuadran atas kontralateral harus
dinilai sebagai tanda lokalisatorik yang khas bagi lesi di lobus temporalis.3

4) Lobus parietalis
Tumor yang menduduki daerah korteks lobus parietalis dapat merangsang korteks
sensorik, sebelum manifestasi lain dijumpai. Jika tumor sudah menimbulkan destruksi
struktural pada korteks lobus parietalis, maka segala macam perasaan pada daerah tubuh
kontralateral tidak dapat dirasakan dan dikenal. Gangguan ini mengakibatkan timbulnya
astereognosia dan ataksia sensorik. Bilamana bagian-bagian dalam lobus parietalis terkena,
maka timbullah gejala yang dinamakan “thalamic over reaction” yaitu suatu reaksi yang
berlebihan terhadap rangsang protopatik. Karena lesi yang dalam itu serabut-serabut radiasio
optika dapat terputus juga, sehingga timbul hemianopsia kuadran bawah homonim yang
kontralateral. Bagian posterior lobus parietalis yang berdampingan dengan lobus temporalis
dan lobus oksipitalis merupakan daerah penting bagi keutuhan fungsi luhur. Maka dari itu,
destruksi akibat tumor yang menduduki daerah itu akan disusul dengan timbulnya berbagai
macam agnosia dan afasia sendorik, serta apraksia.3

5) Lobus oksipitalis.
Tumor yang menduduki lobus oksipitalis adalah jarang. Bila ada, maka gejala dini
yang menonjol berupa sakit kepala di oksiput. Kemudian dapat disusul oleh berkembangnya
gangguan medan penglihatan dan agnosia visual.3

6) Korpus kalosum
Dahulu dikira bahwa tumor di korpus kalosum adalah jarang, tetapi kenyataanya
adalah sering. Adakalanya timbul sindrom yang khas, tetapi sering menimbulkan gejala-
gejala yang umum. Sindrom korpus kalosum yang khas terdiri dari gangguan mental,
terutama sepat lupa, sehingga melupakan sakit kepala yang baru saja mereda. Demensia yang
timbulsering disertai kejang umum atau fokal tergantung pada lokasi dan luasnya tumor yang
menduduki korpus kalosum. Gangguan-gangguan tersebut dapat disusui oleh paraparesis
bahkan diaparesis atau manifestasi ganglia basalia.3

12
Tanda-tanda fisik diagnostik pada tumor intrakranial.

a) Papiledema dapat timbul pada tekanan intrakranial yang meninggi atau akibat
penekanan pada nervus optikus oleh tumor secara langsung. Papiledema tidak usah
mempunyai hubungan dengan lamanya tekanan intrakranial yang meninggi. Bilamana
tekanan intrakranial melonjak secara cepat, maka papiledemanya memperlihatkan
kongesti venosa yang jelas, dengan papil yang berwarna merah tua dan perdarahan-
perdarahan disekitarnya.3
b) Pada anak-anak tekanan intrakranial yang meningkat dapat memperbesar ukuran
kepala dengan terenggangnya sutura. Pada perkusi terdengar bunyi kendi yang rengat.
Dan pada anaya tumor jaringan vaskular atau malformasi vaskular, auskultasi kepala
dapat menghasilkan berdengarnya bising.3
c) Hipertensi intrakranial mengakibatkan iskemia dan gangguan kepada pusat-pusat
vasomotorik serebral, sehingga menimbulkan bradikardia dan tekanan darah sistemik
yang meningkat secara progresif. Fenomena tersebut dapat dianggap sebagai
mekanisme komensatorik untuk menanggulangi keadaan iskemia.3
d) Irama dan frekuensi pernafasan berubah akibat melonjaknya tekanan intrakranial.
Kompresi batang otak dari luar mempercepat pernafasan yang diselingi oleh
pernafasan jenis Cheyne-Stokes. Kompresi sentral rostrokaudal terhadap batang otak
menimbulkan pernafasan yang lambat namun dalam.3
Bagian-bagian tulang tengkorak dapat mengalami destruksi atau rangsangan, karena
adanya sesuatu tumor yang berdekatan dengan tulang tengkorak.3

Penipisan tulang biasana disebabkan oleh meningioma yang bulat, sedangkan


penebalan atau eksostosis merupakan hasill rangsanga yang dilakukan oleh meningioma yang
gepeng. Lantai dari dorsum sela tursika dapat mengembung, hilang atau rusak karena
ekspansi adenoma hipofisis, tumor disekitar sela tursika ataupun karena hipertensi
intrakranial. Kira-kira 10% dari tumor serebri memperlihatkan perkapuran pada foto rontgen
biasa.3

Klasifikasi Tumor Intrakranial

Berdasarkan klasifikasi WHO tahun 2007, tumor otak digolongkan menurut temuan
histopatologis. Namun saat ini klasifikasi WHO tahun 2016 dibedakan secara bimolecular
untuk kepentingan tatalaksana dan prognosis, seperti adanya mutasi trate
dehydrogenase(IDH) -1 dan 2, serta p53. Pada oligodendroglioma anaplastic dengan delesi

13
kromosom 1p mempunyai prognosis lebih baik terhadap terapi dibandingkan dengan yang
kromosom 1pnya intak.4

Tabel 1. Klasifikasi Tumor Otak(WHO Tahun 2007)4

Tumor astrosit I II III IV


Astrositoma sel subependimal besar X
Astrositoma pilositik X
Astrositoma pilomiksoid X
Astrositoma difus X
Xantostrositoma pleomorfik X
Astrositoma anplastik X
Glioblastoma X
Glioblastoma sel besar X
Glisarkoma X
Tumor Oligodendroglia
Oligodendroglioma X
Oligodendrogliaanaplastic X
Tumor oligoastrosit
Oligoastrositoma X
Tumor ependim
Subependimoma X
Ependimoma miksopapilari X
Ependimoma X
Ependimoma anapilastik X
Tumor Pleksus koroid
Papiloma pleksus koroid X
Papiloma pleksus koroid atipikal X
Karsinoma pleksus koroid X
Tumor neuroepitel lain
Giloma angiosentrik X
Giloma koloid ventrikel tiga X
Tumor Neuron dan Campuran Neuron-Glia
Gangliositoma X

14
Ganglioglioma X
Ganglioma anaplastic X
Ganglioma dan astrositoma desmoplastik infantile X
Tumor neuroepitel disembroplastik X
Neurositoma sentral X
Neurositoma ekstraventrikular X
Liponeurositoma serebelum X
Paraganglioma medulla spinalis X
Tumor glioneuron papilari X
Tumor glioneuron bentuk roset ventrikel empat X
Tumor pineal
Pineositoma X
Tumor parenkim pineal diferensiasi menengah X X
Pineoblastoma X
Tumor papilare region pineal X X
Tumor embrional
Meduloblastoma X
Tumor neuroektodermal primitive system saraf pusat X
Tumor teratoid/rabdoid atipikal
Tumor saraf paraspinal dan kranial
Schwanoma X
Neurofibroma X
Perineurioma X X X
Tumor selubung saraf perifer ganas X X X
Tumor meningen
Meningenioma X
Meningenioma atipikal X
Meningenioma anplastik/ganas X
Hemangiomaperisitoma X
Hemangiomaperisitoma anaplastic X
Hemangiomablastoma X
Tumor region sella

15
Kraniofaringioma X
Tumor sel granula neurohipofisis X
Pituisitoma X
Onkositoma sel spindle adenoipofisis X

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan pencitraan merupakan pemeriksaan penunjang yang paling penting


untuk mempertajam diagnosis.MRI dengan segala fiturnya dapat membantu memberikan
gambaran tumor dengan kecurigaan ganas berdasarkan kuatnya penyangatan kontras, densitas
inhomogen, serta luasnya edema peritumoral disekitarnya. Demikanpula berdasarkan
letaknya di intraparenkim (intra-aksial) dapat ditentukan kemungkinan suatu astrositoma atau
diluar parenkim (ektra-aksial) sebagai meningioma, schwannoma, dan metastasis
leptomeningeal.4

Pada tumor juga dapat terjadi pendarahan akibat hipervaskularisasi yang rentan,
sehingga menyebabkan gambaran klinis dan CT-Scan seperti stroke hemoragik. Namun hal
ini dapat dikenal jika anamnesis adanya sakit kepala sebelumnya, sehingga dilakukan CT-
Scan dengan kontras.4

Penatalaksanaan

1. Terapi simtomatik
Pasien dengan tumor otak bisa datang dalam keadaan peningkatan TIK, sehingga harus
ditatalaksanakan.Penyebab TIK tersering adalah edema vasogenik, sesuai dengan
patofisiologi tumor untuk cenderung menyebabkan edema disekitarnya. Obat pilhan utama
adalah kortikosteroid golongan deksametason dosis tinggi, loading 10 mg IV dilanjutkan
dosis rumatan 16-20mg/hari dan dapat dinaikan dosisnya. Secara teori dosis maksimal bisa
hingga 96 mg/hari, namun kenyataannya dosis 30 mg/hari juga sudah berefek bermakna.
Pemberian antiedema ini sebenarnya bersifat sementara sambil mempersiapkan pasien untuk
tindakan operasi. Pada pemberian lebih dari 5-7 hari, steroid tidak boleh dihentikan tiba-tiba
karena dapat menyebabkan rebound phenomenon, sehingga dilakukan penurunan secara
bertahap(tapering off).4

2. Terapi definitive

16
Terapi tumorotak adalah biopsy dan reseksi tumor.Terutama tumor-tumor di ekstraaxial
seperti meningioma, tatalaksana utama hanya reseksi luas beserta kapsulnya.Untuk lokasi
yang lebih dalam, dapat dilakukan biopsy stereotaktik. Semakin banyak tumor yang dapat
direseksi maka keluarannya akan lebih baik.Selain efek desak ruangnya teratasi,
kemungkinan untuk rekurens juga lebih kecil.Oleh karena itu lebih disukai jika tumor dapat
di diagnosis dalam ukuran kecil berdasarkan deteksi dini. 4
Pada golongan astrositoma biasanya agak sulit untuk menentukan batas tumor dengan
jaringan yang sehat, selalu ada sisa tumor yang perlu ditindak lanjuti dengan radioterapi
dengan kemoterapi, terutama pada astrositoma derajat tinggi. 4
Kemoterapi untuk tumor otak lebih terbatas pilihannya, karena harus dapat menemus
sawar darah otak.Tujuannya untuk menghambat pertumbuhan tumor dan meningkatkan
kualitas hidup pasien semaksimal mungkin.Sejauh ini yang menjadi pilihan adalah
temozolamid untuk glioblastoma dan metastasis. Kemoterapi jenis ankylating agent ini
dapat diberikan tunggal sebagai kemoterapi dengan dosis 200 mg/m2/hari selama 5 hari yang
dapat diulang setiap 28 hari selama 6 siklus.4
3. Terapi Paliatif
Kata paliatif berasal dari bahasa yunani “pallium” yang berarti “cloak” dalam bahasa
inggris atau mantel yang dimaksudkan untuk menutupi hal-hal yang tidak nyaman.
Biasanya dilakuka setelah pasien menjalani terapi definitive namun masih terdapat keluhan
akibat gejala sisa tumornya.Terapi ini diindikasikan jika pasien tidak dapat dilakukan terapi
definitive oleh karena ukuran tumor yang terlalu besar, kondisi buruk, dan terlalu beresiko
untuk dilakukan terapi definitive. Penetapan terapi ini perlu disepakati oleh semua tim
secara multidisiplin bersama dokter penanggung jawab utama, serta dokter gizi, rehabilitasi
medic, psikiatri, dan ahli terapi paliatif.4
Pasien perlu penyesuaian terhadap gejala sisanya untuk bisa kembali minimal beraktivitas
mandiri.Biasanya gangguan berupa kejang, nyeri atau gangguan fungsi luhur yang dapat
diberikan terapi yang sesuai.Dapat diberikan juga terapi suportif dan relakasasi yang dapat
membantu pasien dan keluarga.4

II. Abses Otak


Abses otak adalah infeksi pada otak yang diselubungi kapsul dan terlokalisasi pada
satu atau lebih area di dalam otak.6

Faktor Resiko6
17
1. Tanpa faktor/sumber yang diketahui (21%)
2. Didahului infeksi lokal (sinusitis dan mastoiditis) (19%)
3. Berasal dari jantung (penyakit jantung sianotik kongenital) (18%)
4. Pascaoperasi intrakranial (17%)
5. Pascatrauma intrakranial (9%)
6. Bersumber dari paru (7%)
7. Pada penderita imunosupresi (HIV, transplantasi) (5%).

Manifestasi Klinis6
Trias abses otak klasik adalah: peningkatan tekanan intrakranial (TIK), defisit
neurologis fokal, dan demam. Gejala awal peningkatan TIK berupa nyeri kepala, mual, dan
muntah. Gejala lainnya adalah mengantuk dan bingung: kejang umum atau fokal; dan defisit
fokal motorik (hemiparesis), sensorik (hemihipestesia) dan kemampuan bicara. Demam dan
leukositosis tidak selalu ada.
1. Abses lobus frontalis: nyeri kepala, mengantuk, inatensi dan gangguan fungsi mental
umum. Hemiparesis kontralateral disertai kejang motorik dan kelainan wicara (lesi di
hemisfer dominan) adalah tanda neurologis yang sering dijumpai. Dapat dijumpai
anosmia unilateral dan eksoftalmus ringan.

2. Abses lobus frontoparietalis atau lobus temporalis: gangguan fungsi luhur


(inatensi atau disfasi) disertai gangguan lapangan pandang.

3. Abses lobus temporalis: nyeri kepala awalnya di sisi yang sama dengan abses dan
terlokalisasi di regio frontrotemporalis. Jika abses terdapat di lobus temporalis
dominan, akan timbul afasia anomik (kesulitan menamai sesuatu). Tanda khas abses
lobus temporalis kanan adalah kuadrantanopia homonim atas. Defisit motorik atas
sensorik ekstremitas kontralateral biasanya minimal, walaupun dapat diamati adanya
kelemahan wajah bagian bawah dan lidah.

4. Abses lobus oksipitalis: hemianopia homonim, inatensi, mengantuk, dan stupor

5. Abses serebelar: sering ditemukan nistagmus dengan arah deviasi konjugat ke arah
lesi. Motorik ekstremitas perlahan menjadi hipotoni, dan terjadi inkoordinasi
ipsilateral disertai ketidakmampuan melakukan gerakan-gerakan tangkas. Gejala
lainnya berupa kaku tengkuk, nyeri kepala, dan retraksi kepala ke arah lesi. Tanda
defisit serebelar menandakan tingkat keparahan kasus.

18
6. Abses batang otak: menyebabkan kelumpuhan saraf-saraf kranialis

Pemeriksaan Penunjang 6

1. CT Scan dan MRI otak : bermanfaat untuk konfirirmasi diagnosis, penentuan lokasi
lesi, dan pemantauan terapi.
2. Rontgen toraks : mencari sumber infeksi dari jantung atau paru, serta menentukan
adanya tanda penyakit jantung kongenital.
3. Rontgen gigi/panoramik : untuk identifikasi sumber infeksi dari gigi.
4. Pungsi lumbal di kontraindikasikan karena resiko herniasi otak.
Penatalaksanaan6

a) Antibiotik : kombinasi penisilin dan metronidazol/kloramfenikol adalah pilihan


pertama. Kombinasi alternatif adalah sefalosporin generasi III seperti :
sefrtriakson/sefotaksim dan metronidazol.
 Penisilin G atau sefalosporin generasi III (sefotaksim, seftriakson) dapat digunakan
untuk Streptococci sp. Dosis penisilin G 20-24 juta unit dan juga 4-6 juta unit.
Kloramfenikol atau metronidazol dapat diberikan secara intravena dengan loading
dose 15 mg/kg diikuti 7,5 mh/kg setiap 6 jam.
 Golongan penisilin resisten beta laktam (oksasilin, metilsilin, nafsilin) dengan dosis
1,5 g setiap 4 jam IV atau vankomisin dosis 1 g setiap 12 jam IV, diberikan untuk
Staphlococcus aureus, infeksi staphylococcus sp. Pascaoperasi saraf, trauma, atau
endokarditis bakterialis.
 Metronodazol dosis 200 mg setiap 6 jam dapat menembus sawar darah otak dan tidak
dipengaruhi oleh kortikosteroid, tetapi hanya aktif untuk bakteri Streptococcus
anaerob, aerob dan mikroaerofilik.
 Sefalosporin generasi III (sefotaksim, seftriakson) umumnya adekuat untuk organisme
gram negatif aerob. Jika terdapat Pseudomonas, sefalosporin parentral pilihan adalah
seftazidinm atau sefeim.
 Trimetroprim-sulfametoksazol dosisi tinggi 15 mg/kg/hari dari komponen
trimetroprim dibagi 3-5 dosis untuk abses otak dengan penyebab Mocardia sp. Dosisi
dapat diturunkan ½ nya selama 1-6 bulan pada pasien tanpa penekanan imun dan
selama 1 tahun pada pasein dengan penekanan imun.
b) Kotrikosteroid: penggunaannya masih kontroversial. Deksametason 16 mg/hari pada
orang dewasa dan 0,5 mg/kg/hari pada anak, berguna untuk mengurangi edema

19
serebri. Kerugiannya adalah berkurangnya kemampuan penetrasi antibiotik,
berkurangnya pembentukan kapsul dam meningkatnya nekrosis. Penggunaan
kortikosteroid sebaiknya berdurasi singkat dan dosisnya perlu di kurangi secara
bertahap (tappering off).
c) Manitol 20% dan hiperventilasi : menurunkan TIK.
d) Aspirasi atau eksisi: diindikasikan pada abses berdiameter >2,5 cm dan telah
terbentuk kapsul definitif yang tampak pada pancitraan. Terapi ini bermanfaat untuk
menisolasi organisme dan menurunkan TIK.
Prognosis

Dengan penatalaksanaan yang baik, mayoritas pasien abses otak dapat disembuhkan.
Prognosisnya lebih baik pada usia muda, pada kasus yang tidak disertai defisit neurologis
berat, tidak terjadi perburukan gejala pada awal terapi, dan tidak ada faktor komorbid.6

III. Pendarahan Intrakranial


1. Hematom epidural
Hematom epidural adalah suatu hematom yang cepat terakumulasi di antara tulang
tengkorak dan duramater, biasanya di sebabkan oleh pecahnya arteri meningea media. Jika
tidak diatasi akan membawa kematian.6

Tanda diagnostik klinik:7

 Lucid interval (+)


 Kesadaran makin menurun
 Late hemiparese kontralateral lesi
 Pupil anisokor
 Babinsky (+) kontralateral lesi
 Fraktur di daerah temporal
Hematom epidural di fossa osterior :7

 Gejala dan tanda klinis:


 Lucid interval tidak jelas
 Fraktur kranii oksipital
 Kehilangan kesadaran cepat
 Gangguan serebelum, batang otak dan pernafasan
 Pupil isokor

20
Penunjang diagnostik:7

CT Scan otak : gambaran hiperdens (perdarahan) di tulang tengkorak dan dura, umumna di
daerah temporal dan tampak bikonveks.

2. Hematom subdural
Hematom subdural terjadi ketika vena diantara duramater dan parenkim otak robek.
Pasien dapat kehilangan kesadaran saat terjadi cedera dan dapat timbul higroma.6

Jenis :7

a) Akut : lucid interval 0-5 hari


b) Subakut : lucid interval 5 hari- beberapa inggu
c) Kronik : lucid interval > 3 bulan
Hematom subdural akut

Gejala dan tanda klinis :

 Sakit kepala
 Kesadaran menurun +/-
Penunjang diagnostik :7

CT Scan otak : gambaran hiperdens (perdarahan) diantara duramater dan araknoid, umumnya
klarena robekan dari bridging vein dan tampak seperti bulan sabit.

3. Kontusio
Kontusio adalah perdarahan kecil (petechiae) disertai edema pada parenkim otak.
Dapat timbul perubahan patologi pada tempat cedera (coup) atau di tempat yang berlawanan
dari cedera (contre coup).6

4. Hematom intraserebral
Hematom intraserebral biasanya terjadi karen cedera kepala berta, ciri khasnya adalah
hilang kesadaran dan nyeri kepala berat setelah sadar kembali.6

A. Fraktir Basis Cranii7


a) Anterior
Gejala dan tanda klinis :

21
 Keluarnya cairan likuor melalui hidung/rhinorea
 Perdarahan bilateral periorbital ecymosis/ raccoon eye
 Anosmia
b) Media
Gejala dan tanda klinis :

 Keluarnya cairan likuor melalui telinga / otorrhea


 Gangguan N.VII dan VIII
c) Posterior
Gejala dan tanda klinis:

 Bilateral mastoid ecymosis/ battle’s sign


Penunjang diagnostik:7

 Memastikan cairan serebrospinal secara sederhana dengan tes halo


 Scaning otak resolusi tinggi dan irisan 3 mm (50%+) ( high resolutiom and thin
section).
B. Diffuse Axonal Injury7
Gejala dan tanda klinis :

 Koma lama pasca trauma kapitis (prolonged coma).


 Disfungsi saraf otonom.
 Demam tinggi.
Penunjang diagnostik :

CT Scan otak :

 Awal : normal, tidak ada tanda adana perdarahan, edema, kontusio.


 Ulangan setelah 24 jam-edema otak luas.

C. Perdarahan Subarakhnoid Traumatika7


Gejala dan tanda klinis:

 Kaku kuduk
 Nyeri kepala
 Bisa didapati gangguan kesadaran

22
Penunjang diagnosis:7

CT Scan otak : perdarah (hiperdens) diruang subarakhnoid.

5. Perdarahan subarakmoid
Pendarahan subaraknoid adalah perdarahan yang terdapat pada ruang subarakhnoid,
biasanya disertai hilang kesadaran, nyeri kepala berat dan perubahan status mental yang
cepat.6

Gambar 1. Klasifikasi Pendarahan.8

Herniasi Otak

Herniasi otak terjadi karena timbulnyaa perbedaan tekanan kompartemen


kraniospinal.2

Jenis-Jenis Herniasi Otak

1) Herniasi tentorial lateral, juga disebut herniasi uncal. Bagian daripada lobus
temporalis menuruni hiatus tentorium. Jika tidak dikawal, dapat berlaku herniasi
tentorial sentral.

23
2) Herniasi tentorial sentral. Bagian daripada mesensefalon dan diencephalon akan
menuruni hiatus tentorium. Kerusakan struktuk dan robekan pembuluh darah dapat
berlaku.
3) Herniani subfalcine. Berlaku pada SOL unilateral. Jarang memberikan gejala.
4) Herniasi tonsillar. Herniasi tonsila cerebellaris melalui foramen magnum atau hiatus
tentorium. Akan menyebabkan disfungsi batang otak.9

Gambar 3. Tipe-Tipe Herniasi.10

BAB III

KESIMPULAN

Space Occupying Lesions (SOL) Atau Lesi desak ruangadalah kasus gawat darurat
yang bersifat progresif yang sering ditemukan dalam praktek sehari-hari.Kita perlu
memberikan perhatian lebih kepada kasus ini karena SOL memiliki keluhan yang bervariasi
dari cephalgia ringan sampai berat.SOL dapat disebabkan oleh beberapa keadaan patologis,
seperti keganasan, abses atau hematoma.Kerusakan yang ditimbulkan oleh SOL dapat
diperkirakan berdasarkan luas daerah yang terkena dan etiologi penyebab.Gejala umum yang
terjadi lebih berhubungan dengan peningkatan tekanan intracranial atau kejang, perubahan
perilaku dan beberapa tanda yang berhubungan dengan bagian yang terkena lesi.Penanganan
pada SOL yang utama adalah mengatasi etiologi penyebab.Penanganan terhadap gejala hanya

24
bersifat sementara dan untuk meringankan keluhan sedangkan progresifitas penyebab
(etiologi) dari gejala yang timbul terus berlangsung.Space occupying lesions merupakan
suatu penyakit yang sukar untuk ditegakkan penyebabnya secara dini. Secara klinis, setiap
penyebab SOL memberikan gejala yang hampir sama tergantung kepada tempat lesi,
kecepatan lesi yang timbul, ukuran lesi dan kecepatan terjadinya peningkatan tekanan
intrakranial sehingga mengasilkan tanda klinis yang hampir sama. Untuk itu, pemikiran
seorang dokter dalam memahami setiap penyebab SOL adalah penting untuk mencari dan
mengenalpasti secara benar selanjutnya memberikan terapi yang benar untuk mengurangi
tekanan intrakranial di samping mengobati secara tuntas penyebab yang terjadi. Difikirkan
timbulnya kejadian space occupying lesions apabila didapatkan gangguan serebral secara
umum yang progresif, adanya gejala tekanan tinggi intrakranial dan adanya gejala sindroma
otak yang spesifik. Pemeriksaan radiologi, dalam hal ini, CT-Scan dan MRI sangat berperan
dalam mendiagnosa SOL.

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Tidy C. Space-occupying Lesions of the Brain Information Page | Patient [Internet].


Patient. 2013 [cited 1 September 2017]. Available from:
http://patient.info/doctor/space-occupying-lesions-of-the-brain
2. Satyanegara. Ilmu bedah saraf satyanegara: tumor otak. Edisi ke-4. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama; 2010, h. 207, 265-302
3. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi klinis dasar. Jakarta: Penerbit Dian Rakyat;
2013.h. 390-6.
4. Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Buku Ajar
Neurologi. Edisi ke-2. Tangerang:Penerbit Kedokteran Indonesia,2017.Hal.324.
5. Baehr M, Frotscher M. Diagnosis Topik Neurologi DUUS: gangguan serebleum.
Edisi ke-4. Jakarta : EGC, 2010. H. 228-9.
6. Dewanto G. Panduan praktis diagnosis dan tata laksana penyakit saraf. Jakarta: EGC;
2009.h.13,51-4.
7. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI). Konsensus nasional
penanganan trauma kapitis dan trauma spinal. Jakarta: PERDOSSI; 2006.h.9-11.
8. Diunduh dari http://www.angelfire.com/nc/neurosurgery/Kepalateks.html pada
tanggal 1 September 2017.
9. Lindsay KW, Bone I, Callander R, Gijn JV. Neurology and Neurosurgery illustrated.
3th edition. Churchill Livingstone;1997: 293-318.
10. Diunduh dari https://fathi007.wordpress.com/2011/01/08/sindroma-herniasi-
herniation-syndromes-dan-penatalaksanaan-awal/ pada tanggal 1 September 2017.

26

Anda mungkin juga menyukai