Abstrak
Desain studi : Review article
Tujuan : Meninjauan literatur tentang epidemiologi, diagnosis, dan manajemen tuberkulosis
spinal (TB).
Metode : Pencarian literatur secara sistematis dilakukan menggunakan Cochrane Database of
Systematic Reviews, EMBASE, dan PubMed. Studi yang dipublikasikan selama 10 tahun
terakhir dianalisis. Pencarian dilakukan menggunakan Istilah medis Judul Subjek, dan sub judul
yang digunakan adalah "TBC tulang belakang," "diagnosis," "epidemiologi," "etiologi,"
"Manajemen," "operasi," dan "terapi."
Hasil : Diagnosis jaringan tetap menjadi satu-satunya pemeriksaan yang sangat mudah untuk
memastikan diagnosis. MRI dan GeneXpert membantu dalam deteksi dini dari pengobatan TB
spinal. TB spinal tanpa komplikasi memiliki respons yang baik dengan dosis kemoterapi yang
tepat. Pembedahan hanya diperlukan dalam kasus komplikasi neurologis, deformitas yang
menyebabkan kelumpuhan, dan ketidakstabilan.
Kesimpulan : Kejadian presentasi klinikoradiologis tidak khas TB spinal sedang meningkat.
Dosis yang tidak tepat, tidak memadai lamanya pengobatan, dan pemilihan kemoterapi yang
tidak tepat tidak hanya menghasilkan kekambuhan TB tetapi juga menyebabkan resistan
terhadap beberapa obat. Selain itu, fenomena migrasi global mengakibatkan penyebaran TB
spinal ke seluruh dunia. Konsensus ini untuk mendiagnosis dan mengobati TB spinal lebih awal,
mencegah komplikasi, mempertimbangkan mobilisasi dini, dan mengembalikan pasien pada
status fungsional sebelumnya.
Kata kunci : Infeksi, spondilitis, MRI, dekompresi, deformitas, leher, torak, torak-lumbar,
lumbar
Pendahuluan
Fakta keberadaan tuberkulosis (TB) pada zaman kuno terbukti pada mumi dari Mesir dan
Peru (9000 SM) yang diamati dan juga telah digambarkan sebagai "Yakshama" dari medis tertua
India dari Charaka Samhita dan Sushruta Samhita, masing-masing berasal dari tahun 1000 dan
600 SM.1,2 Pada 1779, Sir Percival Pott menggambarkan spondilitis tuberkulosis dan presentasi
klinis paraplegia pada pasien dengan cacat kifosis pada populasi Eropa. 3 Kemajuan signifikan
telah dicapai di abad 19 dan 20 termasuk penemuan agen penyebab, Mycobacterium
tuberculosis, pengembangan vaksin Bacillus Calmette-Guerin (BCG), penemuan agen
kemoterapi, kemajuan didiagnostik, dan peningkatan hasil pembedahan.4,5 Diyakini sebagai
masalah kesehatan di lingkungan alam endemik yang kurang mampu di negara berkembang, TB
sekarang menjadi perhatian internasional, tersebar di seluruh dunia karena fenomena migrasi
global. Langkah besar 4 dekade yang dicapai pada awal diagnosis dan manajemen kasus yang
efisien, meningkatkan prevalensi imunodefisiensi dan multiple drug resistance (MDR)
menghasilkan timbulnya TB sebagai ancaman kesehatan masyarakat.
Epidemiologi
Insidensi TB ekstra paru (EPTB) rendah sekitar 3%, tetapi belum ada pengurangan yang
signifikan pada kejadian EPTB bila dibandingkan dengan TB Paru (PTB). 7 Skeletal TB (STB)
sekitar 10% dari EPTB, dan TB spinal telah menjadi lokasi paling umum dari STB, berjumlah
sekitar setengah dari EPTB skeletal. Thoracolumbar junction menjadi yang paling terpengaruh
bagian tulang punggung diikuti oleh tulang belakang lumbar dan tulang belakang leher.8,9
Pada 2016, diperkirakan 10,4 juta insiden kasus TB baru menurut Organisasi Kesehatan
Dunia (WHO).10 Sementara kawasan Eropa hanya sekitar 3%, Wilayah Asia Tenggara sendiri
memiliki 46,5% dari beban TB global.11,12 Kematian terkait TB tetap menjadi salah satu dari 10
besar penyebab kematian di seluruh dunia, meskipun ada penurunan kematian TB sebesar 22%
dari tahun 2000 hingga 2015.
Menurut PBB, jumlah internasional pekerja pendatang telah tumbuh pesat dari 173 juta
menjadi 244 juta dari 2000 hingga 2015. Mayoritas pekerja pendatang berpenghasilan menengah
sebagian besar dari mereka pindah ke negara maju. India, sekitar 23% dari total beban TB
global.13 Fenomena migrasi global ini bersamaan dengan munculnya strain MDR yang
menimbulkan tantangan baru bagi sistem perawatan kesehatan global. Selain itu, insiden
penyakit kronis dan orang yang terkena HIV terus meningkat yang selanjutnya menandakan
munculnya TB.14 Upaya secara terus- menerus sedang dilakukan oleh WHO, dan Strategi WHO
End TB untuk tahun 2030 telah disetujui oleh negara-negara anggotanya, yang bertujuan untuk
mengurangi 80% tingkat kejadian TB dan 90% pengurangan kematian TB.15
Abses Dingin
Abses dingin tidak memiliki tanda inflamasi dan pada awalnya terbentuk pada fokus
infektif. Kemudian, membutuhkan jalur dengan resistensi paling sedikit di sepanjang fasia dan
neurovaskular seperti yang digambarkan pada Gambar 1. Pada tulang belakang leher, dapat
tergambar sebagai abses retropharyngeal atau pembengkakan pada triangle anterior atau
posterior leher atau bahkan di aksila. Abses retrofaringeal bisa menimbulkan disfagia, suara
serak, dan stridor pernapasan.26 Di daerah toraks, abses dingin biasanya timbul sebagai
pembengkakan paravertebral fusiform, terlihat secara radiografi, dan pada pembuluh darah
interkostal muncul pembengkakan di dinding dada. Abses dingin toraks dapat muncul melalui
ligamentum arkuata, atau melalui diafragma.27 Abses dingin lumbal biasanya muncul sebagai
pembengkakan pada Petit's triangle atau di pangkal paha dan terdapat pada sepanjang psoas
menyebabkan deformitas pseudo-fleksi pinggul. Jarang dapat muncul abses pembuluh darah
femoral atau gluteal sebagai abses pada Scarpa's triangle atau bagian gluteal.28,29
Kelainan Bentuk
Karena keterlibatan kolomna anterior, penghancuran progresif menghasilkan kelainan
bentuk tulang belakang kyphotic paling sering. Gambaran klinis tergantung pada jumlah vertebra
yang terlibat menyebabkan "knuckle" (1 vertebra), "gibbus" (2 vertebra), dan “rounded
kyphosis” (> 3 kolaps tulang belakang). Raja sekaran et al mengusulkan rumus untuk prediksi
kyphotic akhir kelainan pada populasi orang dewasa yang terkena TB tulang belakang: Y ¼ a +
bx, dimana Y adalah sudut akhir, "a" dan "b" adalah konstanta, 5.5 dan 30.5, masing-masing, dan
x adalah hilangnya tinggi awal vertebra di tulang belakang thoracic dan thoracolumbar. 30 Jain et
al kemudian mengamati bahwa dimungkinkan untuk prediksi kyphotic akhir deformitas
menggunakan rumus ini dengan variabilitas ±10.31 Jain et al percaya bahwa kelainan bentuk
kyphotic 60º atau di atas melumpuhkan dan dapat meningkatkan kemungkinan mengembangkan
neurologis sequelae.32 Hilangnya tulang belakang ditoleransi dengan baik dicervical dan lumbar
spine tidak seperti thoracic dan thoracolumbar tulang belakang karena lordosis yang melekat.
Namun, jarang dengan aktif infeksi berkelanjutan, kyphosis serviks progresif mungkin
diperlukan intervensi bedah, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.
Figure 1. (A, B) Whole spine and focal T2 weighted sagittal MRI images of a 30-year-old
individual showing unusually large prevertebral abscess with extensive tracking beneath the
anterior longitudinal ligament. (C) Coronal image shows the abscess tracking along the psoas
muscle to reach the anterior aspect of the thigh.
Figure 2. (A, B) Plain radiography of a 52-year-old female with active cervical spinal TB and
cervical kyphosis. (C, D) T2 weighted sagittal and parasagittal image showing a huge
prevertebral abscess and posterior abscess spreading along and confined within posterior
longitudinal ligament with cord compression. (E, F) Coronal and axial trim images
demonstrating asymmetrical paravertebral abscess more toward the left side. (G, H, I) Axial,
coronal, and sagittal images showing fragmentary and osteolytic lesions with near complete
destruction of C4 vertebra. (J, K) One-year follow-up lateral and AP X-ray following anterior
corpectomy and iliac crest autografting with posterior instrumentation showing restoration of
cervical lordosis and excellent healing.
Defisit Neurologis
Komplikasi neurologis dapat terjadi baik selama awal penyakit aktif atau pada tahap
akhir penyembuhan. Kompresi langsung karena abses, jaringan inflamasi, atau sekuestrum dan
ketidakstabilan adalah penyebab umum yang membahayakan saraf dalam stadium aktif. 36
Peregangan mekanis cord dalam gibbus menghasilkan kejadian masalah neurologis setelah
penyembuhan TB. Defisit neurologis onset lambat akibat osifikasi ligamentum flavum proksimal
terhadap kyphosis jarang, tetapi telah diamati dan diyakini karena gerakan berlebihan.37
Diagnosis
Pertumbuhan Mycobacterium dalam kultur spesimen yang diperoleh dari jaringan yang
terinfeksi adalah satu-satunya diagnosis yang paling pasti pada pemeriksaan TB spinal dan
dianggap sebagai metode gold standart. Namun, karena sensitivitasnya yang sangat buruk, studi
histopatologis menunjukkan granuloma klasik dan pewarnaan apusan untuk mengidentifikasi
basil asam cepat (AFB) dianggap sebagai standar referensi untuk semua modalitas diagnostik
lainnya. Selain dari penanda serologis peradangan secara tidak langsung, imunologis tes juga
telah digunakan dengan hasil yang bervariasi. Molekuler diagnostik sering digunakan karena
kecepatannya dan terpercaya.
Pencitraan
Foto polos tidak berperan dalam diagnosis dini TB spinal. Penyempitan ruang disk dan
penipisan dari vertebra and plates dapat diidentifikasi sebagai perkembangan penyakit dan
kerusakan lebih lanjut yang mengarah ke kyphosis dan membuat ketidakstabilan yang terjadi
ditahap akhir. Ini digunakan dalam menilai kesejajaran koronal dan sagital. 60% hingga 70% TB
spinal mungkin memiliki lesi paru yang aktif, dan dengan demikian radiografi dada sangat
penting.41 Computed tomography (CT) menunjukkan kerusakan vertebra sebelum Foto polos
dan sangat berguna dalam mengidentifikasi tingkat kerusakan tulang, keterlibatan kolumna
posterior, patologi fungsional, keterlibatan sendi, dan stabilitas regional. 42 4 jenis kerusakan
diperhatikan dalam urutan penurunan frekuensi: fragmentaris, osteolitik, subperiosteal,dan lesi
sklerotik lokal.44 MRI telah menjadi modalitas pilihan pencitraan mampu mendeteksi perubahan
paling awal. MRI Gadolinium yang ditingkatkan lebih lanjut membantu membedakan TB dari
penyebab infeksi spondylodiscitis lain.45,46 Sejauh mana keterlibatan jaringan lunak, penyebaran
abses, dan kompresi saraf paling baik divisualisasikan dalam MRI. Alat skrining tulang belakang
dalam mengidentifikasi lewat lesi (Gambar 4). MRI juga sangat bisa dalam menilai respon
terhadap pengobatan.47
Pencitraan nuklir oleh 18F-fluorodeoxyglucose (18F-FDG) pemindaian positron emission
tomography (PET) membantu penilaian aktivitas penyakit secara real-time, dibandingkan dengan
CT dan MRI, karena 18F-FDG dapat mengetahui sel-sel inflamasi seperti neutrofil dan makrofag
yang diaktifkan di lokasi peradangan.48 Namun, tidak ada pilihan pencitraan yang tersedia dalam
membedakan infeksi tulang belakang dan keganasan, pemeriksaan histopatologis wajib untuk
mengkonfirmasi diagnosis atau paling tidak menyingkirkan keganasan.49
Pemeriksaan Laboratorium
Erythrocyte sedimentation rate (ESR) adalah penanda sensitif infeksi dan dapat
digunakan untuk menilai respons terapi, tetapi spesifisitasnya yang rendah menjadi perhatian.
Biasanya pada TB, ESR> 20 mm/h dan menurun saat penyembuhan berlangsung. C-reaktif
protein (CRP) lebih spesifik untuk penyakit infeksi akut daripada TB. 50,51 Pemeriksaan serologis
IgM dan IgG yang tinggi pada tahap infeksi TB aktif dan kronis, masing-masing, tidak akan
dapat membedakan antara penyakit TB aktif atau sembuh atau antara infeksi alami dari vaksin
BCG; dengan demikian, pemeriksaan ini tidak direkomendasikan.52,53
Padahal WHO merekomendasikan penggunaan tes kulit Mantoux tuberculin di negara-
negara berpenghasilan rendah, tidak ada nilai diagnostik di daerah endemik dan mungkin juga
negatif palsu pada individu imunodefisiensi dan karenanya hanya digunakan dalam TB laten.
Dua tes lain yang digunakan dalam TB laten adalah interferon-g (IFN-g) uji pelepasan dan enzim
darah imunosorben, mengukur jumlah produksi IFN-g yang merupakan respons terhadap antigen
Mycobacterium tuberculosis.54 Padahal spesifik dan membedakan antara TB alami dan vaksinasi
BCG, tes ini tidak dapat membedakan antara TB laten dan TB aktif. 55,56 WHO telah mendesak
negara-negara untuk melarang pemeriksaan tes darah yang tidak akurat dan sebagai gantinya
mengandalkan uji mikrobiologis atau molekuler.57
Signifikansi diagnosis jaringan sudah baik dan itu akan ideal untuk memasukkan sampel
jaringan yang diperoleh ke AFB pewarnaan, kultur AFB dan kultur aerobik bersama dengan
antibiotik pengujian sensitivitas dengan uji line probe, rantai polimerasereaksi (PCR), dan tes
diagnostik molekuler lainnya terpisah dari pemeriksaan histopatologis.58 Kultur radiometrik
BACTEC membutuhkan waktu 2 minggu, kurang dari 4 minggu waktu inkubasi dalam teknik
kultur AFB standar.59 Gene Xpert MTB / RIF Tes adalah tes diagnostik otomatis yang
menghasilkan hasil 90 menit, dan memiliki sensitivitas 95,6% dan spesifisitas 96,2%.60,61 Selain
itu, juga membantu dalam mengidentifikasi resistensi terhadap rifampisin. Pada bulan Maret
2017, WHO merekomendasikan penggunaan generasi berikutnya Xpert MTB / RIF assay,
bernama Xpert MTB / RIFUltra, seperti yang mereka temukan, memiliki tingkat deteksi
Mycobacterium TB yang lebih baik pada spesimen dengan jumlah rendah basil, terutama dalam
spesimen BTA-negatif, kultur spesimen positif, dan dalam spesimen anak dan spesimen
ekstrapulmoner.62 Gambaran histologis klasik TB adalah adanya nekrosis kaseosa, granuloma sel
epiteloid, dan sel Langhans raksasa dan telah dilaporkan sekitar 72% hingga 97%.63,64
Singkatnya, diagnosis TB spinal berdasarkan pada temuan hubungan klinis dan temuan
pencitraan klasik pada MRI dan dikonfirmasi oleh kultur dan sensitivitas, Gene Xpert PCR tes,
atau dengan bukti histopatologis. Diagnostik saat ini yang tersedia dan kegunaannya dalam
mendiagnosis atau pemantauan TB spinal tercantum dalam Tabel 1 bersama dengan sensitivitas
dan spesifisitas yang dilaporkan.
Pengobatan Pembedahan
Debridement anterior dan eksisi radikal dari fokus penyakit bersamaan dengan terapi
ATT adalah pilihan pada pengobatan awal, meskipun terkait morbiditas tinggi.82,83 The Medical
Research Councill secara acak memilih subjek pasien TB spinal untuk farmakoterapi saja,
debridemen, dan debridemen radikal bersama menemukan hasil fungsional yang serupa di 3
kelompok.84 Didorong oleh hasil yang sangat baik dari multidrug ATT, Tuli memperkenalkan
"jalan tengah", dimana farmakoterapi adalah pengobatan dasar dan pembedahan dianjurkan
hanya dalam keadaan tertentu.85 Konsep ini sangat diterima dan dipraktikkan. Pada situasi
tertentu mengharuskan penatalaksanaan pembedahan adalah sebagai berikut: kurangnya respons
terhadap farmakoterapi atau kekambuhan, presentasi kelemahan berat , dan statis atau defisit
saraf yang memburuk bahkan setelah memulai farmakoterapi, ketidakstabilan, rasa sakit yang
membuat tidak mampu, dan kelainan bentuk.33
Keuntungan dari pengobatan pembedahan termasuk pengambilan sampel yang memadai
untuk konfirmasi diagnosis histologis dini dengan penyembuhan yang lebih baik dengan
menghilangkan fokus penyakit, koreksi dan pencegahan deformitas tulang belakang, mengurangi
tingkat kekambuhan, dan mempromosikan pemulihan neurologis dini. Oga et al memperlihatkan
bahwa basil tuberkel, tidak seperti organisme piogenik, oleh karenanya pembedahan
instrumentasi aman bahkan dalam keadaan penyakit aktif.86 Dasar-dasar pengobatan pembedahan
adalah dekompresi yang memadai dan debridemen, pemeliharaan dan penguatan stabilitas, dan
memperbaiki deformitas atau menghentikan perkembangan deformitas.87
Tujuan pembedahan adalah (1) drainase abses, (2) debridemen bahan terinfeksi, atau (3)
debridemen dan penyatuan dengan atau tanpa stabilisasi. 88 farmakoterapi sendiri sembuh pada
sebagian besar abses dingin, dan drainase dianjurkan hanya dalam keadaan tertentu seperti
gangguan pernapasan atau disfagia, karena abses paravertebral servikal yang luas dan deformitas
fleksi pinggul akibat abses psoas yang luas.26 Debridemen sendiri tidak mencegah perkembangan
kelainan bentuk atau meningkatkan tingkat penyembuhan, terutama pada anak-anak karena dapat
menyebabkan kerusakan physeal dan perkembangan deformitas yang cepat.89,90 Debridemen dan
penyatuan dengan atau tanpa instrumentasi dilakukan dengan approach anterior, approach
posterior, rekonstruksi global melalui pendekatan posterior, atau prosedur gabungan.
Anterior Approach
TB spinal terutama memengaruhi kolumna anterior dan dengan demikian approach
anterior yang memadai memungkinkan debridemen, dan rekonstruksi dengan mudah.91 Karena
debridemen anterior saja gagal untuk mencegah perkembangan deformitas, Hodgson et al
menyarankan debridemen dan artrodesis radikal.91-93 Namun, hasilnya tidak dapat diproduksi
dalam penelitian lain dan berhubungan dengan gagal napas, kematian, dan komplikasi graft-
related. Rajasekaran dalam studinya mengamati graft slippage, fraktur, absorpsi, atau subsidensi
pada 59% kasus dengan penyatuan body anterior tanpa instrumentasi dan komplikasi ini umum
terjadi ketika graft membentang 2 atau 3 vertebral tubuh. Penambahan instrumentasi anterior
dalam bentuk pelat, batang, dan sekrup sangat penting terutama ketika sedang melakukan koreksi
kyphosis.94,95 Prosedur anterior ini direkomendasikan ketika struktur posterior utuh, dan
sebaiknya dihindari pada penyakit panvertebral.
Posterior Approach
Saat ini prosedur posterior merupakan yang paling umum dilakukan, karena mudah,
familiar. Kemampuan memadai untuk paparan dekompresi medula spinalis sirkumferensial,
lebih baik mengontrol deformitas melalui sekrup pedikel (Gambar 6), dan kemungkinan
perpanjangan instrumentasi kapan pun diperlukan di Indonesia Selain menghindari komplikasi
torakotomi pada posterior approach cukup memberi harapan. 96 Dekompresi transpedicular dan
fasilitasi instrumentasi posterior lebih cepat pemulihan dan juga mencegah perkembangan gejala
kelainan neurologis dan sisa pada penyakit awal.97
Figure 6. (A, B, C) MRI images of a 40-year-old with active TB and regional kyphosis with
severe canal stenosis. (D, E) 1-year follow-up after posterior column shortening and
decompression along with fusion procedure employed to achieve deformity correction by
posterior approach alone.
Kesimpulan
Terlepas dari kemajuan dalam diagnosis dini dan pengobatan efektif, TB spinal terus
membayangi profesional medis khususnya di Asia Tenggara karena kenaikan strain yang resistan
terhadap obat. Selain itu, fenomena migrasi global sekarang telah membuka untuk komunikasi
penyakit ini di negara maju dan peningkatan terus-menerus pada pasien dengan penyakit kronis,
dan orang yang terinfeksi HIV, menimbulkan risiko tinggi pada mereka untuk penyakit
simptomatik secara klinis. Tujuan pengobatan pada TB spinal adalah untuk memberantas
penyakit dan untuk mencegah dan / atau memperbaiki deformitas tulang belakang dan defisit
neurologis. TB spinal tanpa komplikasi adalah murni penyakit medis. Operasi dalam TB spinal
diarahkan untuk dekompresi dan debridemen yang memadai, pemeliharaan, dan penguatan
stabilitas dan menghentikan peningkatan terjadinya deformitas atau memperbaiki kelainan.
Upaya selalu dilakukan oleh WHO dan WHO meningkatan kepatuhan terhadap farmakoterapi
multidrug untuk menghasilkan perbaikan dan telah membuka jalan dalam mengurangi tingkat
relaps menjadi sekitar 2%.