Anda di halaman 1dari 34

Review Kasus

CKD Stage V on HD, Oedem Pulmo, Efusi Pleura


Dextra, Hipertensi stage 2, Anemia Renal
Pembimbing:
Dr. Iri Kuswadi, Sp.PD-KGH, FINASIM

Disusun oleh:
1. dr. Arie Yudha Baskara – RSIY PDHI Kalasan
2. dr. Meidiana Ika Surya Dewi – RSI Arafah Rembang
3. dr. Annanda Rimasari – RSU Syifa Medika Banjarbaru

Kelompok A
Pelatihan Dialisis Angkatan 16
RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
LAPORAN
KASUS
Identitas
● Nama : Tn AM
● Umur : 52 Tahun
● Jenis kelamin : Laki-laki
● Agama : Islam
● Alamat : Sluke, Rembang
● Pekerjaan : Wiraswasta
● Tgl masuk RS: 1 Maret 2021
Anamnesis
• Keluhan Utama : Sesak Napas

• Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien HD rutin datang ke IGD karena sesak napas sejak 1HSMRS dan
makin memberat pada pagi HMRS. Saat tarik napas terasa makin berat, dan
laju napas menjadi menjadi lebih cepat. Pasien merasa lebih nyaman pada
posisi duduk daripada berbaring. Pasien tampak gelisah dan berkeringat
dingin. Pada 1HSMRS pasien mengaku minum air putih cukup banyak
lebih dari 500ml karna banyak aktivitas.
Keluhan lemas (+) demam (-), pilek (-), batuk (+) kadang-kadang
berdahak (+) darah (-), mual (-), muntah (-), nyeri kepala (-), nyeri dada (-),
bengkak dikaki (+), BAB (+) normal, BAK (+) hanya sedikit sekali.
Anamnesis
• Riwayat Penyakit Dahulu
• Hipertensi (+) sejak 10 tahun yang lalu dengan terapi
rutin Valsartan 160mg 1x1 dan Amlodipin 10mg 1x1
• CKD Stage V on HD (+) sejak Juni 2016 dengan HD
rutin 2x seminggu, Rabu dan Sabtu
• DM (-)
• Penyakit jantung (-)
• Penyakit Paru (-)

• Riwayat Keluarga
Hipertensi, DM, Gagal ginjal, Penyaki jatung dan paru
disangkal
Pemeriksaan Keadaan Umum
01
Fisik
Tampak sesak. Kesadaran Compos Mentis
(GCS E4M6V5)
Tekanan Darah
02 170 / 100 mmHg

Nadi
03 110 x / menit

Laju Nafas
04 40 x / menit

Suhu
05 36,7 0C
03
Saturasi Oksigen
06 Awal 89%  97% on NRM 10 lpm

Berat Badan
07 BBK: 54 kg BB HD yll: 56 kg BBD: 58kg
Pemeriksaan Fisik
- Kepala: Konjunctiva pucat (+/+), Sklera ikterik (-/-)

- Leher: Peningkatan JVP (-), Limfonodi tidak teraba

- Thoraks: Cor: Cardiomegali (+), S1 S2 reguler, Bising (-). Pulmo: Simetris


(+/+), Perkusi sonor (+/+), Vesikuler (+/+), Ronki basah kasar +/+, Wheezing
(-/-)

- Abdomen: Supel (+), Bising usus (+) normal, Timpani (+), Shifting dullness (-),
Nyeri tekan (-)

- Ekstremitas : Terpasang AV shunt pada ekstremitas superior sinistra, Pitting


oedema ekstremitas inferior (+/+), Nadi angkat kuat (+/+), Akral hangat
(+/+).
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Nilai Normal Pemeriksaan Nilai Normal
Lekosit 16.750 4000-10.000 Limfosit 12.6 17-48 %
Eritrosit 2.56 4.5-5.5 x 106/µL Monosit 6.2 2-10 %
Hemoglobin 7.3 12-16 g/dl Eosinofil 8.0 1-3 %
Hematokrit 22.8 37-43 g/dl Basofil 0.6 0-1 %
Trombosit 400.000 150-450 x 103/µL
MPV 7.7 6.5-11 Kimia Darah
Index Eritrosit Gula darah 144 70-150 mg/dl
RDW-CV 18.6 10-15 % Ureum 155 15-40 mg/dl
MCV 89.1 80-97 Kreatinin 11.37 0.6-1.1 mg/dl
MCH 28.7 26.5-33.5 pg
MCHC 32.2 31.5-35 g/dl
Hitung Jenis
Netrofil segmen 72.6 43-76 %
Pemeriksaan penunjang
Foto Thorax PA
• Hasil
• Tampak corakan vaskuler pulmo meningkat mengabur dengan cephalisasi (+) dan hilar haze (+)
• Diafragma bilateral licin
• Sinus costofrenicus dextra tumpul, sinistra lancip
• Cor: CTR >0,5
• Sistema tulang yang tervisualisasi intact
• Kesan
• Oedema Pulmonum
• Cardiomegaly
• Efusi pleura dextra
Diagnosis Kerja
CKD stage V on HD
Oedema pulmo
Efusi pleura dextra
Hipertensi stage 2
Anemia Renal
Tatalaksana
● O2 NRM 10lpm
● IVFD NaCl 0,9% 10tpm
● Inj Furosemid 40mg dilanjut SP Furosemid 0,5cc/jam
● Inj. Cefriaxone 2gr/24jam
● ISDN 3x5mg
● Valsartan 1x160mg
● Amlodipin 1x10mg
● Asam folat 3x1
● Bicnat 3x1
● NAC 3x1
Preskripsi HD
Dialiser : Sanxin SM160L, reuse ke 0
Dialisat : Bicarbonat
Lama HD : 5 jam
UF : 4 liter
Heparin : dosis awal 2000 U
dosis maintenance intermitten 500 U/jam
Akses : AV shunt
Qb : 250 ml/menit
Qd : 500 ml/menit
Hemodylisis Monitoring
Jam TD HR S Heparin UF Qb Qd
08.30 170/100 110 36,7 500 4 250 500
09.30 500 4 250 500
10.30 500 4 250 500
11.30 500 4 250 500
12.30 - 4 250 500
DISKUSI
Penyakit Ginjal Kronik
Gagal ginjal kronik yang belum perlu dialisis, kriteria:
• Kerusakan ginjal setidaknya selama 3 bulan atau lebih
• Abnormalitas struktural atau fungsional ginjal, dengan atau tanpa
penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG)
atau
• LFG yang kurang dari 60ml/menit/1,73m2 lebih dari 3 bulan dengan atau
tanpa kerusakan ginjal
Gagal ginjal kronik yang mulai perlu dialisis
PGK yang mengalami penurunan fungsi ginjal dengan LFG
<15ml/menit/1,73m2
Laju Filtrasi Glomerulus

LFG = (140 – umur) x BB


72 x Se creatinin
LFG = (140 – 52) x 54
72 x 11,37
LFG = 5,80 ml/menit/1,73m2

Pada kasus ini dengan LFG 5,80 ml/menit/1,73m2, merupakan CKD stage V
Adekuasi HD
Kecukupan jumlah proses dialisis untuk mencapai kondisi optimal pada CKD, ditandai:

1. Tidak ada tanda uremia

2. Tidak ada anemia

3. Hipertensi terkontrol

4. Status gizi baik

5. Tercapai keseimbangan cairan

6. Tercapai pengendalian metabolisme protein, zat besi, renal osteodystrophy


Adekuasi HD
Kt/V merupakan penilaian laboratorium pada adekuasi HD
Rumus Watson
Total Body Water = 2,447 – (0,09156 x umur) + (0,1074 x tinggi) + (0,3362 x BB)
= 2,447 – (0,09156 x 52) + (0,1074 x 160) + (0,3362 x 54)
= 2,447 – 4,76112 + 17,184 + 18,1548
= 33,025 liter

Kt/V, K: dialyzer clearance (L/minutes) t: time (minutes) V: distribution volume of urea (L)
Kt/V= 0,216 L/min x 300 min
33 L
= 64,8 L
33 L
= 1,964
Target Kt/V untuk HD 2x seminggu adalah 1,8 jadi pada kasus ini telah tercapai adekuasi HD.
EDEMA PARU
DEFINISI

•Edema paru adalah suatu kondisi yang ditandai dengan gejala sulit bernapas
akibat terjadinya penumpukan cairan di dalam kantong paru-paru (alveoli). Terjadi
akumulasi cairan yang berlebihan di dalam sel, ruang antar sel, dan rongga alveoli
pada paru. Penyebabnya beragam, tetapi memiliki hasil akhir yang sama, yaitu jumlah
air yang berlebihan di dalam paru. Kondisi ini dapat terjadi tiba-tiba maupun
berkembang dalam jangka waktu lama.
•Edema paru bisa digolongkan sebagai kondisi gawat darurat medis yang
memerlukan penanganan secepatnya, karena mengancam nyawa penderitanya.
•Dalam kondisi normal, udara akan masuk ke dalam paru-paru ketika bernapas.
Namun, pada kondisi edema paru, paru-paru justru terisi oleh cairan. Sehingga
oksigen yang dihirup pun tidak mampu masuk ke paru-paru dan aliran darah.
•Edema paru akan mempengaruhi kemampuan mekanik dan pertukaran gas di
paru dengan berbagai mekanisme. Produksi lapisan surfaktan terganggu karena
alveoli terendam cairan, serta adanya protein dan sel debris.
•Keadaan ini akan menyebabkan peningkatan tegangan permukaan pada
alveoli, sehingga memudahkan terjadi kolaps (atelektasis).
PENYEBAB
Cardiogenic Non cardiogenic
• Penyakit jantung koroner • Gagal ginjal
• Kardiomiopati • ARDS
• Hipertensi • Infeksi virus
• Penyakit katup jantung • Emboli paru
• Cedera pada paru-paru
• Tenggelam
• Berada di ketinggian (diatas 2400
meter diatas permukaan laut)
• Cedera kepala, kejang atau
operasi otak
• Menghirup asap saat terjadi
kebakaran. Terpapar racun
amonia dan klorin, yang mungkin
terjadi saat kecelakaan kereta
• Kecanduan kokain
Cardiogenic

Jantung berfungsi untuk memompa darah ke seluruh tubuh dari bagian rongga
jantung yang disebut ventrikel kiri. Ventrikel kiri mendapat darah dari paru-paru, yang
merupakan tempat pengisian oksigen ke dalam darah untuk kemudian disalurkan ke
seluruh tubuh. Darah dari paru-paru, sebelum mencapai ventrikel kiri, akan melewati
bagian rongga jantung lainnya, yaitu atrium kiri. Edema paru yang disebabkan oleh
gangguan jantung terjadi akibat ventrikel kiri tidak mampu memompa masuk darah
dalam jumlah yang cukup, sehingga tekanan di dalam atrium kiri, serta pembuluh darah
di paru-paru meningkat. Peningkatan tekanan ini kemudian menyebabkan terdorongnya
cairan melalui dinding pembuluh darah ke dalam alveoli. 
TANDA & GEJALA
01 02 03
Sesak Napas Mudah lelah Batuk Darah

04 05 06
Nyeri Dada Pembengkakan Palpitasi
DIAGNOSIS
1. Pulse oximetry, untuk mengukur secara cepat kadar oksigen di dalam darah, dengan menempatkan
sensor pada jari tangan atau kaki.
2. Elektrokardiografi (EKG), untuk melihat adanya tanda-tanda serangan jantung dan masalah pada
irama jantung.
3. Foto Rontgen dada, untuk memastikan bahwa pasien benar-benar mengalami edema paru, serta
melihat kemungkinan lain penyebab sesak napas.
4. Tes darah, untuk mengukur kadar oksigen dan karbon dioksida di dalam darah (analisis gas darah),
mengukur kadar hormon B-type natriuretic peptide (BNP) yang meningkat pada gagal jantung, serta
melihat fungsi tiroid dan ginjal. 
5. Ekokardiografi, untuk mengetahui adanya masalah pada otot jantung. 
6. Kateterisasi jantung, dilakukan bila edema paru disertai nyeri dada, namun tidak ditemukan kelainan
di EKG maupun ekokardiografi.
7. Kateterisasi arteri paru, untuk mengukur tekanan di dalam pembuluh darah paru-paru. Pemeriksaan
ini dilakukan bila pemeriksaan lain tidak mampu memastikan penyebab edema paru.
TATALAKSANA
1. Letakkan pasien dalam posisi duduk sehingga meningkatkan volume dan kapasitas vital paru,
mengurangi kerja otot pernapasan, dan menurunkan aliran darah vena balik ke jantung.
2. Pasang sungkup muka non-rebreathing dengan aliran 15 L/menit (target SpO2 >90%) berikan
bersamaan dengan pemasangan akses IV dan monitor EKG.
3. Oksimetri denyut dapat memberi informasi keberhasilan terapi walaupun alat pemantauan SpO 2 ini
kurang akurat apabila terjadi penurunan perfusi perifer. Oleh karena itu dianjurkan melakukan
pemeriksaan analisis gas darah untuk pemantauan oksigenasi ventilasi dan asam basa.
4. Tekanan ekspirasi akhir positif (positive end-expiratory pressure) dapat diberikan untuk mencegah
kolaps alveoli dan memperbaiki pertukaran gas.
5. Berikan ventilasi tekanan positif dengan kantung napas sungkup muka untuk menggantikan sungkup
muka non-rebreathing bila terjadi hipoventilasi.
6. Continuous positive airway pressure diberikan pada pasien bernapas spontan dengan sungkup muka atau
pipa endotrakea.
TATALAKSANA
7. Nitrogliserin/Nitrat SL. Nitrogliserin paling efektif mengurangi edema paru karena mengurangi preload.
Berikan tablet atau spray sublingual yang dapat diulangi setiap 5-10 menit bila TD tetap >90-100
mmHg. Isosorbide semprot oral bisa diberikan tetapi nitrogliserin pasta transkutan atau isosorbid orang
kurang dianjurkan karena vasokontriksi perifer tidak memungkinkan penyerapan yang optimal.
8. Furosemid 0,5-1 mg/kgBB IV. Efek bifasik pertama dicapai dalam 5 menit dimana terjadi venodilatasi,
sehingga aliran balik ke jantung dan paru berkurang (mengurangi preload). Efek kedua adalah sebagai
diuretik yang mencapai puncaknya setelah 30-60 menit. Keefktifan furosemid tidak harus dicapai
dengan diuresis berlebihan. Bila furosemid sudah sutin diminum sebelumnya, maka dosis bisa
digandakan. Bila dalam 20 menit belum didapat hasil yang diharapkan, ulangi IV 2x dosis awal. Dosis
bisa lebih tinggi bila retensi cairan menonjol dan/atau fungsi ginjal terganggu.
9. Morfin sulfat diencerkan dengan NaCl 0,9%, berikan 2-4 mg IV bila tekanan darah sistolik >100
mmHg. Obat ini merupakan salah satu obat pilihan pada edema paru, namun dianjurkan diberikan di
rumah sakit. Efek venodilator meningkatkan kapasitas vena, mengurangi aliran darah balik ke vena
sentral dan paru, mengurangi tekanan pengisian ventrikel kiri (preload), dan juga mempunyai efek
vasodilator ringan, sehingga afterload berkurang. Efek sedasi dari morfin sulfat menurunkan laju
napas.
KOMPLIKASI

•Edema paru yang tidak tertangani atau terus berlanjut dapat menyebabkan
peningkatan tekanan di ruang jantung sebelah kanan, yang menerima darah dari
seluruh tubuh. Kondisi ini mengakibatkan ruang jantung kanan gagal berfungsi dan
terjadi penumpukan cairan di rongga perut (asites), bengkak pada tungkai, dan
pembengkakan organ hati.
•Edema paru merupakan komplikasi yang umum terjadi pada gagal ginjal
kronik ataupun gagal ginjal akut. Hipoalbuminemia, yang merupakan karakteristik
dari gagal ginjal kronik, menyebabkan penurunan tekanan onkotik plasma yang
kemudian mendorong pergerakan cairan dari kapiler paru.
Komplikasi CKD
1. Anemia 11. Gangguan musculoskeletal
2. Hipertensi 12. Perubahan hormone
3. Hiperkalemia 13. Kelainan mata
4. Hiperfosfatemia 14. Gangguan imunologis
5. Hipocalcemia  renal
osteodystrofi
6. Sindroma uremikum
7. Gangguan gastrointestinal
8. Gangguan integumentum
9. Gangguan neurologi
10. Gangguan pulmonal
• Pada kasus ini CKD merupakan komplikasi dari hipertensi yang diderita sejak 10
tahun yang lalu.
• Terapi pengganti ginjal pada pasien ini dilakukan hemodialisis ke 400.
• Pada kasus ini pemeriksaan analisis gas darah belum dilakukan sehingga tidak
diketahui pemantauan oksigenasi ventilasi yang akurat dan keseimbangan asam basa
pada pasien. Selain itu, juga tidak dilakukan pemeriksaan EKG karena kondisi pasien
yang gelisah dan makin sesak jika posisi berbaring, sehingga tidak diketahui
kemungkinan masalah pada irama jantung.
• Setelah pemberian diuretik yaitu furosemid secara kontinyu, didapatkan volume urin
masih sedikit yaitu 100ml dalam 12 jam.
• Komplikasi dari CKD on HD yang dialami pasien antara lain anemia, hipertensi dan
gangguan cor-pulmonal
• Untuk kondisi anemia, pasien tidak menerima terapi eritropoietin secara rutin dan
belum dilakukan pemeriksaan lab untuk mengetahui status besi pasien.
• Untuk kondisi hipertensi, pasien mendapat terapi 2 kombinasi obat antihipertensi yaitu
valsartan dan amlodipin. Tetapi tekanan darah belum mencapai target <140/90 mmHg.
Sehingga perlu pertimbangan kenaikan dosis atau penambahan kombinasi obat.
• Untuk gangguan cor-pulmonal, pasien sering mengeluhkan sesak napas terutama
setelah aktivitas. Berdasarkan hasil pemeriksaan foto thorax diketahui jika pasien
mengalami oedem pulmo, efusi pleura dextra, dan cardiomegali.
• Penyebab oedem pulmo yang dialami pasien disebabkan karena diet natrium dan intake
cairan yang belum terkontrol, riwayat hipertensi stage 2 lama sehingga sudah
mengalami cardiomegali serta kemungkinan kondisi hipoalbuminemia namun belum
dilakukan pemeriksaan albumin pada pasien.
Saran
• Pemeriksaan laboratorium terutama analisis gas darah untuk pemantauan oksigenasi
ventilasi dan mengetahui keseimbangan asam basa pasien.
• Pemeriksaan laboratorium dan penunjang yang lengkap secara berkala seperti
pemeriksaan Hb tiap bulan, serta ureum dan albumin tiap 6 bulan untuk mengetahui
adekuasi HD yang telah dilakukan.
• Pemberian terapi eritropoietin secara rutin jika Hb >7mg/dl dan TD <180/120 pada
pasien yang sebelumnya telah dilakukan pemeriksaan status besi.
• Penambahan kombinasi obat antihipertensi sehingga tercapai target tekanan darah
• Mengontrol kenaikan BB diantara waktu HD dengan membatasi cairan dan natrium.
Kenaikan BB diantara HD maksimal 5% BB. Intake cairan yaitu volume urin output
ditambah 500cc/hari. Intake natrium yaitu 1 gram ditambah 1gram untuk tiap 500ml
urin.
• Hemodialisis rutin tetap dilanjutkan. Terapi pengganti ginjal dengan transplantasi
ginjal jika kondisi ekonomi memungkinkan.
Terimakasih

Anda mungkin juga menyukai