Anda di halaman 1dari 49

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Penyakit kusta adalah alah satu penyakit menular yang menimbulkan
masalah yang sangat kompleks. Masalah yang di maksud bukan hanya dari segi
medis seperti cacat fisik tetapi juga meluas sampai masalah sosial dan
ekonomi.(ditjen PPM dan P,2002)
Di perkirakan jumlah kasus kusta di dunia pada tahun 2009 terakhir adalah
sekitar 296499 jiwa. Dan jumlah tersebut paling banyak terdapat di regional asia
tenggara diikuti afrika,amerika. Indonesia ditemukan kasus kusta pada tahun 2009
sebanyak 19695 jiwa.(depkes RI,2010)
Di jawa timur sendiri terdapat sekitar 315 penderita kusta baik yang
sedang dalam pengobatan maupun kasus baru. Bertambahnya kasus pada
penderita kusta ini memang tidak bisa dihindari menyangkut proses penularan
yang juga tidak terduga maaupun tingkat pengetahuan dan kesadaran masyarakat
untuk hidup bersih dan terhindar dari penyakit. Meskipun jumlah penderita kusta
yang sedang menjalani pengobatan juga meningkat secara signifikan, namun
masih perlu diadakan penyuluhan secara intensif agar penderita kusta terus
menjalani pengobatan secara teratur dan tuntas. Selain itu juga perlu diberikan
pengertian kepada penderita bahwa kusta bukanlah penyakit yang di turunkan
melainkan kusta adalah penyakit yang menular melalui kontak dengan
penderitanya namun bisa diobati dan dapat menghindari kecacatan fisik akibat
penyakit tersebut. Sehingga pasien yang menderita penyakit tersebut tidak
mengalamai kemunduran secara sosial maupun ekonomi. Namun mereka tetap
bisa beraktifitas dan menjalani pengobatan teratur di sarana kesehatan setempat.

1
a.Perumusan masalah
1. Darimana sumber penularan penyakit tersebut?
2. Bagaimana kondisi tempat tinggal pasien?
3. Pengetahuan pasien tentang penyakitnya
b. Tujuan
c. tujuan umum
Tercapainya kesembuhan pada pasien dengan minum obat teratur
serta tidak terjadi komplikasi terhadap penyakitnya.
d. Tujuan khusus
1. Diketahui darimana pasien tertular
2. Diketahui kondisi lingkungan tempat tinggal pasien
3.Diketahui peran serta keluarga pasien terhadap pasien
menghadapi penyakitnya.

2
BAB II
STATUS PASIEN
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn.R
Umur : 51 tahun
Jenis kelamin : LAKI-LAKI
Pekerjaan : Petani
Pendidikan : SD
Agama : Islam
Alamat : ds.sambi gembul rt.4 rw.4 lakar dowo , kab. mojokerto
Suku : Jawa
Tanggal pemeriksaan : 23 oktober 2017

B.ANAMNESIS

1. Keluhan Utama : Bercak kulit berwarna keputihan.


2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien mengeluh terdapat bercak di kulit berwarna putih di bagian kaki
sebelah kanan sejak 1 tahun yang lalu. Awalnya bercak berwarna merah,
lama-kelamaan menjadi putih, selain itu didapatkan adanya mati rasa pada
bercak tersebut dan tidak terasa gatal saat berkeringat.
Kulit di bercak tersebut masih dapat keluar keringat saat
beraktifitas dan tidak kering. Pasien juga mengeluh jari-jari kaki sebelah
kanan kesemutan tetapi masih dapat digerakan seperti biasa. Pasien masih
bisa menutup mata dan penglihatannya masih jelas. Pasien juga mengaku
tidak ada rambut dan alisnya yang rontok.
Kemudian pasien memeriksakan diri di pengobatan balai desa dan
di anjurkan ke Puskesmas untuk mendapatkan pengobatan lebih lanjut.

3. Riwayat Penyakit Dahulu:


- Riwayat kontak dengan penderita Kusta : (-)

3
- Riwayat Sakit Sebelumnya : Tidak ada
- Riwayat Imunisasi : tidak ingat
- Riwayat Sakit Gula : Tidak ada
- Riwayat Asma : Tidak ada
- Riwayat Darah tinggi : Tidak ada
- Riwayat Alergi Obat : Tidak ada
- Riwayat Sakit Jantung : Tidak ada
-

4. Riwayat Penyakit Keluarga


- Riwayat keluarga dengan sakit yang serupa : (-)
- Riwayat keluarga pasien menderita sakit kulit : Tidak ada
- Riwayat darah tinggi : Tidak ada
- Riwayat Sakit Gula : Tidak ada

5. Riwayat Kebiasaan
- Riwayat berbincang-bincang dengan tetangga : Saat malam
- Riwayat olah raga : Jarang
- Riwayat pengisisan waktu luang dengan berbincang-bincang dengan
keluarga sering, dengan mengikuti acara yang ada di desa.

6. Riwayat Sosial Ekonomi


Penderita adalah seorang kepala keluarga, dan suami dari Ny. A
serta memiliki seorang anak laki-laki yaitu MF yang berumur 16 tahun.
mereka bertiga tinggal dalam satu rumah. Penderita bekerja sebagai
petani,keluarga tersebut memiliki penghasilan sekitar Rp.4.300.000 sekali
panen , dengan rata-rata 2 kali panen pertahun.

7. Riwayat Gizi.

4
Penderita makan sehari-hari 3 kali sehari dengan nasi sepiring
lengkap dengan sayur, lauk pauk seperti telur, tahu, tempe, dan krupuk.
Kesan Status gizi penderita cukup baik.

C. ANAMNESIS SISTEM
1. Kulit : warna kulit sawo matang, kulit gatal (-),
2. Kepala : sakit kepala (-), pusing (-), rambut kepala tidak rontok,
luka pada kepala (-), benjolan/borok di kepala (-)
3. Mata : pandangan mata berkunang-kunang (-), penglihatan
kabur (-), ketajaman baik.
4. Hidung : tersumbat (-), mimisan (-)
5. Telinga : pendengaran berkurang (-), berdengung (-), keluar cairan (-)
6. Mulut : sariawan (-), mulut kering (-), lidah terasa pahit
7. Tenggorokan : sakit menelan (-), serak (-)
8. Pernafasan : sesak nafas (-), batuk lama (-), mengi (-), batuk darah
(-)
9. Kadiovaskuler : berdebar-debar (-), nyeri dada (-),
10. Gastrointestinal : mual (-), muntah (-), diare (-), nafsu makan menurun (-
), nyeri perut (-), BAB tidak ada keluhan
11. Genitourinaria : BAK lancar, 4-5kali/hari.
12. Neuropsikiatri : Neurologik : kejang (-), lumpuh (-)
Psikiatrik : emosi stabil, mudah marah (-)
13. Muskuloskeletal : kaku sendi (- ) dan kaki (-), nyeri otot (-)
14. Ekstremitas : Atas : bengkak (-), sakit (-)
Bawah : bengkak (-), sakit (-)

5
D. PEMERIKSAAN FISIK
a) Keadaan Umum
Tampak tidak sakit, kesadaran compos mentis (GCS E4V5M6), status gizi
kesan cukup baik.
b) Tanda Vital dan Status Gizi
 Tanda Vital
Nadi : 82 x/menit, reguler, simetris
Pernafasan : 18 x/menit
Suhu : 36,8 oC
Tensi : 120/80 mmHg
 Status gizi ( Kurva NCHS ) :
BB : 64 kg
TB : 160 cm
TB/U x 100% : 3,5 %
BB/U x 100% : 1,4 %
BB/TB x 100% : 4,0%
Status Gizi : cukup baik
c) Kulit
Warna : Sawo matang, ikterik (-), sianosis (-),
Kepala dan leher:
-Rambut : Hitam,alopesia (-),madarosis (-)
-Mata :Bulat isokor (3mm/3mm)
-Hidung : Hidung pelana (-)
-Mulut : ulkus (-)
- Telinga : Penebalan cuping telinga (+)
-Leher : pembesaran KGB (-)
d) Thorax:
Cor : I : ictus cordis tak tampak
P : ictus cordis tak kuat angkat
P : batas kiri atas : ICS II PSS
batas kanan atas : ICS II PSD

6
batas kiri bawah : ICS V MCS
batas kanan bawah : ICS IV PSD
batas jantung kesan tidak melebar
A: S1 S2 tunggal regular, bising (-)
Pulmo :
I : pengembangan dada kanan sama dengan kiri
P : frermitus raba kiri sama dengan kanan
P : sonor/sonor
A: suara dasar vesikuler (+/+) suara tambahan RBK (-/-), wheezing
(-/-)
e) Abdomen
I : dinding perut sejajar dengan dinding dada, venektasi (-)
P : supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tak teraba
P : timpani seluruh lapang perut
A : peristaltik (+) normal
a) Sistem Collumna Vertebralis
I : deformitas (-), skoliosis (-), kiphosis (-), lordosis (-)
P : nyeri tekan (-)
Ekstremitas: palmar eritema (-/-)

Akral dingin oedem


- - - -
- - - -
b) Sistem genetalia: dalam batas normal
c) Perneriksaan Neurologik
Fungsi Luhur : dalam batas normal
Fungsi Sensorik : dalam batas normal

Fungsi motorik : 5 5
5 5

7
d) Pemeriksaan Psikiatrik
Penampilan. : sesuai umur, perawatan diri cukup
Kesadaran : kualitatif tidak berubah; kuantitatif compos mentis,
Afek : appropriate
Psikomotor : normoaktif
Proses pikir : bentuk : realistik
Isi : waham (-), halusinasi (-), ilusi (-)
arus : koheren
Insight : baik

Pemeriksaan Fisik Dermatologi :


1.Sensoris
a. Tes Raba :Hipoestesi pada daerah hipopigmentasi
b. Tes Nyeri :Anestesi pada daerah makula hipopigmentasi
c. Tes Suhu : Termoanestesi pada daerah makula hipopigmentasi
2.Motoris
a. Nervus ulnaris : kuat
b. Nervus radialis : kuat
c. Nervus medianus : kuat
Nervus peroneus comunis : kuat

3.Penebalan saraf :
a. Penebalan nervus auricularis magnus dextra : (+)
b. Penebalan nervus ulnaris: (-)
c. Penebalan nervus peroneus lateralis dextra : (+)
d. Penebalan nervus tibialis posterior : (-)

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan lab cuping / jaringan kulit : Tidak dilakukan

8
F. RESUME
Pasien laki-laki 51 tahun, Pasien mengeluh terdapat bercak di kulit
berwarna putih di daerah kaki sebelah kanan sejak 1 tahun yang lalu.
Awalnya bercak berwarna merah, lama-kelamaan menjadi putih, selain itu
didapatkan adanya mati rasa pada bercak tersebut dan tidak terasa gatal
saat berkeringat.
Kulit di bercak tersebut masih dapat keluar keringat saat
beraktifitas dan tidak kering. Pasien juga mengeluh jari-jari kaki sebelah
kanan kesemutan tetapi masih dapat digerakan seperti biasa. Pasien masih
bisa menutup mata dan penglihatannya masih jelas. Pasien juga mengaku
tidak ada rambut dan alisnya yang rontok.
Kemudian pasien memeriksakan diri di pengobatan balai desa dan
di anjurkan ke Puskesmas untuk mendapatkan pengobatan lebih lanjut.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tidak tampak sakit,
kesadaran compos mentis,dan status gizi baik, Tanda Vital: TD 120/80
mmHg, Nadi : 82, RR 18, Temp: 36,8ºC.
 Status lokalis:

Ektremitas Inferior dextra et sinistra (sekitar malleolus medialis) :


- UKK : Makula hipopigmentasi, lesi >5, bentuk oval,hipoestesi
(+),termoanestesi (+), Anestesi (+)

G. PATIENT CENTERED DIAGNOSIS


Diagnosis Biologis
1. Kusta kasus lama (dalam pengobatan)

Diagnosis Sosial Ekonomi dan Budaya


1. Kondisi lingkungan dan rumah yang kurang sehat.
2. Penyakit mengganggu kenyamanan dalam beraktifitas sehari - hari

9
H. PENATALAKSANAAN
Non Medika Mentosa
1. Perawatan tangan dan kaki kesemutan
- Penderita memeriksa tangan dan kaki setiap hari.
- Tangan dilindungi dari rasa panas, benda tajam dan luka.
- Jari-jari tangan dan kaki sering digerakkan agar sendi-sendi tidak
kaku.
2. Olah raga
Diharapkan penderita dapat menjaga kesehatan tubuhnya dengan
melakukan olah raga ringan seperti jalan pagi hari di lingkungan sekitar,
dan latihan pernafasan untuk menjaga daya tahan tubuh
3. Mengurangi stress tertentu
Diharapkan penderita mendapat motivasi yang adekuat dari keluarga untuk
kesembuhan penderita salah satunya dengan cara lebih banyak
memberikan perhatian dan meluangkan waktu untuk berbincang-bincang
atau bermain dan lebih mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Medikamentosa
Obat anti MH yang diberikan untuk tipe MB (Multi Basiler) pada penderita ini
terdiri dari :
Pengobatan bulanan : hari pertama (dosis yang diminum di depan petugas)
1. 2 kapsul Rifampisin @300 mg (600mg).
2. 3 tablet Lamprene @100mg (300mg)
3. 1 tablet Dapsone/DDS 100 mg.
Pengobatan harian : hari ke 2 – 28
1. 1 tablet Lamprene 50 mg
2. 1 tablet Dapsone/DDS 100 mg.
1 blister untuk 1 bulan
Lama pengobatan : 12 blister diminum selama 12 – 18 bulan.
Penderita menjalani pengobatan selama 12 bulan

10
BAB III
IDENTIFIKASI FUNGSI- FUNGSI KELUARGA

A. FUNGSI KELUARGA
1) Fungsi Biologis.
Keluarga terdiri dari suami sebagai penderita (Tn,R), istri (Ny.
A), Anak Sdr.MF 16 thn.Penderita tinggal serumah dengan istri dan
anaknya. sehari-hari bekerja sebagai prtani
2) Fungsi Psikologis.
Ny.F tinggal serumah dengan Suami dan anaknya .Hubungan
keluarga mereka terjalin dengan akrab terbukti dengan permasalahan-
permasalahan yang dapat diatasi dengan baik dalam keluarga ini.
Hubungan diantara mereka cukup dekat antara satu dengan yang lain.
Penderita sehari-hari lebih banyak menghabiskan waktunya untuk
berkerja, namun penderita selalu meluangkan waktu pada malam hari
untuk selalu mengajak ngobrol anggota keluarganya, bermain dengan
anaknya dan memperhatikan kebutuhan keluarganya sehari-hari.
Penderita selalu merasa khawatir jika penyakti yang dideritanya
tersebut akan menular kepada suami dan anak-anaknya. Oleh karena itu ia
sangat berkeninginan untuk berobat dan sembuh dari penyakitnya.
3) Fungsi Sosial
Dalam masyarakat penderita dan keluarga hanya sebagai anggota
masyarakat biasa, tidak mempunyai kedudukan sosial tertentu dalam
masyarakat. keluarga penderita cukup aktif dalam kegiatan sosial di
masyarakat. Dalam kesehariannya penderita bergaul akrab dengan
masyarakat di sekitarnya seperti halnya anggota masyarakat yang lain.
4) Fungsi Ekonomi dan Pemenuhan Kebutuhan
Penghasilan keluarga berasal dari penghasilan dari penderita sebgai
petani.
Penghasilan tersebut juga digunakan untuk membiayai kehidupan
keluarganya. seperti makan, minum, atau iuran membayar listrik hanya

11
mengandalkan uang yang ada. Ditambah dengan angsuran 1 unit sepeda
motor yang digunakan untuk bekerja. Makanan sehari-hari terdiri dari lauk
pauk, telor, daging ayam, frekuensi makan 2-3 kali. Secara keseluruhan,
pemenuhan kebutuhan hidup keluarga cukup terpenuhi.
5) Fungsi Penguasaan Masalah dan Kemampuan Beradaptasi
Penderita merupakan istri yang terbuka sehingga selalu
menceritakan masalah yang ada kepada seluruh anggota keluarganya
terutama kepada istrinya untuk mencari penyelesaian masalah bersama
serta memperoleh dukungan dari istrinya untuk menjalani pengobatan
secara teratur.

B. APGAR SCORE

ADAPTATION
Dalam menghadapi masalah keluarga, penderita selalu membicarakannya
terlebih dahulu kepada suaminya dan mengungkapkan apa yang diinginkannya dan
segala hal yang menjadi keluhannya. Penderita merasa bahwa penyakitnya ini
kadang mengganggu aktivitasnya sehari-hari terutama saat bersosialisasi. Adanya
dukungan yang besar dari istri dan petugas kesehatan yang sering memberikan
penyuluhan kepadanya baik secara langsung maupun melalui handphone serta
memberinya motivasi untuk sembuh dan teratur minum obat, karena penderita dan
keluarga yakin penyakitnya bisa sembuh total bila ia mematuhi aturan pengobatan
sampai sakitnya benar-benar sembuh dan tidak sampai terjadi putus obat agar tidak
terjadi relaps atau kambuh kembali. Hal tersebut menunjukkan bahwa penderita
memiliki keinginan kuat untuk sembuh dari penyakitnya.

PARTNERSHIP
Penderita memberikan pengertian yang cukup baik kepada istrinya atas
penyakitnya tersebut dan meyakinkan istrinya bahwa ia akan berobat secara teratur
dan berkeinginan kuat untuk sembuh. Meskipun demikian penderita tetap merasa
khawatir jika anak dan suami akan tertular penyakit yang dideritanya tersebut.

12
Sedangkan istri penderita sangat memahami keadaan suami. Dan selalu mendukung
serta memberikan motivasi kepada suaminya untuk selalu sabar dalam menjalani
pengobatan dan yakin bahwa penyakit yang dideritanya bisa disembuhkan.

GROWTH
Tn.R menyadari bahwa dirinya harus bersabar dalam menjalani pengobatan
yang teratur meskipun terkadang penderita merasa kurang percaya diri saat menjalani
aktifitas sehari-hari. Namun sedikit demi sedikit hal tersebut segera di hilangkan.
Karena penderita tidak ingin jika penyakitnya tersebut dapat menghalangi
aktifitasnya sehari-hari terutama dalam bekerja untuk memenuhi kebutuhan
keluarganya.

AFFECTION
Tn.R merasa hubungan kasih sayang dan interaksinya dengan keluarganya cukup
meskipun ia sedang menderita sakit. Bahkan perhatian yang dirasakannya bertambah.
Ia menyayangi keluarganya, begitu pula sebaliknya. Namun ia merasa sangat
khawatir dan takut jika penyakitnya tersebut akan menular pada anak dan istrinya.
Sehingga ia memiliki semangat yang cukup besar untuk bisa segera sembuh dari
penyakitnya tersebut.

13
RESOLVE
Tn.R merasa cukup puas dengan kebersamaan dan waktu yang ia dapatkan dari
keluarganya, penderita sangat memaksimalkan waktu yang ia miliki bersama suami
dan anaknya.
APGAR Tn.R Terhadap Keluarga Sering Kadang Jarang/tida
/selalu -kadang k
A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke 
keluarga saya bila saya menghadapi
masalah
P Saya puas dengan cara keluarga saya 
membahas dan membagi masalah dengan
saya
G Saya puas dengan cara keluarga saya 
menerima dan mendukung keinginan saya
untuk melakukan kegiatan baru atau arah
hidup yang baru
A Saya puas dengan cara keluarga saya 
mengekspresikan kasih sayangnya dan
merespon emosi saya seperti kemarahan,
perhatian dll
R Saya puas dengan cara keluarga saya dan 
saya membagi waktu bersama-sama
Total poin = 9 fungsi keluarga dalam keadaan baik

APGAR Ny. A Terhadap Keluarga Sering Kadang Jarang/tida


/selalu -kadang k
A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke 
keluarga saya bila saya menghadapi
masalah
P Saya puas dengan cara keluarga saya 

14
membahas dan membagi masalah dengan
saya
G Saya puas dengan cara keluarga saya 
menerima dan mendukung keinginan saya
untuk melakukan kegiatan baru atau arah
hidup yang baru
A Saya puas dengan cara keluarga saya 
mengekspresikan kasih sayangnya dan
merespon emosi saya seperti kemarahan,
perhatian dll
R Saya puas dengan cara keluarga saya dan 
saya membagi waktu bersama-sama
Total poin = 9 fungsi keluarga dalam keadaan baik
Tn.R pada saat pagi hingga sore juga bekerja di sawah sehingga
sebagai kepala keluarga dia hanya memiliki waktu untuk keluarganya pada
saat malam hari. Anaknya yang masih berumur 16 tahun dirumah bersama
istrinya .

Secara keseluruhan total poin dari APGAR keluarga tn.R adalah 18,
sehingga rata-rata APGAR dari keluarga Tn.R adalah 9. Hal ini menunjukkan
bahwa fungsi fisiologis yang dimiliki keluarga Tn.R dan keluarganya dalam
keadaan baik. Hubungan antar individu dalam keluarga tersebut terjalin baik.

C. SCREEM

SUMBER PATHOLOGY KET


Interaksi sosial yang baik antar anggota _
Sosial
keluarga juga dengan saudara partisipasi
mereka dalam masyarakat cukup baik.
Cultural Kepuasan atau kebanggaan terhadap budaya _
baik, hal ini dapat dilihat dari pergaulan

15
sehari-hari baik dalam keluarga maupun di
lingkungan, banyak tradisi budaya yang
masih diikuti. Sering mengikuti acara-acara
yang bersifat hajatan, sunatan, dll.
Menggunakan bahasa jawa, tata krama dan
kesopanan.
Religius Pemahaman agama cukup baik. Hal ini _
Agama menawarkan nampak dengan adanya ruangan sholat di
pengalaman spiritual yang baik dalam rumah. Meskipun cukup sederhana,
untuk ketenangan individu yang namun hal tersebut menunjukkan bahwa
tidak didapatkan dari yang lain keluarga Tn.M cukup taat dalam
menjalankan agama.
Ekonomi Ekonomi keluarga ini tergolong menengah, _
untuk kebutuhan primer sudah bisa
terpenuhi, meskipun demikian mereka tetap
hidup dengan sederhana untuk memenuhi
kebutuhan hidup yang lainnya.
Edukasi Pendidikan anggota keluarga cukup _
memadai. Penderita lulus pendidikan S1
sedangkan istrinya lulusan sekolah
menengah atas.
Medical Penderita cukup mampu untuk berobat ke _
Pelayanan kesehatan puskesmas dokter spesialis bahkan untuk membeli obat-
memberikan perhatian khusus obatan merk paten. Namun penderita
terhadap kasus penderita memilih untuk berobat dan kontrol ke
puskesmas dan mengikuti aturan pengobatan
berdasarkan program pemerintah.

D. KARAKTERISTIK DEMOGRAFI KELUARGA


Alamat : Ds.Sambi gambol rt.4 rw.4 lakardowo, jetis, kab. mojokerto

16
Bentuk Keluarga : Nuclear Family

Diagram 1. Genogram Keluarga Ny.F Dibuat tanggal 04 April 201

TN.R NY.A

SDR.
MF

Sumber : Data Primer, 04 april 2015


Keterangan :
Tn.R : Penderita
Ny. A : Istri
Sdr. MF : Anak Penderita

17
Informasi Pola Interaksi Keluarga
Tn. R

Sdr. F 16 thn Ny. A

Keterangan : : hubungan baik


: hubungan tidak baik

Hubungan antara Tn.R sebagai penderita dengan istri dan anaknya berjalan
baik dan dekat. Dalam keluarga ini tidak sampai terjadi konflik atau hubungan
buruk antar anggota keluarga.

E. Pertanyaan Sirkuler

1. Ketika penderita jatuh sakit apa yang harus dilakukan oleh istri?
Jawab :
Istri penderita yg menjaganya dan menyiapkan segala kebututan perawatan
yang dibutuhkan oleh penderita.
2. Ketika istri bertindak seperti itu, apa yang dilakukan oleh anak?
Jawab :
Berhubung anak penderita masih berumur 16 tahun, sehingga anak
penderita tidak bisa berbuat apa-apa pada saat ayahnya sedang sakit.
3. Kalau butuh dirawat/operasi ijin siapa yang dibutuhkan?
Jawab :
Dibutuhkan ijin istri, karena ia sebagai keluarga terdekat . Namun
sebelumya melalui musyawarah dengan anggota keluarga lainya atau
mungkin juga melibatkan keluarga besarnya.
4. Siapa anggota keluarga yang terdekat dengan penderita?
Jawab :

18
Anggota keluarga yang dekat dengan penderita adalah istri. Walaupun
waktu yang tersedia untuk bertemu istri tidak banyak namun penderita
selalu menyampaikan keinginannya ataupun keluhannya kepada suami.
5. Selanjutnya siapa?
Jawab :
anaknya
6. Siapa yang selalu tidak setuju dengan pasien?
Jawab :
Tidak ada.
7. Siapa yang biasanya tidak setuju dengan keputusan pasien?
Jawab :
Tidak ada

19
BAB IV
IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
KESEHATAN

A. Identifikasi Faktor Perilaku dan Non Perilaku Keluarga


1. Faktor Perilaku Keluarga
Tn.R adalah seorang suami dari pasangan yaitu ny.A. Dan seorang
ayah dari anaknya yaitu sdr MF. Penderita sehari-hari bekerja sebagai petani.
istrinya mengetahui bahwa suaminya sedang menderita penyakit kusta dan
berada dalam fase pengobatan. Namun istri dapat menerima dengan lapang
dada dan selalu memberikan dukungan yang cukup besar kepada suaminya.
Menurut semua anggota keluarga ini, yang dimaksud dengan sehat
adalah keadaan terbebas dari sakit, yaitu yang menghalangi aktivitas sehari-
hari. Keluarga ini menyadari pentingnya kesehatan karena apabila mereka
sakit, mereka menjadi tidak dapat bekerja lagi sehingga otomatis pendapatan
keluarga akan berkurang dan menjadi beban anggota keluarga lainnya.
Keluarga ini meyakini bahwa sakitnya disebabkan oleh kuman penyakit,
bukan dari guna-guna, sihir, atau supranatural/ takhayul. Mereka tidak terlalu
mempercayai mitos, apalagi menyangkut masalah penyakit, lebih
mempercayakan pemeriksaan atau pengobatannya pada mantri, bidan, atau
dokter di puskesmas yang terletak dekat dengan rumah.
Perabotan rumah dan kebersihan terjaga dengan rapi misalnya dengan
menyapu rumah dan halaman paling tidak sehari dua kali, pagi dan sore
kebersihan kamar mandi cukup terjaga, penderita menggunakan air sumur
untuk kebutuhan sehari-hari, misal untuk mandi, mencuci dan sebagai air
minum.
2. Faktor Non Perilaku
Dipandang dari segi ekonomi, keluarga ini termasuk keluarga
menengah. Keluarga ini memiliki satu sumber penghasilan yaitu dari
penderita yang bekerja sebagai petani Dari total semua penghasilan
tersebut keluarga dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari termasuk

20
kebutuhan sekunder, salah satunya yaitu kebutuhan untuk mencicil
kendaraaan bermotor.
Rumah yang dihuni keluarga ini cukup memadai. Pembuangan
limbah keluarga belum memenuhi standart untuk sanitasi lingkungan karena
limbah keluarga tidak dialirkan melalui got pembuangan limbah keluarga
melainkan dialirkan ke belakang rumah dan dibiarkan meresap begitu saja.
Sampah keluarga dibuang ditempat pembuangan sampah yang ada
dibelakang rumah dan dibakar. Namun terdapat jamban pribadi yang cukup
bersih dengan septik tank. Anggota keluarga juga terbiasa mencuci tangan
dengan sabun dan air mengalir sebelum makan. Serta mencuci bahan
makanan juga dengan air yang mengalir sebelum memasak.

B. Identifikasi Lingkungan Rumah

Gambaran Lingkungan Keluarga ini tinggal di sebuah rumah


berukuran 12x6 m2 dan tidak berdempetan dengan rumah tetangganya dan
menghadap ke selatan. memiliki pekarangan rumah dan tidak memiliki
pagar pembatas. Terdiri dari ruang tamu, ruang keluarga dan ruang untuk
menonton TV, dua kamar tidur, dapur, Musholah dan kamar mandi dengan
fasilitas jamban keluarga. Terdiri dari 2 pintu keluar, yaitu 1 pintu depan
dan 1 pintu belakang. Jendela ada 3 buah, dikamar tamu dan disetiap
kamar tidurnya. Di depan rumah terdapat teras yang berukuran 6x1,5 m2.
Lantai rumah sebagian besar terbuat dari bahan semen dan keramik,
Ventilasi dan penerangan rumah cukup dengan sinar matahari yang dapat
masuk ke masing-masing ruangan. Atap rumah tersusun dari genteng dan
ditutup langit-langit. Masing-masing kamar memiliki dipan untuk
meletakan kasur. Dinding rumah terbuat dari batubata yang telah diplester
semen dan di cat kuning. Perabotan rumah tangga cukup. Sumber air
untuk kebutuhan sehari-harinya keluarga ini menggunakan air sumur di
belakang rumah. Secara keseluruhan kebersihan rumah cukup. Sehari-hari
keluarga memasak menggunakan kompor gas.

21
Denah Rumah :

Denah Rumah

Dapur kamar
mandi
U

Kamar tidur I

ruang TV

S Kamar tidur II

Ruang Tamu

Keterangan : : dinding

: pintu

: jendela

: Ruang tamu

22
BAB V

DAFTAR MASALAH

1. Masalah aktif :
a. Kusta Kasus lama (dalam pengobatan)
b. Kondisi ekonomi cukup
c. Pengetahuan keluarga cukup baik tentang penyakit penderita
d. Resiko penularan pada anggota keluarga yang lain
2. Faktor resiko :
a. Status gizi Cukup
b. Lingkungan dan tempat tinggal yang kurang sehat

23
DIAGRAM PERMASALAHAN PASIEN

(Menggambarkan hubungan antara timbulnya masalah kesehatan yang ada dengan


faktor-faktor resiko yang ada dalam kehidupan pasien)

1.Lingkungan kerja
dan rumah yang
kurang sehat dan
memadai

3. pandangan 2. Prevensi untuk


masyarakat anggota keluarga
terhadap lainnya
penyakit kusta

Tn.R

4.Pengaruh social
ekonomi pada
penderita kusta

24
BAB VI

PATIENT MANAGEMENT

A. PATIENT CENTERED MANAGEMENT


1. Suport Psikologis
Penderita memerlukan dukungan psikologis mengenai faktor-faktor
yang dapat menimbulkan kepercayaan baik pada diri sendiri maupun kepada
dokternya. Antara lain dengan cara :
a. Memberikan perhatian pada berbagai aspek masalah yang dihadapi.
b. Memberikan perhatian pada pemecahan masalah yang ada. Memantau
kondisi fisik dengan teliti dan berkesinambungan.
c. Memantau kondisi fisik dengan teliti dan berkesinambungan.
d. Timbulnya kepercayaan dari pasien, sehingga timbul pula kesadaran dan
kesungguhan untuk mematuhi nasihat-nasihat dari dokter.
Pendekatan Spiritual, diarahkan untuk lebih mendekatkan diri
kepada Tuhan YME, misalnya dengan rajin ibadah, berdoa dan memohon
hanya kepada Tuhan YME.
Dukungan psikososial dari keluarga dan lingkungan merupakan hal
yang harus dilakukan. Bila ada masalah, evaluasi psikologis dan evaluasi
kondisi sosial, dapat dijadikan titik tolak program terapi psikososial.
2. Penentraman Hati
Menentramkan hati diperlukan untuk pasien dengan problem
psikologis antara lain yang disebabkan oleh persepsi yang salah tentang
penyakitnya, kecemasan, kekecewaan dan keterasingan yang dialami
akibat penyakitnya. Menentramkan hati penderita dengan memberikan
edukasi tentang penyakitnya bahwa penyakitnya tersebut bukan penyakit
turunan dan dapat disembuhkan. Faktor yang paling penting untuk
kesembuhannya adalah ketekunan dalam menjalani pengobatan sesuai
petunjuk dokter. Selain itu juga didukung dengan makan makanan yang
bergizi tinggi meskipun sederhana, istirahat yang cukup. Diharapkan

25
pasien bisa berpikir positif, tidak berprasangka buruk terhadap
penyakitnya, dan membangun semangat hidupnya sehingga bisa
mendukung penyembuhan dan meningkatkan kualitas hidupnya.

3. Penjelasan, Basic Konseling dan Pendidikan Pasien


Diberikan penjelasan yang benar mengenai persepsi yang salah
tentang KUSTA. Pasien KUSTA dan keluarganya perlu tahu tentang
penyakit, pengobatannya, pencegahan dan penularannya. Sehingga persepsi
yang salah dan merugikan bisa dihilangkan. Hal ini bisa dilakukan melalui
konseling setiap kali pasien kontrol dan melalui kunjungan rumah baik oleh
dokter maupun oleh petugas Yankes.
Beberapa persepsi yang harus diluruskan yaitu :
a. Penyakit KUSTA merupakan penyakit turunan
b. Penyakit KUSTA tidak dapat disembuhkan.
c. Penyakit KUSTA adalah Kutukan
Maka pasien harus diberi pengertian untuk terus mengupayakan
kesembuhannya melalui program pengobatan dan rehabilitasi yang
dianjurkan oleh dokter. Juga harus dilakukan pendalaman terhadap berbagai
masalah penderita termasuk akibat penyakitnya (KUSTA) terhadap
hubungan dengan keluarganya, pemberian konseling jika dibutuhkan.
Penderita juga diberi penjelasan tentang pentingnya menjaga diet TKTP
yang benar dalam rangka mencapai berat badan ideal, pentingnya olah raga
yang teratur dan sebagainya.
4. Menimbulkan rasa percaya diri dan tanggung jawab pada diri sendiri
Dokter perlu menimbulkan rasa percaya dan keyakinan pada diri
pasien bahwa ia bisa melewati berbagai kesulitan dan penderitaannya. Selain
itu juga ditanamkan rasa tanggung jawab terhadap diri sendiri mengenai
kepatuhan dalam jadwal kontrol, keteraturan minum obat, diet yang
dianjurkan dan hal-hal yang perlu dihindari serta yang perlu dilakukan.
5. Pengobatan

26
Medika mentosa dan non medikamentosa seperti yang tertera
dalam penatalaksanaan.
6. Pencegahan dan Promosi Kesehatan
Hal yang tidak boleh terlupakan adalah pencegahan dan promosi
kesehatan berupa perubahan tingkah laku (tidak meludah di sembarang
tempat, menutup mulut jika batuk), lingkungan (tempat tinggal yang tidak
boleh lembab dengan penggunaan ventilasi yang cukup, pemakaian
genteng kaca sehingga pencahayaan cukup dan kebersihan lingkungan
rumah dan luar rumah yang bersih dengan disapu 2x/hari), meningkatkan
daya tahan tubuh dengan cara diet makanan bergizi dan olah raga yang
teratur. Dengan demikian paradigma yang salah tentang penyakit KUSTA
di masyarakat dapat diluruskan.

B. PREVENSI BEBAS KUSTA UNTUK KELUARGA LAINNYA


(ISTRI,ANAK, DAN KELUARGA LAINNYA)
Pada prinsipnya secara umum prevensi untuk bebas KUSTA adalah
sama dengan prevensi bebas KUSTA untuk penderita, namun dalam hal ini
diutamakan untuk meningkatkan daya tahan tubuh. Misalnya dengan cara
sebagai berikut :
1. Bagi keluarga jangan terlalu dekat ‘cukup intim’ dengan anggota keluarga
yang lain (Istri dan Anak-anak), apalagi saat berbicara atau batuk, agar
tidak tertular langsung kuman Kusta dari penderita. Saat batuk sebaiknya
di tutup kain atau masker.
2. Diusahakan agar penderita tidak meludah di sembarang tempat yang
mengakibatkan kuman KUSTA dapat berterbangan dan terhirup oleh
anggota keluarga yang lain.
3. Istirahat yang cukup 6-8 jam sehari semalam.
4. Olah raga teratur dan makan-makanan yang bergizi.
Kesemuanya ini merupakan langkah-langkah untuk meningkatkan
daya tahan tubuh bagi anggota keluarga yang serumah dengan penderita agar
tidak tertular infeksi KUSTA dari penderita.

27
BAB VII
TINJAUAN PUSTAKA MORBUS HANSEN

MORBUS HANSEN (KUSTA/LEPRA)

A. LATAR BELAKANG
Penyakit Morbus Hansen/Kusta/Lepra adalah salah satu penyakit menular
yang sifatnya kronik dan dapat menimbulkan masalah yang sangat kompleks.
Masalah yang dimaksud bukan hanya dari segi medis tetapi meluas sampai
masalah sosial, ekonomi, budaya, keamanan dan ketahanan nasional. Sekitar 50%
penderita kemungkinan tertular karena berhubungan dekat dengan seseorang yang
terinfeksi. Infeksi juga mungkin ditularkan melalui tanah, armadillo (sejenis
trenggiling yang mudah dipakai untuk pembiakkan kuman kusta, tetapi hingga
kini belum berhasil dibiakkan dalam medium buatan), kutu busuk dan nyamuk.
Sekitar 95% orang yang terpapar oleh kuman kusta tidak menderita kusta karena
sistem kekebalannya berhasil melawan infeksi. Infeksi dapat terjadi pada semua
umur, paling sering mulai dari usia 20-an dan 30-an.
Kuman kusta (Morbus Hansen) biasanya menyerang saraf tepi kulit dan
jaringan tubuh lainnya. Penyebab penyakit Morbus Hansen ialah suatu kuman
yang disebut Mycobaterium leprae. Sumber penularan penyakit ini adalah
penderita kusta Multi Basiler (MB) atau kusta basah.
Penyakit Morbus Hansen pada umumnya sering dijumpai di negara-negara
yang sedang berkembang sebagai akibat keterbatasan kemampuan negara dalam
pemberian pelayanan kesehatan yang baik dan memadai kepada masyarakat.
Penyakit Morbus Hansen sampai saat ini masih ditakuti masyarakat, keluarga
termasuk sebagian petugas kesehatan. Hal ini disebabkan masih kurangnya
pengetahuan, kepercayaan yang keliru terhadap kusta dan cacat yang
ditimbulkannya.
Di Indonesia penderita Morbus Hansen terdapat hampir di seluruh daerah
dengan penyebaran yang tidak merata. Suatu kenyataan bahwa di Indonesia
bagian Timur terdapat angka kesakitan Morbus Hansen yang lebih tinggi.

28
Penderita Morbus Hansen 90 % tinggal diantara keluarga mereka dan hanya
beberapa persen saja yang tinggal di Rumah Sakit Kusta, koloni penampungan
atau perkampungan kusta.
Prevalensi Morbus Hansen di Indonesia cenderung menurun dari tahun ke
tahun. Tahun 1986 ditemukan 7,6 per 10.000 penduduk menjadi 5,9 per 10.000
penduduk. Pada tahun 1994 terjadi lagi penurunan menjadi 2,2 per 10.000
penduduk dan menjadi 1,39 per 10.000 penduduk pada tahun 1997. Penurunan
prevalensi penyakit ini karena kemajuan di bidang teknologi promotif, preventif,
kuratif dan rehabilitatif di bidang penyakit kusta.
Dengan teratasinya penyakit Morbus Hansen ini seharusnya tidak lagi
menjadi masalah kesehatan masyarakat. Tetapi sampai saat ini penyakit Morbus
Hansen masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang perlu diperhatikan
oleh pihak yang terkait, karena mengingat kompleksnya masalah penyakit ini,
maka diperlukan program penanggulangan secara terpadu dan menyeluruh dalam
hal pemberantasan, rehabilitasi medis, rehabilitasi sosial ekonomi dan
permasyarakatan dari bekas penderita Morbus Hansen.
penyataan bahwa sebagian besar penderita Morbus Hansen adalah dari
golongan ekonomi lemah. Perkembangan penyakit pada diri penderita apabila
tidak ditangani secara cermat dapat menimbulkan cacat dan keadaan ini menjadi
halangan bagi penderita Morbus Hansen dalam kehidupan bermasyarakat untuk
memenuhi kebutuhan sosial ekonomi mereka, juga tidak dapat berperan serta
dalam pembangunan bangsa dan negara. (drh. Hiswani, 2001)

B. DEFINISI
Morbus hansen adalah suatu penyakit infeksi kronis oleh Mycobacterium
leprae yang menyerang saraf tepi, yang selanjutnya dapat menyerang kulit,
saluran nafas bagian atas, sistem retikuloendotelial, mata, otot, tulang dan alat
reproduksi, kecuali sistem saraf pusat.

29
C. EPIDEMIOLOGI

Masalah epidemiologi masih belum terpecahkan, cara penularan belum


diketahui pasti, hanya berdasarkan anggapan klasik yaitu kontak langsung
antarkulit yang lama dan erat. Anggapan kedua ialah secara inhalasi, sebab
M.leprae masih dapat hidup beberapa hari dalam droplet.

Masa tunasnya sangat bervariasi antara 40 hari sampai 40 tahun, rata-rata


3-5 tahun. Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan adalah patogenesis kuman
penyebab, cara penularan, keadaan sosial ekonomi dan lingkungan, varian genetik
yang berhubungan dengan kerentanan perubahan imunitas dan kemungkinan
adanya reservoir diluar manusia.

Kusta bukan penyakit keturunan. Kuman dapat ditemukan di kulit, folikel


rambut, kelenjar keringat dan ASI, jarang didapat di urin. Tempat implantasi tidak
selalu menjadi tempat lesi pertama. Kusta merupakan penyakit yang
menyeramkan dan ditakuti oleh karena dapat terjadi ulserasi, mutilasi dan
deformitas. Penderita kusta bukan menderita karena penyakitnya saja, tetapi juga
karena dikucilkan masyarakat sekitar. Hal ini akibat kerusakan saraf besar yang
ireversibel di wajah dan ekstremitas, motorik dan sensorik, serta dengan adanya
kerusakan yang berulang-ulang pada daerah anastetik disertai paralisis dan atrofi
otot.

Menurut data WHO, jumlah kasus kusta diseluruh dunia menurun sekitar
21% dari tahun 2003-2004. Penurunan ini konsiten selama 3 tahun berturut-turut.

D. ETIOLOGI
Morbus Hansen merupakan basil tahan lama asam (BTA), bersifat obligat
intraselular, menyerang saraf ferifer, kulit dan organ lain seperti mukosa
saluran pernapasan bagian atas, hati, sumsum tulang kecuali susunan saraf
pusat. Masa membelah diri Morbus Hansen 12-21 hari dan masa tunasnya
antara empat puluh hari hingga empat puluh tahun.

30
E. PATOFIOLOGI
Setelah M.Leprae masuk ke dalam tubuh, perkembangan penyakit Morbus
Hansen bergantung pada kerentanan seseorang. Respons tubuh setelah masa tunas
dilampaui tergantung pada derajat sistem imunitas selular (cellular medated
immune) pasien. Kalau system imuntas selular tinggi, penyakit berkembang ke
arah tuberkoloid dan bila rendah, berkembang ke arah Lepromatosa M.Leprae
berpredileksi di daerah-daerah yang relative lebih dingin, yaitu di daerah akral
dengan vaskularsasi yang sedikit.

F. PENULARAN
Penyakit kusta menular dari penderita Kusta tipe basah yang tidak di obati,
ke orang lain melalui pernapasan atau kontak kulit yang erat dan lama.
Apa faktor resiko penularannya?
timbulnya penyakit Kusta pada sesorang tidaklah mudah sehingga tidak
perlu ditakuti. Hal ini bergantung pada beberapa faktor antara lain sumber
penularan, kuman kusta, daya tahan tubuh, sosial ekonomi, dan iklim.
Adapun faktor resiko penularanya adalah :
1. Kontak serumah
2. Daya tahan tubuh
3. Lingkungan padat dan kumuh

G. GEJALA

Diagnosis penyakit kusta didasarkan gambaran klinis, bakterioskopis dan


histopatologis. Hasil bakterioskopi memerlukan waktu paling sedikit 15-30 menit
sedangkan histopatolik 10-14 hari. Kalau memungkinkan dapat dilakukan tes
lepromin (Mitsuda) untuk membantu penentuan tipe yang hasilnya dapat
diketahui setelah 3 minggu. Penentuan tipe kusta perlu dilakukan agar dapat
menetapkan terapi yang sesuai..

31
Gejala klinis yang timbul pada seseorang bergantung pada Sistem
Imunitas Seluler (SIS). SIS baik akan tampak gambaran klinis kearah tuberkuloid,
sebalikya SIS rendah memberikan gambaran lepromatosa.

Ridley dan Jopling memperkenalkan istilah spektrum determinate pada penyakit


kusta yang terdiri atas :

TT: Tuberkuloid polar, bentuk yang stabil.

Ti : Tuberkuloid indefinite

BT : Borderline tuberkuloid

BB : Mid Borderline

BL : Borderline lepromatous

Li : Lepromatosa indefinite

LL : Lepromatosa polar, bentuk yang stabil.

Tipe I (indeterminate) tidak termasuk dalam spektrum. TT adalah tipe


tuberkuloid polar, yakni tuberkuloid 100%, merupakan tipe yang stabil sehingga
tidak mungkin berubah tipe. Begitu juga dengan LL adalah tipe lepromatosa polar,
yakni lepromatosa 100%, merupakan tipe yang stabil sehingga tidak mungkin
berubah tipe. Ti dan Li merupakan tipe borderline atau campuran, berarti
campuran antara tuberkuloid dan lepromatosa. BB adalah tipe campuran yang
terdiri dari 50% tuberkuloid dan 50% lepromatosa. BT dan Ti lebih banyak
tuberkuloidnya dan BL dan Li lebih banyak lepromatosanya. Tipe-tipe campuran
ini adalah tipe yang labil, berarti dapat bebas beralih tipe ke arah TT maupun kea
rah LL.

Menurut WHO, kusta dibagi menjadi multibasilar dan pausibasilar.


Multibasilar berarti banyak mengandung basil, yaitu tipe LL, BL dan BB dengan

32
indeks bakteri lebih dari 2+. Pausibasiler berarti mengandung sedikit basil, yaitu
tipe TT, BT dan I dengan indeks bakteri kurang dari 2+.

Bagan diagnosis klinis menurut WHO (1995

PB MB
Lesi kulit (makula datar, - 1-5 lesi - >5 lesi
papul yang meninggi,
- hipopigmentasi/eritema - distribusi lebih simetris
nodus)

- distribusi tidak - hilangnya sensasi


semetris kurang jelas

- hilangnya sensasi yang


jelas
Kerusakan saraf - Hanya satu cabang saraf - Banyak Cabang Saraf
(menyebabkan hilangnya
senses/ kelemahan otot
yang dipersarafi oleh
saraf yang terkena)

H. DIAGNOSIS
Inspeksi. Pasien diminta memejamkan mata, menggerakkan mulut, bersiul
dan tertawa untuk mengetahui fungsi saraf wajah. Semua kelainan kulit diseluruh
tubuh diperhatikan. Seperti adanya makula, nodul, jaringan parut kulit yang
keriput penebalan kulit dan kehilangan rambut tubuh (alopesia dan madarosis)
Pemeriksaan sensibilitas pada lesi kulit dengan menggunakan kapas (rasa
raba). Jarum pentul yang tajam dan tumpul (rasa nyeri), serta air panas dan air
dingin dalam tabung reaksi (rasa suhu).
Pemeriksaan saraf tepi dan fungsinya dilakukan pada : n. auricularis
magnus, n. ulnarus, n. radiasi, n. medianus, n. peroneus dan n. tibialis posterior.

33
Hasil pemeriksaan yang perlu dicatat adalah pembesaran, konsistensi, penebalan
dan adanya nyeri tekanan.
Pemeriksaan fungsi saraf otonom, yaitu pemeriksaan ada tidaknya kekeringan
pada lesi akibat tidak berfungsinya kelenjar keringat dengan menggunakan pensil
tinta (uji Gunawan).pertumbuhan rambut terganggu.
Ditemukan kuman tahan asam ,bahan pemeriksaanadalah hapusan kulit
cuping telinga dan lesi kulit pada bagian yang aktif.kadang bahan di peroleh dari
biopsi kulit atau saraf.
Untuk menegakan diagnosis penyakit kusta,paling sedikit harus di temukan
satu tanda cardinal,bila tidak di temukan ,maka kita hanya dapat mengatakan
tersangkan kusta dan pasien perlu di amati dan di periksa ulang setelah 3-6 bulan
samapai diagnosis kusta dapat di tegakan atau di singkirkan

I. DIAGNOSIS BANDING
Beberapa hal penting dalam menentukandiagnosis banding lepra :
 Ada macula hipopigmentasi
 Ada daerah anestesi
 Pemeriksaan bakteriologi memperlihatkan basil tahan asam
 Ada pembengkakan atau pengerasan saraf tepi atau cabang-cabangnya
Tipe I( macula hipopigmentasi ) : Tinea vesicolor,vitiligo,ptiriasis
rosea,dermatitis seboroika atau dengan liken simpleks kronis
Tipe TT (macula eritematosa dengan pinggir meninggi) : Tinea
corporis,psoriasis,lupus eritematosus tipe discoid atau ptiriasis rosea.
Tipe BB,BT,BL (infiltrate merah tak berbatas tegas ): selulitis,erysipelas atau
psoriasis
Tipe LL (bentuk nodula ) : Lupus eritematosus sistemik,dermatomikosis atau
erupsi obat.
J. PENGOBATAN
1. Penatalaksanaan

34
Tujuan utama pemberantasan Morbus Hansen adalah
menyembuhkan pasien Mobus Hansen dan mencegah timbulnya cacat
serta memutuskan mata rantai penularan dari pasien Morbur Hansen
terutama tipe yang menular kepada orang lain untuk menurunkan insdens
penyakit.
Program Multi Drug Therapy (MDT) dengan kombinasi
sifampisin, klofazimen, dan DDS dimulai tahun 1981. program ini
bertujuan untuk mengatasi resistensi dapson yang semakin meningkat,
mengurangi ketidaktaatan pasien, menurunkan angka putus obat dan
mengeliminasi persstensi kuman Morbus Hansen dalam jaringan.
2. Pengobatan
Rejimen pengobatan menurut buku panduan pemberantasan
penyakit Morbur Hansen adalah sebagai berikut:
a) Tipe PB
Jenis obat dan dosis untuk orang dewasa adalah sebagai berikut :
Rifampisin 600 mg/bulan diminum di depan petugas
DDS tablet 100 mg/hari diminum di rumah
Pengobatan 6 dosis diselesaikan dalam 6-9 bulan, dan setelah
selesai minum tidak lagi dinyatakan RFT tetapi menggunakan istilah
Completion Treatment Cure dan Pasien tidak lagi dalam pengawasan.
b) Tipe MB
Jenis obat dan dosis untuk orang dewasa :
Rifampisin 600 mg/bulan diminum di depan petugas
Klofazimun 300 mg/bulan diminum di depan petugas dilanjutkan
dengan Klofazimun 50 mg/hari diminum di rumah
Pengobatan 24 dosis diselesaikan dalam waktu maksimal 36 minggu.
Sesudah selesai minum 24 dosis dinyatakan RFT meskipun secara klinis lesinya
masih aktif dan pemeriksaan bakteri positif. Menurut WHO (1995) pengobatan
MB dberkan untuk dua belas dosis yang diselesaikan dalam 12-18 bulan dan
pasien langsung dinyatakan RFT.

35
K. FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENULARAN
KUSTA

Minimnya pengetahuan tentang kusta menyebabkan pengidap


terlambat berobat sehingga menimbulkan cacat dan berpotensi menularkan
kuman. Masa inkubasi kusta yang panjang, bisa lebih dari 10 tahun dan tanpa
rasa sakit menyebabkan pengidap kerap tidak menyadari dirinya terkena
kusta, sehingga hal tersebut berdampak pada kasus kusta yang setiap
tahunnya meningkat (Widoyono, 2005).

Faktor lain yang memberikan kontribusi terhadap tingginya kejadian


kusta yaitu perilaku masyarakat yang dapat menyebabkan terjadinya kusta
seperti; tingkat pendidikan yang masih rendah dimana masih ada yang tidak
tamat SD. Faktor lingkungan fisik rumah yang tidak memenuhi syarat
kesehatan seperti; ventilasi, pencahayaan yang buruk dimana jendela jarang
dibuka, kelembaban, suhu, jenis lantai, kepadatan hunian, jenis dinding
memperparah kejadian tersebut karena lingkungan fisik tersebut
menyebabkan kuman kusta bisa berkembang secara optimal dan
perkembangannya akan semakin meningkat karena ada faktor lain yang
mendukung. Selain faktor lingkungan fisik juga kepadatan hunian dimana
penderita akan banyak kontak dengan non penderita sehingga akan
menyebabkan menularnya penyakit kusta ke anggota keluarga yang lain
(Widoyono, 2005).

Kondisi lain yang menyebabkan tingginya angka kusta ini adalah


faktor perilaku hidup bersih dan sehat. Berdasarkan hasil observasi ternyata
penderita kusta bermukim di daerah terisolir dan kumuh, dimana kebiasaan
dan fasilitas sanitasinya sangat kurang sehingga perilaku hidup bersih dan
sehat para penderita kusta jauh dari yang diharapkan, sehingga. Hal tersebut
memberikan sinyal semakin kuatnya kejadian kusta akan terjadi (Chin, 2000).

36
Kepadatan hunian rumah

Kepadatan penghuni dalam satu rumah tinggal akan memberikan


pengaruh bagi penghuninya. Luas rumah yang tidak sebanding dengan jumlah
penghuninya akan menyebabkan berjubelan (overcrowded). Hal ini tidak
sehat karena selain menyebabkan kurangnya konsumsi oksigen, juga bila
salah satu anggota keluarga terkena penyakit infeksi, terutama kusta akan
mudah menular kepada anggota keluarga yang lain, dimana seorang penderita
rata-rata dapat menularkan 2-3 orang di dalam rumahnya. Kepadatan
merupakan pre-requisite untuk proses penularan penyakit, semakin padat
maka perpindahan penyakit akan semakin mudah dan cepat. Oleh sebab itu
kepadatan hunian dalam rumah tempat tinggal merupakan variabel yang
berperan dalam kejadian kusta (Chin, 2000).

Kepadatan hunian kamar

Tingkat kepadatan hunian kamar yang tinggi memiliki risiko kali lebih
besar untuk terjadinya kusta dibandingkan dengan kepadatan hunian kamar
yang tidak tinggi (Chin, 2000).

Suhu Dalam Rumah

Tingkat suhu dalam rumah yang tidak sesuai (31oC–37oC) memiliki


risiko lebih besar untuk terjadinya kusta dibandingkan dengan suhu dalam
rumah yang sesuai (20oC–30oC). Sedangkan menurut Gould & Brooker,
bakteri yang bersifat BTA seperti kusta dan M. tuberculosis memiliki rentang
suhu yang disukai, tetapi di dalam rentang ini terdapat suatu suhu optimum
saat mereka tumbuh pesat. Kuman ini merupakan bakteri mesofilik yang
tumbuh subur dalam rentang 25-40ºC, akan tetapi akan tumbuh secara
optimal pada suhu 31-37ºC (Notoadmodjo, 2007).

37
Dinding rumah

Dinding berfungsi sebagai pelindung, baik dari gangguan hujan


maupun angin serta melindungi dari pengaruh panas. Beberapa bahan
pembuat dinding adalah dari kayu, bambu, pasangan batu bata dan lain
sebagainya, tetapi dari beberapa bahan tersebut yang paling baik adalah
pasangan batu bata atau tembok (permanen) yang tidak mudah terbakar dan
kedap air sehingga mudah dibersihkan.

Dinding rumah yang kurang baik memiliki risiko lebih besar untuk
terjadinya kusta dibandingkan dengan dinding rumah yang baik. Kondisi
dinding rumah yang jelek, akan mempermudah bakteri berdiam di dalam
dinding tersebut karena dinding yang terbuat dari selain tembok sulit untuk
dibersihkan sehingga bakteri tentunya akan terus berkembang ditambah
dengan keadaan yang mendukung terhadap perkembangbikan kusta
(Notoadmodjo, 2007).

Jenis lantai

Lantai merupakan dinding penutup ruangan bagian bawah, kontruksi


lantai rumah harus rapat air dan selalu kering agar mudah dibersihkan dari
kotoran dan debu. Lantai yang tidak terbuat dari ubin tetapi plester semen
yang sudah rusak dan ada yang berasal dari tanah. Tentunya kondisi ini akan
mempermudah perkembangbiakan bakteri didalam tanah karena lantai yang
kondisinya seperti itu tidak dapat dibersihkan dengan desinfektan ataupun
lisol, karena terbuat dari tanah ataupun plester yang sudah rusak (Darmada,
2000)..

38
Ventilasi rumah

Rumah dengan luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan


akan membawa pengaruh bagi penghuninya. Salah satu fungsi ventilasi
adalah menjaga aliran udara di dalam rumah tersebut tetap segar. Luas
ventilasi rumah yang <10% dari luas lantai (tidak memenuhi syarat
kesehatan) akan mengakibatkan berkurangnya konsentrasi oksigen dan
bertambahnya konsentrasi karbondioksida yang bersifat racun bagi
penghuninya. Disamping itu, tidak cukup ventilasi akan menyebabkan
peningkatan kelembaban ruangan karena terjadinya proses penguapan cairan
dari kulit dan penyerapan.Kelembaban ruangan yang tinggi akan menjadi
mediayang baik untuk tumbuh dan berkembang biaknya bakteri-bakteri
patogen termasuk kuman kusta. Selain itu, fungsi kedua ventilasi adalah
untuk membebaskan udara ruangan dari bakteri-bakteri, terutama bakteri
patogen seperti tuberkulosis dan kusta, karena di situ selalu terjadi aliran
udara yang terus menerus. Bakteri yang terbawa oleh udara akan selalu
mengalir (Notoatmodjo, 2003).

Pencahayaan

Ruangan dengan pencahayaan alami yang tidak ada atau kurang


memberikan risiko lebih besar untuk terjadinya kusta dibandingkan ruangan
pencahayaan alami yang baik. Cahaya matahari minimal masuk 60 lux
dengan syarat tidak menyilaukan. Pencahayaan rumah yang tidak memenuhi
syarat berisiko 2,5 kali terkena tuberkulosis dibanding penghuni yang
memenuhi persyaratan di Jakarta Timur dan pada kusta pun terjadi hal yang
sesuai dengan TB tersebut. Semua cahaya pada dasarnya dapat mematikan,
namun tentu tergantung jenis dan lama cahaya tersebut. Pencahayaan alami
ruangan rumah adalah penerangan yang bersumber dari sinar matahari
(alami), yaitu semua jalan yang memungkinkan untuk masuknya cahaya
matahari alamiah, misalnya melalui jendela atau genteng kaca (Notoatmodjo,
2003).

39
Kelembaban

Rumah yang tidak memiliki kelembaban yang memenuhi syarat


kesehatan akan membawa pengaruh bagi penghuninya. Rumah yang lembab
merupakan media yang baik bagi pertumbuhan mikroorganisme, antara lain
bakteri, spiroket, ricketsia dan virus (Notoadmodjo, 2003)

Kontak dengan penderita lain

Kontak merupakan suatu media untuk menularkan penyakit kusta.


Dua pintu keluar dari M. leprae dari tubuh manusia diperkirakan adalah kulit
dan mukosa hidung. Telah dibuktikan bahwa kasus lepromatosa menunjukkan
adanya sejumlah organisme di dermis kulit. Bagaimana pun masih belum
dapat dibuktikan bahwa organisme tersebut dapat berpindah ke permukaan
kulit. Walaupun terdapat laporan bahwa ditemukanya bakteri tahan asam di
epitel deskuamosa di kulit, Weddel et al (2000) melaporkan bahwa mereka
tidak menemukan bakteri tahan asam di epidermis. Dalam penelitian terbaru,
Job et al (2004) menemukan adanya sejumlah Mycobacterium leprae yang
besar di lapisan keratin superfisial kulit di penderita kusta lepromatosa. Hal
ini membentuk sebuah pendugaan bahwa organisme tersebut dapat keluar
melalui kelenjar keringat. Pentingnya mukosa hidung telah dikemukakan oleh
Schaffer pada 1988. Jumlah dari bakteri dari lesi mukosa hidung di kusta
lepromatosa, menurut Shepard (1988), antara 10.000 hingga 10.000.000
bakteri. Pedley (1990) melaporkan bahwa sebagian besar pasien lepromatosa
memperlihatkan adanya bakteri di sekret hidung mereka. Davey dan Rees
(1991) mengindikasi bahwa sekret hidung dari pasien lepromatosa dapat
memproduksi 10.000.000 organisme per hari. Sehingga hal tersebut jelas
bahwa kontak merupakan salah satu faktor yang menyebabkan kejadian kusta
(Widoyono, 2005).

40
BAB VIII
PENUTUP

A. KESIMPULAN
1. Segi Biologis :
a) menderita penyakit Kusta Kasus lama.
b) Status gizi berdasarkan NCHS termasuk dalam kategori Gizi
Cukup
c) Rumah dan lingkungan sekitar keluarga kurang sehat.
2. Segi Psikologis :
a) Hubungan antara anggota keluarga dan anggota masyarakat yang
terjalin cukup akrab, harmonis, dan hangat
b) Pengetahuan akan Kusta yang masih kurang yang berhubungan
dengan tingkat pendidikan yang masih rendah
c) Tingkat kepatuhan dalam mengkonsumsi obat yang baik,
mendukung untuk penyembuhan penyakit tersebut
3. Segi Sosial :
Secara pribadi, kebutuhan ekonomi dapat terpenuhi dengan cukup.
Selain itu kesehatan keluarga juga agar dapat mempunyai fasilitas
sanitasi, rumah yang sesuai dengan standart kesehatan
4. Segi fisik :
Rumah dan lingkungan sekitar keluarga sehat.

B. SARAN
1. Untuk masalah medis (Kusta) dilakukan langkah-langkah :
a) Preventif : penderita jangan meludah di sembarang tempat,
menutup mulut dengan kain atau masker terutama saat batuk.
Harus rajin membersihkan rumah. Rajin menjemur bantal,
guling dan kasur. Menjaga Hygiene dan sanitasi.
membersihkan rumah, menguras bak mandi, membangun

41
tempat pembuangan sampah dan saluran air, menata barang-
barang agar tidak menjadi sarang kuman dan nyamuk.
b) Promotif : edukasi penderita dan keluarga mengenai Kusta
dan pengobatannya oleh petugas kesehatan atau dokter yang
menangani.
c) Kuratif : saat ini penderita memasuki pengobatan fase
intensif, sehingga diberikan obat Rifampisin 600 mg/bln yang
diminum dihadapan petugas dan DDS tablet 100 mg/hari..
d) Rehabilitatif : mengembalikan kepercayaan diri sehingga tetap
memiliki semangat untuk sembuh.
2. Untuk masalah lingkungan tempat tinggal dan rumah yang tidak sehat
dilakukan langkah-langkah :
a) Promotif : Edukasi penderita agar membersihkan kamar mandi
dan Sumur.
3. Untuk masalah persepsi mengenai penyakit Kusta, dilakukan langkah-
langkah :
a) Promotif : Memberikan pengertian kepada penderita dan
anggota keluarga mengenai penyakit Kusta bahwa penyakit
Kusta bukan penyakit keturunan dan merupakan penyakit
yang dapat disembuhkan.

42
DAFTAR PUSTAKA

Chin, J., Nyoman, K.I. 2000. Manual Pemberantasan Penyakit Menular. 17th ed.
Jakarta: Depkes RI

Darmada, Gusti K. 2000. Multi Drug Theraphy Regimen WHO Pada Kusta
Selama 1 Tahun. Vol 12. Surabaya. Airlangga University Press

Depkes RI. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan


Lingkungan. 2005. Buku Pedoman Nasional Pemberantasan Penyakit
Kusta. Jakarta

Djuanda, Adhi. dkk. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Kelima.
Jakarta. FKUI

Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2 Ed. II. Jakarta :Media
Aeuscualpius.

Marwali, Harahap. 2000. Kusta dalam Ilmu Penyaki Kulit Cetakan I. Jakarta.
Hipokrates

Melniek, dkk. 2001. Mikrobiologi Kedokteran. Surabaya : Airlangga University


Press

Notoadmodjo, Soekidjo. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta.


Rineka

Rosita, Cita. dkk. 2000. HLA Pada Kusta Vol 12. Surabaya : Airlangga University
Press

A. Widoyono. 2005. Penyakit Tropis, Epidemiologi, Penularan, Pencegahan,


dan Pemberantasan. Jakarta: Salemba Medica

43
LAMPIRAN

44
45
46
47
48
49

Anda mungkin juga menyukai