PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Penyakit kusta adalah alah satu penyakit menular yang menimbulkan
masalah yang sangat kompleks. Masalah yang di maksud bukan hanya dari segi
medis seperti cacat fisik tetapi juga meluas sampai masalah sosial dan
ekonomi.(ditjen PPM dan P,2002)
Di perkirakan jumlah kasus kusta di dunia pada tahun 2009 terakhir adalah
sekitar 296499 jiwa. Dan jumlah tersebut paling banyak terdapat di regional asia
tenggara diikuti afrika,amerika. Indonesia ditemukan kasus kusta pada tahun 2009
sebanyak 19695 jiwa.(depkes RI,2010)
Di jawa timur sendiri terdapat sekitar 315 penderita kusta baik yang
sedang dalam pengobatan maupun kasus baru. Bertambahnya kasus pada
penderita kusta ini memang tidak bisa dihindari menyangkut proses penularan
yang juga tidak terduga maaupun tingkat pengetahuan dan kesadaran masyarakat
untuk hidup bersih dan terhindar dari penyakit. Meskipun jumlah penderita kusta
yang sedang menjalani pengobatan juga meningkat secara signifikan, namun
masih perlu diadakan penyuluhan secara intensif agar penderita kusta terus
menjalani pengobatan secara teratur dan tuntas. Selain itu juga perlu diberikan
pengertian kepada penderita bahwa kusta bukanlah penyakit yang di turunkan
melainkan kusta adalah penyakit yang menular melalui kontak dengan
penderitanya namun bisa diobati dan dapat menghindari kecacatan fisik akibat
penyakit tersebut. Sehingga pasien yang menderita penyakit tersebut tidak
mengalamai kemunduran secara sosial maupun ekonomi. Namun mereka tetap
bisa beraktifitas dan menjalani pengobatan teratur di sarana kesehatan setempat.
1
a.Perumusan masalah
1. Darimana sumber penularan penyakit tersebut?
2. Bagaimana kondisi tempat tinggal pasien?
3. Pengetahuan pasien tentang penyakitnya
b. Tujuan
c. tujuan umum
Tercapainya kesembuhan pada pasien dengan minum obat teratur
serta tidak terjadi komplikasi terhadap penyakitnya.
d. Tujuan khusus
1. Diketahui darimana pasien tertular
2. Diketahui kondisi lingkungan tempat tinggal pasien
3.Diketahui peran serta keluarga pasien terhadap pasien
menghadapi penyakitnya.
2
BAB II
STATUS PASIEN
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn.R
Umur : 51 tahun
Jenis kelamin : LAKI-LAKI
Pekerjaan : Petani
Pendidikan : SD
Agama : Islam
Alamat : ds.sambi gembul rt.4 rw.4 lakar dowo , kab. mojokerto
Suku : Jawa
Tanggal pemeriksaan : 23 oktober 2017
B.ANAMNESIS
3
- Riwayat Sakit Sebelumnya : Tidak ada
- Riwayat Imunisasi : tidak ingat
- Riwayat Sakit Gula : Tidak ada
- Riwayat Asma : Tidak ada
- Riwayat Darah tinggi : Tidak ada
- Riwayat Alergi Obat : Tidak ada
- Riwayat Sakit Jantung : Tidak ada
-
5. Riwayat Kebiasaan
- Riwayat berbincang-bincang dengan tetangga : Saat malam
- Riwayat olah raga : Jarang
- Riwayat pengisisan waktu luang dengan berbincang-bincang dengan
keluarga sering, dengan mengikuti acara yang ada di desa.
7. Riwayat Gizi.
4
Penderita makan sehari-hari 3 kali sehari dengan nasi sepiring
lengkap dengan sayur, lauk pauk seperti telur, tahu, tempe, dan krupuk.
Kesan Status gizi penderita cukup baik.
C. ANAMNESIS SISTEM
1. Kulit : warna kulit sawo matang, kulit gatal (-),
2. Kepala : sakit kepala (-), pusing (-), rambut kepala tidak rontok,
luka pada kepala (-), benjolan/borok di kepala (-)
3. Mata : pandangan mata berkunang-kunang (-), penglihatan
kabur (-), ketajaman baik.
4. Hidung : tersumbat (-), mimisan (-)
5. Telinga : pendengaran berkurang (-), berdengung (-), keluar cairan (-)
6. Mulut : sariawan (-), mulut kering (-), lidah terasa pahit
7. Tenggorokan : sakit menelan (-), serak (-)
8. Pernafasan : sesak nafas (-), batuk lama (-), mengi (-), batuk darah
(-)
9. Kadiovaskuler : berdebar-debar (-), nyeri dada (-),
10. Gastrointestinal : mual (-), muntah (-), diare (-), nafsu makan menurun (-
), nyeri perut (-), BAB tidak ada keluhan
11. Genitourinaria : BAK lancar, 4-5kali/hari.
12. Neuropsikiatri : Neurologik : kejang (-), lumpuh (-)
Psikiatrik : emosi stabil, mudah marah (-)
13. Muskuloskeletal : kaku sendi (- ) dan kaki (-), nyeri otot (-)
14. Ekstremitas : Atas : bengkak (-), sakit (-)
Bawah : bengkak (-), sakit (-)
5
D. PEMERIKSAAN FISIK
a) Keadaan Umum
Tampak tidak sakit, kesadaran compos mentis (GCS E4V5M6), status gizi
kesan cukup baik.
b) Tanda Vital dan Status Gizi
Tanda Vital
Nadi : 82 x/menit, reguler, simetris
Pernafasan : 18 x/menit
Suhu : 36,8 oC
Tensi : 120/80 mmHg
Status gizi ( Kurva NCHS ) :
BB : 64 kg
TB : 160 cm
TB/U x 100% : 3,5 %
BB/U x 100% : 1,4 %
BB/TB x 100% : 4,0%
Status Gizi : cukup baik
c) Kulit
Warna : Sawo matang, ikterik (-), sianosis (-),
Kepala dan leher:
-Rambut : Hitam,alopesia (-),madarosis (-)
-Mata :Bulat isokor (3mm/3mm)
-Hidung : Hidung pelana (-)
-Mulut : ulkus (-)
- Telinga : Penebalan cuping telinga (+)
-Leher : pembesaran KGB (-)
d) Thorax:
Cor : I : ictus cordis tak tampak
P : ictus cordis tak kuat angkat
P : batas kiri atas : ICS II PSS
batas kanan atas : ICS II PSD
6
batas kiri bawah : ICS V MCS
batas kanan bawah : ICS IV PSD
batas jantung kesan tidak melebar
A: S1 S2 tunggal regular, bising (-)
Pulmo :
I : pengembangan dada kanan sama dengan kiri
P : frermitus raba kiri sama dengan kanan
P : sonor/sonor
A: suara dasar vesikuler (+/+) suara tambahan RBK (-/-), wheezing
(-/-)
e) Abdomen
I : dinding perut sejajar dengan dinding dada, venektasi (-)
P : supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tak teraba
P : timpani seluruh lapang perut
A : peristaltik (+) normal
a) Sistem Collumna Vertebralis
I : deformitas (-), skoliosis (-), kiphosis (-), lordosis (-)
P : nyeri tekan (-)
Ekstremitas: palmar eritema (-/-)
Fungsi motorik : 5 5
5 5
7
d) Pemeriksaan Psikiatrik
Penampilan. : sesuai umur, perawatan diri cukup
Kesadaran : kualitatif tidak berubah; kuantitatif compos mentis,
Afek : appropriate
Psikomotor : normoaktif
Proses pikir : bentuk : realistik
Isi : waham (-), halusinasi (-), ilusi (-)
arus : koheren
Insight : baik
3.Penebalan saraf :
a. Penebalan nervus auricularis magnus dextra : (+)
b. Penebalan nervus ulnaris: (-)
c. Penebalan nervus peroneus lateralis dextra : (+)
d. Penebalan nervus tibialis posterior : (-)
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan lab cuping / jaringan kulit : Tidak dilakukan
8
F. RESUME
Pasien laki-laki 51 tahun, Pasien mengeluh terdapat bercak di kulit
berwarna putih di daerah kaki sebelah kanan sejak 1 tahun yang lalu.
Awalnya bercak berwarna merah, lama-kelamaan menjadi putih, selain itu
didapatkan adanya mati rasa pada bercak tersebut dan tidak terasa gatal
saat berkeringat.
Kulit di bercak tersebut masih dapat keluar keringat saat
beraktifitas dan tidak kering. Pasien juga mengeluh jari-jari kaki sebelah
kanan kesemutan tetapi masih dapat digerakan seperti biasa. Pasien masih
bisa menutup mata dan penglihatannya masih jelas. Pasien juga mengaku
tidak ada rambut dan alisnya yang rontok.
Kemudian pasien memeriksakan diri di pengobatan balai desa dan
di anjurkan ke Puskesmas untuk mendapatkan pengobatan lebih lanjut.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tidak tampak sakit,
kesadaran compos mentis,dan status gizi baik, Tanda Vital: TD 120/80
mmHg, Nadi : 82, RR 18, Temp: 36,8ºC.
Status lokalis:
9
H. PENATALAKSANAAN
Non Medika Mentosa
1. Perawatan tangan dan kaki kesemutan
- Penderita memeriksa tangan dan kaki setiap hari.
- Tangan dilindungi dari rasa panas, benda tajam dan luka.
- Jari-jari tangan dan kaki sering digerakkan agar sendi-sendi tidak
kaku.
2. Olah raga
Diharapkan penderita dapat menjaga kesehatan tubuhnya dengan
melakukan olah raga ringan seperti jalan pagi hari di lingkungan sekitar,
dan latihan pernafasan untuk menjaga daya tahan tubuh
3. Mengurangi stress tertentu
Diharapkan penderita mendapat motivasi yang adekuat dari keluarga untuk
kesembuhan penderita salah satunya dengan cara lebih banyak
memberikan perhatian dan meluangkan waktu untuk berbincang-bincang
atau bermain dan lebih mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Medikamentosa
Obat anti MH yang diberikan untuk tipe MB (Multi Basiler) pada penderita ini
terdiri dari :
Pengobatan bulanan : hari pertama (dosis yang diminum di depan petugas)
1. 2 kapsul Rifampisin @300 mg (600mg).
2. 3 tablet Lamprene @100mg (300mg)
3. 1 tablet Dapsone/DDS 100 mg.
Pengobatan harian : hari ke 2 – 28
1. 1 tablet Lamprene 50 mg
2. 1 tablet Dapsone/DDS 100 mg.
1 blister untuk 1 bulan
Lama pengobatan : 12 blister diminum selama 12 – 18 bulan.
Penderita menjalani pengobatan selama 12 bulan
10
BAB III
IDENTIFIKASI FUNGSI- FUNGSI KELUARGA
A. FUNGSI KELUARGA
1) Fungsi Biologis.
Keluarga terdiri dari suami sebagai penderita (Tn,R), istri (Ny.
A), Anak Sdr.MF 16 thn.Penderita tinggal serumah dengan istri dan
anaknya. sehari-hari bekerja sebagai prtani
2) Fungsi Psikologis.
Ny.F tinggal serumah dengan Suami dan anaknya .Hubungan
keluarga mereka terjalin dengan akrab terbukti dengan permasalahan-
permasalahan yang dapat diatasi dengan baik dalam keluarga ini.
Hubungan diantara mereka cukup dekat antara satu dengan yang lain.
Penderita sehari-hari lebih banyak menghabiskan waktunya untuk
berkerja, namun penderita selalu meluangkan waktu pada malam hari
untuk selalu mengajak ngobrol anggota keluarganya, bermain dengan
anaknya dan memperhatikan kebutuhan keluarganya sehari-hari.
Penderita selalu merasa khawatir jika penyakti yang dideritanya
tersebut akan menular kepada suami dan anak-anaknya. Oleh karena itu ia
sangat berkeninginan untuk berobat dan sembuh dari penyakitnya.
3) Fungsi Sosial
Dalam masyarakat penderita dan keluarga hanya sebagai anggota
masyarakat biasa, tidak mempunyai kedudukan sosial tertentu dalam
masyarakat. keluarga penderita cukup aktif dalam kegiatan sosial di
masyarakat. Dalam kesehariannya penderita bergaul akrab dengan
masyarakat di sekitarnya seperti halnya anggota masyarakat yang lain.
4) Fungsi Ekonomi dan Pemenuhan Kebutuhan
Penghasilan keluarga berasal dari penghasilan dari penderita sebgai
petani.
Penghasilan tersebut juga digunakan untuk membiayai kehidupan
keluarganya. seperti makan, minum, atau iuran membayar listrik hanya
11
mengandalkan uang yang ada. Ditambah dengan angsuran 1 unit sepeda
motor yang digunakan untuk bekerja. Makanan sehari-hari terdiri dari lauk
pauk, telor, daging ayam, frekuensi makan 2-3 kali. Secara keseluruhan,
pemenuhan kebutuhan hidup keluarga cukup terpenuhi.
5) Fungsi Penguasaan Masalah dan Kemampuan Beradaptasi
Penderita merupakan istri yang terbuka sehingga selalu
menceritakan masalah yang ada kepada seluruh anggota keluarganya
terutama kepada istrinya untuk mencari penyelesaian masalah bersama
serta memperoleh dukungan dari istrinya untuk menjalani pengobatan
secara teratur.
B. APGAR SCORE
ADAPTATION
Dalam menghadapi masalah keluarga, penderita selalu membicarakannya
terlebih dahulu kepada suaminya dan mengungkapkan apa yang diinginkannya dan
segala hal yang menjadi keluhannya. Penderita merasa bahwa penyakitnya ini
kadang mengganggu aktivitasnya sehari-hari terutama saat bersosialisasi. Adanya
dukungan yang besar dari istri dan petugas kesehatan yang sering memberikan
penyuluhan kepadanya baik secara langsung maupun melalui handphone serta
memberinya motivasi untuk sembuh dan teratur minum obat, karena penderita dan
keluarga yakin penyakitnya bisa sembuh total bila ia mematuhi aturan pengobatan
sampai sakitnya benar-benar sembuh dan tidak sampai terjadi putus obat agar tidak
terjadi relaps atau kambuh kembali. Hal tersebut menunjukkan bahwa penderita
memiliki keinginan kuat untuk sembuh dari penyakitnya.
PARTNERSHIP
Penderita memberikan pengertian yang cukup baik kepada istrinya atas
penyakitnya tersebut dan meyakinkan istrinya bahwa ia akan berobat secara teratur
dan berkeinginan kuat untuk sembuh. Meskipun demikian penderita tetap merasa
khawatir jika anak dan suami akan tertular penyakit yang dideritanya tersebut.
12
Sedangkan istri penderita sangat memahami keadaan suami. Dan selalu mendukung
serta memberikan motivasi kepada suaminya untuk selalu sabar dalam menjalani
pengobatan dan yakin bahwa penyakit yang dideritanya bisa disembuhkan.
GROWTH
Tn.R menyadari bahwa dirinya harus bersabar dalam menjalani pengobatan
yang teratur meskipun terkadang penderita merasa kurang percaya diri saat menjalani
aktifitas sehari-hari. Namun sedikit demi sedikit hal tersebut segera di hilangkan.
Karena penderita tidak ingin jika penyakitnya tersebut dapat menghalangi
aktifitasnya sehari-hari terutama dalam bekerja untuk memenuhi kebutuhan
keluarganya.
AFFECTION
Tn.R merasa hubungan kasih sayang dan interaksinya dengan keluarganya cukup
meskipun ia sedang menderita sakit. Bahkan perhatian yang dirasakannya bertambah.
Ia menyayangi keluarganya, begitu pula sebaliknya. Namun ia merasa sangat
khawatir dan takut jika penyakitnya tersebut akan menular pada anak dan istrinya.
Sehingga ia memiliki semangat yang cukup besar untuk bisa segera sembuh dari
penyakitnya tersebut.
13
RESOLVE
Tn.R merasa cukup puas dengan kebersamaan dan waktu yang ia dapatkan dari
keluarganya, penderita sangat memaksimalkan waktu yang ia miliki bersama suami
dan anaknya.
APGAR Tn.R Terhadap Keluarga Sering Kadang Jarang/tida
/selalu -kadang k
A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke
keluarga saya bila saya menghadapi
masalah
P Saya puas dengan cara keluarga saya
membahas dan membagi masalah dengan
saya
G Saya puas dengan cara keluarga saya
menerima dan mendukung keinginan saya
untuk melakukan kegiatan baru atau arah
hidup yang baru
A Saya puas dengan cara keluarga saya
mengekspresikan kasih sayangnya dan
merespon emosi saya seperti kemarahan,
perhatian dll
R Saya puas dengan cara keluarga saya dan
saya membagi waktu bersama-sama
Total poin = 9 fungsi keluarga dalam keadaan baik
14
membahas dan membagi masalah dengan
saya
G Saya puas dengan cara keluarga saya
menerima dan mendukung keinginan saya
untuk melakukan kegiatan baru atau arah
hidup yang baru
A Saya puas dengan cara keluarga saya
mengekspresikan kasih sayangnya dan
merespon emosi saya seperti kemarahan,
perhatian dll
R Saya puas dengan cara keluarga saya dan
saya membagi waktu bersama-sama
Total poin = 9 fungsi keluarga dalam keadaan baik
Tn.R pada saat pagi hingga sore juga bekerja di sawah sehingga
sebagai kepala keluarga dia hanya memiliki waktu untuk keluarganya pada
saat malam hari. Anaknya yang masih berumur 16 tahun dirumah bersama
istrinya .
Secara keseluruhan total poin dari APGAR keluarga tn.R adalah 18,
sehingga rata-rata APGAR dari keluarga Tn.R adalah 9. Hal ini menunjukkan
bahwa fungsi fisiologis yang dimiliki keluarga Tn.R dan keluarganya dalam
keadaan baik. Hubungan antar individu dalam keluarga tersebut terjalin baik.
C. SCREEM
15
sehari-hari baik dalam keluarga maupun di
lingkungan, banyak tradisi budaya yang
masih diikuti. Sering mengikuti acara-acara
yang bersifat hajatan, sunatan, dll.
Menggunakan bahasa jawa, tata krama dan
kesopanan.
Religius Pemahaman agama cukup baik. Hal ini _
Agama menawarkan nampak dengan adanya ruangan sholat di
pengalaman spiritual yang baik dalam rumah. Meskipun cukup sederhana,
untuk ketenangan individu yang namun hal tersebut menunjukkan bahwa
tidak didapatkan dari yang lain keluarga Tn.M cukup taat dalam
menjalankan agama.
Ekonomi Ekonomi keluarga ini tergolong menengah, _
untuk kebutuhan primer sudah bisa
terpenuhi, meskipun demikian mereka tetap
hidup dengan sederhana untuk memenuhi
kebutuhan hidup yang lainnya.
Edukasi Pendidikan anggota keluarga cukup _
memadai. Penderita lulus pendidikan S1
sedangkan istrinya lulusan sekolah
menengah atas.
Medical Penderita cukup mampu untuk berobat ke _
Pelayanan kesehatan puskesmas dokter spesialis bahkan untuk membeli obat-
memberikan perhatian khusus obatan merk paten. Namun penderita
terhadap kasus penderita memilih untuk berobat dan kontrol ke
puskesmas dan mengikuti aturan pengobatan
berdasarkan program pemerintah.
16
Bentuk Keluarga : Nuclear Family
TN.R NY.A
SDR.
MF
17
Informasi Pola Interaksi Keluarga
Tn. R
Hubungan antara Tn.R sebagai penderita dengan istri dan anaknya berjalan
baik dan dekat. Dalam keluarga ini tidak sampai terjadi konflik atau hubungan
buruk antar anggota keluarga.
E. Pertanyaan Sirkuler
1. Ketika penderita jatuh sakit apa yang harus dilakukan oleh istri?
Jawab :
Istri penderita yg menjaganya dan menyiapkan segala kebututan perawatan
yang dibutuhkan oleh penderita.
2. Ketika istri bertindak seperti itu, apa yang dilakukan oleh anak?
Jawab :
Berhubung anak penderita masih berumur 16 tahun, sehingga anak
penderita tidak bisa berbuat apa-apa pada saat ayahnya sedang sakit.
3. Kalau butuh dirawat/operasi ijin siapa yang dibutuhkan?
Jawab :
Dibutuhkan ijin istri, karena ia sebagai keluarga terdekat . Namun
sebelumya melalui musyawarah dengan anggota keluarga lainya atau
mungkin juga melibatkan keluarga besarnya.
4. Siapa anggota keluarga yang terdekat dengan penderita?
Jawab :
18
Anggota keluarga yang dekat dengan penderita adalah istri. Walaupun
waktu yang tersedia untuk bertemu istri tidak banyak namun penderita
selalu menyampaikan keinginannya ataupun keluhannya kepada suami.
5. Selanjutnya siapa?
Jawab :
anaknya
6. Siapa yang selalu tidak setuju dengan pasien?
Jawab :
Tidak ada.
7. Siapa yang biasanya tidak setuju dengan keputusan pasien?
Jawab :
Tidak ada
19
BAB IV
IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
KESEHATAN
20
kebutuhan sekunder, salah satunya yaitu kebutuhan untuk mencicil
kendaraaan bermotor.
Rumah yang dihuni keluarga ini cukup memadai. Pembuangan
limbah keluarga belum memenuhi standart untuk sanitasi lingkungan karena
limbah keluarga tidak dialirkan melalui got pembuangan limbah keluarga
melainkan dialirkan ke belakang rumah dan dibiarkan meresap begitu saja.
Sampah keluarga dibuang ditempat pembuangan sampah yang ada
dibelakang rumah dan dibakar. Namun terdapat jamban pribadi yang cukup
bersih dengan septik tank. Anggota keluarga juga terbiasa mencuci tangan
dengan sabun dan air mengalir sebelum makan. Serta mencuci bahan
makanan juga dengan air yang mengalir sebelum memasak.
21
Denah Rumah :
Denah Rumah
Dapur kamar
mandi
U
Kamar tidur I
ruang TV
S Kamar tidur II
Ruang Tamu
Keterangan : : dinding
: pintu
: jendela
: Ruang tamu
22
BAB V
DAFTAR MASALAH
1. Masalah aktif :
a. Kusta Kasus lama (dalam pengobatan)
b. Kondisi ekonomi cukup
c. Pengetahuan keluarga cukup baik tentang penyakit penderita
d. Resiko penularan pada anggota keluarga yang lain
2. Faktor resiko :
a. Status gizi Cukup
b. Lingkungan dan tempat tinggal yang kurang sehat
23
DIAGRAM PERMASALAHAN PASIEN
1.Lingkungan kerja
dan rumah yang
kurang sehat dan
memadai
Tn.R
4.Pengaruh social
ekonomi pada
penderita kusta
24
BAB VI
PATIENT MANAGEMENT
25
pasien bisa berpikir positif, tidak berprasangka buruk terhadap
penyakitnya, dan membangun semangat hidupnya sehingga bisa
mendukung penyembuhan dan meningkatkan kualitas hidupnya.
26
Medika mentosa dan non medikamentosa seperti yang tertera
dalam penatalaksanaan.
6. Pencegahan dan Promosi Kesehatan
Hal yang tidak boleh terlupakan adalah pencegahan dan promosi
kesehatan berupa perubahan tingkah laku (tidak meludah di sembarang
tempat, menutup mulut jika batuk), lingkungan (tempat tinggal yang tidak
boleh lembab dengan penggunaan ventilasi yang cukup, pemakaian
genteng kaca sehingga pencahayaan cukup dan kebersihan lingkungan
rumah dan luar rumah yang bersih dengan disapu 2x/hari), meningkatkan
daya tahan tubuh dengan cara diet makanan bergizi dan olah raga yang
teratur. Dengan demikian paradigma yang salah tentang penyakit KUSTA
di masyarakat dapat diluruskan.
27
BAB VII
TINJAUAN PUSTAKA MORBUS HANSEN
A. LATAR BELAKANG
Penyakit Morbus Hansen/Kusta/Lepra adalah salah satu penyakit menular
yang sifatnya kronik dan dapat menimbulkan masalah yang sangat kompleks.
Masalah yang dimaksud bukan hanya dari segi medis tetapi meluas sampai
masalah sosial, ekonomi, budaya, keamanan dan ketahanan nasional. Sekitar 50%
penderita kemungkinan tertular karena berhubungan dekat dengan seseorang yang
terinfeksi. Infeksi juga mungkin ditularkan melalui tanah, armadillo (sejenis
trenggiling yang mudah dipakai untuk pembiakkan kuman kusta, tetapi hingga
kini belum berhasil dibiakkan dalam medium buatan), kutu busuk dan nyamuk.
Sekitar 95% orang yang terpapar oleh kuman kusta tidak menderita kusta karena
sistem kekebalannya berhasil melawan infeksi. Infeksi dapat terjadi pada semua
umur, paling sering mulai dari usia 20-an dan 30-an.
Kuman kusta (Morbus Hansen) biasanya menyerang saraf tepi kulit dan
jaringan tubuh lainnya. Penyebab penyakit Morbus Hansen ialah suatu kuman
yang disebut Mycobaterium leprae. Sumber penularan penyakit ini adalah
penderita kusta Multi Basiler (MB) atau kusta basah.
Penyakit Morbus Hansen pada umumnya sering dijumpai di negara-negara
yang sedang berkembang sebagai akibat keterbatasan kemampuan negara dalam
pemberian pelayanan kesehatan yang baik dan memadai kepada masyarakat.
Penyakit Morbus Hansen sampai saat ini masih ditakuti masyarakat, keluarga
termasuk sebagian petugas kesehatan. Hal ini disebabkan masih kurangnya
pengetahuan, kepercayaan yang keliru terhadap kusta dan cacat yang
ditimbulkannya.
Di Indonesia penderita Morbus Hansen terdapat hampir di seluruh daerah
dengan penyebaran yang tidak merata. Suatu kenyataan bahwa di Indonesia
bagian Timur terdapat angka kesakitan Morbus Hansen yang lebih tinggi.
28
Penderita Morbus Hansen 90 % tinggal diantara keluarga mereka dan hanya
beberapa persen saja yang tinggal di Rumah Sakit Kusta, koloni penampungan
atau perkampungan kusta.
Prevalensi Morbus Hansen di Indonesia cenderung menurun dari tahun ke
tahun. Tahun 1986 ditemukan 7,6 per 10.000 penduduk menjadi 5,9 per 10.000
penduduk. Pada tahun 1994 terjadi lagi penurunan menjadi 2,2 per 10.000
penduduk dan menjadi 1,39 per 10.000 penduduk pada tahun 1997. Penurunan
prevalensi penyakit ini karena kemajuan di bidang teknologi promotif, preventif,
kuratif dan rehabilitatif di bidang penyakit kusta.
Dengan teratasinya penyakit Morbus Hansen ini seharusnya tidak lagi
menjadi masalah kesehatan masyarakat. Tetapi sampai saat ini penyakit Morbus
Hansen masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang perlu diperhatikan
oleh pihak yang terkait, karena mengingat kompleksnya masalah penyakit ini,
maka diperlukan program penanggulangan secara terpadu dan menyeluruh dalam
hal pemberantasan, rehabilitasi medis, rehabilitasi sosial ekonomi dan
permasyarakatan dari bekas penderita Morbus Hansen.
penyataan bahwa sebagian besar penderita Morbus Hansen adalah dari
golongan ekonomi lemah. Perkembangan penyakit pada diri penderita apabila
tidak ditangani secara cermat dapat menimbulkan cacat dan keadaan ini menjadi
halangan bagi penderita Morbus Hansen dalam kehidupan bermasyarakat untuk
memenuhi kebutuhan sosial ekonomi mereka, juga tidak dapat berperan serta
dalam pembangunan bangsa dan negara. (drh. Hiswani, 2001)
B. DEFINISI
Morbus hansen adalah suatu penyakit infeksi kronis oleh Mycobacterium
leprae yang menyerang saraf tepi, yang selanjutnya dapat menyerang kulit,
saluran nafas bagian atas, sistem retikuloendotelial, mata, otot, tulang dan alat
reproduksi, kecuali sistem saraf pusat.
29
C. EPIDEMIOLOGI
Menurut data WHO, jumlah kasus kusta diseluruh dunia menurun sekitar
21% dari tahun 2003-2004. Penurunan ini konsiten selama 3 tahun berturut-turut.
D. ETIOLOGI
Morbus Hansen merupakan basil tahan lama asam (BTA), bersifat obligat
intraselular, menyerang saraf ferifer, kulit dan organ lain seperti mukosa
saluran pernapasan bagian atas, hati, sumsum tulang kecuali susunan saraf
pusat. Masa membelah diri Morbus Hansen 12-21 hari dan masa tunasnya
antara empat puluh hari hingga empat puluh tahun.
30
E. PATOFIOLOGI
Setelah M.Leprae masuk ke dalam tubuh, perkembangan penyakit Morbus
Hansen bergantung pada kerentanan seseorang. Respons tubuh setelah masa tunas
dilampaui tergantung pada derajat sistem imunitas selular (cellular medated
immune) pasien. Kalau system imuntas selular tinggi, penyakit berkembang ke
arah tuberkoloid dan bila rendah, berkembang ke arah Lepromatosa M.Leprae
berpredileksi di daerah-daerah yang relative lebih dingin, yaitu di daerah akral
dengan vaskularsasi yang sedikit.
F. PENULARAN
Penyakit kusta menular dari penderita Kusta tipe basah yang tidak di obati,
ke orang lain melalui pernapasan atau kontak kulit yang erat dan lama.
Apa faktor resiko penularannya?
timbulnya penyakit Kusta pada sesorang tidaklah mudah sehingga tidak
perlu ditakuti. Hal ini bergantung pada beberapa faktor antara lain sumber
penularan, kuman kusta, daya tahan tubuh, sosial ekonomi, dan iklim.
Adapun faktor resiko penularanya adalah :
1. Kontak serumah
2. Daya tahan tubuh
3. Lingkungan padat dan kumuh
G. GEJALA
31
Gejala klinis yang timbul pada seseorang bergantung pada Sistem
Imunitas Seluler (SIS). SIS baik akan tampak gambaran klinis kearah tuberkuloid,
sebalikya SIS rendah memberikan gambaran lepromatosa.
Ti : Tuberkuloid indefinite
BT : Borderline tuberkuloid
BB : Mid Borderline
BL : Borderline lepromatous
Li : Lepromatosa indefinite
32
indeks bakteri lebih dari 2+. Pausibasiler berarti mengandung sedikit basil, yaitu
tipe TT, BT dan I dengan indeks bakteri kurang dari 2+.
PB MB
Lesi kulit (makula datar, - 1-5 lesi - >5 lesi
papul yang meninggi,
- hipopigmentasi/eritema - distribusi lebih simetris
nodus)
H. DIAGNOSIS
Inspeksi. Pasien diminta memejamkan mata, menggerakkan mulut, bersiul
dan tertawa untuk mengetahui fungsi saraf wajah. Semua kelainan kulit diseluruh
tubuh diperhatikan. Seperti adanya makula, nodul, jaringan parut kulit yang
keriput penebalan kulit dan kehilangan rambut tubuh (alopesia dan madarosis)
Pemeriksaan sensibilitas pada lesi kulit dengan menggunakan kapas (rasa
raba). Jarum pentul yang tajam dan tumpul (rasa nyeri), serta air panas dan air
dingin dalam tabung reaksi (rasa suhu).
Pemeriksaan saraf tepi dan fungsinya dilakukan pada : n. auricularis
magnus, n. ulnarus, n. radiasi, n. medianus, n. peroneus dan n. tibialis posterior.
33
Hasil pemeriksaan yang perlu dicatat adalah pembesaran, konsistensi, penebalan
dan adanya nyeri tekanan.
Pemeriksaan fungsi saraf otonom, yaitu pemeriksaan ada tidaknya kekeringan
pada lesi akibat tidak berfungsinya kelenjar keringat dengan menggunakan pensil
tinta (uji Gunawan).pertumbuhan rambut terganggu.
Ditemukan kuman tahan asam ,bahan pemeriksaanadalah hapusan kulit
cuping telinga dan lesi kulit pada bagian yang aktif.kadang bahan di peroleh dari
biopsi kulit atau saraf.
Untuk menegakan diagnosis penyakit kusta,paling sedikit harus di temukan
satu tanda cardinal,bila tidak di temukan ,maka kita hanya dapat mengatakan
tersangkan kusta dan pasien perlu di amati dan di periksa ulang setelah 3-6 bulan
samapai diagnosis kusta dapat di tegakan atau di singkirkan
I. DIAGNOSIS BANDING
Beberapa hal penting dalam menentukandiagnosis banding lepra :
Ada macula hipopigmentasi
Ada daerah anestesi
Pemeriksaan bakteriologi memperlihatkan basil tahan asam
Ada pembengkakan atau pengerasan saraf tepi atau cabang-cabangnya
Tipe I( macula hipopigmentasi ) : Tinea vesicolor,vitiligo,ptiriasis
rosea,dermatitis seboroika atau dengan liken simpleks kronis
Tipe TT (macula eritematosa dengan pinggir meninggi) : Tinea
corporis,psoriasis,lupus eritematosus tipe discoid atau ptiriasis rosea.
Tipe BB,BT,BL (infiltrate merah tak berbatas tegas ): selulitis,erysipelas atau
psoriasis
Tipe LL (bentuk nodula ) : Lupus eritematosus sistemik,dermatomikosis atau
erupsi obat.
J. PENGOBATAN
1. Penatalaksanaan
34
Tujuan utama pemberantasan Morbus Hansen adalah
menyembuhkan pasien Mobus Hansen dan mencegah timbulnya cacat
serta memutuskan mata rantai penularan dari pasien Morbur Hansen
terutama tipe yang menular kepada orang lain untuk menurunkan insdens
penyakit.
Program Multi Drug Therapy (MDT) dengan kombinasi
sifampisin, klofazimen, dan DDS dimulai tahun 1981. program ini
bertujuan untuk mengatasi resistensi dapson yang semakin meningkat,
mengurangi ketidaktaatan pasien, menurunkan angka putus obat dan
mengeliminasi persstensi kuman Morbus Hansen dalam jaringan.
2. Pengobatan
Rejimen pengobatan menurut buku panduan pemberantasan
penyakit Morbur Hansen adalah sebagai berikut:
a) Tipe PB
Jenis obat dan dosis untuk orang dewasa adalah sebagai berikut :
Rifampisin 600 mg/bulan diminum di depan petugas
DDS tablet 100 mg/hari diminum di rumah
Pengobatan 6 dosis diselesaikan dalam 6-9 bulan, dan setelah
selesai minum tidak lagi dinyatakan RFT tetapi menggunakan istilah
Completion Treatment Cure dan Pasien tidak lagi dalam pengawasan.
b) Tipe MB
Jenis obat dan dosis untuk orang dewasa :
Rifampisin 600 mg/bulan diminum di depan petugas
Klofazimun 300 mg/bulan diminum di depan petugas dilanjutkan
dengan Klofazimun 50 mg/hari diminum di rumah
Pengobatan 24 dosis diselesaikan dalam waktu maksimal 36 minggu.
Sesudah selesai minum 24 dosis dinyatakan RFT meskipun secara klinis lesinya
masih aktif dan pemeriksaan bakteri positif. Menurut WHO (1995) pengobatan
MB dberkan untuk dua belas dosis yang diselesaikan dalam 12-18 bulan dan
pasien langsung dinyatakan RFT.
35
K. FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENULARAN
KUSTA
36
Kepadatan hunian rumah
Tingkat kepadatan hunian kamar yang tinggi memiliki risiko kali lebih
besar untuk terjadinya kusta dibandingkan dengan kepadatan hunian kamar
yang tidak tinggi (Chin, 2000).
37
Dinding rumah
Dinding rumah yang kurang baik memiliki risiko lebih besar untuk
terjadinya kusta dibandingkan dengan dinding rumah yang baik. Kondisi
dinding rumah yang jelek, akan mempermudah bakteri berdiam di dalam
dinding tersebut karena dinding yang terbuat dari selain tembok sulit untuk
dibersihkan sehingga bakteri tentunya akan terus berkembang ditambah
dengan keadaan yang mendukung terhadap perkembangbikan kusta
(Notoadmodjo, 2007).
Jenis lantai
38
Ventilasi rumah
Pencahayaan
39
Kelembaban
40
BAB VIII
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Segi Biologis :
a) menderita penyakit Kusta Kasus lama.
b) Status gizi berdasarkan NCHS termasuk dalam kategori Gizi
Cukup
c) Rumah dan lingkungan sekitar keluarga kurang sehat.
2. Segi Psikologis :
a) Hubungan antara anggota keluarga dan anggota masyarakat yang
terjalin cukup akrab, harmonis, dan hangat
b) Pengetahuan akan Kusta yang masih kurang yang berhubungan
dengan tingkat pendidikan yang masih rendah
c) Tingkat kepatuhan dalam mengkonsumsi obat yang baik,
mendukung untuk penyembuhan penyakit tersebut
3. Segi Sosial :
Secara pribadi, kebutuhan ekonomi dapat terpenuhi dengan cukup.
Selain itu kesehatan keluarga juga agar dapat mempunyai fasilitas
sanitasi, rumah yang sesuai dengan standart kesehatan
4. Segi fisik :
Rumah dan lingkungan sekitar keluarga sehat.
B. SARAN
1. Untuk masalah medis (Kusta) dilakukan langkah-langkah :
a) Preventif : penderita jangan meludah di sembarang tempat,
menutup mulut dengan kain atau masker terutama saat batuk.
Harus rajin membersihkan rumah. Rajin menjemur bantal,
guling dan kasur. Menjaga Hygiene dan sanitasi.
membersihkan rumah, menguras bak mandi, membangun
41
tempat pembuangan sampah dan saluran air, menata barang-
barang agar tidak menjadi sarang kuman dan nyamuk.
b) Promotif : edukasi penderita dan keluarga mengenai Kusta
dan pengobatannya oleh petugas kesehatan atau dokter yang
menangani.
c) Kuratif : saat ini penderita memasuki pengobatan fase
intensif, sehingga diberikan obat Rifampisin 600 mg/bln yang
diminum dihadapan petugas dan DDS tablet 100 mg/hari..
d) Rehabilitatif : mengembalikan kepercayaan diri sehingga tetap
memiliki semangat untuk sembuh.
2. Untuk masalah lingkungan tempat tinggal dan rumah yang tidak sehat
dilakukan langkah-langkah :
a) Promotif : Edukasi penderita agar membersihkan kamar mandi
dan Sumur.
3. Untuk masalah persepsi mengenai penyakit Kusta, dilakukan langkah-
langkah :
a) Promotif : Memberikan pengertian kepada penderita dan
anggota keluarga mengenai penyakit Kusta bahwa penyakit
Kusta bukan penyakit keturunan dan merupakan penyakit
yang dapat disembuhkan.
42
DAFTAR PUSTAKA
Chin, J., Nyoman, K.I. 2000. Manual Pemberantasan Penyakit Menular. 17th ed.
Jakarta: Depkes RI
Darmada, Gusti K. 2000. Multi Drug Theraphy Regimen WHO Pada Kusta
Selama 1 Tahun. Vol 12. Surabaya. Airlangga University Press
Djuanda, Adhi. dkk. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Kelima.
Jakarta. FKUI
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2 Ed. II. Jakarta :Media
Aeuscualpius.
Marwali, Harahap. 2000. Kusta dalam Ilmu Penyaki Kulit Cetakan I. Jakarta.
Hipokrates
Rosita, Cita. dkk. 2000. HLA Pada Kusta Vol 12. Surabaya : Airlangga University
Press
43
LAMPIRAN
44
45
46
47
48
49