1. Hasil
Pada Tabel 5.1 tampak bahwa 50% responden berusia <34 tahun, 63,3%
responden adalah ibu rumah tangga yang tidak bekerja dan 40% responden memiliki
20
21
Aktivitas Jumlah %
Arisan 12 40
Pengajian 11 36,7
Penyuluhan 4 13,3
Tidak mengikuti kegiatan 3 10
Pada Tabel 5.2 didapatkan bahwa aktivitas yang paling banyak diikuti
responden adalah Arisan yaitu 40% sedangkan 10% responden tidak mengikuti
aktivitas di lingkungan rumah.
Tabel 5.3 Sebaran responden berdasarkan jumlah sumber informasi
dapat mencegah gigitan nyamuk, waktu dilakukan pengasapan dan tata cara
penyuluhan. Pada Tabel 5.6 didapatkan bahwa terdapat perbedaan bermakna antara
pekerjaan, tingkat pendidikan, aktivitas yang diikuti di lingkungan rumah dan jumlah
sumber informasi.
keputusan dalam uji chi square dapat dilakukan dengan cara melihat nilai tabel output
“Chi Square Test” dari hasil olah data SPSS. Dalam pengambilan keputusan untuk uji
chi square ini, kita dapat berpedoman pada cara membandingkan antara nilai chi
square hitung dengan nilai chi square tabel pada signifikansi 5%.
Jika nilai Asymp. Sig. (2-sided) < 0,05, maka artinya H0 ditolak dan Ha diterima.
Jika nilai Asymp. Sig. (2-sided) > 0,05, maka artinya H0 diterima dan Ha ditolak.
Berdasarkan tabel output di atas diketahui nilai Asymp. Sig. (2-sided) pada uji
Karena nilai Asymp. Sig. (2-sided) 0,003 < 0,05, maka berdasarkan dasar
diterima.
25
2. Pembahasan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui
panca indera manusia yaitu indera pendengaran, penglihatan, penciuman, rasa dan
raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
(Wowolumaya C, 2001)
Pengetahuan atau kognitif merupakan factor dominan yang sangat penting
untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behaviour). Perilaku yang didasari oleh
pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari pengetahuan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 76,7% responden memiliki pengetahuan
yang kurang, cukup sebanyak 20% dan 3,3% memiliki pengetahuan yang baik
mengenai pemberantasan vektor DBD seperti tindakan yang dapat mencegah gigitan
nyamuk, pemberantasan sarang nyamuk, waktu dilakukan pengasapan dan tata cara
pengasapan yang benar. Hal tersebut ada hubungannya dengan usia, pendidikan
responden yang masih rendah, pekerjaan , aktivitas yang diikuti dan sedikitnya
sumber informasi yang didapatkan tentang cara-cara pemberantasan vektor DBD
seperti menggunakan lotion anti nyamuk dan obat semprot pembunuh nyamuk.
Pada uji chi square terdapat perbedaan bermakna antara tingkat pengetahuan
tentang pemberantasan vektor DBD dengan umur responden p=0,011 (p < 0,05).
Hasil yang sejalan juga ditunjukkan oleh penelitian Montung (2012). Montung (2012)
melakukan penelitian tentang hubungan antara karakteristik individu, pengetahuan,
sikap dengan tindakan masyarakat dalam pencegahan DBD di wilayah kerja
Puskesmas Kolongan Minahasa Utara. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa
26
terdapat hubungan yang bermakna antara umur dengan tindakan pencegahan DBD
masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Kolongan Minahasa Utara (p=0,022)
(Montung, 2012).
Usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai
berulang tahun. Usia merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pengetahuan
seseorang. Semakin bertambah usia maka tingkat perkembangan akan berkembang
sesuai dengan pengetahuan yang pernah didapatkan dan juga dari pengalaman
sendiri. Umur dapat mempengaruhi seseorang. Semakin cukup umur, tingkat
kemampuan dan kematangan seseorang akan lebih tinggi dalam berpikir dan
menerima informasi (Notoatmodjo, 2010). Kematangan berpikir seseorang
mempengaruhi seseorang untuk bertindak lebih baik terhadap lingkungannya
(Montung, 2012).
Terdapat perbedaan bermakna p=0,045 (p<0,05) antara pekerjaan dengan
pengetahuan pemberantasan vektor DBD. Hal tersebut sesuai dengan penelitian
Fitrijaya (Fitrijaya D, 2002) yang menyatakan bahwa pada jaman sekarang media
informasi sudah sedemikian banyaknya sehingga informasi yang didapat oleh
masyarakat lebih banyak melalui media massa, televisi dan koran yang semuanya
bisa didapatkan dengan mudah jika responden bekerja di luar rumah.
Terdapat perbedaan bermakna p=0,001 (p<0,05) antara pendidikan dengan
pengetahuan pemberantasan vektor DBD. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh (Utami, 2010). Penelitian yang dilakukan oleh Utami (2010) tentang
Hubungan Tingkat Pendidikan Formal Terhadap Perilaku Pencegahan Demam
Berdarah Dengue (DBD) Pada Masyarakat Di Kelurahan Bekonang, Sukoharjo
menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pendidikan dengan
tindakan. Semakin tinggi tingkat pendidikan ibu maka akan semakin besar peran ibu
dalam pencegahan infeksi dengue. Penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat
hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan dengan tindakan kepala keluarga
menggerakkan anggota keluarga dalam pencegahan penyakit DBD di Kelurahan
27