Tanggal Presentasi :
Deskripsi :
1
Bahan Bahasan : Kasus
1. Diagnosis
2. Riwayat Pengobatan
3. Riwayat Kesehatan/Penyakit :
muncul sejak kurang lebih 2 minggu yang lalu , muncul mendadak , terus menerus
dan terasa nyeri , awalnya payudara terasa nyeri , lalu di biarkan makin lama makin
nyeri dan bengkak , setelah 1 minggu bengkak pasien , periksa ke dokter kandungan
, dari dokter kandungan pasien. Diberi obat oral , setelah obat habis benjolan makin
besar dan berisi nanah 4 hari setelah itu benjolan pecah , nyeri bertambah, pasien
demam dan nyeri sekali lalu di bawa ke rs bhayangkara . Pasien mengatakan pasien
jarang menyusui bayinya di payudara kanan dan lebih sering menyusukan payudara
kiri.
4. Riwayat Keluarga
Hipertensi (-), Diabetes Mellitus (-), riwayat mempunyai penyakit seperti ini
disangkal
5. Riwayat Pekerjaan
2
6. Lain-lain :
a. Pemeeriksaan Fisik
RR : 20 x/menit
T : 36,7 oC
Thorax
Pulmo
3
Cor
sinistra
Abdomen
Inspeksi : Datar
hipogastrik
Status lokalis
4
b. Pemeeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
A. HEMATOLOGI
B. KIMIA DARAH
SGOT 23 Up to 31 Mg/dl
SGPT 19 Up to 32 Mg/dl
5
Hasil :
6
7
Hasil Pembelajaran
1) Diagnosis Kerja
2) Subjektif
muncul sejak kurang lebih 2 minggu yang lalu , muncul mendadak , terus
menerus dan terasa nyeri , awalnya payudara terasa nyeri , lalu di biarkan makin
lama makin nyeri dan bengkak , setelah 1 minggu bengkak pasien , periksa ke
dokter kandungan , dari dokter kandungan pasien. Diberi obat oral , setelah obat
habis benjolan makin besar dan berisi nanah 4 hari setelah itu benjolan pecah ,
nyeri bertambah, pasien demam dan nyeri sekali lalu di bawa ke rs bhayangkara
kronik, akumulasi nanah pada jaringan payudara yang dapat disebabkan oleh
bakteri. Merupakan penyakit yang sulit untuk sembuh sekaligus mudah untuk
40-50 persen.
Penyakit ini disebabkan oleh infeksi bakteri, salah satunya adalah Staphylococcus
aureus. Bakteri yang secara alami bisa ditemukan pada kulit manusia itu bisa masuk
apabila ada luka pada payudara terutama di sekitar puting susu Merupakan
8
komplikasi akibat peradangan payudara / mastitis yang sering timbul pada minggu
Abses payudara berbeda dengan mastitis. Abses payudara terjadi apabila mastitis
Breast abscess adalah akumulasi nanah pada jaringan payudara. Hal ini biasanya
disebabkan oleh infeksi pada payudara. Cedera dan infeksi pada payudara dapat
menghasilkan gejala yang sama dengan di bagian tubuh lainnya, kecuali pada
payudara, infeksi cenderung memusat dan menghasilkan abses kecil. Hal ini dapat
menyerupai kista
a) Epidemiologi
Diperkirakan sekitar 3-20% ibu menyusui dapat mengalami mastitis. Terdapat dua
hal penting yang mendasari kita memperhatikan kasus ini. Pertama, karena mastitis
biasanya menurunkan produksi ASI dan menjadi alasan ibu untuk berhenti
9
Sebagian besar mastitis terjadi dalam 6 minggu pertama setelah bayi lahir (paling
sering pada minggu ke-2 dan ke-3), meskipun mastitis dapat terjadi sepanjang masa
terlambat atau tidak adekuat. Bila terdapat daerah payudara teraba keras , merah
dan tegang walaupun ibu telah diterapi, maka kita harus pikirkan kemungkinan
terjadinya abses. Kurang lebih 3% dari kejadian mastitis berlanjut menjadi abses.7
b) Etiologi
Infeksi pada payudara biasanya disebabkan oleh bakteri yang umum ditemukan
pada kulit normal (staphylococcus aureus). Infeksi terjadi khususnya pada saat ibu
menyusui. Bakteri masuk ke tubuh melalui kulit yang rusak, biasanya pada puting
susu yang rusak pada masa awal menyusui. Area yang terinfeksi akan terisi dengan
nanah.
dengan kanker payudara. Pada kasus yang langka, wanita muda sampai usia
Suatu infeksi bakteri bisa menyebabkan abses melalui bebebrapa cara yaitu sebagai
berikut :
10
1. Bakteri masuk ke bawah kulit akibat luka dari tusukan jarum tidak steril
3. Bakteri yang dalam keadaan normal, hidup di dalam tubuh manusia dan tidak
c) Patofisiologi
Adapun patogenesis dari abses payudara adalah luka atau lesi pada putting terjadi
susu terhambat & produksi susu normal penyumbatan duktus terbentuk abses.
ASI) akibat stasis ASI. Bila ASI tidak segera dikeluarkan maka terjadi tegangan
alveoli yang berlebihan dan mengakibatkan sel epitel yang memproduksi ASI
Beberapa komponen (terutama protein kekebalan tubuh dan natrium) dari plasma
masuk ke dalam ASI dan selanjutnya ke jaringan sekitar sel sehingga memicu
respons imun. Stasis ASI, adanya respons inflamasi, dan kerusakan jaringan
11
Terdapat beberapa cara masuknya kuman yaitu melalui duktus laktiferus ke lobus
sekresi, melalui puting yang retak ke kelenjar limfe sekitar duktus (periduktal) atau
mencapai 1%.4
Apabila kekebalan dan daya tahan tubuh ibu baik maka dengan penanganan yang
cepat dan tepat maka peradangan akan segera berhenti. Tetapi apabila peradangan
pada payudara tidak diatasi dengan baik dan bila diikuti oleh terjadi infeksi maka
peradangan akan meluas. dan akan terbentuk abses yang menyebabkan peradangan
akan berlanjut dan menimbulkan gejala klinis yang lebih berat dari sebelumnya. 4
12
Gambaran klinis
Gejala dari abses tergantung pada lokasi dan pengaruhnya terhadap fungsi suatu
organ atau syaraf. Gejala dan tanda yang sering ditimbulkan oleh abses payudara
diantaranya :
- Teraba massa, suatu abses yang terbentuk tepat dibawah kulit biasanya
tampak sebagai suatu benjolan. Jika abses akan pecah, maka daerah pusat
- Nipple discharge (keluar cairan dari putting susu, bisa mengandung nanah)
- Gatal- gatal
13
- Pembesaran kelenjar getah bening ketiak pada sisi yang sama dengan
Menurut Sarwono (2009), pada abses payudara memiliki tanda dan gejala yaitu:
PENEGAKAN DIAGNOSIS
a. Anamnesis
fisik. Penyelidikan terinci tentang faktor resiko penyerta seperti usia, paritas serta
riwayat menstruasi dan menyusui, bersifat penting. Usia menarke dan perubahan
siklik dengan menstruasi berkorelasi bermakna dengan penyakit jinak dan ganas.
14
efek penghentian sekresi estrogen endogen. Penting riwayat terapi hormon
sebelumnya, yang mencakup kontrasepsi oral dan estrogen eksogen. Kehadiran dan
sifat sekret puting susu maupun hubungannya dengan ovulasi siklik bisa
menstruasi dan sekret puting susu merupakan pokok informasi bersangkut paut.
Nyeri (mastodinia) dengan pembengkakan dan rasa penuh payudara dalam masa
hormon yang jinak. Penyelidikan riwayat penyakit keluarga kanker payudara dan
nyeri dada, anoreksia dan nyeri tulang rangka penting bila indeks kecurigaan
keganasan tinggi.4
b. Pemeriksaan fisik
Inspeksi
membuka pakaian sampai pinggang serta mengamati simetri dan perubahan kulit
seperti fiksasi, elevasi, retraksi dan warna. Pertama dilakukan pemeriksaan dengan
edema difus sebagai hasil selulitis bakterialis atau akibat peresapan endolimfe dari
15
pembuluh limfe dermis dengan emboli tumor. Terperangkapnya ligamentum
cooper segmental bisa menimbulkan retraksi kulit dan lesung serta bisa disertai
dengan “peau d’ orange”. Gambaran fisik ini biasanya menyertai massa padat yang
Palpasi
Palpasi sistematik atas tempat metastasis yang lazim harus dilakukan sebelum
limfe. Pasien harus didudukkan dengan lengan disokong oleh pemeriksa. Relaksasi
otot gelang bahu penting dan tekanan ujung jari tangan yang lembut terbaik
mengenal kelenjar limfe kecil. Metastasis ekstramamma besar bermassa besar bisa
jelas ke pasien dan dokter serta penting dokumentasi lokasi dan ukuran yang tepat
selama pemeriksaan klinik awal. Lima kelompok kelenjar limfe yang sebelumnya
disebutkan harus diperiksa dan jari tangan yang mempalpasi harus ditempatkan
Halsted telah dievaluasi. Ujung jari tangan pemeriksa menekan isi axilla pada otot
Ekstensi lengan penuh dengan tangan istirahat pada puncak kepala meratakan
payudara pada dinding dada dan nyaman bagi pasien. Penempatan pasien kembali
16
terutama dengan ekstensi dan rotasi eksterna bahu. Pemeriksaan sistematik semua
kuadran payudara diselesaikan. Evaluasi bertujuan untuk mendeteksi lesi kecil yang
berbeda dari lemak dan stroma payudara sekelilingnya. Lesi yang berbatas tegas,
nyeri dan sama sekali terpisah dari parenkima berdekatan biasanya tidak ganas,
sedangkan lesi tak nyeri dengan batas tak tegas secara klasik mungkin ganas.
Pembedaan antara sifat jinak dan ganas tidak mungkin dilakukan atas pemeriksaan
fisik saja. Penilaian klinik dan biopsi diperlukan. Selama tahun reproduktif wanita,
Puting susu dan areola harus diperiksa dengan cermat. Adanya inversi puting susu
harus dicatat dan jika unilateral, harus dicurigai karsinoma. Puting susu normal
subareola lazim dalam masa pasca persalinan selama laktasi. Adanya erupsi areola
bersisik, berkrusta, ekzematoid patognomonik bagi penyakit paget puting susu. Lesi
ini lazim basah atau berdarah bila kontak. Biopsi penyakit paget mengkonfirmasi
karsinoma duktus primer yang telah menginvasi puting susu dan kulit areola untuk
17
18
c. Pemeriksaan Penunjang
dalam 2 hari
Bahan kultur diambil dari ASI pancar tengah hasil dari perahan tangan yang
terlebih dulu dan bibir penampung diusahakan tidak menyentuh puting untuk
mengurangi kontaminasi dari kuman yang terdapat di kulit yang dapat memberikan
hasil positif palsu dari kultur. Beberapa penelitian memperlihatkan beratnya gejala
19
yang muncul berhubungan erat dengan tingginya jumlah bakteri atau patogenitas
bakteri. 7
5) TATALAKSANA
Foto thorax
Tatalaksana teori
Nonmedikamentosa
Tata laksana abses biasanya berawal dari tatalaksana mastitis dimulai dengan
memperbaiki teknik menyusui ibu. Aliran ASI yang baik merupakan hal penting
dalam tata laksana mastitis karena stasis ASI merupakan masalah yang biasanya
mengawali terjadinya mastitis. Ibu dianjurkan agar lebih sering menyusui dimulai
dari payudara yang bermasalah. Tetapi bila ibu merasa sangat nyeri, ibu dapat mulai
menyusui dari sisi payudara yang sehat, kemudian sesegera mungkin dipindahkan
ke payudara bermasalah, bila sebagian ASI telah menetes (let down) dan nyeri
sudah berkurang. Posisikan bayi pada payudara sedemikian rupa sehingga dagu
atau ujung hidung berada pada tempat yang mengalami sumbatan. Hal ini akan
20
Ibu dan bayi biasanya mempunyai jenis pola kuman yang sama, demikian pula pada
saat terjadi mastitis sehingga proses menyusui dapat terus dilanjutkan dan ibu tidak
perlu khawatir terjadi transmisi bakteri ke bayinya. Tidak ada bukti terjadi
gangguan kesehatan pada bayi yang terus menyusu dari payudara yang mengalami
mastitis. Ibu yang tidak mampu melanjutkan menyusui harus memerah ASI dari
payudara dengan tangan atau pompa. Penghentian menyusui dengan segera memicu
risiko yang lebih besar terhadap terjadinya abses dibandingkan yang melanjutkan
menyusui. Pijatan payudara yang dilakukan dengan jari-jari yang dilumuri minyak
atau krim selama proses menyusui dari daerah sumbatan ke arah puting juga dapat
Hal lain yang juga perlu diperhatikan adalah ibu harus beristirahat, mengkonsumsi
cairan yang adekuat dan nutrisi berimbang. Anggota keluarga yang lain perlu
membantu ibu di rumah agar ibu dapat beristirahat. Kompres hangat terutama saat
menyusu akan sangat membantu mengalirkan ASI. Setelah menyusui atau memerah
ASI, kompres dingin dapat dipakai untuk mengurangi nyeri dan bengkak. Pada
payudara yang sangat bengkak kompres panas kadang membuat rasa nyeri
bertambah. Pada kondisi ini kompres dingin justru membuat ibu lebih nyaman.
Keputusan untuk memilih kompres panas atau dingin lebih tergantung pada
kenyamanan ibu.
21
Perawatan di rumah sakit dipertimbangkan bila ibu sakit berat atau tidak ada yang
dapat membantunya di rumah. Selama di rumah sakit dianjurkan rawat gabung ibu
Medikamentosa
Meskipun ibu menyusui sering enggan untuk mengkonsumsi obat, ibu dengan
Analgesik
Rasa nyeri merupakan faktor penghambat produksi hormon oksitosin yang berguna
dalam proses pengeluaran ASI. Analgesik diberikan untuk mengurangi rasa nyeri
pada mastitis. Analgesik yang dianjurkan adalah obat anti inflamasi seperti
sampai dosis 1,6 gram per hari tidak terdeteksi pada ASI sehingga
Antibiotik
Jika gejala mastitis masih ringan dan berlangsung kurang dari 24 jam, maka
membantu. Jika tidak terlihat perbaikan gejala dalam 12 – 24 jam atau jika ibu
tampak sakit berat, antibiotik harus segera diberikan. Jenis antibiotik yang biasa
digunakan adalah dikloksasilin atau flukloksasilin 500 mg setiap 6 jam secara oral.
22
Dikloksasilin mempunyai waktu paruh yang lebih singkat dalam darah dan lebih
peradangan pembuluh darah. Sefaleksin biasanya aman untuk ibu hamil yang alergi
terhadap penisillin tetapi untuk kasus hipersensitif penisillin yang berat lebih
dianjurkan klindamisin. 4
antibiotik sebelum waktunya karena merasa telah membaik. Hal ini meningkatkan
risiko terjadinya mastitis berulang. Tetapi perlu pula diingat bahwa pemberian
antibiotik yang cukup lama dapat meningkatkan risiko terjadinya infeksi jamur
pada payudara dan vagina. Pada penelitian yang dilakukan Jahanfar diperlihatkan
Bila sampai terjadi abses, penatalaksanaan sama seperti pada radang payudara.
terkumpul. Cairan ini dapat dikeluarkan dengan aspirasi jarum halus yang berfungsi
23
secara serial. Pada abses yang sangat besar terkadang diperlukan tindakan bedah.
Selama tindakan ini dilakukan ibu harus mendapat antibiotik. ASI dari sekitar
tempat abses juga perlu dikultur agar antibiotik yang diberikan sesuai dengan jenis
kumannya Selama luka bekas insisi belum sembuh bayi disusukan dari payudara
yang sehat.3,7
abses payudara, yang mana dianjurkan padanya dilakukan pengaliran isi abses
(drainase) dengan anestesi umum (biasanya sebagian besar terdiri dari jaringan
superfisialis). Biasanya tak diperlukan bukan abses dengan insisi tunggal yang
panjang, tetapi dibuat dua insisi terpisah yang kecil, dan dilalui oleh pipa karet
deformitas yang minimal, dan akhirnya harus dilakukan biopsi. Pengobatan abses
payudara mungkin melibatkan insisi dan drainase atau aspirasi jarum dan terapi
antibiotik.
Pengobatan lini pertama untuk kebanyakan abses saat ini aspirasi jarum dengan
antibiotik. Pembedahan biasanya dilakukan untuk abses berulang atau sangat besar.
waktu yang sama mungkin ada susu dapat keluar dari area luka yang juga alan
membantu proses penyembuhan. Di masa lalu, bedah adalah terapi standar, tapi ini
terapi yang dapat menghindari tekanan psikologis kepada ibu dan bayi dengan
24
menghindari anestesi umum dan rawat inap di rumah sakit. Dalam penelitian
tersebut, 50 pasien dengan abses payudara dirawat dengan cara aspirasi abses,
antibiotik oral, dan aspirasi berulang, jika perlu. Pengobatan awal yang dilakukan
dengan spuit 10 ml dan terapi selama 7 hari dengan oral ampisilin dan kloksasilin
500mg 3 kali sehari. Semuanya diawat jalan, dan dirawat di Departemen Bedah,
Dari 50 pasien, 31 yang ibu menyusui. Usia rata-rata pasien adalah 32 tahun (19-
kedua menyusui dan kasus non menyusui. Dari 50 kasus, 39 (78%) diselesaikan
dengan baik tanpa kekambuhan. Delapan (16%) kasus gagal untuk menanggapi
aspirasi berulang dan dilanjutkan dengan bedah insisi dan drainase. Tiga (6%) kasus
aspirasi abses dengan antibiotik adalah pengobatan yang efektif untuk abses
payudara.10 8
PENCEGAHAN
Beberapa ibu memiliki puting susu yang rata dan membuat menyusui adalah hal
yang sulit atau tidak mungkin. Untuk memperbaiki hal ini, Hoffman’s exercises
25
Oles sedikit pelicin (contoh Vaseline) pada areola. Dua ruas jari atau satu jari dan
dengan arah jempol diletakkan sepanjang sisi puting susu dan kulit dengan lembut
ditarik horizontal. Kemudian, gerakan ini di ulang dengan arah horizontal, lakukan
pada keduanya beberapa kali. Jika latihan ini dilakukan beberapa kali per hari, akan
Metode alternatif adalah penarikan puting susu, digunakan pada lapisan khusus di
dalam bra pada saat kehamilan. Puting susu dan payudara harus dibersihkan
sebelum dan setelah menyusui. Setelah menyusui, puting susu dapat diberikan salep
lanolin atau vitamin A dan D Hindari pakaian yang menyebabkan iritasi pada
payudara 5,6
6) Prognosis
26
Follow up pasien
8-11-19
Pemeriksaan Terapi
27
S: Nyeri payudara kanan P: Pro incise drainase abses mamae
Abd= Ekstremitas= + +
P= BU +
P= tympani Oedem - -
A= soepel - -
A: Abses Mammae D
28
9-11-19
Pemeriksaan Terapi
Abd= Ekstremitas= + +
P= BU +
P= tympani Oedem - -
A= soepel - -
10-11-19
29
Pemeriksaan Terapi
KU= cukup
Abd= Ekstremitas= + +
P= BU +
P= tympani Oedem - -
A= soepel - -
30
11-11-19
Pemeriksaan Terapi
P= BU + 4. domperidone 3 x1
A= soepel - -
Daftar Pustaka
31
1. Sjamsuhidajat R, Karnadihardja W, Prasetyono TOH, Rudiman R. Buku
ajar ilmu bedah Sjamsuhidajat-de jong. Ed.3. Jakarta: EGC; 2010.h. 473-5.
2. Grace PA, Borley NR. At a glance ilmu bedah. Edisi 3. Editor: Safitri A.
Jakarta: Erlangga; 2006. h. 18-9.
3. Benson RC, Martin L. Buku saku obstetri dan ginekologi. Edisi 9. Editor:
Primarianti S, Resmisari T. Jakarta: EGC; 2008. h. 487-91.
4. Sabiston DC. Buku ajar bedah: sabiston’s essentials surgery. Jakarta: EGC;
1992. h. 373-83.
5. Saleha. Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba Medika;
2009. h. 109-110.
6. Suherni. Perawatan Masa Nifas. Yogyakarta: Fitramaya; 2007. h. 56-7.
7. Alasiry E (2009). Mastitis: pencegahan dan penanganan. Diunduh dari:
http://www.idai.or.id/asi/artikel.asp?q=201252114142, pada tanggal 17
April 2013.
8. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit.
Edisi ke-6. Volume 2. Jakarta : EGC; 2005. h. 130-2.
32