Anda di halaman 1dari 32

Kasus 1

Topik : Abses mamae dekstra

Tanggal Kasus : 8 november 2019

Presenter : dr. Annanda Rimasari

Tanggal Presentasi :

Pendamping : dr. Rola Astuti

Tempat Presentasi : RS Bhayangkara Hoegeng Imam Santoso Banjarmasin

Objektif Presentasi : Keterampilan, Diagnostik, Tatalaksana

Deskripsi :

Pasien datang ke RS Bhayangkara dengan keluhan benjolan

di payudara kanan muncul sejak kurang lebih 2 minggu

yang lalu , muncul mendadak , terus menerus dan terasa

nyeri , awalnya payudara terasa nyeri , lalu di biarkan

makin lama makin nyeri dan bengkak , setelah 1 minggu

bengkak pasien , periksa ke dokter kandungan , dari dokter

kandungan pasien. Diberi obat oral , setelah obat habis

benjolan makin besar dan berisi nanah 4 hari setelah itu

benjolan pecah , nyeri bertambah, pasien demam dan nyeri

sekali lalu di bawa ke rs bhayangkara . Pasien mengatakan

pasien jarang menyusui bayinya di payudara kanan dan

lebih sering menyusukan payudara kiri.

Tujuan : Tatalaksana Abses mamae

1
Bahan Bahasan : Kasus

Cara Membahas : Diskusi

Data Pasien : Nama Pasien : Ny.R

Data untuk bahan diskusi :

1. Diagnosis

Abses mamae dekstra

2. Riwayat Pengobatan

Obat dari dokter kandungan cefixim 2x200 , paracetamol 3x500

3. Riwayat Kesehatan/Penyakit :

Pasien datang ke RS Bhayangkara dengan keluhan benjolan di payudara kanan

muncul sejak kurang lebih 2 minggu yang lalu , muncul mendadak , terus menerus

dan terasa nyeri , awalnya payudara terasa nyeri , lalu di biarkan makin lama makin

nyeri dan bengkak , setelah 1 minggu bengkak pasien , periksa ke dokter kandungan

, dari dokter kandungan pasien. Diberi obat oral , setelah obat habis benjolan makin

besar dan berisi nanah 4 hari setelah itu benjolan pecah , nyeri bertambah, pasien

demam dan nyeri sekali lalu di bawa ke rs bhayangkara . Pasien mengatakan pasien

jarang menyusui bayinya di payudara kanan dan lebih sering menyusukan payudara

kiri.

4. Riwayat Keluarga

Hipertensi (-), Diabetes Mellitus (-), riwayat mempunyai penyakit seperti ini

disangkal

5. Riwayat Pekerjaan

Pasien merupakan seorang ibu rumah tangga.

2
6. Lain-lain :

a. Pemeeriksaan Fisik

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

Vital Sign : TD : 100/70 mmHg

N : 104 x/menit, regular kuat angkat

RR : 20 x/menit

T : 36,7 oC

Kulit : Kelembaban cukup. Ikterik (-) Pucat (-)

Kepala dan Leher :

Mata : Konjungtiva anemis (-/-) ikterik (-/-)

Hidung : Sekret (-) epitaksis (-) deviasi septum (-) concha

hiperemis (-/-) edem (-/-)

Mulut : Mukosa basah. sianosis (-)

Leher : Pembesaran KGB (-) peningkatan JVP (-)

Thorax

Pulmo

Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris. Retraksi (-).

Palpasi : Fremitus vokal simetris kanan dan kiri

Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi : Vesikuler. Ronkhi (-). Wheezing (-)

3
Cor

Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : Iktus kordis teraba pada ICS IV linea midclavikula

sinistra

Perkusi : Batas jantung

Atas : ICS II linea parasternalis sinistra

Bawah : ICS V linea parasternalis sinistra

Kanan : ICS IV linea parasternal dextra

Kiri : ICS IV linea midklavikula sinistra

Kesan : batas jantung normal.

Auskultasi : S1>S2. Reguler. Murmur (-) Gallop (-)

Abdomen

Inspeksi : Datar

Auskultasi : Bising usus menurun

Palpasi : Supel. H/L/M tidak teraba. Nyeri tekan (+) pada

hipogastrik

Perkusi : Hypertympani, liver spain 12 cm

Ekstrimitas : Parese (-) Edema (-) Akral dingin (-)

Status lokalis

Inspeksi : Tampak benjolan di payudara kanan dengan

diameter 5cmx5cm berwarna merah.

Palpasi : Benjolan mobile, padat kenyal. Nyeri tekan (+)

4
b. Pemeeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Laboratorium

JENIS PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN SATUAN

A. HEMATOLOGI

Hemoglobin 10.0 L : 13,0-18,0 P : 11,5-15,5 Gr/dl

Leukosit 18.700 4,0-10,0 ribu 103/µL

Eritrosit 4.11 4,0 – 6,0 juta 106/µL

Hematokrit 32.6 L : 40-50 P : 30-40 %

Trombosit 310.000 150-450 ribu 103/µL

Masa pembekuan (CT) 8’35 1-9

Masa perdarahan (BT) 1’40 1-3

B. KIMIA DARAH

Gula Darah Sewaktu 110 74-125 Mg/dl

Ureum 15 10-50 Mg/dl

Creatinin 1,1 0.5-1.0 Mg/dl

SGOT 23 Up to 31 Mg/dl

SGPT 19 Up to 32 Mg/dl

2. Pemeriksaan rontgen thorax

5
Hasil :

Foto thorax dbn

Foto klinis pasien :

6
7
Hasil Pembelajaran

1) Diagnosis Kerja

Abses mamae dekstra

2) Subjektif

Pasien datang ke RS Bhayangkara dengan keluhan benjolan di payudara kanan

muncul sejak kurang lebih 2 minggu yang lalu , muncul mendadak , terus

menerus dan terasa nyeri , awalnya payudara terasa nyeri , lalu di biarkan makin

lama makin nyeri dan bengkak , setelah 1 minggu bengkak pasien , periksa ke

dokter kandungan , dari dokter kandungan pasien. Diberi obat oral , setelah obat

habis benjolan makin besar dan berisi nanah 4 hari setelah itu benjolan pecah ,

nyeri bertambah, pasien demam dan nyeri sekali lalu di bawa ke rs bhayangkara

. Pasien mengatakan pasien jarang menyusui bayinya di payudara kanan dan

lebih sering menyusukan payudara kiri.

3) Objektif / dasar diagnosis

Abses payudara merupakan komplikasi yang terjadi akibat peradangan payudara

kronik, akumulasi nanah pada jaringan payudara yang dapat disebabkan oleh

bakteri. Merupakan penyakit yang sulit untuk sembuh sekaligus mudah untuk

kambuh. peluang kekambuhan bagi yang pernah mengalaminya berkisar di antara

40-50 persen.

Penyakit ini disebabkan oleh infeksi bakteri, salah satunya adalah Staphylococcus

aureus. Bakteri yang secara alami bisa ditemukan pada kulit manusia itu bisa masuk

apabila ada luka pada payudara terutama di sekitar puting susu Merupakan

8
komplikasi akibat peradangan payudara / mastitis yang sering timbul pada minggu

ke dua post partum (setelah melahirkan), karena adanya pembengkakan payudara

akibat tidak menyusui dan lecet pada puting susu.

Abses payudara berbeda dengan mastitis. Abses payudara terjadi apabila mastitis

tidak tertangani dengan baik, sehingga memperberat infeksi.

Breast abscess adalah akumulasi nanah pada jaringan payudara. Hal ini biasanya

disebabkan oleh infeksi pada payudara. Cedera dan infeksi pada payudara dapat

menghasilkan gejala yang sama dengan di bagian tubuh lainnya, kecuali pada

payudara, infeksi cenderung memusat dan menghasilkan abses kecil. Hal ini dapat

menyerupai kista

4) KLINIS DAN TEORI

a) Epidemiologi

Mastitis merupakan masalah yang sering dijumpai pada ibu menyusui.

Diperkirakan sekitar 3-20% ibu menyusui dapat mengalami mastitis. Terdapat dua

hal penting yang mendasari kita memperhatikan kasus ini. Pertama, karena mastitis

biasanya menurunkan produksi ASI dan menjadi alasan ibu untuk berhenti

menyusui. Kedua, karena mastitis berpotensi meningkatkan transmisi vertikal pada

beberapa penyakit (terutama AIDS).

9
Sebagian besar mastitis terjadi dalam 6 minggu pertama setelah bayi lahir (paling

sering pada minggu ke-2 dan ke-3), meskipun mastitis dapat terjadi sepanjang masa

menyusui bahkan pada wanita yang sementara tidak menyusui.

Abses merupakan komplikasi mastitis yang biasanya terjadi karena pengobatan

terlambat atau tidak adekuat. Bila terdapat daerah payudara teraba keras , merah

dan tegang walaupun ibu telah diterapi, maka kita harus pikirkan kemungkinan

terjadinya abses. Kurang lebih 3% dari kejadian mastitis berlanjut menjadi abses.7

b) Etiologi

Infeksi pada payudara biasanya disebabkan oleh bakteri yang umum ditemukan

pada kulit normal (staphylococcus aureus). Infeksi terjadi khususnya pada saat ibu

menyusui. Bakteri masuk ke tubuh melalui kulit yang rusak, biasanya pada puting

susu yang rusak pada masa awal menyusui. Area yang terinfeksi akan terisi dengan

nanah.

Infeksi pada payudara tidak berhubungan dengan menyusui harus dibedakan

dengan kanker payudara. Pada kasus yang langka, wanita muda sampai usia

pertengahan yang tidak menyusui mengalami subareolar abscesses (terjadi dibawah

areola, area gelap sekitar puting susu).

Suatu infeksi bakteri bisa menyebabkan abses melalui bebebrapa cara yaitu sebagai

berikut :

10
1. Bakteri masuk ke bawah kulit akibat luka dari tusukan jarum tidak steril

2. Bakteri menyebar dari suatu infeksi dibagian tubuh yang lain.

3. Bakteri yang dalam keadaan normal, hidup di dalam tubuh manusia dan tidak

menimbulkan gangguan, kadang bias menyebabkan abses.1

Peluang terbentuknya suatu abses akan meningkat jika :

1. Terdapat kotoran atau benda asing di daerah tempat terjadinya infeksi.

2. Daerah yang terinfeksi mendapatkan aliran darah yang kurang.

3. Terdapat gangguan system kekebalan tubuh.

c) Patofisiologi

Adapun patogenesis dari abses payudara adalah luka atau lesi pada putting terjadi

 peradangan  masuk (organisme ini biasanya dari mulut bayi)  pengeluaran

susu terhambat & produksi susu normal  penyumbatan duktus  terbentuk abses.

Terjadinya mastitis diawali dengan peningkatan tekanan di dalam duktus (saluran

ASI) akibat stasis ASI. Bila ASI tidak segera dikeluarkan maka terjadi tegangan

alveoli yang berlebihan dan mengakibatkan sel epitel yang memproduksi ASI

menjadi datar dan tertekan, sehingga permeabilitas jaringan ikat meningkat.

Beberapa komponen (terutama protein kekebalan tubuh dan natrium) dari plasma

masuk ke dalam ASI dan selanjutnya ke jaringan sekitar sel sehingga memicu

respons imun. Stasis ASI, adanya respons inflamasi, dan kerusakan jaringan

memudahkan terjadinya infeksi.4

11
Terdapat beberapa cara masuknya kuman yaitu melalui duktus laktiferus ke lobus

sekresi, melalui puting yang retak ke kelenjar limfe sekitar duktus (periduktal) atau

melalui penyebaran hematogen pembuluh darah). Organisme yang paling sering

adalah Staphylococcus aureus, Escherecia coli dan Streptococcus. Kadang-kadang

ditemukan pula mastitis tuberkulosis yang menyebabkan bayi dapat menderita

tuberkulosa tonsil. Pada daerah endemis tuberkulosa kejadian mastitis tuberkulosis

mencapai 1%.4

Apabila kekebalan dan daya tahan tubuh ibu baik maka dengan penanganan yang

cepat dan tepat maka peradangan akan segera berhenti. Tetapi apabila peradangan

pada payudara tidak diatasi dengan baik dan bila diikuti oleh terjadi infeksi maka

peradangan akan meluas. dan akan terbentuk abses yang menyebabkan peradangan

akan berlanjut dan menimbulkan gejala klinis yang lebih berat dari sebelumnya. 4

12
Gambaran klinis

Gejala dari abses tergantung pada lokasi dan pengaruhnya terhadap fungsi suatu

organ atau syaraf. Gejala dan tanda yang sering ditimbulkan oleh abses payudara

diantaranya :

- Tanda-tanda inflamasi pada payudara (merah mengkilap, panas jika

disentuh, membengkak dan adanya nyeri tekan).

- Teraba massa, suatu abses yang terbentuk tepat dibawah kulit biasanya

tampak sebagai suatu benjolan. Jika abses akan pecah, maka daerah pusat

benjolan akan lebih putih karena kulit diatasnya menipis.

- Gejala sistematik berupa demam tinggi, menggigil, malaise

- Nipple discharge (keluar cairan dari putting susu, bisa mengandung nanah)

- Gatal- gatal

13
- Pembesaran kelenjar getah bening ketiak pada sisi yang sama dengan

payudara yang terkena.

Menurut Sarwono (2009), pada abses payudara memiliki tanda dan gejala yaitu:

- Nyeri payudara yang berkembang selama periode laktasi

- Fisura putting susu

- Fluktuasi dapat dipalpasi atau edema keras

- Warna kemerahan pada seluruh payudara atau local

- Limfadenopati aksilaris yang nyeri

- Pembengkakan yang disertai teraba cairan dibawah kulit

- Suhu badan meningkat dan menggigil

- Payudara membesar, keras dan akhirnya pecah dengan borok serta

keluarnya cairan nanah bercampur air susu serta darah.P

PENEGAKAN DIAGNOSIS

a. Anamnesis

Penyebaran informasi sesungguhnya tentang riwayat alamiah dan insidens kanker

payudara sering bertanggung jawab untuk kewaspadaan pasien akan penyakit

payudara. Anamnesis terpadu harus didapatkan sebelum melakukan pemeriksaan

fisik. Penyelidikan terinci tentang faktor resiko penyerta seperti usia, paritas serta

riwayat menstruasi dan menyusui, bersifat penting. Usia menarke dan perubahan

siklik dengan menstruasi berkorelasi bermakna dengan penyakit jinak dan ganas.

Pertanyaan tentang tindakan bedah sebelumnya, terutama ooforektomi,

adrenalektomi atau pembedahan pelvis, penting untuk memastikan kemungkinan

14
efek penghentian sekresi estrogen endogen. Penting riwayat terapi hormon

sebelumnya, yang mencakup kontrasepsi oral dan estrogen eksogen. Kehadiran dan

sifat sekret puting susu maupun hubungannya dengan ovulasi siklik bisa

memberikan petunjuk penting tentang etiologi.

Sekitar 75 sampai 85 persen massa payudara dikenal pasien sebekum mencari

pertolongan medis. Sifat pertumbuhan, reprodusibilitas pemeriksaan selama siklus

menstruasi dan sekret puting susu merupakan pokok informasi bersangkut paut.

Nyeri (mastodinia) dengan pembengkakan dan rasa penuh payudara dalam masa

segera pramenstruasi atau pascamenstruasi menggambarkan lesi payudara sensitif

hormon yang jinak. Penyelidikan riwayat penyakit keluarga kanker payudara dan

gejala konstitusional yang mencakup penurunan berat badan, demam, hemoptisis,

nyeri dada, anoreksia dan nyeri tulang rangka penting bila indeks kecurigaan

keganasan tinggi.4

b. Pemeriksaan fisik

Inspeksi

Sebelum palpasi, dokter seharusnya duduk menghadapi pasien yang harus

membuka pakaian sampai pinggang serta mengamati simetri dan perubahan kulit

seperti fiksasi, elevasi, retraksi dan warna. Pertama dilakukan pemeriksaan dengan

lengan pasien di samping tubuhnya dan kemudian di atas pinggulnya. Kontraksi

musculus pectoralis akan meningkatkan bentuk payudara. Penting pengenalan

edema difus sebagai hasil selulitis bakterialis atau akibat peresapan endolimfe dari

15
pembuluh limfe dermis dengan emboli tumor. Terperangkapnya ligamentum

cooper segmental bisa menimbulkan retraksi kulit dan lesung serta bisa disertai

dengan “peau d’ orange”. Gambaran fisik ini biasanya menyertai massa padat yang

dapat teraba profunda, yang terlazim menggambarkan neoplasma maligna, tetapi

kadang-kadang bisa nekrosis lemak.

Palpasi

Palpasi sistematik atas tempat metastasis yang lazim harus dilakukan sebelum

pemeriksaan payudara. Pemeriksaan fossa axillaris dan supraclavicularis

memerlukan palpasi superfisialis dan profunda untuk mengenal metastasis kelenjar

limfe. Pasien harus didudukkan dengan lengan disokong oleh pemeriksa. Relaksasi

otot gelang bahu penting dan tekanan ujung jari tangan yang lembut terbaik

mengenal kelenjar limfe kecil. Metastasis ekstramamma besar bermassa besar bisa

jelas ke pasien dan dokter serta penting dokumentasi lokasi dan ukuran yang tepat

selama pemeriksaan klinik awal. Lima kelompok kelenjar limfe yang sebelumnya

disebutkan harus diperiksa dan jari tangan yang mempalpasi harus ditempatkan

dalam lipat axilla, sehingga semua struktur infraclavicularis di lateral ligamentum

Halsted telah dievaluasi. Ujung jari tangan pemeriksa menekan isi axilla pada otot

dinding dada dan sangkar iga.

Ekstensi lengan penuh dengan tangan istirahat pada puncak kepala meratakan

payudara pada dinding dada dan nyaman bagi pasien. Penempatan pasien kembali

dalam posisi terlentang bisa memungkinkan pemeriksaan lebih menyeluruh,

16
terutama dengan ekstensi dan rotasi eksterna bahu. Pemeriksaan sistematik semua

kuadran payudara diselesaikan. Evaluasi bertujuan untuk mendeteksi lesi kecil yang

berbeda dari lemak dan stroma payudara sekelilingnya. Lesi yang berbatas tegas,

nyeri dan sama sekali terpisah dari parenkima berdekatan biasanya tidak ganas,

sedangkan lesi tak nyeri dengan batas tak tegas secara klasik mungkin ganas.

Pembedaan antara sifat jinak dan ganas tidak mungkin dilakukan atas pemeriksaan

fisik saja. Penilaian klinik dan biopsi diperlukan. Selama tahun reproduktif wanita,

payudara mempunyai arsitektur lobulus normal, yang dapat membingungkan

pasien selama pemeriksaan payudara sendiri. Pasien harus diinstruksikan cara

memeriksa payudaranya. Penemuan lesi dengan sifat tiga dimensi seharusnya

menyadarkan pasien untuk kembali ke dokternya.

Puting susu dan areola harus diperiksa dengan cermat. Adanya inversi puting susu

harus dicatat dan jika unilateral, harus dicurigai karsinoma. Puting susu normal

terinversi biasanya dapat dieversikan ke posisi anatomi yang tepat. Ketidak-

mampuan melakukan perasatini membenarkan biopsi. Penyakit jinak dapat juga

melibatkan kompleks puting susu-areola. Eksema dan keadaan peradangan

subareola lazim dalam masa pasca persalinan selama laktasi. Adanya erupsi areola

bersisik, berkrusta, ekzematoid patognomonik bagi penyakit paget puting susu. Lesi

ini lazim basah atau berdarah bila kontak. Biopsi penyakit paget mengkonfirmasi

karsinoma duktus primer yang telah menginvasi puting susu dan kulit areola untuk

memberi gambaran klinik yang digambarkan.4

17
18
c. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan lain untuk menunjang diagnosis tidak

selalu diperlukan. World Health Organization (WHO) menganjurkan pemeriksaan

kultur dan uji sensitivitas pada beberapa keadaan yaitu bila:

 Pengobatan dengan antibiotik tidak -- memperlihatkan respons yang baik

dalam 2 hari

 Terjadi mastitis berulang

 Mastitis terjadi di rumah sakit

 Penderita alergi terhadap antibiotik atau pada kasus yang berat.

Bahan kultur diambil dari ASI pancar tengah hasil dari perahan tangan yang

langsung ditampung menggunakan penampung urin steril. Puting harus dibersihkan

terlebih dulu dan bibir penampung diusahakan tidak menyentuh puting untuk

mengurangi kontaminasi dari kuman yang terdapat di kulit yang dapat memberikan

hasil positif palsu dari kultur. Beberapa penelitian memperlihatkan beratnya gejala

19
yang muncul berhubungan erat dengan tingginya jumlah bakteri atau patogenitas

bakteri. 7

5) TATALAKSANA

Terapi yang dilakukan di RS Bhayangkara adalah

1. Inf RL 20 tts/ menit

2. Inj Ceftriaxon 2x1 gram

3. Inj. ketorolac 3x30mg

Cek Darah lengkap

Foto thorax

Pro incisi drainage abses mamae

Tatalaksana teori

Nonmedikamentosa

Tata laksana abses biasanya berawal dari tatalaksana mastitis dimulai dengan

memperbaiki teknik menyusui ibu. Aliran ASI yang baik merupakan hal penting

dalam tata laksana mastitis karena stasis ASI merupakan masalah yang biasanya

mengawali terjadinya mastitis. Ibu dianjurkan agar lebih sering menyusui dimulai

dari payudara yang bermasalah. Tetapi bila ibu merasa sangat nyeri, ibu dapat mulai

menyusui dari sisi payudara yang sehat, kemudian sesegera mungkin dipindahkan

ke payudara bermasalah, bila sebagian ASI telah menetes (let down) dan nyeri

sudah berkurang. Posisikan bayi pada payudara sedemikian rupa sehingga dagu

atau ujung hidung berada pada tempat yang mengalami sumbatan. Hal ini akan

membantu mengalirkan ASI dari daerah tersebut. 4

20
Ibu dan bayi biasanya mempunyai jenis pola kuman yang sama, demikian pula pada

saat terjadi mastitis sehingga proses menyusui dapat terus dilanjutkan dan ibu tidak

perlu khawatir terjadi transmisi bakteri ke bayinya. Tidak ada bukti terjadi

gangguan kesehatan pada bayi yang terus menyusu dari payudara yang mengalami

mastitis. Ibu yang tidak mampu melanjutkan menyusui harus memerah ASI dari

payudara dengan tangan atau pompa. Penghentian menyusui dengan segera memicu

risiko yang lebih besar terhadap terjadinya abses dibandingkan yang melanjutkan

menyusui. Pijatan payudara yang dilakukan dengan jari-jari yang dilumuri minyak

atau krim selama proses menyusui dari daerah sumbatan ke arah puting juga dapat

membantu melancarkan aliran ASI.4

Hal lain yang juga perlu diperhatikan adalah ibu harus beristirahat, mengkonsumsi

cairan yang adekuat dan nutrisi berimbang. Anggota keluarga yang lain perlu

membantu ibu di rumah agar ibu dapat beristirahat. Kompres hangat terutama saat

menyusu akan sangat membantu mengalirkan ASI. Setelah menyusui atau memerah

ASI, kompres dingin dapat dipakai untuk mengurangi nyeri dan bengkak. Pada

payudara yang sangat bengkak kompres panas kadang membuat rasa nyeri

bertambah. Pada kondisi ini kompres dingin justru membuat ibu lebih nyaman.

Keputusan untuk memilih kompres panas atau dingin lebih tergantung pada

kenyamanan ibu.

21
Perawatan di rumah sakit dipertimbangkan bila ibu sakit berat atau tidak ada yang

dapat membantunya di rumah. Selama di rumah sakit dianjurkan rawat gabung ibu

dan bayi agar proses menyusui terus berlangsung. 7

Medikamentosa

Meskipun ibu menyusui sering enggan untuk mengkonsumsi obat, ibu dengan

mastitis dianjurkan untuk mengkonsumsi beberapa obat sesuai indikasi.

Analgesik

Rasa nyeri merupakan faktor penghambat produksi hormon oksitosin yang berguna

dalam proses pengeluaran ASI. Analgesik diberikan untuk mengurangi rasa nyeri

pada mastitis. Analgesik yang dianjurkan adalah obat anti inflamasi seperti

ibuprofen. Ibuprofen lebih efektif dalam menurunkan gejala yang berhubungan

dengan peradangan dibandingkan parasetamol atau asetaminofen. Ibuprofen

sampai dosis 1,6 gram per hari tidak terdeteksi pada ASI sehingga

direkomendasikan untuk ibu menyusui yang mengalami mastitis.

Antibiotik

Jika gejala mastitis masih ringan dan berlangsung kurang dari 24 jam, maka

perawatan konservatif (mengalirkan ASI dan perawatan suportif) sudah cukup

membantu. Jika tidak terlihat perbaikan gejala dalam 12 – 24 jam atau jika ibu

tampak sakit berat, antibiotik harus segera diberikan. Jenis antibiotik yang biasa

digunakan adalah dikloksasilin atau flukloksasilin 500 mg setiap 6 jam secara oral.

22
Dikloksasilin mempunyai waktu paruh yang lebih singkat dalam darah dan lebih

banyak efek sampingnya ke hati dibandingkan flukloksasilin. Pemberian per oral

lebih dianjurkan karena pemberian secara intravena sering menyebabkan

peradangan pembuluh darah. Sefaleksin biasanya aman untuk ibu hamil yang alergi

terhadap penisillin tetapi untuk kasus hipersensitif penisillin yang berat lebih

dianjurkan klindamisin. 4

Antibiotik diberikan paling sedikit selama 10 – 14 hari. Biasanya ibu menghentikan

antibiotik sebelum waktunya karena merasa telah membaik. Hal ini meningkatkan

risiko terjadinya mastitis berulang. Tetapi perlu pula diingat bahwa pemberian

antibiotik yang cukup lama dapat meningkatkan risiko terjadinya infeksi jamur

pada payudara dan vagina. Pada penelitian yang dilakukan Jahanfar diperlihatkan

bahwa pemberian antibiotik disertai dengan pengosongan payudara pada mastitis

mempercepat penyembuhan bila dibandingkan dengan pengosongan payudara saja.

Sedangkan penelitian Jimenez dkk. memperlihatkan bahwa pemberian

Lactobacillus salivarius dan Lactobacillus gasseri mempercepat perbaikan kondisi

klinik pada kasus mastitis yang sementara mendapat antibiotik. 7

PENATALAKSANAAN ABSES PAYUDARA

Bila sampai terjadi abses, penatalaksanaan sama seperti pada radang payudara.

Pemeriksaan USG payudara diperlukan untuk mengidentifikasi adanya cairan yang

terkumpul. Cairan ini dapat dikeluarkan dengan aspirasi jarum halus yang berfungsi

sebagai diagnostik sekaligus terapi, bahkan mungkin diperlukan aspirasi jarum

23
secara serial. Pada abses yang sangat besar terkadang diperlukan tindakan bedah.

Selama tindakan ini dilakukan ibu harus mendapat antibiotik. ASI dari sekitar

tempat abses juga perlu dikultur agar antibiotik yang diberikan sesuai dengan jenis

kumannya Selama luka bekas insisi belum sembuh bayi disusukan dari payudara

yang sehat.3,7

Sebagian penderita yang hamil atau menyusui, terdapat kecenderungan mengalami

abses payudara, yang mana dianjurkan padanya dilakukan pengaliran isi abses

(drainase) dengan anestesi umum (biasanya sebagian besar terdiri dari jaringan

superfisialis). Biasanya tak diperlukan bukan abses dengan insisi tunggal yang

panjang, tetapi dibuat dua insisi terpisah yang kecil, dan dilalui oleh pipa karet

lunak, untuk memastikan pengaliran yang adekuat, dengan kemungkinan

deformitas yang minimal, dan akhirnya harus dilakukan biopsi. Pengobatan abses

payudara mungkin melibatkan insisi dan drainase atau aspirasi jarum dan terapi

antibiotik.

Pengobatan lini pertama untuk kebanyakan abses saat ini aspirasi jarum dengan

antibiotik. Pembedahan biasanya dilakukan untuk abses berulang atau sangat besar.

Pembedahan abses dibiarkan terbuka untuk membiarkannya sembuh dan pada

waktu yang sama mungkin ada susu dapat keluar dari area luka yang juga alan

membantu proses penyembuhan. Di masa lalu, bedah adalah terapi standar, tapi ini

memerlukan anestesi umum, waktu yang lebih lama penyembuhan, dan

menyebabkan jaringan parut.9 Satu penelitian telah dilakukan untuk mendapatkan

terapi yang dapat menghindari tekanan psikologis kepada ibu dan bayi dengan

24
menghindari anestesi umum dan rawat inap di rumah sakit. Dalam penelitian

tersebut, 50 pasien dengan abses payudara dirawat dengan cara aspirasi abses,

antibiotik oral, dan aspirasi berulang, jika perlu. Pengobatan awal yang dilakukan

adalah aspirasi sebanyak mungkin dari abses dengan jarum 16 G sampai 19 G

dengan spuit 10 ml dan terapi selama 7 hari dengan oral ampisilin dan kloksasilin

500mg 3 kali sehari. Semuanya diawat jalan, dan dirawat di Departemen Bedah,

Regional Institute of Medical Sciences, Imphal. Ultrasonografi tidak digunakan.

Dari 50 pasien, 31 yang ibu menyusui. Usia rata-rata pasien adalah 32 tahun (19-

80 tahun). Staphylococcus aureus adalah organisme yang paling umum terisolasi di

kedua menyusui dan kasus non menyusui. Dari 50 kasus, 39 (78%) diselesaikan

dengan baik tanpa kekambuhan. Delapan (16%) kasus gagal untuk menanggapi

aspirasi berulang dan dilanjutkan dengan bedah insisi dan drainase. Tiga (6%) kasus

memiliki abses berulang setelah 1 bulan dari aspirasi terakhir. Kesimpulannya

aspirasi abses dengan antibiotik adalah pengobatan yang efektif untuk abses

payudara.10 8

PENCEGAHAN

Beberapa ibu memiliki puting susu yang rata dan membuat menyusui adalah hal

yang sulit atau tidak mungkin. Untuk memperbaiki hal ini, Hoffman’s exercises

dapat dimulai sejak 38 minggu kehamilan.

25
Oles sedikit pelicin (contoh Vaseline) pada areola. Dua ruas jari atau satu jari dan

dengan arah jempol diletakkan sepanjang sisi puting susu dan kulit dengan lembut

ditarik horizontal. Kemudian, gerakan ini di ulang dengan arah horizontal, lakukan

pada keduanya beberapa kali. Jika latihan ini dilakukan beberapa kali per hari, akan

membantu mengeluarkan puting susu.

Metode alternatif adalah penarikan puting susu, digunakan pada lapisan khusus di

dalam bra pada saat kehamilan. Puting susu dan payudara harus dibersihkan

sebelum dan setelah menyusui. Setelah menyusui, puting susu dapat diberikan salep

lanolin atau vitamin A dan D Hindari pakaian yang menyebabkan iritasi pada

payudara 5,6

6) Prognosis

Dengan pengobatan yang baik akan menghasilkan prognosis yang baik.


7) Kesimpulan
Diagnosis ditentukan dengan dilihat dari gejala klinis pasien dimana terdapat
peradangan pada payudara. Abses mamae merupakan mastitis yang tidak mendapat
penanganan yang baik sehingga terjadi abses. Oleh karena itu perlu dilakukan
penanganan yang baik untuk mencegah komplikasi buruk terjadinya abses pada
payudara. Dengan pengobatan yang baik, prognosisnya juga akan baik.

26
Follow up pasien

8-11-19

Pemeriksaan Terapi

27
S: Nyeri payudara kanan P: Pro incise drainase abses mamae

O: KU= cukup dektra besok 9-11-19 jam 07.30

TD= 100/70 mmHg RR = 20x/menit Ivfd RL 20 tpm

N = 88x/menit tax= 36,2° C Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gr

K/l = a/i/c/d = -/-/-/- Inj. Ketorolac 3 x 30mg

Tho= C/P : S1S2 tunggal

Ves +/+ Wh -/- Rh -/-

Abd= Ekstremitas= + +

I= cembung Akral hangat + +

P= BU +

P= tympani Oedem - -

A= soepel - -

A: Abses Mammae D

28
9-11-19

Pemeriksaan Terapi

S: nyeri post op P: IVFD RL 20 tpm

O: injeksi ceftriaxone 2x1 gr

KU= cukup injeksi ketorolac 3x 30 mg

TD= 120/90 mmHg RR = 20x/menit po : paracetamol 1 gr / 8 jam

N = 87x/menit tax= 36,5° C

K/l = a/i/c/d = -/-/-/-

Tho= C/P : S1S2 tunggal

Ves +/+ Wh -/- Rh -/-

Abd= Ekstremitas= + +

I= cembung Akral hangat + +

P= BU +

P= tympani Oedem - -

A= soepel - -

A: Abses Mammae D post eksisi H-1

10-11-19

29
Pemeriksaan Terapi

S: nyeri berkurang P: IVFD RL 20 TPM

Pumping (+) injeksi ceftriaxone 2x1 gr

O: injeksi ketorolac 3 x 30mg

KU= cukup

TD= 110/90 mmHg RR = 20x/menit

N = 90x/menit tax= 37,2° C

K/l = a/i/c/d = -/-/-/-

Tho= C/P : S1S2 tunggal

Ves +/+ Wh -/- Rh -/-

Abd= Ekstremitas= + +

I= cembung Akral hangat + +

P= BU +

P= tympani Oedem - -

A= soepel - -

A: Abses Mammae D post eksisi H-1

30
11-11-19

Pemeriksaan Terapi

S: Tidak ada keluhan P: IVFD RL 20 TPM

O: injeksi ceftriaxone 2x1 gr

KU= cukup injeksi ketorolac 3 x 30mg

TD= 120/80 mmHg RR = 20x/menit Rawat luka post op.

N = 83x/menit tax= 36,1° C

K/l = a/i/c/d = -/-/-/-

Tho= C/P : S1S2 tunggal Hari ini KRS, obat pulang :

Ves +/+ Wh -/- Rh -/- 1.ciprofloxacin 2 x 500mg

Abd= Ekstremitas= + + 2. paracetamol 3x500 mg

I= cembung Akral hangat + + 3. metronidazole 3 x 500 mg

P= BU + 4. domperidone 3 x1

P= tympani Oedem - - Kontrol poli 1 minggu post krs

A= soepel - -

A: Abses Mammae D post eksisi H-1

Daftar Pustaka

31
1. Sjamsuhidajat R, Karnadihardja W, Prasetyono TOH, Rudiman R. Buku
ajar ilmu bedah Sjamsuhidajat-de jong. Ed.3. Jakarta: EGC; 2010.h. 473-5.
2. Grace PA, Borley NR. At a glance ilmu bedah. Edisi 3. Editor: Safitri A.
Jakarta: Erlangga; 2006. h. 18-9.
3. Benson RC, Martin L. Buku saku obstetri dan ginekologi. Edisi 9. Editor:
Primarianti S, Resmisari T. Jakarta: EGC; 2008. h. 487-91.
4. Sabiston DC. Buku ajar bedah: sabiston’s essentials surgery. Jakarta: EGC;
1992. h. 373-83.
5. Saleha. Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba Medika;
2009. h. 109-110.
6. Suherni. Perawatan Masa Nifas. Yogyakarta: Fitramaya; 2007. h. 56-7.
7. Alasiry E (2009). Mastitis: pencegahan dan penanganan. Diunduh dari:
http://www.idai.or.id/asi/artikel.asp?q=201252114142, pada tanggal 17
April 2013.
8. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit.
Edisi ke-6. Volume 2. Jakarta : EGC; 2005. h. 130-2.

32

Anda mungkin juga menyukai