DESKRIPSI KASUS IDENTITAS PASIEN • Nama : Ny. M • Tanggal Lahir : 15 Agustus 1969 • Usia : 49 tahun • Jenis Kelamin : Perempuan • Alamat : Somagede • No. RM : 00751xxx • Tanggal MRS : 19 Februari 2019 RIWAYAT PENYAKIT • Keluhan Utama: Mual dan Muntah • Riwayat Penyakit Sekarang : • ± 3 HSMRS pasien merasakan mual dan muntah setiap kali makan. Pasien juga mengeluhkan nyeri perut. Keluhan pasien disertai demam, lemas dan pusing. Pasien mengkonsumsi obat warung • HMRS keluhan dirasa tidak berkurang. Sakit kepala dirasa memberat dan disertai nyeri pada leher belakang. Sakit kepala seperti berdenyut. Keluhan sesak, nyeri dada, demam, pandangan kabur, kesulitan BAK disangkal. RIWAYAT PENYAKIT • Riwayat Penyakit Dahulu : • Riwayat hipertensi (+) • Riwayat DM (-) • Riwayat penyakit jantung (-) • Riwayat penyakit ginjal (-) • Riwayat asma (-) • Riwayat stroke (-) • Riwayat alergi (-) RIWAYAT PENYAKIT • Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak dijumpai keluhan serupa pada anggota keluarga yang lain. RIWAYAT PRIBADI • Riwayat merokok (-) • Aktivitas fisik (+) REVIEW ANAMNESIS SISTEM • Umum : Demam (-), Mual (+), Muntah (+) • Kulit : Tidak ada keluhan • Kepala & Leher : Sakit kepala (+) • Mata : Tidak ada keluhan • Telinga : Tidak ada keluhan • Hidung : Tidak ada keluhan • Mulut & Tenggorokan : Tidak ada keluhan • Pernapasan : Tidak ada keluhan REVIEW ANAMNESIS SISTEM • Jantung : Tidak ada keluhan • Vaskuler : Tidak ada keluhan • Abdomen : Mual (+), muntah (+) • Ginjal & sal. kemih: Tidak ada keluhan • Reproduksi : Tidak ada keluhan • Muskuloskeletal : Tidak ada keluhan • Sistem saraf : Tidak ada keluhan • Status psikologis : Tidak ada keluhan RESUME ANAMNESIS Ny. M, usia 49 tahun, mengeluhkan mual dan muntah sejak 3 hari yang lalu, sempat demam selama 2 hari dan sakit kepala. Saat masuk rumah sakit, sakit kepala dirasa pada seluruh bagian kepala serta nyeri pada leher bagian belakang. Keluhan mual dan muntah menetap, namun keluhan demam sudah tidak dirasakan. Riwayat Hipertensi (+). PEMERIKSAAN FISIK • Keadaan Umum : Compos mentis, sedang • Tanda Vital : • Tekanan Darah : 148/100 mmHg • Nadi : 102x/menit, kuat, reguler, simetris • Respirasi : 22x/menit, tipe abdominothoracal • Suhu : 36,7 °C (axilla) PEMERIKSAAN FISIK • Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-) • Telinga : discharge (-) • Hidung : discharge (-), hiperemis (-) • Rongga mulut : bibir kering (-), pucat (-), erosi (-), lidah kotor (-) • Tenggorokan : faring hiperemis (-), tonsil dbn. • Leher : limfonodi tidak teraba. • Kulit : dbn. PEMERIKSAAN FISIK • Paru : • Inspeksi : Simetris, retraksi (-), ketinggalan gerak (-), datar • Palpasi : Fremitus taktil dbn. SDV (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-) • Perkusi : Sonor (+/+) • Auskultasi : SDV (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-), RBB (-/-) SDV (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
SDV (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
RBB (-/-) PEMERIKSAAN FISIK • Jantung : • Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak • Palpasi : Ictus cordis teraba di SIC 4-5, linea midclavicularis sinistra • Perkusi : Cardiomegaly (-) • Auskultasi : S1-S2 reguler, gallop (-), murmur (-) PEMERIKSAAN FISIK • Abdomen : • Inspeksi : Rounded, permukaan perut lebih tinggi dari dada • Perkusi : Timpani 13 titik, shifting dullness (-) • Auskultasi : Bising usus (+) • Palpasi : Supel, nyeri tekan epigastric(+), hepar dan lien tidak teraba, hepatojugular refleks (-) PEMERIKSAAN FISIK • Ekstremitas Atas • Ekstremitas Bawah • Akral hangat (+/+) • Akral hangat (+/+) • Akral pucat (-/-) • Akral pucat (-/-) • Edema (-/-) • Edema (-/-) • WPK < 2 detik • WPK < 2 detik • ROM dbn. • ROM dbn. DIAGNOSIS KERJA • Dyspepsia • Hipertensi grade 2 TATALAKSANA AWAL • IVFD RL 20 tpm • Inj. Ondansetron 3 x 8 mg • Inj. Omeprazole 2 x 40 mg • Inj. Ketorolac 2 x 30 mg • PO. Amlodipin 1 x 10 mg • PO. Paracetamol 3 x 500 mg
• EKG, Darah Rutin, elektrolit, urin rutin
PEMERIKSAAN PENUNJANG (19/2/19) Parameter Hasil Satuan Nilai Rujukan Parameter Hasil Satuan Nilai Rujukan HEMATOLOGI. KIMIA Hemoglobin 12,2 g/dL 12.0 – 16.0 BUN 12 mg/dL 7 – 18 Hematokrit L 35,1 % 39.6 – 51.9 SGOT 26 U/L 0 – 50 Eritrosit 5,82 106/µL 4.06 – 5.80 SGPT 35 U/L 0 – 50 Leukosit H 12,14 103/µL 3.70 – 10.10 Kreatinin 1,16 mg/dL 0,4 – 1,30 Trombosit H 531 103/µL 150 – 450 ELEKTROLIT MCV 81,6 fL 81.0 – 96.0 Na 140 mEq/L 135 – 155 MCH 28,5 pg 37.0 – 31.2 K 3,0 mEq/L 3.5 – 5.5 MCHC 35,0 % 31.8 – 35.4 Cl 95 mEq/L 94 – 111 RDW 12,2 % 11.5 – 14.5 Neutrofil 62,05 % 39.30 – 73.70 Limfosit 28,13 % 18.00 – 48.30 Monosit 7,106 % 4.400 – 12.700 Eosinofil H 8,207 % 0.600 – 7.300 Basofil 1,078 % 0.0 – 1.7 PEMBAHASAN PENDAHULUAN • Hipertensi merupakan manifestasi gangguan keseimbangan hemodinamik sistem kardiovaskuler yang patofisiologinya multifaktorial. • Menurut JNC VII, hipertensi adalah keadaan di mana tekanan darah sistolik sama atau lebih dari 140 mmHg dan/atau diastolik sama atau lebih dari 90 mmHg. KLASIFIKASI JNC VII Klasifikasi TD Sistolik (mmHg) TD Diastolik (mmHg) Normal < 120 < 80 Prehipertensi 120 – 139 80 – 89 Hipertensi derajat I 140 – 159 90 – 99 Hipertensi derajat II > 160 > 100 ETIOLOGI • Hipertensi disebut primer apabila penyebabnya tidak diketahui (90%), bila ditemukan penyebabnya disebut sekunder (10%) • Penyebab-penyebabnya antara lain • Penyakit : CKD, Cushing syndrome, coarctatio aorta, obstructive sleep apnea, tiroid, paratiroid, aldosteronisme primer, feokromositoma • Obat-obatan : prednison, fludrokortison, triamsinolon, amfetamin, kontrasepsi oral (estrogen), siklosporin, takrolimus, PPA, eritropoietin, NSAID, metoklopramid, karbamazepin, klozapin, bromokriptin, dll. • Makanan : sodium, etanol, licorice PATOGENESIS • Peran volume intravaskular • Peran kendali saraf otonom • Peran renin angiotensin aldosteron (RAA) • Peran dinding vaskular pembuluh darah PERAN VOLUME INTRAVASKULAR PERAN KENDALI SARAF OTONOM • Saraf simpatis dan parasimpatis • Ada beberapa reseptor adrenergik yang berada di jantung, ginjal, pembuluh darah yaitu α1, α2, β1, β2 • Pengaruh lingkungan akan meningkatkan neurotransmitter simpatis seperti katekolamin, norepinefrin, dan dopamine • Neurotransmiter ini akan meningkatkan denyut jantung (Heart Rate) lalu di ikuti kenaikan CO atau CJ, sehingga tekanan darah akan meningkat • Karena pada dinding pembuluh darah juga ada reseptor α1, maka bila NE meningkat hal tersebut akan memicu vasokonstriksi • Pada ginjal NE juga berefek negatif, sebab di ginjal ada reseptor β1 dan α1 yang akan memicu terjadinya retensi natrium, mengaktifasi sistem RAA PERAN RAA SISTEM PERAN DINDING PEMBULUH DARAH • Terjadi perubahan struktur dan fungsi pembuluh darah • Disfungsi endotel : terjadi gangguan keseimbangan tonus pembuluh darah yang ditandai dengan menurunnya faktor relaksasi vaskuler seperti NO dan meningkatnya faktor yang menyebabkan terjadinya vasokonstriksi seperti faktor proinflamasi • Remodeling vaskuler : penebalan dinding arteri sehingga terjadi peningkatan rasio antara media dan lumen, paling dominan diperantarai oleh RAA PENDEKATAN DIAGNOSIS • Anamnesis • Lama menderita hipertensi • Indikasi adanya hipertensi sekunder : riwayat penyakit ginjal, pemakaian analgesik, dan obat lainnya • Feokromositoma (episode berkeringat, sakit kepala, palpitasi) • Aldosteronisme (Lemah otot dan tetani) • Pengobatan anti hipertensi sebelumnya • Faktor pribadi, keluarga dan lingkungan PENDEKATAN DIAGNOSIS • Faktor risiko • Riwayat hipertensi atau kardiovaskuler pada pasien atau keluarga • Riwayat hiperlipidemia pada pasien atau keluarga • Riwayat DM pada pasien atau keluarga • Kebiasaan merokok • Pola makan • Kegemukan • Intensitas olahraga PENDEKATAN DIAGNOSIS • Gejala kerusakan organ • Otak dan mata : sakit kepala, vertigo, gangguan penglihatan, TIA, defisit sensoris atau motoris • Jantung : palpitasi, nyeri dada, sesak, bengkak kaki, tidur dengan posisi tinggi • Ginjal : haus, poliuria, nokturia, hematuria, hipertensi disertai kulit anemis • Arteri perifer : ekstremitas dingin, klaudikasio intermiten PENDEKATAN DIAGNOSIS • Pemeriksaan Fisik • Pengukuran tekanan darah dengan sphygmomanometer • Pengukuran dilakukan pada arteri brachialis kanan dan kiri. Normalnya apabila kanan dan kiri ada perbedaan sebesar 5 - 10 mmHg. Perlu dicurigai adanya obstruksi atau kompresi pada sisi yang tensinya lebih rendah apabila ada perbedaan sebesar >10 - 15 mmHg PENDEKATAN DIAGNOSIS • Pemeriksaan penunjang • Darah rutin • Glukosa puasa (DM) • Total kolestrol, LDL, HDL, trigliserida (aterosklerosis) • Asam urat, kreatinin, kalium, hemoglobin, hematokrit, urinalisis (fungsi ginjal) • EKG PENDEKATAN DIAGNOSIS • Pemeriksaan kerusakan organ target • Jantung : pemeriksaan fisik, rontgen (kardiomegali, intrathoraks, sirkulasi pulmoner), EKG (iskemia, aritmia, hipertrofi) • Pembuluh darah : pemeriksaan fisik, USG karotis, fungsi endotel • Otak : pemeriksaan neurologis, CT scan, MRI • Mata : funduskopi retina • Fungsi ginjal : penentuan proteinuria, rasio albumin kreatinin urin, LFG MANAJEMEN HIPERTENSI OBAT ANTIHIPERTENSI • Alpha Blocker • Beta Blocker • Calcium Channel Blocker • Diuretics • Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor • Angiotensin Receptor Blocker • Vasodilator ALPHA BLOCKER • Alpha blocker bekerja dengan mentarget post-ganglionic α1 Gq protein-coupled receptor yang membuat vasodilatasi pembuluh darah perifer sehingga menurunkan SVR. • Contoh : Labetalol, Phentolamine • Efek samping : hipotensi ortostatik, reflex takikardia, edema, nyeri kepala, inkontinensia, mengantuk BETA BLOCKER • Beta blocker bekerja dengan cara berikatan dengan beta adrenoreceptor sehingga menjadi antagonis bagi katekolamin • Reseptor beta dibagi menjadi 2 yaitu β1 (jantung, ginjal) dan β2 (paru-paru, pembuluh darah, dan otot) • Blok dari reseptor β1 menurunkan kontraktilitas otot jantung, denyut nadi, serta aktivitas simpatis • Contoh : Propanolol, Bisoprolol, Metoprolol, Atenolol • Efek samping : pusing, mual, diare, penglihatan kabur, kelelahan CALCIUM CHANNEL BLOCKER • Calcium channel blocker bertindak dengan menghambat L-type calcium channel pada pembuluh darah, otot jantung, dan nodus • Pada jantung efeknya kronotropik dan inotropic negative • Pada pembuluh darah efeknya vasodilatasi perifer dan menurunkan SVR • Contoh obat : Amlodipine, diltiazem, verapamil, nifedipine • Efek samping : sakit kepala, edema, konstipasi, ruam, mengantuk DIURETIK • Thiazid diuretic bekerja dengan menghambat reabsorbsi Na dan Cl pada tubulus distal bagian proksimal dari ginjal sehingga menyebabkan diuresis • Efek antihipertensi yang diberikan adalah dengan mengurangi volume secara langsung • Contoh : furosemide, spironolactone, hydrochlorothiazide • Efek samping : hypokalemia, hiperkalsemia, hyponatremia, hipomagnesemia ACEI • Agen ACEI bekerja dengan cara menghambat ACE sehingga tidak terjadi pembentukan angiotensin II • Mekanisme aksi lain adalah dengan mencegah metabolism dari bradykinin sehingga membuat vasodilatasi • Contoh obat : Captopril, Ramipril, Enalapril, Lisinopril • Efek samping : Batuk, disfungsi ginjal, hyperkalemia, angioedema, ruam, gangguan pengecap ARB • Agen ARB bertindak dengan cara berikatan dengan AT1 G protein- coupled receptor sehingga menjadi antagonis dari angiotensin II • Contoh obat : Candesartan, Valsartan, Losartan • Efek samping : hipotensi, pusing, lemas, mengantuk, rasa logam pada lidah, gangguan pencernaan VASODILATOR • Mekanisme kerja dari agen vasodilator adalah dengan cara relaksasi otot polos pada pembuluh darah resisten • Contoh obat : Hydralazine, Minoxidil • Vasodilator saat ini sudah jarang digunakan karena efek samping yang ditimbulkan • Efek samping yang dimaksud adalah stimulasi reflex jantung sehingga berisiko iskemia dan juga aktivasi RAS • Efek samping lainnya meliputi pusing, retensi cairan, edema, hipertrofi ventrikel kiri, efusi pleura/pericardial, neuropati perifer MEKANISME ANTIHIPERTENSI MEKANISME ANTIHIPERTENSI ANTIHIPERTENSI Kelas Nama Obat Dosis (mg/hari) Diuretik Hidroklorotiazid 12,5 – 50 Furosemid 20 – 80 Spironolakton 25 – 50 Beta Bloker Metoprolol 50 – 100 Bisoprolol 2,5 – 10 Propanolol 40 – 160 CCB Amlodipine 2,5 – 10 Nifedipine 30 – 60 Verapamil 120 – 360 Diltiazem 120 – 540 ACEI Captopril 25 – 100 Enalapril 5 – 40 Lisinopril 10 – 40 ARB Losartan 25 – 100 Valsartan 50 – 320 Alpha Bloker Labetalol 200 – 800 Vasodilator Hydralazine 25 – 100 Minoxidil 2,5 – 80 MODIFIKASI GAYA HIDUP Modifikasi Rekomendasi Rerata Penurunan TDS Penurunan berat Jaga berat badan ideal (IMT = 18,5 – 22,9 5-20 mmHg/ 10 kg badan kg/m2) Dietary Approach to Diet tinggi serat dan rendah lemak 8-14 mmHg Stop Hypertension (DASH) Pembatasan intake Kurangi hingga < 100 mmol per hari ( 2,0 g 2-8 mmHg natrium natrium atau 6,5 g natrium klorida atau 1 sendok teh garam per hari ) Aktivitas fisik aerobik Aktivitas fisik aerobik yang teratur selama 20-30 4-9 mmHg menit dengan frekuensi 2-3 kali seminggu Pembatasan konsumsi Konsumsi alkohol maksimal 30 ml bagi laki laki 2-4 mmHg alkohol dan maksimal 20 ml bagi perempuan atau orang yang lebih kurus. DIET DASH • Membatasi konsumsi natrium, baik itu dalam bentuk garam maupun makanan bersodium tinggi, seperti makanan dalam kemasan (makanan kalengan), dan makanan cepat saji. • Membatasi konsumsi daging dan makanan mengandung gula tinggi. • Mengurangi konsumsi makanan berkolesterol tinggi, dan mengandung lemak trans. • Memperbanyak konsumsi sayuran, buah-buahan, dan olahan susu rendah lemak. • Mengonsumsi ikan, daging unggas, kacang-kacangan, dan makanan dengan gandum utuh. DIET DASH Jenis Makanan Porsi per hari Sayuran 4-5 Beras dan gandum 6-8 Buah-buahan 4-5 Daging, ayam, ikan 2 Kacang-kacangan dan biji-bijian 3-5 Lemak dan minyak 2-3 Susu rendah lemak 2-3 Cemilan 5 JNC 8 • Secara umum, JNC 8 memberikan 9 rekomendasi terbaru terkait dengan target penurunan tekanan darah JNC 8 • Pada tahun 2013, Joint National Committee telah mengeluarkan guideline terbaru mengenai tatalaksana hipertensi atau tekanan darah tinggi, yaitu JNC 8. • Secara umum, JNC 8 memberikan 9 rekomendasi terbaru terkait dengan target penurunan tekanan darah JNC 8 (REKOMENDASI 1) • Rekomendasi pertama yang dipublikasikan melalui JNC 8 ini terkait dengan target tekanan darah pada populasi umum usia 60 tahun atau lebih. Berbeda dengan sebelumnya, target tekanan darah pada populasi tersebut lebih tinggi yaitu tekanan darah sistolik kurang dari 150 mmHg serta tekanan darah diastolik kurang dari 90 mmHg. • Apabila ternyata pasien sudah mencapai tekanan darah yang lebih rendah, seperti misalnya tekanan darah sistolik <140 mmHg (mengikuti JNC 7), selama tidak ada efek samping pada kesehatan pasien atau kualitas hidup , terapi tidak perlu diubah. • Rekomendasi ini didasarkan bahwa pada beberapa RCT didapatkan bahwa dengan melakukan terapi dengan tekanan darah sistolik <150/90 mmHg sudah terjadi penurunan kejadian stroke, gagal jantung, dan penyakit jantung koroner. • Penerapan target tekanan darah <140 mmHg pada usia tersebut tidak didapatkan manfaat tambahan dibandingkan dengan kelompok dengan target tekanan darah sistolik yang lebih tinggi. JNC 8 (REKOMENDASI 2) • Rekomendasi kedua dari JNC 8 adalah pada populasi umum yang lebih muda dari 60 tahun, terapi farmakologi dimulai untuk menurunkan tekanan darah diastolik <90 mmHg. • Terdapat bukti-bukti yang dianggap berkualitas dan kuat dari 5 percobaan tentang tekanan darah diastolic yang dilakukan oleh HDFP, Hypertension-Stroke Cooperative, MRC, ANBP, dan VA Cooperative. Dengan tekanan darah <90 mmHg, didapatkan penurunan kejadian serebrovaskular, gagal jantung, serta angka kematian secara umum. Juga, didapatkan bukti bahwa menatalaksana dengan target 80 mmHg atau lebih rendah tidak memberikan manfaat yang lebih dibandingkan target 90 mmHg. JNC 8 (REKOMENDASI 3) • Rekomendasi ketiga dari JNC adalah pada populasi umum yang lebih muda dari 60 tahun, terapi farmakologi dimulai untuk menurunkan tekanan darah sistolik <140 mmHg. • Pasien yang mendapatkan tekanan darah kurang dari 90 mmHg juga mengalami penurunan tekanan darah sistolik kurang dari 140 mmHg. • Standar terapi masih mengacu pada JNC VII JNC 8 (REKOMENDASI 4) • Rekomendasi 4 dikhususkan untuk populasi penderita tekanan darah tinggi dengan chronic kidney disease (CKD). Populasi usia 18 tahun atau lebih dengan CKD perlu diinisiasi terapi hipertensi untuk mendapatkan target tekanan darah sistolik kurang dari 140 mmHg serta diastolik kurang dari 90 mmHg. • RCT yang digunakan untuk mendukung rekomendasi ini melibatkan populasi usia kurang dari 70 tahun dengan eGFR atau measured GFR kurang dari 60 mL/min/1.73 m2 dan pada orang dengan albuminuria (lebih dari 30 mg albumin/g kreatinin) pada berbagai level GFR maupun usia. • Pada pasien lebih dari 60 tahun kita perlu menentukan status fungsi ginjal. Jika tidak ada CKD, target tekanan darah sistolik yang digunakan adalah 150/90 mmHg sementara jika ada CKD, targetnya lebih rendah, yaitu 140/90 mmHg. JNC 8 (REKOMENDASI 5) • Pada pasien usia 18 tahun atau lebih dengan diabetes, inisiasi terapi dimulai untuk menurunkan tekanan darah sistolik kurang dari 140 mmHg dan diastolic kurang dari 90 mmHg. • Target tekanan darah ini lebih tinggi dari guideline sebelumnya, yaitu tekanan darah sistolik <130 mmHg serta diastolic <85 mmHg. JNC 8 (REKOMENDASI 6) • Pada populasi umum non kulit hitam (negro), termasuk pasien dengan diabetes, terapi antihipertensi inisial sebaiknya menyertakan diuretic thiazid, Calcium channel blocker (CCB), Angiotensin-converting Enzyme Inhibitor (ACEI) atau Angiotensin Receptor Blocker (ARB). • Terapi inisiasi dengan diuretic thiazid lebih efektif dibandingkan CCB atau ACEI, dan ACEI lebih efektif dibandingkan CCB dalam meningkatkan outcome pada gagal jantung. Jadi pada kasus selain gagal jantung kita dapat memilih salah satu dari golongan obat tersebut, tetapi pada gagal jantung sebaiknya thiazid yang dipilih. • Beta blocker tidak direkomendasikan untuk terapi inisial hipertensi karena penggunaan beta blocker memberikan kejadian yang lebih tinggi pada kematian akibat penyakit kardiovaskular, infark miokard, atau stroke dibandingkan dengan ARB. • Sementara itu, alpha blocker tidak direkomendasikan karena justru golongan obat tersebut memberikan kejadian cerebrovaskular, gagal jantung dan outcome kardiovaskular yang lebih jelek dibandingkan dengan penggunaan diuretic sebagai terapi inisiasi. JNC 8 (REKOMENDASI 7) • Pada populasi kulit hitam, termasuk mereka dengan diabetes, terapi inisial hipertensi sebaiknya menggunakan diuretic tipe thiazide atau CCB. Pada populasi ini, ARB dan ACEI tidak direkomendasikan. • Pada studi yang digunakan, didapatkan bahwa penggunaan diuretic thiazide memberikan perbaikan yang lebih tinggi pada kejadian cerebrovaskular, gagal jantung dan outcome kardiovaskular yang dikombinasi dibandingkan ACEI. Sementara itu, meski CCB lebih kurang dibandingkan diuretic dalam mencegah gagal jantung, tetapi outcome lain tidak terlalu berbeda dibandingkan dengan diuretik thiazide. • CCB juga lebih direkomendasikan dibandingkan ACEI karena ternyata didapatkan hasil bahwa pada pasien kulit hitam memiliki 51% kejadian lebih tinggi mengalami stroke pada penggunaan ACEI sebagai terapi inisial dibandingkan dengan penggunaan CCB. Selain itu, pada populasi kulit hitam, ACEI juga memberikan efek penurunan tekanan darah yang kurang efektif dibandingkan CCB. JNC 8 (REKOMENDASI 8) • Pada populasi berusia 18 tahun atau lebih dengan CKD dan hipertensi, ACEI atau ARB sebaiknya digunakan dalam terapi inisial atau terapi tambahan untuk meningkatkan outcome pada ginjal. Hal ini berlaku pada semua pasien CKD dalam semua ras maupun status diabetes. • Pasien CKD, dengan atau tanpa proteinuria mendapatkan outcome ginjal yang lebih baik dengan penggunaan ACEI atau ARB. • Sementara jika tidak ada proteinuria, pilihan terapi inisial masih belum jelas antara thiazide, ARB, ACEI atau CCB. Jadi, bisa dipilih salah satunya. Jika ACEI atau ARB tidak digunakan dalam terapi inisial, obat tersebut juga bisa digunakan sebagai terapi tambahan atau terapi kombinasi. • Penggunaan ACEI dan ARB secara umum dapat meningkatkan kadar kreatinin serum dan mungkin menghasilkan efek metabolic seperti hiperkalemia, terutama pada mereka dengan fungsi ginjal yang sudah menurun. Peningkatan kadar kreatinin dan potassium tidak selalu membutuhkan penyesuaian terapi. Namun, kita perlu memantau kadar elektrolit dan kreatinin yang mana pada beberapa kasus perlu mendapatkan penurunan dosis atau penghentian obat. JNC 8 (REKOMENDASI 9) • Rekomendasi 9 dari JNC 8 mengarahkan kita untuk melakukan penyesuaian apabila terapi inisial yang diberikan belum memberikan target tekanan darah yang diharapkan. • Jangka waktu yang menjadi patokan awal adalah satu bulan, Jika dalam satu bulan target tekanan darah belum tercapai, kita dapat memilih antara meningkatkan dosis obat pertama atau menambahkan obat lain sebagai terapi kombinasi. • Obat yang digunakan sesuai dengan rekomendasi yaitu thiazide, ACEI, ARB atau CCB. Namun, ARB dan ACEI sebaiknya tidak dikombinasikan. Jika dengan dua obat belum berhasil, kita dapat memberikan obat ketiga secara titrasi. • Rekomendasi ini merupakan expert opinion (Rekomendasi E) JNC 8 Komplikasi DAFTAR PUSTAKA • Greenberger, N. J., et al. 2012. Harrison’s Principle of Internal Medicine. 18th ed. New York : McGraw-Hills • Yogiantoro. 2014. Pendekatan Klinis Hipertensi. In : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi Keenam. Jakarta : Interna Publishing • Tanto, C. 2014. Hipertensi. In : Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius • Tanto, C. 2014. Krisis Hipertensi. In : Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius • Alwi, I., et al. 2015. Penatalaksanaan di Bidang Ilmu Penyakit Dalam: Panduan Praktik Klinis. Jakarta: Interna Publishing. • Jackson, R.E, Bellamy, M.C. Antihypertensive Drugs. BJA Education. 2015;15(6): 280-5 • Joseph, A.C. Karthik M,S. et al. JNC 8 versus JNC 7 – Understanding the Evidences. Int. J. Pharm. Sci. Rev. Res. 2016:36(1); 38-43 TERIMA KASIH MOHON SARAN DAN ASUPAN