MENINGITIS
Disusun oleh:
Mualimatul Kurniyawati
01.211.6451
Pembimbing:
Letkol CKM dr. Heriyanto, Sp. S
A. Definisi
Definisi dari meningitis adalah infeksi dari cairan yang mengelilingi otak
dan spinal cord (Meningitis Foundation of America). Mengetahui meningitis
disebabkan oleh bakteri atau virus dapat membantu dalam menentukan keparahan
penyakit dan pengobatannya. Viral meningitis biasanya kurang parah dan dapat
sembuh tanpa pengobatan spesifik, sementara bacterial meningitis biasanya cukup
parah dan dapat menimbulkan kerusakan fungsi otak (Meningitis Foundation of
America).
Terdapat pula definisi lain yang menyebutkan bahwa meningitis adalah
reaksi inflamasi dari membran yang membungkus otak dan spinal cord. Inflamasi
ini menimbulkan perubahan di cairan serebrospinal (CSS) yang mengelilingi otak
dan spinal cord (Dugdale).
B. Etiologi
Penyebab infeksi ini dapat diklasifikasikan atas : Penumococcus,
Meningococcus, Hemophilus influenza, Staphylococcus, E.coli, Salmonella.
(Japardi, Iskandar., 2002). Penyebab meningitis terbagi atas beberapa golongan
umur :
1.
2.
monositogenes
Anak di bawah
3.
Pneumococcus.
Anak di atas 4 tahun dan orang dewasa : Meningococcus, Pneumococcus.
tahun
Hemofilus
influenza,
meningococcus,
2. Arachnoid :
Merupakan selaput halus yang memisahkan pia meter dan dura meter.
3. Dura meter :
Merupakan lapisan paling luar yang padat dan keras berasal dari jaringan
ikat tebal dan kuat.
yang dihadapi oleh para klinisi adalah ketepatan diagnosa dan terapi yang
efektif. Sebagai contoh, jamur tidak langsung dipikirkan sebagai penyebab
gejala penyakit / infeksi dan jamur tidak sering ditemukan dalam cairan
serebrospinal (CSS) pasien yang terinfeksi oleh karena jamur hanya dapat
ditemukan dalam beberapa hari sampai minggu pertumbuhannya (Pradana,
2009).
Etilogi dari meningitis jamur antara lain:
a.. Cryptococcus neoformans
b. Coccidioides immitris
Cara mendiagnosis meningitis kriptokokus:
a. Tes CRAG
Tes yang disebut CRAG mencari antigen ( sebuah protein) yang dibuat
oleh kriptokokus. Tes CRAG cepat dilakukan dan dapat memberi hasi
pada hari yang sama.
b. Tes biakan
Mencoba menumbuhkan jamur kriptokokus dari contoh cairan. Tes biakan
membutuhkan waktu satu minggu atau lebih untuk menunjukkan hasil
positif.
2. Meningitis Viral
Disebut juga dengan meningitis aseptik, terjadi sebagai akibat
akhir / sequel dari berbagai penyakit yang disebabkan oleh virus seperti
campak, mumps, herpes simpleks, dan herpes zooster. Pada meningitis
virus
ini
tidak
terbentukeksudat
dan
pada
pemeriksaan
cairan
Kerusakan neurologis
Selain dari adanya invasi bakteri, virus, jamur, maupun protozoa, point
dentry masuknya kuman juga dapat melalui trauma tajam, prosedur operasi,
dan abses otak yang pecah. Penyebab lainnya adalah adanya rhinorhea,
otorhea pada basis kranial yang memungkinkan kontaknya CSS dengan
lingkungan luar (Pradana, 2009).
1. Meningitis Tuberkulosa
BTA masuk tubuh
Multiplikasi
Penyebaran homogen
Meningens
Membentuk tuberkel
Meningitis
Terjadi peningkatan inflamasi granulomatus di leptomeningen (piamater
dan arakhnoid) dan korteks serebri di sekitarnya menyebabkan eksudat
cenderung terkumpul di daerah basal otak (Pradana, 2009).
2. Meningitis Viral
Ada 2 rute virus menyerang sistem saraf pusat manusia, yaitu
hematogenus (infeksi enterovirus) dan limfogenus (infeksi Herpes
Simpleks Virus (HSV)). Enterovirus pertama kali menuju ke lambung,
bertahan dari keasaman asam lambung, dan berlanjut ke saluran
pencernaan di bawahnya lagi. Beberapa virus bereplikasi di nasofaring dan
menyebar ke kelenjar limfe regional. Setelah virus menempel ke reseptor
di enterosit, virus menembus lapisan epitelialnya dan melakukan replikasi
di sel enterosit tersebut. Dari situ, virus menuju peyer patches, dimana
replikasi yang lebih lanjut terjadi. Kemudian dari situ viremia enterovirus
berkembang ke sistem saraf pusat (SSP), hati, jantung, dan sistem
retikuloendotelial. Dan kemudian virus bereplikasi dengan cepat di
tempat-tempat tersebut. Mekanisme enterovirus memasuki SSP diduga
dengan cara menembus BBB tight junction dan memasuki cairan
serebrospinal (CSS) (Swartz, 2007).
Berlawanan dengan enterovirus, infeksi HSV mencapai SSP
dengan jalur neuronal. Pada HSV-1 ensepalitis, virus masuk lewat jalur
oral menuju nervus trigeminal dan olfaktori, sedangkan di HSV-2 aseptic
meningitis, virus menyebar dari lesi genital menuju sacral nerve roots
menuju meninges. Dari situ, HSV-2 menjadi fase laten dan menunggu
untuk reaktivasi menjadi episode aseptik
meningitis (Swartz, 2007).
3. Meningitis jamur
Ada tiga pola dasar infeksi jamur pada susunan saraf pusat yaitu,
meningitis kronis, vaskulitis, dan invasi parenkimal. Pada infeksi
Cryptococcaljaringan menunjukkan adanya meningitis kronis pada
leptomeningen basal yang dapat menebal dan mengeras oleh reaksi
jaringan penyokong dan dapat mengobstruksi aliran likuor dari foramen
luschka dan magendi sehingga terjadi hidrosepalus. Pada jaringan otak
terdapat substansia gelatinosa pada ruang subarakhnoid dan kista kecil di
dalam parenkim yang terletak terutama pada ganglia basalis pada distribusi
arteri lentikulostriata. Lesi parenkimal terdiri dari agregasi atau gliosis.
Infiltrat meningens terdiri dari sel-sel inflamasi dan fibroblast yang
2. Kernig Sign
Pasien berbaring terlentang, tangan diangkat dan dilakukan fleksi
pada sendi panggul kemudian ekstensi tungkai bawah pada sendi lutut
sejauh mengkin tanpa rasa nyeri. Tanda Kernig positif (+) bila ekstensi
sendi lutut tidak mencapai sudut 135 (kaki tidak dapat di ekstensikan
sempurna) disertai spasme otot paha biasanya diikuti rasa nyeri.
2. Meningitis Bakterial
Tabel 7.2. Beberapa dosis obat antibiotik berdasarkan kuman
3. Meningitis Tuberkulosa
Tabel 7.3 Pengobatan meningitis tuberkulosa
4. Meningitis Kriptokokus
Meningitis dapat diobati dengan obat antijamur seperti amfoterisin
B, flukonazol danflusitosin. amfoterisin B adalah yang paling manjur,
tetapi obat ini dapat merusak ginjal. Obat lain mengakibatkan efek
samping
memberantas
DAFTAR PUSTAKA
1. Japardi, Iskandar. 2002. Meningitis Meningococcus. USU digital library URL :
http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-iskandar%20japardi23.pdf
2. Pradana, A. 2009. Makalah Neurologi. USU
3. Machfoed MH. Otogenic Meningitis. Its Diagnosis and Treatment. Neurona.
2002; ,21:66-69.
4. Jawetz, E., dkk., 1995, Mikrobiologi untuk Profesi Kesehatan edisi 16, 384-386,
EGC, Jakarta
5. Roos, K.L., Tyler, K.L., 2005. Meningitis, Encephalitis, Brain Abscess, and
Empyema. In: Kasper, D.L., Braunwald, E., Fauci, A.S., Hauser, S.L., Longo,
D.L., and Jameson, J.L. Harrisons Principles of Internal Medicine. 16th ed. New
York: McGraw-Hill, 2471-2490.