Anda di halaman 1dari 22

Case report session

Meningitis Tuberkulosa

Oleh :

Kabhithra Thiayagarajan

0810314289

Preseptor :

Prof. DR. Dr. Darwin Amir, Sp. S (K)


Dr .Syarif Indra ,SpS

BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF


RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG

2015
BAB I
PENDAHULUAN
Meningitis tuberkulosa merupakan penyakit peradangan pada selaput otak yang
disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosa1. Penyakit ini merupakan salah
satu bentuk komplikasi yang sering muncul pada penyakit tuberkulosis paru. Infeksi primer
yang muncul di paru dapat menyebar secara hematogen maupun limfogen ke berbagai bagian
tubuh di luar paru, seperti perikardium, usus, kulit, tulang, sendi, dan selaput otak. Kuman
TB yang menyerang susunan saraf pusat ditemukan dalam tiga bentuk yaitu meningitis,
tuberkuloma, dan araknoiditis. Ketiganya sering ditemukan pada negara endemis TB dengan
kasus terbanyak berupa meningitis TB2.
Indonesia sebagai salah satu negara dengan prevalensi TB yang cukup tinggi juga
sering ditemukan adanya kasus meningitis TB2. Meningitis tuberkulosis merupakan masalah
kesehatan terutama dalam bidang kesehatan anak dan sebagian besar terjadi pada negara
negara yang sedang berkembang karena tingginya angka kematian dan angka kecacatan 3.
Angka kejadian tertinggi dijumpai pada anak umur 6 bulan 4 atau 6 tahun dan jarang
ditemukan pada anak usia dibawah 6 bulan2. Meningitis TB tidak hanya dijumpai pada anak
anak, tetapi juga dapat menyerang berbagai usia. Pada negara negara non endemis TB,
meningitis TB sering dijumpai pada orang dewasa4.
Meningitis TB paling sering menyebabkan kematian apabila dibandingkan dengan
bentuk infeksi TB lain yang menyerang susunan saraf pusat 3. Angka kematian akibat
meningitis TB berkisar 10% 20%. Sebagian besar akan memberikan gejala sisa dan hanya
18% pasien yang akan kembali normal, baik secara neurologis maupun intelektual2.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi dan anatomi fisiologi
Meningitis adalah inflamasi pada membran yang menutupi central nervous sistem,
yang biasanya dikenal dengan meningens (radang pada arachnoid dan piamater). Meningitis
dapat berkembang sebagai respon dari berbagai kasus, seperti agen infeksi, trauma, kanker,
atau penyalahgunaan obat. Agen infeksi dapat berupa bakteri, virus, ricketsia, protozoa, dan
jamur.
ANATOMI DAN FISIOLOGI
Otak dan sumsum otak belakang diselimuti meningea yang melindungi struktur saraf yang
halus, membawa pembuluh darah dan dengan sekresi sejenis cairan yaitu cairan
serebrospinal.
Meningea terdiri dari tiga lapis, yaitu :
a. Piamater
Yang menyelipkan dirinya ke dalam celah pada otak dan sumsum tulang belakang dan
sebagai akibat dari kontak yang sangat erat akan menyediakan darah untuk strukturstruktur ini.
b. Arachnoid
Merupakan selaput halus yang memisahkan piameter dan duramater.
c. Duramater
Merupakan lapisan paling luar yang padat dan keras berasal dari jaringan ikat tebal
dan kuat.

Meningitis tuberkulosa adalah radang pada selaput otak akibat komplikasi tuberkulosis
primer. Secara histologis meningitis tuberkulosa merupakan meningoensefalitis (tuberkulosa)
dimana terjadi invasi ke selaput dan jaringan susunan saraf3.
2.2 Epidemiologi
Meningitis tuberculosis di hubungkan dengan peningkatan frekuensi dari neurologic
sekuel dan mortalitas jika tidak di obati dengan adekuat .Meningitis tuberkulosa jarang di
temukan di Negara yang telah berkembang dengan 100 sampai 150 kasus yang terjadi di
United States,kurang dari 3%vdari estimasi 4100 kasus per tahun adalah meningitis
tuberculosis.Individu yang memiliki resiko tinggi ialah anak usia muda dengan TB primer
dan pasien yang imunodefisiensi yang dipengaruhi oleh usia ,malnutrisi dan penyakit HIV
dan kanker .Penggunaan obat ant tumor nekrosis faktor alfa (TNF) juga di hubungkan dengan
4

peningkatan ektrapulmonari Tuberkulosis termasuk meningitis tuberculosis .Kebanyakan


tidak memiliki riyawat tuberculosis tetapi bukti dari penyakit ekstrameningeal (pulmonary)
ditemukan pada 50% pasien dengan meningitis tuberculosis .Tes tuberculin positif pada 50%
pada pasien yang didiagnosa meningitis TB .6
2.2 Klasifikasi
Meningitis tuberkulosa terbagi menjadi empat jenis menurut klasifikasi patologi yaitu
sebagai berikut3.
2.2.1 Tuberkulosis Milier yang menyebar
Jenis ini merupakan komplikasi dari TB Milier dimana infeksi primer dari paru paru
menyebar langsung ke selaput otak secara hematogen. Keadaan ini terutama terjadi pada anak
dan jarang ditemukan pada dewasa. Pada selaput otak ditemukan adanya tuberkel- tuberkel
yang kemudian pecah dan terjadi peradangan difus dalam ruang subarachnoid. Tuberkel ini
juga terdapat pada dinding pembuluh darah kecil di hemisfer otak bagian cekung dan dasar
otak.

2.2.2 Bercak bercak perkijuan fokal


Ditemukan adanya bercak bercak pada sulkus dan terdiri dari perkijuan yang dikelilingi
oleh sel sel raksasa dan epitel. Dari sini terjadi penyebaran ke dalam selaput otak. Kadang
kadang juga terdapat bercak bercak perkijuan yang besar pada selaput otak sehingga
menyebabkan peradangan yang luas.
2.2.3 Peradangan akut meningitis perkijuan
Jenis ini merupakan jenis yang paling sering dijumpai. Pada jenis ini terjadi invasi
langsung pada selpaut otak dari fokus fokus tuberkulosis primer sehingga terbentuk
tuberkel baru pada selaput otak dan jaringan otak. Meningitis timbul karena tuberkel tersebut
pecah sehingga terjadi penyebaran kuman ke ruang subarachnoid dan ventrikulus.
2.2.4 Meningitis proliferatif
Perubahan proliferatif dapat terjadi pada pembuluh darah selaput otak yang mengalami
peradangan berupa endarteritis dan panarteritis. Akibat penyempitan lumen vaskuler tersebut
maka dapat terjadi infark otak.

2.3 Etiologi dan Faktor Risiko


Meningitis tuberkulosa tersering disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis jenis
hominis dan jarang oleh jenis bovinum atau aves. Penyakit ini sering ditemukan pada
penduduk dengan kondisi sosio ekonomi yang rendah, penghasilan yang kurang mencukupi
kebutuhan sehari hari, perumahan yang tidak memenuhi syarat kesehatan minimal, hidup
dan tinggal berdesakan, malnutrisi, higiene yang buruk, kurang atau tidak mendapatkan
imunisasi, dan lain sebagainya. Meningitis TB dapat terjadi pada semua kelompok usia
terutama pada anak usia 6 bulan 4 atau 6 tahun3.
2.4 Patofisiologi
Meningitis serosa merupakan komplikasi serius dari tuberculosis ,terutama pada anakanak .Sarang infeksi tuberculosis di luar susunan saraf ,pada umumnya di paru-paru
,melepaskan mikobakterium tuberculosis .Melalui hematogen mikobakterium tiba di korteks
serebri ,dan akhirnya mati disitu atau meningkat menjadi eksudat kaseosa .Leptomeninges
yang menutupi sarang infeksi di korteks dapat ikut terkena dan menimbulkan meningitis
sirkumskripta .Tetapi eksudat kaseosa daapt meletus dan masuk membawa kuman
tuberculosis kedalam ruang subaraknoidal .Meningitis yang menyeluruh akan berkembang
.Pada ummnya meningitis berkembang secara berangsur-angsur 5
Meningitis TB merupakan kejadian sekunder dari proses tuberkulosis primer di luar otak.
Fokus primer biasanya ditemukan pada paru tapi juga dapat terjadi pada kelenjar getah
bening, tulang, sinus, traktus gastrointestinal, ginjal, dan lain lain. Meningitis TB ini
merupakan bagian dari komplikasi akibat penyebaran TB paru.
Meningitis TB terjadi bukan sebagai akibat dari peradangan langsung pada selaput otak
oleh karena penyebaran hematogen, melainkan akibat pembentukan tuberkel tuberkel kecil.
Tuberkel ini dapat ditemui pada permukaan otak, selaput otak, sumsum tulang belakang,
ataupun tulang. Tuberkel tersebut kemudian melunak dan pecah, selanjutnya akan masuk ke
ruang subarachnoid dan ventrikulus sehingga terjadi peradangan difus. Secara mikroskopik
tuberkel ini tidak dapat dibedakan dengan tuberkel di bagian lain dari kulit dimana terdapat
perkijuan sentral dan dikelilingi oleh sel raksasa, limfosit, sel plasma, dan dibungkus oleh
jaringan ikat sebagai penutup.
Penyebaran juga dapat terjadi secara perkontinuitatum dari peradangan organ atau
jaringan sekitar di dekat selaput otak, seperti proses di nasofaring, pneumonia,
bronkopneumonia, endokarditis, otitis media, trombosis sinus kavernosus, atau spondilitis.
Penyebaran kuman dalam ruang subarachnoid akan menyebabkan reaksi radang pada
6

piamater dan arachnoid, CSS, ruang subarachnoid, dan ventrikulus. Akibatnya akan terbentuk
eksudat kental, serofibrinosa, dan gelatinosa oleh kuman dan toksin yang mengandung sel
mononuklear, limfosit, sel plasma, makrofag, sel raksasa, dan fibroblas. Eksudat ini tidak
hanya terkumpul pada ruang subarachnoid saja tapi juga berkumpul di dasar tengkorak.
Eksudat ini juga dapat menyebar melalui pembuluh darah piamater dan menyerang jaringan
otak di bawahnya, menyumbat akuaduktus Sylvii, foramen magendi, formane luschka
sehingga terjadi hidrosefalus, edema papil, dan peningkatan tekanan intrakranial. Kelainan
juga akan terjadi pada pembuluh darah yang berjalan dalam ruang subarachnoid yang berupa
kongesti, peradangan, dan penyumbatan sehingga selain arteritis dan flebitis juga dapat
menyebabkan infark otak terutama pada bagian korteks, medula oblongata, dan ganglia
basalis3.
Selain itu meningitis tuberkulosis dapat juga berkembang sebagai penjalaran infeksi
tuberculosis di mastoid dan spondilitis tuberkulosa .5
2.5 Manifestasi Klinik
Meningitis Tuberkulosis ialah penyakit subakut.Gejala prodromal mempunyai demam
ringan ,malaise ,sakit kepala ,muntah dan perubahan pada perilaku menetap dalm waktu
.Gejala prodromal seperti demam ringan .Kejang tidak selalu di dapat kan pasien .Kejang
didapatkan pada pasien anak-anak yaitu 50% dari kasus pediatric .
Gejala klinik pada pada meningitis bacterial seperti leher yg tegang dan demam mungkin
tidak ada .7
Gejala klinik berdasarkan Stadium .
,
Stadium I (stadium inisial / stadium non spesifik / stadium prodromal)
Stadium ini berlangsung lebih kurang 2 minggu 3 bulan. Permulaan penyakit bersifat
sub akut, sering tanpa panas atau hanya kenaikan suhu yang ringan atau hanya dengan tanda
infeksi umum, muntah, tidak ada nafsu makan, murung, berat badan turun, lemas, sengeng,
tidur terganggu, dan gangguan kesadaran berupa apatis. Gejala tersebut lebih nyata terlihat
pada anak kecil. Pada orang dewasa terdapat panas yang hilang timbul, nyeri kepala,
konstipasi, tidak ada nafsu makan, fotofobia, nyeri punggung, halusinasi, dan sangat gelisah3.
2.5.2 Stadium II (stadium transisional / fase meningitik)
Gejala lebih berat, terdapat kejang umum atau fokal, ditemukan adanya tanda rangsang
meningeal, seluruh tubuh menjadi kaku, terdapat tanda tanda peningkatan tekanan
intrakranial, ubun ubun menonjol, dan muntah lebih hebat. Pada anak dijumpai meningeal
7

cry akibat nyeri kepala yang bertambah berat dan progresif sehingga anak akan berteriak dan
menangis dengan nada yang khas. Kesadaran makin menurun dan dijumpai gangguan pada
nervus kranialis (II, III, IV, VI, VII, VIII). Pada stadium ini dapat terjadi defisit neurologik
fokal seperti hemiparesis, hemiplegia karena infark otak, dan rigiditas deserebrasi. Pada
funduskopi ditemukan atrofi N.II dan koroid tuberkel yaitu kelainan pada retina yang tampak
seperti busa berwarna kuning dan ukurannya sekitar setengah diameter papil3.
2.5.3 Stadium III (koma / fase paralitik)
Pada stadium ini suhu mulai tidak teratur dan semakin tinggi akibat terganggunya
regulasi pada diensefalon. Pernafasan dan nadi juga tidak teratur, dapat ditemukan nafas tipe
kussmaul atau cheyne stokes. Gangguan miksi berupa retensi urin atau inkontinensia urin.
Adanya gangguan kesadaran yang makin menurun sampai koma yang dalam3.
Gejala klasik pada meningitis bacterial seperti kaku pda leher dan demam mmungkin tidak
ada.Pada penderita yang telah perbaikan dari penyakit meningitis tuberculosis mempunyai
neurologi sekuele termasuklah retardasi mental ,gangguan hilang pendengaran
,hidrosefalus ,cranial nerve palsie ,kejang dan demam

2.6 Diagnosis
2.6.1 Anamnesis
Adanya riwayat kejang atau penurunan kesadaran, adanya riwayat kontak dengan
penderita TB, adanya gambaran klinis yang sesuai dengan stadium meningitis TB2,4.
2.6.2 Pemeriksaan Fisik
Hasil dari pemeriksaan fisik tergantung pada stadium penyakit. Pemerikaan tanda
rangsangan meningeal dilakukan seperti tes kaku kuduk ,Brudzinzky 1 ,Brudzinsky II
dan,Kernig test .Kaku kuduk biasanya tidak ditemukan pada anak berusia kurang dari dua
tahun2,4.
2.6.3 Uji Tuberkulin
Uji tuberkulin biasanya dilakukan pada bayi dan anak kecil untuk screening
tuberkulosis2.
2.6.4 Pemeriksaan Laboratorium
- Pemeriksaan darah

Dilakukan pemeriksaan kadar haemoglobin, jumlah dan hitung jenis leukosit, laju endap
darah (LED), kadar glukosa puasa, kadar ureum, elektrolit. Pada meningitis serosa
didapatkan peningkatan leukosit dan LED.9
- CSS dengan cara pungsi lumbal : secara makroskopik akan terlihat jernih dan kadang
sedikit keruh atau ground glass appearance (apabila CSS didiamkan akan terjadi
pengendapan fibrin yang halus seperti sarang laba- laba),kerana peningkatan dari kadar
protein di dalam CSS (100-500mg/dl), jumlah sel antara 10 500/ml dan kebanyakan
limfosit, kadar glukosa rendah antara 20 40mg%, dan kadar klorida dibawah 600mg%4,7
-Pemeriksaan yang dilakukan pada CSS pungsi lumbal ialah :
-Jumlah sel ,differential counts ,sitologi
-kadar glukosa
-kadar protein
-acid fast stain ,gram stain ,
-PCR :memungkin diagnosis yang reliable dan cepat untuk meningitis tuberculosis
walaupun kadang terjadi False negative(<2 coloni forming units per mL)
Pada meningitis tuberculosis biasanya terdapat kenaikan kadar protein dan pleositosis 7
2.6.5 Pemeriksaan Radiologi
- Foto toraks : adanya gambaran tuberkulosis2.
- EEG : ditemukan adanya kelainan yan difus atau fokal2.
- CT Scan Kepala dan MRI : awalnya normal pada stadium awal, kemudian akan
ditemukan enhancement di daerah basal, tampak hidrosefalus komunikans yang disertai
dengan tanda edema otak atau iskemia fokal dini, dapat juga ditemukan tuberkuloma di
korteks serebri atau talamus2.
2.6.6 Kultur darah
Pemeriksaan ini diperlukan untuk menentukan jenis bakteri yang menginfeksi meningen
sehingga dapat diberikan terapi dengan obat yang sesuai oleh penyebabnya.8
2.7 Tatalaksana
Penderita meningitis tuberkulosa harus dirawat di rumah sakit agar mendapatkan terapi
serta perawatan yang intensif. Perawatan umum yang dapat diberikan meliputi pemberian
kebutuhan cairan dan elektrolit, gizi, posisi penderita, perawatan kandung kemih dan
defekasi, dan perawatan lain yang disesuaikan dengan kondisi umum pasien4.
9

Pemberian terapi medikamentosa yang dapat diberikan pada pasien dengan meningitis
TB sebagai berikut4.
-

Rifampisin
Diberikan dengan dosis 10 20 mg/kgBB/hari. Pada orang dewasa diberikan dengan
dosis 600 mg/hari, dengan dosis tunggal selama minimal 9 bulan

Isoniazid
Diberikan dengan dosis 10-20 mg/kgBB/hari. Pada dewasa dengan dosis 400 mg/hari
selama minimal 9 bulan

Etambutol
Diberikan dengan dosis 25 mg/kgBB/hari sampai 1.500 mg/hari selama lebih kurang
2 bulan. Obat ini dapat menyebabkan neuritis optika selama minimal 2 bulan

Pirazinamid
Diberikan dengan dosis 20-40 mg/ KgBB/ hari .Pada dewasa diberikan dosis
maksiamal 600mg selama minimal 2 bulan.

Streptomisin
Diberikan intramuskular selama lebih kurang 3 bulan. Tidak boleh digunakan terlalu
lama. Dosisnya adalah 30-50 mg/kgBB/hari. Selama minimal 2 bulan

Kortikosteroid
Biasanya dipergunakan prednison dengan dosis 2-3 mg/kgBB/hari (dosis normal 20
mg/hari dibagi dalam 3 dosis) selama 2-4 minggu kemudian diteruskan dengan dosis 1
mg/kgBB/hari selama 1-2 minggu. Pemberian kortikosteroid lebih kurang diberikan 3
bulan. Steroid diberikan untuk menghambat reaksi inflamasi, menurunkan edema
serebri, dan mencegah perlengketan meningens.

2.8 Komplikasi
Komplikasi yang menonjol dari meningitis tuberkulosa adalah gejala sisa neurologis
(sekuele). Sekuele terbanyak adalah paresis spastik, kejang, paraplegia, dan gangguan sensori
ekstremitas. Sekuele minor dapat berupa kelainan saraf otak, nistagmus, ataksia, gangguan
ringan pada koordinasi, dan spastisitas. Gangguan intelektual terjadi pada 2/3 pasien yang
hidup2.

10

2.9 Prognosis
Prognosis berbanding lurus dengan tahapan klinis saat pasien didiagnosis dan diterapi.
Semakin lanjut tahapan klinis maka semakin buruk prognosis. Apabila tidak diobati sama
sekali penderita meningitis TB dapat meninggal dunia dalam waktu 6 8 minggu. Prognosis
juga dipengaruhi oleh umur. Anak di bawah usia tiga tahun dan di atas 40 tahun memiliki
prognosis yang lebih buruk2,4.

BAB III
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama
: Ny. R
Jenis Kelamin : Perempuan
No. MR
: 858545
11

Umur
Suku Bangsa
Alamat
Pekerjaan

: 64 tahun
: Minangkabau
: Koto Berapak Bayang Pesisir Selatan
: Ibu Rumah Tangga

Alloanamnesis
Seorang pasien, Ny. R, perempuan, umur 64 tahun dirawat di bangsal Neurologi
RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tanggal 06 Februari 2014 dengan :
Keluhan Utama
Penurunan kesadaran sejak 4 hari yang lalu sebelum masuk ke rumah sakit
Riwayat Penyakit Sekarang
Penurunan kesadaran terjadi secara berangsur angsur sejak 4 hari sebelum masuk
rumah sakit.
Pasien masih membuka mata jika dipanggil oleh keluarga namun tidak
menyambung saat diajak berbicara .
5 hari sebelumnya pasien lebih banyak tidur tetapi masih respon dan membuka
mata saat di panggil dan bicara masih menyambung.
.Keluhan ini disertai dengan demam tidak terlalu tinggi, hilang timbul serta nyeri
kepala seperti tertekan pada sebelah sisi sejak dua minggu yang lalu. Pasien hanya
makan obat yang dibeli di warung untuk mengurangi keluhan demam tersebut.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien sebelumnya dirawat di Rumah Sakit Painan dengan keluhan sakit perut dan
sakit kepala berat selama 3 hari Pasien mendapatkan terapi suportif dan
medikamentosa, pasien dirujuk ke RSUP Dr. M. Djamil Padang setelah 2 hari
perawatan.
Riwayat batuk batuk lama disangkal
Riwayat menderita infeksi paru atau memakan obat obatan selama enam bulan
disangkal.
Riwayat infeksi telinga, sinus, dan gigi disangkal.
Riwayat penurunan berat badan disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan seperti ini sebelumnya.
Suami pasien pernah menderita batuk-batuk lama dan mendapat obat yang harus
diminum selama 6 bulan, namun hanya dikonsumsi selama 1 bulan.
12

Riwayat Pekerjaan, Sosial, dan Ekonomi


Pasien seorang petani dengan aktivitas cukup, tidak merokok dan minum kopi.
Riwayat kontak lama dengan penderita dengan batuk batuk lama ada.
PEMERIKSAAN FISIK UMUM
Keadaan Umum
Kesadaran
Nadi
Pernafasan
Tekanan Darah
Suhu

: Sedang
: Komposmentis dengan GCS E4M6V4
: 80x/menit, teratur, pengisian cukup
: abdominotorakal dengan frekuensi 20x/menit
: 110/80mmHg
: 37,80C

STATUS INTERNUS
Kulit

: turgor baik

Kelenjar Getah Bening


Submandibula : tidak teraba pembesaran
Supraclavicula : tidak teraba pembesaran
Leher

: tidak teraba pembesaran

Ketiak

: tidak teraba pembesaran

Rambut

: hitam, tidak mudah dicabut

Mata

: konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor dengan


diameter 3mm/3mm, refleks cahaya +/+, refleks kornea +/+

Leher

: JVP 5 2 cmH2O

Toraks
Paru

: Simetris kiri dan kanan pada keadaan statis dan dinamis

Pa

: Fremitus kiri = kanan

Pe

: Sonor

Au

: Suara nafas vesikuler, Rh -/Wheezing -/-

Jantung

: Iktus kordis tidak terlihat

Pa

: Iktus kordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V

Pe

: Atas

RIC II

Kanan

LSD

Kiri

1 Jari medial LMCS RIC V

Au

: irama reguler , bising negatif

: Perut tidak membuncit

Abdomen

13

Pa

: Supel, Hepar dan Lien tidak teraba

Pe

: Timpani

Au

: BU (+) Normal

Punggung

: Ny tekan (-), Ny ketok (-)

Alat kelamin

: Tidak diperiksa

STATUS NEUROLOGIS
1. Tanda perangsangan selaput otak
Kaku kuduk

(+)

Budzinsky I

(-)

Kernig

(-)

Budzinsky II (-)

2. Tanda peningkatan tekanan intra kranial


Pupil isokor, diameter 3mm/3mm, refleks cahaya +/+, papil edem (-)
Muntah proyektil (-)
Sakit kepala progresif (-)
3. Pemeriksaan Nervus Kranialis
N. I (Olfaktorius)

: dalam batas normal

N.II (Optikus)

: refleks cahaya +/+

N.III (Okulomotorius), N.IV (Trochlearis), N.VI (Abdusent)


Dolls eye movement (+), posisi mata ortho
N.V (Trigeminus)

: refleks kornea +/+

N.VII (Fasialis)

: plica nasolabialis kiri sama dengan kanan

N.VIII (Vestibularis) : refleks okuloauditorik (+)


N.IX (Glosofaring)

: refleks muntah (+)

N. X (Vagus)

: dalam batas normal

N.XI (Asesorius)

: dalam batas normal

N.XII (Hipoglosus)

: deviasi lidah (-)

4. Motorik
Gerakan

: anggota gerak respon dengan rangsangan nyeri

Kekuatan

: dengan tes jatuh tidak ada lateralisasi


555/555
555/555

Tonus

: eutonus

Trofi

: eutrofi
14

5. Sensorik
Nyeri

: respon dengan rangsangan nyeri

Sensibilitas

: eksteroseptif dan proprioseptif baik

6. Fungsi otonom
Miksi

: dalam batas normal

Defekasi

: dalam batas normal

Sekresi keringat

: dalam batas normal

7. Sistem refleks
Refleks fisiologis

Biseps : ++/++
Triseps : ++/++

Refleks patologis

KPR

: ++/++

APR

: ++/++

Babinsky

: -/-

Chaddock

: -/-

Oppenheim

: -/-

Schaefer

: -/-

Gordon

: -/-

Hoffman tromner : -/-

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Darah
Darah Rutin

: Hb 10,2 g/dL
Ht 30%

Leukosit 10.600/mm3
Trombosit 367.000/mm3

Kimia Klinik : Na/K/Cl 120/2,7/86


Ureum/Creatinin 10/0,7
Gula darah random 143
15

DIAGNOSA KERJA
1. Diagnosa Klinis

: Suspek Meningitis Subakut

2. Diagnosa Topik

: Leptomeningen

3. Diagnosa Etiologi : Infeksi Mycobacterium tuberculosis


4. Diagnosa Sekunder : Hiponatremia et hipokalemia ec low intake
PEMERIKSAAN ANJURAN
Lumbal Punksi
Pemeriksaan BTA Sputum
Kultur sputum dan LCS
Rontgen Foto Thorak
Brain CT Scan
PROGNOSIS
Quo ad vitam

: dubia ad bonam

Quo ad sanam

: dubia ad bonam

Quo ad fungsionam

: dubia ad bonam

TERAPI
Umum:

Elevasi kepala 30o


O2 3L/i
IVFD NaCl 0,9% 12jam/kolf
Diet ML TKTP 1700 kkal

Khusus:

Ceftriakson 2x2 gr iv
Ranitidin 2x50mg iv
Paracetamol 3x750 mg po
KSR 2x600 mg po

FOLLOW UP
Hari 1 (7 Februari 2014)
16

S/ Pasien telah sadar, Kontak (+), Bicara tidak nyambung (+), demam (-)
O/
KU
Sedang

Kesadaran
TD
Komposmentis 110/80

Nd
80x/

Nf
20x/

Suhu
36,8C

SI/ dalam batas normal


SN/
GCS 14 E4M6V4
Tanda Rangsang Meningeal : Kaku Kuduk (+) brudzinksy 1 (-) ,brudzinsky II (-) ,kernig (-)
Peninggian tekanan intra kranial : (-)
Nn. Cranialis : pupil isokor diameter 3mm/3mm, RC +/+, RK +/+
Motorik : lateralisasi (-),eutonus, eutrofi
Sensorik : respon dengan nyeri (+)
Otonom : baik
RF ++/++

RP-/-

A/ Meningitis TB
Hiponatremia et hipokalemia ec low intake
Laboratorium:
LCS:
Makroskopis
Volume 2cc
kekeruhan (+)
warna putih kekuningan
K/ meningitis TB

Mikroskopis
Jumlah sel: 57/mm3
PMN 20% MN 80%
Glukosa 32 g/dl

GDR: 142 g/dl


Protein total: 6,5 g/dl
Albumin: 3,1 g/dl
Globulin: 3,4 g/dl
SGOT/SGPT: 12/11 u/L
Na+: 125 mmol/L
K+: 92 mmol/L
Cl-: 2,7 mmol/L
Ca2+: 8,6 mmol/L
Th/ Lanjut; ditambahkan
17

Isoniazid 1x300mg
Pirazinamid 1x1000mg
Rifampisin 1x450mg
Etambutol 1x750mg
Vit B6 3x10mg
Laxadin syr 3x1cth
FOLLOW UP
Hari 2 (8 Februari 2014)
S/ Pasien telah sadar, Kontak (+), Bicara tidak nyambung (+), demam (+)
O/
KU
Sedang

Kesadaran
TD
Komposmentis 140/80

Nd
88x/

Nf
22x/

Suhu
38,1C

SI/ dalam batas normal


SN/
GCS 14 E4M6V4
Tanda Rangsang Meningeal : Kaku Kuduk (+)
Peninggian tekanan intra kranial : (-)
Nn. Cranialis : pupil isokor diameter 3mm/3mm, RC +/+, RK +/+
Motorik : lateralisasi (-),eutonus, eutrofi
Sensorik : respon dengan nyeri (+)
Otonom : baik
RF ++/++

RP-/-

A/ Meningitis TB
Hiponatremia et hipokalemia ec low intake
R/ konsul penyakit dalam
Jawaban konsul penyakit dalam:
Stase ginjal hipertensi
Advise: IVFD NaCl 0,9% 12 jam/kolf
KSR 1x1 tab
Laboratorium:
Na: 129 mmol/L
18

K: 2,3 mmol/L
Cl: 97 mmol/L
Koreksi K: (4-2,3)x55x0,3=28 drip KCl 1 flc (25 mEq) dalam 300cc NaCl 0,9% habis
dalam 6 jam
Koreksi Na: (140-129)x55x0,6=363 lanjutkan IVFD NaCl 3% 1 kolf (12jam/kolf)
R/ cek ulang elektrolit post koreksi
Th/ lanjut. Ranitidin off
FOLLOW UP
Hari 3 (9 Februari 2014)
S/ Pasien telah sadar, Kontak (+), Bicara tidak nyambung (+), demam (-)
O/
KU
Sedang

Kesadaran
TD
Komposmentis 140/80

Nd
84x/

Nf
20x/

Suhu
37,1C

SI/ dalam batas normal


SN/
GCS 14 E4M6V4
Tanda Rangsang Meningeal : Kaku Kuduk (+)
Peninggian tekanan intra kranial : (-)
Nn. Cranialis : pupil isokor diameter 3mm/3mm, RC +/+, RK +/+
Motorik : lateralisasi (-),eutonus, eutrofi
Sensorik : respon dengan nyeri (+)
Otonom : baik
RF ++/++

RP-/-

Laboratorium:
Na: 129
K: 2,7 koreksi kalium drip KCl 1 flc (25 mEq) dalam 300cc NaCl 0,9% habis dalam 6 jam
A/ Meningitis TB
Hiponatremia et hipokalemia ec low intake
Th/ lanjut
FOLLOW UP
Hari 4 (10 Februari 2014)
19

S/ Pasien telah sadar, Kontak (+), Bicara tidak nyambung (+), demam (+)
O/
KU
Sedang

Kesadaran
TD
Komposmentis 140/80

Nd
88x/

Nf
22x/

Suhu
38,1C

SI/ dalam batas normal


SN/
GCS 14 E4M6V4
Tanda Rangsang Meningeal : Kaku Kuduk (+)
Peninggian tekanan intra kranial : (-)
Nn. Cranialis : pupil isokor diameter 3mm/3mm, RC +/+, RK +/+
Motorik : lateralisasi (-),eutonus, eutrofi
Sensorik : respon dengan nyeri (+)
Otonom : baik
RF ++/++

RP-/-

A/ Meningitis TB
Hiponatremia et hipokalemia ec low intake
Th/ lanjut
Follow up dari bagian penyakit dalam:
Advise: EKG jika ditemukan gelombang U koreksi KCl intravena

20

BAB IV
DISKUSI
Telah dirawat seorang pasien perempuan berusia 64 tahun sejak tanggal 6 Februari
2014 di RSUP Dr. M. Djamil Padang dengan keluhan utama penurunan kesadaran sejak 4
hari sebelum masuk rumah sakit. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Berdasarkan anamnesis diketahui bahwa penurunan kesadaran terjadi secara
berangsur angsur sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien tampak lebih banyak
tidur dan baru respon dan membuka mata jika dipanggil oleh keluarga. Keluhan ini disertai
dengan demam tidak tinggi, hilang timbul serta nyeri kepala seperti tertekan di sebelah kepala
sejak dua minggu yang lalu. Sebelumnya pasien telah dirawat di RSUD Painan selama 3 hari
dengan keluhan penurunan kesadaran kemudian dirujuk ke RSUP Dr. M. Djamil Padang.
Riwayat batuk batuk lama disangkal. Pasien memiliki riwayat kontak erat dengan penderita
batuk lama yang sudah mendapatkan obat paket 6 bulan yaitu suaminya.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran pasien komposmentis dengan GCS 14
(E4M6V4), tanda rangsang meningeal (+), peninggian tekanan intrakranial (-). Pada
pemeriksaan nervus kranialis didapatkan pupil isokor dengan diameter 3mm/3mm, refleks
cahaya +/+, dolls eye manouver (+),motorik tidak ada lateralisasi,sensorik respon terhadap
rangsangan nyeri, refleks fisiologis ++/++, dan refleks patologis -/Penatalaksanaan umum yang diberikan pada pasien ini berupa elevasi kepala, IVFD
NaCl 0,9% 12 jam/kolf, elevasi kepala 30o, O2 3L/i, IVFD NaCl 0,9% 12jam/kolf, Diet ML
TKTP 1700 kkal, Ceftriakson 2x2 gr iv, Ranitidin 2x50mg iv, Paracetamol 3x750 mg po, KSR
2x600 mg po. Pasien ini direncanakan untuk dilakukan pemeriksaan Lumbal Punksi, BTA
Sputum, Kultur sputum dan LCS, Rontgen Foto Thorak, dan Brain CT Scan.
Hasil pemeriksaan laboratorium lumbal punksi menunjukkan kesan meningitis
tuberkulosa dengan hasil sebagai berikut volume 2cc, kekeruhan (+), warna putih
kekuningan, jumlah sel: 57/mm3, PMN 20%, MN 80%, glukosa 32 g/dl dalam gula darah
random 142 g/dl. Pemeriksaan elektrolit didapatkan Na+: 125 mmol/L, K+: 92 mmol/L, Cl-:
2,7 mmol/L, Ca2+: 8,6 mmol, lalu terapi ditambahkan dengan Isoniazid 1x300mg,
Pirazinamid 1x1000mg, Rifampisin 1x450mg, Etambutol 1x750mg, Vit B6 3x10mg.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik serta penunjang ditegakkan diagnosa
klinis Suspek Meningitis Tuberkulosa, diagnosa topik Leptomeningen, diagnosa etiologi
Infeksi Mycobacterium tuberculosis, dan dengan diagnosa sekunder hiponatremia et
hipokalemia ec low intake.

21

DAFTAR PUSTAKA
1. www.meningitis.org/disease-info/types-causes/tb-meningitis. Diakses pada Sabtu, 17
Oktober 2013 pukul 22.00 WIB.
2. www.referensikedokteran.blogspot.com/2010/07/meningitis-tb.html.

Diakses

pada

Sabtu, 19 Oktober 2013 pukul 21.15 WIB.


3. Harsono. 2005. Meningitis Tuberkulosa. Buku Ajar Neurologi Klinis. Yogyakarta :
Gadjah Mada University Press.
4. G Thwaites, TTH Chau, NTH Mai, F Drobniewski, K Mc Adam, J Farrar. 2000.
Tuberculosis Meningitis. Journal Neurology Neurosurgery Psychiatry Vol. 68 : 289
299.
5. Prof Dr Mahar Mardjono. 2009 Neurologi Klinis Dasar Jakarta :Penerbitan Dian
Rakyat Jakarta .
6. Grace E.Marx1 and Edward D. Chan .2011 Tuberculous meningitis :Diagnosis and
treatment overview . Hindawi Publishing Corporation
7. Tarakad S Ramachandran ,MBBS ,FRCP FACP .2007 Tuberkulous meningitis
.Medscape Review Article.
8. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Infeksi. Dalam : Buku Ajar Neurologi
Klinis, edisi pertama. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta 1996 : 161-68, 18187
9. Mardjono M, Sidharta P. Mekanisme Infeksi Susunan Saraf. Dalam : Neurologi Klinis
Dasar. Dian Rakyat. Jakarta 2003 : 303-20

22

Anda mungkin juga menyukai