Meningitis Tuberkulosa
Oleh :
Kabhithra Thiayagarajan
0810314289
Preseptor :
2015
BAB I
PENDAHULUAN
Meningitis tuberkulosa merupakan penyakit peradangan pada selaput otak yang
disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosa1. Penyakit ini merupakan salah
satu bentuk komplikasi yang sering muncul pada penyakit tuberkulosis paru. Infeksi primer
yang muncul di paru dapat menyebar secara hematogen maupun limfogen ke berbagai bagian
tubuh di luar paru, seperti perikardium, usus, kulit, tulang, sendi, dan selaput otak. Kuman
TB yang menyerang susunan saraf pusat ditemukan dalam tiga bentuk yaitu meningitis,
tuberkuloma, dan araknoiditis. Ketiganya sering ditemukan pada negara endemis TB dengan
kasus terbanyak berupa meningitis TB2.
Indonesia sebagai salah satu negara dengan prevalensi TB yang cukup tinggi juga
sering ditemukan adanya kasus meningitis TB2. Meningitis tuberkulosis merupakan masalah
kesehatan terutama dalam bidang kesehatan anak dan sebagian besar terjadi pada negara
negara yang sedang berkembang karena tingginya angka kematian dan angka kecacatan 3.
Angka kejadian tertinggi dijumpai pada anak umur 6 bulan 4 atau 6 tahun dan jarang
ditemukan pada anak usia dibawah 6 bulan2. Meningitis TB tidak hanya dijumpai pada anak
anak, tetapi juga dapat menyerang berbagai usia. Pada negara negara non endemis TB,
meningitis TB sering dijumpai pada orang dewasa4.
Meningitis TB paling sering menyebabkan kematian apabila dibandingkan dengan
bentuk infeksi TB lain yang menyerang susunan saraf pusat 3. Angka kematian akibat
meningitis TB berkisar 10% 20%. Sebagian besar akan memberikan gejala sisa dan hanya
18% pasien yang akan kembali normal, baik secara neurologis maupun intelektual2.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi dan anatomi fisiologi
Meningitis adalah inflamasi pada membran yang menutupi central nervous sistem,
yang biasanya dikenal dengan meningens (radang pada arachnoid dan piamater). Meningitis
dapat berkembang sebagai respon dari berbagai kasus, seperti agen infeksi, trauma, kanker,
atau penyalahgunaan obat. Agen infeksi dapat berupa bakteri, virus, ricketsia, protozoa, dan
jamur.
ANATOMI DAN FISIOLOGI
Otak dan sumsum otak belakang diselimuti meningea yang melindungi struktur saraf yang
halus, membawa pembuluh darah dan dengan sekresi sejenis cairan yaitu cairan
serebrospinal.
Meningea terdiri dari tiga lapis, yaitu :
a. Piamater
Yang menyelipkan dirinya ke dalam celah pada otak dan sumsum tulang belakang dan
sebagai akibat dari kontak yang sangat erat akan menyediakan darah untuk strukturstruktur ini.
b. Arachnoid
Merupakan selaput halus yang memisahkan piameter dan duramater.
c. Duramater
Merupakan lapisan paling luar yang padat dan keras berasal dari jaringan ikat tebal
dan kuat.
Meningitis tuberkulosa adalah radang pada selaput otak akibat komplikasi tuberkulosis
primer. Secara histologis meningitis tuberkulosa merupakan meningoensefalitis (tuberkulosa)
dimana terjadi invasi ke selaput dan jaringan susunan saraf3.
2.2 Epidemiologi
Meningitis tuberculosis di hubungkan dengan peningkatan frekuensi dari neurologic
sekuel dan mortalitas jika tidak di obati dengan adekuat .Meningitis tuberkulosa jarang di
temukan di Negara yang telah berkembang dengan 100 sampai 150 kasus yang terjadi di
United States,kurang dari 3%vdari estimasi 4100 kasus per tahun adalah meningitis
tuberculosis.Individu yang memiliki resiko tinggi ialah anak usia muda dengan TB primer
dan pasien yang imunodefisiensi yang dipengaruhi oleh usia ,malnutrisi dan penyakit HIV
dan kanker .Penggunaan obat ant tumor nekrosis faktor alfa (TNF) juga di hubungkan dengan
4
piamater dan arachnoid, CSS, ruang subarachnoid, dan ventrikulus. Akibatnya akan terbentuk
eksudat kental, serofibrinosa, dan gelatinosa oleh kuman dan toksin yang mengandung sel
mononuklear, limfosit, sel plasma, makrofag, sel raksasa, dan fibroblas. Eksudat ini tidak
hanya terkumpul pada ruang subarachnoid saja tapi juga berkumpul di dasar tengkorak.
Eksudat ini juga dapat menyebar melalui pembuluh darah piamater dan menyerang jaringan
otak di bawahnya, menyumbat akuaduktus Sylvii, foramen magendi, formane luschka
sehingga terjadi hidrosefalus, edema papil, dan peningkatan tekanan intrakranial. Kelainan
juga akan terjadi pada pembuluh darah yang berjalan dalam ruang subarachnoid yang berupa
kongesti, peradangan, dan penyumbatan sehingga selain arteritis dan flebitis juga dapat
menyebabkan infark otak terutama pada bagian korteks, medula oblongata, dan ganglia
basalis3.
Selain itu meningitis tuberkulosis dapat juga berkembang sebagai penjalaran infeksi
tuberculosis di mastoid dan spondilitis tuberkulosa .5
2.5 Manifestasi Klinik
Meningitis Tuberkulosis ialah penyakit subakut.Gejala prodromal mempunyai demam
ringan ,malaise ,sakit kepala ,muntah dan perubahan pada perilaku menetap dalm waktu
.Gejala prodromal seperti demam ringan .Kejang tidak selalu di dapat kan pasien .Kejang
didapatkan pada pasien anak-anak yaitu 50% dari kasus pediatric .
Gejala klinik pada pada meningitis bacterial seperti leher yg tegang dan demam mungkin
tidak ada .7
Gejala klinik berdasarkan Stadium .
,
Stadium I (stadium inisial / stadium non spesifik / stadium prodromal)
Stadium ini berlangsung lebih kurang 2 minggu 3 bulan. Permulaan penyakit bersifat
sub akut, sering tanpa panas atau hanya kenaikan suhu yang ringan atau hanya dengan tanda
infeksi umum, muntah, tidak ada nafsu makan, murung, berat badan turun, lemas, sengeng,
tidur terganggu, dan gangguan kesadaran berupa apatis. Gejala tersebut lebih nyata terlihat
pada anak kecil. Pada orang dewasa terdapat panas yang hilang timbul, nyeri kepala,
konstipasi, tidak ada nafsu makan, fotofobia, nyeri punggung, halusinasi, dan sangat gelisah3.
2.5.2 Stadium II (stadium transisional / fase meningitik)
Gejala lebih berat, terdapat kejang umum atau fokal, ditemukan adanya tanda rangsang
meningeal, seluruh tubuh menjadi kaku, terdapat tanda tanda peningkatan tekanan
intrakranial, ubun ubun menonjol, dan muntah lebih hebat. Pada anak dijumpai meningeal
7
cry akibat nyeri kepala yang bertambah berat dan progresif sehingga anak akan berteriak dan
menangis dengan nada yang khas. Kesadaran makin menurun dan dijumpai gangguan pada
nervus kranialis (II, III, IV, VI, VII, VIII). Pada stadium ini dapat terjadi defisit neurologik
fokal seperti hemiparesis, hemiplegia karena infark otak, dan rigiditas deserebrasi. Pada
funduskopi ditemukan atrofi N.II dan koroid tuberkel yaitu kelainan pada retina yang tampak
seperti busa berwarna kuning dan ukurannya sekitar setengah diameter papil3.
2.5.3 Stadium III (koma / fase paralitik)
Pada stadium ini suhu mulai tidak teratur dan semakin tinggi akibat terganggunya
regulasi pada diensefalon. Pernafasan dan nadi juga tidak teratur, dapat ditemukan nafas tipe
kussmaul atau cheyne stokes. Gangguan miksi berupa retensi urin atau inkontinensia urin.
Adanya gangguan kesadaran yang makin menurun sampai koma yang dalam3.
Gejala klasik pada meningitis bacterial seperti kaku pda leher dan demam mmungkin tidak
ada.Pada penderita yang telah perbaikan dari penyakit meningitis tuberculosis mempunyai
neurologi sekuele termasuklah retardasi mental ,gangguan hilang pendengaran
,hidrosefalus ,cranial nerve palsie ,kejang dan demam
2.6 Diagnosis
2.6.1 Anamnesis
Adanya riwayat kejang atau penurunan kesadaran, adanya riwayat kontak dengan
penderita TB, adanya gambaran klinis yang sesuai dengan stadium meningitis TB2,4.
2.6.2 Pemeriksaan Fisik
Hasil dari pemeriksaan fisik tergantung pada stadium penyakit. Pemerikaan tanda
rangsangan meningeal dilakukan seperti tes kaku kuduk ,Brudzinzky 1 ,Brudzinsky II
dan,Kernig test .Kaku kuduk biasanya tidak ditemukan pada anak berusia kurang dari dua
tahun2,4.
2.6.3 Uji Tuberkulin
Uji tuberkulin biasanya dilakukan pada bayi dan anak kecil untuk screening
tuberkulosis2.
2.6.4 Pemeriksaan Laboratorium
- Pemeriksaan darah
Dilakukan pemeriksaan kadar haemoglobin, jumlah dan hitung jenis leukosit, laju endap
darah (LED), kadar glukosa puasa, kadar ureum, elektrolit. Pada meningitis serosa
didapatkan peningkatan leukosit dan LED.9
- CSS dengan cara pungsi lumbal : secara makroskopik akan terlihat jernih dan kadang
sedikit keruh atau ground glass appearance (apabila CSS didiamkan akan terjadi
pengendapan fibrin yang halus seperti sarang laba- laba),kerana peningkatan dari kadar
protein di dalam CSS (100-500mg/dl), jumlah sel antara 10 500/ml dan kebanyakan
limfosit, kadar glukosa rendah antara 20 40mg%, dan kadar klorida dibawah 600mg%4,7
-Pemeriksaan yang dilakukan pada CSS pungsi lumbal ialah :
-Jumlah sel ,differential counts ,sitologi
-kadar glukosa
-kadar protein
-acid fast stain ,gram stain ,
-PCR :memungkin diagnosis yang reliable dan cepat untuk meningitis tuberculosis
walaupun kadang terjadi False negative(<2 coloni forming units per mL)
Pada meningitis tuberculosis biasanya terdapat kenaikan kadar protein dan pleositosis 7
2.6.5 Pemeriksaan Radiologi
- Foto toraks : adanya gambaran tuberkulosis2.
- EEG : ditemukan adanya kelainan yan difus atau fokal2.
- CT Scan Kepala dan MRI : awalnya normal pada stadium awal, kemudian akan
ditemukan enhancement di daerah basal, tampak hidrosefalus komunikans yang disertai
dengan tanda edema otak atau iskemia fokal dini, dapat juga ditemukan tuberkuloma di
korteks serebri atau talamus2.
2.6.6 Kultur darah
Pemeriksaan ini diperlukan untuk menentukan jenis bakteri yang menginfeksi meningen
sehingga dapat diberikan terapi dengan obat yang sesuai oleh penyebabnya.8
2.7 Tatalaksana
Penderita meningitis tuberkulosa harus dirawat di rumah sakit agar mendapatkan terapi
serta perawatan yang intensif. Perawatan umum yang dapat diberikan meliputi pemberian
kebutuhan cairan dan elektrolit, gizi, posisi penderita, perawatan kandung kemih dan
defekasi, dan perawatan lain yang disesuaikan dengan kondisi umum pasien4.
9
Pemberian terapi medikamentosa yang dapat diberikan pada pasien dengan meningitis
TB sebagai berikut4.
-
Rifampisin
Diberikan dengan dosis 10 20 mg/kgBB/hari. Pada orang dewasa diberikan dengan
dosis 600 mg/hari, dengan dosis tunggal selama minimal 9 bulan
Isoniazid
Diberikan dengan dosis 10-20 mg/kgBB/hari. Pada dewasa dengan dosis 400 mg/hari
selama minimal 9 bulan
Etambutol
Diberikan dengan dosis 25 mg/kgBB/hari sampai 1.500 mg/hari selama lebih kurang
2 bulan. Obat ini dapat menyebabkan neuritis optika selama minimal 2 bulan
Pirazinamid
Diberikan dengan dosis 20-40 mg/ KgBB/ hari .Pada dewasa diberikan dosis
maksiamal 600mg selama minimal 2 bulan.
Streptomisin
Diberikan intramuskular selama lebih kurang 3 bulan. Tidak boleh digunakan terlalu
lama. Dosisnya adalah 30-50 mg/kgBB/hari. Selama minimal 2 bulan
Kortikosteroid
Biasanya dipergunakan prednison dengan dosis 2-3 mg/kgBB/hari (dosis normal 20
mg/hari dibagi dalam 3 dosis) selama 2-4 minggu kemudian diteruskan dengan dosis 1
mg/kgBB/hari selama 1-2 minggu. Pemberian kortikosteroid lebih kurang diberikan 3
bulan. Steroid diberikan untuk menghambat reaksi inflamasi, menurunkan edema
serebri, dan mencegah perlengketan meningens.
2.8 Komplikasi
Komplikasi yang menonjol dari meningitis tuberkulosa adalah gejala sisa neurologis
(sekuele). Sekuele terbanyak adalah paresis spastik, kejang, paraplegia, dan gangguan sensori
ekstremitas. Sekuele minor dapat berupa kelainan saraf otak, nistagmus, ataksia, gangguan
ringan pada koordinasi, dan spastisitas. Gangguan intelektual terjadi pada 2/3 pasien yang
hidup2.
10
2.9 Prognosis
Prognosis berbanding lurus dengan tahapan klinis saat pasien didiagnosis dan diterapi.
Semakin lanjut tahapan klinis maka semakin buruk prognosis. Apabila tidak diobati sama
sekali penderita meningitis TB dapat meninggal dunia dalam waktu 6 8 minggu. Prognosis
juga dipengaruhi oleh umur. Anak di bawah usia tiga tahun dan di atas 40 tahun memiliki
prognosis yang lebih buruk2,4.
BAB III
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama
: Ny. R
Jenis Kelamin : Perempuan
No. MR
: 858545
11
Umur
Suku Bangsa
Alamat
Pekerjaan
: 64 tahun
: Minangkabau
: Koto Berapak Bayang Pesisir Selatan
: Ibu Rumah Tangga
Alloanamnesis
Seorang pasien, Ny. R, perempuan, umur 64 tahun dirawat di bangsal Neurologi
RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tanggal 06 Februari 2014 dengan :
Keluhan Utama
Penurunan kesadaran sejak 4 hari yang lalu sebelum masuk ke rumah sakit
Riwayat Penyakit Sekarang
Penurunan kesadaran terjadi secara berangsur angsur sejak 4 hari sebelum masuk
rumah sakit.
Pasien masih membuka mata jika dipanggil oleh keluarga namun tidak
menyambung saat diajak berbicara .
5 hari sebelumnya pasien lebih banyak tidur tetapi masih respon dan membuka
mata saat di panggil dan bicara masih menyambung.
.Keluhan ini disertai dengan demam tidak terlalu tinggi, hilang timbul serta nyeri
kepala seperti tertekan pada sebelah sisi sejak dua minggu yang lalu. Pasien hanya
makan obat yang dibeli di warung untuk mengurangi keluhan demam tersebut.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien sebelumnya dirawat di Rumah Sakit Painan dengan keluhan sakit perut dan
sakit kepala berat selama 3 hari Pasien mendapatkan terapi suportif dan
medikamentosa, pasien dirujuk ke RSUP Dr. M. Djamil Padang setelah 2 hari
perawatan.
Riwayat batuk batuk lama disangkal
Riwayat menderita infeksi paru atau memakan obat obatan selama enam bulan
disangkal.
Riwayat infeksi telinga, sinus, dan gigi disangkal.
Riwayat penurunan berat badan disangkal.
: Sedang
: Komposmentis dengan GCS E4M6V4
: 80x/menit, teratur, pengisian cukup
: abdominotorakal dengan frekuensi 20x/menit
: 110/80mmHg
: 37,80C
STATUS INTERNUS
Kulit
: turgor baik
Ketiak
Rambut
Mata
Leher
: JVP 5 2 cmH2O
Toraks
Paru
Pa
Pe
: Sonor
Au
Jantung
Pa
Pe
: Atas
RIC II
Kanan
LSD
Kiri
Au
Abdomen
13
Pa
Pe
: Timpani
Au
: BU (+) Normal
Punggung
Alat kelamin
: Tidak diperiksa
STATUS NEUROLOGIS
1. Tanda perangsangan selaput otak
Kaku kuduk
(+)
Budzinsky I
(-)
Kernig
(-)
Budzinsky II (-)
N.II (Optikus)
N.VII (Fasialis)
N. X (Vagus)
N.XI (Asesorius)
N.XII (Hipoglosus)
4. Motorik
Gerakan
Kekuatan
Tonus
: eutonus
Trofi
: eutrofi
14
5. Sensorik
Nyeri
Sensibilitas
6. Fungsi otonom
Miksi
Defekasi
Sekresi keringat
7. Sistem refleks
Refleks fisiologis
Biseps : ++/++
Triseps : ++/++
Refleks patologis
KPR
: ++/++
APR
: ++/++
Babinsky
: -/-
Chaddock
: -/-
Oppenheim
: -/-
Schaefer
: -/-
Gordon
: -/-
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Darah
Darah Rutin
: Hb 10,2 g/dL
Ht 30%
Leukosit 10.600/mm3
Trombosit 367.000/mm3
DIAGNOSA KERJA
1. Diagnosa Klinis
2. Diagnosa Topik
: Leptomeningen
: dubia ad bonam
Quo ad sanam
: dubia ad bonam
Quo ad fungsionam
: dubia ad bonam
TERAPI
Umum:
Khusus:
Ceftriakson 2x2 gr iv
Ranitidin 2x50mg iv
Paracetamol 3x750 mg po
KSR 2x600 mg po
FOLLOW UP
Hari 1 (7 Februari 2014)
16
S/ Pasien telah sadar, Kontak (+), Bicara tidak nyambung (+), demam (-)
O/
KU
Sedang
Kesadaran
TD
Komposmentis 110/80
Nd
80x/
Nf
20x/
Suhu
36,8C
RP-/-
A/ Meningitis TB
Hiponatremia et hipokalemia ec low intake
Laboratorium:
LCS:
Makroskopis
Volume 2cc
kekeruhan (+)
warna putih kekuningan
K/ meningitis TB
Mikroskopis
Jumlah sel: 57/mm3
PMN 20% MN 80%
Glukosa 32 g/dl
Isoniazid 1x300mg
Pirazinamid 1x1000mg
Rifampisin 1x450mg
Etambutol 1x750mg
Vit B6 3x10mg
Laxadin syr 3x1cth
FOLLOW UP
Hari 2 (8 Februari 2014)
S/ Pasien telah sadar, Kontak (+), Bicara tidak nyambung (+), demam (+)
O/
KU
Sedang
Kesadaran
TD
Komposmentis 140/80
Nd
88x/
Nf
22x/
Suhu
38,1C
RP-/-
A/ Meningitis TB
Hiponatremia et hipokalemia ec low intake
R/ konsul penyakit dalam
Jawaban konsul penyakit dalam:
Stase ginjal hipertensi
Advise: IVFD NaCl 0,9% 12 jam/kolf
KSR 1x1 tab
Laboratorium:
Na: 129 mmol/L
18
K: 2,3 mmol/L
Cl: 97 mmol/L
Koreksi K: (4-2,3)x55x0,3=28 drip KCl 1 flc (25 mEq) dalam 300cc NaCl 0,9% habis
dalam 6 jam
Koreksi Na: (140-129)x55x0,6=363 lanjutkan IVFD NaCl 3% 1 kolf (12jam/kolf)
R/ cek ulang elektrolit post koreksi
Th/ lanjut. Ranitidin off
FOLLOW UP
Hari 3 (9 Februari 2014)
S/ Pasien telah sadar, Kontak (+), Bicara tidak nyambung (+), demam (-)
O/
KU
Sedang
Kesadaran
TD
Komposmentis 140/80
Nd
84x/
Nf
20x/
Suhu
37,1C
RP-/-
Laboratorium:
Na: 129
K: 2,7 koreksi kalium drip KCl 1 flc (25 mEq) dalam 300cc NaCl 0,9% habis dalam 6 jam
A/ Meningitis TB
Hiponatremia et hipokalemia ec low intake
Th/ lanjut
FOLLOW UP
Hari 4 (10 Februari 2014)
19
S/ Pasien telah sadar, Kontak (+), Bicara tidak nyambung (+), demam (+)
O/
KU
Sedang
Kesadaran
TD
Komposmentis 140/80
Nd
88x/
Nf
22x/
Suhu
38,1C
RP-/-
A/ Meningitis TB
Hiponatremia et hipokalemia ec low intake
Th/ lanjut
Follow up dari bagian penyakit dalam:
Advise: EKG jika ditemukan gelombang U koreksi KCl intravena
20
BAB IV
DISKUSI
Telah dirawat seorang pasien perempuan berusia 64 tahun sejak tanggal 6 Februari
2014 di RSUP Dr. M. Djamil Padang dengan keluhan utama penurunan kesadaran sejak 4
hari sebelum masuk rumah sakit. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Berdasarkan anamnesis diketahui bahwa penurunan kesadaran terjadi secara
berangsur angsur sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien tampak lebih banyak
tidur dan baru respon dan membuka mata jika dipanggil oleh keluarga. Keluhan ini disertai
dengan demam tidak tinggi, hilang timbul serta nyeri kepala seperti tertekan di sebelah kepala
sejak dua minggu yang lalu. Sebelumnya pasien telah dirawat di RSUD Painan selama 3 hari
dengan keluhan penurunan kesadaran kemudian dirujuk ke RSUP Dr. M. Djamil Padang.
Riwayat batuk batuk lama disangkal. Pasien memiliki riwayat kontak erat dengan penderita
batuk lama yang sudah mendapatkan obat paket 6 bulan yaitu suaminya.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran pasien komposmentis dengan GCS 14
(E4M6V4), tanda rangsang meningeal (+), peninggian tekanan intrakranial (-). Pada
pemeriksaan nervus kranialis didapatkan pupil isokor dengan diameter 3mm/3mm, refleks
cahaya +/+, dolls eye manouver (+),motorik tidak ada lateralisasi,sensorik respon terhadap
rangsangan nyeri, refleks fisiologis ++/++, dan refleks patologis -/Penatalaksanaan umum yang diberikan pada pasien ini berupa elevasi kepala, IVFD
NaCl 0,9% 12 jam/kolf, elevasi kepala 30o, O2 3L/i, IVFD NaCl 0,9% 12jam/kolf, Diet ML
TKTP 1700 kkal, Ceftriakson 2x2 gr iv, Ranitidin 2x50mg iv, Paracetamol 3x750 mg po, KSR
2x600 mg po. Pasien ini direncanakan untuk dilakukan pemeriksaan Lumbal Punksi, BTA
Sputum, Kultur sputum dan LCS, Rontgen Foto Thorak, dan Brain CT Scan.
Hasil pemeriksaan laboratorium lumbal punksi menunjukkan kesan meningitis
tuberkulosa dengan hasil sebagai berikut volume 2cc, kekeruhan (+), warna putih
kekuningan, jumlah sel: 57/mm3, PMN 20%, MN 80%, glukosa 32 g/dl dalam gula darah
random 142 g/dl. Pemeriksaan elektrolit didapatkan Na+: 125 mmol/L, K+: 92 mmol/L, Cl-:
2,7 mmol/L, Ca2+: 8,6 mmol, lalu terapi ditambahkan dengan Isoniazid 1x300mg,
Pirazinamid 1x1000mg, Rifampisin 1x450mg, Etambutol 1x750mg, Vit B6 3x10mg.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik serta penunjang ditegakkan diagnosa
klinis Suspek Meningitis Tuberkulosa, diagnosa topik Leptomeningen, diagnosa etiologi
Infeksi Mycobacterium tuberculosis, dan dengan diagnosa sekunder hiponatremia et
hipokalemia ec low intake.
21
DAFTAR PUSTAKA
1. www.meningitis.org/disease-info/types-causes/tb-meningitis. Diakses pada Sabtu, 17
Oktober 2013 pukul 22.00 WIB.
2. www.referensikedokteran.blogspot.com/2010/07/meningitis-tb.html.
Diakses
pada
22