Anda di halaman 1dari 36

KEPERAWATAN ANAK I

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

DENGAN PASIEN MENINGITIS DAN DENGAN PASIEN KEJANG

OLEH:

KELOMPOK 4

SEMESTER IV C

Nama Kelompok:

Ni Kadek Emmawati C1118073

Ni Putu Ayuni Trisna Dewi C1118074

Ni Kadek Rai Indrayanti C1118080

Desak Putu Muliani Purnama Dewi C1118081

Ni Putu Ayuk Chandra Verghinia C1118084

Ni Putu Mita Ananda Pertiwi C1118089

I Made Riska Pradnyatana C1118100

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

BINA USADA BALI

2020
KONSEP DASAR PENYAKIT
A. Pengertian penyakit
Meningitis adalah inflamasi akut pada meninges. Organisme penyebab
meningitis bakterial memasuki area secara langsung sebagai akibat cedera traumatik
atau secara tidak langsung bila dipindahkan dari tempat lain di dalam tubuh ke dalam
cairan serebrospinal (CSS). Berbagai agens dapat menimbulkan inflamasi pada
meninges termasuk bakteri, virus, jamur, dan zat kimia (Betz, 2011). Meningitis
adalah infeksi yang terjadi pada selaput otak (termasuk durameter, arachnoid, dan
piameter) (Harold, 2010). Meningitis adalah peradangan pada selaput meningen,
cairan serebrospinal dan spinal column yang menyebabkan proses infeksi pada sistem
saraf pusat (Suriadi, 2012). Berdasarkan pengertian-pengertian di atas dapat
disimpulkan bahwa meningitis adalah suatu peradangan dari selaput-selaput
(meningen) yang mengelilingi otak dan sumsum tulang belakang (spinal cord).
B. Etiologi
1. Bakteri : mycbakterium tuberculosa diplococus pneumoniae (pneumokok ),
Neisseria meningitis (meningokok), streptococus haemolyticuss,
staphylococus aureus.
2. Virus, toxoplasma gondhii dan rickettsia
3. Faktor fredisposisi : jenis kelamin laki-laki lebih sering dari pada wanita
4. Faktor maternal : ruptur membran fetal, infesi maternal pada minggu terakhir
kehamilan
5. Faktor imunologi : defisiensi mekanisme imun, defisiensi immunoglobin.
6. Kelainan sistem saraf pusat, pembedahan atau injury yang berhubungan
dengan sistem persarafan.(Wijaya, 2013, hal. 24)
C. Epidemiologi
Sekitar 600.000 kasus meningitis terjadi di seluruh dunia setiap tahunnya,
dengan 180.000 kematian dan 75.000 gangguan pendengaran yang berat. Setidaknya
25.000 kasus baru meningitis bakterial muncul tiap tahunnya di Amerika Serikat,
tetapi penyakit ini jauh lebih sering ditemukan di negara-negara sedang berkembang.
Sekitar 75% kasus terjadi pada anak-anak dibawah usia 5 tahun.4 Menurut Mawson
dan Dawes (1979), penderita yang mengalami meningitis otogenik akibat komplikasi
dari otitis media berumur sekitar 10-20 tahun, sedangkan menurut Soeseno B (1987)
penderita yang mengalami meningitis otogenik akibat komplikasi dari otitis media
berumur sekitar antara 13 – 18 tahun.8 Herdiana dan Soeseno B (1996-1999), pada
penelitian di RS Dr. Hasan sadikin Bandung, menjumpai 11 kasus penderita
meningitis dari 4160 kasus Otitis Media Suppurativa Kronik (OMSK) yang datang
berobat (0.26%) dengan usia termuda 2 tahun dan usia tertua 45 tahun. Perbandingan
laki-laki dan wanita 8: 3.9 Prevalensi meningitis otogenik dilaporkan antara 19 – 51%
pada kasus meningitis bakterial akut.2 Sedangkan menurut Geyik et al (2002). rasio
meningitis oleh karena akut sekunder dan otitis media kronik pada kasus meningitis
bakterial akut sekitar 21%.4 Kangsanarak et al (1993) melaporkan kasus-kasus
meningitis otogenik berasal dari komplikasi intrakranial 0.24% dan ekstrakranial
0.45%.5 Facial Paralysis, subperiosteal abscess dan labirynthitis merupakan
komplikasi dari group komplikasi ekstrakranial dan meningitis serta brain abscess
paling sering dijumpai pada group komplikasi intrakranial.
D. Patofisiologi
Meningitis bakteri dimulai sebagai infeksi dari orofaring dan diikuti dengan
septikemia, yang menyebar ke meningen otak dan medula spinalis bagian atas. Faktor
predisposisi mencakup infeksi jalan nafas bagian atas, otitis media, mastoiditis,
anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain, prosedur bedah saraf baru, trauma kepala
dan pengaruh imunologis. Saluran vena yang melalui nasofaring posterior, telinga
bagian tengah dan saluran mastoid menuju otak dan dekat saluran vena-vena
meningen; semuanya ini penghubung yang menyokong perkembangan bakteri.
Organisme masuk ke dalam aliran darah dan menyebabkan reaksi radang di dalam
meningen dan di bawah korteks yang dapat menyebabkan trombus dan penurunan
aliran darah serebral. Jaringan serebral mengalami gangguan metabolisme akibat
eksudat meningen, vaskulitis dan hipoperfusi. Eksudat purulen dapat menyebar
sampai dasar otak dan medula spinalis. Radang juga menyebar ke dinding membran
ventrikel serebral. Meningitis bakteri dihubungkan dengan perubahan fisiologis
intrakranial, yang terdiri dari peningkatan permeabilitas pada darah, daerah
pertahanan otak (barier otak), edema serebral dan peningkatan TIK. Pada infeksi akut
pasien meninggal akibat toksin bakteri sebelum terjadi meningitis. Infeksi terbanyak
dari pasien ini dengan kerusakan adrenal, kolaps sirkulasi dan dihubungkan dengan
meluasnya hemoragi (pada sindromWaterhouse-Friderichssen) sebagai akibat
terjadinya kerusakan endotel dan nekrosis pembuluh darah yang disebabkan oleh
meningokokus (Corwin, 2011).
E. Tanda dan Gejala (Manifestasi Klinis)
1. Neonatus : menolak untuk makan, refleks menghisap kurang, muntah, diare,
tonus otot melemah, menangis lemah.
2. Anak-anak dan remaja : demam tinggi, sakit kepala, muntah, perubahan
sensori, kejang, mudah terstimulasi, foto pobia, delirium, halusinasi, maniak,
stupor, koma, kaku kuduk, tanda kernig dan brudinzinski positif, ptechial
(menunjukkan infeksi meningococal) (Nurarif, 2013)
F. Klasifikasi
1. Meningitis diklasifikasikan sesuai dengan faktor penyebabnya :
a. Asepsis Meningitis asepsis mengacu pada salah satu meningitis virus
atau menyebabkan iritasi meningen yang disebabkan oleh abses otak,
ensefalitis, limfoma, leukimia, atau darah di ruang subarakhnoid.
Eksudat yang biasanya terjadi pada meningitis bakteri tidak terjadi
pada meningitis virus dan tidak ditemukan organisme pada kultur
cairan otak. Peradangan terjadi pada seluruh korteks serebri dan
lapisan otak. Mekanisme atau respons dari jaringan otak terhadap virus
bervariasi bergantung pada jenis sel yang terlibat.
b. Sepsis Meningitis sepsis menunjukkan meningitis yang disebabkan
oleh organisme bakteri seperti meningokokus, stafilokokus, atau
basilus influenza. Bakteri paling sering dijumpai pada meningitis
bakteri akut, yaitu Neiserria meningitdis (meningitis meningokokus),
Streptococcus pneumoniae (pada dewasa), dan Haemophilus
influenzae (pada anakanak dan dewasa muda). Bentuk penularannya
melalui kontak langsung, yang mencakup droplet dan sekret dari
hidung dan tenggorok yang membawa kuman (paling sering) atau
infeksi dari orang lain. Akibatnya, banyak yang tidak berkembang
menjadi infeksi tetapi menjadi pembawa (carrier). Insiden tertinggi
pada meningitis disebabkan oleh bakteri gram negatif yang terjadi pada
lansia sama seperti pada seseorang yang menjalani bedah saraf atau
seseorang yang mengalami gangguan respons imun.
c. Tuberkulosa Meningitis tuberkulosa disebabkan oleh basilus tuberkel.
Infeksi meningen umumnya dihubungkan dengan satu atau dua jalan,
yaitu melalui salah satu aliran darah sebagai konsekuensi dari infeksi-
infeksi bagian lain, seperti selulitis, atau melalui penekanan langsung
seperti didapat setelah cedera traumatik tulang wajah. Dalam jumlah
kecil pada beberapa kasus merupakan iatrogenik atau hasil sekunder
prosedur invasif seperti lumbal pungsi) atau alat-alat invasif (seperti
alat pemantau TIK) (Muttaqin, 2012).
Meningitis dibagi menjadi 2 golongan berdasarkan perubahan yang
terjadi pada cairan otak, yaitu :
1) Meningitis Serosa Adalah radang selaput otak araknoid dan
piameter yang disertai cairan otak yang jernih. Penyebab
terseringnya adalah Mycobacterium tuberculosa. Penyebab
lainnya virus, Toxoplasma gondhii dan Ricketsia
2) Meningitis Purulenta Adalah radang bernanah arakhnoid dan
piameter yang meliputi otak dan medula spinalis. Penyebabnya
antara lain : Diplococcus pneumoniae (pneumokokus),
Neisseria meningitis (meningokokus), Streptococcus
haemolyticuss, Staphylococcus aureus, Haemophilus
influenzae, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae,
Peudomonas aeruginosa (Satyanegara, 2010).
G. Komplikasi
Menurut (Riyadi & Sukarmin, 2010) komplikasi yang dapat muncul pada anak
dengan meningitis antara lain. a. Munculnya cairan pada lapisan subdural (efusi
subdural). Cairan ini muncul karena adanya desakan pada intrakranial yang
meningkat sehingga memungkinkan lolosnya cairan dari lapisan otak ke daerah
subdural. b. Peradangan pada daerah ventrikuler otak (ventrikulitis). Abses pada
meningen dapat sampai ke jaringan kranial lain baik melalui perembetan langsung
maupun hematogen termasuk ke ventrikuler. c. Hidrosepalus. Peradangan pada
meningen dapat merangsang kenaikan produksi Liquor Cerebro Spinal (LCS). Cairan
LCS pada meningitis lebih kental sehingga memungkinkan terjadinya sumbatan pada
saluran LCS yang menuju medulla spinalis. Cairan tersebut akhirnya banyak tertahan
di intracranial. d. Abses otak. Abses otak terjadi apabila infeksi sudah menyebar ke
otak karena meningitis tidak mendapat pengobatan dan penatalaksanaan yang tepat. e.
Epilepsi. f. Retardasi mental. Retardasi mental kemungkinan terjadi karena meningitis
yang sudah menyebar ke serebrum sehingga mengganggu gyrus otak anak sebagai
tempat menyimpan memori. 12 g. Serangan meningitis berulang. Kondisi ini terjadi
karena pengobatan yang tidak tuntas atau mikroorganisme yang sudah resisten
terhadap antibiotik yang digunakan untuk pengobatan.
H. Pemeriksaan Penunjang/ Diagnostik
1. Pemeriksaan pungsi lumbal Dilakukan untuk menganalisa jumlah sel dan
protein cairan cerebrospinal, dengan syarat tidak ditemukan adanya
peningkatan tekanan intracranial
a. Pada meningitis serosa terdapat tekanan yang bervariasi, cairan jernih,
sel darah putih meningkat, glukosa dan protein normal, kultur (-).
b. Pada meningitis purulenta terdapat tekanan meningkat, cairan keruh,
jumlah sel darah putih dan protein meningkat, glukosa menurun, kultur
(+) beberapa jenis bakteri.
2. Pemeriksaan darah Dilakukan pemeriksaan kadar Hb, jumlah leukosit, Laju
Endap Darah (LED), kadar glukosa, kadar ureum, elektrolit dan kultur.
a. Pada Meningitis Serosa didapatkan peningkatan leukosit saja. Di
samping itu, pada Meningitis Tuberkulosa didapatkan juga
peningkatan LED.
b. Pada Meningitis Purulenta didapatkan peningkatan leukosit
3. Pemeriksaan Radiologis
a. Pada Meningitis Serosa dilakukan foto dada, foto kepala, bila mungkin
dilakukan CT Scan.
b. Pada Meningitis Purulenta dilakukan foto kepala (periksa mastoid,
sinus paranasal, gigi geligi) dan foto dada (Smeltzer, 2012).
I. Penatalaksanaan
Penatalaksaan medis meningitis yaitu :
1. Antibiotik sesuai jenis agen penyebab
2. Steroid untuk mengatasi inflamasi
3. Antipiretik untuk mengatasi demam
4. Antikonvulsant untuk mencegah kejang
5. Neuroprotector untuk menyelamatkan sel-sel otak yang masih bisa
dipertahankan
6. Pembedahan : seperti dilakukan VP Shunt (Ventrikel Peritoneal Shunt)
Ventriculoperitoneal Shunt adalah prosedur pembedahan yang dilakukan
untuk membebaskan tekanan intrakranial yang diakibatkan oleh terlalu
banyaknya cairan serbrospinal. Cairan dialirkan dari ventrikel di otak menuju
rongga peritoneum. Prosedur pembedahan ini dilakukan di dalam kamar
operasi dengan anastesi umum selama sekitar 90 menit. Rambut di belakang
telinga dicukur, lalu dibuat insisi tapal kuda di belakang telinga dan insisi
kecil lainnya di dinding abdomen. Lubang kecil dibuat pada tulang kepala,
lalu selang kateter dimasukkan ke dalam ventrikel otak. Kateter lain
dimasukkan ke bawah kulit melalui insisi di belakang telinga, menuju ke
rongga peritoneum. Sebuah katup diletakkan di bawah kulit di belakang
telinga yang menempel pada kedua kateter. Bila terdapat tekanan intrakranial
meningkat, maka CSS akan mengalir melalui katup menuju rongga
peritoneum (Jeferson, 2014). Terapi bedah merupakan pilihan yang lebih baik.
Alternatif lain selain pemasangan shunt antara lain:
a. Choroid pleksotomi atau koagulasi pleksus Choroid
b. Membuka stenosis akuaduktus
c. Eksisi tumor
d. Fenestrasi endoskopi
J. Pathway
K. Pengkajian
1. Biodata klien
2. Riwayat kesehatan yang lalu
a. Apakah pernah menderita penyait ISPA dan TBC ?
b. Apakah pernah jatuh atau trauma kepala ?
c. Pernahkah operasi daerah kepala ?
3. Data bio-psiko-sosial
a. Aktivitas
Gejala : Perasaan tidak enak (malaise).
Tanda : ataksia, kelumpuhan, gerakan involunter.
b. Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat kardiopatologi : endokarditis dan PJK.
Tanda : tekanan darah meningkat, nadi menurun, dan tekanan nadi
berat, taikardi, disritmia.
c. Eliminasi
Tanda : Inkontinensi dan atau retensi.
d. Makan
Gejala : Kehilangan nafsu makan, sulit menelan.
Tanda : anoreksia, muntah, turgor kulit jelek dan membran mukosa
kering.
e. Higiene
Tanda : Ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan diri.
f. Neurosensori
Gejala : Sakit kepala, parestesia, terasa kaku pada persarafan yang
terkena, kehilangan sensasi, hiperalgesia, kejang, diplopia, fotofobia,
ketulian dan halusinasi penciuman.
Tanda : letargi sampai kebingungan berat hingga koma, delusi dan
halusinasi, kehilangan memori, afasia,anisokor, nistagmus,ptosis,
kejang umum/lokal, hemiparese, tanda brudzinki positif dan atau
kernig positif, rigiditas nukal, babinski positif,reflek abdominal
menurun dan reflek kremastetik hilang pada laki-laki.
g. Nyeri/keamanan
Gejala : sakit kepala (berdenyut hebat, frontal).
Tanda : gelisah, menangis.
h. Pernafasan
Gejala : riwayat infeksi sinus atau paru.
Tanda : peningkatan kerja pernafasan.
L. Diagnosa yang mungkin muncul
1. Potensial terjadinya injuri berhubungan dengan adanya kejang, perubahan status
mental dan penurunan tingkat kesadaran
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan sekret pada
saluran nafas.
M. Intervensi

NO DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA INTERVENSI RASIONAL


KEPERAWATAN HASIL
1 Potensial terjadinya injuri Setelah dilakukan asuhan NIC a. Gambaran
berhubungan dengan keperawatan …..x 24 jam di 1. Memonitor tingkat tribalitas sistem
adanya kejang, perubahan harapkan pasien bebas dari injuri kesadaran saraf pusat
status mental dan yang disebabkan oleh kejang dan 2. Pantau ukuran pupil, memerlukan
penurunan tingkat penurunan kesadaran dengan buentuk, kesimerisan, dan evaluasi yang
kesadaran kriteria hasil : reaktivitas sesuai dengan
NOC 3. Monitor reflex kornea intervensi yang
1. Status neurologi : 4. Monitor fefleks kekuatan tepat untuk
kesadaran ( hlm. 546) pegangan mencegah
a. Buka mata denga 5. Monitor tanda tanda vital terjadinya
stimulus eksternal komplikasi.
dipertahan kan pada b. Untuk memantau
skala 3 dintingkatkan bila kejang
ke skala 5 terjadi
b. Aktivitas kejang
dipertahankan pada
skala 3 di tingkatkan
ke skala 5
c. Fleksi abnormal di
pertahankan pada skala
3 di tingkatkan ke
skala 5
d. Tidak sadarkan diri di
pertahankan pada skala
3 di tingkatkan ke
skala 5
2. Tanda tanda vital (hlm.
563)
a. Suhu tubuh
dipertahankan pada
skala 2 di tingkatkan
ke skala 4
b. Denyut nadi
dipertahankan pada
skala 3 di tingkatkan
ke skala 5
c. Pernafasan di
pertahankan pada skala
3 di rtingkatkan ke
skala 5
d. Tekanan darah
dipertahankan pada
skala 3 ditingkatkan
pada skala 5

2 Ketidakefektifan bersihan Setelah dilakukan asuhan NIC a. Peninggian kepala


jalan nafas berhubungan keparawatan selama …x24 jan di 1. Manajemen jalan nafas tempat tidur
dengan penumpukan harapkan pasien jalan nafas ( hlm. 186 ) memudahkan
sekret pada saluran nafas Kembali efektif dengan kriteria a. Posisikan pasien intuk pernapasan,
hasil : memaksimalkan meningkatkan
NOC ventilasi ekspansi dada, dan
1. Sttus pernafasan: b. Buang secret untuk meningkatkan batuk
kepatenan jalan nafas memotivasi untuk lebih efektif
( hlm. 558) melakukan batuk atau b. Klien berada ada
a. Frekuensi pernafasan menyedot lender risiko tinggi bila
dipertahankan pada c. Monitor ststus tidak dapat batuk
skala 3 ditingkatkan ke pernafasan dab dengan efektif untuk
skala 5 oksigenasi membersihkan jalan
b. Irama pernafasan di 2. Monitor pernafasan napas dan
pertahankan pada skala ( hlm.236) mengalami kesulitan
3 di tingkatkan ke a. Monitor kecepatan, dalam menelan,
skala 5 irama, kedalaman, dan sehingga
2. Tanda tanda vital kesulitan bernafas menyebabkan
( hlm.563) b. Monitor saturasi aspirasi saliva dan
a. Suhu tubuh di oksigen mencetuskan gagal
pertahankan pada skala c. Monitor suara nafas napas akut
3 di tingkatkan pada 3. Monitor tanda tanda vital ( c. Pengisapan mungkin
skala 5 hlm. 237 diperlukan untuk
b. Denyut nadi di a. Monitor tekanan mempertahankan
pertahankan pada skala darah. Nadi ,suhu, dan kepatenan jalan
3 di tingkatkan ke pernafasan napas menjadi
skala 5 bersih.
c. Tungkat pernafasan
dipertahankan pada
skala 3 ditingkatkan ke
skala 5
d. Tekanan darah
dipertahankan pada
skala 3 di tingkatkan
ke skala 5
N. EVALUASI

Fase terakrir dalam proses keperawatan. Evaluasi merupakan aktivitas yang


direncanakan, berkelanjutan dan terarah Ketika pasien dan professional Kesehatan
mementukan kemajuan pasien menuju pencapaian tujuan atau hasil dan keefektifan
rencana asuhan keperawatan evaluasi ini akan menentukan apakah intervensi
keperawatan harus diakhiri, di lanjutkan atau dirubah.
Daftar Pustaka

Betz, Cecily Lynn. 2011. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta : EGC. Corwin, Elizabeth
J. 2011. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC. Herdman, T. 2009. Nursing Diagnoses
: Definition and Classification 2012 – 2014. Jakarta : EGC Jeferson, Thomas. 2012.
Ventriculoperitoneal Shunt. Thomas Jeferson University Hospital

Muttaqin, Arif. 2012. Buku Ajar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem Persarafan.
Jakarta : Salemba Medika. Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2013. Aplikasi
Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA (North America
Nursing Diagnosis Association) NIC-NOC. Yogyakarta : Mediaction Publishing.
Satyanegara. 2011. Ilmu Bedah Saraf edisi IV. Tangerang : Gramedia Pustaka

T.HeatherHerdman,PhD,RN,FNI. Shigemi Kamitsuru,PhD,RN,FNI 2018 NANDA-1 edisi


11. prof. Dr Budi Anna Keliat,S.Kp.,Mapp.Sc Jakarta: EGC 2018 . 2020

SUE Moorhead, PhD,RN.Marion Johnson,PhD,RN.Meridean L.Maas,


PhD,RN,FAAN.Elizabeth Swanson,PhD,RN. Nursing outcomes classificstion(NOC)
Edisi 5 .indonesia 2017

Gloria M.Bulechek.Howard.K.Joane M. Dochterman.Cheryl M.Wagner.2017 Nursing


KONSEP DASAR PENYAKIT

A. Pengertian Penyakit
Kejang merupakan suatu manifestasi klinis berupa perubahan
perilaku yang bersifat sementara dan tiba – tiba yang merupakan hasil dari
aktivitas listrik yang abnormal di dalam otak. Jika gangguan aktivitas
listrik ini terbatas pada area otak tertentu, maka dapat menimbulkan kejang
yang bersifat parsial, namun jika gangguan aktivitas listrik terjadi di
seluruh area otak maka dapat menimbulkan kejang yang bersifat umum.
(Deliana, M. (2016))
B. Etiologi
Penentuan faktor penyebab kejang sangat menentukan untuk tatalaksana
selanjutnya, karena kejang dapat diakibatkan berbagai macam etiologi.
Adapun etiologi kejang yang tersering pada anak sebagai berikut:
1. Kejang demam
2. Infeksi: meningitis, ensefalitis
3. Gangguan metabolik: hipoglikemia, hiponatremia, hipoksemia,
hipokalsemia, gangguan elektrolit, defisiensi piridoksin, gagal
ginjal, gagal hati, gangguan metabolik bawaan
4. Trauma kepala
5. Keracunan: alkohol, teofilin
6. Penghentian obat anti epilepsi
7. Lain-lain: enselopati hipertensi, tumor otak, perdarahan
intrakranial, idiopatik (Gunawan, P. I., & Saharso, D. (2012))
C. Epidemiologi
Risiko seumur hidup terhadap terjadinya kejang umum adalah 3-4%
dengan puncak kejadian pada awal kejang (kejang neonates atau tumor
dan stroke) kehidupan.Kita ketahui epilepsy adalah salah satu penyakit
tertua di dunia dan menempati urutan kedua dari penyakit saraf setelah
gangguan peredaran otak. Penyakit ini diderita oleh kurang lebih 50 juta
orang di seluruh dunia. Epilepsi 5 bertanggung jawab terhadap 1% dari
beban penyakit global, dimana 80% beban tersebut berada di negara
berkembang. Pada negara berkembang di beberapa area 80- 90% kasus
tidak menerima pengobatan sama sekali.
Secara keseluruhan insiden epilepsi pada negara maju berkisar
antara 40-70 kasus per 100.000 orang per tahun. Di negara berkembang,
insiden berkisar antara 100-190 kasus per 100.000 orang per tahun.
Prevalensi dari epilepsi bervariasi antara 5-10 kasus per 1.000 orang.
Di Indonesia belum ada data yang pasti mengenai penderita
epilepsi, tetapi diperkirakan ada 1-2 juta penderita epilepsi. Prevalensi
epilepsi di Indonesia adalah 5-10 kasus per 1.000 orang dan insiden 50
kasus per 100.000 orang per tahun. Menurut Center for Disease and
Prevention (CDC) pada tahun 2010 di AS, epilepsy mempengaruhi 2,5
juta orang . Survie dari dokter, pelaporan diri, dan penelitian dari
campuran beberapa sumber ini, di simpulkan bahwa kejadian dan
prevalensi kejang dan epilepsi, kejang epilepsy pertama terjadi apada
300.000 orang setiap tahunnya, 120.000 orang berusia > 18 tahun, dan
antara 75.000 dan 100.00 diantaranya adalah anak- anak muda yang
berusia 5 tahun yang mengalami kejang demam. Laki – laki memiliki
sedikit lebih beresiko daripada perempuan. (Ramadhoan, I., Festy, P., KM,
S., & Kes, M. (2015))
D. Patofisiologi
Kejang adalah manifestasi klinis khas yang berlangsung secara intermitten
dapat berupa gangguan kesadaran, tingkah laku, emosi, motorik, sensorik,
dan atau otonom yang disebabkan oleh lepasnya muatan listrik yang
berlebihan di neuron otak. 1,3 Status epileptikus adalah kejang yang
terjadi lebih dari 30 menit atu kejang berulang lebih dari 30 menit tanpa
disertai pemulihan kesadaran. Mekanisme dasar terjadinya kejang adalah
peningkatan aktifitas listrik yang berlebihan pada neuron-neuron dan
mampu secara berurutan merangsang sel neuron lain secara bersama-sama
melepaskan muatan listriknya. Hal tersebut diduga disebabkan oleh;
1. Kemampuan membran sel sebagai pacemaker neuron untuk
melepaskan muatan listrik yang berlebihan;
2. Berkurangnya inhibisi oleh neurotransmitter asam gama amino
butirat [GABA]; atau
3. Meningkatnya eksitasi sinaptik oleh transmiter asam glutamat dan
aspartat melalui jalur eksitasi yang berulang. 3,4,5 Status
epileptikus terjadi oleh karena proses eksitasi yang berlebihan
berlangsung terus menerus, di samping akibat ilnhibisi yang tidak
sempurna. (Deliana, M. (2016))
E. Tanda dan Gejala/Manifestasi Klinis
1. Kejang parsial ( fokal, lokal )
a. Kejang parsial sederhana :
Kesadaran tidak terganggu, dapat mencakup satu atau lebih hal berikut
ini :
1) Tanda – tanda motoris, kedutan pada wajah, atau salah satu sisi
Tanda atau gejala otonomik: muntah,berkeringat, muka merah,
dilatasi pupil.
2) Gejala somatosensoris atau sensoris khusus : mendengar musik,
merasa seakan jatuh dari udara, parestesia
3) Gejala psikis : dejavu, rasa takut, visi panoramik.
4) Kejang tubuh; umumnya gerakan setipa kejang sama.
b. Parsial kompleks
1) Terdapat gangguankesadaran, walaupun pada awalnya sebagai
kejang parsial simpleks
2) Dapat mencakup otomatisme atau gerakan otomatik :
mengecap – ngecapkan bibir,mengunyah, gerakan menongkel
yang berulang – ulang pada tangan dan gerakan tangan
lainnya.
3) Dapat tanpa otomatisme : tatapan terpaku
2. Kejang umum ( konvulsi atau non konvulsi )
a. Kejang absens
1. Gangguan kewaspadaan dan responsivitas
2. Ditandai dengan tatapan terpaku yang umumnya berlangsung
kurang dari 15 detik
3. Awitan dan akhiran cepat, setelah itu kempali waspada dan
konsentrasi penuh
b. Kejang mioklonik
1. Kedutan – kedutan involunter pada otot atau sekelompok otot yang
terjadi secara mendadak.
2. Sering terlihat pada orang sehat selaam tidur tetapi bila patologik
berupa kedutan keduatn sinkrondari bahu, leher, lengan atas dan
kaki.
3. Umumnya berlangsung kurang dari 5 detik dan terjadi dalam
kelompok
4. Kehilangan kesadaran hanya sesaat.
c. Kejang tonik klonik
1. Diawali dengan kehilangan kesadaran dan saat tonik, kaku umum
pada otot ekstremitas, batang tubuh dan wajah yang berlangsung
kurang dari 1 menit
2. Dapat disertai hilangnya kontrol usus dan kandung kemih
3. Saat tonik diikuti klonik pada ekstrenitas atas dan bawah.
4. Letargi, konvulsi, dan tidur dalam fase postictal
d. Kejang atonik
1. Hilngnya tonus secara mendadak sehingga dapat menyebabkan
kelopak mata turun, kepala menunduk,atau jatuh ke tanah.
2. Singkat dan terjadi tanpa peringatan. (Gunawan, P. I., & Saharso,
D. (2012))
F. Klasifikasi
Kejang yang merupakan pergerakan abnormal atau perubahan tonus badan
dan tungkai dapat diklasifikasikan menjadi 3 bagian yaitu: kejang, klonik,
kejang tonik dan kejang mioklonik.
1. Kejang Tonik
Kejang ini biasanya terdapat pada bayi baru lahir dengan berat
badan rendah dengan masa kehamilan kurang dari 34 minggu dan
bayi dengan komplikasi prenatal berat. Bentuk klinis kejang ini
yaitu berupa pergerakan tonik satu ekstrimitas atau pergerakan
tonik umum dengan ekstensi lengan dan tungkai yang menyerupai
deserebrasi atau ekstensi tungkai dan fleksi lengan bawah dengan
bentuk dekortikasi. Bentuk kejang tonik yang menyerupai
deserebrasi harus di bedakan dengan sikap epistotonus yang
disebabkan oleh rangsang meningkat karena infeksi selaput otak
atau kernikterus
2. Kejang Klonik
Kejang Klonik dapat berbentuk fokal, unilateral, bilateral dengan
pemulaan fokal dan multifokal yang berpindah-pindah. Bentuk
klinis kejang klonik fokal berlangsung 1 – 3 detik, terlokalisasi
dengan baik, tidak disertai gangguan kesadaran dan biasanya tidak
diikuti oleh fase tonik. Bentuk kejang ini dapat disebabkan oleh
kontusio cerebri akibat trauma fokal pada bayi besar dan cukup
bulan atau oleh ensepalopati metabolik.
3. Kejang Mioklonik
Gambaran klinis yang terlihat adalah gerakan ekstensi dan fleksi
lengan atau keempat anggota gerak yang berulang dan terjadinya
cepat. Gerakan tersebut menyerupai reflek moro. Kejang ini
merupakan pertanda kerusakan susunan saraf pusat yang luas dan
hebat. Gambaran EEG pada kejang mioklonik pada bayi tidak
spesifik. (Gunawan, P. I., & Saharso, D. (2012))
G. Komplikasi
1. Kejang Demam Berulang.
Kejang demam berulang adalah kejang demam yang timbul pada lebih
dari satu episode demam. Beberapa hal yang merupakan faktor risiko
berulangnya kejang demam yaitu :
a. Usia anak < 15 bulan pada saat kejang demam pertama
b. Riwayat kejang demam dalam keluarga
c. Kejang demam terjadi segera setelah mulai demam
d. Riwayat demam yang sering
2. Kerusakan Neuron Otak.
Kejang yang berlangsung lama (>15 menit) biasanya disertai dengan
apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi
otot yang Universitas Sumatera Utara akhirnya menyebabkan
hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat karena metabolisme anaerobik,
hipotensi arterial, denyut jantung yang tak teratur, serta suhu tubuh
yang makin meningkat sejalan dengan meningkatnya aktivitas otot
sehingga meningkatkan metabolisme otak. Proses di atas merupakan
faktor penyebab terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsung
kejang lama. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang
mengakibatkan hipoksia sehingga meningkatkan permeabilitas kapiler
dan timbul edema otak yang mengakibatkan kerusakan neuron otak.
3. Retardasi Mental, terjadi akibat kerusakan otak yang parah dan tidak
mendapatkan pengobatan yang adekuat.
4. Epilepsi, terjadi karena kerusakan pada daerah medial lobus temporalis
setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama. Ada 3 faktor
risiko yang menyebabkan kejang demam menjadi epilepsi dikemudian
hari, yaitu: a. Riwayat epilepsi pada orangtua atau saudara kandung. b.
Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang
demam pertama. c. Kejang demam pertama merupakan kejang demam
kompleks. Menurut American National Collaborative Perinatal Project,
1,6% dari semua anak yang menderita kejang demam akan berkembang
menjadi epilepsi, 10% dari semua anak yang menderita kejang demam
yang mempunyai dua atau tiga faktor risiko di atas akan berkembang
menjadi epilepsi.
5. Hemiparesis, yaitu kelumpuhan atau kelemahan otot-otot lengan,
tungkai serta wajah pada salah satu sisi tubuh. Biasanya terjadi pada
penderita yang mengalami kejang lama (kejang demam kompleks).
Mula-mula kelumpuhan bersifat flaksid, setelah 2 minggu timbul
spasitas. (Fuadi, F., Bahtera, T., & Wijayahadi, N. (2016))
H. Pemeriksaan Penunjang/Diagnostik
1. Elektroensefalogram (EEG): dipakai unutk membantu menetapkan
jenis dan fokus dari kejang.
2. Pemindaian CT: menggunakan kajian sinar X yang lebih sensitif
dri biasanya untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
3. Magneti resonance imaging (MRI): menghasilkan bayangan
dengan menggunakan lapanganmagnetik dan gelombang radio,
berguna untuk memperlihatkan daerah – daerah otak yang itdak
jelas terliht bila menggunakan pemindaian CT
4. Pemindaian positron emission tomography (PET): untuk
mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu menetapkan
lokasi lesi, perubahan metabolik atau alirann darah dalam otak
5. Uji laboratorium
a) Pungsi lumbal: menganalisis cairan serebrovaskuler
b) Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan
hematokrit
c) Panel elektrolit
d) Skrining toksik dari serum dan urin
e) GDA
f) Kadar kalsium darah
g) Kadar natrium darah
h) Kadar magnesium darah (Gunawan, P. I., & Saharso, D.
(2012))
I. Penatalaksanaan
Dalam penanganan kejang demam, orang tua harus mengupayakan diri
setenang mungkin dalam mengobservasi anak. Beberapa hal yang harus di
perhatikan adalah sebagai berikut
a. Anak harus di baringkan di tempat yang datar dengan posisi
menyamping, bukan terlentang, untuk menghindari bahaya tersedak.
b. Jangan meletakkan benda apapun dalam mulut sianak seperti sendok
atau penggaris, karena justru benda tersebut dapat menyumbat jalan
nafas.
c. Jangan memegangi anak untuk melawan kejang.
d. Sebagian besar kejang berlangsung singkat & dan tidak memerlukan
penanganan khusus.
e. Jika kejang terus berlanjut selama 10 menit, anak harus segera di
bawa ke fasilitas kesehatan terdekat. Sumber lain menganjurkan
anak untuk di bawa ke fasilitas kesehatan jika kejang masih berlanjut
setelah 5 menit. Ada pula sumber yang menyatakan bahwa
penanganan lebih baik di lakukan secepat mungkin tanpa
menyatakan batasan menit.
f. Setelah kejang berakhir (jika < 10 menit ), anak perlu di bawa
menemui dokter untuk meneliti sumber demam, terutama jika ada
kakakuan leher, muntah-muntah yang berat,atau anak terus tampak
lemas.
Jika anak di bawa kefasilitas kesehatan, penanganan yang akan di
lakukan selain point-point di atas adalah sebagai berikut:

a. Memastikan jalan nafas anak tidak tersumbat


b. Pemberian oksigen melalui face mask
c. Pemberian diazepam 0.5 mg / kg berat badan per rectal
(melalui) atau jika terpasang selang infuse 0.2 mg / kg per
infuse
d. Pengawasan tanda-tanda depresi pernafasan . (Fuadi, F.,
Bahtera, T., & Wijayahadi, N. (2016))
J. Pathway

Ketidakefektif
an bersihan
jalan napas
K. Pengkajian
Pengkajian Fokus
1. Aktifitas dan istirahat
Gejala : keletihan,kelemahan umum,keterbatasan dalam beraktivitas
atau bekerja yang di timbulkan oleh diri sendiri atau orang terdekat atau
pemberi asuhan kesehatan atau orang lain.
Tanda : perubahan tonus atau kekuatan otot, gerakan involunter atau
kontraksi otot ataupun sekelompok otot.
2. Sirkulasi Gejala : Ikfal,hiperfensi,peningkatan nadi,sianosis Postiktal :
tanda-tanda vital normal atau depresi dengan penurunan nadi dan
pernafasan.
3. Eliminasi Gejala : inkontinensia episodic Tanda : a. Iktal adalah
peningkatan tekanan kandung kemih tonus spingfer b. postikal adalah
otot relaksasi yang mengakibatkan inkontinensia ( baik urin atau
Fekal ).
4. Makanan dan Cairan Gejala : sensivitas terhadap makanan , mual atau
muntah yang berhubungan efektifitas kejang. Tanda : kerusakan
jaringan atau gigi ( cidera selama kejang)
5. Nyeri atau kenyamanan Gejala : sakit kepala, nyeri otot, atau punggung,
nyeri abdominal Tanda : tingkah laku yang berhati-hati, perubahan pada
tonus otot, tingkah laku distraksi atau gelisah .
6. Pernafasan Gejala : iktal : gigi mengatup, sianosis, pernafasan menurun
atau cepat peningkatan sekresi mucus.
7. keamanan Gejala : riwayat terjatuh atau trauma, fraktur Tanda : trauma
pada jaringan lunak atau ekimosis penurunan kekuatan atau tonus otot
secara menyeluruh.
L. Masalah Keperawatan
1. Hipertermi berhubungan dengan penyakit
2. Risiko cidera berhubungan dengan disfungsi efektor
3. Risiko defisien volume cairan berhubungan dengan gangguan yang
mempengaruhi absorpsi cairan
4. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan ketidakmampuan mencerna makanan
5. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan
disfungso neuromuskular (NANDA, 2018)
M. Rencana Keperawatan
Diagnosa
No NOC NIC
Keperawatan
1. Hipertermi Setelah diberikan asuhan keperawatan 518
berhubungan diharapkan Hipertermi dapat teratasi dengan Perawatan demam 355
dengan penyakit kriteria hasil sebagai berikut: 611 1. Pantau suhu dan tanda-tanda vital anak
1. Termoregulasi 564 2. Beri obat atau cairan IV pada anak (misalnya
a. Peningkatan suhu kulit dipertahankan pada antipiretik, agen antibakteri, dan agen anti
skala 2 (banyak terganggu) ditingkatkan menggigil)
ke skala 4 (sedikit terganggu) 3. Pantau komplikasi-komplikasi yang berhubungan
b. Sakit kepala dipertahankan pada skala 2 dengan demam serta tanda dan gejala kondisi
(banyak terganggu) ditingkatkan ke skala penyebab demam (misalnya, kejang, penurunan
4 (sedikit terganggu) tingkat kesadaran, status elektrolit abnormal,
c. Sakit otot dipertahankan pada skala 2 ketidakseimbangan asam basa, aritmia jantung, dan
(banyak terganggu) ditingkatkan ke skala perubahan abnormalitas sel)
4 (sedikit terganggu) Manajemen kejang 188
1. Pertahankan jalan napas anak
2. Pandu gerakan anak untuk mencegah terjadinya
cedera
3. Longgarkan pakaian yang dikenakan anak
4. Monitor tanda-tanda vital anak
5. Catat kataristik kejang yang dialami anak
(keterlibatan anggota tubuh, aktivitas motorik, dan
kejang progresif)
6. Berikan obat antikejang dengan benar
7. Monitr tingkat obat-obatan antiepilepsi dengan
benar.
Pencegahan kejang 275
1. Monitor tingkat pengobatan antiepiletik pada anak
2. Jaga jalan napas oral atau nasopharyngeal anak
3. Singkirkan obyek potensial yang membahayakan
disekitar lingkungan anak
4. Intruksian keluarga pasien untuk memanggil jika
dirasa ada tanda akan terjadinya kejang.
2. Risiko cidera Setelah diberikan asuhan keperawatan 502
berhubungan diharapkan Risiko cidera dapat teratasi Manajemen kejang 188
dengan disfungsi dengan kriteria hasil sebagai berikut:669 1. Pertahankan jalan napas anak
efektor 1. Kontrol kejang sendiri 245 2. Pandu gerakan anak untuk mencegah terjadinya
a. Menggambarkan faktor-faktor yang cedera
memicu kejang dipertahankan pada skala 2 3. Longgarkan pakaian yang dikenakan anak
(jarang menunjukkan) ditingkatkan ke 4. Monitor tanda-tanda vital anak
skala 4 (sering menunjukkan) 5. Catat kataristik kejang yang dialami anak
b. Mencegah faktor pemicu kejang (keterlibatan anggota tubuh, aktivitas motorik, dan
dipertahankan pada skala 2 (jarang kejang progresif)
menunjukkan) ditingkatkan ke skala 4 6. Berikan obat antikejang dengan benar
(sering menunjukkan) 7. Monitr tingkat obat-obatan antiepilepsi dengan
c. Mempertahankan sikap yang positif pada benar.
gangguan kejang dipertahankan pada skala Pencegahan kejang 275
2 (jarang menunjukkan) ditingkatkan ke 1. Monitor tingkat pengobatan antiepiletik pada anak
skala 4 (sering menunjukkan) 2. Jaga jalan napas oral atau nasopharyngeal anak
d. Mendapatkan obat yang dibuthkan 3. Singkirkan obyek potensial yang membahayakan
dipertahankan pada skala 2 (jarang disekitar lingkungan anak
menunjukkan) ditingkatkan ke skala 4 4. Intruksian keluarga pasien untuk memanggil jika
(sering menunjukkan) dirasa ada tanda akan terjadinya kejang.
3. Risiko defisien Setelah diberikan asuhan keperawatan 596
volume cairan diharapkan Risiko defisien volume cairan Manajemen cairan 157
berhubungan dapat teratasi dengan kriteria hasil sebagai 1. Monitor status hidrasi anak
dengan gangguan berikut: 686 2. Tingkatkan asupan oral anak misalnya, memberikan
yang 1. Hidrasi 102 sedotan
mempengaruhi a. Intake cairan dipertahankan pada skala 2 3. Berikan terapi IV pada anak
absorpsi cairan (banyak terganggu) ditingkatkan ke skala 4. Monitor tanda-tanda vital anak
4 (sedikit terganggu) 5. Monitor hasil laboratorium anak
b. Turgor kulit dipertahankan pada skala 2 6. Monitor status hemodinamik pada anak
(banyak terganggu) ditingkatkan ke skala
4 (sedikit terganggu)
c. Membran mukosa lembab dipertahankan
pada skala 2 (banyak terganggu)
ditingkatkan ke skala 4 (sedikit terganggu)
4. Ketidakseimbangan Setelah diberikan asuhan keperawatan 558
nutrisi: kurang dari diharapkan Ketidakseimbangan nutrisi: Manajemen nutrisi 197
kebutuhan kurang dari kebutuhan dapat teratasi dengan 1. monitor kecendrungan tejadinya penurunan dan
berhubungan kriteria hasil sebagai berikut: 644 kenaikan berat badan pada anak
dengan 1. status nutrisi: asupan makanan dan cairan 2. monitor kalori dan asupan makanan pada anak
ketidakmampuan 553 3. tentukan jumlah kalori dan jenis nutrisi yang
mencerna makanan a. asupan cairan intravena dipertahankan dibutuhkan untuk memenuhi persyaratan gizi
pada skala 2 (sedikit adekuat) ditingkatkan Pemberian nutrisi total parenteral (TPN) 253
ke skala 4 (sebagian besar adekuat) 1. monitor berat badan setiap hari pada anak
b. asupan makanan dan minuman secara oral 2. monitor masukan dan output cairan pada anak
dipertahankan pada skala 2 (sedikit 3. dorong pemberian nutrisi bertahap, dari parenteral
adekuat) ditingkatkan ke skala 4 (sebagian menuju enteal pada anak.
besar adekuat).
5. Ketidakefektifan Setelah diberikan asuhan keperawatan 500
bersihan jalan diharapkan Ketidakefektifan bersihan jalan Manajemen jalan napas 186
napas berhubungan napas dapat teratasi dengan kriteria hasil 1. posisikan anak untuk memaksimalkan ventilasi
dengan disfungso sebagai berikut:599 2. gunakan teknik yang menyenangkan untuk
neuromuskular 1. Status pernapasan: kepatenan jalan napas memotivasi anak dalam bernapas
558 3. kelola pemberian bronkodilator pada anak
a. frekuensi pernapasan dipertahankan pada sebagaimana mestinya
skala 2 (deviasi yang cukup berat dari 4. buang sekret dengan memotivasi anak untuk
kisaran normal) ditingkatkan ke skala 4 melakukan batuk atau menyedot lendir.
(deviasi ringan dari kisaran normal) Monitor pernapasan 236
b. irama pernapasan dipertahankan pada 1. Monitor tingkat pengobatan antiepiletik pada anak
skala 2 (deviasi yang cukup berat dari 2. Jaga jalan napas oral atau nasopharyngeal anak
kisaran normal) ditingkatkan ke skala 4 3. Singkirkan obyek potensial yang membahayakan
(deviasi ringan dari kisaran normal) disekitar lingkungan anak
c. kemampuan mengeluarkan sekret 4. Intruksian keluarga pasien untuk memanggil jika
dipertahankan pada skala 2 (deviasi yang dirasa ada tanda akan terjadinya kejang.
cukup berat dari kisaran normal)
ditingkatkan ke skala 4 (deviasi ringan
dari kisaran normal)
d. suara napas tambahan dipertahankan pada
skala 2 (deviasi yang cukup berat dari
kisaran normal) ditingkatkan ke skala 4
(deviasi ringan dari kisaran normal)
N. Implementasi Keperawatan
Implementasi dapat dilaksanakan sesuai dengan intervensi setiap diagnosa
yang diangkat dengan memperhatikan kemampuan pasien dalam mentolerir tindakan
yang akan dilakukan.
O. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tahap akhir proses keperawatan yang merupakan
perbandingan yang sistematis dan ternacana antara hasil akhir yang teramati dan
tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Perumusan evaluasi
meliputi empat komponen yang dikenal dengan istilah SOAP (Subjective, objective,
analysis, planning). Ada tiga kemungkinan hasil evaluasi yang terkait dengan
pencapaian tujuan keperawatan yaitu, tujuan tercapai, tujuan tercapai sebagian dan
tujuan tidak tercapai. (Ratih, 2017)
Daftar Pustaka

Ramadhoan, I., Festy, P., KM, S., & Kes, M. (2015). ASUHAN KEPERAWATAN ANAK
PADA PASIEN KEJANG DEMAM DENGAN MASALAH UTAMA HIPERTERMI DI
RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH SURABAYA (Doctoral dissertation, Universitas
Muhammadiyah Surabaya).

Deliana, M., Bagian Ilmu Kesehatan Anak USU, S. F., & Adam Malik Medan Jl Bunga Lau,
R. H. (2002). Tata Laksana Kejang Demam pada Anak Tata Laksana Kejang Demam
pada Anak Tata Laksana Kejang Demam pada Anak Tata Laksana Kejang Demam pada
Anak Tata Laksana Kejang Demam pada Anak. Tata Laksana Kejang Demam Pada
Anak, 4(2), 59–62.
Deliana, M. (2016). Tata laksana kejang demam pada anak. Sari Pediatri, 4(2), 59- 62.

Gunawan, P. I., & Saharso, D. (2012). Faktor risiko kejang demam berulang pada
anak. Media Medika Indonesiana, 46(2), 75-80.

Fuadi, F., Bahtera, T., & Wijayahadi, N. (2016). Faktor risiko bangkitan kejang demam
pada anak. Sari Pediatri, 12(3), 142-9.

Agustini, Ratih. 2017. BUKU AJAR KONSEP DASAR KEPERAWATAN ASUHAN


KEPERAWATN: METODE NANDA NIC NOC. Mangupura: Multimedia
promosindo

Herdman, T. Heather. 2018. NANDA-I Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi


2018-2020. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai