Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN KASUS INTERNSHIP RSU

SIAGA MEDIKA BANYUMAS

Diajukan dalam rangka praktek klinis dokter internsip sekaligus sebagai


bagian dari persyaratan menyelesaikan program internsip dokter Indonesia di
Rumah Sakit Umum Siaga Medika Banyumas

Disusun Oleh:
dr. Gusti Karin A Tania

Pendamping:
dr. Tuti Bimasari

DOKTER INTERNSIP WAHANA RS SIAGA MEDIKA BANYUMAS


PERIODE AGUSTUS 2021 – MEI 2022 KABUPATEN
BANYUMAS, JAWA TENGAH

1
REAKSI ANAFILAKTIK

ANAMNESIS Nama : Ny. SS IGD


Umur : 51 tahun

Nama : Ny. SS
Umur : 51 tahun
No. RM : 00-28-xx-xx
Tanggal (kasus) : 28 Oktober 2021

Topik : Kegawatdaruratan
Departemen : Penyakit Dalam

Dokter Pembimbing : dr. Tuti Bimasari Presenter: dr. Gusti Karin A Tania
Keluhan Utama : Sesak napas
ANAMNESIS

Keluhan utama :
- Pasien datang ke RS Siaga Medika Banyumas dengan keluhan utama
sesak napas.

Riwayat penyakit sekarang :


- Pasien mengeluh sesak napas sejak 1 jam sebelum masuk rumah sakit
setelah tersengat lebah. Sesak dirasakan timbul secara tiba-tiba seperti
sulit untuk mengambil napas dan tidak membaik dengan perubahan
posisi. Sesak awalnya terasa ringan, namun dalam setengah jam
semakin memberat. Pasien mengatakan sesak napas muncul ± 30 menit
setelah tersengat lebah. Pasien juga mengeluh bengkak di kedua mata
dan bibirnya sejak ± 30 menit setelah tersengat lebah. Mata dirasakan
semakin bengkak dan kemerahan. Sensasi seperti terbakar juga
dirasakan pada bibir pasien. Pasien juga mengeluh gatal dan kemerahan
pada seluruh tubuhnya sejak ± 30 menit setelah tersengat lebah
terutama pada tangan dan kakinya. Gatal tidak berkurang dengan
garukan. Pasien juga mengeluh pusing dan lemas serta jantung
berdebar-debar sejak ±40 menit setelah tersengat lebah. Mual (-)
muntah (-), BAK BAB tidak ada keluhan, penurunan kesadaran (-).
2
Riwayat penyakit dahulu :
- Riwayat Hipertensi, DM, dan penyakit jantung-paru disangkal.
Riwayat rawat inap terakhir di rumah sakit disangkal

Riwayat penyakit keluarga :


- Keluarga tidak memiliki penyakit kronis seperti diabetes mellitus,
hipertensi dan penyakit sistem cardiovaskular.

ANAMNESIS SISTEM
a. Sistem saraf pusat : pusing (+), nyeri kepala (-), penurunan kesadaran(-)
b. Sistem integumentum : urtikaria(+), facial edema(+), pruritus(+), eritema(+)
c. Sistem muskuloskeletal : tidak ada keluhan
d. Sistem gastrointestinal : tidak ada keluhan
e. Sistem urinaria : BAK normal tidak ada keluhan
f. Sistem respiratori : sesak nafas (+), penurunan saturasi oksigen(+)
g. Sistem cardiovascular : berdebar-debar (+), hipotensi(-), pucat(+), keringat
dingin(+)

PEMERIKSAAN FISIK :
Kesan umum : tampak lemah

Kesadaran : Compos mentis , E4V5M6

Vital sign :

Tekanan darah : 114/64 mmHg


Nadi : 119 x /menit
RR : 30x/menit
SPO2 : 94%
Suhu : 36 °C
Pemeriksaan kepala :
- Mata : pupil : isokor 3mm/3mm
CA(-/-) Sklera ikterik(-/-
Oedema palpebra(+/+)
Telinga : secret (-), perdarahan (-)
3
Hidung : secret (-), epistaksis (-)

- Pemeriksaan leher :
Kelenjar tiroid : tidak ditemukan pembengkakan
Kelenjar limfonodi : tidak ditemukan pembengkakan

Trachea : tidak ditemukan kelainan

Pemeriksaan thorax :
- Inspeksi : Jejas (-) pergerakan dada simetris (+)
- Palpasi : Nyeri tekan (-) krepitasi (-)
- Perkusi : Sonor (+/+)
- Auskultasi : Vesikuler (+/+) , wheezing (-/-) ronkhi(-/-)

Pemeriksaan abdomen :
- Inspeksi : Distensi (-), jejas (-) benjolan (-)
- Auskultasi : BU (+) dbn
- Perkusi : timpani
- Palpasi : Nyeri tekan Epigastrium (-), abdomen supel

Pemeriksaan genital dan regio inguinal :

- Pembesaran kelenjar limfe inguinal (-)


- Benjolan (-)
Pemeriksaan Ektermitas:

Pemeriksaan Ektermitas:
Edema -/-/-/-
Akral Dingin -/-/-/-
CTR <2 detik

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Foto Rontgen
 Thorax PA
2. Laboratorium darah :
 Darah Lengkap
 Elektrolit

4
 Gula Darah Sewaktu
 Ureum
 Creatinin
 HBsAg

5
HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Hasil Pemeriksaan Laboratorium Darah

PARAMETER HASIL SATUAN NILAI


NORMAL
HB 4.8 gr/dL 13,2 – 17,2
AL (Angka Leukosit) 2,9 ribu/ul 3,8 – 10,6
AE (Angka Eritrosit) 4,71 juta/ul 4,40 – 5,90
AT (Angka Trombosit)363 ribu/ul 150-450
HMT (Hematokrit) 4 38-43
MCV 94,1 80 – 100
MCH 1,3 26 – 34
MCHC 3,3 32 – 36
Eosinofil 1,1 1–4
Basofil 4 0-1
Limfosit 40,6 20 - 40
Monosit 5,0 2–8
Neutrofil 52.9
Glukosa Darah Sewaktu22 70 - 140
Fungsi Ginjal
Creatinin 1,0 0.95 – 1.1
Ureum 10 – 50
Elektrolit
Kalium 75 3.6 – 5.5
Natrium 140.6 135 – 155
Klorida 112.9 95 – 108
Imunoserologi
HBsAg Negative Negative

Diagnosis Kerja

Reaksi Anafilaktik

TATALAKSANA IGD

6
Farmakoterapi

Oksigen 2-4lpm
Infus RL 20 tpm
Inj Diphenhydramin 10mg IV
Inj Dexametason 5mg IV

Advice dr. Sp.DP


Lanjut terapi

7
BAB II
PENDAHULUAN

1. Reaksi Anafilaktik

A. Definisi

Reaksi alergi atau hipersensitivitas merupakan respon imun yang


berlebihan dan yang tidak diinginkan karena dapat menimbulkan kerusakan
jaringan tubuh. Reaksi tersebut oleh Gell dan Coombs dibagi menjadi empat
tipe reaksi berdasar kecepatan dan mekanisme imun yang terjadi. Reaksi
tersebut dapat terjadi secara tunggal, namun dalam praktek sehari-hari sering
ditemukan adanya dua atau lebih jenis reaksi yang terjadi secara bersamaan.
Reaksi anafilaksis atau reaksi tipe I merupakan reaksi cepat dimana gejala
muncul segera setelah alergen masuk ke dalam tubuh. Terdapat berbagai
definisi mengenai anafilaksis, namun pada umumnya para pakar sepakat bahwa
anafilaksis merupakan keadaan darurat yang potensial dan dapat mengancam
nyawa. Gejala yang timbul melalui reaksi alergen dan antibodi dikenal dengan
reaksi anafilaktik, sedangkan reaksi yang ridak melalui reaksi imunologik
disebut reaksi anafilaktoid, namun karena gejala yang timbul maupun
pengobatannya tidak dapat dibedakan, maka kedua reaksi di atas disebut
sebagai anafilaksis.

B. Etiologi

Berbagai mekanisme terjadinya anafilaksis, baik melalui mekanisme IgE


ataupun melalui non-IgE. Golongan alergen yang sering menimbulkan reaksi
anafilaksis adalah makanan, obat-obatan, sengatan serangga, dan lateks. Udang,
kepiting, kerang, ikan kacang-kacangan, biji-bijian, buah beri, putih telur, dan
susu adalah makanan yang biasanya menyebabkan suatu reaksi anafilaksis.
Obat-obatan yang bisa menyebabkan anafikasis seperti antibiotik khususnya
penisilin, obat anestesi intravena, relaksan otot, aspirin, NSAID, opioid, vitamin
B1, asam folat, dan lain-lain. Media kontras intravena, transfusi darah, latihan
fisik, dan cuaca dingin juga bisa menyebabkan anafilaksis.

8
Gambar 1. Faktor-faktor yang bisa mencetuskan reaksi anafilaksis
C. Patofisiologi

a. Reaksi tipe I
Reaksi hipersensitivitas ini juga dikenal sebagai reaksi cepat atau reaksi
anafilaksis, dimana reaksi muncul segera setelah alergen masuk ke dalam tubuh.
Alergen atau antigen yang masuk nantinya akan ditangkap oleh fagosit, diproses
dan dipresentasikan pada sel Th2, yang merupakan sel yang akan melepas sitokin
dan merangsang sel B untuk membentuk IgE. IgE sendiri akan diikat oleh sel yang
memiliki reseptor seperti sel mast, basofil, dan eosinofil. Apabila tubuh terpapar
ulang dengan alergen yang sama, alergen tersebut akan diikat oleh IgE spesifik
yang berada di permukaan sel mast, dan nantinya akan menimbulkan degranulasi
sel mast. Degranulasi tersebut melepaskan berbagai mediator seperti histamin yang
akan menimbulkan gejala klinis pada reaksi alergi ini. Selain histamin, mediator
lain seperti prostaglandin dan leukotrin yang dihasilkan dari metabolisme asam
arakhidonat juga berperan pada fase lambat dari reaksi tipe I, dimana muncul
gejala beberapa jam setelah paparan. Beberapa gejala yang segera muncul setelah

9
paparan alergen antara lain asma bronkial, rinitis, urtikaria, dan dermatitis atopik.

b. Reaksi tipe II
Reaksi tipe II atau reaksi sitotoksik terjadi karena terbentuknya antibodi IgG
atau IgM karena paparan antigen. Ikatan antibodi antigen tersebut nantinya dapat
mengaktifkan komplemen dan menimbulkan lisis sel. Lisis dari suatu sel sendiri
juga dapat terjadi melalui sensitisasi sel NK yang berperan sebagai efektor
antibody dependent cell cytotoxicity. Contoh dari reaksi tipe II adalah destruksi sel
darah merah akibat reaksi transfusi dan juga kasus anemia hemolitik. Sebagian
kerusakan jaringan pada penyakit autoimun seperti miastenia gravis dan
tirotoksikosis juga timbul melalui mekanisme ini.

c. Reaksi tipe III


Reaksi tipe III yang juga disebut reaksi kompleks imun terjadi akibat adanya
endapan kompleks antigen-antibodi dalam jaringan atau pembuluh darah. Antibodi
yang berperan pada kasus ini adalah IgG atau IgM. Kompleks tersebut akan
mengaktifkan komplemen yang kemudian melepaskan berbagai mediator terutama
macrophage chemotactic factor. Makrofag yang dikerahkan ke tempat tersebut
nantinya akan merusak jaringan sekitar. Antigen sendiri dapat berasal dari infeksi
kuman patogen yang persisten seperti malaria, bahan yang terhirup seperti spora
jamur, atau bahkan dari jaringan sendiri seperti pada kasus autoimun.

d. Reaksi tipe IV
Reaksi tipe ini muncul lebih dari 24 jam setelah paparan antigen, sehingga disebut
juga dengan reaksi hipersensitivitas tipe lambat. Reaksi ini dibagi menjadi delayed
type hypersensitivity (DTH) yang terjadi melalui peran CD4+ dan T cell mediated
cytolysis dengan peran CD8+.
D. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis anafilaksis sangat bervariasi baik cepat dan lamanya reaksi
maupun luas dan beratnya reaksi. Reaksi dapat mulai dalam beberapa detik atau menit
sesudah terpajan allergen dan gejala ringan dapat menetap sampai 24 jam meskipun
diobati. Gejala dapat dimulai dengan gejala prodormal baru menjadi berat, tetapi
kadang-kadang langsung berat. Berikut adalah gejala dan tanda anafilaksis berdasarkan
organ sasaran.
Sistem Gejala dan Tanda
10
Umum Lesu, lemah, rasa tak enak yang sukar
dilukiskan, rasa tak enak di dada dan
perut, rasa penuh dalam mulut dan
tenggorokan, rasa gatal di hidung dan
palatum
Pernapasan
Hidung Hidung gatal, bersin dan tersumbat
Laring Rasa tercekik, suara serak, sesak napas,
stridor, edema, spasme
Lidah Edema
Bronkus Batuk, sesak, mengi, spasme
Kardiovaskular Pingsan, sinkop, palpitasi, takikardia,
hipotensi sampai syok, aritmia. Kelainan
EKG: gelombang T datar, terbalik atau
tanda-tanda infark miokard.
Gastrointestinal Disfagia, mual, muntah, kolik, diare yang
kadang-kadang disertai darah, peristaltik
usus meninggi.
Kulit Urtika, gatal, angioedema di bibir, muka
atau ekstremitas
Mata Gatal, lakrimasi, merah dan kelopak mata
bengkak.
Susunan saraf pusat Gelisah, kejang

E. Penatalaksanaan
Reaksi anafilaksis harus ditanggulangi secara cepat dan tepat. Pasien dengan simptom
anafilaksis yang berat harus diberikan intervensi yang standar. Intervensi tersebut
antara lain pemberian oksigen, cardiac monitoring dan akses IV.

11
Gambar 2. Penatalaksanaan dasar anafilaktik.

Langkah-langkah pengobatan :
1. Hentikan faktor-faktor yang dicurigai menimbulkan anafilaksis.
2. Baringkan pasien dengan kaki lebih tinggi daripada kepala
3. Segera suntikkan adrenalin 0,3-0,5 ml intramuscular di lengan atas atau paha
depan. Bila anafilaksis oleh sengatan serangga, ikan atau binatang lain atau
suntikan pada ekstremitas, absorpsi allergen dapat dihambat dengan turniket di
proksimal tempat masuknya antigen. Di tempat tersebut diinfiltrasi dengan 0,2 ml
adrenalin. Suntikan adrenalin kalau perlu dapat diulang setiap 5-15 menit,
biasanya cukup 1-4 kali suntikan.
4. Dengan segera evaluasi saluran nafas karena kemungkinan bisa terjadi edema
atau bronkospasm. Apabila pasien tidak sadar dilakukan ekstensi kepala, dorong
mandibula ke depan dan buka mulut. Pada keadaan reaksi anafilaksis yang berat
sampai terjadi edema laring, krikotireodotomi atau catheter jet ventilation bisa

12
menyelamatkan nyawa pasien.
5. IV line harus kaliber yang besar karena diperlukan volume cairan IV yang banyak
untuk resusitasi cairan. Cairan kristaloid yang isotonis seperti larutan salin atau
Ringer lactate bisa digunakan
6. Jika hipotensi tidak membaik dengan adrenalin intramuscular, dapat diberikan
adrenalin intravena 1-5ml larutan 1:10000 dengan cairan fisiologis + 1 liter
dalam 15-30 menit pertama dan seterusnya bisa sampai 6 liter dalam 12 jam.
Apabila renjatan belum teratasi dapat diberikan vasopressor seperti dopamine 2-
20mg/kgBB per menit untuk mempertahankan tensi di atas 80mmHg.
7. Antihistamin pada fase akut dapat menghilangkan pruritus. Urtikaria dan
angioedema dapat ditanggulangi dengan memberikan 10-20 mg diphendhidramin
intravena secara perlahan-lahan. Jika pasien mengalami syok, pemberian
antihistamin diberikan setelah keadaan pasien mulai stabil.
8. Kortikosteroid tidak bermanfaat pada fase akut tapi diberikan untuk mengurangi
insiden dan bahaya dari reaksi biphasic atau reaksi lambat. Dapat diberikan
metilprednisolon 125 mg secara intravena.
9. Observasi harus dilakukan 2-4 jam, oleh karena ada 20% kasus muncul kembali
setelah beberapa jam.
10. Konsultasi kepada ahli allergi immunologi jika perlu dan untuk follow-up
seterusnya

13
Daftar pustaka

Bohlke K, Davis R, DeStefano F, Marcy S. Epidemiology of Anaphylaxis among


Children and Adolescents Enrolled in A Health Maintenance
Orgaization. Journal of Allergy Clinical Immunology. 2004; 113(3):
hal.536-42

Estelle F. et all. 2011. World Allergy Organization Guideline for the Assessment
and Management of Anaphylaxis. 2011 American Academy of Allergy,
Asthma & Immunology. WAO Journal 2011; 4:13–37

Jirapongsananuruk O, et all, 2007. Features of Patients with Anaphylaxis


Admitted To a University Hospital. Ann Allergy Asthma Immunol,
2007 Feb; 98(2):157-62

Kim H, Fischer D. Anaphylaxis. Allergy, Asthma, and Clinical Immunology. 2011;


7(1).

Rengganis I, Yunikastuti E. Alergi Imunologi: Alergi Makanan. Buku Ajar


Penyakit Dalam edisi V. 2009. hal.265-7

Sampson HA, Furlong AM, Campbel RL dkk. Second Symposium on The


Definition and Management of Anaphylaxis: Summary Report-Second
National Institute of Allergy and Infectious Disease/Food Allergy and
Anaphylaxis Network Symposium. Journal of Allergy and Clinical
Immunollogy. 2006; 117; hal.391-7

14

Anda mungkin juga menyukai