Anda di halaman 1dari 24

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI……………………………………………… i
DAFTAR GAMBAR……………………………………… ii
BAB 1 PENDAHULUAN
Latar Belakang ……………………………………………. 1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi………………………………………………… 2
B. Anatomi dan Fisiologi…………………………………. 2
C. Virus Hepatitis B ……………………………………… 4
D. Penularan………………………………………………. 6
2.1 Epidemiologi………………………………………….. 7
2.2 Perjalanan Alamiah Penyakit Hepatitis B……………… 8
2.3 Patogenesis Kerusakan Hati oleh Hepatitis……………. 11
2.4 Penatalaksanaan Hepatitis B …………………………… 12
2.5 Komplikasi Hepatitis B………………………………… 17
2.6 Imunisasi……………………………………………….. 18
BAB 3 PENUTUP…………………………………………. 21
DAFTAR PUSTAKA........................................................... 22

2
3

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Anatomi Hati…………………………………………… 3

Gambar 2 Virus Hepatitis B………………………………………. 5

Gambar 3 Prevalensi Hepatitis B…………………………………. 8

Gambar 4 Perjalanan Alamiah Hepatitis B akut………………….. 9

Gambar 5 Perjalanan Alamiah Hepatitis B kronik………………… 10

Gambar 6 Algoritma Penatalaksanaan Hepatitis dengan

HBeAg positif…………………………………………. 13

Gambar 7 Algoritma Penatalaksanaan Hepatitis dengan

HBeAg negatif ……………………………………….. 14

Gambar 8 Algoritma Penalakaksanaan Hepatitis Pada Pasien

dengan Sirosis………………………………………… 14

Gambar 9 Perbandingan karakteristik Interferon dan Analog

Nukleos(t)ida…………………………………………. 15

Gambar 10 Komplikasi Hepatitis B………………………………. 18


4

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Infeksi virus Hepatitis B (HBV) yang pertama kali ditemukan pada tahun 1996,
telah terjadi pada lebih dari 350 juta penduduk di seluruh dunia. Infeksi HBV saat ini
merupakan masalah kesehatan masyarakat yang besar serta serius, karena selain
manifestasinya sebagai penyakit HBV akut beserta komplikasinya, lebih penting lagi
ialah dalam bentuk sebagai karier, yang dapat menjadi sumber penularan bagi
lingkungan.
Penularan Hepatitis B biasanya dari orang ke orang melalui kontak
perkutaneus atau permukosal terhadap cairan tubuh dari seseorang yang terinfeksi
HBV, melalui hubungan seksual dan transmisi perinatal dari seorang ibu yang
terinfeksi ke bayinya. Manifestasi klinis dapat bervariasi mulai dari hepatitis
subklinik hingga hepatitis simtomatik, dan meskipun jarang dapat terjadi hepatitis
fulminan. Komplikasi jangka panjang dari hepatitis mencakup sirosis hepatis dan
hepatoma.
Di seluruh dunia saat ini diperkirakan lebih 350 juta orang pengidap HBV
persisten, hampir 74 % (lebih dari 220 juta) pengidap bermukim dinegara-negara
Asia. Bagian dunia yang endemisitasnya tinggi adalah terutama Asia yaitu Cina,
Vietnam, Korea, dimana 50–70 % dari penduduk berusia antara 30 – 40 tahun pernah
kontak dengan HBV, dan sekitar 10 – 15 % menjadi pengidap Hepatitis B Surfase
Antigen (HbsAg). Menurut WHO Indonesia termasuk kelompok daerah dengan
endemisitas sedang dan berat (3,5 – 20 %).
5

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Hepatitis B adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh virus Hepatitis B,
suatu anggota famili hepadnaviridae yang dapat menyebabkan peradangan hati akut
atau kronis yang dapat berlanjut menjadi sirosis hati atau kanker hati. Hepatitis B
akut jika perjalanan penyakit kurang dari 6 bulan sedangkan Hepatitis B kronis bila
penyakit menetap, tidak menyembuh secara klinis atau laboratorium atau pada
gambaran patologi anatomi selama 6 bulan (Mustofa & Kurniawaty, 2013).
Virus hepatitis B menyerang hati, masuk melalui darah ataupun cairan tubuh
dari seseorang yang terinfeksi seperti halnya virus HIV. Virus hepatitis B adalah
virus nonsitopatik, yang berarti virus tersebut tidak menyebabkan kerusakan langsung
pada sel hepar. Sebaliknya, adalah reaksi yang bersifat menyerang sistem kekebalan
tubuh yang biasanya menyebabkan radang dan kerusakan pada hepar.

B. Anatomi dan Fisiologi

Anatomi Hati
Hati merupakan kelenjar yang terbesar dalam tubuh manusia. Hepar pada
manusia terletak pada bagian atas cavum abdominis, di bawah diafragma, di kedua
sisi kuadran atas, yang sebagian besar terdapat pada sebelah kanan.
Beratnya 1200 – 1600 gram. Permukaan atas terletak bersentuhan di bawah
diafragma, permukaan bawah terletak bersentuhan di atas organ-organ abdomen.
6

Gambar 1: Anatomi hati

Fisiologi Hati
Menurut Guyton & Hall (2008), hati mempunyai beberapa fungsi yaitu:
a. Metabolisme karbohidrat Fungsi hati dalam metabolisme karbohidrat adalah
menyimpan glikogen dalam jumlah besar, mengkonversi galaktosa dan fruktosa
menjadi glukosa, glukoneogenesis, dan membentuk banyak senyawa kimia yang
penting dari hasil perantara metabolisme karbohidrat.
b. Metabolisme lemak Fungsi hati yang berkaitan dengan metabolisme lemak, antara
lain: mengoksidasi asam lemak untuk menyuplai energi bagi fungsi tubuh yang lain,
membentuk sebagian besar kolesterol, fosfolipid dan lipoprotein, membentuk lemak
dari protein dan karbohidrat.
c. Metabolisme protein Fungsi hati dalam metabolisme protein adalah deaminasi
asam amino, pembentukan ureum untuk mengeluarkan amonia dari cairan tubuh,
pembentukan protein plasma, dan interkonversi beragam asam amino dan membentuk
senyawa lain dari asam amino.
7

d. Lain-lain
Fungsi hati yang lain diantaranya hati merupakan tempat penyimpanan vitamin,
hati sebagai tempat menyimpan besi dalam bentuk feritin, hati membentuk zat-zat
yang digunakan untuk koagulasi darah dalam jumlah banyak dan hati mengeluarkan
atau mengekskresikan obat-obatan, hormon dan zat lain.

C. Virus Hepatitis B

Virus Hepatitis B adalah virus (Deoxyribo Nucleic Acid) DNA terkecil berasal
dari genus Orthohepadnavirus famili Hepadnaviridae berdiameter 40-42 nm
(Hardjoeno, 2007). Masa inkubasi berkisar antara 15-180 hari dengan rata-rata 60-90
hari (Sudoyo et al, 2009). Bagian luar dari virus ini adalah protein envelope
lipoprotein, sedangkan bagian dalam berupa nukleokapsid atau core (Hardjoeno,
2007).
Genom VHB merupakan molekul DNA sirkular untai-ganda parsial dengan
3200 nukleotida (Kumar et al, 2012). Genom berbentuk sirkuler dan memiliki empat
Open Reading Frame (ORF) yang saling tumpang tindih secara parsial protein
envelope yang dikenal sebagai selubung HBsAg seperti large HBs (LHBs), medium
HBs (MHBs), dan small HBs (SHBs) disebut gen S, yang merupakan target utama
respon imun host, dengan lokasi utama pada asam amino 100-160 (Hardjoeno, 2007).
HBsAg dapat mengandung satu dari sejumlah subtipe antigen spesifik, disebut d atau
y, w atau r. Subtipe HBsAg ini menyediakan penanda epidemiologik tambahan
(Asdie et al, 2012).
Gen C yang mengkode protein inti (HBcAg) dan HBeAg, gen P yang
mengkode enzim polimerase yang digunakan untuk replikasi virus, dan terakhir gen
X yang mengkode protein X (HBx), yang memodulasi sinyal sel host secara langsung
dan tidak langsung mempengaruhi ekspresi gen virus ataupun host, dan belakangan
ini diketahui berkaitan dengan terjadinya kanker hati (Hardjoeno, 2007).
8

Gambar 2: Virus hepatitis B

Proses replikasi VHB berlangsung cepat, sekitar 1010 -1012 virion dihasilkan
setiap hari. Siklus hidup VHB dimulai dengan menempelnya virion pada reseptor di
permukaan sel hati (Gambar 3). Setelah terjadi fusi membran, partikel core kemudian
ditransfer ke sitosol dan selanjutnya dilepaskan ke dalam nucleus (genom release),
selanjutnya DNA VHB yang masuk ke dalam nukleus mula-mula berupa untai DNA
yang tidak sama panjang yang kemudian akan terjadi proses DNA repair berupa
memanjangnya rantai DNA yang pendek sehingga menjadi dua untai DNA yang
sama panjang atau covalently closed circle DNA (cccDNA). Proses selanjutnya
adalah transkripsi cccDNA menjadi pre-genom RNA dan beberapa messenger RNA
(mRNA) yaitu mRNA LHBs, MHBs, dan mRNA SHBs (Hardjoeno, 2007).
Semua RNA VHB kemudian ditransfer ke sitoplasma dimana proses translasi
menghasilkan protein envelope, core, polimerase, polipeptida X dan pre-C,
sedangkan translasi mRNA LHBs, MHBs, dan mRNA SHBs akan menghasilkan
protein LHBs, MHBs, dan SHBs. Proses selanjutnya adalah pembuatan nukleokapsid
di sitosol yang melibatkan proses encapsidation yaitu penggabungan molekul RNA
ke dalam HBsAg. Proses reverse transcription dimulai, DNA virus dibentuk kembali
dari molekul RNA. Beberapa core yang mengandung genom matang ditransfer
9

kembali ke nukleus yang dapat dikonversi kembali menjadi cccDNA untuk


mempertahankan cadangan template transkripsi intranukleus. Akan tetapi, sebagian
dari protein core ini bergabung ke kompleks golgi yang membawa protein envelope
virus. Protein core memperoleh envelope lipoprotein yang mengandung antigen
surface L, M, dan S, yang selanjutnya ditransfer ke luar sel (Hardjoeno, 2007).

D. Penularan
HBV dapat menular secara parenteral, perinatal, dan hubungan seksual. HBV dapat
menular melalui transfusi atau darah yang terinfeksi atau produk darah, transpalantasi
organ dari donor yang terinfeksi, dan penggunaan bersama jarum suntik pada
pecandu obat-obat terlarang. Trauma jarum suntik pada petugas kesehatan
merupakan faktor risiko untuk terinfeksi. Insidensi infeksi HBV pada petugas
kesehatan melalui jarum suntik mendekati 10%. (Buggs, 2004).

E. Gambaran Klinis
Penyakit seringkali asimtomatik atau dengan keluhan terutama
perasaan lelah. Mungkin ada riwayat pernah transfusi atau penyalahgunaan obat
suntik, tetapi sering pula tidak ada riwayat yang relevan. Perjalanan penyakit
berlangsung secara perlahan-lahan ditandai dengan fluktuasi transaminase yang
terjadi dalam beberapa tahun. Setiap peninggian enzim ini ada kaitannya dengan
episode viremia. Kadar transaminase rata-rata biasanya tiga kali nilai normal, jarang
melampaui angka enam kali nilai normal. Kadar albumin dan bilirubin menjadi mula-
mula normal, secara perlahan menjadi abnormal. Tanda-tanda hipertensi portal,
jarang ditemukan pada awal berobat, splenomegali ditemukan pada 50% kasus.
Perdarahan varises esophagus merupakan gejala pada stadium lanjut. Terjadi
trombositopenia sejalan dengan pembesaran limpa.(Abdurachman,1996).
10

2.1 Epidemiologi

Infeksi virus hepatitis B (HBV) adalah suatu masalah kesehatan utama di dunia
pada umumnya dan Indonesia pada khususnya. Diperkirakan bahwa sepertiga
populasi dunia pernah terpajan virus ini dan 350-400 juta diantaranya merupakan
pengidap hepatitis B.prevalensi yang lebih tinggi didapatkan di Negara berkembang
termasuk di Indonesia. Di Indonesia, angka pengidap hepatitis B pada populasi sehat
diperkirakan mecapai 4.0-20.3%, dengan proporsi pengidap di luar Pulau Jawa lebih
tinggi daripada di Pulau jawa . riset kesehatan dasar pada tahun 2013 menunjukkan
proporsi HBsAg positif sebesar 7,1%. Secara genotip, virus hepatitis B di Indonesia
kebanyakan merupakan virus dengan genotip B (66%), diikuti oleh C (26%) , D (7%)
dan A (0,8%).
Sepertiga penduduk dunia diperkirakan telah terinfeksi oleh VHB dan sekitar
400 juta orang merupakan pengidap kronik Hepatitis B, sedangkan prevalensi di
Indonesia dilaporkan berkisar antara 3-17% (Hardjoeno, 2007). Virus Hepatitis B
diperkirakan telah menginfeksi lebih dari 2 milyar orang yang hidup saat ini selama
kehidupan mereka. Tujuh puluh lima persen dari semua pembawa kronis hidup di
Asia dan pesisir Pasifik Barat (Kumar et al, 2012).
11

Gambar 3: prevalensi hepatitis B di Indonesia

2.2 Perjalanan Alamiah Penyakit Hepatitis B

Penyakit ini desebabkan infeksi oleh virus hepatitis B, sebuah virus DNA dari
keluarga Hepadnaviridae dengan struktur virus berbentuk sirkular dan terdiri dari
3200 pasang basa. Pajanan virus ini akan menyebabkan dua luaran klinis, yaitu (1)
Hepatitis akut yang kemudian sembuh secara spontan dan membentuk kekebalan
terhadap penyakit ini, atau (2) Berkembang menjadi kronik.
12

Gambar 4 : perjalanan alamiah hepatitis B akut

Hepatitis akut merupakan inflamasi hati akibat infeksi virus ataupun bakteri
yang berlangsung selama kurang dari 6 bulan. Sebagian hepatitis akan sembuh
sempurna, tetapi sebagian lain akan berkembang menjadi kronis, sirosis atau
karsinoma.

Gejala hepatitis akut terbagi dalam 4 tahap yaitu:

1. Fase Inkubasi

Merupakan waktu antara masuknya virus dan timbulnya gejala atau ikterus. Fase

inkubasi Hepatitis B berkisar antara 15-180 hari dengan ratarata 60-90 hari.

2. Fase prodromal (pra ikterik) Fase diantara timbulnya keluhan-keluhan pertama dan
timbulnya gejala ikterus. Awitannya singkat atau insidous ditandai dengan malaise
umum, mialgia, artalgia, mudah lelah, gejala saluran napas atas dan anoreksia. Diare
atau konstipasi dapat terjadi. Nyeri abdomen biasanya ringan dan menetap di
kuadran kanan atas atau epigastrum, kadang diperberat dengan aktivitas akan tetapi
jarang menimbulkan kolestitis.
3. Fase ikterus Ikterus muncul setelah 5-10 hari, tetapi dapat juga muncul bersamaan
dengan munculnya gejala. Banyak kasus pada fase ikterus tidak terdeteksi. Setelah
13

timbul ikterus jarang terjadi perburukan gejala prodromal, tetapi justru akan terjadi
perbaikan klinis yang nyata.
4. Fase konvalesen (penyembuhan) Diawali dengan menghilangnya ikterus dan
keluhan lain, tetapi hepatomegali dan abnormalitas fungsi hati tetap ada. Muncul
perasaan sudah lebih sehat dan kembalinya nafsu makan. Sekitar 5-10% kasus
perjalanan klinisnya mungkin lebih sulit ditangani, hanya <1% yang menjadi
fulminan (Sudoyo et al, 2009).

Gambar 5: perjalanan alamiah hepatitis B kronis

Hepatitis B kronis didefinisikan sebagai peradangan hati yang berlanjut lebih dari
enam bulan sejak timbul keluhan dan gejala penyakit. Perjalanan hepatitis B kronik
dibagi menjadi tiga fase penting yaitu :

1. Fase Imunotoleransi Sistem imun tubuh toleren terhadap VHB sehingga


konsentrasi virus tinggi dalam darah, tetapi tidak terjadi peradangan hati yang berarti.
Virus Hepatitis B berada dalam fase replikatif dengan titer HBsAg yang sangat
tinggi.
14

2. Fase Imunoaktif (Clearance) Sekitar 30% individu persisten dengan VHB akibat
terjadinya replikasi virus yang berkepanjangan, terjadi proses nekroinflamasi yang
tampak dari kenaikan konsentrasi ALT. Fase clearance menandakan pasien sudah
mulai kehilangan toleransi imun terhadap VHB.

3. Fase Residual Tubuh berusaha menghancurkan virus dan menimbulkan pecahnya


sel-sel hati yang terinfeksi VHB. Sekitar 70% dari individu tersebut akhirnya dapat
menghilangkan sebagian besar partikel virus tanpa ada kerusakan sel hati yang
berarti. Fase residual ditandai dengan titer HBsAg rendah, HBeAg yang menjadi
negatif dan anti-HBe yang menjadi positif, serta konsentrasi ALT normal (Sudoyo et
al, 2009).

2.3 Patogenesis Kerusakan Hati oleh Hepatitis B

Sel hati manusia merupakan target organ bagi virus Hepatitis B. Virus Hepatitis
B mula-mula melekat pada reseptor spesifik di membran sel hepar kemudian
mengalami penetrasi ke dalam sitoplasma sel hepar. Virus melepaskan mantelnya di
sitoplasma, sehingga melepaskan nukleokapsid. Selanjutnya nukleokapsid akan
menembus sel dinding hati. Asam nukleat VHB akan keluar dari nukleokapsid dan
akan menempel pada DNA hospes dan berintegrasi pada DNA tersebut. Proses
selanjutnya adalah DNA VHB memerintahkan sel hati untuk membentuk protein bagi
virus baru. Virus Hepatitis B dilepaskan ke peredaran darah, terjadi mekanisme
kerusakan hati yang kronis disebabkan karena respon imunologik penderita terhadap
infeksi (Mustofa & Kurniawaty, 2013).
Proses replikasi virus tidak secara langsung bersifat toksik terhadap sel, terbukti
banyak carrier VHB asimtomatik dan hanya menyebabkan kerusakan hati ringan.
Respon imun host terhadap antigen virus merupakan faktor penting terhadap
kerusakan hepatoseluler dan proses klirens virus, makin lengkap respon imun, makin
besar klirens virus dan semakin berat kerusakan sel hati. Respon imun host dimediasi
15

oleh respon seluler terhadap epitop protein VHB, terutama HBsAg yang ditransfer ke
permukaan sel hati. Human Leukocyte Antigen (HLA) class I-restricted CD8+ cell
mengenali fragmen peptida VHB setelah mengalami proses intrasel dan
dipresentasikan ke permukaan sel hati oleh molekul Major Histocompability
Complex (MHC) kelas I. Proses berakhir dengan penghancuran sel secara langsung
oleh Limfosit T sitotoksik CD8+ (Hardjoeno, 2007).

2.4 Penatalaksanaan Hepatitis B

Penetalaksanaan hepatitis B secara umum memiliki tujuan untuk supresi jangka


panjang infeksi virus hepatitis B melalui terapi, dan pencegahan transmisi dengan
vaksinasi, sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup dan kesintasan pasien yang
terinfeksi. Terapi juga diberikan untuk mencegah perkembangan penyakit, progresu
penyakit menjadi sirosis, sirosis dekompensata, penyakit hati lanjut, karsinoma
hepatoselular, dan kematian, sekaligus mencegah terjadinya transmiisi virus.
Mengacu pada tujuan ini, dapat ditetapkan beberapa endpoint/ terapi, yaitu target
ideal, memuaskan dan diinginkan.
Tujuan dan target terapi hepatitis B kronik :
1. Tujuan terapi hepatitis B secara umum adalah supresi jangka panjang
infeksi virus hepatitis B melalui terapi, dan pencegahan transmisi.
2. Terapi hepatitis B kronik bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dan
kesintasan pasien yang terinfeksi dengan cara mencegah perkembangan
penyakit, progresi penyakit menjadi sirosis, sirosis dekompensata, penyakit
hati lanjut, karsinoma hepatoselular, dan kematian. Sekaligus mencegah
terjadinya transmisi virus.
3. Ideal endpoint (target ideal) pada terapi hepatitis B adalah hilangnya
HBsAg dengan atau tanpa serokonversi anti HBs.
4. Satisfactory endpointment (target memuaskan) pada terapi hepatitis B
adalah tidak ditemukannya relaps klinis setelah terapi dihentikan pada
16

pasien HBeAg positif (disertai serokonversi anti HBe yang bertahan) dan
pada pasien HBeAg negative.
5. Desirable endpointment (target diharapkan) pada terapi hepatitis B adalah
penekanan HBV DNA yang bertahan selama terapi jangk apanjang intuk
pasien HBeAg positif yang tidak mencapai serokonversi anti HBe dan pada
pasien HBeAg negative.

Gambar 6: Algoritma penatalaksanaan hepatitis B dengan HBeAg positif


17

Gambar 7: Algoritma penatalaksanaan hepatitis B dengan HBeAg negatif

Gambar 8 : Algoritma penatalaksanaan hepatitis B pada pasien dengan


sirosis
18

Sampai sekarang telah terdapat setidaknya 2 jenis obat hepatitis B yang


diterima secara luas, yaitu golongan interferon (baik interferon konvensional,
pegylated interferon α-2a, maupun pegylated interferon α-2b) dan golongan analog
nukleos(t)ida. Golongan analog nukleos(t)ida ini lebih jauh lagi terdiri atas
lamivudin, adefovir, entecavir, telbivudin, dan tenofovir. Semua jenis obat tersebut
telah tersedia dan beredar di Indonesia, namun khusus untuk tenofovir, saat panduan
ini disusun, peredarannya di Indonesia hanya dikhususkan untuk pasien HIV. Baik
interferon maupun analog nukleos(t)ida memiliki kekurangan dan kelebihan masing-
masing.

Gambar 9 : Perbandingan karakteristik interferon dan analog


nukleos(t)ida

Interferon (IFN)

Interferon (IFN) adalah mediator inflamasi fisiologis dari tubuh berfungsi


dalam pertahanan terhadap virus. IFN-α konvensional adalah obat pertama yang
diakui sebagai terapi hepatitis B kronik sejak lebih dari 20 tahun yang lalu. Senyawa
19

ini memiliki efek antiviral, immunomodulator, dan antiproliferatif.23 Interferon akan


mengaktifkan sel T sitotoksik, sel natural killer, dan makrofag. Selain itu, interferon
juga akan merangsang produksi protein kinase spesifik yang berfungsi mencegah
sintesis protein sehingga menghambat replikasi virus. Protein kinase ini juga akan
merangsang apoptosis sel yang terinfeksi virus. Waktu paruh interferon di darah
sangatlah singkat, yaitu sekitar 3- 8 jam.24 Pengikatan interferon pada molekul
polyethilene glycol (disebut dengan pegylation) akan memperlambat absorbsi,
pembersihan, dan mempertahankan kadar dalam serum dalam waktu yang lebih lama
sehingga memungkinkan pemberian mingguan.23 Saat ini tersedia 2 jenis pegylated
interferon, yaitu pegylated-interferon α-2a (Peg-IFN α-2a) dan pegylatedinterferon α-
2b (Peg-IFN α-2b). IFN konvensional diberikan dalam dosis 5 MU per hari atau 10
MU sebanyak 3 kali per minggu, sementara Peg-IFN α2a diberikan sebesar 180
µg/minggu, dan Peg-IFN α2b diberikan pada dosis.1-1.5 µg/kg/minggu.
Semua pemberian terapi interferon diberikan secara injeksi subkutan.15,23,24
Pada awalnya, terapi interferon, terutama interferon konvensional diberikan selama
16-24 minggu, namun pada Peg-IFN, buktibukti terbaru menunjukkan bahwa
pemberian Peg-IFN α-2a dengan dosis 180 µg/minggu selama 48 minggu ternyata
menunjukkan hasil lebih baik daripada pemberian selama 24 minggu.25 Panduan-
panduan yang terbaru juga sudah menganjurkan penggunaan Peg-IFN α-2a dengan
dosis 180 µg/minggu selama 48 minggu.1,15,16 Data terbaru juga ternyata
menunjukkan bahwa penggunaan interferon pada pasien sirosis terkompensasi juga
memberikan hasil yang cukup baik.
Secara umum dapat disimpulkan bahwa terapi interferon boleh digunakan pada
pasien dengan karakteristik:
1. Pasien muda yang telah memenuhi indikasi terapi, tanpa penyakit penyerta, dan
memiliki biaya yang mencukupi.

2. Pada pasien yang diketahui terinfeksi VHB genotip A atau B, mengingat penelitian
yang ada telah membuktikan bahwa terapi interferon akan memberikan efektivitas
yang lebih baik pada infeksi VHB dari genotip tersebut.
20

Sebaliknya, interferon tidak boleh diberikan pada pasien dengan karakteristik:

1. Pasien sirosis dekompensata.

2. Pasien dengan gangguan psikiatri.

3. Pasien yang sedang hamil.

4. Pasien dengan penyakit autoimun aktif.

2.5 Komplikasi Hepatitis B

Hepatitis B kronik merupakan penyulit jangka lama pada Hepatitis B akut.


Penyakit ini terjadi pada sejumlah kecil penderita Hepatitis B akut. Kebanyakan
penderita Hepatitis B kronik tidak pernah mengalami gejala hepatitis B akut yang
jelas. Hepatitis fulminan merupakan penyulit yang paling ditakuti karena sebagian
besar berlangsung fatal. Lima puluh persen kasus hepatitis virus fulminan adalah dari
tipe B dan banyak diantara kasus hepatitis B akut fulminan terjadi akibat ada
koinfeksi dengan hepatitis D atau hepatitis C. Angka kematian lebih dari 80% tetapi
penderita hepatitis fulminan yang berhasil hidup biasanya mengalami kesembuhan
biokimiawi atau histologik. Terapi pilihan untuk hepatitis B fulminan adalah
transplantasi hati (Soewignjo & Gunawan, 2008).
Sirosis hati merupakan kondisi dimana jaringan hati tergantikan oleh jaringan
parut yang terjadi bertahap. Jaringan parut ini semakin lama akan mengubah struktur
normal dari hati dan regenerasi sel-sel hati. Maka sel-sel hati akan mengalami
kerusakan yang menyebabkan fungsi hati mengalami penurunan bahkan kehilangan
fungsinya (Mustofa & Kurniawaty, 2013).
21

Gambar 10: Komplikasi Hepatitis B

2.6 Imunisasi

Imunisasi adalah salah satu bentuk upaya pencegahan transmisi Hepatitis B.


Saat ini, terdapat 2 bentuk imunisasi yang tersedia, yaitu imunisasi aktif dan
imunisasi pasif.
Imunisasi aktif dicapai dengan memberikan vaksin hepatitis B. vaksin hepatitis
B mengandung HBsAg yang dimurnikan. Vaksin hepatitis B berisi HBsAg yang
diambil dari serum penderita hepatitis B yang dimurnkan atau dari hasil rekombinasi
DNA sel ragi untuk menghasilkan HBsAg. Setiap mL vaksin umumnya mengandung
10-40µg protein HBsAg. Vaksin tersebut akan menginduksi sel T untuk
menghasilkan antibody anti-HBs secepatnya 2 minggu setelah vaksin dosis pertama.
Indikasi pemberian vaksinasi hepatitis B adalah kelompok individu yang
mempunyai risiko terinfeksi hepatitis B diantaranya: individu yang terpapar produk
darah pada kerjanya, staf di fasilitas untuk pasien cacat mental, pasen hemodialisis,
pasien penerima konsentrat VIII dan IX, orang yang berumah tangga atau kontak
seksual dengan pasien hepatitis B, homoseksual/biseksual aktif, individu yang tinggal
didaerah endemis hepatitis B, individu yang mengunjungi daerah endemis hepatitis B,
22

heteroseksual dengan partner seksual multiple, penyalah guna obat injeksi, petugas
kesehatan, dan anak yang lahir dengan dari ibu dengan hepatitis B kronik. Vaksin
dapat diberikan 3 dosis terpisah, yaitu 0,1 dan 6 bulan.perlu dicatat bahwa panduan
imunisasi yang berlaku di Indonesia menyarankan pemberian vaksin pada saat bayi
lahir, pada bulan ke 2, bulan ke-4 dan bulan ke-6
Pemberian 3 dosis akan menghasilkan respon antibody protektif pada 30-55%
dewasa sehat berumur < 40 tahun setelah dosis pertama ,<75% setelah dosis kedua
dan >90% setelah dosis ketiga pada dewasa sehat berumur > 40 tahun, maka proporsi
pasien yang memiliki antibody setelah 3 dosis injeksi menurun < 90%, dan pada
umur 60 tahun antibody hanya muncul pada < 75% pasien. Vaksinasi hepatitis B
mampu memberikan perlindungan terhadap infeksi hepatitis B selama > 20 tahun.
Keberhasilan vaksinasi dinilai dari terdeteksinya antiHBS di serum pasien setelah
pemberian imunisasi hepatitis B (3-4X).

Sebelum orang dewasa menerima vaksin, akan dilakukan tes atau pengecekan
kadar HbsAg dan AntiHbs. HbsAg menandakan seseorang sedang terinfeksi hepatitis
B atau tidak. Bila HbsAg menunjukkan hasil positif, artinya seseorang sedang
terinfeksi (akut) atau pernah terinfeksi (kronis). AntiHbs secara umum
mengindikasikan masa penyembuhan atau imunitas dari infeksi virus hepatitis B.
AntiHbs juga terbentuk saat seseorang yang telah menerima vaksinasi.

Umumnya saat hasil HbsAg positif, maka vaksinasi akan ditunda. Kadar
AntiHbs yang diharapkan sebesar 100 mIU/mL. Kadar AntiHbs 10-100 mIU/mL
seharusnya menerima 1 dosis tambahan vaksin. Apabila kadar AntiHbs dibawah 10
mIU/mL disarankan agar menerima vaksin hepatitis B secara lengkap yaitu 3 kali
injeksi.

Vaksin hepatitis B juga disarankan untuk diberikan pada orang dewasa yang
beresiko terkena infeksi hepatitis B, mereka adalah:

• Orang-orang yang pasangannya memiliki hepatitis B

• Orang yang aktif secara seksual yang terlibat hubungan dengan lebih dari satu
pasangan dalam jangka panjang
23

• Orang-orang yang sedang diperiksa atau sedang mendapat pengobatan atas penyakit
menular seksual

• Lelaki yang melakukan kontak seksual dengan lelaki lain

• Orang-orang yang berbagi jarum suntik, suntikan, atau peralatan injeksi obat-obatan
lainnya

• Orang-orang yang melakukan kontak suami-istri dengan seseorang yang terkena


virus hepatitis B

• Para petugas kesehatan dan keselamatan publik yang beresiko terkena darah atau
cairan tubuh

• Para penghuni dan petugas prasarana orang-orang yang cacat perkembangan mental
• Orang-orang yang berada di Lembaga Pemsayarakatan

• Para korban kekerasan atau pelecehan seksual

• Para wisatawan yang berkunjung ke daerah dengan tingkat hepatitis B yang tinggi

• Orang-orang dengan penyakit hati menahun, penyakit ginjal, infeksi HIV, atau
terkena diabetes

• Siapapun yang ingin terlindung dari hepatitis B Tidak diketahui risiko terkena
hepatitis B dengan vaksin lain pada saat bersamaan
24

BAB 3

PENUTUP

Kesimpulan :

Hepatitis B adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh virus Hepatitis B,
suatu anggota famili hepadnaviridae yang dapat menyebabkan peradangan hati akut
atau kronis yang dapat berlanjut menjadi sirosis hati atau kanker hati. Penularan
Hepatitis B biasanya dari orang ke orang melalui kontak perkutaneus atau
permukosal terhadap cairan tubuh dari seseorang yang terinfeksi HBV, melalui
hubungan seksual dan transmisi perinatal dari seorang ibu yang terinfeksi ke bayinya.
Hepatitis menurut lama pajanannya dibedakan menjadi hepatitis akut dan kronis.
Sebelum orang dewasa menerima vaksin, akan dilakukan tes atau pengecekan kadar
HbsAg dan AntiHbs.

Saran :

Untuk mengurangi resiko penyakit hepatitis B maka diperlukan beberapa tindakan,


antara lain:
1.Peningkatan higiene perorangan.
2.Perbaikan gizi.
3.Perbaikan sistem transfusi darah.
4.Peningkatkan perhatian terhadap kemungkinan penyebaran infeksi VHBmelalui
tindakan melukai seperti tindik, akupuntur, perbaikan saranakehidupan di kota dan di
desa serta pengawasan kesehatan makanan yangmeliputi tempat penjualan makanan
dan juru masak serta pelayan rumahmakan.
5.Sterilisasi benda-benda yang tercemar dengan pemanasan dan tindakankhusus
seperti penggunaan sarung tangan bagi petugas kesehatan, petugaslaboratorium yang
langsung bersinggungan dengan darah, serum, cairantubuh dari penderita hepatitis.
25

DAFTAR PUSTAKA

Lesmana A Rinaldi, Hasan Irsan, Alvani.,2017 “Konsensus Nasional Penatalaksanaan

Hepatitis B di Indonesia 2017,Jakarta.

Askandar T.P,.: Hepatitis Virus Kronik dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Balai

Penerbit FKUNAIR. Surabaya.

Lubis L., 1994, VHB dan Pencegahannya di Indonesia. Medika, Jakarta.

Maria H, 1997, Hepatitis B Makin Meningkat, Majalah Kesehatan Masyarakat

Indonesia; tahun XXV, nomor 7.

Markum, 1997, Imunisasi. FKUI, Jakarta.

Askandar T.P,.: Hepatitis Virus Kronik dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam. Balai Penerbit FKUNAIR. Surabaya.

Anda mungkin juga menyukai