Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN KASUS

IMPETIGO

Oleh :
Ichsan Hidayat
19360184

Pembimbing :
dr. Arif Effendi Sp.KK

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin


Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati
RS. Pertamina Bintang Amin
Bandar Lampung
2019
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : By. S
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 1 tahun
Alamat : Way Ratai
Agama : Islam
Pekerjaan : Tidak Bekerja
Status : Belum Menikah

II. ANAMNESIS
Alloanamnesis dilakukan kepada ibu Os pada tanggal 09 oktober 2019 pukul 20.00
WIB.
1. Keluhan Utama
Muncul lepuh diseputar lobang hidung menyebar ke daerah lengan sejak 5 hari
yang lalu.

2. Keluhan Tambahan
Tidak ada.

3. Riwayat Penyakit Sekarang


Seorang bayi perempuan diantar ibunya ke tempat praktek dr. Arif Effendi,
Sp.KK pada tanggal 09 oktober 2019 dengan keluhan utama muncul lepuh
diseputar lubang hidung menyebar ke daerah lengan sejak 5 hari yang lalu. Os tidak
mengeluh demam, tidak mengeluh kesakitan, 3 hari sebelumnya os menderita batuk
pilek, dirumah orang tua OS mempunyai peliharan kucing,
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Os belum pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga Os tidak ada yang mengalami hal serupa.
6. Riwayat Pengobatan
Os belum pernah berobat sebelumnya.

III. PEMERIKSAAN FISIK


1. Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
2. Kesadaran : Compos mentis
3. Tanda-tanda Vital : Tekanan darah : 90/60 mmHg
Nadi : 110x/menit
Respirasi : 35x/menit
Suhu : 36o C
4. Berat Badan : 9 kg
5. Panjang Badan : 68 cm
6. Status Generalis
Kepala : Normocephal
Mata : Dalam batas normal
Leher : Dalam batas normal
Jantung : Dalam batas normal
Pulmo : Dalam batas normal
Abdomen : Dalam batas normal
Ekstremitas : Lihat status dermatologis

IV. STATUS DERMATOLOGIKUS


Lokalisasi : Nares anterior dextra dan sinistra dan antebrachialis
Efloresensi Primer : Tampak vesikel, bula diatas kulit yang erimatosa. Sebagian
besar vesikel dan bula telah pecah meninggalkan daerah
erosif
Efloresensi Sekunder : adanya daerah erosif
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak dilakukan.

VI. RESUME
By. S usia 1 tahun datang diantar ibunya ke tempat praktek dr. Arif Effendi, Sp.KK
pada tanggal 09 Oktober 2019 dengan keluhan utama muncul lepuh diseputar lubang
hidung menyebar ke daerah lengan sejak 5 hari yang lalu. Os tidak mengeluh demam,
tidak mengeluh kesakitan, 3 hari sebelumnya os menderita batuk pilek, dirumah orang
tua OS mempunyai peliharan kucing,. Status dermatologikus didapatkan pada Nares
anterior dextra dan sinistra dan antebrachialis Tampak vesikel, bula diatas kulit yang
erimatosa. Sebagian besar vesikel dan bula telah pecah meninggalkan daerah erosif
VII. DIAGNOSIS
Diagnosis Banding :
1. Impetigo
2. Dermatitis Atopik
3. Dermatitis Kontak
4. Ektima
5. Pemfigus Bulosa

Diagnosis Kerja :
Impetigo
VIII. Penatalaksanaan
1. Non Medikamentosa
a. Menjelaskan kepada orang tua pasien mengenai penyakit yang diderita oleh
anaknya.
b. Mencegah garukan dan gosokan pada daerah lesi.
c. Menjaga kebersihan kulit.
2. Medikamentosa
a. Oral : Cefixim 2x40 mg
b. Topical : Mupirosin Krim 2x sehari

IX. PROGNOSIS
a. Quo ad Vitam : bonam
b. Quo ad Fungsionam : bonam
c. Quo ad Sanasionam : dubia ad bonam
d. Quo ad Cosmeticam : dubia ad bonam
TINJAUAN PUSTAKA

I. DEFINISI
Impetigo secara klinis didefinisikan sebagai penyakit infeksi menular pada kulit
yang superficial yaitu hanya menyerang epidermis kulit, yang menyebabkan
terbentuknya lepuhan-lepuhan kecil berisi nanah (pustula) seperti tersundut rokok/api.
Terdapat dua jenis impetigo yaitu impetigo bulosa yang disebabakan oleh
Staphylococcus aureus dan non-bulosa yang disebabkan oleh Streptococcus-β-
hemoliticcus. Dasar infeksinya adalah kurangnya hygiene dan terganggunya fungsi
kulit.

II. EPIDEMIOLOGI
Di Amerika Serikat, kurang lebih 9 ± 10 % dan anak-anak yang datang ke klinik
kulit menderita impetigo. Perbandingan antara jenis kelamin laki-laki dan
perempuan adalah sama. Impetigo lebih sering menyerang anak-anak, jenis yang
terbanyak (kira-kira 90%) adalah impetigo bullosa yang terjadi pada anak yang berusia
kurang dari 2 tahun. Impetigo menyebar melalui kontak langsung dengan lesi (daerah
kulit yang terinfeksi). Penelitian pada tahun 2005 menunjukkan S. aureus sebagai
pathogen terbanyak yang menyebabkan baik impetigo bulosa dan impetigo non bulosa
di Amerika dan Eropa, sementara itu Streptococcus pyogenes pada negara
berkembang.

III. ETIOLOGI
Organisme penyebab adalah Staphylococcus aureus, Streptococcus-β-
hemolyticus grup A (dikenal dengan Streptococcus pyogenes), atau kombinasi
keduanya. Staphylococcus dominan ditemukan pada awal lesi. Jika kedua kuman
ditemukan bersamaan, maka infeksi Streptococcus merupakan infeksi penyerta.
Kuman S. pyogenes menular ke individu yang sehat melalui kulit, lalu kemudian
menyebar ke mukosa saluran napas. Berbeda dengan S. aureus, yang berawal dengan
kolonisasi kuman pada mukosa nasal dan baru dapat ditemukan pada isolasi kuman di
kulit pada sekitar 11 hari kemudian. Impetigo menyebar melalui kontak langsung
dengan lesi (daerah kulit yang terinfeksi). Pasien dapat lebih jauh menginfeksi dirinya
sendiri atau orang lain setelah menggaruk lesi. Infeksi seringkali menyebar dengan
cepat pada sekolah atau tempat penitipan anak dan juga pada tempat dengan higiene
yang buruk atau tempat tinggal yang padat penduduk.

IV. KLASIFIKASI
1. Impetigo Krustosa
Impetigo Krustosa biasanya disebabkan oleh Streptococcus-β-hemolyticus.
Tidak disertai gejala umum, hanya terdapat pada anak. Tempat predileksi di
muka, yakni sekitar lubang hidung dan mulut karena dianggap sumber infeksi dan
daerah tersebut. Kelainan kulit berupa eritema dan vesikel yang cepat memecah
sehingga jika pendenita datang berobat yang terlihat ialah krusta tebal berwarna
kuning seperti madu. Jika krusta dilepaskan akan tampak erosi dibawahnya, krusta
sering menyebar ke perifer dan sembuh di bagian tengah.
2. Impetigo Bulosa
Impetigo Bulosa biasanya disebabkan oleh Staphylococcus aureus dengan
predileksi didaerah ketiak, dada, dan punggung. Kelainan kulit berupa eritema,
bula, dan bula hipopion yang tidak terasa sakit. Kadang-kadang saat berobat vesikel
sudah pecah dan hanya terlihat koleret dan dasarnya masih eritematosa. Luka akibat
infeksi ini dapat berubah menjadi koreng dan sembuhnya lebih lama disbanding
impetigo jenis lain.

V. PATOFISIOLOGI
Infeksi Staphylococcus aureus atau Streptococcus-β-hemolyticus Group A, dimana
kita ketahui bakteri-bakteri tersebut dapat menyebabkan penyakit berkat
kemampuannya mengadakan pembelahan dan menyebar luas ke dalam jaringan dan
melalui produksi beberapa bahan ekstraseluler. Beberapa dari bahan tersebut adalah
enzim dan yang lain berupa toksin meskipun fungsinya adalah sebagai enzim.
Staphylococcus dapat menghasilkan katalase, koagulase, hyaluronidase, eksotoksin,
lekosidin, toksin eksfoliatif, toksik sindrom syok toksik, dan enterotoksin. Bakteri
Staphylococcus menghasilkan racun yang dapat menyebabkan impetigo menyebar ke
area lainnya. Toxin ini menyerang protein yang membantu mengikat sel-sel kulit.
Ketika protein ini rusak, bakteri akan sangat cepat menyebar. Enzim yang dikeluarkan
oleh Staphylococcus akan merusak struktur kulit dan adnya rasa gatal dapat
menyebabkan terbentuknya lesi pada kulit.
Rasa gatal dengan lesi awal berupa makula eritematosa berukuran 1-2 mm,
kemudian berubah menjadi bula atau vesikel. Pada Impetigo contagiosa awalnya
berupa warna kemerahan pada kulit (makula) atau papul (penonjolan padat dengan
diameter <0,5cm) yang berukuran 2-5 mm. Lesi papul segera menjadi vesikel atau
pustul (papula yang berwarna keruh/mengandung nanah/pus) yang mudah pecah dan
menjadi papul dengan keropeng berwarna kuning madu dan lengket berukuran <2 cm
dengan kemerahan minimal atau tidak ada kemerahan disekelilingnya, secret
seropurulen kuning kecoklatan kemudian mongering membentuk krusta yang berlapis-
lapis. Sering krusta menyebar ke perifer dan menyembuh di bagian tengah. Kemudian
pada impetigo bullosa, bula timbul secara tiba-tiba pada kulit yang sehat dari plak
merah, berdiameter 1-5 cm, pada daerah dalam dari alat gerak, bervariasi dari miliar
sampai lenticular dengan dinding yang tebal, dapat bertahan selama 2 sampai 3 hari.
Bila pecah, dapat menimbulkan krusta yang berwarna coklat, datar, dan tipis.

VI. MANIFESTASI KLINIS


a. Impetigo Bulosa
1. Vesikel (gelembung berisi cairan dengan diameter <0,5cm) yang timbul sampai
bulla (gelembung berisi cairan berdiameter >0,5cm) kurang dan 1 cm pada kulit
yang utuh, dengan kulit sekitar normal atau kemerahan. Pada awalnya vesikel
berisi cairan yang jernih yang berubah menjadi berwarna keruh.
2. Atap dan bulla pecah dan meninggalkan gambaran ‘collarette’ pada pinggirnya.
Krusta ‘varnishlike’ terbentuk pada bagian tengah yang jika disingkirkan
memperlihatkan dasar yang merah dan basah.
3. Bulla yang utuh jarang ditemukan karena sangat rapuh.

b. Impetigo Krustosa
1. Awalnya berupa warna kemerahan pada kulit (macula) atau papul yang
berukuran 2-5 mm.
2. Lesi papul segera menjadi vesikel atau pustul yang mudah pecah dan menjadi
krusta berwarna kuning madu dan lengket berukuran <2 cm dengan kemerahan
minimal atau tidak ada.
3. Lesi menyebar ke daerah sekitarnya dengan sendirinya (autoinokulasi).

VII. DIAGNOSIS BANDING


a. Dermatitis Atopik
Lesi pruritik yang kronis atau relaps dan kulit kering yang abnormal,
berlangsung lama. Likenifikasi fleksura biasanya terjadi pada orang dewasa. Pada
anak-anak biasanya berpredileksi di area wajah dan ekstensor.
b. Dermatitis Kontak
Gatal pada daerah yang sensitif yang kontak dengan zat-zat yang mengiritasi.
c. Ektima
Lesi berkrusta yang menutupi daerah ulkus dapat menetap selama beberapa
minggu dan sembuh dengan jaringan parut bila infeksi sampai dermis.
d. Pemfigus Bullosa
Vesikel dan bula timbul cepat dan gatal menyeluruh, dengan plak urtikaria.

VIII. PEMERIKSAAN PENUNJANG


a. Pemeriksaan Laboratorium
1. Pewarnaan Gram
Pada pemeriksaan ini akan mengungkapkan adanya neutrophil dengan kuman
coccus gram positif berbentuk rantai atau kelompok.
2. Kultur Cairan
Akan mengungkapkan adanya Streptococcus aureus atau kombinasi antara
Streptococcus pyogenes dengan Streptococcus-β-hemolyticus Group A, atau
kadang-kadang dapat berdiri sendiri.

IX. PENATALAKSANAAN
Tujuan pengobatan impetigo adalah menghilangkan rasa tidak nyaman dan
memperbaiki kosmetik dari lesi impetigo, mencegah penyebaran infeksi ke orang lain
dan mencegah kekambuhan.
Terapi medikamentosa
a. Terapi topical
1. Antiseptik
Antiseptik yang dapat menjadi pertimbangan dalam pengobatan impetigo yaitu
triklosan 2%.
2. Antibiotik topical
Mupirocin 2% topical (diberikan dikulit terinfeksi 2x sehari selama 3-5 hari).
b. Terapi sistemik
Pada orang dewasa dengan lesi berat, dicloxacillin 250-500mg secara oral
4 kali sehari, atau eritromisin 250-500 mg/KG/dosis 4 kali sehari. Pengobatan
sebaiknya dilanjutkan selama 5-7 hari.
Terapi non-medikamentosa
a. Membersihkan krusta secara perlahan.
b. Mencegah anak untuk menggaruk daerah lesi.
c. Lanjutkan pengobatan sampai luka sembuh.

X. KOMPLIKASI
Impetigo biasanya sembuh tanpa penyulit dalam dua minggu walaupun tidak
diobati. Bila tidak diobati infeksi dapat menimbulkan komplikasi selulitis,
lymphangitis, dan bakterimia. Produksi exfoliatin juga dapat berujung menyebabkan
Staphylococcal Scalded Skin Syndrome pada bayi dan dewasa dengan defisiensi imun.

XI. PENCEGAHAN
1. Cuci tangan segera dengan air mengalir setelah kontak dengan pasien, apabila
terkena luka.
2. Jangan menggunakan pakaian yang sama dengan penderita.
3. Bersihkan dan lakukan desinfeksi pada mainan yang mungkin bias menularkan
pada orang lain.
XII. PROGNOSIS
Secara umum prognosis dari penyakit ini adalah baik jika dilakukan pengobatan
yang teratur, meskipun dapat pula komplikasi sistemik seperti glomerulonephritis dan
lain-lain. Lesi mengalami perbaikan setelah 7-10 hari pengobatan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Adhi Djuanda, Mochtar Hamzah, Siti Aisah. 2018. Buku Ajar Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin. Edisi ke-7. Jakarta: FKUI.
2. Arthur Rook, D.S. Wilkinson, F.J.G Ebling. 1979. Impetigo. Textbook of Dermatology.
Edisi ke-3, Vol 2, Hal 338-341.
3. Craft, Noah.2012. Superficial Cutaneous Infection and Pyodermas, dalam Fitzpatrick’s
Dermatology in General Medicine, 8th edition. 2. New York: McGraw-Hill Medicin; 2012;
p 3025-3032.
4. Wolff K, Johnson RA. 2017. Fitzpatrick’s Color Atlas and Synopsis of Clinical
Dermatology 8th edition. 2. New York: McGraw-Hill Medicin; p 528-529.

Anda mungkin juga menyukai