PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Berkembang biak adalah salah satu fungsi luhur dari makhluk hidup,
termasuk manusia. Seluruh makhluk hidup, termasuk manusia berkeinginan
untuk menjaga kelangsungan garis keturunannya dengan cara berkembang
biak1.
Salah satu gangguan kesehatan reproduksi yang terjadi apa usia subur
adalah infertilitas. Infertilitas adalah ketidak mampuan untuk mengandung
sampai melahirkan bayi hidup setelah satu tahun melakukan hubungan seksual
yang teratur dan tidak menggunakan alat kontrasepsi apapun atau setelah
memutuskan untuk mempunyai anak2.
1.2. Definisi
teratur tanpa kontrasepsi, atau biasa disebut juga sebagai infertilitas primer.
meliputi tes ovulasi, patensi tuba, dan analisis semen dengan hasil normal4-6.
1.3. Prevalensi
di Indonesia tahun 2000, diperkirakan ada kurang lebih 3,5 juta pasangan (7
oleh pria dan 40% lainnya di sebabkan oleh faktor pria dan wanita.
primer 15% pada usia 30-34 tahun, meningkat 30% pada usia 35-39 tahun
TINJAUAN PUSTAKA
A. Alkohol
B. Merokok
C. Berat badan
Perempuan yang memiliki indeks massa tubuh (IMT) lebih dari 29, cenderung
memerlukan waktu yang lebih lama untuk mendapatkan kehamilan. Tindakan
menurunkan berat badan pada perempuan yang memiliki IMT > 29 dan
mengalami anovulasi akan meningkatkan peluang untuk hamil. Laki-laki yang
memiliki IMT > 29 akan mengalami gangguan fertilitas Upaya meningkatkan
berat badan pada perempuan yang memiliki IMT < 19 serta mengalami
gangguan haid akan meningkatkan kesempatan terjadinya pembuahan.1
A. Pekerjaan
Infertilitas pada wanita dapat disebabkan oleh infeksi vagina seperti vaginitis
dan trikomonas vaginalis akan menyebabkan infeksi lanjut pada portio, serviks,
endometrium bahkan sampai ke tuba yang dapat menyebabkan gangguan
pergerakan dan penyumbatan pada tuba sebagai organ reproduksi vital untuk
terjadinya konsepsi. Terjadinya disfungsi seksual yang mencegah penetrasi
penis, atau lingkungan vagina yang terlalu asam juga dapat menyebabkan
seorang wanita kesulitan mengalami kehamilan.
2. Tumor serviks seperti polip atau mioma yang dapat menutupi saluran sperma
atau menimbulkan discharge yang mengganggu spermatozoa.
3. Infeksi serviks yang menghasilkan asam atau sekresi purulent yang bersifat
toksin terhadap spermatozoa.
Nidasi ovum yang telah dibuahi terjadi di endometrium. Kejadian ini tidak
dapat berlangsung apabila ada patologi di uterus, seperti polip endometrium,
adenomiosis, mioma uterus atau leiomioma, bekas kuretase dan abortus septik.
Kelainan tersebut dapat mengganggu implantasi, pertumbuhan, nutrisi serta
oksigenisasi janin.
Kelas 2 : Gangguan fungsi ovarium. Karakteristik dari kelas ini adalah kelainan
pada gonadotropin namun estradiol normal. Anovulasi kelas 2 terjadi
sekitar 85 % dari seluruh kasus kelainan ovulasi.
Infertilitas pada pria dipengaruhi oleh faktor koitus pria yang meliputi
spermatogenesis abnormal, motilitas abnormal, kelainan anatomi, gangguan
endokrin dan disfungsi seksual. Kelaianan anatomi yang mungkin
menyebabkan infertilitas adalah tidak adanya vasdeferens kongenital, obstruksi
vasdeferens dan kelainan kongenital system ejakulasi. Spermatogenesis
abnormal dapat terjadi akibat orkitis karena mumps, kelainan kromosom,
terpajan bahan kimia, radiasi atau varikokel. Masalah ejakulasi seperti
ejakulasian retrograde yang berhubungan dengan diabetes, kerusakan saraf,
obat-obatan atau trauma bedah.
Faktor lain seperti infeksi yang ditularkan melalui hubungan seksual, stres,
nutrisi yang tidak adekuat, asupan alkohol berlebihan dan nikotin. Masalah
interaktifberupa masalah spesifik untuk setiap pasangan seperti frekuensi
sanggama yang tidak memadai, waktu sanggama yang buruk, perkembangan
antibodi terhadap sperma pasangan dan ketidakmampuan sperma untuk
melakukan penetrasi ke sel telur.
C. Analisis sperma
WHO kelas I
Pada perempuan yang memiliki IMT < 19, tindakan peningkatan berat
badan menjadi normal akan membantu mengembalikan ovulasi dan
kesuburan. Pengobatan yang disarankan untuk kelainan anovulasi pada
kelompok ini adalah kombinasi rekombinan FSH (rFSH)- rekombinan LH
(rLH), hMG atau hCG. Penggunaan kombinasi preparat gonadotropin
(rFSH dan rLH) dilaporkan lebih efektif dalam meningkatkan ovulasi
dibandingkan penggunaan rFSH saja (Evidence level 2a).
WHO Kelas II
WHO Kelas IV
A. Defisiensi Testikular
Hasil ICSI yang diperoleh, lebih buruk jika sperma diambil dari
pria dengan NOA, dibandingkan dengan sperma yang diperoleh dari
cairan ejakulasi pria dengan NOA: Angka kelahiran pada NOA lebih
rendah dibandingkan OA (19% vs 28%), Angka fertilisasi dan implantasi
pada NOA lebih rendah dibandingkan OA.
B. Azoospermia Obstruktif
Obstruksi intratestikular
Pada kasus ini, rekanalisasi duktus seminalis tidak mungkin dilakukan
sehingga TESE atau fine- needle aspiration dapat direkomendasikan. Baik
TESE maupun fine-needle aspiration dapat menyebabkan kembalinya
sperma pada hamper seluruh pasien OA.
Obstruksi epididimis
Microsurgical epididymal sperm aspiration (MESA)
diindikasikan pada pria dengan CBAVD. Spermatozoa yang didapatkan
biasanya digunakan untuk ICSI. Pada pasien dengan azoospermia akibat
obstruksi epididimis didapat, end-to-end atau end-to-side microsurgical
epididymo- vasostomy direkomendasikan, dengan microsurgical
intussuception epididymo-casostomy menjadi teknik yang dipilih.
Rekonstruksi mungkin dapat dilakukan unilateral atau bilateral, angka
patensi dan kehamilan biasanya lebih tinggi dengan rekonstruksi
bilateral.
Obstruksi vas deferens proksimal
Biasanya tidak mungkin untuk mengkoreksi defek vas bilateral
yang besar akibat eksisi vas yang tidak disengaja selama operasi hernia
atau orchidopexy. Pada kasus ini, aspirasi sperma vas deferens proksimal
atau TESE/MESA dapat digunakan untuk kriopreservasi ICSI nantinya.
Pada defek monolateral yang besar dengan atrofi testis kontralateral, vas
dari testis yang atrofi dapat digunakan untuk crossover vaso-vasostomy
atau vaso-epididymostomy.
Obstruksi vas deferens distal
Biasanya tidak mungkin untuk mengkoreksi defek vas bilateral
yang besar akibat eksisi vas yang tidak disengaja selama operasi hernia
atau orchidopexy. Pada kasus ini, aspirasi sperma vas deferens
proksimal atau TESE/MESA dapat digunakan untuk kriopreservasi ICSI
nantinya. Pada defek monolateral yang besar dengan atrofi testis
kontralateral, vas dari testis yang atrofi dapat digunakan untuk crossover
vaso-vasostomy atau vaso-epididymostomy.
Obstruksi duktus ejakulatorius
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
1. Triwani. Faktor Genetik sebagai salah satu Penyebab Infertilitas Pria. Bagian Biologi
2. Purba IH. Kecemasan Pasangan Usia Subur Terhadap Infertilitas Sekunder di Dusun
6. Willem O, Ian C, Silke D,Gamal S,Paul D. Human Reproduction. J of Infertility and the
Sagung.2008: 187-191.
8. Praween Agrawal MPS PhD. Obesity and Reproductive Health among Indian Women: