Anda di halaman 1dari 19

INFERTILITAS

Disusun Oleh:
Melissa Donda G99141125
Dorothy Eugene Nindya G99142120

Pembimbing:
Dr. Eka Budi Wahyana, Sp.OG., M.Kes

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/ RSUD DR. MOEWARDI
RSUD DR. SOEDIRAN MANGUN SOEMARSO WONOGIRI
2016
BAB I

PENDAHULUAN

Infertilitas didefinisikan sebagai ketidakmampuan untuk hamil setelah mencoba minimal 6

bulan untuk wanita di bawah 35 tahun atau satu tahun untuk wanita lebih dari 35 tahun, tanpa

penggunaan birth control, dan dengan hubungan seksual normal. Reproduksi terencana berarti

semua metode fertilisasi, yang tidak hanya hubungan seksual. 1,2

Infertilitas merupakan masalah penting ynag terjadi pada kesehatan reproduksi yang sering

berkembang menjadi masalah sosial. Infertilitas terjadi pada sekitar 10-15% pasangan dalam usia

reproduktif. Prevalensi ini tetap stabil selama 50 tahun terakhir, namun terjadi pergeseran pada

etiologi dan usia pasien6.

Makalah ini bertujuan untuk mengetahui gambaran infertilitas, baik pada wanita maupun pria,

serta penatalaksanaannya.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

INFERTILITAS

1. Definisi

Infertilitas didefinisikan sebagai ketidakmampuan untuk hamil setelah mencoba

minimal 6 bulan untuk wanita di bawah 35 tahun atau satu tahun untuk wanita lebih

dari 35 tahun, tanpa penggunaan birth control dan dengan hubungan seksual normal.

Reproduksi terencana berarti semua metode fertilisasi, yang tidak hanya hubungan

seksual1,2.

2. Etiologi

A. Pria

Penyebab infertilitas pada pria3:

a. Kelainan pada alat kelamin

1) Hipospadia yaitu muara saluran kencing letaknya abnormal, antara

lain pada permukaan testis

2) Ejakulasi retrograde yaitu ejakulasi di mana air mani masuk ke

dalam kandung kemih

3) Varikokel yaitu suatu keadaan di mana pembulhu darah menuju

skrotum terlalu besar, sehingga jumlah dan kemampuan gerak

spermatozoa berkurang yang berarti mengurangi kemampuannya

untuk menimbulkan kehamilan


4) Testis tidak turun dapat terjadi karena testis atrofi sehingga tidak

turun

b. Kegagalan fungsional

1) Kemampuan ereksi kurang

2) Kelainan pembentukan spermatozoa

3) Gangguan pada sperma

Semen adalah cairan yang mengantarkan sperma dari penis menuju vagina.

Bila tidak ada semen maka sperma tidak terangkut (tidak ada ejakulasi).

Kondisi ini biasanya disebabkan penyakit atau kecelakaan yang

mempengaruhi tulang belakang.

c. Gangguan di daerah sebelum testis (pre testicular)

Gangguan biasanya terjadi pada bagian otak, yaitu hipofisis yang bertugas

mengeluarkan hormon FSH dan LH. Kedua hormon tersebut

mempengaruhi testis dalam menghasilkan hormon testosteron, akibatnya

produksi sperma dapat terganggu serta mempengaruhi spermatogenesis

dan keabnormalan semen. Terapi yang bisa dilakukan untuk peningkatan

testosteron adalah dengan terapi hormon.

d. Gangguan di daerah testis (testicular)

Kerja testis dapat terganggu bila terkena trauma pukulan, gangguan fisik,

atau infeksi. Bisa juga terjadi, eslama pubertas testis tidak berkembang

dengan baik, sehingga produksi sperma menjadi terganggu. Dalam proses

produksi, testis sebagai pabrik sperma membutuhkan suhu yang lebih

dingin daripada suhu tubuh, yaitu 34 – 35oC, sedangkan suhu tubuh normal
36,5 – 37,5oC. Bila suhu tubuh terus menerus naik 2 – 3oC saja, proses

pembentukkan sperma dapat terganggu.

e. Gangguan di daerah setelah testis (post testicular)

Gangguan terjadi di saluran sperma sehingga sperma tidak dapat

disalurkan dengan lancar, biasanya karena salurannya buntu. Penyebabnya

bisa jadi bawaan sejak lahir, terkena infeksi penyakit (seperti tuberkulosis),

serta vasektomi.

B. Wanita

Penyebab infertilitas pada wanita dibagi menjadi beberapa kategori yaitu pada

cervical atau uterus, ovarium, tuba, dan lainnya. Sekalipun stress dan distress

(ansietas atau depresi) dipertimbangkan menjadi faktor yang menurunkan

kehamilan dengan Assisted Reproductive Technology (ART), jumlah penelitian

masih terbatas dan dibutuhkan penelitian lainnya. Penyebab infertilitas pada

wanita yaitu4,5:

a. Gangguan Organ Reproduksi

1. Infeksi vagina sehingga meningkatkan keasaman vagina akan

membunuh sperma dan pengkerutan vagina yang akan menghambat

transportasi sperma ke vagina

2. Kelainan pada serviks akibat defisiensi hormon esterogen yang

mengganggu pengeluaran mucus serviks. Apabila mucus sedikit di

serviks, perjalanan sperma ke dalam rahim terganggu. Selain itu,

bekas operasi pada serviks yang menyisakan jaringan parut juga

dapat menutup serviks sehingga sperma tidak dapat masuk ke rahim.


3. Tuba falopii akibat infeksi yang mengakibatkan adhesi tuba falopii

dan terjadi obstruksi sehingga ovum dan sperma tidak dapat bertemu.

4. Ovarium dapat mempengaruhi infertilitas yaitu adanya kista atau

tumor ovarium, penyakit ovarium polikistik, endometriosis, atau

riwayat pembedahan yang menggnaggu siklus ovarium, Dari

perspektif psikologis, terdapat juga suatu korelasi antara

hiperprolaktinemia dan tingginya tingkat stress di anatara pasangan

yang mempengaruhi fungsi hormon.

b. Gangguan ovulasi6:

Gangguan ovulasi ini dapat terjadi karena ketidakseimbangan hormonal

seperti adanya hambatan pada sekresi hormon FSH dan LH yang memiliki

pengaruh besar terhadap ovulasi. Hamatan ini dapat terjadi karena adanya

tumor cranial, stress, dan penggunaan obat- obatan yang menyebabkan

terjadinya disfungsi hipotalamus dan hipofisis. Bila terjadi gangguan

sekresi keuda hormon ini, maka folikel mengalami hambatan untuk

matang dan berakhir pada gangguan ovulasi. Gangguan ovulasi ditemukan

pada kurang lebih 25% kasus infertilitas dalam praktek sehari- hari.

Penanganan yang dilakukan harus berdasarkan penyebab anovulasi yang

terjadi serta menyingkirkan kemungkinan penyebab infertilitas lainnya.

Karena itu sangat penting untuk meyakinkan patensi tuba dan analisis

semen yang normal sebelum melakukan induksi ovulasi.

Induksi ovulasi dan stimulasi ovarium dapat dilakukan pada pasien

yang mengalami gangguan ovulasi sesuai dengan Who grup 1


(hipogonadotropin- hypogonadism) atau WHO grup II

(normogonadotropin-normogonadism). Kelompok lain yang juga

merupakan indikasi induksi ovulasi adalah pasien dengan

hiperprolaktinemia. Induksi ovulasi dan stimulasi ovarium dilakukan

dengan memberikan preparat gonadotropin eksogen atau meningkatkan

sekresi gonadotropin endogen melalui pembeian obat- obatan pemicu

ovulasi.

c. Kegagalan implantasi

Wanita dengan kadar progesteron yang rendah mengalami kegagalan

dalam mempersiapkan endometrium untuk nidasi. Setelah terjadi

pembuahan, proses nidasi pada endometrium tidak berlangsung baik.

Akibatnya fetus tidak dapat berkembang dan terjadilah abortus.

d. Faktor imunologis

Apabila embrio memiliki antigen yang berbeda dari ibu, maka tubuh ibu

memberikan reaksi sebagai respon terhadap benda asing. Reaksi ini dapat

menyebabkan abortus spontan pada wanita hamil.

e. Lingkungan

Paparan radiasi dalam dosis tinggi, asap rokok, gas anestesi, zat kimia, dan

pestisida dapat menyebabkan toksik pada seluruh bagian tubuh termasuk

organ reproduksi yang akan mempengarhui kesuburan.

3. Faktor Risiko

Faktor risiko pada wanita maupun pria hampir sama, yaitu6:


A. Umur

Fertilitas pad awanita menurun secara gradual menurut umur dan penurunan

semakin tinggi pada pertengahan 30- an. Infertilitas pada wanita tua bisa

dikarenakan banyaknya dan kualitas ovum. Pria pada umur lebih dari 40 tahun

lebih tidak produktif dibandingkan pria muda.

B. Penggunaan tembakau

Kemungkinan pasangan untuk hamil berkurang bila partnernya merokok.

Keguguran lebih sering pada wanita yang merokok. Merokok dapat

meningkatkan risiko disfungsi ereksi dan penurunan sperma pada pria

C. Alkohol

Pada wanita, tidak ada batas aman penggunaan alkohol selama konsepsi atau

kehamilan. Alkohol meningkatkan risiko kelainan janin, dan juga semakin sulit

untuk hamil. Pada pria, alkoholisme berat dapat menurunkan jumlah dan

motilitas sperma.

D. Berat badan berlebih

Di Amerika, wanita dengan gaya hidup tidak aktif dan overweight dapat

meningkatkan risiko infertilitas. Pada wanita tingkat testosteron juga terkena

dampat bila overweight. Vandersteeg menyatakan bahwa obesitas menyebabkan

disrupsi pada hormon leptin yang berhubungan dengan nafsu makan dan

mencegah fertilitas. Obesitas pada pria menyebabkan gangguan regulasi hormon

sehingga produksi sperma menurun. Obesitas menyebabkan infertilitas karena

ketidakseimbangan hormon karena berkaitan dengan Polycystic Ovarii

Syndrome (PCOS). PCOS biasanya menyebabkan infertilitas terjadi pada


seperlima wanita produktif. PCOS berkaitan dengan peningkatan testosteron dan

insulin yang dapat menyebabkan periode menstruasi ireguler, berat badan mudah

naik, dan keterlambatan kehamilan.

E. Berat badan kurang

Berat badan kurang pada wanita dengan anoreksia dan bulimia, meningkatkan

risiko permasalah fertilitas.

F. Olahraga

Kekurangan olahraga berkontribusi pada obesitas, yang mana meningkatkan

risiko infertilitas. Masalah ovulasi juga berkaitan dengan olahraga intens, pada

wanita yang tidak overweight. Olahraga yang berlebihan dapat menyebabkan

kegagalan pada siklus ovulasi, sehingga mempengaruhi siklus menstruasi.

Olahraga normal tidak berkaitan dengan keguguran, namun beberapa jenis

olahraga seperti scuba diving, angkat beban harus dihindari pada kehamilan.

Pada pria, terlalu banyak olahraga juga dpaat menyebabkan jumlah sperma

berkurang.

4. Epidemiologi

Dampak infertilitas mengenai sekitar 10-15% pasangan usia produktif. Hal tersebut

merupakan prevalensi yang stabil selama 50 tahun terakhir, namun dengan

pngecualian pada etiologi dan umur pasien. Saat umur wanita bertambah, insidensi

infertilitas juga meningkat5.

Fertilitas harus dibedakan dengan fekundabilitas, di mana artinya probabilitas

menerima kehamilan setiap bulannya dan fekunditas, yaitu kemampuan menerima

pembuahan dalam 1 siklus menstruasi. Rasio fekundabilitas pada usia produktif


bernilai konstan dan sekitar 0,22 per bulannya. Perkiraan rasio fekunditas adalah 0,15

– 0,18 per bulan, menghasilkan rasio kumulatif kehamilan 90% per tahun6.

5. Diagnosis

A. Wanita7

1) Anamnesis

Langkah pertama adalah anamnesis, ini merupakan cara yang terbaik

untuk mencari penyebab infertilitas pada wanita. Banyak faktor penting

yang berkaitan dengan infertilitas dapat ditanyakan pada pasien.

Anamnesis meliputi hal- hal berikut:

a. Siklus menstruasi, masa ovulasi, dysmenorrhea

b. Riwayat sanggama: frekuensi sanggama

c. Riwayat kehamilan: pascapartum, abortus, kehamilan ektopik,

kehamilan terakhir

d. Riwayat kontrasepsi yang pernah digunakan

e. Pemeriksaan infertilitas dan pengobatan sebelumnya

f. Riwayat penyakit sistemik (tuberkulosis, diabetes melitus, tiroid)

g. Riwayat pengobatan: pengobatan radiasi, sitostatika, obat- obatan

lainnya

h. Riwayat penggunaan alkohol

i. Riwayat bedah perut/ hipofisis/ ginekologi

2) Analisis Hormonal

Langkah kedua adalah analisis hormonal, dilakukan jika dari hasil

anamnesis ditemukan riwayat atau sedang mengalami gangguan haid, atau


dari pemeriksaan dengan suhu basal badan ditemukan anovulasi.

Pemeriksaan hormon dasar adalah sebagai berikut:

a. Estrogen, biasanya dalam bentuk estradiol, diproduksi oleh ovarium

dalam merespon sinyal dari glandula pitutari, dimulai saat pubertas.

Fungsi utama estradiol adalah untuk memodulasi siklus menstruasi.

Sekresinya meningkat secara gradual pada 2 minggu pertama,

mencapai puncaknya saat ovulasi, dan jatuh dengan tajam sesaat

sebelum periode menstruasi. Setelah menopause, level estrogen

menurun ke level rendah yang konsisten.

b. Progesteron, juga merupakan hormon seks wanita yang diproduksi

oleh ovarium, yang menyebabkan penebalan endometrium sebagai

persiapan sel telur untuk dibuahi, Level progesterone mulai

meningkat dengan cepat setelah ovulasi. Jika implantasi sel telur

tidak terjadi, progesterone (dan estrogen) menurun dengan tajam dan

menstruasi akan terjadi berikutnya. Pada wanita hamil, plasenta

melepaskan progesterone dalam jumlah besar untuk

mempertahankan kehamilan

c. Testosteron adalah hormon seks (androgen) yang utama pada pria,

yang diproguksi oleh testis, sejak pubertas. Pada wanita, kelenjar

adreanal dan ovarium menghasilkan testosteron namun dalam

jumlah yang kecil. Level testosteron mencapai plateau pada usia 40

tahun, dan menurun secara gradual seperlima daripada level puncak

pada usia 80 tahun.


FSH dan LH. Follicle Stimulating Hormone membantu dalam pematangan

telur dalam folikel. LH berperan setelah telur matang di dalam folikel.

Lonjakan LH menyebabkan pelepasan telur dari ovarium yang kemudian

mensekresi progesterone dan beberapa estrogen. Kekurangan FSh

ditunjukkan ketika seorang wanita amenorrhea atau penghentian siklus

bulanan. Rendahnya FSH menyebabkan rendahnya LH. LH yang rendah

ditandai dengan kekurangan progesterone. Progesteron yang

menyebabkan perdarhaan yang berlebihan selama siklus. Pada laki- laki,

menyebabkan ketidaktertarikan seksual dan jumlah sperma rendha.

Defisiensi FSH pada pria menyebabkan infertilitas dan disfungsi seksual

3) Uji Pasca Senggama

Langka III adalah uji pasca-senggama. Tes ini dapat memberi informais

tentang interksi antara sperma dan getah serviks. Jika hasil uji pasca

senggama negatif, perlu dilakukan evaluasi kembali terhadap sperma.

Hasil uji pasca senggama yang normal dalam menyimpulkan penyebab

infertilitas suami.

4) Penilaian Ovulasi

Langkai IV adalah penilaian ovulasi. Penilaian ovulasi dapat diukur

dengan pengukuran suhu basal badan (SBB). SBB dikerjakan setiap hari

pada saat bangun pagi hari, sebelum bangkit dari tempat tidur, atau sebeum

makan atau minum. Jika wanita memiliki siklus haid berovulasim grafik

akan memperlihatkan gambaran bifasik, sedangkan yang tidka berovuasi

gambaran grafiknya monofasi. Ada gangguan ovulasi idiopatik yang


penyebabnya tidak diketahui, induksi ovulasi dapat dicoba dengan

pemberian estrogen (umpan balik positif) atau antiestrogen (umpan balik

negatif). Untuk umpan balik negatif, diberikan klomifen sitrat dosis 50-

100 mg, ulai hari ke-5 sampai hari ke-9 siklus haid. Jika dengan pemberian

estrogen dan klomifen sitrat tidak juga terjadi sekresi gonadotropin untuk

pematangan folikel terpaksa diberikan gonadotropin dari luar. Cara lain

untuk menilai ovulasi adalah dengan USG. Jika diameter folikel mencapai

18-25 mm, berarti menunjukkan folikel yang matang dan tidka ama lagi

akan terjadi ovulasi.

5) Pemeriksaan bakteriologi

Langkah V yaitu pemeriksaan bakteriologi. Perlu dilakukan pemeriksaan

bakteriologi dari vagina dan porsio. Infeksi akibat chlamydia trachomatis

dan gonokokus sering menyebabkan sumbatan tuba. Jika ditemukan riwyat

abortus berulang atau kelainan bawan pada kehamilan sebelumnya perlu

dilakukan pemeriksaan terhadap TORCH.

6) Analisis fase luteal

Langkah VI adalah analisis fase luteal. Kadar estradiol yang tinggi pada

fase luteal dapat menghambat implantasi dan keaaan seperti ini sering

ditemukan pada unexplained infertility. Pengobatan insufisiensi korpus

luteum dengan pemberian sediaan progesterone alamiah. Lebih

diutamakan progesterone intravaginal dengan dosis 50-200 mg daripada

pemberian oral.
7) Diagnosis tuba falopi

Langkai VII yaitu diagnosis tuba falopii. Karena makin meningkatnya

penyakit akibat hubungan seksual, pemeriksaan tuba menjadi sangat

penting. Tuba yang tersumbat, gangguan hormon, dan anovulasi

merupakan penyebab tersering infertilitas. Untuk mengetahui kelainan

pada tuba tersedia berbagai cara, yaitu uji insufisiensi,

histerosalpingografi, gambaran tuba falopii secaa sonografi, hidrotubasi,

dan laparoskopi. Penanganan pada tiap predisposisi inferitlitas bergantung

pada penyebanya, termasuk pemberian antibiotic infertilitas yang

disebabkan oleh infeksi.

B. Pria8

Pemeriksaan pada pria meliputi pemeriksaan sampel semen untuk dianalisa.

Paternitas sebelumnya tidak menjamin status fertilitas sekarang. Analisis semen

secara komprehensif harus dilakukan di laboratorium andrology yang terjamin.

Saat sampel diambil harus diletakkan di dalam wadah steril dan dikirimkan ke

laboratorium pada suhu tubuh dan tidak kurang dari 30 menit setelah ejakulasi.

Analisa semen berupa : konsentrasi sperma, motilitas, morfologi, dan viabilitas.

WHO parameter untuk analisa semen yaitu :

1. Volume : 2-5 ml

2. pH : 7.2 – 7.8

3. Konsentrasi sperma : 20 juta/lebih

4. Motilitas : 50% bergerak ke depan

5. Moroflogi : sperma normal >4%


6. Sel darah putih : <1 juta sel/ul

Morfologi merupakan parameter penting dan menurut Krueger8, klasifikasi

yang ada berdasarkan morfologi sperma setelah memperbaiki dan pewarnaan

pada sperma. Kriteria Kruger : morphologi >14% adalah normal, <4%

infertilitas berat dan indikasi penggunaan Assisted Reproduction Technology

(ART) atau intracytopasmic sperm injection.

Analisa biokimia spesifik berkaitan pada fungsi kelenjar seksual asesori

dengan menggunakan sampel semen. Hal in itermasuk fruktoosa dari

vesikula seminal, zink dan asam folat dan prostat, dan a-glukosikdase dan

karnitin dari epididymis.

6. Penatalaksanaan

A. Pengobatan fkator cervix6,9

Servisitis kronis harus diobati dengan antbiotik. Sekresi yang berkurang karena

destruksi endoserviks dengan konisasi, pembekuan, atau vaporisasi laser

berkaitandengan terapi estrogen dosis rendah. Pengobtan paling mudah dan sukses

adalah inseminasi intrauterine. Pengobatan ini juga berlaku pada oligospermia,

hipospermia, dan gangguan ejakulasi. Psaien dengan azoospermia tidak dilakukan

invitro fertilisasi injeksi intrasitoplasmik sperma dengan sperma donor.

Inseminasi artifisial dpat dilakukan engan menimbun sperma pada serviks atau di

dalam kavum endometrium. Inseminasi serviks memiliki keberhasilan yang rendah.

Inseminasi intrauterine, fertiltisas in vitro, injeksi sperma intrasitoplasmik,

pembuangan komponen ejakulasi tertentu (cairan seminal, debris sel, leukosit, dll)

dengan retensi dari fraksi sperma yang moti dibutuhkan.


Ratio kehamilan setelah inseminasi intrauterine adalah 8%. Ratio ini meningkat

10-12% persiklus setelah induksi ovulasi hMG/hCG. 85% kehamilan didapatkan

pada awal 4 siklus inseminasi intrauterine.

B. Pengobatan faktor uterine6,10,11,12

Pada pasien dengangangguan kongenital uterus dan vagina dapat dilakukan in vitro

fertilization. Bila pasien dengan Rokitansky-kuster-hause syndrome menginginkan

anak, dapat dimulai dengan stimulasi ovarium, aspirasi oosit, pembuahan in vitro,

namun embrionya dipindahkan ke karier kehamilan. Penatalaksanaan malformasi

uterus bergantung pada berartnya masalah. Pembuahan tidka menjadi masalah

pada pasien dengan DES, dan tidka akan terdiagnosa sampai adanya hasil test

Papanicolau. Guideline untuk permasalahan fertilitas yaitu :

1. Faktor serviks kronik : absenya mucus > inseminasi intrauterine

2. Inkompetensi serviks > cerelage

3. Kerusakan/hilangnya tuba falopi (ektopik) > fertilisas in vitro

C. Operasi6,13,14,15

Anomali uterus dapat diperbaiki dengan operasi histeroskopi dengan anestesi

umum. Prosedur ini biasanya dimulai pada fase awal folikular dan di bawah

laparoskopik untuk menurunkan resiko perforasi uterin. Laparoskopi membantu

menjuruskan diagnose antara uterus bikoruat atau septet. Uterus bukornuat

bercirikan adanya identasi pada fundus. Teknik metroplasty yan gidgunakan

adalah Strassman dan Jones. Strassman berisi insisi pada fundus uterus diantara

kedua area kornu dan menutup defek dengan sutura anteroposterior. Jones dimulai
dengan reseksi septum dengan insisi ujung anteroposterior dan menutup defek dari

arah yang sama.

D. Penatalaksanaan Faktor Ovarium6

Induksi ovulasi merupakan pengobatan paling tepat pada pasien infertile dengan

disfungsi di axis HPA. Ovulasi diinduksi dengan clomphene citrate, hMG, hCG,

FSH rekombinan, dan LII rekombinan. Pada wanita dengan berat badan berlebih,

penurunan berat badan 5-10% dapat memberikan perbaikan, menstabilkan siklus

menstruasi, meningkatkan ovulasi, menghasilkan ovum yang dapat dibuahi.

E. Pengobatan pada pria6

Asthenospermia berkaitan dengan varikokel dan dapat diobati dengan operasi

varikokelektomi atau dengan embolisasi vena spermatika. Dapat juga dilakkan

operasi bypass dan langsung inseminasi intrauterine atau fertilisas in vitro,

tergantung umur dan beratnya keadaan. Oligospermia diobati berdasarkan

etiologinya. CI atau inseminasi intrauterine merupakan pengobatan untuk ini.

Azoospermia diobati berdasarkan etiologinya. Pada pasien dengan azoospermia

obstruktifdan normal gonadotropin, sperma dapat diambil melalui operais mikro

aspirsai sperma epididymis atua biopsy testicular. Fertilisasi oosit dengan

IVD/intrasitoplasmik sperm injection. Pada pasien dengan azoospermia

nonobsruktif, ejakulasi retrograde merupakan penyebab. Pengobatannya berupa

mengembalikan sperma dari sampel urin setelah ejakulasi.


DAFTAR PUSTAKA

1. Djuwantoro, Iono, et al., 2008. Hanya 7 Hari Memahami Infertilitas.

Bandung: PI Retika Aditama

2. Ombelet W., Cooke, I., Dver, S., Serout, G., Devroey, P. Infertility and

provision of infertility medical services in developing countries. Hum Reprod

Update, 2008; 14(6), 605-621

3. Benson, P dan Pernoll. 2009. Buku saku Obstetry Gynecology William.

Jakarta: EGC

4. Henderson, C. dan Jones, K. 2006. Buku Ajar Konsep Kebidanan. Jakarta:

EGC

5. Matthiesen, SM., Frederiksen, Y., Ingerslev, HJ, dan Zachariae, R. Stress,

Distress, and Outcome of Assisted Reproductive Technology (ART) a meta-

analysis. Hum Reprod. 2011. Aug 1 [Medline]

6. Puscheck, F., Woodard, L. 2015. Infertility. America: Wayne State University

School of Medicine. http://emedicine.medscape.com/article/274143-overview

diakses tanggal 1 Februari 2016.

7. Syafrudin. Hamdah. 2009. Kebidanan Komunitas. Jakarta: EGC

8. Kruger, TF., Merkveld, R., Stander, FS., et al. Sperm morphologic features as

a prognostic factor in-vitro fertilization. Fertil Steril, 2011 [Medline]

9. Velde, ER., van Kooy, RJ., Waterreus JJ. Intrauterine insemination of washed

husband’s spermatozoa a controlled study. Fertil Steril. 1989 Jan, 51(1): 182-

185.
10. Kaufman, RH., Binder, GI., Gray, PM Jr., Adam, E. Upper genital tract

changes with exposure in utero diethylstilbestrol. Am J Obstet Gynecol. 1977

May 1. 128(1):51-59.

11. Haney, AF., Hammond, CB., Soules, MR., Creasman WT. Diethylstilbestrol-

induced upper genital tract abnormalities. Fertil Steril. 1979 Feb. 31(2): 142-

146.

12. Barnes, AB., Colton, I., Gundersen, J. et al. Fertility and outcome of

pregnancy in women exposed in utero to diethylstilbestrol. N Engl J Med.

1980 Mar 13. 302(11):609-613 [Medline]

13. Adamson, GD. Treatment of uterine fibroids current findings with

gonadotropin releasing hormone agonists. Am J Obstet Gynecol. 1992 Feb

166(2): 746-751 [Medline].

Anda mungkin juga menyukai