KEPERAWATAN MATERNITAS
( TUGAS BACA)
DI SUSUN OLEH :
a. Definisi
Infertilitas di definisikan sebagai ketidakmampuan pesangan untuk
mencapai kehamilan setelah 1 tahun hubungan seksual tanpa pelindung
(Keperawatan Medikal Bedah). Infertilitas (pasangan mandul)adalah
pasangan sauami istri yang telah menikah selama satu tahun dan sudah
melakukan hubungan seksual tanpa menngunakan alat kontrasepsi, tetapi
belum memiliki anak. (Sarwono, 2000).
Infertilitas adalah pasangan yang telah kawin dan hidup harmonis
serta berusaha selama satu tahun tetapi belum hamil. (Manuaba, 1998).
Infertilitas adalah ketidakmampuan untuk hamil dalam waktu satu tahun.
infertilitas primer bila pasutri tidak pernah hamil dan infertilitas sekunder bila
istri pernah hamil. (Siswandi, 2006). Pasangan infertil adalah suatu kesatuan
hasil interaksi biologik yang tidak menghasilkan kehamilan dan kelahiran
bayi hidup.
b. Klasifikasi
Infertilitas terbagi dari 2 macam, yaitu :
a). Infertilitas primer yaitu jika perempuan belum berhasil hamil walaupun
bersenggama teratur dan dihadapkan kepada kemungkinan kehamilan
selama 12 bulan berturut-turut.
b). Infertilitas sekunder yaitu disebut infertilitas sekunder jika perempuan
pernah hamil, akan tetapi kemiduan tidak berhasil hamil lagi walaupun
bersenggama teratur dan dihadapkan kepada kemungkinan kehamilan
selama 12 bulan berturut-turut.
c. Etiologi
Penyebab infertilitas pada perempuan (istri) :
b).Faktor fungsional :
e. Patofisiologi/Pathways
f. Pemeriksanaan diagnostic
1) Pemeriksaan fisik
- Hirsutisme diukur dengan skala Ferriman dan Gallway, jerawat
- Pembesaran kelenjar tyroid
- Galaktorea
- Inspeksi lendir serviks ditujukkan dengan kualitas mucus
- PDV untuk menunjukkan adanya tumor uterus/adneksa
2). Pemerikasaan penunjang
Analisa sperma :
- Jumlah > 20 juta/ml
- Morfologi > 40%
- Motilitas 60%
Deteksi ovulasi :
- Anamnesis siklus menstruasi, 90% siklus menstruasi teratur :
siklus ovulatoar
- Peningkatan suhu badan basal, meningkat 0,6 – 1ºC setelah
ovulasi : Bisafik
- Uji benang lendir serviks dan uji pakis, sesaat sebelum ovulasi :
lendir serviks encer, daya membenang lebih panjang,
pembentukan gambaran daun pakis dan terjadi Estradiol
meningkat
BiopsiEndometrium
Beberapa hari menjelang haid , Endometrium fase sekresi :
siklus ovulatoar, Endometrium fase proliferasi/gambaran, Hiperplasia :
siklus Anovulatoar d)
d. Hormonal: FSH, LH, E2, Progesteron, Prolaktin
FSH serum : 10 - 60 mIU/ml
LH serum : 15 - 60 mIU/ml
Estradiol : 200 - 600 pg/ml
Progesteron : 5 - 20 mg/ml
Prolaktin : 2 - 20 mg/ml e)
e. USG transvaginal Secara serial : adanya ovulasi dan perkiraan saat ovulasi
Ovulasi : ukuran folikel 18 - 24 m
f. Histerosalpinografi.
- Radiografi kavum uteri dan tuba dengan pemberian materi kontras.
Disini dapat dilihat kelainan uterus, distrosi rongga uterus dan tuba uteri,
jaringan parut dan adesi akibat proses radang. Dilakukan secara
terjadwal. Menilai Faktor tuba : lumen, mukosa, oklusi, perlengketan.
- uterus : kelainan kongenital (Hipoplasia, septum, bikornus, Duplex),
mioma, polip, adhesi intrauterin (sindroma asherman).
- Dilakukan pada fase proliferasi : 3 hari setelah haid bersih dan sebelum
perkiraan ovulasi 4.
- Keterbatasan : tidak bisa menilai .
- Kelainan Dinding tuba : kaku, sklerotik.
- Fimbria : Fimosis fimbria
- Perlengketan genitalia Int
- Endometriosis
- Kista ovarium.
- Patensi tuba dapat dinilai :HSG, Hidrotubasi (Cairan), Pertubasi (gas
CO2)
g. Pemeriksaan pelvis ultrasound
Untuk memvisualisasi jaringan pelvis, misalnya untuk identifikasi kelainan,
perkembangan dan maturitas folikuler, serta informasi kehamilan intra
uterin. h)
h. Uji paska sanggama (UPS)
Syarat : Pemeriksaan Lendir serviks + 6 - 10 jam paska sanggama. Waktu
sanggama sekitar ovulasi, bentuk lendir normal setelah kering terlihat seperti
daun pakis. Menilai : Reseptifitas dan kemampuan sperma untuk hidup pada
lendir serviks. Penilaian UPS : Baik : > 10 sperma / LPB
Analisa semen.
• Parameter
• Warna putih keruh
• Bau bunga akasia
• Ph 7,2 – 7,8.
• Volume 2-5 ml
i. Laparoskopi :
Gambaran visualisasi genitalia interna secara internal menyuluruh. Menilai
faktor :
Peritoneum/endometriosis
Perlengketan genitalia Interna
Tuba : patensi, dinding, fimbria
Uterus : mioma
Ovulasi : Stigma pada ovarium dan korpus luteum
Keterbatasan:
Tidak bisa menilai : Kelainan kavum uteri dan lumen tuba Bersifat invasif dan
operatif
j. Penatalaksanaan medis
1. Medikasi
- Obat stimulasi ovarium (Induksi ovulasi) Klomifen sitrat a.
- Meningkatkan pelepasan gonadotropin FSH & LH b.
- Diberikan pd hari ke-5 siklus haid c.
- 1 x 50 mg selama 5 hari d.
- Ovulasi 5 - 10 hari setelah obat terakhir e.
- Koitus 3 x seminggu atau berdasarkan USG transvaginal f.
- Dosis bisa ditingkatkan menjadi 150 - 200 mg/hari g.
- 3 - 4 siklus obat tidak ovulasi dengan tanda hCG 5000 - 10.000
IU
Epimestrol
Memicu pelepasan FSH dan LH, Hari ke 5 - 14 siklus haid, 5 - 10
mg/hari
Bromokriptin
- Menghambat sintesis & sekresi prolactin
- Indikasi : Kdr prolaktin tinggi (> 20 mg/ml) dan Galaktore
- Dosis sesuai kadar prolaktin : Oligomenore 1,25 mg/hari
Gangguan haid berat : 2 x 2,5 mg/hari
- Gonadotropin
- HMG (Human Menopausal Gonadotropine) FSH & LH : 75 IU
atau 150 IU Untuk memicu pertumbuhan folikel
- Dosis awal 75 - 150 IU/hari selama 5 hari dinilai hari ke 5
siklus haid
HCG
- 5000 IU atau 10.000 IU, untuk memicu ovulasi
- Diameter folikel17 - 18 mm dgn USG transvaginal Mahal,
sangat beresiko : Perlu persyaratan khusus Hanya diberikan
pada rekayasa teknologi reproduksi
- Catatan : Untuk pria diterapi dengan FSH, Testosteron
Terapi hormonal pada endometriosis
- Supresif ovarium sehingga terjadi atrofi Endometriosis
Danazol
- Menekan sekresi FSH & LH
- Dosis 200 - 800 mg/hari, dosis dibagi 2x pemberian
Progesteron
- Desidualisasi endometrium pada Atrofi jaringan Endometritik
Medroksi progesteron asetat 30 - 50 mg/hari
GnRH agonis
- Menekan sekresi FSH & LH
- Dosis 3,75 mg/IM/bulan
- Tidak boleh > 6 bulan : penurunan densitas tulang
2. Tindakan Operasi Rekontruksi Koreksi :
- kelainan Uterus
- Kelainan Tuba : tuba plasti
- Miomektomi
- Kistektomi
- Salpingolisis
- Laparoskopi operatif dan Terapi hormonal untuk kasus
endometriosis + infertilitas
- Tindakan operatif pada pria : Rekanalisasi dan Operasi
Varicokel.
- Serviks
- Gangguan ovulasi
- Endometriosis ringan
- Infertilitas Idiopatik
- Angka kehamilan 7 - 24 % siklus
Fertilisasi Invitro (FIV)
Fertilisasi Invitro (FIV)
Fertilisasi diluar tubuh dengan suasana mendekati alamiah.Metode ini
menjadi alternatif atau pilihan terakhir Syarat :
- Uterus & endometrium normal
- Ovarium mampu menghasilkan sel telur
- Mortilitas sperma minimal. 50.000/ml
- Angka kehamilan : 30 - 35 %
ntracytoplasmic Ssperm Injection (ICSI)
Injeksi sperma intra-sitoplasmik (intracytoplasmic sperm
injection
= ICSI) merupakan teknik mikromanipulasi yang menyuntikkan satu
spermatozoon ke dalam sitoplasma oosit mature telah digunakan
untuk penanganan infertilitas pria sejak lebih dari satu dekade ini
(Palermo et al, 1992).
Segera setelah itu diikuti dengan keberhasilan teknik ini
pada pria azoospermia dengan menyuntikkan spermatozoa dari testis
dan epididymis. Teknik ini memberikan harapan yang nyata pada pria
infertil dengan oligo-astheno-teratozoospermia berat maupun
azoospermia, dengan penyebab apapun. Dengan berkembangnya
teknologi dimana ICSI dapat dilaksanakan dengan tidak terlalu rumit,
maka ketersediaan sarana yang melaksanakan ICSI berkembang
dengan sangat pesat (Hinting, 2009).
Klinik-klinik diberbagai tempat didunia berkembang terus
melaksanakan ICSI dengan angka keberhasilan yang memuaskan.
Kurang dari 10% oocytes rusak dengan prosedur ini dan angka
fertilisasi berkisar antara 50-75%. Embryo transfer dapat dilaksanakan
pada lebih dari 90% pasangan dan menghasilkan angka kehamilan
berkisar antara 25-45%. Hasil-hasil ini tidak berbeda antara sperma
ejakulat, epididymis maupun testis (Palermo et al, 2001; Hinting et al,
2001).
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
- Data Demografis meliputi : identitas klien termasuk data etnis,
budaya dan agama.
A. Pengkajian Anamnesa pada Wanita
- Riwayat Kesehatan Dahulu
- Riwayat terpajan benda- benda mutan yang membahayakan
reproduksi di rumah
- Riwayat infeksi genitorurinaria
- Hipertiroidisme dan hipotiroid, hirsutisme
- Infeksi bakteri dan virus ex: toksoplasama
- Tumor hipofisis atau prolaktinoma
- Riwayat penyakit menular seksual
- Riwayat kista
1. Riwayat Kesehatan Sekarang
- Endometriosis dan endometrits
- Vaginismus (kejang pada otot vagina)
- Gangguan ovulasi
- Abnormalitas tuba falopi, ovarium, uterus, dan servik
- Autoimun
2. Riwayat Kesehatan Keluarga
- Meliputi riwayat saudara/keluarga dengan aberasi genetic
3. Riwayat Obstetri
- Tidak hamil dan melahirkan selama satu tahun tanpa alat
kontrasepsi
- Mengalami aborsi berulang
- Sudah pernah melahirkan tapi tidak hamil selama satu tahun
tanpa alat kontrasepsi
B. Pengkajian pada Pria
- Riwayat Kesehatan Dahulu meliputi : riwayat terpajan benda
benda mutan yang membahayakan reproduksi (panas, radiasi,
rokok, narkotik, alkohol, infeksi)
- Riwayat infeksi genitorurinaria, Hipertiroidisme dan hipotiroid,
Tumor hipofisis atau Prolactinoma
- Riwayat trauma, kecelakan sehinga testis rusak
- Konsumsi obat-obatan yang mengganggu spermatogenesis
- Pernah menjalani operasi yang berefek menganggu organ
reproduksi contoh : operasi prostat, operasi tumor saluran
kemih
- Riwayat Kesehatan Sekarang
Disfungsi ereksi berat
Ejakulasi retrograt
Hypo/epispadia
Mikropenis
Andesensus testis (testis masih dalam perut/dalam liat
paha)
Gangguan spermatogenesis (kelainan jumla, bentuk dan
motilitas sperma)
Saluran sperma yang tersumbat
Hernia scrotalis (hernia berat sampai ke kantong testis )
Varikhokel (varises pembuluh balik darah testis)
Abnormalitas cairan semen
- Riwayat Kesehatan Keluarga
Memiliki riwayat saudara/keluarga dengan aberasi
genetic
C. Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan Penunjang padaWanita.
Deteksi Ovulasi
Analisa hormone
Sitologi vagina
Uji pasca senggama
Biopsy endometrium terjadwal
Histerosalpinografi
Laparoskopi
Pemeriksaan pelvis ultrasound
D. Pemeriksaan Penunjang pada Pria
Analisa Semen:
Parameter
- Warna Putih keruh
- Bau Bunga akasia
- PH 7,2 - 7,8
- Volume 2 - 5 ml
- Viskositas 1,6 - 6,6 centipose
- Jumlah sperma 20 juta / ml
- Sperma motil > 50%
- Bentuk normal > 60%
- Kecepatan gerak sperma 0,18-1,2 detik
- Persentase gerak sperma motil > 60%
- Aglutinasi Tidak ada
- Sel-sel Sedikit,tidak ada
- Uji fruktosa 150-650 mg/dl
- Pemeriksaan endokrin
- USG
- Biopsi testis
- Uji penetrasi sperma
- Uji hemizona
Diagnose keperawatan
- Ansietas berhubungan dengan ancaman pada status kesehatan,
- fungsi peran, dan konsep diri
- Gangguan konsep diri ; harga diri rendah berhubungan dengan
gangguan fungsional
- Gangguan rasa nyaman b/d gejala terkait penyakit
- Resiko ketidakberdayaan b/d infertilitas
BAB I
PENDAHULUAN
A. DEFINISI
Amennorhea adalah tidak ada atau terhentinya haid secara
abnormal. (kamus istilah kedokteran )
Amenorrhea dapat diklasifikasikan menjadi :
1. Amenorrhea fisiologik
Terjadi pada masa sebelum pubertas, kehamilan, laktasi dan
sesudah menopause.
2. Amenorrhea Patoogik
a) Amenorrhea Primer
Wanita umur 18 tahun keatas pernah haid.
Penyebab : kelainan congenital dan kelainan genetic.
b) Amenorrhea Sekunder
Penderita pernah mendapat haid, tetapi kemudian tidak dapat lagi.
Penyebab : hipotensi, anemia, gangguan gizi, metabolism, tumor,
penyakit infeksi, kelemahan kondisi tubuh secara umum dan stress
psikologis.
B. ETIOLOGI
Penyebab Amenorrhea secara umum adalah:
1. Hymen Imperforata
Selaput dara tidak berlubang sehingga darah menstruasi terhambat
untuk keluar.
2. Menstruasi Anavulatori
Rangsangan hormone – hormone yang tidak mencukupi untuk
membentuk lapisan dinding rahim sehingga tidak terjadi haid atau hanya
sedikit.
3. Disfungsi Hipotalamus : kelainan organik, psikologis, penambahan
berat badan .
• Disfungsi hipofise : tumor dan peradangan
• Disfungsi Ovarium : kelainan congenital, tumor
• Endometrium tidak bereaksi
• Penyakit lain : penyakitmetabolik, penyakit kronik, kelainan gizi,
kelainan hepar dan ginjal.
C. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala yang muncul diantaranya :
1) Tidak terjadi haid
2) Produksi hormone estrogen dan progesterone menurun.
3) Nyeri kepala
4) Lemah badan
D.PATOFISIOLOGI
Disfungsi hipofise terjadi gangguan pada hipofise anterior
gangguan dapat berupa tumor yang bersifat mendesak ataupun
menghasilkan hormone yang membuat menjadi terganggu. Kelainan
kompartemen IV (lingkungan) gangguan pada pasien ini disebabkan oleh
gangguan mental yang secara tidak langsung menyebabkan terjadinya
pelepasan neurotransmitter seperti serotonin yang dapat menghambat
pelepasan gonadrotropin. Kelainan ovarium dapat menyebabkan
amenorrhea primer maupun sekuder. Amenorrhea primer mengalami
kelainan perkembangan ovarium ( gonadal disgenesis ). Kegagalan
ovarium premature dapat disebabkan kelainan genetic dengan peningkatan
kematian folikel, dapat juga merupakan proses autoimun dimana folikel
dihancurkan. Melakukan kegiatan yang berlebih dapat menimbulkan
amenorrhea dimana dibutuhkan kalori yang banyaksehingga cadangan
kolesterol tubuh habis dan bahan untuk pembentukan hormone steroid
seksual ( estrogen dan progesterone ) tidak tercukupi. Pada keadaaan
tersebut juga terjadi pemecahan estrogen berlebih untuk mencukupi
kebutuhan bahan bakar dan terjadilah defisiensi estrogen dan progesterone
yang memicu terjadinya amenorrhea. Pada keadaan latihan berlebih
banyak dihasilkan endorphin yang merupakan derifat morfin. Endorphin
menyebabkan penurunan GnRH sehingga estrogen dan progesterone
menurun. Pada keadaan tress berlebih cortikotropin realizinghormone
dilepaskan. Pada peningkatan CRH terjadi opoid yang dapat menekan
pembentukan GnRH.
E. PATHWAY
( ada pada lembar berikutnya)
F. KOMPLIKASI
Komplikasi yang paling ditakutkan adalah infertilitas. Komplikasi
lainnya adalah tidak percaya dirinya penderita sehingga dapat mengganggu
kompartemen IV dan terjadilah lingkaran setan terjadinya amenorrhea.
Komplikasi lainnya muncul gejala-gejala lain akibat hormone seperti
osteoporosis.
G. PEMERIKAANPENUNJANG
Pada amenorrhea primer : apabila didapatkan adanya perkembangan
seksual sekunder maka diperlukan pemeriksaan organ dalam reproduksi
(indung telur, rahim, perekatan dalam rahim). Melalui pemeriksaan USG,
histerosal Pingografi, histeroskopi dan Magnetic Resonance Imaging
(MRI), apabila tidak didapatkan tanda-tanda perkembangan seksualitas
sekunder maka diperlukan pemeriksaan kadar hormone FSH dan LH
setelah kemungkinan kehamilan disingkirkan pada amenorrhea sekunder
maka dapat dilakukan pemeriksaan Thyroid Stimulating Hormon (TSH)
karena kadar hormone thyroid dapat mempengaruhi kadar hprmone
prolaktin dalam tubuh.
H. PENATALAKSANAAN
Pengelolaan pada pasien ini tergantung dari penyebab. Bila penyebab
adalah kemungkinan genetic, prognosa kesembuhan buruk. Menurut
beberapa penelitian dapat dilakukan terapi sulih hormone, namun fertilitas
belum tentu dapat dipertahankan.Terapi Pengobatan yang dilakukan sesuai
dengan penyebab dari amenorrhea yang dialami, apabila penyebabnya
adalah obesitas maka diit dan olahraga adalah terapinya, belajar untuk
mengatasi stress dan menurukan aktivitas fisik yang berlebih juga dapat
membantu. Pembedahan atau insisi dilakukan pada wanita yang
mengalami Amenorrhea Primer.
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN
A. ANAMNESIS
Anamnesis yang akurat berhubungan dengan pertumbuhan dan
perkembangan sejakkanak-kanak, termasuk tinggi badan dan usia saat
pertama kali mengalami pertumbuhan payudara dan pertumbuhan rambut
emaluan. Dapatkan pula informasi anggota keluarga yang lain (ibu dan
saudara wanita) mengenai usia mereka pada saat menstruasi pertama,
informasi tentang banyaknya perdarahan, lama menstruasi dan periode
menstruasi terakhir, juga perlu untuk ditanyakan. Riwayat penyakit kronis
yang pernah diderita, trauma, operasi, dan pengobatan juga penting untuk
ditanyakan. Kebiasaan-kebiasaan dalam kehidupan seksual, penggunaan
narkoba, olahraga, diit, situasi dirumah dan sekolah dan kelainan psikisnya
juga penting untuk dianyakan.
B. PEMERIKSAAN FISIK
Pada pemeriksaan fisik yang pertama kali diperiksa adalah tanda-tanda vital
dan juga termasuk tingg badan, berat badan dan perkebangan seksual.
Pemeriksaan yang lain adalah :
1) Keadaan payudara
2) Keadaan rambut kemaluan dan genetalia eksternal
3) Keadaan vagina
4) Uterus : bila uterus membesar kehamilan bisa diperhitungkan
5) Servik : periksa lubang vagina
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Cemas berhubungan dengan krisis situasi
2) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi yang didapat
tentangpenyakitnya (amenorrhea)
3) Gangguan konsep diri : HDR yang dihubungkan dngan ketidaknormalan
(amenorrhea primer)
4) Isolasi social yang dihubungkan dengan harga diri rendah
5) Perubahan proses keluarga brhubungan dengan komuniksi yang tidak
efektif dalam kluarga
6) Koping keluarga tidak efektif berhubungnan dengan komunikasi yang
tidak ektif dalam keluarga.
7) Koping individu tidak efektif berhubungan dengan penyakitnya,
perubahan proses keluarga.
8) Berduka antisipasi dapat dihubungkan dengan infertilitas
BAB I
PENDAHULUAN
a. Definisi
Dismenore atau menstruasi yang menimbulkan nyeri yang disebabkan oleh
kejang otot uterus yang dimana merupakan salah satu masalah ginekologi
yang paling umum dialami oleh wanita dari berbagai tingkat usia.
b. Epidemiologi/Insiden Kasus
Dismenore dapat mempengaruhi lebih dari setengah wanita haid, dan
prevalensi yang dilaporkan telah sangat bervariasi. Sebuah survey dari 113
pasien dalam praktek pengaturan keluarga menunjukkan prevalensi
dismenore dari 29-44%, tetapi angka prevalensi setinggi 90% pada wanita
berusia 18-45 tahun.
Di Indonesia angka kejadian dismenore sebesar 64.25 % yang terdiri dari
54,89% dismenore primer dan 9,36 % dismenore sekunder (Infosehat,
2008). Di Surabaya di dapatkan 1,07 %-1,31 % dari jumlah penderita
dismenore datang kebagian kebidanan,
Sekitar 20% bisa dialami oleh wanita remaja dan wanita muda, sedangkan 40%
pada wanita paruh baya (usia lebih 40 tahun).
c. Penyebab/ factor predisaposisi
- Dismenore primer
Banyak teori yang telah ditemukan untuk menerangkan penyebab terjadi
dismenore primer, Etiologi dismenore primer di antaranya :
1. Faktor psikologis
Biasanya terjadinya pada gadis-gadis yang secara emosional tidak stabil,
mempunyai ambang nyeri yang rendah, sehingga dengan sedikit rangsangan
nyeri, maka ia akan sangat merasa kesakitan
2. Faktor endokrin
Pada umumnya nyeri haid ini dihubungkan dengan kontraksi uterus yang
tidak bagus. Hal ini sangat erat kaitannya dengan pengaruh hormonal.
Peningkatan produksi prostaglandin akan menyebabkan terjadinya
kontraksi uterus yang tidak terkoordinasi sehingga menimbulkan nyeri.
3. Alergi
Teori ini dikemukakan setelah memerlukan setelah memberhatikan hubungan
antara asosiasi antara dismenore dengan urtikaria, migren, asma bronchial,
namun bagaimana pun belum dapat dibuktikan mekanismenya.
- Dismenore sekunder
1. Faktor konstitusi seperti : anemia.
2. Faktor seperti obstruksi kanalis servikalis
3. Anomali uterus congenital
4. Leiomioma submukosa.
5. Endometriosis dan adenomiosis
PENYIMPANAN KDM/PATWAY
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
A . Pengkajian
Hal-hal yang perlu dikaji pada klien dengan dismenore yaitu: Siklus haid,
karakteristik nyeri, serta gejala yang mengikutinya.
Data Subjektif
Nyeri abdomen dapat mulai beberapa jam sampai 1 hari mendahului
keluarnya darah haid. Nyeri biasanya paling kuat sekitar 12 jam setelah
mulai timbul keluarnya darah, saat pelepasan endometrium maksimal. Nyeri
cenderung bersifat tajam dan kolik 12 biasanya dirasakan di daerah
suprapubis. Nyeri juga dapat meliputi daerah lumbosakral dan bagian dalam
dan anterior paha sampai daerah inervasi saraf ovarium dan uterus yang
dialihkan ke permukaan tubuh. Biasanya nyeri hanya menetap sepanjang
hari pertama tetapi nyeri dapat menetap sepanjang seluruh siklus haid. Nyeri
dapat demikian hebat sehingga pasien memerlukan pengobatan darurat.
Gejala- gejala haid, haid biasanya teratur. Jumlah dan lamanya perdarahan
bervariasi. Banyak pasien menghubungkan nyeri dengan pasase bekuan
darah atau campakkan endometrium. Gejala- gejala lain seperti nausea,
vomitus dan diare mungkin dihubungkan dengan haid yang nyeri. Gejala-
gejala seperti ini dapat disebabkan oleh peningkatan prostaglandin yang
beredar yang merangsang hiperaktivitas otot polos usus. Riwayat penyakit
terdahulu pasien dengan dismenore mungkin menceritakan riwayat nyeri
serupa yang timbul pada setiap siklus haid. Kadang- kadang pasien
mengungkapkan riwayat kelelahan yang berlebihan dan ketegangan saraf.
Data Objektif
Pemeriksaan fisik abdomen dan pelvis. Pada pemeriksaan abdomen
biasanya lunak tanpa adanya rangsangan peritonium atausuatu keadaan
patologik yang terlokalisir dan bising usus normal. Sedangkan pada
pemeriksaan pelvis, pada kasus- kasus dismenore primer pemeriksaan pelvis
adalah normal dan pada dismenore sekunder pemeriksaan pelvis dapat
menyingkap keadaan patologis dasarnya sebagai contoh, nudul- nodul
endometriotik dalam kavum Dauglasi atau penyakit tubaovarium atau
leiomiomata. Sedangkan untuk tes laboratorium yang meliputi pemeriksaan
darah lengkap yang normal dan urinalisis normal.
c. Diagnosa keperawatan
a. Defenisi
Abortus adalah : ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi pada usia
kehamilan kurang dari 28 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram
(Mansjoer. A, 1999)
Abortus adalah keadaan terputusnya suatu kehamilan dimana fentus belum
sanggup hidup sendiri diluar uterus. (Eastman, 1998)
Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum usia kehamilan 28
minggu . (Jeffcoat, 1998)
1). Anatomi
Alat kandungan dibagi atas 2 bagian :
- Alat kandungan luar (genitalia eksterna)
- Alat kandungan dalam (genitalia interna)
Ad. 1. alat kandunagan luar (genitalia eksterna) terdiri dari :
- Mong veneris
- Bibir besar kemaluan (labia mayor)
- Bibir kecil kemaluan (labia minor)
- Klentit (klitoris)
- Vulva
- Vestibulum
- Introitus vagina
- Selaput darah
- Lubang kemih
- Perineum
Ad 2. Alat Kandungan Dalam (genitalia interna) terdiri dari :
- Liang sanggama (vagina)
- Rahim (uterus)
- Saluran teluk (tuba falloppi)
2). Proses Pertumbuhan Janin
Proses kehamilan atau pertumbuhan janin dimulai dari
konsepsi.Konsepsi adalah bersatunya ovum dan sperma.
Hanya satu sperma yang telah mengalami proses kapasitasi dapat melintasi zona
Pellusida masuk kevitellus ovum. Setelah itu zona pellusida mengalami
perubahan sehingga tidak dapat dilalui sperma lain. Persatuan ini dalam
prosesnya diikuti oleh persatuan pronuklei keduanya yang disebut zygote
yang terdiri dari acuan genetic dari pria dan wanita.
Dalam beberapa jam setelah penbuahan mulailah pembelahan zygote yang
berjalan lancer dan dalam 3 hari sampai dalam stadium morula.
Hasil konsepsi ini dengan ukuran tetap bergarak kearah rongga rahim oleh :
1. arus dan getaran rambut getar (silia)
2. kontraksi tuba
Hasil konsepsi sampailah dalam kavum uteri dalam peringkat blastula.
Nidasi adalah masuknya atau tertanamnya hasil konsepsi kedalam
endometrium.
3. Patofisiologi
Perdarahan dalam desidua basalis
PENYIMPANAN KDM
4. Etiologi
Factor-faktor yang menyebabkan kematian fetus adalah factor fetus sendiri,
factor ibu dan factor bapak :
1. Kelainan Ovum
4. Penyakit-penyakit Ibu
Misalnya pada :
- Penyakit infeksi yang dapat menyebabkan demam tinggi
- Keracunan Pb, Nikotin, Alkohol
5. Antegonis Rhesus
Pada antagonis resus, darh ibu yang melalui plasenta merubah
darah fetus sehingga terjadi anemia pada fetus yang dapat
mengakibatkan meninggalnya fetus.
Terlalu cepatnya korpus luteum menjadi atrofisPerangsangan pada ibu
yang menyebabkan uterus berkontraksi Penyakit Bapak
6. Komplikasi
- Perdarahan, pervorasi, syok dan infeksi
- Pada missed abortion dengan retensi lama hasil konsepsi dapat terjadi kelainan
pembekuan darah
7. Pemeriksaan
Kuldosentesis : positif bebas dari darah
Kadar fibrinogen : menurun
Kadar estrogen dan progesterone : menurun
Ultrasonografi : memastikan adanya janin
Tes kehamilan : positif bila janin masih hidup
8. Penatalaksanaan
- Rawat pasien diruangan khusus
- Beri antibiotic intravena
- Infuse, cairan RL atau NaCl sesuai kebutuhan
- Pantau keadaan umum
- Oksigenasi bila perlu
- Pemeriksaan laborator
- Apabila kondisi sudah membaik dan stabil, lakukan pengangkatan
sumber infeksi (curetase)
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
a. Identitas Klien
Nama klien :
Umur :
Agama :
Pekerjaan :
Pendidikan :
Alamat :
B. Riwayat Mens
- Gravida
- Partus
- Abortus
D. Riwayat utama
E. Riwayat Nutrisi
F. Riwayat Aktivitas
G. Penggunaan obat-obatan
H. Status Kehamilan
- Direncanakan
- Tidak direncanakan
- Gagal KB
I. Sirkulasi
J. Integritas Ego
- Cemas
- Ketakutan
- gelisah
K. Eliminasi
Gejala : gangguan ginjal
L. Makanan/ Cairan
N. Seksualitas
O. Nyeri / ketidaknyaman
3. Diagnosa Keperawatan.
Mochtar R : “Synopsis Obstetri” edisi I. Penerbit buku kedokteran EGC, Jakarta 1998.
Marilynn E. Doengoes, “Rencana Perawatan Maternal” edisi II. Penerbit buku
kedokteran EGC. Jakarta 2001
mansjoer A ; “kapita selekta kedokteran” . edisi 3 , jilid 1 : “Media Aesculapius
; Jakarta : 1999.
Team Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran Bandung : “obstetri
patologi” ; Elstar offset ; Bandung
BAB I
PENDAHULUAN
A. Devenisi
B. Etiologi
a. Terdapat gejala – gejala hamil muda yang kadang – kadang lebih nyata dari
biasa dan amenore
b. Terdapat perdarahan per vaginam yang sedikit atau banyak, tidak
teratur,
warna tungguli tua atau kecoklatan seperti bumbu rujak.
c. Pembesaran uterus tidak sesuai ( lebih besar ) dengan tua kehamilan
seharusnya.
d. Tidak teraba bagian – bagian janin dan balotemen, juga gerakan janin
serta
tidak terdengar bunyi denyut jantung janin.
D. Komplikasi
Pada penderita mola yang lanjut dapat terjadi beberapa komplikasi sebagai berikut:
1. Anemia
2. Syok
3. Preeklampsi atau Eklampsia
4. Tirotoksikosis
5. Infeksi sekunder.
6. Perforasi karena keganasan dan karena tindakan.
Menjadi ganas ( PTG ) pada kira – kira 18-20% kasus, akan menjadi moladestruens
atau koriokarsinoma.
E. Patofisiologi
Sel – sel Langhans tampak seperti sel polidral dengan inti terang dengan
adanya sel sinsisial giantik ( Syncytial Giant Cells). Pada kasus mola
banyak kita jumpai ovarium dengan kista lutein ganda berdiameter 10 cm
atau iebih ( 25-60%). Kista lutein akan berangsur – angsur mengecil dan
kemudian hilang setelah mola hidatidosa sembuh.
1. Reaksi kehamilan : karena kadar HCG yang tinggi maka uji biologik dan
uji imunologik ( galli mainini dan planotest ) akan positif setelah
pengenceran (titrasi):
Bahkan pada mola atau koriokarsinoma, uji biologik atau imunologik cairan
serebrospinal dapat menjadi positif.
a. Uji sonde : Sonde ( penduga rahim ) dimasukkan pelan – pelan dan hati
–
hati ke dalam kanalis servikalis dan kavum uteri. Bila tidak ada tahanan,
sonde diputar setelah ditarik sedikit, bila tetap tidak ada tahanan
kemungkinan mola ( cara Acosta- Sison).
b. Foto rongent abdomen : tidak terlihat tulang – tulang janin ( pada
kehamilan 3-4 bulan).
G. Penatalaksanaan
1. Terapi
a. Kalau perdarahan banyak dan keluar jaringan mola, atasi syok dan
perbaiki keadaan umum penderita dengan pemberian cairan dan
transfusi darah. Tindakan pertama adalah melakukan manual digital
untuk pengeluaran sebanyak mungkin jaringan dan bekuan darah;
barulah dengan tenang dan hati – hati evaluasi sisanya dengan
kuretase.
2). Setelah pasang infus Dectrosa 5 % yang berisi 50 satuan oksitosin ( pitosin atau
sintosinon ); cabut laminaria, kemudian setelah itu lakukan evakuasi isi
kavum uteri dengan hati – hati. Pakailah cunam ovum yang agak besar atau
kuret besar : ambillah dulu bagian tengah baru bagian – bagian lainnya pada
kavum uteri. Pada kuretase pertama ini keluarkanlah jaringan sebanyak
mungkin, tak usah terlalu bersih.
3). Kalau perdarahan banyak, berikan tranfusi darah dan lakukan tampon utero –
vaginal selama 24 jam.
c. Bahan jaringan dikirim untuk pemeriksaan histo – patologik dalam 2porsi:
f. Kalau mola terlalu besar dan takut perforasi bila dilakukan kerokan,ada
beberapa institut yang melakukan histerotomia
untukmengeluarkan isi rahim ( mola).
g.. Histerektomi total dilakukan pada mola resiko tinggi ( high risk mola): usia
lebih dari 30 tahun, paritas 4 atau lebih, dan uterus yang sangatbesar (mola
besar) yaitu setinggi pusat atau lebih.
d. Setiap 2 bula pada tahun berikutnya, dan selanjutnya setiap 3 bulan.Setiap
perikas ulang penting diperhatikan :
Kalau reaksi titer tetap (+), maka harus dicurigai adanya keganasan.
Keganasan masih dapat timbul setelah 3 tahun pasca terkenanya mola
hidatidosa. Menurut Harahap (1970) tumor timbul 34,5 % dalam 6 minggu, :
62,1% dalam 12 minggu dan 79,4% dalam 24 minggu serta 97,2 % dalam 1
tahun setelah mola keluar.
H. Pathway
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Aktivitas
Kelemahan.
Kesulitan ambulasi.
b. Sirkulasi
c. ELIMINASI
d. Cairan
e. Kenyamanan/Nyeri
g. Keamanan
A. Definisi Endometriosis
Endometriosis adalah kasus jaringan endometrium (lapisan dinding Rahim)
yang tumbuh di luar rahim (implant endometrium). Kata endometrium sendiri
berasal dari Bahasa Latin (Yunani) endo (di dalam) dan metra ( Rahim).
Endometriosis paling sering ditemukan di ovarium. Endometriosis juga dapat
terjadi di luar uterus, pada ligamen sakro-uterinum dan ligamen latum, serta
peritoneum. Area lain yang lebih jarang terjadi endometriosis antara lain adalah
dinding usus, kandung kemih, serviks, vagina, vulva, dan umbilicus serta
jaringan parut. Endometriosis terkadang terjadi di paru. (Andrews, 2009)
Endometriosis merupakan jaringan mirip selaput lendir yang menutupi
permukaan rongga rahim (endometrium) yang berada di luar rongga rahim
pada tempat yang tidak semestinya (Center for Young Women’s Health, 2006
dalam Oepomo, 2007) Endometriosis adalah kondisi abnormal dimana jaringan
endometrium ditemukan pada lokasi internal selain uterus. Lokasi relokasi
jaringan yang paling umum adalah rongga pelvis, terutama ovarium dan bagian
peritoneum pelvis yang menggantung. Jaringan jarang ditemukan di luar
pelvis, seperti pada parut bedah dan paru-paru. Dalam siklus haid,
endometrium menebal dengan tumbuhnya pembuluh darah dan jaringan untuk
mempersiapkan diri menerima sel telur yang akan dilepaskan oleh indung telur.
Rahim (uterus) dan indung telur (ovarium)
Terhubungkan dengan saluran telur, yang juga disebut sebagai tuba falopii
(fallopian tube). Apabila telur yang sudah matang itu tidak dibuahi oleh sperma,
maka lapisan dinding rahim tadi akan mengelupas pada akhir siklus. Lepasnya
lapisan dinding rahim itulah yang disebut peristiwa haid. Keseluruhan proses itu
diatur hormon reproduksi, dan biasanya memerlukan waktu antara 28 sampai 30
hari, dan kembali lagi ke awal proses.
5. Tingkatan Endometriosis
Secara garis besar endometriosis ini dibagi menjadi empat
tingkatan berdasarkan beratnya penyakit(American Fertility Society ) :
1. Stage 1 (minimal) : lesi bersifat superficial, ada perlengketan di
permukaan saja
2. Stage 2 (ringan) : adanya pelengketan sampai di daerah cul-de-sac
3. Stage 3 (sedang) : sama seperti stage 2, namun disertai endometrioma
yang kecil pada ovarium da nada perlengketan juga yang lebih banyak
4.
4. Stage 4 (berat) : sama seperti stage 3, namun disertai endometrioma
yang besar dan perlengketan yang sangat luas
Pada endometriosis berat, ovarium, tuba fallopi, uterus, dan
usus menyatu dan dapat terfiksasi adhesi yang padat. Satu ovarium dapat
berubah posisi di belakang uterus atau kavum Douglas. Kondisi ini
menimbulkan dyspareunia dalam dengan nyeri menetap selama beberapa
jam. Pasangan wanita yang menderita endometriosis ikut terganggu akibat
kenyataan bahwa mereka yang memicu nyeri tersebut sehingga kondisi ini
seringkali berpengaruh buruk pada kondisi mereka, terutama dalam segi
seksual. Pelepasan ovum dan perjalanan ovum selanjutnya melalui tuba
pada situasi tersebut dapat sangat sulit sehingga wanita dapat mengalami
masalah konsepsi.
6. Manifestasi Klinis Endometriosis
Manifestasi klinis endometriosis berkaitan lebih kepada
lokasi dibandingkan terhadap beratnya penyakit. Gejala endometriosis
meliputi :
1. Nyeri, adalah manifestasi yang paling khas. Nyeri secara khas dimulai
sebelum periode menstruasi mencapai puncaknya tepat sebelum onset
atau selama 1 atau 2 hari pertama menstruasi. Nyeri dapat
berlangsung selama durasi menstruasi dan kadang-kadang hingga
beberapa hari setelahnya. Nyeri dapat berlokasi di berbagai tempat,
menyebabkan diagnosis lebih sulit dikonfirmasi.
2. Disparaunia, adalah menstruasi tidak teratur
3. Menoragi. Pasien yang menderita endometriosis sering mengalami
menstruasi yang diawali dengan perdarahan bercak berwarna gelap
selama dua atau tiga hari. Selain itu menstruasi pasien tersebut sangat
banyak
4. Infertilitas, sekitar sepertiga pasien endometriosis mengalami
infertilitas. Infertilitas mungkin merupakan satu-satunya gejala yang
muncul.
7. Penatalaksanaan Endometriosis
a. Pengobatan medis Endometriosis jarang terjadi setelah menopause
sehingga hanya terjadi pada wanita yang menjalani terapi sulih hormone.
Kehamilan memiliki efek yang terbatas, bahkan sering kali berefek
kuratif pada penyakit ini, tetapi infertilitas merupakan salah satu gejala
penyakit ini, andaipun wanita menginginkan seorang bayi. Dengan
demikian, pengobatan medis dilakukan dengan menekan fungsi ovarium.
- Danol (Danazol). Danol dapat digunakan hingga 9 bulan dan jika
efek samping dapat ditoleransi, obat ini meringankan
endometriosis. Endometriosis dapat kambuh jika siklus
menstruasi normal kembali terjadi meski beberapa wanita
mengalami perbaikan gejala
- Pil kontrasepsi kombinasi. Pil kontrasepsi ini dapat bekerja
efektif untuk pengobatan kasus ringan, terutama jika kontrasepsi
juga diperlukan. Perdarahan lepas obat dan perdarahan bercak
dapat terjadi, tetapi tidak terlalu bermasalah jika dibandingkan
dengan endometriosis yang terjadi
- Progesterone, noretisteron, didrogesteron, atau
medroksiprogesteron asetat yang diberikan dalam dosis tinggi
memiliki efek hormonal yang sama seperti kehamilan. Efek
samping progesterone hampir sama dengan gejala sindrom
pramenstruasi, serta dapat terjadi perdarahan lepas obat yang
mengganggu.
- Analog GnRH. Obat ini efektif dalam menekan endometriosis,
tetapi hanya dapat diberikan dalam jangka pendek karena
beresiko menimbulkan osteoporosis
- Terapi pelengkap dan terapi alternatif. Banyak wanita
melaporkan perbaikan gejala dengan mengonsumsi vitamin,
unsur renik mineral, atau ramuan herbal. Terapi pelengkap dan
terapi alternatif merupakan
- area yang belum “dilirik” untuk diteliti, tetapi manfaat terapi ini
dalam
- pengobatan sindrom pramenstruasi mendorong penderita
endometriosis untuk mencobanya. Perubahan alam perasaan,
vagina kering yang nyeri, dan nyeri menyerupai kram,
dilaporkan berkurang dengan penggunaan minyak evening
primrose. Vitamin B (terutama B6) serta unsur renik, seperti
zink dan magnesium juga terbukti efektif. Tanpa dukungan
penelitian ilmiah ternama, peran efek placebo dalam
pengobatan ini tidak diketahui.
c. Laparoscopy
Laparoscopy adalah prosedur operasi yang paling umum
untuk diagnosis dari endometriosis. Laparoscopy adalah prosedur
operasi minor (kecil) yang dilakukan dibawah pembiusan total, atau
pada beberapa kasus-kasus dibawah pembiusan lokal. Ia biasanya
dilakukan sebagai suatu prosedur pasien rawat jalan. Laparoscopy
dilakukan dengan pertama memompa perut dengan karbondioksida
melalui sayatan kecil pada pusar.
Sebuah alat penglihat (laparoscope) yang panjang dan tips kemudian
dimasukan kedalam rongga perut yang sudah dipompa untuk memeriksa
perut dan pelvis. Endometrial implants kemudian dapat dilihat secara
langsung. Selama laparoscopy, biopsi-biopsi (pengeluaran dari contoh-
contoh jaringan kecil untuk pemeriksaan dibawah mikroskop) dapat juga
dilakukan untuk diagnosis. Adakalanya biopsi-biopsi yang diperoleh
selama laparoscopy menunjukan endometriosis meskipun tidak ada
endometrial implants yang terlihat selama laparoscopy.
d. Ovarektomi (pengangkatan ovarium)
Tindakan ini hanya dilakukan jika nyeri perut atau panggul
tidak dapat dihilangkan dengan obat-obatan dan penderita tidak ada
rencana untuk hamil lagi. Setelah pembedahan, diberikan terapi sulih
estrogen. Terapi bisa dimulai segera setelah pembedahan atau jika
jaringan endometrium yang tersisa masih banyak, maka terapi baru
dilakukan 4-6 bulan setelah pembedahan.
8. Prognosis Endometriosis
Endometriosis pada umumnya terjadi pada usia reproduksi,
walaupun demikian telah ditemukan pula endometriosis pada usia
remaja dan pasca menopause. Endometriosis diperkirakan terjadi pada
10-15% wanita subur yang berusia 25-44 tahun, 25-50% wanita mandul
dan bisa juga terjadi pada usia remaja. Endometriosis yang berat bisa
menyebabkan kemandulan karena menghalangi jalannya sel telur dari
ovarium ke rahim.
Endometriosis bisa diturunkan dan lebih sering ditemukan
pada keturunan pertama (ibu, anak perempuan, saudara perempuan).
Faktor lain yang meningkatkan resiko terjadinya endometriosis adalah
memiliki rahim yang abnormal, melahirkan pertama kali pada usia diatas
30 tahun
B. Diagnosa Keperawatan
DAFTAR PUSTAKA
Ejakulasi dini adalah keluarnya sperma dari tubuh (ejakulasi), yang terlalu
cepat terjadi, di luar keinginan pria atau pasangannya, sebelum atau ketika
melakukan penetrasi (persetubuhan).
Para ahli kesehatan ternyata tidak memiliki pendapat yang sama akan
pengertian dan gejala ejakulasi dini. Dengan kata lain seberapa cepat atau
seberapa lambat terjadinya ejakulasi tidak dijelaskan secara pasti. Namun
dapat dikatakan bahwa ejakulasi dini tersebut erat kaitannya dengan kurun
waktu, durasi atau waktu terjadinya. Selain itu terdapat pendapat pula
mengenai berapa persen terjadinya penetrasi.
Berdasarkan International Society for Sexual Medicine menyatakan
bahwa yang dimaksud pengertian dan gejala ejakulasi dini adalah disfungsi
seksual laki-laki yang ditandai dengan ejakulasi yang selalu atau hampir terjadi
sebelum atau dalam waktu sekitar satu menit setelah melakukan penetrasi.
Selain itu tanda-tanda lainnya yang muncul adalah ketidakmampuan seorang
pria untuk menunda ejakulasi pada semua atau hampir semua penetrasi vagina.
Di sisi lain terdapat pendapat yang menyatakan bahwa ejakulasi dini adalah
keadaan dimana seorang pria berejakulasi lebih cepat di bandingkan harapan
pasangan. Masters dan Johnson juga berpendapat mengenai ejakulasi dini yaitu
kondisi seorang pria berejakulasi sebelum pasangan dalam berhubungan telah
mencapai orgasme, dimana hal tersebut terjadi pada lebih dari 50% hubungan
seksual yang dilakukan.
Berdasarkan gejalaejakulasidini yang muncul, ejakulasi dini pun
terbagi menjadi beberapa jenis. Salah satunya adalah Ejakulasi Dini Tingkat
Ringan. Dimana ejakulasi tersebut terjadi ejakulasi setelah hubungan seksual
yang berlangsung hanya dalam beberapa kali gesekan yang cukup singkat
sekitar 2 hingga 3 menit saja. Jenis Ejakulasi dini selanjutnya yaitu ejakulasi
dini tingkat sedang, dimana jenis ejakulasi ini terjadi tanpa bisa dikendalikan
sesaat melakukan penetrasi yang mana disebabkan adanya dorongan kuat
dalam berhubungan. Selain itu juga terdapat penyakit psikis maupun non
psikis. Jenis ejakulasi dini yang terakhir adalah ejakulasi tingkat berat yaitu
ejakulasi yang langsung terjadi otomatis ketika organ intim pria menyentuh
sedikit organ intim luar wanita atau bahkan belum masuk namun sudah terjadi
ejakulasi. Tentunya hal tersebut akan berakibat terjadinya gangguan
kesejahteraan secara kebutuhan biologis terhadap pasangan.
1. Lifelong (Primer).
1. Faktor Fisiologis
2. Faktor Psikologis
depresi temporal,
stres,
rasa bersalah,
kegelisahan,
kurangnya kepercayaan diri,
ekspetasi/harapan yang terlalu tinggi akan daya tahan sex,
dan, pengalaman penindasan seksual di masa lalu.
BAB I
PENDAHULUAN
A. DEFINISI
B. ETIOLOGI
C. MANIFESTASI KLINIS
D. PEMERIKSAAN GINEKOLOGI
a. Inspeksi vulva : Perdarahan per vaginam, ada atau tidak jaringan hasil konsepsi,
tercium atau tidak bau busuk dari vulva.
b. Inspekulo : Perdarahan dari kavum uteri, ostium uteri terbuka atau sudah
tertutup, ada atau tidak jaringan keluar dari ostium, ada atau tidak cairan
atau jaringan berbau busuk dari ostium.
c. Vaginal toucher : Porsio masih terbuka atau sudah tertutup, teraba atau
tidak jaringan dalam kavum uteri, besar uterus sesuai atau lebih kecil dari
usia kehamilan, tidak nyeri saat porsio digoyang, tidak nyeri pada
perabaan adneksa, kavum douglasi tidak menonjol dan tidak nyeri.
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Tes kehamilan : pemeriksaan HCG, positif bila janin masih hidup, bahkan 2-3
minggu setelah abortus.
b. Pemeriksaan doppler atau USG : untuk menentukan apakah janin masih hidup.
c. Histerosalfingografi, untuk mengetahui ada tidaknya mioma uterus
submukosa dan anomali kongenital.
d. BMR dan kadar urium darah diukur untuk mengetahui apakah ada atau tidak
gangguan glandula thyroidea.
e. Pemeriksaan kadar hemoglobin cenderung menurun akibat perdarahan.
F. PATOFISIOLOGI
G. KLASIFIKASI
4. Abortus Inkomplit
Pengeluaran sebagian janin pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan
masih ada sisa tertinggal dalam uterus (Prawirohardjo, 2002)
Perdarahan pada kehamilan muda dimana sebagian dari hasil konsepsi
telah keluar kavum uteri melai kanalis servikalis (Saefudin AB, dkk,
2006)
Proses abortus dimana sebagian hasil konsepsi telah keluarmelai jalan
lahir (Achadiat, 2004)
Perdarahan bisa sedikit atau banyak dan bisa terdapat bekuan darah
Rasa mulas (kontraksi) tambah hebat
Ostium uteri sternum atau serviks terbuka
Pada pemeriksaan vaginal, jaringan dapat diraba dalam kavum uteri atau
kadang kadang sudah menonjol dari eksternum atau sebagian jaringan
Perdarahan tidak akan berhenti sebelum sisa janin dikeluarkan dapat
menyebabkan syok
5. Abortus Komplit
Perdarahan banyak
Mulas sedikit atau tidak (kontraksi uterus)
Osteo uteri telah menutup
Uterus sudah mengecil ada keluar jaringan, sehingga tidak ada sisa dalam
uterus
Diagnosis komplit ditegakan bila jaringan yang keluar juga diperiksa
kelengkapannya
6. Missed Abortions
Kehamilan yang tidak normal, janin mati pada usia kurang dari 20 hari
yang tidak dapat dihindari (James L. Lindsey, MD, 2007)
Berakhirnya suatu kehamilan sebelum 20 minggu, namun keseluruhan
hasil konsepsi tersebut bertahan dalam uterus selama 6 minngu atatu lebih
(Achadiat, 2004)
Adannya retensi yang lama terhadap janin yang telah mati dalam paruh
pertama kehamilan, atau retensi hasil konsepsi dalam uterus selama 8
minggu atatu lebih, kejadiannya sekitar 2% dari kehamilan (Pilliter, 2002)
Perdarahan pada kehamilan muda disertai dengan retensi hasil konsepsi
yang telah mati hingga 8 minggu atau lebih (Saifudin, AB dkk, 2006)
H. KOMPLIKASI
Komplikasi yang serius kebanyakan terjadi pada pasien abortus yang
tidak aman (unsafe abortion) walaupun kadang-kadang dijumpai juga pada
abortus spontan.Komplikasi dapat berupa perdarahan, kegagalan ginjal, infeksi,
syok akibat perdarahan dan infeksi sepsis.
1. Perdarahan
Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil
konsepsi dan jika perlu pemberian tranfusi darah.Kematian karena
perdarahan dapat terjadi apabila pertolongan tidak diberikan pada waktunya.
2. Perforasi
Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam posisi
hiperretrofleksi.Jika terjadi peristiwa ini penderita perlu diamati dengan teliti
jika ada tanda bahaya, perlu segera dilakukan laparatomi, dan tergantung dari
luas dan bentuk perforasi, penjahitan luka perforasi atau perlu
histerektomi.Perforasi uterus pada abortus yang dikerjakan oleh seorang
awam menimbulkan persoalan gawat karena diperlukan uterus biasanya luas,
mungkin pula terjadi pada kandungan kemih atau usus.Dengan adanya
dugaan atau kepastian terjadi perforasi, laparatomi harus segera dilakukan
untuk menentukan luasnya cedera, untuk selanjutnya mengambil tindakan-
tindakan seperelunya guna mengatasi komplikasi.
3. Infeksi
Infeksi dalam uterus dan adneksa dapat terjadi dalam setiap abortus tetapi
biasanya didapatkan pada abortus inkomplet yang berkaitan erat dengan
suatu abortus yang tidak aman (unsafe abortus).
4. Syok
Syok pada abortus bias terjadi karena peradangan (syok hemoragik)
dan karena infeksi berat (syok endoseptik).
I. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan Keperawatan
Untuk penatalaksanaan abortus berulang-ulang dibutuhkan
anamnesis yang terarah mengenai riwayat suami istri dan pemeriksaan
fisik ibu secara anatomis maupun laboratorik.Apabila abortus terjadi pada
trimester pertama atau kedua juga penting untuk diperhatikan.Bila terjadi
pada trimester pertama maka banyak fakor yang harus dicari sesua
kemungkinan etiologi dan mekanisme terjadinya abortus berulang. Bila
terjadi pada trimester kedua maka factor-faktor penyebab lainnya
cenderung pada factor anatomis terjadinya inkompetensia serviks dan
adanya tumor mioma uteri serta infeksi lain berat pada uterus atau serviks.
Tahap-tahap penatalaksanaan tersebut meliputi:
a. Kapan abortus terjadi, apabila pada trimester pertama atau pada trimester
berikutnya, adakah penyebab mekanis yangn menonjo
b. Mencari kemungkinan adanya toksin, lingkungan dan pecandu obat terlarang
c. Infeksi ginekologi dan obstetr
d. Gambaran asosiasi terjadinya “antiphospholipid syndrome” (thrombosis,
fenomena autoimun, false positive test untuk sifilis).
e. Factor genetic antara suami istri (consanguinity)
f. Riwayat keluarga yang pernah mengalami terjadinya abortus berulang dan
sindroma yang berkaitan dengan kejadian abortus atau pun partus
prematurus yang kemudian meninggal.
g. Pemeriksaan diagnostic yang terkait dan pengobatan yang pernah didapat.
Pemeriksaan fisik
1. Penatalaksanaan Medis
Pengkajian
Inspeksi adalah proses observasi yang sistematis yang tidak hanya terbatas
pada penglihatan tetapi juga meliputi indera pendengaran dan penghidung.
Palpasi adalah menyentuh atau menekan permukaan luar tubuh dengan jari.
Pemeriksaan laboratorium :
Data lain-lain :
B. ETIOLOGI
Penyebab persalinan lama diantaranya adalah kelainan letak janin,
kelainan panggul, kelainan keluaran his dan mengejan, terjadi
ketidakseimbangan sefalopelfik, pimpinan persalinan yang salah dan primi
tua primer atau sekunder.
C. DIAGNOSIS
D. DIAGNOSA BANDING
Kehamilan / persalinan dengan infeksi ektra genital, disini suhu aksila
lebih tinggi dari rectal dan ketuban biasanya masih utuh
E. KOMPLIKASI
- Ibu :
1. Infeksi sampai sepsis
2. asidosis dengan gangguan elektrolit
3. dehidrasi, syock, kegagalan fungsi organ-organ
4. robekan jalan lahir
5. fistula buli-buli, vagina, rahim dan rectum
- janin
1. Gawat janin dalam rahim sampai meninggal
2. lahir dalam asfiksia berat sehingga dapat menimbulkan cacat otak menetap
3. trauma persalinan, fraktur clavicula, humerus, femur
F. TINDAKAN
- Tujuan perawatan :
1. Memperbaiki keadaan umum ibu
- Koreksi cairan ( rehidrasi)
- Koreksi keseimbangan asam basa
- Koreksi keseimbangan elektrolit
- Pemberian kalori
- Pemberantasan infeksi
- Penurunan panas
mengakhiri persalinan dengan cara tergantung dari penyebab
kemacetan atau anak hidup atau mati
Sebaiknya tindakan pertama dilakukan lebih dahulu sampai kondisi
ibu optimal untuk dilakukan tindakan kedua, diharapkan dalam 2-3 jam
sudah ada perbaikan
- Bila pembukaan lengkap dan syarat-syarat persalinan pervaginam
terpenuhi maka dapat dilakukan ekstraksi vacum, ekstraksi forcep, atau
perforasi kranioflasi
- Bila pembukaan belum lengkap dilakukan sectio caesarea
Persalinan normal berlangsung lebih kurang 14 jam, dari awal
pembukaan sampai lahirnya anak
maka disebut partus lama, Partus lama jika tidak segera diakhiri akan
menimbulkan :
BAB I
PENDAHULUAN
A. DEFINISI
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi( janin dan uri ) yang
telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir
atau melalui jalan lain dengan bantuan atau tanpa bantuan ( kekuatan sendiri
).
Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang
terjadi pada kehamilan cukup bulan ( 37 – 42 minggu ), lahir spontan dengan
presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam tanpa komplikasi
baik pada ibu maupun pada janin.
B. ETIOLOGI
D. BENTUK PERSALINAN
1. Persalinan Spontan
Persalinan yang berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri, dan melalui
jalan lahir.
2. Persalinan Bantuan
Persalinan dengan rangsangan yang dibantu dengan tenaga dari luar,
ekstraksi dengan forcep atau dengan dilakukan sectio sesario.
3. Persalinan Anjuran
Persalinan yang tidak dimulai dengan sendirinya, baru berlangsung
setelah pemecahan ketuban.
E. PENYEBAB MULAINYA PERSALINAN
F. TANDA-TANDA PERSALINAN
Sebelum persalinan mulai, saat mendekati akhir kehamilanklien
mungkin lihat perubahan tertentu atau ada tanda-tanda bahwa persalinan
terjadi tidak lama lagi sekitar 2-4 minggu sebelum persalinan. Kepal
janin mulai menetap lebih jauh kedalam pelviks. Tekanan pada
diafragma berkurang seperti memperingan berat badan bayi dan
memungkinkan ibu untuk bernapas lebih mudah, akan lebih sering
berkemih, dan akan lebih bertekan pada pelviks karena bayi lebih rendah
dalam pelviknya.
1. Persalinan Palsu
a.Terjadi lightening
Menjelang minggu ke – 36 pada primigravida terjadi penurunan fundus uteri
karena kepala bayi sudah masuk pintu atas panggul yang disebabkan:
1) Kontraksi Braxton hicks
2) Ketegangan dinding perut
3) Ketegangan ligamentum rotandum
4) Gaya berat janin dimana kepala kearah bawah
G. TAHAP-TAHAP PERSALINAN
1. Kala I
Dimulai dari saat persalinan mulai sampai pembukaan lengkap (10
cm). Proses ini terbagi dalam 2 fase yaitu: fase laten (8 jam) serviks
membuka sampai 3 cm dan fase aktif (7 jam) serviks membuka dari 3 cm
sampai 10 cm. Kontraksi lebih kuat dan sering selama fase aktif.
2. Kala II
Dimulai darti pembukaan lengkap (10 cm), sampai bayi lahir. Proses
ini biasanya berlangsung selama 2 jam pada primi dan 1 jam pada multi.
3. Kala III
Dimulai segera setelah bayi lahir sampai lahirnya plasenta, yang
berlangsung tidak lebih dari 30 menit.
4. Kala IV
Dimulai dari saat lahirnya plasenta sampai 2 jam pertama post partum.
2. Diagnosa keperawatan
A. Pengertian
Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan
membuka dinding perut dan dinding uterus. (Sarwono , 2005)
Sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan
pada dinding uterus melalui depan perut atau vagina. Atau disebut juga
histerotomia untuk melahirkan janin dari dalam rahim. (Mochtar, 1998)
B. Etiologi
Indikasi SC :
Indikasi klasik yang dapat dikemukakan sebagai dasar section
caesarea adalah :
a. Prolog labour sampai neglected labour.
b. Ruptura uteri imminen
c. Fetal distress
d. Janin besar melebihi 4000 gr
e. Perdarahan antepartum
(Manuaba, I.B, 2001)
5. Komplikasi
a. Infeksi Puerperalis
Komplikasi ini bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama beberapa
hari dalam masa nifas atau dapat juga bersifat berat, misalnya peritonitis,
sepsis dan lain-lain. Infeksi post operasi terjadi apabila sebelum pembedahan
sudah ada gejala - gejala infeksi intrapartum atau ada faktor - faktor yang
merupakan predisposisi terhadap kelainan itu (partus lama khususnya setelah
ketuban pecah, tindakan vaginal sebelumnya). Bahaya infeksi dapat
diperkecil dengan pemberian antibiotika, tetapi tidak dapat dihilangkan sama
sekali, terutama SC klasik dalam hal ini lebih berbahaya daripada SC
transperitonealis profunda.
b. Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang
arteria uterina ikut terbuka atau karena atonia uteri
d. Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kurang kuatnya perut
pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi ruptura
uteri. Kemungkinan hal ini lebih banyak ditemukan sesudah sectio caesarea
klasik.
6. Prognosis
Dengan kemajuan teknik pembedahan, adanya antibiotika dan
persediaan darah yang cukup, pelaksanaan sectio ceesarea sekarang jauh
lebih aman dari pada dahulu.
Angka kematian di rumah sakit dengan fasilitas baik dan tenaga yang
kompeten < 2/1000. Faktor - faktor yang mempengaruhi morbiditas
pembedahan adalah kelainan atau gangguan yang menjadi indikasi
pembedahan dan lamanya persalinan berlangsung.
Anak yang dilahirkan dengan sectio caesaria nasibnya tergantung dari
keadaan yang menjadi alasan untuk melakukan sectio caesarea. Menurut
statistik, di negara - negara dengan pengawasan antenatal dan intranatal yang
baik, angka kematian perinatal sekitar 4 - 7% (Mochtar, 1998)
7. Patofisiologi
Adanya beberapa kelainan / hambatan pada proses persalinan yang
menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal / spontan, misalnya
plasenta previa sentralis dan lateralis, panggul sempit, disproporsi cephalo
pelvic, rupture uteri mengancam, partus lama, partus tidak maju, pre-
eklamsia, distosia serviks, dan malpresentasi janin. Kondisi tersebut
menyebabkan perlu adanya suatu tindakan pembedahan yaitu Sectio
Caesarea (SC).
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan
menyebabkan pasien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan
masalah intoleransi aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan
fisik akan menyebabkan pasien tidak mampu melakukan aktivitas perawatan
diri pasien secara mandiri sehingga timbul masalah defisit perawatan diri.
Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan,
dan perawatan post operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada
pasien. Selain itu, dalam proses pembedahan juga akan dilakukan tindakan
insisi pada dinding abdomen sehingga menyebabkan terputusnya
inkontinuitas jaringan, pembuluh darah, dan saraf - saraf di sekitar daerah
insisi. Hal ini akan merangsang pengeluaran histamin dan prostaglandin
yang akan menimbulkan rasa nyeri (nyeri akut). Setelah proses pembedahan
berakhir, daerah insisi akan ditutup dan menimbulkan luka post op, yang
bila tidak dirawat dengan baik akan menimbulkan masalah risiko infeksi.
8. Pemeriksaan Penunjang
Hemoglobin atau hematokrit (HB/Ht) untuk mengkaji perubahan dari
kadar pra operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada
pembedahan.
Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi
Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah
Urinalisis / kultur urine
Pemeriksaan elektrolit
e. Pemberian obat-obatan
1. Antibiotik
Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda setiap
institusi
2. Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
a) Supositoria = ketopropen sup 2x/24 jam
b) Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
c) Injeksi = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu
3. Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat
diberikan caboransia seperti neurobian I vit. C
f. Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan
berdarah harus dibuka dan diganti
g. Perawatan rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu,
tekanan darah, nadi,dan pernafasan.(Manuaba, 1999).
PENYIMPANAN KDM/PATWAY
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Identitas klien dan penanggung
Keluhan utama klien saat ini
Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas sebelumnya bagi klien
multipara
Riwayat penyakit keluarga
A. Pengertian.
Episiotomi adalah suatu incisi pembedahan kedalam perinium dan
vagina / kulit perinium , mukosa vagina dan jaringan otot yang ada di
bawahnya , yang biasanya dipotong dengan gunting yang lurus dan
besar.
B. Tujuan Episiotomi.
Membesarkan liang vagina untuk mencegah kerusakan dan laserasi
jaringan lunak ibu dan memperkecil trauma kepala janin pada waktu
persalinan premature.
C. Macam-macam Episiotomi.
a. Episiotomi Medial.
Yaitu suatu insisi medial yang dibuat dari prenulun labiorum pudiendi
posterior pada garis tengah perinium lebih disukai bila panjang
perinium normal / arkus sub pupik mempunyai lebar rata-rata. Dan
dinilai tidak ada kesulitan dalam melahirkan.
b. Episiotomi Mediolateral.
Yaitu suatu insisi dari prenulum labiurum pudendi posterior dalam
perinium pada sudut kurang dari 45 ◦ dari garis tengah, dapat dipilih
untuk melindungi spingter ani dan rectum dari laserasi derajat 3 atau 4
terutama bila perinium pendek. Arkus sub pubis sempit atau
diantisipasi suatu kelahiran yang sulit.
Diagnosa.