Anda di halaman 1dari 120

RESUME

KEPERAWATAN MATERNITAS
( TUGAS BACA)

DI SUSUN OLEH :

NAMA: NUR HIDAYANTI


NIM:70300117043

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2018/2019
BAB 1
PENDHULUAN
A. INFERTILITAS

a. Definisi
Infertilitas di definisikan sebagai ketidakmampuan pesangan untuk
mencapai kehamilan setelah 1 tahun hubungan seksual tanpa pelindung
(Keperawatan Medikal Bedah). Infertilitas (pasangan mandul)adalah
pasangan sauami istri yang telah menikah selama satu tahun dan sudah
melakukan hubungan seksual tanpa menngunakan alat kontrasepsi, tetapi
belum memiliki anak. (Sarwono, 2000).
Infertilitas adalah pasangan yang telah kawin dan hidup harmonis
serta berusaha selama satu tahun tetapi belum hamil. (Manuaba, 1998).
Infertilitas adalah ketidakmampuan untuk hamil dalam waktu satu tahun.
infertilitas primer bila pasutri tidak pernah hamil dan infertilitas sekunder bila
istri pernah hamil. (Siswandi, 2006). Pasangan infertil adalah suatu kesatuan
hasil interaksi biologik yang tidak menghasilkan kehamilan dan kelahiran
bayi hidup.

b. Klasifikasi
Infertilitas terbagi dari 2 macam, yaitu :

a). Infertilitas primer yaitu jika perempuan belum berhasil hamil walaupun
bersenggama teratur dan dihadapkan kepada kemungkinan kehamilan
selama 12 bulan berturut-turut.
b). Infertilitas sekunder yaitu disebut infertilitas sekunder jika perempuan
pernah hamil, akan tetapi kemiduan tidak berhasil hamil lagi walaupun
bersenggama teratur dan dihadapkan kepada kemungkinan kehamilan
selama 12 bulan berturut-turut.

c. Etiologi
 Penyebab infertilitas pada perempuan (istri) :

a). Faktor penyakit


 Endometriosis adalah jaringan endometrium yang semestinya
berada dilapisan paling dalam Rahim (lapisan endometrium)
terletak dan tumbuh ditempat lain. Endometriosis bisa terletak
dilapisan tengah dinding rahim (lapisan myometrium) yang disebut
juga adenomyosis, atau bisa juga terletak di indung telur, saluran
telur, atau bahkan dalam rongga perut. Gejala umum penyakit
endometriosis adalah nyeri yang sangat pada daerah panggul
terutama pada saat haid dan berhubungan intim, serta tentu saja
infertilitas.

 Infeksi panggul adalah suatu kumpulan penyakit pada saluran


reproduksi wanita bagian atas, meliputi radang pada rahim, saluran
telur, indung telur, atau dinding dalam panggul. Gejala umum
infeksi panggul adalah : nyeri pada daerah pada pusar ke bawah
(pada sisi kanan dan kiri), nyeri pada awal haid, mual, nyeri saat
berkemih, demam, dan keputihan dengan cairan yang kental atau
berbau. Infeksi panggul memburuk akibat haid, hubungan seksual,
aktifitas fisik yang berat, pemerikasaan panggul, dan pemasangan
AKDR (alat kontrasepsi dalam rahim, mialnya : spiral).

 Mioma Uteri adalah tumor (tumor jinak) atau pembesaran jaringan


otot yang ada dirahim. Tergantung dari lokasinya, mioma dapat
terletak dilapisan luar, lapisan tengah, atau lapisan dalam rahim.
Biasanya mioma uteri yang sering menimbulkan infertilitas adalah
mioma uteri yang terletak di lapisan dalam (lapisan endometrium).
Mioma uteri biasanya tidak bergejala. Mioma aktif saat wanita
dalam usia reproduksi sehingga saat menopause, mioma uteri akan
mengecil atau sembuh.

 Polip adalah suatu jaringan yang membesar dan menjulur yang


biasanya diakibatkan oleh mioma uteri yang membesar dan
teremas-remas oleh kontraksi rahim. Polip dapat menjulur keluar
ke vagina. Polip menyebabkan pertemuan sperma-sel telur dan
lingkungan uterus terganggu, sehingga bakal janin akan susah
tumbuh.
 Kista adalah suatu kantong tertutup yang dilapisi oleh selaput
(membran) yang tumbuh tidak normal di rongga maupun struktur
tubuh manusia. Terdapat berbagai macam jenis kista, dan
pengaruhnya yang berbedaterhadap kesuburan. Hal penting lainnya
adalah mengenai ukuran kista. Tidak semua kista harus dioperasi
mengingat ukuran juga menjadi standar untuk tindakan operasi.
Jenis kista yang paling sering menyebabkan infertilitas adalah
sindrom ovarium polokistik. Penyakit tersebut ditandai amenore
(tidak haid), hirtutism (pertumbuhan rambut yang berlebihan,
dapat terdistribusi normal maupun tidak normal), obesitas,
infertilitas, dan pembesaran indung telur. Penyakit ini disebabkan
tidak seimbangnya hormon yang mempengaruhi reproduksi
wanita.

 Saluran telur yang tersumbat menyebabkan sperma tidak bisa


bertemu dengan sel telursehingga pembuahan tidak terjadi alias
tidak terjadi kehamilan. Pemerikasaan yang dilakukan untuk
mengetahui saluran telur yang tersumbat adalah dengan HSG
(Hystero Salpingo Graphy), yaitu semacam pemeriksaan rontgen
(sinar X) untuk melihat rahim dan saluran telur.

 Kelainan pada sel telur dapat mengakibatkan infertilitas yang


umumnya merupakan manifestasi dari gangguan proses pelepasan
sel telur (ovulasi). 80% penyebab gangguan ovulasi adalah
sindrom ovarium polikistik. Gangguan ovulasi biasanya
direfleksikan dengan gangguan haid. Haid yang normal memilikis
siklus antara 26-35 hari, dengan jumlah darah haid 80 cc dan lama
haid antara 3-7 hari. Bila haid pada seorang wanita terjadi diluar
itu semua, maka sebaiknya beliau memeriksakan diri kedokter.

b).Faktor fungsional :

 Gangguan system hormonal wanita dan dapat disertai kelainan


bawaan (immunologis). Apabila embrio memiliki antigen yang
berbeda dari ibu, maka tubuh ibu memberikan reaksi sebgai
responn terhadap benda asing. Reaksi ini dapat menyebabkan
abortus spontan pada spontan pada wanita hamil.
 Gangguan pada pelepasan sel telur (ovulasi). Ovulasi atau proses
pengeluaran sel telur dari ovarium terganggu jika terjadi gangguan
hormonal. Salah satunya adalah polikistik. Gangguan ini diketahui
sebagai salah satu penyebab utama kegagalan proses ovulasi yang
normal. Ovarium polikistik diseabbkan oleh kadar hormon
androgen yang tinggi dalam darah. Kadar androgen yang
berlebihan ini mengganggu hormon FSH (Follicle Stimulating
Hormone) dalam darah. Gangguan kadar hormone FSH ini akan
mengakibatkan folikel sel telur tidak bisa berkembang dengan
baik, sehingga pada gilirannya ovulasi juga akan terganggu.
 Gangguan pada l;eher rahim, uterus (rahim) dan Tuba fallopi
(saluran telur)dalam keadaan normal, pada leher rahim terdapat
lendir yang dapat memperlancar perjalanan sperma. Jika produksi
lendir terganggu, maka perjalanan sperma akan terhambat.
Sedangkan jika dalam rahim, yang berperan adalah gerakan di
dalam rahim yang mendororng sperma bertemu dengan sel telur
matang. Jika gerakan rahim terganggu, (akibat kekurangan hormon
prostaglandin) maka gerakan sperma melambat. Terakhir adalah
gangguan pada saluran telur. Didalam saluiran inilah sel telur
bertemu dengan sel sperma. Hika terjadi penyumbatan didalam
saluran telur, maka sperma tidak bisa membuahi sel telur.
Sumbatan tersebut biasanya disebabkan oleh penyakit salpingtis,
radang pada panggul (Pelvice Inflammatory Disease) atau penyakit
infeksi yang disebabkan oleh jamur klamidia. Kelainan pada
uterus, misalnya diakibatkan oleh malformasi uterus yang
mengganggu pertumbuhan fetus, mioma uteri dan adhesi uterus
yang menyebabkan terjadinya gangguan suplai darah untuk
perkembangan fetus dan akhirnya terjadi abortus berulang,
kelainan tuba fallopi akibat infeksi yang mengakibatkan adhesi
tuba fallopi dan terjadi obstruksi sehingga ovum dan sperma tida
dapat bertemu.
Gangguan implantasi hasil konsepsi dalam rahim. Setelah sel telur
dibuahi oleh sperma dan seterusnya berkembang menjadi embrio, selanjutnya
terjadi proses nidasi (penempelan) pada endometrium. Perempuan yang
memiliki kadar hormone progesterone rendah, cenderung mengalami gangguan
pembuahan. Di duga hal ini disebabkan oleh antara lain karena struktur jaringan
endometrium tidak dapat menghasilkan hormone progesteron yang memadai.

 Penyebab Infertilitas pada laki-laki (suami)


 Kelainan pada alat kelamin
- Hipospadia yaitu muara saluran kencing letaknya abnormal,
antara lain pada permukaan testis
- Ejakulasi retrograd yaitu ejakulasi dimana air mani masuk
kedalam kandung kemih
- Varikokel yaitu suatu keadaan dimana pembuluh darah menjadi
bau zakar terlalu besar, sehingga jumlah dan kemampuan gerak
spermatozoa berkurang yang berarti mengurangi
kemampuannya untuk menimbulkan kehamilan.
- Testis tidak menurun dapat terjadi karena testis atrofi sehingga
tidak turun.
 Kegagalan fungsional
- Kemampuan ereksi kurang
- Kelinan pembentukan spermatozoa
 Gangguan pada sperma. Gangguan di daerah sebelum testis
(pretesticular). Gangguan biasanya terjadi pada bagian otak, yaitu
hipofisis yang bertugas mrngrluarkan hormon FSH dan LH. Kedua
hormone tersebut mempengaruhi testis dalam menghasilkan
hormone testosteron, akibatnya produksi sperma dapat terganggu
serta mempengaruhi spermatogenesis dan keabnormalan semen
terapi yang bisa dilakukan untuk peningkatan testosterone adalah
dengan terapi hormone.
 Gangguan didaerah testis (testicular). Kerja testis dapat terganggu
bila terkena trauma pukulan, gangguan fisik, ata infeksi. Bisa juga
terjadi, selama pubertas testis tidak berkembang dengan baik,
sehingga produksi sperma menjadi terganggu. Dalam proses
produksi, testis sebagai “pabrik” sperma membutuhkan suhu yang
lebih dingin daripada suhu tubuh, yaitu 34-35º C saja, proses
pembentukan sperma dapat terganggu.
 Gangguan didaerah setelah testis (postesticular). Gangguan terjadi
di saluran sperma sehingga sperma tidak dapat disalurkan dengan
lancar, biasanya karena salurannya buntu. Penyebabnya bisa jadi
bawaannya sejak lahir, terkena infeksi penyakit seperti
Tuberkolosis (Tb), serta vasektomi yang memang disengaja.
 Tidak adanya semen. Semen adalah cairan yang mengantarkan
sperma dari venis menuju vagina, bila tidak ada semen maka
sperma tidak terangkut (tidak ada ejakulasi). Kondisi ini biasanya
disebabkan penyakit atau kecelakaan yyang mempengaruhi tuolang
belakang.
 Kurangnya hormone testosterone. Kekurangan hormone ini dapat
mempengaruhi kemampuan testis dalam memproduksi sperma.

1) Penyebab Infertilitasi pada suami istri

 Gangguan pada hubungan seksual. Kesalahan teknik senggama


dap[at menyebabkan penetrasi tak sempurna kevagina, impotensi,
ejakulasi prekoks, vaginismus, kegagalan ejakulasi, dan kelamin
anatomic seperti hipospadia, epispadia, penyakit peyronie.
 Faktor psikologis antara dua pasangan (suami dan istri)
- Masalah tertekan karena sosial ekonomi belum stabisl
- Masalah dalam pendidikan
- Emosi karena didahului orang lain hamil

d. Tanda dan Gejala


1). Pada wanita
 Terjadi kelainan system endoktrin
 Hipomenore dan amenore
 Diikuti dengan perkembangan seks sekunder yang tidak adekuat
menunjukkan masalah pada aksis ovarium hipotalamus hipofisis
atau aberasi genetic
 Wanita dengan syndrom turner biasanya pendek, memiliki
payudara yang tidak berkembang, dan gonatnya abnormal
 Wanita infertil dapat memiliki uterus
 Motilitas tuba dan ujung fimbrienya dapat menurun atau hilang
akibat infeksi, adhesi, atau tumor
 Traktus reproduksi internal uang abnormal
2). Pada pria
 Riwayat terpajan benda-benda mutan yang membahayakn
reproduksi (panas, radiasi, rokok, nrkotik, alcohol, infeksi)
 Status gizi dan nutrisi terutama kekurangan protein dan vitamin
tertentu
 Riwayat infeksi genitorurinaria
 Hipertiroidisme dan hipotiroid
 Tumor hipofisis atau prolactinoma
 Disfungsi ereksi berat
 Ejakulasi retrograt
 Hypo/epispadia
 Mikropenis
 Andesensus testis (testis masih dalam perut/dalam lipatan paha)
 Gangguan spermatogenesis (kelainan jumlah, bentuk dan motilitas
sperma)
 Hernia scrotalis (hernia berat sampai ke kantomg testis)
 Varikhokel (varises pembuluh balik darah testis)
 Abnormalitas cairan semen

e. Patofisiologi/Pathways

1). Patofiologi pada pria

Abnormalitas androgen dan testosterone diawali dengan disfungsi


hipotalaus dan hipofisis yang mengakibatkan kelainan status fungsional testis.
Gaya hidup memberikan peran yang besar dalam mempengaruhi infertilitas
diantaranya merokok, penggunaan obat-obatan dan zat adiktif yang berdampak
pada abnormalitas sperma dan penurunan libido. Konsumsi alcohol
mempengaruhi masalah ereksi yang mengakibatkan berkurangnya pancaran
sperma. Suhu disekitar area testis juga mempengaruhi abnormalitas
soermatogenesis. Terjadinya ejakulasi retrograt misalnya akibat pembedahan
sehingga menyebabkan sperma masuk ke vesca urinaria yang mengakibatkan
komposisi sperma terganggu.

2). Patofiologi pada wanita


Beberapa penyebab dari gangguan infertilitas dari wanita diantaranya
gangguan stimulasi hipofisis hipotalamus yang mengakibatkan pembentukan
FSH dan LH tidak adekuat sehingga terjadi gangguan dalam pembentukan
folikel di ovarium. Penyebab lain yaitu radiasi dan toksik yang mengakibatkan
gangguan pada ovulasi. Gangguan bentuk anatomi system reproduksi juga
penyebab mayor dari infertilitas, diantaranya cedera tuba dan perlekatan tuba
sehingga ovum tidak dapat lewat dan tidak terjadi fertilitasi dari ovum dan
sperma. Kelainan bentuk uterus menyebabkan hasil konsepsi tidak berkembang
normal walaupun sebelumya terjadi fertilitasi. Abnormalitas ovarium,
mempengaruhi pembentukan folikel. Abnormalitas servik mempengaruhi
proses pemasukan sperma. Faktor lain yang mempengaruhi infertilitas adalah
aberasi genetic yang menyebabkan kromosom seks tidak lengkap sehingga
organ genitalia tidak berkembang denga baik.
Beberapa infeksi menyebabkan infertilitas dangan melibatkan reaksi
imun sehingga terjadi gangguan interaksi sperma sehingga sperma tidak bisa
bertahan, infeksi juga menyebabkan inflamasi berlanjut perlekatan yang pada
akhirnya menimbulkan gangguan implantasi zigot yang berujung pada abortus.

f. Pemeriksanaan diagnostic
1) Pemeriksaan fisik
- Hirsutisme diukur dengan skala Ferriman dan Gallway, jerawat
- Pembesaran kelenjar tyroid
- Galaktorea
- Inspeksi lendir serviks ditujukkan dengan kualitas mucus
- PDV untuk menunjukkan adanya tumor uterus/adneksa
2). Pemerikasaan penunjang
 Analisa sperma :
- Jumlah > 20 juta/ml
- Morfologi > 40%
- Motilitas 60%
 Deteksi ovulasi :
- Anamnesis siklus menstruasi, 90% siklus menstruasi teratur :
siklus ovulatoar
- Peningkatan suhu badan basal, meningkat 0,6 – 1ºC setelah
ovulasi : Bisafik
- Uji benang lendir serviks dan uji pakis, sesaat sebelum ovulasi :
lendir serviks encer, daya membenang lebih panjang,
pembentukan gambaran daun pakis dan terjadi Estradiol
meningkat
 BiopsiEndometrium
Beberapa hari menjelang haid , Endometrium fase sekresi :
siklus ovulatoar, Endometrium fase proliferasi/gambaran, Hiperplasia :
siklus Anovulatoar d)
 
d. Hormonal: FSH, LH, E2, Progesteron, Prolaktin  
 FSH serum : 10 - 60 mIU/ml  
 LH serum : 15 - 60 mIU/ml
 Estradiol : 200 - 600 pg/ml
 Progesteron : 5 - 20 mg/ml  
 Prolaktin : 2 - 20 mg/ml e)
e. USG transvaginal Secara serial : adanya ovulasi dan perkiraan saat ovulasi
Ovulasi : ukuran folikel 18 - 24 m
f. Histerosalpinografi.
- Radiografi kavum uteri dan tuba dengan pemberian materi kontras.
Disini dapat dilihat kelainan uterus, distrosi rongga uterus dan tuba uteri,
jaringan  parut dan adesi akibat proses radang. Dilakukan secara
terjadwal. Menilai Faktor tuba : lumen, mukosa, oklusi, perlengketan.
- uterus : kelainan kongenital (Hipoplasia, septum, bikornus, Duplex),
mioma, polip, adhesi intrauterin (sindroma asherman).
- Dilakukan pada fase proliferasi : 3 hari setelah haid bersih dan sebelum
perkiraan ovulasi 4.
-  Keterbatasan : tidak bisa menilai .
- Kelainan Dinding tuba : kaku, sklerotik.
- Fimbria : Fimosis fimbria
- Perlengketan genitalia Int
- Endometriosis
-  Kista ovarium.
-  Patensi tuba dapat dinilai :HSG, Hidrotubasi (Cairan), Pertubasi (gas
CO2)
g. Pemeriksaan pelvis ultrasound
Untuk memvisualisasi jaringan pelvis, misalnya untuk identifikasi kelainan,
perkembangan dan maturitas folikuler, serta informasi kehamilan intra
uterin. h)
 
h. Uji paska sanggama (UPS)
Syarat : Pemeriksaan Lendir serviks + 6 - 10 jam paska sanggama. Waktu
sanggama sekitar ovulasi, bentuk lendir normal setelah kering terlihat seperti
daun pakis. Menilai : Reseptifitas dan kemampuan sperma untuk hidup pada
lendir serviks. Penilaian UPS : Baik : > 10 sperma / LPB

 Analisa semen.

• Parameter 
 
• Warna putih keruh
 
• Bau bunga akasia
 
• Ph 7,2 –  7,8.

• Volume 2-5 ml

• Vikositas 1,6 –  6,6 centipose

• Jumlah sperma 20 juta / ml

• Sperma motil > 50 %

• Bentuk nor mal > 60 %

• Kecepatan gerak sperma 0,18 –  1,2 detik


• Persentasi gerak motil > 60 %

• Aglutinasi tidak ada

• Sel – sel sedikit, tidak ada

• Uji fruktosa 150 – 650 mg/dl.

i. Laparoskopi :
Gambaran visualisasi genitalia interna secara internal menyuluruh. Menilai
faktor :
 Peritoneum/endometriosis
 Perlengketan genitalia Interna
 Tuba : patensi, dinding, fimbria
 Uterus : mioma
 Ovulasi : Stigma pada ovarium dan korpus luteum

Keterbatasan:
Tidak bisa menilai : Kelainan kavum uteri dan lumen tuba Bersifat invasif dan
operatif

j. Penatalaksanaan medis 
1. Medikasi
- Obat stimulasi ovarium (Induksi ovulasi) Klomifen sitrat a.
 
- Meningkatkan pelepasan gonadotropin FSH & LH  b.
 
- Diberikan pd hari ke-5 siklus haid c.
 
- 1 x 50 mg selama 5 hari d.
 
- Ovulasi 5 - 10 hari setelah obat terakhir e.
 
- Koitus 3 x seminggu atau berdasarkan USG transvaginal f.
 
- Dosis bisa ditingkatkan menjadi 150 - 200 mg/hari g.
 
- 3 - 4 siklus obat tidak ovulasi dengan tanda hCG 5000 - 10.000
IU

 Epimestrol
Memicu pelepasan FSH dan LH, Hari ke 5 - 14 siklus haid, 5 - 10
mg/hari
 Bromokriptin
- Menghambat sintesis & sekresi prolactin
- Indikasi : Kdr prolaktin tinggi (> 20 mg/ml) dan Galaktore
- Dosis sesuai kadar prolaktin : Oligomenore 1,25 mg/hari
Gangguan haid berat : 2 x 2,5 mg/hari
- Gonadotropin
- HMG (Human Menopausal Gonadotropine) FSH & LH : 75 IU
atau 150 IU Untuk memicu pertumbuhan folikel
- Dosis awal 75 - 150 IU/hari selama 5 hari dinilai hari ke 5
siklus haid
 HCG
- 5000 IU atau 10.000 IU, untuk memicu ovulasi
- Diameter folikel17 - 18 mm dgn USG transvaginal Mahal,
sangat beresiko : Perlu persyaratan khusus Hanya diberikan
pada rekayasa teknologi reproduksi
- Catatan : Untuk pria diterapi dengan FSH, Testosteron
 Terapi hormonal pada endometriosis
- Supresif ovarium sehingga terjadi atrofi Endometriosis
 Danazol
- Menekan sekresi FSH & LH
- Dosis 200 - 800 mg/hari, dosis dibagi 2x pemberian
 Progesteron
- Desidualisasi endometrium pada Atrofi jaringan Endometritik
 Medroksi progesteron asetat 30 - 50 mg/hari
GnRH agonis
- Menekan sekresi FSH & LH
- Dosis 3,75 mg/IM/bulan
- Tidak boleh > 6 bulan : penurunan densitas tulang
2. Tindakan Operasi Rekontruksi Koreksi :
- kelainan Uterus
- Kelainan Tuba : tuba plasti
- Miomektomi
- Kistektomi
- Salpingolisis
- Laparoskopi operatif dan Terapi hormonal untuk kasus
endometriosis + infertilitas  
- Tindakan operatif pada pria : Rekanalisasi dan Operasi
Varicokel.

3. Rekayasa Teknologi Reproduksi


 Inseminasi Intra Uterin (IIU)
Metode ini merupakan rekayasa teknologi reproduksi yang
paling sederhana. Sperma yang telah dipreparasi diinseminasi
kedalam kavum uteri saat ovulasi. Syarat : tidak ada hambatan
mekanik : kebuntuan tuba Falopii, Peritoneum/endometriosis
Indikasi Infertilitas oleh karena faktor :

- Serviks
- Gangguan ovulasi
- Endometriosis ringan
- Infertilitas Idiopatik
- Angka kehamilan 7 - 24 % siklus
Fertilisasi Invitro (FIV)
 Fertilisasi Invitro (FIV)
Fertilisasi diluar tubuh dengan suasana mendekati alamiah.Metode ini
menjadi alternatif atau pilihan terakhir Syarat :
 
- Uterus & endometrium normal  
- Ovarium mampu menghasilkan sel telur
- Mortilitas sperma minimal. 50.000/ml
- Angka kehamilan : 30 - 35 %
 ntracytoplasmic Ssperm Injection (ICSI)
Injeksi sperma intra-sitoplasmik (intracytoplasmic sperm
injection
 = ICSI) merupakan teknik mikromanipulasi yang menyuntikkan satu
spermatozoon ke dalam sitoplasma oosit mature telah digunakan
untuk penanganan infertilitas pria sejak lebih dari satu dekade ini
(Palermo et al, 1992).
Segera setelah itu diikuti dengan keberhasilan teknik ini
pada pria azoospermia dengan menyuntikkan spermatozoa dari testis
dan epididymis. Teknik ini memberikan harapan yang nyata pada pria
infertil dengan oligo-astheno-teratozoospermia berat maupun
azoospermia, dengan penyebab apapun. Dengan berkembangnya
teknologi dimana ICSI dapat dilaksanakan dengan tidak terlalu rumit,
maka ketersediaan sarana yang melaksanakan ICSI berkembang
dengan sangat pesat (Hinting, 2009).
Klinik-klinik diberbagai tempat didunia berkembang terus
melaksanakan ICSI dengan angka keberhasilan yang memuaskan.
Kurang dari 10% oocytes rusak dengan prosedur ini dan angka
fertilisasi berkisar antara 50-75%. Embryo transfer dapat dilaksanakan
pada lebih dari 90% pasangan dan menghasilkan angka kehamilan
berkisar antara 25-45%. Hasil-hasil ini tidak berbeda antara sperma
ejakulat, epididymis maupun testis (Palermo et al, 2001; Hinting et al,
2001).
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN

Pengkajian
- Data Demografis meliputi : identitas klien termasuk data etnis,
budaya dan agama.
A. Pengkajian Anamnesa pada Wanita
- Riwayat Kesehatan Dahulu
- Riwayat terpajan benda- benda mutan yang membahayakan
reproduksi di rumah
- Riwayat infeksi genitorurinaria
- Hipertiroidisme dan hipotiroid, hirsutisme
- Infeksi bakteri dan virus ex: toksoplasama
- Tumor hipofisis atau prolaktinoma
- Riwayat penyakit menular seksual
- Riwayat kista
1. Riwayat Kesehatan Sekarang
- Endometriosis dan endometrits
- Vaginismus (kejang pada otot vagina)
- Gangguan ovulasi
- Abnormalitas tuba falopi, ovarium, uterus, dan servik
- Autoimun
2. Riwayat Kesehatan Keluarga
- Meliputi riwayat saudara/keluarga dengan aberasi genetic
3. Riwayat Obstetri
- Tidak hamil dan melahirkan selama satu tahun tanpa alat
kontrasepsi
- Mengalami aborsi berulang
- Sudah pernah melahirkan tapi tidak hamil selama satu tahun
tanpa alat kontrasepsi
B. Pengkajian pada Pria
- Riwayat Kesehatan Dahulu meliputi : riwayat terpajan benda
benda mutan yang membahayakan reproduksi (panas, radiasi,
rokok, narkotik, alkohol, infeksi)
- Riwayat infeksi genitorurinaria, Hipertiroidisme dan hipotiroid,
Tumor hipofisis atau Prolactinoma
- Riwayat trauma, kecelakan sehinga testis rusak
- Konsumsi obat-obatan yang mengganggu spermatogenesis
- Pernah menjalani operasi yang berefek menganggu organ
reproduksi contoh : operasi prostat, operasi tumor saluran
kemih
- Riwayat Kesehatan Sekarang
 Disfungsi ereksi berat
 Ejakulasi retrograt
 Hypo/epispadia
 Mikropenis
 Andesensus testis (testis masih dalam perut/dalam liat
paha)
 Gangguan spermatogenesis (kelainan jumla, bentuk dan
motilitas sperma)
 Saluran sperma yang tersumbat
 Hernia scrotalis (hernia berat sampai ke kantong testis ) 
 Varikhokel (varises pembuluh balik darah testis)  
 Abnormalitas cairan semen
- Riwayat Kesehatan Keluarga
 Memiliki riwayat saudara/keluarga dengan aberasi
genetic
C. Pemeriksaan Penunjang 
- Pemeriksaan Penunjang padaWanita.
 Deteksi Ovulasi
 Analisa hormone
 Sitologi vagina
 Uji pasca senggama
  Biopsy endometrium terjadwal
 Histerosalpinografi  
 Laparoskopi  
 Pemeriksaan pelvis ultrasound

D. Pemeriksaan Penunjang pada Pria
Analisa Semen:
Parameter
- Warna Putih keruh
- Bau Bunga akasia
- PH 7,2 - 7,8
- Volume 2 - 5 ml
- Viskositas 1,6 - 6,6 centipose
- Jumlah sperma 20 juta / ml
- Sperma motil > 50%
- Bentuk normal > 60%
- Kecepatan gerak sperma 0,18-1,2 detik
- Persentase gerak sperma motil > 60%
- Aglutinasi Tidak ada
- Sel-sel Sedikit,tidak ada
- Uji fruktosa 150-650 mg/dl
- Pemeriksaan endokrin
- USG
- Biopsi testis
- Uji penetrasi sperma
- Uji hemizona

Diagnose keperawatan
- Ansietas berhubungan dengan ancaman pada status kesehatan,
- fungsi  peran, dan konsep diri
- Gangguan konsep diri ; harga diri rendah berhubungan dengan
gangguan fungsional
- Gangguan rasa nyaman b/d gejala terkait penyakit
- Resiko ketidakberdayaan b/d infertilitas
BAB I
PENDAHULUAN

A. DEFINISI
Amennorhea adalah tidak ada atau terhentinya haid secara
abnormal. (kamus istilah kedokteran )
Amenorrhea dapat diklasifikasikan menjadi :
1. Amenorrhea fisiologik
Terjadi pada masa sebelum pubertas, kehamilan, laktasi dan
sesudah menopause.
2. Amenorrhea Patoogik
a) Amenorrhea Primer
Wanita umur 18 tahun keatas pernah haid.
Penyebab : kelainan congenital dan kelainan genetic.
b) Amenorrhea Sekunder
Penderita pernah mendapat haid, tetapi kemudian tidak dapat lagi.
Penyebab : hipotensi, anemia, gangguan gizi, metabolism, tumor,
penyakit infeksi, kelemahan kondisi tubuh secara umum dan stress
psikologis.

B. ETIOLOGI
Penyebab Amenorrhea secara umum adalah:
1. Hymen Imperforata
Selaput dara tidak berlubang sehingga darah menstruasi terhambat
untuk keluar.
2. Menstruasi Anavulatori
Rangsangan hormone – hormone yang tidak mencukupi untuk
membentuk lapisan dinding rahim sehingga tidak terjadi haid atau hanya
sedikit.
3. Disfungsi Hipotalamus : kelainan organik, psikologis, penambahan
berat badan .
• Disfungsi hipofise : tumor dan peradangan
• Disfungsi Ovarium : kelainan congenital, tumor
• Endometrium tidak bereaksi
• Penyakit lain : penyakitmetabolik, penyakit kronik, kelainan gizi,
kelainan hepar dan ginjal.

C. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala yang muncul diantaranya :
1) Tidak terjadi haid
2) Produksi hormone estrogen dan progesterone menurun.
3) Nyeri kepala
4) Lemah badan

D.PATOFISIOLOGI
Disfungsi hipofise terjadi gangguan pada hipofise anterior
gangguan dapat berupa tumor yang bersifat mendesak ataupun
menghasilkan hormone yang membuat menjadi terganggu. Kelainan
kompartemen IV (lingkungan) gangguan pada pasien ini disebabkan oleh
gangguan mental yang secara tidak langsung menyebabkan terjadinya
pelepasan neurotransmitter seperti serotonin yang dapat menghambat
pelepasan gonadrotropin. Kelainan ovarium dapat menyebabkan
amenorrhea primer maupun sekuder. Amenorrhea primer mengalami
kelainan perkembangan ovarium ( gonadal disgenesis ). Kegagalan
ovarium premature dapat disebabkan kelainan genetic dengan peningkatan
kematian folikel, dapat juga merupakan proses autoimun dimana folikel
dihancurkan. Melakukan kegiatan yang berlebih dapat menimbulkan
amenorrhea dimana dibutuhkan kalori yang banyaksehingga cadangan
kolesterol tubuh habis dan bahan untuk pembentukan hormone steroid
seksual ( estrogen dan progesterone ) tidak tercukupi. Pada keadaaan
tersebut juga terjadi pemecahan estrogen berlebih untuk mencukupi
kebutuhan bahan bakar dan terjadilah defisiensi estrogen dan progesterone
yang memicu terjadinya amenorrhea. Pada keadaan latihan berlebih
banyak dihasilkan endorphin yang merupakan derifat morfin. Endorphin
menyebabkan penurunan GnRH sehingga estrogen dan progesterone
menurun. Pada keadaan tress berlebih cortikotropin realizinghormone
dilepaskan. Pada peningkatan CRH terjadi opoid yang dapat menekan
pembentukan GnRH.
E. PATHWAY
( ada pada lembar berikutnya)
F. KOMPLIKASI
Komplikasi yang paling ditakutkan adalah infertilitas. Komplikasi
lainnya adalah tidak percaya dirinya penderita sehingga dapat mengganggu
kompartemen IV dan terjadilah lingkaran setan terjadinya amenorrhea.
Komplikasi lainnya muncul gejala-gejala lain akibat hormone seperti
osteoporosis.

G. PEMERIKAANPENUNJANG
Pada amenorrhea primer : apabila didapatkan adanya perkembangan
seksual sekunder maka diperlukan pemeriksaan organ dalam reproduksi
(indung telur, rahim, perekatan dalam rahim). Melalui pemeriksaan USG,
histerosal Pingografi, histeroskopi dan Magnetic Resonance Imaging
(MRI), apabila tidak didapatkan tanda-tanda perkembangan seksualitas
sekunder maka diperlukan pemeriksaan kadar hormone FSH dan LH
setelah kemungkinan kehamilan disingkirkan pada amenorrhea sekunder
maka dapat dilakukan pemeriksaan Thyroid Stimulating Hormon (TSH)
karena kadar hormone thyroid dapat mempengaruhi kadar hprmone
prolaktin dalam tubuh.

H. PENATALAKSANAAN
Pengelolaan pada pasien ini tergantung dari penyebab. Bila penyebab
adalah kemungkinan genetic, prognosa kesembuhan buruk. Menurut
beberapa penelitian dapat dilakukan terapi sulih hormone, namun fertilitas
belum tentu dapat dipertahankan.Terapi Pengobatan yang dilakukan sesuai
dengan penyebab dari amenorrhea yang dialami, apabila penyebabnya
adalah obesitas maka diit dan olahraga adalah terapinya, belajar untuk
mengatasi stress dan menurukan aktivitas fisik yang berlebih juga dapat
membantu. Pembedahan atau insisi dilakukan pada wanita yang
mengalami Amenorrhea Primer.
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN

A. ANAMNESIS
Anamnesis yang akurat berhubungan dengan pertumbuhan dan
perkembangan sejakkanak-kanak, termasuk tinggi badan dan usia saat
pertama kali mengalami pertumbuhan payudara dan pertumbuhan rambut
emaluan. Dapatkan pula informasi anggota keluarga yang lain (ibu dan
saudara wanita) mengenai usia mereka pada saat menstruasi pertama,
informasi tentang banyaknya perdarahan, lama menstruasi dan periode
menstruasi terakhir, juga perlu untuk ditanyakan. Riwayat penyakit kronis
yang pernah diderita, trauma, operasi, dan pengobatan juga penting untuk
ditanyakan. Kebiasaan-kebiasaan dalam kehidupan seksual, penggunaan
narkoba, olahraga, diit, situasi dirumah dan sekolah dan kelainan psikisnya
juga penting untuk dianyakan.

B. PEMERIKSAAN FISIK
Pada pemeriksaan fisik yang pertama kali diperiksa adalah tanda-tanda vital
dan juga termasuk tingg badan, berat badan dan perkebangan seksual.
Pemeriksaan yang lain adalah :
1) Keadaan payudara
2) Keadaan rambut kemaluan dan genetalia eksternal
3) Keadaan vagina
4) Uterus : bila uterus membesar kehamilan bisa diperhitungkan
5) Servik : periksa lubang vagina

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Cemas berhubungan dengan krisis situasi
2) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi yang didapat
tentangpenyakitnya (amenorrhea)
3) Gangguan konsep diri : HDR yang dihubungkan dngan ketidaknormalan
(amenorrhea primer)
4) Isolasi social yang dihubungkan dengan harga diri rendah
5) Perubahan proses keluarga brhubungan dengan komuniksi yang tidak
efektif dalam kluarga
6) Koping keluarga tidak efektif berhubungnan dengan komunikasi yang
tidak ektif dalam keluarga.
7) Koping individu tidak efektif berhubungan dengan penyakitnya,
perubahan proses keluarga.
8) Berduka antisipasi dapat dihubungkan dengan infertilitas
BAB I
PENDAHULUAN
a.      Definisi
Dismenore atau menstruasi yang menimbulkan nyeri yang disebabkan oleh
kejang otot uterus yang dimana merupakan salah satu masalah ginekologi
yang paling umum dialami oleh wanita dari berbagai tingkat usia.
b.      Epidemiologi/Insiden Kasus
Dismenore dapat mempengaruhi lebih dari setengah wanita haid, dan
prevalensi yang dilaporkan telah sangat bervariasi. Sebuah survey dari 113
pasien dalam praktek pengaturan keluarga menunjukkan prevalensi
dismenore dari 29-44%, tetapi angka prevalensi setinggi 90% pada wanita
berusia 18-45 tahun.
Di Indonesia angka kejadian dismenore sebesar 64.25 % yang terdiri dari
54,89% dismenore primer dan 9,36 % dismenore sekunder (Infosehat,
2008). Di Surabaya di dapatkan 1,07 %-1,31 % dari jumlah penderita
dismenore datang kebagian kebidanan,
Sekitar 20% bisa dialami oleh wanita remaja dan wanita muda, sedangkan 40%
pada wanita paruh baya (usia lebih 40 tahun).
c.       Penyebab/ factor predisaposisi
      - Dismenore primer
Banyak teori yang telah ditemukan untuk menerangkan penyebab terjadi
dismenore primer, Etiologi dismenore primer di antaranya :
1.      Faktor psikologis
Biasanya terjadinya pada gadis-gadis yang secara emosional tidak stabil,
mempunyai ambang nyeri yang rendah, sehingga dengan sedikit rangsangan
nyeri, maka ia akan sangat merasa kesakitan
2.      Faktor endokrin
Pada umumnya nyeri haid ini dihubungkan dengan kontraksi uterus yang
tidak bagus. Hal ini sangat erat kaitannya dengan pengaruh hormonal.
Peningkatan produksi prostaglandin akan menyebabkan terjadinya
kontraksi uterus yang tidak terkoordinasi sehingga menimbulkan nyeri.

3.      Alergi
Teori ini dikemukakan setelah memerlukan setelah memberhatikan hubungan
antara asosiasi antara dismenore dengan urtikaria, migren, asma bronchial,
namun bagaimana pun belum dapat dibuktikan mekanismenya.
      - Dismenore sekunder
1.      Faktor konstitusi seperti : anemia.
2.      Faktor seperti obstruksi kanalis servikalis
3.      Anomali uterus congenital
4.      Leiomioma submukosa.
5.      Endometriosis dan adenomiosis

d.      Patofisiologi Terjadinya Penyakit


     Dismenorea Primer :
Dismenorea primer (primary dysmenorrhea) biasanya terjadi dalam
6-12 bulan pertama setelah menarche (haid pertama) segera setelah siklus
ovulasi teratur (regular ovulatory cycle) ditetapkan/ditentukan. Selama
menstruasi, sel-sel endometrium yang terkelupas (sloughing endometrial
cells) melepaskan prostaglandin, yang menyebabkan iskemia uterus melalui
kontraksi miometrium dan vasokonstriksi. Peningkatan kadar prostaglandin
telah terbukti ditemukan pada cairan haid (menstrual fluid) pada wanita
dengan dismenorea berat (severe dysmenorrhea). Kadar ini memang
meningkat terutama selama dua hari pertama menstruasi. Vasopressin juga
memiliki peran yang sama.
Riset terbaru menunjukkan bahwa patogenesis dismenorea primer
adalah karena prostaglandin F2alpha (PGF2alpha), suatu stimulan
miometrium yang kuat (apotent myometrial stimulant) dan vasoconstrictor,
yang ada di endometrium sekretori (Willman, 1976). Respon terhadap
inhibitor prostaglandin pada pasien dengan dismenorea mendukung
pernyataan bahwa dismenorea diperantarai oleh prostaglandin
(prostaglandin mediated). Banyak bukti kuat menghubungkan dismenorea
dengan kontraksi uterus yang memanjang (prolonged uterine contractions)
dan penurunan aliran darah ke miometrium. Kadar prostaglandin yang
meningkat ditemukan di cairan endometrium (endometrial fluid) wanita
dengan dismenorea dan berhubungan baik dengan derajat nyeri (Helsa,
1992; Eden, 1998).
Peningkatan endometrial prostaglandin sebanyak 3 kali lipat terjadi dari fase
folikuler menuju fase luteal, dengan peningkatan lebih lanjut yang terjadi
selama menstruasi (Speroff, 1997; Dambro, 1998). Peningkatan
prostaglandin di endometrium yang mengikuti penurunan progesterone
pada akhir fase luteal menimbulkan peningkatan tonus miometrium dan
kontraksi uterus yang berlebihan (Dawood, 1990). Leukotriene juga telah
diterima (postulated) untuk mempertinggi sensitivitas nyeri serabut (pain
fibers) di uterus (Helsa, 1992). Jumlah leukotriene yang bermakna
(significant) telah dipertunjukkan di endometrium wanita dengan
dismenorea primer yang tidak berespon terhadap pengobatan dengan
antagonis prostaglandin (Demers, 1984; Rees, 1987; Chegini, 1988;
Sundell, 1990; Nigam, 1991). Hormon pituitari posterior, vasopressin,
terlibat pada hipersensitivitas miometrium, mereduksi (mengurangi) aliran
darah uterus, dan nyeri (pain) pada penderita dismenorea primer (Akerlund,
1979). Peranan vasopressin di endometrium dapat berhubungan dengan
sintesis dan pelepasan prostaglandin.

      - Dismenorea Sekunder :


Dismenorea sekunder (secondary dysmenorrhea) dapat terjadi kapan saja
setelah menarche (haid pertama), namun paling sering muncul di usia 20-an
atau 30-an. Setelah tahun-tahun normal, siklus tanpa nyeri (relatively
painless cycles). Peningkatan prostaglandin dapat berperan pada
dismenorea sekunder, namun, secara pengertian (by definition), penyakit
pelvis yang menyertai (concomitant pelvic pathology) haruslah ada.
Penyebab yang umum termasuk: endometriosis, leiomyomata (fibroid),
adenomyosis, polip endometrium, chronic pelvic inflammatory disease, dan
penggunaan peralatan kontrasepsi atau IUD (intrauterine device). Karim
Anton Calis (2006) mengemukakan sejumlah faktor yang terlibat dalam
patogenesis dismenorea sekunder. Kondisi patologis pelvis berikut ini dapat
memicu atau mencetuskan dismenorea sekunder: Endometriosis, Pelvic
inflammatory disease, Tumor dan kista ovarium, Oklusi atau stenosis
servikal, Adenomyosis, Fibroids, Uterine polyps, Intrauterine adhesions,
Congenital malformations (misalnya: bicornate uterus, subseptate uterus),
Intrauterine contraceptive device, Transverse vaginal septum serta Pelvic
congestion syndrome Allen-Masters syndrome.
e.       Klasifikasi
Secara klinis Dismenorea dapat diklasifikasikan menjadi 2 (dua) macam yaitu
    Dismenorea Primer (esensial, intrinsik, idiopatik)
Dismenore primer biasanya terjadi akibat adanya kelainan pada
gangguan fisik yang mendasarinya, sebagian besar dialami oleh wanita yang
telah mendapatkan haid. Lokasi nyeri dapat terjadi di daerah suprapubik,
terasa tajam, menusuk, terasa diremas, atau sangat sakit. Biasanya terjadi
terbatas pada daerah perut bagian bawah, tapi dapat menjalar sampai daerah
paha dan pinggang. Selain rasa nyeri, dapat disertai dengan gejala
sistematik, yaitu berupa mual, diare, sakit kepala, dan gangguan emosional.
   Dismenorea Sekunder (ekstrinsik, yang diperoleh, acquired),
Biasanya terjadi selama 2 – 3 hari selama siklus dan wanita yang mengalami
dismenore sekunder ini biasanya mempunyai siklus haid yang tidak teratur
atau tidak normal. Pemeriksaan dengan laparaskopi sangat diperlukan untuk
menemukan penyebab jelas dismenore sekunder ini.

f.       Gejala Klinis


Gejala klinis disminore yang sering ditemukan adalah :
1.      Nyeri tidak lama timbul sebelum atau bersama-sama dengan
permulaan haid dan berlangsung beberapa jam atau lebih
2.      Bersamaan dengan rasa nyeri dapat dijumpai rasa mual, muntah, sakit,
kepala, diare, dan sebagainya.
g.      Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik umumnya akan memberikan petunjuk untuk
penegakan diagnosis atau diagnosis itu sendiri pada pasien yang memiliki
keluhan dismenore atau nyeri pelvis yang sifatnya kronis. Adanya
pembesaran uterus yang asimetris atau tidak teratur menandakan suatu
myoma atau tumor lainnya. Pembesaran uterus yang simetris kadang muncul
pada kasus adenomyosis dan kadang terjadi pada kasus polyps intrauterin.
Adanya nodul yang menyebabkan rasa nyeri pada bagian posterior dan
keterbatasan gerakan uterus menandakan endometriosis. Gerakan uterus
yang terbatas juga ditemukan pada kasus luka pelvis akibat adhesion atau
inflamasi. Proses inflamasi kadang menyebabkan penebalan struktur
adnexal. Penebalan ini terlihat jelas pada pemeriksaan fisik. Namun, pada
beberapa kasus nyeri pelvis, pemeriksaan laparoskopi pada organ pelvis
tetap dibutuhkan untuk melengkapi proses diagnosa (Smith, 2003).

h.      Pemeriksaan diagnostic/penunjang


Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada klien dengan dismenore
adalah:
1.      Tes Laboratorium
a.       Pemeriksaan darah lengkap: normal
b.      Urinalisis: normal
2.      Tes Diagnostik Tambahan
a.       Laparaskopi: penyikapan atas adanya endomeriosi ataukelainan pelvis yang
lain.

i.        Diagnosis/criteria diagnosis


Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik.
Diagnosa dismenore didasari atas ketidaknyamanan saat menstruasi.
Perubahan apapun pada kesehatan reproduksi, termasuk hubungan badan
yang sakit dan perubahan pada jumlah dan lama menstruasi, membutuhkan
pemeriksaan ginekologis; perubahan-perubahan seperti itu dapat
menandakan sebab dari dismenore sekunder.

j.        Therapi/tindakan penanganan


1.      Secara Farmakologis
Menurut Potter dan Perry (2005) upaya farmakologis yang dapat
dilakukan dengan memberikan obat analgesic sebagai penghilang rasa sakit.
Menurut Bare & Smeltzer (2001), penanganan nyeri yang dialami oleh
individu dapat melalui intervensi farmakologis, dilakukan kolaborasi dengan
dokter atau pemberi perawatan utama lainnya pada pasien. Obat-obatan ini
dapat menurunkan nyeri dan menghambat produksi prostaglandin dari
jaringan-jaringan yang mengalami trauma dan inflamasi yang menghambat
reseptor nyeri untuk menjadi sensitive terhadap stimulus menyakitkan
sebelumnya, contoh obat anti inflamasi nonsteroid adalah aspirin, ibuprofen.
Menurut Prawirohardjo (1999), Penanganan disminore primer adalah:
a.       Penanganan dan nasehat
Penderita perlu dijelskan bahwa dismenore adalah gangguan yang
tidak berbahaya untuk kesehatan, hendaknya diadakan penjelasan dan
diskusi mengenai cara hidup, pekerjaan, kegiatan, dan lingkungan penderita.
Salah satu informasi yang perlu dibicarakan yaitu mengenai makanan sehat,
istrahat yang cukup, dan olahraga mungkin berguna, serta psikoterapi.
b.      Pemberian obat analgesic
Dewasa ini banyak beredar obat-obat analgesik yang dapat diberikan sebagai
terapi simtomatik, jika rasa nyeri hebat diperlukan istrhat di tempat tidur
dan kompres panas pada perut bawah untuk mengurangi penderita. Obat
analgesik yang sering diberikan adalah preprat kombinasi aspirin, fansetin,
dan kafein. Obat-obatan paten yang beredar dipasaran antara lain novalgin,
ponstan, acetaminophendan sebagainya.
c.       Terapi hormonal
Tujuan terapi hormonal ialah menekan ovulasi, bersifat sementara untuk
membuktikan bahwa gangguan benar-benar dismenore primer atau untuk
memungkinkan penderita melakukan pekerjaan penting waktu haid tanpa
gangguan. Tujuan ini dapat dicapai dengan memberikan salah satu jenis pil
kombinasi kontrasepsi.
d.      Terapi dengan obat non steroid anti prostaglandin
Endometasin, ibuprofen, dan naproksen, dalam kurang lebih 70%
penderita dapat disembuhkan atau mengalami banyak perbaikan. Pengobatan
dapat diberikan sebelum haid mulai satu sampai tiga hari sebelum haid dan
dapat hari pertama haid.
e.       Dilatasi kanalis servikalis
Dilatasi kanalis servikalis dapat memberikan keringanan karena
dapat memudahkan pengeluaran darah dengan haid dan prostaglandin
didalamnya. Neurektomi prasakral (pemotongan urat saraf sensorik antara
uterus dan susunan saraf pusat) ditambah dengan neurektomi ovarial
(pemotongan urat saraf sensorik pada diligamentum infundibulum)
merupakan tindakan terakhir, apabila usaha-usaha lainnya gagal.

2.      Secara Non Farmakologis


Menurut Bare & Smeltzer (2001) penanganan nyeri secara nonfarmakologis
terdiri dari:
a.       Stimulasi dan Masase kutaneus
Masase adalah stimulus kutaneus tubuh secara umum, sering dipusatkan
pada punggung dan bahu. Masase dapat membuat pasien lebih nyaman
karena masase membuat relaksasi otot.
b.      Terapi es dan panas
Terapi es dapat menurunkan prostsglandin yang memperkuat sensitifitas
reseptor nyeri dan subkutan lain pada tempat cedera dengan menghambat
proses inflamasi. Terapi panas mempunyai keuntungan meningkatkan aliran
darah ke suatu area dan kemungkinan dapat turut menurungkan nyeri dengan
memprcepat penyembuhan.
c.       Transecutaneus Elektrikal Nerve Stimulaton ( TENS)
TENS dapat menurunkan nyeri dengan menstimulasi reseptor tidak nyeri
(non-nesiseptor) dalam area yang sama seperti pada serabut yang
menstramisikan nyeri. TENS menggunakan unit yang dijalankan oleh baterai
dengan elektroda yang di pasang pada kulit untuk menghasilkan sensasi
kesemutan, menggetar atau mendengung pada area nyeri.
d.      Distraksi
Distraksi adalah pengalihan perhatian dari hal yang menyebabkan nyeri,
contoh: menyanyi, brdoa, menceritakan gambar atau foto denaga kertas,
mendengar musik dan bermain satu permainan.
e.       Relaksasi
Relaksasi merupakan teknik pengendoran atau pelepasan ketegangan.
Teknik relaksasi yang sederhana terdiri atas nafas abdomen dengan
frekuensi lambat, berirama (teknik relaksasi nafas dalam. Contoh: bernafas
dalam-dalam dan pelan.
f.       Imajinasi
Imajinasi merupakan hayalan atau membayangkan hal yang lebih baik
khususnya dari rasa nyeri yang dirasakan.
k.      Komplikasi
Komplikasi yang biasa muncul yaitu: Syok dan penurunan kesadaran.

PENYIMPANAN KDM/PATWAY
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
A .      Pengkajian
Hal-hal yang perlu dikaji pada klien dengan dismenore yaitu: Siklus haid,
karakteristik nyeri, serta gejala yang mengikutinya.
 Data Subjektif
Nyeri abdomen dapat mulai beberapa jam sampai 1 hari mendahului
keluarnya darah haid. Nyeri biasanya paling kuat sekitar 12 jam setelah
mulai timbul keluarnya darah, saat pelepasan endometrium maksimal. Nyeri
cenderung bersifat tajam dan kolik 12 biasanya dirasakan di daerah
suprapubis. Nyeri juga dapat meliputi daerah lumbosakral dan bagian dalam
dan anterior paha sampai daerah inervasi saraf ovarium dan uterus yang
dialihkan ke permukaan tubuh. Biasanya nyeri hanya menetap sepanjang
hari pertama tetapi nyeri dapat menetap sepanjang seluruh siklus haid. Nyeri
dapat demikian hebat sehingga pasien memerlukan pengobatan darurat.
Gejala- gejala haid, haid biasanya teratur. Jumlah dan lamanya perdarahan
bervariasi. Banyak pasien menghubungkan nyeri dengan pasase bekuan
darah atau campakkan endometrium. Gejala- gejala lain seperti nausea,
vomitus dan diare mungkin dihubungkan dengan haid yang nyeri. Gejala-
gejala seperti ini dapat disebabkan oleh peningkatan prostaglandin yang
beredar yang merangsang hiperaktivitas otot polos usus. Riwayat penyakit
terdahulu pasien dengan dismenore mungkin menceritakan riwayat nyeri
serupa yang timbul pada setiap siklus haid. Kadang- kadang pasien
mengungkapkan riwayat kelelahan yang berlebihan dan ketegangan saraf.
 Data Objektif
Pemeriksaan fisik abdomen dan pelvis. Pada pemeriksaan abdomen
biasanya lunak tanpa adanya rangsangan peritonium atausuatu keadaan
patologik yang terlokalisir dan bising usus normal. Sedangkan pada
pemeriksaan pelvis, pada kasus- kasus dismenore primer pemeriksaan pelvis
adalah normal dan pada dismenore sekunder pemeriksaan pelvis dapat
menyingkap keadaan patologis dasarnya sebagai contoh, nudul- nodul
endometriotik dalam kavum Dauglasi atau penyakit tubaovarium atau
leiomiomata. Sedangkan untuk tes laboratorium yang meliputi pemeriksaan
darah lengkap yang normal dan urinalisis normal.
c.      Diagnosa keperawatan

 Nyeri yang berhubungan dengan meningkatnya kontraktilitas uterus,


hipersensitivitas dan saraf nyeri uterus.
 Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan
dengan adanya mual, muntah.
 Koping individu tidak efektif yang berhubungan dengan kelebihan
emosional.
BAB I
PENDAHULUAN

a.   Defenisi
      Abortus adalah : ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi pada usia
kehamilan kurang dari 28 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram
(Mansjoer. A, 1999)
      Abortus adalah keadaan terputusnya suatu kehamilan dimana fentus belum
sanggup hidup sendiri diluar uterus. (Eastman, 1998)
    Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum usia kehamilan 28
minggu . (Jeffcoat, 1998)
1).   Anatomi
Alat kandungan dibagi atas 2  bagian :
-          Alat kandungan luar (genitalia eksterna)
-          Alat kandungan dalam (genitalia interna)
Ad. 1. alat kandunagan luar (genitalia eksterna) terdiri dari :
-          Mong veneris
-          Bibir besar kemaluan (labia mayor)
-          Bibir kecil kemaluan (labia minor)
-          Klentit (klitoris)
-          Vulva
-          Vestibulum
-          Introitus vagina
-          Selaput darah
-          Lubang kemih
-          Perineum
Ad 2. Alat Kandungan Dalam (genitalia interna) terdiri dari :
-          Liang sanggama (vagina)
-          Rahim (uterus)
-          Saluran teluk (tuba falloppi)
2). Proses Pertumbuhan Janin
           Proses kehamilan atau pertumbuhan janin dimulai dari
konsepsi.Konsepsi adalah bersatunya ovum dan sperma.
Hanya satu sperma yang telah mengalami proses kapasitasi dapat melintasi zona
Pellusida masuk kevitellus ovum. Setelah itu zona pellusida mengalami
perubahan sehingga tidak dapat dilalui sperma lain. Persatuan ini dalam
prosesnya diikuti oleh persatuan pronuklei keduanya yang disebut zygote
yang terdiri dari acuan genetic dari pria dan wanita.
            Dalam beberapa jam setelah penbuahan mulailah pembelahan zygote yang
berjalan lancer dan dalam 3 hari sampai dalam stadium morula.
Hasil konsepsi ini dengan ukuran tetap bergarak kearah rongga rahim oleh :
1.      arus dan getaran rambut getar (silia)
2.      kontraksi tuba
Hasil konsepsi sampailah dalam kavum uteri dalam peringkat blastula. 
           Nidasi adalah masuknya atau tertanamnya hasil konsepsi kedalam
endometrium.

Blastula diselubungi oleh suatu sampai disebut trofoblas yang mampu


menghancurkan dan mencairkan jaringan, menemukan jaringan
endometrium dalam masa ekskresi dengan sel-sel desidua, sel ini besar
mengandung banyak glikogen serta mudah dihancurkan oleh trofoblas.
Balastula dengan bagian yang berisi masa sel dalam akan
mudah masuk dalam desidua, menyebablan luka kecil yang kemudian
sembuh menutup lagi.
Umumnya nidasi terjadi pada dinding depan atau belakang rahim
(korpus) dekat pada fundus uteri.Bila nidasi telah terjadi
dimulailah diferensiasi sel blastula, sel yang lebih kecil dekat
dengan ruang Exocoelomamembentuk : Endoterm dan Yolk Sac.
Sedangkan sel-sel yang lebih besar menjadi : Endoterm dan
membentuk ruang amnion. Maka terbentuklah suatu piring
embrional antara dua ruangan amnion dan yolk sac.
Proses pembentukan organ pada pertumbuhan janin sampai usia 20
minggu :
Tua Kehamilan         Panjang Fetus                        Pembentukan Organ
4 minggu                     7,5-10 mm                   rudi mental mata, telinga dan hidung
8 minggu               2,5 cm       hidung, kuping, jari-jemari mulai
dibentuk,                                                                kepala menekur kedada
12 minggu                   9 cm                            daum kuping lebih jelas, kelopak
mata                                                                       melekat, leher mulai berbentuk,
alat                                                                           kandungan luar terbentuk
namun belum                                                                      berdiferensiasi
16 minggu                   16-18 cm                     genitalia ekterna terbentuk dan
dapat                                                                         dikenal, kulit tipis dan warna
merah.
20 minggu                   25 cm                          kulit lebih tebal, rambut mulai
tumbuh                                                                       dikepala dan rambut halus
tumbuh dikulit.

3.   Patofisiologi
Perdarahan dalam desidua basalis

Nekrosis jaaringan sekitar


 

Hasil konsepsi terlepas


 

Uterus berkontraksi untuk mengeluarkan


Hasil konsepsi tersebut

-pada kehamilan dibawah 8 minggu, hasil konsepsi dikeluarkan seluruhnya


karena villi khorealis belum menembus desidua terlalu dalam.
-     Pada kehamilan 8-14 minggu, telah mauk agak dalam, sehingga sebagian
keluar dan sebagian lagi akan tinggal, sehingga terjadi perdarahan.
-      Pada kehamilan lebih dari 14 minggu, janin dikeluarkan terlebih dahulu dari
plasenta.

PENYIMPANAN KDM
4.   Etiologi
      Factor-faktor yang menyebabkan kematian fetus adalah factor fetus sendiri,
factor ibu dan factor bapak :

1. Kelainan Ovum

Menurut HERTIG dkk pertumbuhan abnormal dari fetus sering menyebabkan


abortus spontan. Menurut penyelisikan mereka, dari 1000 abortus spontan,
maka 48,9 % disebabkan  ovum yang patologis, 3,2 % oleh kelainan letak
embrio, dan 9,6 % karena plasenta yang abnormal
2. Kelainan Genitalia Ibu
Misalnya pada ibu yang menderita :
-          Anomaly kengenital (hipoplasia uteri, uterus bikornis)
-          Kelainan dari letak uterus seperti retrofleksi uterifiksata
-          Tidak sempurnanya persiapan uterus
-          Uterus terlalu cepat terenggang
-          Distorsio uterus

3. Gangguan Sirkulasi Plasent


Terdapat pada ibu yang menderita penyakit nefrins, hipertensi, toksemia,
gradivarium, anomaly plasenta.

4. Penyakit-penyakit Ibu
      Misalnya pada :
-          Penyakit infeksi yang dapat menyebabkan demam tinggi
-          Keracunan Pb, Nikotin, Alkohol

5. Antegonis Rhesus
Pada antagonis resus, darh ibu yang melalui plasenta merubah
darah fetus sehingga terjadi anemia pada fetus yang dapat
mengakibatkan meninggalnya fetus.
Terlalu cepatnya korpus luteum menjadi atrofisPerangsangan pada ibu
yang menyebabkan uterus berkontraksi Penyakit Bapak

     Umur lanjut, penyakit kronis seperti : TBC, Anemia.


5. Manifestasi klinis.

-     Terlambat haid atau aminore kurang dari 20 minggu


-    Pada pemeriksaan fisik keadaan umum lemah, TD menurun atau normal,
Pols normal atau cepat
-      Perdarahan pervagina, mungkin diserai keluarnya jaringan hasilkonsepsi
-    Rasa mulas atau keram perut didaerah atas simfisis
-     Pemeriksaan ginekologi :
a.    Infeksi vulva : perdarahan pervagina
b.    Inspekulo : perdarahan dari kavum uteri
c.    Colok Vagina (Vagina Touch/ VT) : porsio masih terbuka atau sudah tertutup

6.   Komplikasi
-    Perdarahan, pervorasi, syok dan infeksi
-     Pada missed abortion dengan retensi lama hasil konsepsi dapat terjadi kelainan
pembekuan darah

7.   Pemeriksaan
Kuldosentesis : positif bebas dari darah
Kadar fibrinogen : menurun
Kadar estrogen dan progesterone : menurun
Ultrasonografi : memastikan adanya janin
Tes kehamilan : positif bila janin masih hidup

8.   Penatalaksanaan
-          Rawat pasien diruangan khusus
-          Beri antibiotic intravena
-          Infuse, cairan RL atau NaCl sesuai kebutuhan
-          Pantau keadaan umum
-          Oksigenasi bila perlu
-          Pemeriksaan laborator
-          Apabila kondisi sudah membaik dan stabil, lakukan pengangkatan
sumber infeksi (curetase)

BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN

A.     Pengkajian
a. Identitas Klien
      Nama klien                  :
      Umur                          :
      Agama                         :
      Pekerjaan                     :
      Pendidikan                  :
      Alamat                                    :

      Nama suami                :


      Umur                           :
      Agama                         :
      Pekerjaan                     :
      Pendidikan                  :

B. Riwayat Mens

-    Berapa lama waktu mensnya


-    Perdarahan pada mens
C. Riwayat Prinatal

-    Gravida
-    Partus
-    Abortus

D. Riwayat utama

E. Riwayat Nutrisi

F. Riwayat Aktivitas

-    Ibu yang bekerja


-    Ibu yang tidak bekerja

G. Penggunaan obat-obatan

H. Status Kehamilan

-          Direncanakan
-          Tidak direncanakan
-          Gagal KB

I. Sirkulasi

-          Hipertensi / hipotensi mungkin ada


-          Pucat, kulit dingin dan lembab
-          Takikardi
-          Pusing atau pingsan

J. Integritas Ego

-          Cemas
-          Ketakutan
-          gelisah

K. Eliminasi
Gejala : gangguan ginjal

L. Makanan/ Cairan

-          Mual, muntah darah (hiperemesis)


-          Abdomen mungkin lunak
M. Keamanan
-          Penyakit inflamasi kulit
-          Suhu normal / abnormal

N. Seksualitas

-          Multi para dan usia ibu telah lanjut


-          Seksio sesar sebelumnya

O. Nyeri / ketidaknyaman

-          Nyeri abdomen


-          Nyeri tekan
-          Nyeri hebat

3. Diagnosa Keperawatan.

- DX I : Kekurangan Volume Cairan b/d Kehilangan Cairan Perdarahan


- DX II : Ketakutan b/d Ancaman Kematian Pada Diri Sendiri Dan Janin.
- DX III : Nyeri b/d Kontraksi Otot / Dilatasi Serviks.
- DX IV : Kurang Pengetahuan b/d Kurang Pemajanan/ Tidak Mengenal Sumber-
Sumber Informasi
- DX V :      gangguan konsep diri, harga diri rendah b/d kejadian
keguguran yang
DAFTAR PUSTAKA

Mochtar R : “Synopsis Obstetri” edisi I. Penerbit buku kedokteran EGC, Jakarta 1998.
Marilynn E. Doengoes, “Rencana Perawatan Maternal”  edisi II. Penerbit buku
kedokteran  EGC. Jakarta 2001
mansjoer A ; “kapita selekta kedokteran” . edisi 3 , jilid 1 : “Media Aesculapius
; Jakarta : 1999.
Team Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran Bandung : “obstetri
patologi” ; Elstar offset ; Bandung
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Devenisi

Mola Hidatidosa adalah jonjot-jonjot korion (chorionic villi) yang tumbuh


bergandang berupa gelembung-gelembung kecil yang mengandung banyak
cairan sehingga menyerupai buah anggur, atau mata ikan karena itu disebut
juga hamil anggur atau mata ikan. Kelainan ini merupakan neoplasma
trofoblas yang jinak (benigna) (Mochtar, 2000).

Molahidatidosa ialah kehamilan abnormal dengan ciri-ciri Stroma villus


korialis langka vaskularisasi dan edematous (Prawirohardjo, 1999).

Molahidatidosa adalah kehamilan abnormal dimana hamper seluruh vili


korialisnya mengalami perubahan hirofik (Mansjoer, 1999).

B.   Etiologi

Penyebab   mola   hidatidosa   tidak   diketahui,   faktor-faktor   yang


menyebabkannya antara lain:

1. Faktor ovum  :  Ovum memang sudah patologik sehingga mati, tapi


terlambat dikeluarkan.
2. Imunoselektif dari trofoblas
3. Keadaan sosio ekonomi yang rendah
4. Paritas tinggi
5. Kekurangan protein
6. Infeksi virus dan kromosom yang belum jelas

C.    Manifestasi Klinis

Pada penderita mola dapat ditemukan beberapa gejala-gejala sebagai berikut:

a.    Terdapat gejala – gejala hamil muda yang kadang – kadang lebih nyata dari
biasa dan amenore

b.   Terdapat perdarahan per vaginam yang sedikit atau banyak, tidak
teratur,
warna tungguli tua atau kecoklatan seperti bumbu rujak.

c.    Pembesaran uterus tidak sesuai ( lebih besar ) dengan tua kehamilan
seharusnya.

d.   Tidak teraba bagian – bagian janin dan balotemen, juga gerakan janin
serta
tidak terdengar bunyi denyut jantung janin.

D.    Komplikasi

Pada penderita mola yang lanjut dapat terjadi beberapa komplikasi sebagai berikut:

1. Anemia
2. Syok
3. Preeklampsi atau Eklampsia
4. Tirotoksikosis
5. Infeksi sekunder.
6. Perforasi karena keganasan dan karena tindakan.

Menjadi ganas ( PTG ) pada kira – kira 18-20% kasus, akan menjadi moladestruens
atau koriokarsinoma.
 

E.     Patofisiologi

Jonjot-jonjot korion tumbuh berganda dan mengandung cairan merupakan kista-


kista kecil seperti anggur. Biasanya di dalamnya tidak berisi embrio. Secara
histo patologic kadang-kadang ditemukan jaringan mola pada plasenta
dengan bayi normal. Bisa juga terjadi kehamilan ganda mola adalah : satu
janin tumbuh dan yang satu menjadi mola hidatidosa. Gelembung mola
besarnya bervariasi, mulai dari yang kecil sampai berdiameter lebih dari 1
cm. mola parsialis adalah bila dijumpai janin dan gelembung – gelembung
mola.

Secara mikroskopik terlihat trias :

1. Proliferasi dari trofoblas


2. Degenerasi hidropik dari stroma villi dan kesembaban
3. Terlambat atau hilangnya pembuluh darah dan stroma

Sel – sel Langhans tampak seperti sel polidral dengan inti terang dengan
adanya sel sinsisial giantik ( Syncytial Giant Cells). Pada kasus mola
banyak kita jumpai ovarium dengan kista lutein ganda berdiameter 10 cm
atau iebih ( 25-60%). Kista lutein akan berangsur – angsur mengecil dan
kemudian hilang setelah mola hidatidosa sembuh.

F.     Pemeriksaan penunjang

Untuk mengetahui secara pasti adanya molahidatidosa, maka pemeriksaan


penunjang yang dapat dilakukan yaitu :

1.  Reaksi kehamilan : karena kadar HCG yang tinggi maka uji biologik dan
uji imunologik ( galli mainini  dan planotest  )  akan  positif setelah
pengenceran (titrasi):

a.   Galli mainini 1/300 (+), maka suspek mola hidatidosa.


b.   Galli mainini 1/200 (+), maka kemungkinan mola hidatidosa atau
hamil kembar.

Bahkan pada mola atau koriokarsinoma, uji biologik atau imunologik cairan
serebrospinal dapat menjadi positif.

2.  Pemeriksaan dalam

Pastikan besarnya rahim, rahim terasa lembek, tidak ada bagian-bagian


janin, terdapat perdarahan dan jaringan dalam kanalis servikalis dan vagina,
serta evaluasi keadaan servik.

a. Uji sonde : Sonde ( penduga rahim ) dimasukkan pelan – pelan dan hati

hati ke dalam kanalis servikalis dan kavum uteri. Bila tidak ada tahanan,
sonde  diputar  setelah  ditarik  sedikit,   bila tetap  tidak  ada tahanan
kemungkinan mola ( cara Acosta- Sison).
b. Foto rongent abdomen : tidak terlihat tulang – tulang janin ( pada
kehamilan 3-4 bulan).

3.Arteriogram khusus pelvis

a. Ultrasonografi : pada mola akan kelihatan bayangan badai salju dan


tidak
terlihat janin.

G.    Penatalaksanaan

1.   Terapi

a.   Kalau perdarahan banyak dan keluar jaringan mola, atasi syok dan
perbaiki  keadaan umum penderita dengan pemberian  cairan dan
transfusi darah. Tindakan pertama adalah melakukan manual digital
untuk pengeluaran sebanyak mungkin jaringan dan bekuan darah;
barulah dengan tenang dan hati – hati evaluasi  sisanya dengan
kuretase.

b.   Jika pembukaan kanalis servikalis masih kecil:

1). Pasang beberapa gagang laminaria untuk memperlebar pembukaan selama 12


jam.

2). Setelah pasang infus Dectrosa 5 % yang berisi 50 satuan oksitosin ( pitosin atau
sintosinon ); cabut laminaria, kemudian setelah itu lakukan evakuasi isi
kavum uteri dengan hati – hati. Pakailah cunam ovum yang agak besar atau
kuret besar : ambillah dulu bagian tengah baru bagian – bagian lainnya pada
kavum uteri. Pada kuretase pertama ini keluarkanlah jaringan sebanyak
mungkin, tak usah terlalu bersih.

3). Kalau perdarahan banyak, berikan tranfusi darah dan lakukan tampon utero –
vaginal selama 24 jam.

c.   Bahan jaringan dikirim untuk pemeriksaan histo – patologik dalam 2porsi:

1). Porsi 1 : yang dikeluarkan dengan cunam ovum.

2). Porsi 2 : dikeluarkan dengan kuretase.

d.   Berikan obat – obatan, antibiotika, uterustonika dan perbaikan keadaanumum


penderita.

e.   7-10 hari sesudah kerokan pertama, dilakukan kerokan ke 2


untukmembersihkan  sisa-sisa jaringan,   dan  kirim  lagi   hasilnya 
untukpemeriksaan laboratorium.

f.    Kalau mola terlalu besar dan takut perforasi bila dilakukan kerokan,ada   
beberapa    institut    yang    melakukan    histerotomia   
untukmengeluarkan isi rahim ( mola).
g..  Histerektomi total dilakukan pada mola resiko tinggi ( high risk mola): usia
lebih dari 30 tahun, paritas 4 atau lebih, dan uterus yang sangatbesar (mola
besar) yaitu setinggi pusat atau lebih.

2.   Periksa ulang ( follow-up )

Ibu dianjurkan jangan hamil dulu dan dianjurkan memakai kontrasepsi


pil.Kehamilan, dimana reaksi kehamilan menjadi positif akan menyulitkan
observasi. Juga dinasehatkan untuk mematuhi jadwal periksa ulang selama
2-3 tahun:

a.   Setiap minggu pada triwulan pertama

b.   Setiap 2 minggu pada triwulan kedua.

c.   Setiap bulan pada 6 bulan berikutnya

d.   Setiap 2 bula pada tahun berikutnya, dan selanjutnya setiap 3 bulan.Setiap
perikas ulang penting diperhatikan :

1). Gejala klinis : perdarahan, keadaan umum

2). Lakukan pemeriksaan dalam dan pemeriksaan in spekulo : tentang keadaan


servik, uterus cepat bertambah kecil atau tidak, kista lutein bertambah
kecil atau tidak dll.

3). Reaksi biologis atau imonologis air seni :

a). Satu kali seminggu sampai hasil negatif

b). Satu kali 2 minggu selama triwulan selanjutnya

c). Satu kali sebulan dalam 6 bulan selanjutnya

d). Satu kali 3 bulan selama tahun berikutnya

Kalau reaksi titer tetap (+), maka harus dicurigai adanya keganasan.
Keganasan masih dapat timbul setelah 3 tahun pasca terkenanya mola
hidatidosa. Menurut Harahap (1970) tumor timbul 34,5 % dalam 6 minggu, :
62,1% dalam 12 minggu dan 79,4% dalam 24 minggu serta 97,2 % dalam 1
tahun setelah mola keluar.

3.   Sitostatika profilaksis pada mola hidatidosa

Beberapa institut telah memberikan methotrexate ( MTX) pada penderita mola


dengan tujuan sebagai profilaksis terhadap keganasan. Para ahli lain tidak
setuju pemberian ini, karena disatu pihak obat ini tentu mencegah keganasan,
dan dipihak lain obat ini tidak luput dari efek samping dan penyulit yang
berta.

Beberapa penulis menganjurkan pemberian MTX bila :

a. Pengamatan lanjutan sukar dilakukan

b. Apabila 4 minggu setelah evakuasi mola, uji kehamilan biasa tetap


positif

c. Pada high risk mola.

H.    Pathway
BAB II

ASUHAN KEPERAWATAN

1.      Pengkajian

a.   Aktivitas

 Kelemahan.
 Kesulitan ambulasi.

b.   Sirkulasi

 Takikardia, berkeringat, pucat, hipotensi (tanda syok).


 Edema jaringan.

c.   ELIMINASI

 Ketidakmampuan defekasi dan flatus.


 Diare (kadang-kadang).
 Cegukan; distensi abdomen; aabdomen diam.
 Penurunan haluan urine, warna gelap.
 Penurunan/tak ada bising usus (ileus); bunyi keras hilang timbul,
bising usus kasar (obstruksi), kekakuan abdomen, nyeri tekan.
Hiperesonan/timpani (ileus); hilang suara pekak diatas hati (udara
bebas dalam abdomen).

d.   Cairan

 Anoreksia, mual/muntah; haus.


 Muntah proyektil.
 Membran mukosa kering, lidah bengkak, turgor kulit buruk.

e.   Kenyamanan/Nyeri

 Nyeri abdomen, Distensi, kaku, nyeri tekan.


f.    Pernapasan

 Pernapasan dangkal, takipnea.

g.   Keamanan

 Riwayat inflamasi organ pelvik (salpingitis); infeksi pasca-


melahirkan, abses retroperitoneal.

      Diagnosa Keperawatan

1. Resiko tinggi terhadap devisit volume cairan berhubungan dengan


perdarahan.
2. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuat
pertahanan sekunder.
3. Gangguan   rasa   nyaman   (nyeri)   berhubungan   dengan  
kerusakan  jaringan intrauteri.
4. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan.
DAFTAR PUSTAKA

Bagian Obstetri dan Ginekologi FK Unpad. (1981). Obstetri Patologi, Elstar


Offset, Bandung.

JNPKKR-POGI. (2000). Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal


dan Neonatal, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta.

Marilynn E.Doenges. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta.


Rustam Mochtar. (1992). Sinopsis Obstetri Jilid I, EGC, Jakarta.
Sarwono Prawirohardjo. (1999). Ilmu Kandungan, Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo, Jakarta.
Wong, Dona L& Perry, Shanon W. (1998). Maternal Child Nursing Care,
Mosby Year Book Co., Philadelphia._____, Protap Pelayanan Kebidanan
RSUD Dr. Sutomo Surabaya, Surabaya
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Definisi Endometriosis
Endometriosis adalah kasus jaringan endometrium (lapisan dinding Rahim)
yang tumbuh di luar rahim (implant endometrium). Kata endometrium sendiri
berasal dari Bahasa Latin (Yunani) endo (di dalam) dan metra ( Rahim).
Endometriosis paling sering ditemukan di ovarium. Endometriosis juga dapat
terjadi di luar uterus, pada ligamen sakro-uterinum dan ligamen latum, serta
peritoneum. Area lain yang lebih jarang terjadi endometriosis antara lain adalah
dinding usus, kandung kemih, serviks, vagina, vulva, dan umbilicus serta
jaringan parut. Endometriosis terkadang terjadi di paru. (Andrews, 2009)
Endometriosis merupakan jaringan mirip selaput lendir yang menutupi
permukaan rongga rahim (endometrium) yang berada di luar rongga rahim
pada tempat yang tidak semestinya (Center for Young Women’s Health, 2006
dalam Oepomo, 2007) Endometriosis adalah kondisi abnormal dimana jaringan
endometrium ditemukan pada lokasi internal selain uterus. Lokasi relokasi
jaringan yang  paling umum adalah rongga pelvis, terutama ovarium dan bagian
peritoneum  pelvis yang menggantung. Jaringan jarang ditemukan di luar
pelvis, seperti  pada parut bedah dan paru-paru. Dalam siklus haid,
endometrium menebal dengan tumbuhnya pembuluh darah dan jaringan untuk
mempersiapkan diri menerima sel telur yang akan dilepaskan oleh indung telur.
Rahim (uterus) dan indung telur (ovarium)

Terhubungkan dengan saluran telur, yang juga disebut sebagai tuba falopii
(fallopian tube). Apabila telur yang sudah matang itu tidak dibuahi oleh sperma,
maka lapisan dinding rahim tadi akan mengelupas pada akhir siklus. Lepasnya
lapisan dinding rahim itulah yang disebut peristiwa haid. Keseluruhan proses itu
diatur hormon reproduksi, dan biasanya memerlukan waktu antara 28 sampai 30
hari, dan kembali lagi ke awal proses.

2. Etiologi dan Faktor Resiko Endometriosis


Penyebab endometriosis tidak diketahui, walaupun telah dikemukakan
beberapa teori. Mestruasi retrogad, teori yang paling diterima menyatakan
bahwa sekresi menstruasi mengalir balik melalui tuba fallopi dan
mengendapkan partikel jaringan endometrium hidup di luar rongga uterus
yang menyebabkan fragmen-fragmen kecil endometrium normal tertanam di
rongga  peritoneum bawah.
Wanita dengan periode menstruasi lebih lama (lebih dari 8 hari) dan siklus
menstruasi yang lebih pendek (kurang dari 27 hari) beresiko tinggi
mengalami endometriosis. Kondisi ini tergantung estrogen, terjadi pada
wanita  berusia 15 sampai 44 tahun, dan jarang terjadi pada wanita sebelum
masa  puber atau setelah menopause. Sering melakukan olahraga aerobik
terbukti memberi perlindungan terhadap endometriosis karena dapat
menurunkan tingkat produksi estrogen. (Barbieri, 1990 dalam Reeder, 2011)
Endometriosis lebih sering ditemukan pada wanita yang menunda
kehamilan sampai usia tiga puluhan, walaupun keadaan ini dapat pula timbul
pada usia remaja. Terdapat peningkatan prevalensi sebanyak 7% pada
saudara kandung dan anak dari ibu yang mendapat gangguan ini.
3. Patofisiologi Endometriosis
Endometriosis dipengaruhi oleh faktor genetik. Wanita yang
memiliki ibu atau saudara perempuan yang menderita endometriosis
memiliki resiko lebih besar terkena penyakit ini juga. Hal ini disebabkan
adanya gen abnormal yang diturunkan dalam tubuh wanita tersebut.
Gangguan menstruasi seperti hipermenorea dan menoragia dapat
mempengaruhi sistem hormonal tubuh. Tubuh akan memberikan respon
berupa gangguan sekresi estrogen dan progesteron yang menyebabkan
gangguan pertumbuhan sel endometrium. Sama halnya dengan
pertumbuhan sel endometrium biasa, sel-sel endometriosis ini akan tumbuh
seiring dengan  peningkatan kadar estrogen dan progesteron dalam tubuh.
Faktor penyebab lain berupa toksik dari sampah-sampah
perkotaan menyebabkan mikroorganisme masuk ke dalam tubuh.
Mikroorganisme tersebut akan menghasilkan makrofag yang menyebabkan
resepon imun menurun yang menyebabkan faktor pertumbuhan sel-sel
abnormal meningkat seiring dengan peningkatan perkembangbiakan sel
abnormal.
Jaringan endometrium yang tumbuh di luar uterus, terdiri dari
fragmen endometrial. Fragmen endometrial tersebut dilemparkan dari
infundibulum tuba falopii menuju ke ovarium yang akan menjadi tempat
tumbuhnya. Oleh karena itu, ovarium merupakan bagian pertama dalam
rongga pelvis yang dikenai endometriosis.
Sel endometrial ini dapat memasuki peredaran darah dan limpa,
sehingga sel endomatrial ini memiliki kesempatan untuk mengikuti aliran
regional tubuh dan menuju ke bagian tubuh lainnya.
Dimanapun lokasi terdapatnya, endometrial ekstrauterine ini dapat
dipengaruhi siklus endokrin normal. Karena dipengaruhi oleh siklus
endokrin, maka pada saat estrogen dan progesteron meningkat, jaringan
endometrial ini  juga mengalami perkembangbiakan. Pada saat terjadi
perubahan kadar estrogen dan progesteron lebih rendah atau berkurang,
jaringan endometrial ini akan menjadi nekrosis dan terjadi perdarahan di
daerah pelvis.
Perdarahan di daerah pelvis ini disebabkan karena iritasi peritonium dan
menyebabkan nyeri saat menstruasi (dysmenorea). Setelah perdarahan,
penggumpalan darah di pelvis akan menyebabkan adhesi/perlekatan di
dinding dan permukaan pelvis. Hal ini menyebabkan nyeri, tidak hanya di
pelvis tapi  juga nyeri pada daerah permukaan yang terkait, nyeri saat
latihan, defekasi, BAK dan saat melakukan hubungan seks. Adhesi juga
dapat terjadi di sekitar uterus dan tuba fallopii.
Adhesi di uterus menyebabkan uterus mengalami retroversi,
sedangkan adhesi di tuba fallopii menyebabkan gerakan spontan ujung-
ujung fimbriae untuk membawa ovum ke uterus menjadi terhambat. Hal-hal
inilah yang menyebabkan terjadinya infertil pada endometriosis.
4. Klasifikasi Endometriosis
Menurut letaknya endometriosis dapat digolongkan menjadi 3
golongan, yaitu :
a. Endometriosis genetalia interna, yaitu endometriosis yang letaknya di
dalam uterus  
b. Endometriosis eksterna, yaitu endometriosis yang letaknya di dinding
belakang uterus, di bagian luar tuba dan di ovarium
c. Endometriosis genetalia eksterne, yaitu endometriosis yang letaknya di
pelvio peritoneum dan di kavum douglas, rekto sigmoid, kandung
kencing

5. Tingkatan Endometriosis
Secara garis besar endometriosis ini dibagi menjadi empat
tingkatan  berdasarkan beratnya penyakit(American Fertility Society ) :
 
1. Stage 1 (minimal) : lesi bersifat superficial, ada perlengketan di
permukaan saja
2. Stage 2 (ringan) : adanya pelengketan sampai di daerah cul-de-sac
3. Stage 3 (sedang) : sama seperti stage 2, namun disertai endometrioma
yang kecil pada ovarium da nada perlengketan juga yang lebih banyak
4.
4. Stage 4 (berat) : sama seperti stage 3, namun disertai endometrioma
yang besar dan perlengketan yang sangat luas
Pada endometriosis berat, ovarium, tuba fallopi, uterus, dan
usus menyatu dan dapat terfiksasi adhesi yang padat. Satu ovarium dapat
berubah  posisi di belakang uterus atau kavum Douglas. Kondisi ini
menimbulkan dyspareunia dalam dengan nyeri menetap selama beberapa
jam. Pasangan wanita yang menderita endometriosis ikut terganggu akibat
kenyataan bahwa mereka yang memicu nyeri tersebut sehingga kondisi ini
seringkali  berpengaruh buruk pada kondisi mereka, terutama dalam segi
seksual. Pelepasan ovum dan perjalanan ovum selanjutnya melalui tuba
pada situasi tersebut dapat sangat sulit sehingga wanita dapat mengalami
masalah konsepsi.
6. Manifestasi Klinis Endometriosis
Manifestasi klinis endometriosis berkaitan lebih kepada
lokasi dibandingkan terhadap beratnya penyakit. Gejala endometriosis
meliputi :
1. Nyeri, adalah manifestasi yang paling khas. Nyeri secara khas dimulai
sebelum periode menstruasi mencapai puncaknya tepat sebelum onset
atau selama 1 atau 2 hari pertama menstruasi. Nyeri dapat
berlangsung selama durasi menstruasi dan kadang-kadang hingga
beberapa hari setelahnya. Nyeri dapat berlokasi di berbagai tempat,
menyebabkan diagnosis lebih sulit dikonfirmasi.
2. Disparaunia, adalah menstruasi tidak teratur
3. Menoragi. Pasien yang menderita endometriosis sering mengalami
menstruasi yang diawali dengan perdarahan bercak berwarna gelap
selama dua atau tiga hari. Selain itu menstruasi pasien tersebut sangat
banyak
4. Infertilitas, sekitar sepertiga pasien endometriosis mengalami
infertilitas. Infertilitas mungkin merupakan satu-satunya gejala yang
muncul.

7. Penatalaksanaan Endometriosis
a. Pengobatan medis Endometriosis jarang terjadi setelah menopause
sehingga hanya terjadi  pada wanita yang menjalani terapi sulih hormone.
Kehamilan memiliki efek yang terbatas, bahkan sering kali berefek
kuratif pada penyakit ini, tetapi infertilitas merupakan salah satu gejala
penyakit ini, andaipun wanita menginginkan seorang bayi. Dengan
demikian, pengobatan medis dilakukan dengan menekan fungsi ovarium.
- Danol (Danazol). Danol dapat digunakan hingga 9 bulan dan jika
efek samping dapat ditoleransi, obat ini meringankan
endometriosis. Endometriosis dapat kambuh jika siklus
menstruasi normal kembali terjadi meski beberapa wanita
mengalami perbaikan gejala
- Pil kontrasepsi kombinasi. Pil kontrasepsi ini dapat bekerja
efektif untuk pengobatan kasus ringan, terutama jika kontrasepsi
juga diperlukan. Perdarahan lepas obat dan perdarahan bercak
dapat terjadi, tetapi tidak terlalu bermasalah jika dibandingkan
dengan endometriosis yang terjadi
- Progesterone, noretisteron, didrogesteron, atau
medroksiprogesteron asetat yang diberikan dalam dosis tinggi
memiliki efek hormonal yang sama seperti kehamilan. Efek
samping progesterone hampir sama dengan gejala sindrom
pramenstruasi, serta dapat terjadi perdarahan lepas obat yang
mengganggu.
- Analog GnRH. Obat ini efektif dalam menekan endometriosis,
tetapi hanya dapat diberikan dalam jangka pendek karena
beresiko menimbulkan osteoporosis
- Terapi pelengkap dan terapi alternatif. Banyak wanita
melaporkan  perbaikan gejala dengan mengonsumsi vitamin,
unsur renik mineral, atau ramuan herbal. Terapi pelengkap dan
terapi alternatif merupakan
- area yang belum “dilirik” untuk diteliti, tetapi manfaat terapi ini
dalam
- pengobatan sindrom pramenstruasi mendorong penderita
endometriosis untuk mencobanya. Perubahan alam perasaan,
vagina kering yang nyeri, dan nyeri menyerupai kram,
dilaporkan berkurang dengan penggunaan minyak evening
primrose. Vitamin B (terutama B6) serta unsur renik, seperti
zink dan magnesium juga terbukti efektif. Tanpa dukungan
penelitian ilmiah ternama, peran efek placebo dalam
pengobatan ini tidak diketahui.

b. Pengobatan melalui pembedahan


Teknik yang menggunakan pengobatan ablative local, dengan diaterni
atau laparoskop laser, dikembangkan di beberapa klinik ginekologis
dengan laporan keberhasilan bervariasi. Ooforektomi atau sistektomi
ovarium dapat direkomendasikan. Waktu pemulihan yang diperlukan
setelah dilakukan teknik pembedahan mikro lebih singkat, tetapi
peralatan yang diperlukan sangat mahal dan ketersediaannya terbatas.
Akibatnya banyak wanita harus menjalani pembedahan mayor.Masalah
kekambuhan masih tetap ada walaupun terapi supresif sebelum
pembedahan dapat membantu mengurangi masalah tersebut.
Histeroktomi dan salpingo-ooforektomi bilateral dapat
dipertimbangkan sebagai pilihan terakhir bagi wanita yang mengeluh
nyei dan konsekuensi nyeri tersebut selama beberapa tahun. Keputusan
untuk menjalani  pembedahan mungkin membuat pasien lebih tenang,
tetapi akan lebih bijaksana jika sebelumnya petugas kesehatan
membantu pasien mengkaji  perasaannya terhadap fertilitasnya.

c. Laparoscopy
Laparoscopy adalah prosedur operasi yang paling umum
untuk diagnosis dari endometriosis. Laparoscopy adalah prosedur
operasi minor (kecil) yang dilakukan dibawah pembiusan total, atau
pada beberapa kasus-kasus dibawah pembiusan lokal. Ia biasanya
dilakukan sebagai suatu prosedur  pasien rawat jalan. Laparoscopy
dilakukan dengan pertama memompa  perut dengan karbondioksida
melalui sayatan kecil pada pusar.
Sebuah alat penglihat (laparoscope) yang panjang dan tips kemudian
dimasukan kedalam rongga perut yang sudah dipompa untuk memeriksa
perut dan pelvis. Endometrial implants kemudian dapat dilihat secara
langsung. Selama laparoscopy, biopsi-biopsi (pengeluaran dari contoh-
contoh jaringan kecil untuk pemeriksaan dibawah mikroskop) dapat juga
dilakukan untuk diagnosis. Adakalanya biopsi-biopsi yang diperoleh
selama laparoscopy menunjukan endometriosis meskipun tidak ada
endometrial implants yang terlihat selama laparoscopy.
d. Ovarektomi (pengangkatan ovarium)
Tindakan ini hanya dilakukan jika nyeri perut atau panggul
tidak dapat dihilangkan dengan obat-obatan dan penderita tidak ada
rencana untuk hamil lagi. Setelah pembedahan, diberikan terapi sulih
estrogen. Terapi  bisa dimulai segera setelah pembedahan atau jika
jaringan endometrium yang tersisa masih banyak, maka terapi baru
dilakukan 4-6 bulan setelah  pembedahan.

8. Prognosis Endometriosis
Endometriosis pada umumnya terjadi pada usia reproduksi,
walaupun demikian telah ditemukan pula endometriosis pada usia
remaja dan pasca menopause. Endometriosis diperkirakan terjadi pada
10-15% wanita subur yang berusia 25-44 tahun, 25-50% wanita mandul
dan bisa juga terjadi pada usia remaja. Endometriosis yang berat bisa
menyebabkan kemandulan karena menghalangi jalannya sel telur dari
ovarium ke rahim.
Endometriosis bisa diturunkan dan lebih sering ditemukan
pada keturunan  pertama (ibu, anak perempuan, saudara perempuan).
Faktor lain yang meningkatkan resiko terjadinya endometriosis adalah
memiliki rahim yang abnormal, melahirkan pertama kali pada usia diatas
30 tahun

9. WOC Endometriosis (pattway)


BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Proses Keperawatan
1. Identitas
Identitas nama pasien meliputi nama, umur, jenis kelamin,
suku/bangsa, agama, pendidikan, alamat
2. Keluhan Utama : Keluhan umum yang sering muncul pada pasien
dismenore, pasien mengeluh nyeri dibagian abdomen dan daerah sekitar
abdomen
3. Riwayat Penyakit Sekarang : Biasanya pasien mengeluhkan merasakan
nyeri pada abdomen ketika haid dan sampai menjalar pada pinggang
bawah, mengalami sakit kepala/pusing kepala, badan lemas/rasa letih, mual,
muntah, sakit daerah bawah pinggang
4. Riwayat Penyakit Dahulu : Tanyakan atau perlu dikaji apakah pasien
mempunyai riwayat penyakit dahulu yang berhubungan dengan dismenore,
dan kaji riwayat nyeri yang serupa timbul pada saat setiap siklus haid.
Disminore primer biasanya mulai saat setelah menarche. Riwayat gejala
neurologis seperti kelelahan yang berlebihan ketika siklus haid
5. Riwayat Penyakit Keluarga : Tanyakan atau perlu dikaji apakah ada
keluarga yang memiliki gejala penyakit gangguan mestruasi sama seperti
pasien, atau adakah penyakit keturunan dari keluarga
6. Riwayat Menstruasi
7. Pola Kebiasaan : Nutrisi, Tidur / Istirahat, Aktivitas, Konsep Diri
8. Pemeriksaan Fisik ( Head to to )

Analisa Data : berisi data subjektif, objektif, dan masalah keperawatan

B. Diagnosa Keperawatan

1) Ansietas (00146) berhubungan dengan kurang pengetahuan penyebab nyeri


abdomen ketika haid
2)  Nyeri akut (00132) berhubungan dengan agens cedera biologis yang
ditandai dengan iskemia dengan meningkatnya kontraksi uterus
3) Intoleransi aktivitas (00092) berhubungan dengan imobilitas akibat nyeri
abdomen ketika haid

DAFTAR PUSTAKA

Alam, S. & Hardibroto, I. 2007. Endometriosis. Jakarta: Gramedia


Pustaka Utama Andrews, Gilly. 2010.  Buku Ajar Kesehatan reproduksi
WanitaJakarta: EGC
Andriana, Kusuma. 2006. “Profil Penderita Endometriosis RS DR Saiful
Anwar Malang”,
http://ejournal.umm.ac.id/index.php/gamma/article/view/97. Diakses pada
tanggal 30 September 2016
Black, Joyce M dan Jane Hokanson Hawks. 2014.  Keperawatan Medikal
Bedah:  Manajemen Klinis untuk Hasil yang Diharapkan Jakarta: Penerbit
Salemba Medika
Bulechek, Gloria M., [et al.]. (2013). Nursing Interventions Classification
(NIC), Sixth Edition.
 United States of America: Mosby Elsevier Giudice, Linda C., Johannes L. H.
Evers, & David L. Healy. 2012.
Endometriosis Science and PracticeUSA: Wiley Blackwell. Page: 108 & 117
Herdman, T.H. & Kamitsuru, S. (Eds.). 2014.
 NANDA International Nursing  Diagnoses: Definitions & Classification, 2015-
2017, Tenth Edition.
 Oxford: Wiley Blackwell Irianto, Koes. 2014. Anatomi dan Fisiologi (Edisi
Revisi)
. Bandung: Alfabeta Kee, Joyce L dan Evelyn R. Hayes. 1996. Farmakologi :
Pendekatan Proses Keperawatan. Jakarta: EGC
Moorhead, Sue., [et al.]. 2013.  Nursing Outcomes Classification
(NOC):measurement of health
BAB I
PENDAHULUAN

A. Penjelasan Singkat Mengenai Ejakulasi Dini

Ejakulasi dini adalah keluarnya sperma dari tubuh (ejakulasi), yang terlalu
cepat terjadi, di luar keinginan pria atau pasangannya, sebelum atau ketika
melakukan penetrasi (persetubuhan).
Para ahli kesehatan ternyata tidak memiliki pendapat yang sama akan
pengertian dan gejala ejakulasi dini. Dengan kata lain seberapa cepat atau
seberapa lambat terjadinya ejakulasi tidak dijelaskan secara pasti. Namun
dapat dikatakan bahwa ejakulasi dini tersebut erat kaitannya dengan kurun
waktu, durasi atau waktu terjadinya. Selain itu terdapat pendapat pula
mengenai berapa persen terjadinya penetrasi.
Berdasarkan International Society for Sexual Medicine menyatakan
bahwa yang dimaksud pengertian dan gejala ejakulasi dini adalah disfungsi
seksual laki-laki yang ditandai dengan ejakulasi yang selalu atau hampir terjadi
sebelum atau dalam waktu sekitar satu menit setelah melakukan penetrasi.
Selain itu tanda-tanda lainnya yang muncul adalah ketidakmampuan seorang
pria untuk menunda ejakulasi pada semua atau hampir semua penetrasi vagina.
Di sisi lain terdapat pendapat yang menyatakan bahwa ejakulasi dini adalah
keadaan dimana seorang pria berejakulasi lebih cepat di bandingkan harapan
pasangan. Masters dan Johnson juga berpendapat mengenai ejakulasi dini yaitu
kondisi seorang pria berejakulasi sebelum pasangan dalam berhubungan telah
mencapai orgasme, dimana hal tersebut terjadi pada lebih dari 50% hubungan
seksual yang dilakukan.
Berdasarkan gejalaejakulasidini yang muncul, ejakulasi dini pun
terbagi menjadi beberapa jenis. Salah satunya adalah Ejakulasi Dini Tingkat
Ringan. Dimana ejakulasi tersebut terjadi ejakulasi setelah hubungan seksual
yang berlangsung hanya dalam beberapa kali gesekan yang cukup singkat
sekitar 2 hingga 3 menit saja. Jenis Ejakulasi dini selanjutnya yaitu ejakulasi
dini tingkat sedang, dimana jenis ejakulasi ini terjadi tanpa bisa dikendalikan
sesaat melakukan penetrasi yang mana disebabkan adanya dorongan kuat
dalam berhubungan. Selain itu juga terdapat penyakit psikis maupun non
psikis. Jenis ejakulasi dini yang terakhir adalah ejakulasi tingkat berat yaitu
ejakulasi yang langsung terjadi otomatis ketika organ intim pria menyentuh
sedikit organ intim luar wanita atau bahkan belum masuk namun sudah terjadi
ejakulasi. Tentunya hal tersebut akan berakibat terjadinya gangguan
kesejahteraan secara kebutuhan biologis terhadap pasangan.

Ejakulasi dini adalah keluarnya sperma dari tubuh (ejakulasi),


yang terlalu cepat terjadi, di luar keinginan pria atau pasangannya,
sebelum atau ketika melakukan penetrasi (persetubuhan).
Dalam dunia medis kondisi ini disebut ejakulasi prematur
(premature ejaculation – PE). Sebutan lain yang bermakna sama adalah
klimaks/orgasme prematur dan ejakulasi cepat.
Berdasarkan pengertian yang disadur dari Asosiasi Urologis
Internasional (Société Internationale d’Urologie) tersebut, suatu
ejakulasi harus memenuhi 3 syarat/variabel sebelum bisa dinyatakan
sebagai ejakulasi dini.
Ketiga variabel tersebut yakni, (1) waktu yang singkat, (2) tak bisa
dikontrol, dan (3) keberadaan partner seks.

Secara resmi tipe/jenis ejakulasi dini hanya diklasifikasikan


berdasar kapan pertama kali hal itu terjadi. Selain klasifikasi ini, tak
ada lagi pembagian tipe atau jenis PE.

1. Lifelong (Primer).

Dikatakan primer apabila PE terjadi sejak pertama kali seorang


pria berhubungan seks dan terus berlanjut sepanjang hidupnya.
2. Acquired (Sekunder).
Pada awalnya durasi seks normal dan biasa saja, namun belakangan
baru muncul keluhannya.

. Tipe sekunder biasanya melalui beberapa tahap. Terkadang pria


sanggup tahan lama, terkadang tidak. Untuk menguji benarkah
Anda menderita PE, coba gunakan metode
Sebagai contoh, seseorang yang sejak pertama kali
bersetubuh (primer), durasinya hanya 3 menit atau dibawahnya,
maka orang itu bukanlah penderita PE.
Sebaliknya, pria yang awalnya mampu bertahan lebih dari 3
menit, namun karena sebab tertentu, durasi persetubuhannya
turun hingga misalnya2 menit, ada kemungkinan dia telah
mengalami ejakulasi dini.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi ejakulasi dini diantaranya :

1. Faktor Fisiologis

Fisiologis dapat diartikan segala yang berhubungan dengan fisik.


Terkait dengan kondisi PE, serotonin (5-HT) diduga berperan penting di
sini. Ia adalah senyawa neurotransmitter, sang “pembawa sinyal” dari otak
ke seluruh anggota tubuh.

2. Faktor Psikologis

Sebagaimana disfungsi ereksi, kondisi psikologis disinyalir kuat


memicu terjadinya ejakulasi dini, khususnya bagi tipe sekunder. Malah,
sebelum mengemukanya hipotesa serotonin di atas, masalah kejiwaan
pernah dianggap sebagai satu-satunya pemicu PE.
Faktor psikis penyebab ejakulasi dini berupa :

 depresi temporal,
 stres,
 rasa bersalah,
 kegelisahan,
 kurangnya kepercayaan diri,
 ekspetasi/harapan yang terlalu tinggi akan daya tahan sex,
 dan, pengalaman penindasan seksual di masa lalu.

Ketidakpastian akan penyebab membuat semua orang masih meraba-


raba apa obat yang tepat untuk menangani ejakulasi dini. Hingga kini, belum
ada obat medis yang benar-benar pantas untuk diresepkan bagi penderita PE.

BAB I
PENDAHULUAN
A. DEFINISI

Abortus adalah berakhirnya kehamilan dengan pengeluaran hasil


konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar kandungan dengan usia gestasi
kurang dari 20 minggu dan berat badan janin kurang dari 500 gram (Murray,
2002)
Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan oleh akibat-akibat tertentu
pada atau sebelum kehamilan oleh akibat-akibat tertentu pada atau sebelum
kehamilan tersebut berusia 22 minggu atau buah kehamilan belum mampu
untuk hidup di luar kandungan (Praworihardjo, 2006)
Abortus adalah ancaman atau hasil pengeluaran konsepsi pada usia
kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram,
sebelum janin mampu hidup di luar kandungan (Nugroho, 2010)
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin
dapat hidup di luar kandungan, sedangkan abortus inkomplit adalah sebagian
hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri dan masih ada yang tertinggal
(Manuaba, 2008)
Berdasarkan pengertian dari beberapa ahli diatas dapat disimpulkan
bahwa abortus adalah berakhirnya kehamilan yang ditandai dengan keluarnya
hasil konsepsi pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu.

B. ETIOLOGI

Etiologi yang menyebabkan terjadinya abortus adalah sebagai berikut:

a.  Kelainanpertumbuhan hasil konsepsi: kelainan kromosom terutama


trisomi autosom dan monosomi X, lingkungan sekitar tempat implantasi
kurang sempurna, pengaruh teratogen akibat radiasi, virus, obat-obatan,
tembakau, dan alcohol
b.  Infeksi akut, pneumonia, pielitis, demam tifoid, toksoplasmosis dan HIV
c.  Abnormalitas traktus genitalis, serviks inkompeten, dilatasi serviks
berlebihan, robekan serviks dan retroversion uterus
d.    Kelainan plasenta, misalnya endarteritis vili korialis karena hipertensi
menahun.
(Mitayani, 2009)

C. MANIFESTASI KLINIS

Diduga abortus apabila seorang wanita dalam masa reproduksi


mengeluh tentang perdarahan per vaginam setelah mengalami haid yang
terlambat juga sering terdapat rasa mulas dan keluhan nyeri pada perut
bagian bawah. (Mitayani, 2009)

Secara umum terdiri dari:

a. Terlambat haid atau amenhore kurang dari 20 minggu.


b. Pada pemeriksaan fisik, keadaan umum tampak lemah atau kesadaran menurun,
tekanan darah normal atau menurun, denyut nadi normal atau cepat dan
kecil, suhu badan normal atau meningkat.
c.  Perdarahan per vaginam, mungkin disertai keluarnya jaringan hasil konsepsi.
d.Rasa mulas atau kram perut di daerah simfisis, sering disertai nyeri pinggang akibat
kontraksi uterus.

Sedangkan secara khusus, tanda dan gejala abortus Inkomplit adalah:

a.  Perdarahan yang banyak atau sedikit serta memanjang, sampai terjadi keadaan


anemis
b. Perdarahan mendadak banyak menimbulkan keadaan gawat.
c.  Terjadi infeksi ditandai dengan suhu tinggi.
d.  Dapat terjadi degenerasi ganas (kario karsinoma).
e.  Serviks masih membuka
f.  Kadang-kadang teraba jaringan di dalamnya

Menurut Mansjoer, 2001

a.  Terlambat haid atau amenorhe kurang dari 20 minggu


b.  Pada pemeriksaan fisik : keadaan umum tampak lemah kesadaran menurun,
tekanan darah normal atau menurun, denyut nadi normal atau cepat dan
kecil, suhu badan normal atau meningkat
c.  Perdarahan pervaginam mungkin disertai dengan keluarnya jaringan hasil
konsepsi
d.  Rasa mulas atau kram perut, didaerah atas simfisis, sering nyeri pingang
akibat kontraksi uterus.

D. PEMERIKSAAN GINEKOLOGI

a.  Inspeksi vulva : Perdarahan per vaginam, ada atau tidak jaringan hasil konsepsi,
tercium atau tidak bau busuk dari vulva.
b. Inspekulo : Perdarahan dari kavum uteri, ostium uteri terbuka atau sudah
tertutup, ada atau tidak jaringan keluar dari ostium, ada atau tidak cairan
atau jaringan berbau busuk dari ostium.
c.  Vaginal toucher : Porsio masih terbuka atau sudah tertutup, teraba atau
tidak jaringan dalam kavum uteri, besar uterus sesuai atau lebih kecil dari
usia kehamilan, tidak nyeri saat porsio digoyang, tidak nyeri pada
perabaan adneksa, kavum douglasi tidak menonjol dan tidak nyeri.

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a.  Tes kehamilan : pemeriksaan HCG, positif bila janin masih hidup, bahkan 2-3
minggu setelah abortus.
b.  Pemeriksaan doppler atau USG : untuk menentukan apakah janin masih hidup.
c.  Histerosalfingografi, untuk mengetahui ada tidaknya mioma uterus
submukosa dan anomali kongenital.
d.  BMR dan kadar urium darah diukur untuk mengetahui apakah ada atau tidak
gangguan glandula thyroidea.
e.  Pemeriksaan kadar hemoglobin cenderung menurun akibat perdarahan.

F. PATOFISIOLOGI

Pada awal abortus terjadi dalam desidua basalis, diikuti nekrosis


jaringan yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan dianggap benda
asing dalam uterus. Sehingga menyebabkan uterus berkonsentrasi untuk
mengeluarkan benda asing tersebut. Apabila pada kehamilan kurang dari 8
minggu, nilai khorialis belum menembus desidua serta mendalam sehingga
hasil konsempsi dapat dikeluarkan seluruhnya. Apabila kehamilan 8 sampai
4 minggu villi khorialis sudah menembus terlalu dalam sehingga plasenta
tidak dapat dilepaskan sempurna dan menimbulkan banyak pendarahdan
daripada plasenta. Perdarahan tidak banyak jika plasenta tidak lengkap.
Peristiwa ini menyerupai persalinan dalam bentuk miniature.
Hasil konsepsi pada abortus dapat dikeluarkan dalam berbagai bentuk,
adakalanya kantung amnion kosong atau tampak didalamnya benda kecil
tanpa bentuk yang jelas (missed aborted). Apabila mudigah yang mati tidak
dikelurakan dalam waktu singkat, maka ia dapat diliputi oleh lapisan bekuan
darah. Ini uterus dinamakan mola krenta. Bentuk ini menjadi mola karnosa
apabila pigmen darah telah diserap dalam sisinya terjadi organisasi, sehingga
semuanya tampak seperti daging. Bentuk lain adalah mola tuberose dalam
hal ini amnion tampak berbenjol-benjol karena terjadi hematoma antara
amnion dan khorion.
Pada janin yang telah meninggal dan tidak dikeluarkan dapat terjadi
proses modifikasi janin mengering dan karena cairan amnion menjadi
kurang oleh sebab diserap. Ia menjadi agak gepeng (fetus kompresus).
Dalam tingkat lebih lanjut ia menjadi tipis seperti kertas pigmenperkamen.
Kemungkinan lain pada janin mati yang tidak lekas dikeluarkan ialah
terjadinya maserasi, kulterklapas, tengkorak menjadi lembek, perut
membesar karena terasa cairan dan seluruh janin berwarna kemerah-
merahan. (Sarwono, 2006)

G.    KLASIFIKASI

1. Abortus Imminens (abortus mengancam/threatened abortion)

a. Proses awal dari suatu keguguran ditandai dengan perdarahan pervaginam,


sementara ostium uteri eksternum masih tertutup dan hasil
konsepsi/  janin masih baik didalam uterus
b.  Pengeluaran hasil konsepsi berupa darah yang disertai mules atau tanpa
mules.
c. Pada abortus imminiens, kehamilan masih dapat di pertahankan.
d.  Jika janin masih hidup, umumnya dapat bertahan sampai kehamilan
atern dan lahir normal.
e. Jika terjadi kematian janin, dalam waktu singkat dapat terjadi abortus
spontan.
f.  Penentuan kehidupan janin dilakukan ideal dengan ultrasonografi, dilihat
gerakan denyut jantung janin dengan gerakan janin
g.   Jika sara terbatas, pada usia diatas 12-16 minggu denyut jantung janin
dicoba didengarkan dengan alat Doppler atau laennec. Keadaan janin
sebaiknya segera ditentukan, karena mempengaruhi rencana
penatalaksanaan/ tindakan.
2. Tanda dan Gejala Abortus Imminiens, meliputi:
 Perdarahan sedikit/bercak
 Kadang disertai rasa mules/kontraksi.
 Periksa dalam belum ada pembukaan.
 Palpasi: tinggi fundus uteri sesui usia kehamilan.
 Hasil test kehamilan (+)/positif.

3. Abortus Insipiens (disebut juga sebagai abortus sedang berlangsung/


inevitable abortion)

 Proses abortus yang sedang berlangsung dan tindak dapat lagi


dicegah, ditandai dengan terbukanya ostium uteri eksternum, selain
perdarahan (Achadiat, 2
 Abortus yang sedang berlasung dan tidak dapat dipertahankan lagi
kehamilannya, yang dapat berkembang menjadi abortun inkomplit/
komplit.
 Perdarahan ringan hingga sedang pada kehamilan muda dimana
hasil konsepsi masih berada dalam kavum uteri. Kondisi ini
menujukan proses abortus sedang berlangsung dan akan berlanjut
menjadi abortus inkomplit/komplit. (Saefuidin AB, 2006)
 Perdarahan pervaginam, dimana dapat timbul rasa nyeri di daerah
perut bawah dan panggul, serviks mulai mebuka dan hasil
konsepsinya menjulur kenanalis serviks. (Moegni, 1987)

Tanda dan gejala:

 Perdarahan banyak disertai bekuan


 Mulas hebat (kontraksi makin lama makin dan makin sering)
 Ostium uteri sternum mulai terbuka (serviks terbuka)
 Pada palpasi: tinggi fundus uteri sesuai usia kehamilan

4. Abortus Inkomplit
 Pengeluaran sebagian janin pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan
masih ada sisa tertinggal dalam uterus (Prawirohardjo, 2002)
 Perdarahan pada kehamilan muda dimana sebagian dari hasil konsepsi
telah keluar kavum uteri melai kanalis servikalis (Saefudin AB, dkk,
2006)
 Proses abortus dimana sebagian hasil konsepsi telah keluarmelai jalan
lahir (Achadiat, 2004)

Tanda dan gejala:

 Perdarahan bisa sedikit atau banyak dan bisa terdapat bekuan darah
 Rasa mulas (kontraksi) tambah hebat
 Ostium uteri sternum atau serviks terbuka
 Pada pemeriksaan vaginal, jaringan dapat diraba dalam kavum uteri atau
kadang kadang sudah menonjol dari eksternum atau sebagian jaringan
 Perdarahan tidak akan berhenti sebelum sisa janin dikeluarkan dapat
menyebabkan syok

5.     Abortus Komplit

 Prosesus abortus dimana keseluruhan hasil konsepsi telah keluar melalui


jalan lahir (Achadiat, 2004)
 Perdarahan pada kehamilan muda dimana seluruh hasil kontrasepsi telah
dikeluarkan dari kavum uteri (Saefudin AB, dkk, 2006)

Tanda dan gejala:

 Perdarahan banyak
 Mulas sedikit atau tidak (kontraksi uterus)
 Osteo uteri telah menutup
 Uterus sudah mengecil ada keluar jaringan, sehingga tidak ada sisa dalam
uterus
 Diagnosis komplit ditegakan bila jaringan yang keluar juga diperiksa
kelengkapannya
6.   Missed Abortions
 Kehamilan yang tidak normal, janin mati pada usia kurang dari 20 hari
yang tidak dapat dihindari (James L. Lindsey, MD, 2007)
 Berakhirnya suatu kehamilan sebelum 20 minggu, namun keseluruhan
hasil konsepsi tersebut bertahan dalam uterus selama 6 minngu atatu lebih
(Achadiat, 2004)
 Adannya retensi yang lama terhadap janin yang telah mati dalam paruh
pertama kehamilan, atau retensi hasil konsepsi dalam uterus selama 8
minggu atatu lebih, kejadiannya sekitar 2% dari kehamilan (Pilliter, 2002)
 Perdarahan pada kehamilan muda disertai dengan retensi hasil konsepsi
yang telah mati hingga 8 minggu atau lebih (Saifudin, AB dkk, 2006)

Tanda dan gejala :


 Gejalanya seperti abortus imminiens yang kemudian menghilang secara
spontan disertai kehamilan menghilang
 Denyut jantung janin tidak terdengar
 Mulas sedikit
 Ada keluaran dari vagina
 Uterus tidak membesar tetapi mengecil
 Mammae agak mengendor/payudara mengecil
 Amenorhoe berlangsung terus
 Tes kehamilan negative
 Dengan USG dapat diketahui apakah janin sudah mati dan besarnya sesuai
dengan usia kehamilan
 Biasanya terjadi pembekuan darah

7.    Abortus Infeksius dan Abortus Septik


 Abortus infeksius adalah suatu abortus yang telah disertai komplikasi
berupa infeksi, baik yang diperoleh dari luar rumah sakit maupun yang
terjadi setelah tindakan di rumah sakit.
 Abortus septic adalah suatu komplikasi lebih jauh daripada abortus
infeksius, dimana pasien telah masuk dalam keadaan sepsis akibat infeksi
tersebut. Angka kematian akibat abortus septic ini cukup tinggi (sekitar
60%). (Achadiat, 2004)
 Abortus infeksius adalah adanya abortus yang merupakan komplikasi dan
disertai infeksi genitalia, sering dikaitkan dengan tindakan abortus tidak
aman sehingga dapat menyebabkan perdarahan hebat.
 Abortus septic adalah abortus infeksius berat yang disertai pengeluaran
kuman/toksin, septic syok bacterial dan gagal ginjal akut.
 Abortus infeksius adalah abortus yang disertai dengan infeksi genital.
 Abortus septic adalah keadaan yang lebih parah dari abortus infeksius
karena disertai dengan penyebaran kuman atau toksinnya kedalam
peredaran darah dan peritoneum, sehingga dijumpai adanya tanda
peritornitis umum atau sepsis dan disertai dengan syok.

Tanda dan gejala:

 Kanalis servikalis terbuka


 Ada perdarahan
 Demam
 Takikardia
 Perdarahan berbau
 Uterus membesar dan lembek
 Nyeri tekan
 Leukositosis

8. Abortus Habitualis/Recurent Abortion


 Abortus yang terjadi tiga kali berturut-turut atau lebih oleh sebab apapun.
(Achadiat, 2004)
 Abortus spontan yang terjadi tiga kali atau lebih secara berturut, penyebab
tersering karena factor hormonal. Istilah abortus habitualis masih
digunakan untuk menjelaskan pola abortus yang terjadi.

H.    KOMPLIKASI
Komplikasi yang serius kebanyakan terjadi pada pasien abortus yang
tidak aman (unsafe abortion) walaupun kadang-kadang dijumpai juga pada
abortus spontan.Komplikasi dapat berupa perdarahan, kegagalan ginjal, infeksi,
syok akibat perdarahan dan infeksi sepsis.

1. Perdarahan
Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil
konsepsi dan jika perlu pemberian tranfusi darah.Kematian karena
perdarahan dapat terjadi apabila pertolongan tidak diberikan pada waktunya.
2.  Perforasi
Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam posisi
hiperretrofleksi.Jika terjadi peristiwa ini penderita perlu diamati dengan teliti
jika ada tanda bahaya, perlu segera dilakukan laparatomi, dan tergantung dari
luas dan bentuk perforasi, penjahitan luka perforasi atau perlu
histerektomi.Perforasi uterus pada abortus yang dikerjakan oleh seorang
awam menimbulkan persoalan gawat karena diperlukan uterus biasanya luas,
mungkin pula terjadi pada kandungan kemih atau usus.Dengan adanya
dugaan atau kepastian terjadi perforasi, laparatomi harus segera dilakukan
untuk menentukan luasnya cedera, untuk selanjutnya mengambil tindakan-
tindakan seperelunya guna mengatasi komplikasi.
3.   Infeksi
Infeksi dalam uterus dan adneksa dapat terjadi dalam setiap abortus tetapi
biasanya didapatkan pada abortus inkomplet yang berkaitan erat dengan
suatu abortus yang tidak aman (unsafe abortus).
4.   Syok
Syok pada abortus bias terjadi karena peradangan (syok hemoragik)
dan karena infeksi berat (syok endoseptik).

I. PENATALAKSANAAN

1. Penatalaksanaan Keperawatan
Untuk penatalaksanaan abortus berulang-ulang dibutuhkan
anamnesis yang terarah mengenai riwayat suami istri dan pemeriksaan
fisik ibu secara anatomis maupun laboratorik.Apabila abortus terjadi pada
trimester pertama atau kedua juga penting untuk diperhatikan.Bila terjadi
pada trimester pertama maka banyak fakor yang harus dicari sesua
kemungkinan etiologi dan mekanisme terjadinya abortus berulang. Bila
terjadi pada trimester kedua maka factor-faktor penyebab lainnya
cenderung pada factor anatomis terjadinya inkompetensia serviks dan
adanya tumor mioma uteri serta infeksi lain berat pada uterus atau serviks.
Tahap-tahap penatalaksanaan tersebut meliputi:

   Riwayat penyakit dahulu:

a.  Kapan abortus terjadi, apabila pada trimester pertama atau pada trimester
berikutnya, adakah penyebab mekanis yangn menonjo
b.  Mencari kemungkinan adanya toksin, lingkungan dan pecandu obat terlarang
c.  Infeksi ginekologi dan obstetr
d. Gambaran asosiasi terjadinya “antiphospholipid syndrome” (thrombosis,
fenomena autoimun, false positive test untuk sifilis).
e.   Factor genetic antara suami istri (consanguinity)
f.   Riwayat keluarga yang pernah mengalami terjadinya abortus berulang dan
sindroma yang berkaitan dengan kejadian abortus atau pun partus
prematurus yang kemudian meninggal.
g.  Pemeriksaan diagnostic yang terkait dan pengobatan yang pernah didapat.

   Pemeriksaan fisik

a.  Pemeriksaan fisik secara umum


b.  Pemeriksaan ginekologi
c.  Pemeriksaan laboratorium:
1.  Kariotik darah tepi kedua orangtua
2.  Histerosangografi diikuti dengan histeroskopi atau laparoskopi bila ada
indikasi
3.  Biopsy endometrium pada fase luteal
4.  Pemeriksaan hormone TSH dan antibody anti tiroid
5.  Antibody antifosofolipid (cardiolipin, fosfatidilserin)
6.  Lupus antikoagulan (apartial thromboplastin time atau russel viper
venom)
.      Pemeriksaan darah lengkap termasuk trombosit, Kultur jaringan
serviks (myocoplasma, ureaplasma, chlamydia) bila diperlukan.

1. Penatalaksanaan Medis

Setelah didapatkan anamnesis yang maksimal, bila sudah terjadi


konsepsi baru pada ibu dengan riwayat abortus berulang-ulang maka support
psikologis untuk pertumbuhan embrio internal uterine yang baik perlu
diberikan pada ibu hamil.Kenali kemungkinan terjadinya anti fosfolipid
syndrome atau mencegah terjadinya infeksi intra uterine.
Pemeriksaan kadar HCG secara periodic pada awal kehamilan untuk
membantu pemantauan kelangsungan kehamilan sampai pemberian USG
dapat dikerjakan. Gold standard untuk monitoring kehamilan dini adalah
pemeriksaan USG, dikerjakan setiap 2 minggu sampai kehamilan ini tidak
mengalami abortus.Pada keadaan embrio tidak terdapat gerakan jantung
janin maka perlu segera dilakukan evakuasi serta pemberian kariotip
jaringan hasil konsepsi tersebut.
Pemeriksaan serum á-fetopotein perlu dilakukan pada usia kehamilan
16-18 minggu. Pemeriksaan kariotip dari buah kehamilan dapat dilakukan
dengan melakukan amniosintesis air ketuban untuk menilai bagus atau
tidaknya kehamilan.
Bila perlu terjadi kehamilan, pada pengobatan dilakukan sesuai
dengan hasil penilaian yang sesuai.Pengobatan disini termasuk memperbaiki
kualitas sel telur atau spermatozoa, kelainan anatomi, kelainan endokrin,
infeksi dan berbagai variasi hasil pemeriksaan reaksi imunologi.Pengobatan
pada penderita yang mengidap pecandu obat-obatan perlu dilakukan juga.
Konsultasi psikologi juga akan sangat membantu.
Bila kehamilan kemudian berakhir dengan kegagalan lagi maka
pengobatan secara intensif harus dikerjakan secara bertahap baik pengobatan
kromosom, anomaly anatomi, kelainan endokrin, infeksi, factor imunologi,
antifosfolipid sindrom, terapi immunoglobulin atau imunomodulator perlu
diberikan secara berurutan.Hasil ini merupakan suatu pekerjaan yang berat
dan memerlukan pengamatan yang memadai untuk mendapatkan hasil yang
maksimal.
PENYIMPANAN KDM
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN

Pengkajian

Pengkajian adalah pendekatan sistematis untuk mengumpulkan data


dan menganalisanya sehingga dapat diketahui masalah dan kebutuhan
perawatan bagi klien.

Adapun hal-hal yang perlu dikaji adalah :

 Biodata : mengkaji identitas klien dan penanggung yang meliputi ; nama,


umur, agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan,
perkawinan, lamanya perkawinan dan alamat
 Keluhan utama : Kaji adanya menstruasi tidak lancar dan adanya
perdarahan pervaginam berulang
 Riwayat kesehatan , yang terdiri atas :

1) Riwayat kesehatan sekarang yaitu keluhan sampai saat klien pergi ke


Rumah Sakit atau pada saat pengkajian seperti perdarahan pervaginam
di luar siklus haid, pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan.

2) Riwayat kesehatan masa lalu

 Riwayat pembedahan : Kaji adanya pembedahan yang pernah dialami oleh


klien, jenis pembedahan , kapan , oleh siapa dan di mana tindakan tersebut
berlangsung.
 Riwayat penyakit yang pernah dialami : Kaji adanya penyakit yang
pernah dialami oleh klien misalnya DM, jantung , hipertensi, masalah
ginekologi/urinary , penyakit endokrin , dan penyakit-penyakit lainnya.
 Riwayat kesehatan keluarga : Yang dapat dikaji melalui genogram dan
dari genogram tersebut dapat diidentifikasi mengenai penyakit turunan dan
penyakit menular yang terdapat dalam keluarga.
 Riwayat kesehatan reproduksi : Kaji tentang mennorhoe, siklus
menstruasi, lamanya, banyaknya, sifat darah, bau, warna dan adanya
dismenorhoe serta kaji kapan menopause terjadi, gejala serta keluahan yang
menyertainya
 Riwayat kehamilan , persalinan dan nifas : Kaji bagaimana keadaan anak
klien mulai dari dalam kandungan hingga saat ini, bagaimana keadaan
kesehatan anaknya.
 Riwayat seksual : Kaji mengenai aktivitas seksual klien, jenis kontrasepsi
yang digunakan serta keluahn yang menyertainya.
 Riwayat pemakaian obat : Kaji riwayat pemakaian obat-obatankontrasepsi
oral, obat digitalis dan jenis obat lainnya.
 Pola aktivitas sehari-hari : Kaji mengenai nutrisi, cairan dan elektrolit,
eliminasi (BAB dan BAK), istirahat tidur, hygiene, ketergantungan, baik
sebelum dan saat sakit.

Pemeriksaan fisik, meliputi :

Inspeksi adalah proses observasi yang sistematis yang tidak hanya terbatas
pada penglihatan tetapi juga meliputi indera pendengaran dan penghidung.

Hal yang diinspeksi antara lain :

mengobservasi kulit terhadap warna, perubahan warna, laserasi, lesi


terhadap drainase, pola pernafasan terhadap kedalaman dan kesimetrisan,
bahasa tubuh, pergerakan dan postur, penggunaan ekstremitas, adanya
keterbatasan fifik, dan seterusnya.

Palpasi adalah menyentuh atau menekan permukaan luar tubuh dengan jari.

- Sentuhan : merasakan suatu pembengkakan, mencatat suhu,


derajat kelembaban dan tekstur kulit atau menentukan kekuatan
kontraksi uterus.
- Tekanan : menentukan karakter nadi, mengevaluasi edema,
memperhatikan posisi janin atau mencubit kulit untuk
mengamati turgor.
- Pemeriksaan dalam : menentukan tegangan/tonus otot atau
respon nyeri yang abnormal
Perkusi adalah melakukan ketukan langsung atau tidak langsung pada
permukaan tubuh tertentu untuk memastikan informasi tentang organ atau
jaringan yang ada dibawahnya.

- Menggunakan jari : ketuk lutut dan dada dan dengarkan bunyi


yang menunjukkan ada tidaknya cairan , massa atau
konsolidasi.
- Menggunakan palu perkusi : ketuk lutut dan amati ada tidaknya
refleks/gerakan pada kaki bawah, memeriksa refleks kulit perut
apakah ada kontraksi dinding perut atau tidak

Auskultasi adalah mendengarkan bunyi dalam tubuh dengan bentuan


stetoskop dengan menggambarkan dan menginterpretasikan bunyi yang
terdengar. Mendengar : mendengarkan di ruang antekubiti untuk tekanan
darah, dada untuk bunyi jantung/paru abdomen untuk bising usus atau
denyut jantung janin. (Johnson & Taylor, 2005 : 39)

Pemeriksaan laboratorium :

- Darah dan urine serta pemeriksaan penunjang : rontgen, USG,


biopsi, pap smear.
- Keluarga berencana : Kaji mengenai pengetahuan klien tentang
KB, apakah klien setuju, apakah klien menggunakan
kontrasepsi, dan menggunakan KB jenis apa

Data lain-lain :

- Kaji mengenai perawatan dan pengobatan yang telah diberikan


selama dirawat di RS.Data psikososial.
- Kaji orang terdekat dengan klien, bagaimana pola komunikasi
dalam keluarga, hal yang menjadi beban pikiran klien dan
mekanisme koping yang digunakan.
- Status sosio-ekonomi : Kaji masalah finansial klien
- Data spiritual : Kaji tentang keyakinan klien terhadap Tuhan
YME, dan kegiatan keagamaan yang biasa dilakukan.
Diagnosa Keperwatan

1. Devisit Volume Cairan s.d perdarahan

2. Gangguan Aktivitas s.d kelemahan, penurunan sirkulasi

3. Gangguan rasa nyaman: Nyeri s.d kerusakan jaringan intrauteri

4. Resiko tinggi Infeksi s.d perdarahan, kondisi vulva lembab

5. Cemas s.d kurang pengetahuan


DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda, (2001), Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Penerbit Buku


Kedokteran
EGC, Jakarta

Hamilton, C. Mary, 1995, Dasar-dasar Keperawatan Maternitas, edisi 6, EGC,


Jakarta

Mansjoer, Arif, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid I. Media


Aesculapius. Jakarta
BAB I
PENDAHULUAN
A.    DEFINISI
Partus macet adalah suatu keadaan dari suatu persalinan yang
mengalami kemacetan dan berlangsung lama sehingga timbul komplikasi
ibu maupun janin (anak).
Partus macet merupakan persalinan yang berjalan lebih dari 24 jam
untuk primigravida dan atau 18 jam untuk multi gravida.

B.     ETIOLOGI
Penyebab persalinan lama diantaranya adalah kelainan letak janin,
kelainan panggul, kelainan keluaran his dan mengejan, terjadi
ketidakseimbangan sefalopelfik, pimpinan persalinan yang salah dan primi
tua primer atau sekunder.

C.    DIAGNOSIS

1.  Keadaan Umum ibu


-   Dehidrasi, panas
-   Meteorismus, shock
-   Anemia, oliguri
2.  Palpasi
-   His lemah
-   Gerak janin tidak ada
-   Janin mudah diraba
3.  Auskultasi
-   Denyut jantung janin, takikardia, irreguler, negatif (jika janin sudah mati)
4.   Pemeriksaan dalam
-   Keluar air ketuban yang keruh dan berbau bercamput dengan mekonium
-   Bagian terendah anak sukar digerakkan, mudah didorong jika sudah terjadi
rupture uteri
-   Suhu rectal lebih tinggi 37,50 c

D. DIAGNOSA BANDING
Kehamilan / persalinan dengan infeksi ektra genital, disini suhu aksila
lebih tinggi dari rectal dan ketuban biasanya masih utuh

E. KOMPLIKASI

- Ibu :
1.  Infeksi sampai sepsis
2.   asidosis dengan gangguan elektrolit
3.   dehidrasi, syock, kegagalan fungsi organ-organ
4.   robekan jalan lahir
5.    fistula buli-buli, vagina, rahim dan rectum

- janin
1.   Gawat janin dalam rahim sampai meninggal
2.   lahir dalam asfiksia berat sehingga dapat menimbulkan cacat otak menetap
3.   trauma persalinan, fraktur clavicula, humerus, femur

F. TINDAKAN

-  Tujuan perawatan :
1.  Memperbaiki keadaan umum ibu
-   Koreksi cairan ( rehidrasi)
-   Koreksi keseimbangan asam basa
-   Koreksi keseimbangan elektrolit
-   Pemberian kalori
-   Pemberantasan infeksi
-   Penurunan panas
mengakhiri persalinan dengan cara tergantung dari penyebab
kemacetan atau anak hidup atau mati
Sebaiknya tindakan pertama dilakukan lebih dahulu sampai kondisi
ibu optimal untuk dilakukan tindakan kedua, diharapkan dalam 2-3 jam
sudah ada perbaikan
-   Bila pembukaan lengkap dan syarat-syarat persalinan pervaginam
terpenuhi maka dapat dilakukan ekstraksi vacum, ekstraksi forcep, atau
perforasi kranioflasi
-   Bila pembukaan belum lengkap dilakukan sectio caesarea
Persalinan normal berlangsung lebih kurang 14 jam, dari awal
pembukaan sampai lahirnya anak

Apabila terjadi perpanjangan dari :

1.   Fase laten (primi : 20 jam, multi : 14 jam)


2.   Fase aktif (primi: 1,2 cm/ jam, multi 1 ½ cm/ jam)
3.   Kala III (primi : 2 jam, multi : 1jam)

maka disebut partus lama, Partus lama jika tidak segera diakhiri akan
menimbulkan :

1.   Kelelahan pada ibu karena mengejan terus-menerus sedangkan intake kalori


biasanya berkurang
2.   Dehidrasi dan gangguan keseimbangan asam basa/ elektrolit karena intake
cairan yang kurang
3.   Gawat janin sampai kematian karena asfiksia dalam jalan lahir.
4.   Infeksi rahim, timbul karena ketuban pecah lama sehingga terjadi infeksi rahim
yang dipermudah karena adanya manipulasi penolong yang kurang
steril
5.    Perlukaan jalan lahir, timbulkan persalinan yang traumatik

F.     GEJALA KLINIS


1.   Tanda – tanda kelelahan dan intake yang kurang
-    Dehidrasi, nadi cepat dan lemah
-    Metorismus
-    Febris
-    His yang hilang/ melemah
2.   Tanda – tanda rahim pecah (rupture uteri)
-    Perdarahan melaluli orivisium eksternum
-        His yang hilang
-   Bagian janin yang mudah teraba
-   Robekan dapat meluas sampai cervix dan vagina
3.  Tanda infeksi intra uteri
-   Keluar air ketuban berwarna keruh kehijauan dan berbau, kadang bercampur
dengan meconium
-   Suhu rectal > 37,50 c
4.   Tanda gawat janin
-    Air ketuban bercampur dengan mekonium
-    Denyut jantung janin irreguler
-   Gerak anak berkurang atau hiperaktif ( gerak konfulsif)
G.    DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. keluarnya cairan sehubungan dengan pemanjangan persalinan dan


pembatasan cairan/ tidak adekuatnya intake cairan
2. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan tidak efektifnya
dalam mengikuti proses persalinan
3. Resiko infeksi berhubungan dengan ketuban pecah, adanya
perangsangan pada vagina dengan menggunakan alat misal : kateter
4. gangguan perfusi jaringan plasenta fetal distres berhubungan dengan
memanjangnya proses persalinan

BAB I
PENDAHULUAN
A.    DEFINISI

Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi( janin dan uri ) yang
telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir
atau melalui jalan lain  dengan bantuan atau tanpa bantuan ( kekuatan sendiri
).
Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang
terjadi pada kehamilan cukup bulan ( 37 – 42 minggu ), lahir spontan dengan
presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam tanpa komplikasi
baik pada ibu maupun pada janin.

B. ETIOLOGI

Penyebab pasti partus masih merupakan teori yang kompleks antara


lain oleh factor hormonal ,pengaruh prostaglandin,struktur uterus ,sirkulasi
uterus,pengaruh saraf dan nutrisi,perubahan biokimia antara lain penurunan
kadar hormone estrogen dan progesteron 

C.     ISTILAH YANG BERKAITAN DENGAN UMUR KEHAMILAN


DAN BERAT JANIN YANG DILAHIRKAN
 Abortus
 Terhentinya dan dikeluatkannya hasil konsepsi sebelum mampu hidup
diluar kandungan
 Umur hamil sebelum 28 minggu
 Berat janin kurang dari 1000 gram
 Persalinan prematuritas
 Persalinan sebelum umur hamil 28 sampai 36 minggu
 Berat janin kurang dari 2.449 gram
 Persalinan Aterm
Persalinan antara umur hamil 37 sampai 42 minggu
Berat janin diatas 2500 gram
 Persalinan Serotinus
Persalinan melampaui umur 42 minggu
Pada janin terdapat tanda postmaturitas
 Persalinan Presipitatus
 Persalinan berlangsung cepat  kurang dari 3 jam

D.  BENTUK PERSALINAN

1. Persalinan Spontan
Persalinan yang berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri, dan melalui
jalan lahir.

2. Persalinan Bantuan
Persalinan dengan rangsangan yang dibantu dengan tenaga dari luar,
ekstraksi dengan forcep atau dengan dilakukan sectio sesario.

3. Persalinan Anjuran
Persalinan yang tidak dimulai dengan sendirinya, baru berlangsung
setelah pemecahan ketuban.
E. PENYEBAB MULAINYA PERSALINAN

1.  Perubahan Kadar Hormon


-   Kadar progesterone menurun (relaksasi otot menghilang)
-   Kadar estrogen dan prostaglandin meninggi
-   Oksitosin pituitari dilepaskan (pada kebanyakan kehamilanproduksi hormon ini
akan disupresi)
2.  Distensi Uterus, dapat menyebabkan hal berikut :
-   Serabut otot yang tegang sampai batas kemampuannya akan bereaksi dengan
mengadakan kontraksi
-   Produksi dan pelepasan prostaglandin
-   Sirkulasi plasenta mungkin mengganggu sehingga menimbulkan perubahan
hormonal
3.   Tekanan Janin
-   Kalau janin sudah mencapai batas pertumbuhannya didalam batas uterus
ia akan menyebabkan:
-  Peningkatan tekanan dan ketegangan pada dinding uterus
-  Stimulasi dinding uterus yang tegang tersebut sehingga timbul kontraksi.

F.   TANDA-TANDA PERSALINAN
Sebelum persalinan mulai, saat mendekati akhir kehamilanklien
mungkin lihat perubahan tertentu atau ada tanda-tanda bahwa persalinan
terjadi tidak lama lagi sekitar 2-4 minggu sebelum persalinan. Kepal
janin mulai menetap lebih jauh kedalam pelviks. Tekanan pada
diafragma berkurang seperti memperingan berat badan bayi dan
memungkinkan ibu untuk bernapas lebih mudah, akan lebih sering
berkemih, dan akan lebih bertekan pada pelviks karena bayi lebih rendah
dalam pelviknya.
1.  Persalinan Palsu
a.Terjadi lightening
Menjelang minggu ke – 36 pada primigravida terjadi penurunan fundus uteri
karena kepala bayi sudah masuk pintu atas panggul yang disebabkan:
1)      Kontraksi Braxton hicks
2)      Ketegangan dinding perut
3)      Ketegangan ligamentum rotandum
4)      Gaya berat janin dimana kepala kearah bawah

b. Masuknya kepala bayi kepintu atas panggul dirasakan ibu hamil :


1)      Terasa ringan dibagian atas, rasa sesaknya berkurang
2)      Dibagian bawah terasa sesak
3)      Terjadi kesulitan saat berjalan
4)      Sering miksi ( beser kencing )
5)      Terjadinya His permulaan

Pada saat hamil muda sering terjadi kontraksi Braxton hicks


dikemukan sebagai keluhan karena dirasakan sakit dan mengganggu  terjadi
karena perubahan keseimbangan estrogen,progesterone, dan memberikan
kesempatan rangsangan oksitosin.
Dengan makin tua hamil, pengeluaran estrogen dan progesterone
makin berkurang sehingga oksitosin dapat menimbulkan kontraksi yang
lebih seringb sebagai his palsu.

Sifat his permulaan ( palsu ) :


 Rasa nyeri ringan di bagian bawah
 Datangnya tidak teratur
 Tidak ada perubahan pada serviks atau pembawa tanda
 Durasinya pendek
 Tidak bertambah bila beraktifitas
2. Persalinan Sejati

 Terjadinya His persalinan , His persalinan mempunyai sifat :


 Pinggang terasa sakit yang menjalar ke bagian depan
 Sifatnya teratur,interval makin  pendek, dan kekuatannya makin besar
 Mempunyai pengaruh terhadap perubahan serviks
 Makin beraktifitas ( jalan ) kekuatan makin bertambah 
Pengeluaran Lendir dan darah ( pembawa tanda ), Dengan his persalinan
terjadi perubahan pada serviks yang menimbulkan:
 Pendataran dan pembukaan
 Pembukaan menyebabkan lender yang terdapat pada kanalis servikalis
lepas
 Terjadi perdarahan karena kapiler pembuluh darah pecah
 Pengeluaran Cairan
 Pada beberapa kasus terjadi ketuban pecah yang menimbulkan
pengeluaran cairan. Sebagian ketuban baru pecah menjelang pembukaan
lengkap. Dengan pecahnya ketuban diharapkan persalinan berlangsung
dalam waktu 24 jam.

G.  TAHAP-TAHAP PERSALINAN
1.  Kala I
Dimulai dari saat persalinan mulai sampai pembukaan lengkap (10
cm). Proses ini terbagi dalam 2 fase yaitu: fase laten (8 jam) serviks
membuka sampai 3 cm dan fase aktif (7 jam) serviks membuka dari 3 cm
sampai 10 cm. Kontraksi lebih kuat dan sering selama fase aktif.
2.  Kala II
Dimulai darti pembukaan lengkap (10 cm), sampai bayi lahir. Proses
ini biasanya berlangsung selama 2 jam pada primi dan 1 jam pada multi.
3.  Kala III
Dimulai segera setelah bayi lahir sampai lahirnya plasenta, yang
berlangsung tidak lebih dari 30 menit.
4.  Kala IV
Dimulai dari saat lahirnya plasenta sampai 2 jam pertama post partum.

H.  FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERSALINAN


1.  Power / Tenaga
Power utama pada persalinan adalah tenaga/kekuatan yang dihasilkan
oleh kontraksi dan retraksi otot-otot rahim. Gerakan memendek dan
menebalotot-otot rahim yang terjadi sementara waktu disebut kontraksi.
Kontraksi ini terjadi diluar sadar sedangkan retraksi mengejan adalah tenaga
kedua (otot-otot perut dan diafragma) digunakan dalam kala II persalinan.
Tenaga dipakai untuk mendorong bayi keluar dan merupakan kekuatan
ekspulsi yang dihasilkan oleh otot-otot volunter ibu.
2.  Passages/Lintasan
Janin harus berjalan lewat rongga panggul atau serviks dan vagina
sebelum dilahirkan untuk dapat dilahirkan, janin harus mengatasi pula
tahanan atau resisten yang ditimbulkan oleh struktur dasar panggul dan
sekitarnya.
3.  Passanger
Passenger utama lewat jalan lahir adalah janin dan bagian janin yang
paling penting (karena ukurannya paling besar) adalah kepala janin selain itu
disertai dengan plasenta selaput dan cairan ketuban atau amnion.
4.  Psikologis
Dalam persalinan terdapat kebutuhan emosional jika kebutuhan tidak
tepenuhi paling tidak sama seperti kebutuhan jasmaninya. Prognosis
keseluruhan wanita tersebut yang berkenan dengan kehadiran anaknya
terkena akibat yang merugikan.

I.  KOMPLIKASI DALAM PERSALINAN

1.  Persalinan lama


2.  Perdarahan pasca persalinan
3.  Malpresentasi dan malposisi
4.  Distosia bahu
5.  Distensi uterus
6.  Persalinan dengan parut uterus
7.  Gawat janin
8.  Prolapsus tali pusat
9.  Demam dalam persalinan
10. Demam pasca persalinan
PENYIMPANAN KDM/PATWAY
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
1.  Kala I
1. Pengkajian
a.  Anamnesa

 Nama, umur, dan alamat


 Gravida dan para
 Hari pertama haid terakhir (HPHT)
 Riwayat alergi obat
 Riwayat kehamilan sekarang: ANC, masalah yang dialami selama kehamilan
seperti perdarahan, kapan mulai kontraksi, apakah gerakan bayi masih terasa,
apakah selaput ketuban sudah pecah? Jika ya, cairan warnanya apa? Kental/
encer? Kapan pecahnya? Apakah keluar darah  pervagina? Bercak atau darah
segar? Kapan ibu terakhir makan dan minum? Apakah ibu kesulitan berkemih
 Riwayat kehamilan sebelumnya
 Riwayat medis lainnya seperti hipertensi, pernafasan
 Riwayat medis saat ini (sakit kepala, pusing, mual, muntah atau nyeri
epigastrium)
 Pemeriksaan fisik

 Tunjukkan sikap ramah


 Minta mengosongkan kandung kemih
 Nilai keadaan umum, suasana hati, tingkat kegelisahan, warna
konjungtiva, kebersihan, status gizi, dan kebutuhan cairan tubuh
 Nilai tanda – tanda vital (TD, Nadi, suhu, dan pernafasan), untuk
akurasi lakukan pemeriksaan TD dan nadi diantara dua kontraksi.
 Pemeriksaan abdomen
 Menentukan tinggi fundus
 Kontraksi uterus
b.   Palpasi jumlah kontraksi dalam 10 menit, durasi dan lamanya kontraksi
    Memantau denyut jantung janin (normal 120-160x/menit)
    Menentukan presentasi (bokong atau kepala)
     Menentukan penurunan bagian terbawah janin
     Pemeriksaan dalam
o    Nilai pembukaan dan penipisan serviks
o    Nilai penurunan bagian terbawah dan apakah sudah masuk rongga panggul
o    Jika bagian terbawah kepala, pastikan petunjuknya.

2. Diagnosa keperawatan

a.   Nyeri berhubungan dengan kontraksi uterus selama persalinan


b.   Kelelahan berhubungan dengan peningkatan kebutuhan energy akibat
peningkatan metabolisme sekunder akibat nyeri selama persalinan
BAB I
PENDAHULUAN

A. Pengertian
Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan
membuka dinding perut dan dinding uterus. (Sarwono , 2005)
Sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan
pada dinding uterus melalui depan perut atau vagina. Atau disebut juga
histerotomia untuk melahirkan janin dari dalam rahim. (Mochtar, 1998)

B. Etiologi

Indikasi SC :
Indikasi klasik yang dapat dikemukakan sebagai dasar section
caesarea adalah :
a. Prolog labour sampai neglected labour.
b. Ruptura uteri imminen
c. Fetal distress
d. Janin besar melebihi 4000 gr
e. Perdarahan antepartum
(Manuaba, I.B, 2001)

Sedangkan indikasi yang menambah tingginya angka persalinan


dengan sectio adalah :
a. Malpersentasi janin
1. Letak lintang
Bila terjadi kesempitan panggul, maka sectio caesarea adalah jalan
cara yang terbaik dalam melahirkan janin dengan segala letak lintang yang
janinnya hidup dan besarnya biasa. Semua primigravida dengan letak lintang
harus ditolong dengan sectio caesarea walaupun tidak ada perkiraan panggul
sempit. Multipara dengan letak lintang dapat lebih dulu ditolong dengan cara
lain.
2. Letak belakang
Sectio caesarea disarankan atau dianjurkan pada letak belakang bila
panggul sempit, primigravida, janin besar dan berharga.
b. Plasenta previa sentralis dan lateralis
c. Presentasi lengkap bila reposisi tidak berhasil.
d.Gemeli menurut Eastman, sectio cesarea dianjurkan bila janin pertama letak
lintang atau presentasi bahu, bila terjadi interior (looking of the twins),
distosia karena tumor, gawat janin dan sebagainya.
e. Partus lama
f. Partus tidak maju
g. Pre-eklamsia dan hipertensi
h. Distosia serviks

3. Tujuan Sectio Caesarea


Tujuan melakukan sectio caesarea (SC) adalah untuk mempersingkat
lamanya perdarahan dan mencegah terjadinya robekan serviks dan segmen
bawah rahim. Sectio caesarea dilakukan pada plasenta previa totalis dan
plasenta previa lainnya jika perdarahan hebat. Selain dapat mengurangi
kematian bayi pada plasenta previa, sectio caesarea juga dilakukan untuk
kepentingan ibu, sehingga sectio caesarea dilakukan pada placenta previa
walaupun anak sudah mati.

4. Jenis - Jenis Operasi Sectio Caesarea (SC)


a. Abdomen (SC Abdominalis)
1. Sectio Caesarea Transperitonealis
Sectio caesarea klasik atau corporal : dengan insisi memanjang pada
corpus uteri.Sectio caesarea profunda : dengan insisi pada segmen bawah
uterus.
2. Sectio caesarea ekstraperitonealis
Merupakan sectio caesarea tanpa membuka peritoneum parietalis dan
dengan demikian tidak membuka kavum abdominalis.
b. Vagina (sectio caesarea vaginalis)
Menurut arah sayatan pada rahim, sectio caesaria dapat dilakukan
apabila :
Sayatan memanjang (longitudinal)
Sayatan melintang (tranversal)
Sayatan huruf T (T Insisian)
c. Sectio Caesarea Klasik (korporal)
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri
kira-kira 10cm.
Kelebihan :
 Mengeluarkan janin lebih memanjang
 Tidak menyebabkan komplikasi kandung kemih tertarik
 Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal
Kekurangan :
 Infeksi mudah menyebar secara intraabdominal karena tidak ada
reperitonial yang baik.

Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri


spontan.Ruptura uteri karena luka bekas SC klasik lebih sering terjadi
dibandingkan dengan luka SC profunda. Ruptur uteri karena luka bekas
SC klasik sudah dapat terjadi pada akhir kehamilan, sedangkan pada
luka bekas SC profunda biasanya baru terjadi dalam persalinan.
Untuk mengurangi kemungkinan ruptura uteri, dianjurkan supaya
ibu yang telah mengalami SC jangan terlalu lekas hamil lagi. Sekurang
-kurangnya dapat istirahat selama 2 tahun. Rasionalnya adalah
memberikan kesempatan luka sembuh dengan baik. Untuk tujuan ini
maka dipasang akor sebelum menutup luka rahim.

d. Sectio Caesarea (Ismika Profunda)


Dilakukan dengan membuat sayatan melintang konkaf pada segmen
bawah rahim kira-kira 10cm
Kelebihan :
 Penjahitan luka lebih mudah
 Penutupan luka dengan reperitonialisasi yang baik
 Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan isi
uterus ke rongga perineum
 Perdarahan kurang, Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan
ruptur uteri spontan lebih kecil
Kekurangan :
 Luka dapat melebar ke kiri, ke kanan dan bawah sehingga dapat
menyebabkan arteri uteri putus yang akan menyebabkan perdarahan
yang banyak.
Keluhan utama pada kandung kemih post operatif tinggi.

5. Komplikasi
a. Infeksi Puerperalis
Komplikasi ini bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama beberapa
hari dalam masa nifas atau dapat juga bersifat berat, misalnya peritonitis,
sepsis dan lain-lain. Infeksi post operasi terjadi apabila sebelum pembedahan
sudah ada gejala - gejala infeksi intrapartum atau ada faktor - faktor yang
merupakan predisposisi terhadap kelainan itu (partus lama khususnya setelah
ketuban pecah, tindakan vaginal sebelumnya). Bahaya infeksi dapat
diperkecil dengan pemberian antibiotika, tetapi tidak dapat dihilangkan sama
sekali, terutama SC klasik dalam hal ini lebih berbahaya daripada SC
transperitonealis profunda.

b. Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang
arteria uterina ikut terbuka atau karena atonia uteri

c. Komplikasi - komplikasi lain seperti :


 Luka kandung kemih
 Embolisme paru - paru

d. Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kurang kuatnya perut
pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi ruptura
uteri. Kemungkinan hal ini lebih banyak ditemukan sesudah sectio caesarea
klasik.

6. Prognosis
Dengan kemajuan teknik pembedahan, adanya antibiotika dan
persediaan darah yang cukup, pelaksanaan sectio ceesarea sekarang jauh
lebih aman dari pada dahulu.
Angka kematian di rumah sakit dengan fasilitas baik dan tenaga yang
kompeten < 2/1000. Faktor - faktor yang mempengaruhi morbiditas
pembedahan adalah kelainan atau gangguan yang menjadi indikasi
pembedahan dan lamanya persalinan berlangsung.
Anak yang dilahirkan dengan sectio caesaria nasibnya tergantung dari
keadaan yang menjadi alasan untuk melakukan sectio caesarea. Menurut
statistik, di negara - negara dengan pengawasan antenatal dan intranatal yang
baik, angka kematian perinatal sekitar 4 - 7% (Mochtar, 1998)

7. Patofisiologi
Adanya beberapa kelainan / hambatan pada proses persalinan yang
menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal / spontan, misalnya
plasenta previa sentralis dan lateralis, panggul sempit, disproporsi cephalo
pelvic, rupture uteri mengancam, partus lama, partus tidak maju, pre-
eklamsia, distosia serviks, dan malpresentasi janin. Kondisi tersebut
menyebabkan perlu adanya suatu tindakan pembedahan yaitu Sectio
Caesarea (SC).
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan
menyebabkan pasien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan
masalah intoleransi aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan
fisik akan menyebabkan pasien tidak mampu melakukan aktivitas perawatan
diri pasien secara mandiri sehingga timbul masalah defisit perawatan diri.
Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan,
dan perawatan post operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada
pasien. Selain itu, dalam proses pembedahan juga akan dilakukan tindakan
insisi pada dinding abdomen sehingga menyebabkan terputusnya
inkontinuitas jaringan, pembuluh darah, dan saraf - saraf di sekitar daerah
insisi. Hal ini akan merangsang pengeluaran histamin dan prostaglandin
yang akan menimbulkan rasa nyeri (nyeri akut). Setelah proses pembedahan
berakhir, daerah insisi akan ditutup dan menimbulkan luka post op, yang
bila tidak dirawat dengan baik akan menimbulkan masalah risiko infeksi.
8. Pemeriksaan Penunjang
Hemoglobin atau hematokrit (HB/Ht) untuk mengkaji perubahan dari
kadar pra operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada
pembedahan.
 Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi
 Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah
 Urinalisis / kultur urine
 Pemeriksaan elektrolit

9. Penatalaksanaan Medis Post SC


a. Pemberian cairan
Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka
pemberian cairan perintavena harus cukup banyak dan mengandung
elektrolit agar tidak terjadi hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ
tubuh lainnya. Cairan yang biasa diberikan biasanya DS 10%, garam
fisiologi dan RL secara bergantian dan jumlah tetesan tergantung kebutuhan.
Bila kadar Hb rendah diberikan transfusi darah sesuai kebutuhan.
b. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus
lalu dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian
minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 10 jam
pasca operasi, berupa air putih dan air teh.
c. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
 Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi
 Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang
sedini mungkin setelah sadar
 Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit
dan diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
 Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah
duduk (semifowler)
 Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan
belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan
sendiri pada hari ke-3 sampai hari ke5 pasca operasi.
d. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak
pada penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan.
Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis
operasi dan keadaan penderita.

e. Pemberian obat-obatan
1. Antibiotik
Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda setiap
institusi
2. Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
a) Supositoria = ketopropen sup 2x/24 jam
b) Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
c) Injeksi = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu
3. Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat
diberikan caboransia seperti neurobian I vit. C

f. Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan
berdarah harus dibuka dan diganti

g. Perawatan rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu,
tekanan darah, nadi,dan pernafasan.(Manuaba, 1999).
PENYIMPANAN KDM/PATWAY
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
 Identitas klien dan penanggung
 Keluhan utama klien saat ini
 Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas sebelumnya bagi klien
multipara
 Riwayat penyakit keluarga

Keadaan klien meliputi :


a. Sirkulasi
Hipertensi dan pendarahan vagina yang mungkin terjadi.
Kemungkinan kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-
kira 600-800 mL
b. Integritas ego
Dapat menunjukkan prosedur yang diantisipasi sebagai tanda
kegagalan dan atau refleksi negatif pada kemampuan sebagai wanita.
Menunjukkan labilitas emosional dari kegembiraan, ketakutan,
menarik diri, atau kecemasan.
c. Makanan dan cairan
Abdomen lunak dengan tidak ada distensi (diet ditentukan).
d. Neurosensori
Kerusakan gerakan dan sensasi di bawah tingkat anestesi spinal
epidural.
e. Nyeri / ketidaknyamanan
Mungkin mengeluh nyeri dari berbagai sumber karena trauma
bedah, distensi kandung kemih , efek - efek anesthesia, nyeri tekan
uterus mungkin ada.
f. Pernapasan
Bunyi paru - paru vesikuler dan terdengar jelas.
g. Keamanan
Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda / kering dan utuh.
h. Seksualitas
Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilikus. Aliran lokhea
sedang.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri (histamin,
prostaglandin) akibat trauma jaringan dalam pembedahan (section
caesarea)
b. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan / luka kering
bekas operasi
c. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang prosedur
pembedahan, penyembuhan dan perawatan post operasi
d. Defisit perawatan diri b/d kelemahan fisik akibat tindakan anestesi dan
pembedahan
e. Intoleransi aktivitas b/d tindakan anestesi
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, I.J. 2001. Diagnosa Keperawatan, Edisi 8. Jakarta : EGC


Doengoes, Marylinn. 2001. Rencana Asuhan Keperawatan Maternal / Bayi. Jakarta
: EGC
Manuaba, I.B. 2001. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi
dan KB. Jakarta : EGC
Manuaba, I.B. 1999. Operasi Kebidanan Kandungan Dan Keluarga Berencana
Untuk Dokter Umum. Jakarta : EGC
Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri, Edisi 2, Jilid 2. Jakarta : EGC
Sarwono, Prawiroharjo,. 2005. Ilmu Kandungan, Cetakan ke-4. Jakarta : PT
Gramedi
BAB I
PENDAHULUAN

A. Pengertian.
Episiotomi adalah suatu incisi pembedahan kedalam perinium dan
vagina / kulit perinium , mukosa vagina dan jaringan otot yang ada di
bawahnya , yang biasanya dipotong dengan gunting yang lurus dan
besar.

B. Tujuan Episiotomi.
Membesarkan liang vagina untuk mencegah kerusakan dan laserasi
jaringan lunak ibu dan memperkecil trauma kepala janin pada waktu
persalinan premature.

C. Macam-macam Episiotomi.
a. Episiotomi Medial.
Yaitu suatu insisi medial yang dibuat dari prenulun labiorum pudiendi
posterior pada garis tengah perinium lebih disukai bila panjang
perinium normal / arkus sub pupik mempunyai lebar rata-rata. Dan
dinilai tidak ada kesulitan dalam melahirkan.

b. Episiotomi Mediolateral.
Yaitu suatu insisi dari prenulum labiurum pudendi posterior dalam
perinium pada sudut kurang dari 45 ◦ dari garis tengah, dapat dipilih
untuk melindungi spingter ani dan rectum dari laserasi derajat 3 atau 4
terutama bila perinium pendek. Arkus sub pubis sempit atau
diantisipasi suatu kelahiran yang sulit.

D. Tanda dan Gejala.


a. Tedapat luka potongan pada daerah perinium dan batas jaritannya.
b. Ibu post partum.
c. Ibu mengatakan nyeri.
d. Intoleransi aktifitas.
PATWAY / PENYIMPANAN KDM)
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
( MASALAH KEPERAWATAN )

Diagnosa.

a) Risiko infeksi berhubungan dengan tindakan insisi pembedahan pada


daerah perinium.
b) Gangguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan adanya luka pada
daerah perinium.
c) Intoleransi aktifitas berhubungan dengan myeri.

Anda mungkin juga menyukai