Anda di halaman 1dari 8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Infertilitas


Infertilitas adalah ketidakmampuan sepasang suami istri untuk memiliki
keturunan dimana wanita belum mengalami kehamilan setelah bersenggama secara
teratur 2-3 x / minggu, tanpa memakai metode pencegahan selama 12 bulan. Pasangan
suami-istri dianggap fertil untuk bisa memiliki anak apabila suami memiliki sistem dan
fungsi reproduksi yang sehat sehingga mampu menghasilkan dan menyalurkan sel
kelamin pria (spermatozoa) ke dalam organ reproduksi istri dan istri memiliki sistem
dan fungsi reproduksi yang sehat sehingga mampu menghasilkan sel kelamin wanita
(sel telur atau ovum) yang dapat dibuahi oleh spermatozoa dan memiliki rahim yang
dapat menjadi tempat perkembangan janin, embrio, hingga bayi berusia cukup bulan
dan dilahirkan. Dua faktor yang telah disebutkan tersebut apabila tidak dimiliki oleh
pasangan suami-istri, pasangan tersebut tidak akan mampu memiliki anak atau infertile
(Diatri, 2015).

2.2. Klasifikasi Infertilitas


Menurut pembagiannya, infertilitas dapat diklasifikasikan sebagai infertilitas
primer dan infertilitas sekunder.
a. Infertilitas primer adalah pasangan suami-istri belum mampu dan belum pernah
memiliki anak setelah 1 tahun berhubungan seksual sebanyak 2-3 kali per minggu
tanpa menggunakan alat kontrasepsi dalam bentuk apapun.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), istilah infertilitas primer
digunakan ketika seorang wanita tidak pernah hamil. Infertilitas dapat dikaitkan
dengan anomali yang terkait dengan sistem reproduksi pria atau wanita atau
dengan pasangan keduanya. Sebagai contoh, infertilitas wanita dapat disebabkan
oleh satu atau lebih alasan seperti, sindrom polycysticovary, gangguan hormonal,
kegagalan ovarium prematur, infeksi genital, endo. metriosis, obstruksi tuba
fallopi, kelainan rahim bawaan, sinekia uterus, atau komplikasi medis lainnya
(diabetes dan gangguan tiroid). Sedangkan, infertilitas pria disebabkan oleh
ketidakseimbangan hormon, dan kelainan sperma. Penyebab utama infertilitas
lainnya adalah usia pasangan, pekerjaan, dan status sosial ekonomi
(Benksim,2018).
b. Infertilitas sekunder adalah pasangan suami istri telah atau pernah memiliki anak
sebelumnya, tetapi saat ini belum mampu memiliki anak lagi setelah 1 tahun
berhubungan seksual sebanyak 2-3 kali per minggu tanpa menggunakan alat atau
metode kontrasepsi dalam bentuk apapun (Diatri, 2015).

2.3. Epidemiologi
Data Organisasi Kesehatan Dunia / WHO tahun 2010 menyebutkan bahwa
pasangan suami istri yang mengalami infertilitas sebanyak 25% dan menunjukkan
bahwa 64% penyebab berada pada istri dan sebesar 36% diakibatkan adanya kelainan
pada suami (Addy, 2012).
Infertilitas merupakan permasalahan global di bidang reproduksi kesehatan yang
sangat kompleks. Perlu penataan rasional dan terpadu. Prevalensi di dunia yang
mengalami masalah infertilitas setiap tahun adalah 1 dari 7 pasangan. Pasangan infertil
di Indonesia tahun 2009 adalah 50 juta pasangan atau 15-20% (en.wikipedia.org,
inasoengkowo, 2009).
Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2011 menyebutkan dari total 237 juta
penduduk Indonesia, terdapat kurang lebih 39,8 juta wanita usia subur, namun 10-15%
di antaranya infertile (Munir, 2019).

2.4 Faktor penyebab Infertilitas


Banyak faktor fisik dan emosional dapat menyebabkan kemandulan. Mungkin
karena masalah pada wanita, pria, atau keduanya (Medical Encyclopedia, 2020).
1) Infertilitas Wanita
Infertilitas wanita dapat terjadi ketika:
a. Telur atau embrio yang dibuahi tidak bertahan hidup begitu menempel pada
lapisan rahim.
b. Telur yang telah dibuahi tidak menempel pada lapisan rahim.
c. Telur tidak bisa bergerak dari ovarium ke rahim.
d. Indung telur memiliki masalah dalam menghasilkan telur.

Infertilitas wanita dapat disebabkan oleh:


a. Gangguan autoimun, seperti sindrom antifosfolipid (APS)
b. Cacat lahir yang mempengaruhi saluran reproduksi
c. Kanker atau tumor
d. Gangguan pembekuan darah
e. Diabetes
f. Minum terlalu banyak alkohol
g. Berolahraga terlalu banyak
h. Gangguan makan atau gizi buruk
i. Pertumbuhan (seperti fibroid atau polip) di dalam rahim dan leher rahim
j. Obat-obatan seperti obat kemoterapi
k. Ketidakseimbangan hormone
l. Kelebihan berat badan atau kekurangan berat badan
m. Usia yang lebih tua
n. Kista ovarium dan sindrom ovarium polikistik (PCOS)
o. Infeksi panggul yang mengakibatkan jaringan parut atau pembengkakan tuba
falopi (hidrosalping) atau penyakit radang panggul (PID)
p. Jaringan parut akibat infeksi menular seksual, operasi perut, atau
endometriosis
q. Merokok
r. Pembedahan untuk mencegah kehamilan (ligasi tuba) atau kegagalan
pembalikan ligasi tuba (reanastomosis)
s. Penyakit tiroid

Menurut Christin dan Ririn (2017), faktor infertilitas sekunder pada wanita usia
subur, yaitu:
a. Usia
Selama wanita masih dalam masa reproduksi yang berarti mengalami
haid teratur, kemungkinan masih bisa hamil. Akan tetapi seiring dengan
bertambahnya usia maka kemampuan indung telur untuk menghasilkan sel
telur akan mengalami penurunan.
b. Siklus haid
Siklus haid yang teratur adalah 28 sampai 30 hari. Satu sel telur
dilepaskan oleh indung telur dalam setiap menstruasi, yaitu 14 hari sebelum
menstruasi berikutnya. Peristiwa itu disebut ovulasi. Sel telur kemudian
menunggu sperma di saluran telur (tuba falopi) selama kurang-lebih 48 jam.
Masa tersebut disebut masa subur.
c. Semakin tidak teratur siklus haid, maka akan sulit menentukan masa subur.
Selain itu ketidakteraturan tersebut memicu kondisi ovum yang
immature. Oleh karena itu sebaiknya bagi wanita usia subur yang mempunyai
siklus haid tidak teratur segera memeriksakan diri kepada petugas kesehatan
agar tidak menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya infertilitas sekunder.
d. Infeksi alat reproduksi
Infeksi alat reproduksi pada wanita akan berdampak pada infertilitas
sekunder. Oleh sebab itu bagi WUS diharapkan untuk selalu menjaga personal
hygiene terutama di daerah genitalia, sedangkan bagi WUS yang sudah
terdeteksi adanya infeksi pada alat reproduksinya hendaknya segera
memeriksakan diri dan melakukan pengobatan sehingga dapat menurunkan
risiko terjadinya infertilitas sekunder.
e. Status gizi
Status gizi pada WUS harus seimbang, karena jika status gizi WUS dalam
kondisi buruk atau berlebih akan meningkatkan risiko terjadinya infertilitas
sekunder. Oleh karena itu sebaiknya asupan makanan pada WUS merupakan
asupan makanan bergizi dan seimbang serta dapat berkonsultasi dengan ahli
gizi untuk dapat meningkatkan status gizinya agar risiko infertilitas sekunder
dapat diminimalkan.
f. Frekuensi hubungan seksual
Menurut Endang dan Elisabeth (2015) hubungan intim (disebut koitus)
atau onani (disebut masturbasi) yang dilakukan setiap hari akan mengurangi
jumlah dan kepadatan sperma. Frekuensi yang dianjurkan adalah 2-3 kali
seminggu sehingga memberi waktu testis memproduksi sperma dalam jumlah
cukup dan matang.
g. Pasangan yang telah melakukan hubungan seksual secara teratur tetapi belum
hamil dalam satu tahun digolongkan sebagai pasangan tidak subur atau infertil.
Hubungan seksual tentu mutlak diperlukan untuk terjadinya kehamilan.
Namun, hanya hubungan seksual yang berlangsung pada saat subur wanita
yang mungkin menimbulkan kehamilan.

2) Infertilitas Pria
Infertilitas pria mungkin disebabkan oleh:
 Jumlah sperma menurun
 Penyumbatan yang mencegah sperma dilepaskan
 Cacat pada sperma

Infertilitas pria dapat disebabkan oleh:


 Cacat lahir
 Perawatan kanker, termasuk kemoterapi dan radiasi
 Pajanan terhadap panas tinggi untuk waktu lama
 Penggunaan alkohol, ganja, atau kokain dalam jumlah besar
 Ketidakseimbangan hormone
 Ketidakmampuan
 Infeksi
 Obat-obatan seperti simetidin, spironolakton, dan nitrofurantoin
 Kegemukan
 Usia yang lebih tua
 Ejakulasi retrograde
 Jaringan parut akibat infeksi menular seksual (IMS), cedera, atau operasi
 Merokok
 Racun di lingkungan
 Vasektomi atau kegagalan pembalikan vasektomi
 Riwayat infeksi testis dari gondong

Menurut Izharulhaq (2018) penyebab infertilitas pada pria dapat di bagi menjadi 3
kategori utama yaitu:
a. Gangguan produksi sperma misalnya akibat kegagalan testis primer
(hipergonadotropik hipogonadisme) yang disebabkan oleh faktor genetik
(sindrome Klinefelter, mikrodelesi kromosom Y) atau kerusakan langsung
lainnya terkait anatomi (crytorchidism, varikokel), infeksi (mumps orchitis),
gonadotoksin.
b. Gangguan fungsi sperma, misalnya akibat antibodi antisperma, radang saluran
genital (prostatitis), varikokel, kegagalan reaksi akrosom, ketidaknormalan
biokimia, atau gangguan dengan perlengketan sperma (ke zona pelusida) atau
penetrasi.
c. Sumbatan pada duktus, misalnya akibat vasektomi, tidak adanya vas deferens
bilateral, atau sumbatan kongenital atau yang didapat (acquired) pada
epididimis atau duktus ejakulatorius.

2.5 Treatment
Beberapa Treatment yang dapat dilakukan jika pasangan mengalami infertilitas
primer, yaitu (Medical Encyclopedia, 2020) :
1) Pendidikan dan konseling tentang kondisi tersebut.
2) Perawatan kesuburan seperti inseminasi intrauterin (IUI) dan fertilisasi in vitro
(IVF)
3) Obat-obatan untuk mengobati infeksi dan gangguan pembekuan.
4) Obat-obatan yang membantu pertumbuhan dan pelepasan sel telur dari indung
telur.
Sedangkan untuk evaluasi kesuburan standar meliputi pemeriksaan fisik dan
riwayat medis dan seksual kedua pasangan. Pria menjalani analisis semen yang
mengevaluasi jumlah sperma dan pergerakan serta struktur sperma. Untuk wanita,
terlebih dahulu melihat apakah ovulasi terjadi. Ini dapat ditentukan dan dipantau
melalui tes darah yang mendeteksi hormon, pemeriksaan ultrasonografi ovarium, atau
alat tes rumahan ovulasi. Jika seorang wanita mengalami ovulasi, kemudian beralih ke
tes standar yang disebut hysterosalpingogram, sejenis sinar-X dari tuba fallopi dan
uterus. Tes ini melibatkan menempatkan larutan pewarna radiografi ke dalam rongga
rahim. Beberapa sinar-X diambil. Jika saluran tuba terbuka, pewarna akan mengalir
melalui tabung dan terlihat di rongga perut. Jika saluran tuba tersumbat, pewarna akan
dipertahankan di dalam rahim atau tuba fallopi, tergantung pada lokasi penyumbatan.
Sama halnya, pada 2019, FDA menyetujui teknik menggunakan busa dengan ultrasound
untuk memeriksa saluran tuba. Tes-tes lain seperti, USG dapat digunakan untuk
memeriksa struktur reproduksi wanita. Hysterosonography adalah jenis ultrasound
yang lebih rumit yang melibatkan memasukkan air garam (saline) ke dalam rahim
selama pemeriksaan ultrasound. Salah satu kelainan yang dapat diidentifikasi oleh
hysterosonography adalah tumor fibroid, yang dapat merusak bentuk rongga rahim.
Ada juga prosedur yang disebut sonoHSG menggunakan saline dan gelembung udara
yang akan mengevaluasi rongga rahim serta saluran tuba.
Prosedur bedah yang disebut laparoskopi juga memungkinkan dokter untuk
memeriksa ovarium, rahim, saluran tuba, dan rongga perut. Ini melibatkan
memasukkan teleskop serat optik ke dalam perut. Salah satu keuntungan dari
laparoskopi adalah memungkinkan dokter mendiagnosis dan mengobati kondisi seperti
endometriosis. Ini terjadi ketika sel-sel rahim menempel pada jaringan di luar rahim.
Adhesi, perlekatan abnormal antara dua permukaan di dalam tubuh, juga bisa diobati
dengan cara ini.
Cadangan ovarium dapat dinilai dengan mengukur kadar hormon dan melihat
bagaimana ovarium merespons berbagai perawatan kesuburan. Ini membantu
mengevaluasi ketersediaan telur dan kemungkinan kehamilan yang sehat akan terjadi.
Ada juga tes yang mengevaluasi bagaimana sperma dan telur berinteraksi, serta
apakah salah satu pasangan mengembangkan antibodi terhadap sperma. Ini terjadi
ketika sistem kekebalan pria atau wanita mengenali sperma sebagai sesuatu yang asing
dan menyerangnya (Johnson, 2020).
DAFTAR PUSTAKA

Benksim, Abdelhafid, Ph.D, Noureddine Elkhoudri, Ph.D, Rachid Ait Addi, M.D, Abdellatif
Baali, Ph.D, and Mohamed Cherkaoui,Ph.D. 2018. Difference between Primary and
Secondary Infertility in Morocco: Frequencies and Associated Factors. Int J Fertil
Steril. 2018 Jul-Sep; 12(2): 142–146. PMCID: PMC5936612
Diatri, Devita. 2015. Hubungan Antara Usia, Siklus Haid dan Infeksi Organ Reproduksi
Wanita terhadap Kejadian Infertil pada Wanita di Klinik Bersalin Insan Medika
Semarang. Undergraduate thesis, UNIMUS.
Johnson, Traci C., MD. 2020. The Fertility Evaluation. WebMD Medical Reference (January 16,
2020).
Medical Encyclopedia. 2020. Infertility. U.S. National Library of Medicine.
Munir, dr. Mochamad, Sp.OG (K). 2019. Infertilitas. Dirjen Yankes. Kemenkes RI.
Izharulhaq, M. S., S. Surialaga, E. R. Indrasari. 2018. Infertilitas Pasangan Usia Subur di Klinik
Rumah Bunda. Prosiding Pendidikan Dokter. Vol. 4. No. 2. ISSN: 2460-657X.
F, C. A., dan R. Wulandari. 2017. Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Infertilitas
Sekunder Pada Wanita Usia Subur (WUS) Di Kecamatan Rawa Pitu Kabupaten Tulang
Bawang. Jurnal Dunia Kesmas. Vol. 6. No. 1.
Endang, P dan Elisabeth, S.W. 2015. Panduan Materi Kesehatan Reproduksi & Keluarga
Berencana. Jogjakarta : PT Pustaka Baru.

Anda mungkin juga menyukai