Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Infertilitas adalah tidak terjadinya kehamilan setelah menikah 1 tahun atau
lebih dengan catatan pasangan tersebut melakukan hubungan seksual secara teratur
tanpa adanya pemakaian kontrasepsi. Mengingat faktor usia merupakan faktor yang
sangat mempengaruhi keberhasilan pengobatan, maka bagi perempuan berusia 35
tahun atau lebih tentu tidak perlu harus menunggu selama 1 tahun. Minimal enam
bulan sudah cukup bagi pasien dengan masalah infertilitas untuk datang ke dokter
untuk melakukan pemeriksaan dasar.
Infertilitas adalah masalah yang dialami pria dan wanita dimanapun di dunia.
Walaupun diperkiraan angka kejadiannya tidak terlalu cermat dan bervariasi dari satu
daerah ke daerah lain, sekitar 8% pasangan mengalami masalah infertilitas selama
masa reproduksinya, ini berarti bahwa antara 50 sampai 80 juta orang mempunyai
masalah fertilitas, suatu keadaan yang menimbulkan penderitaan pribadi dan
gangguan kehidupan keluarga. keluarga infertil terpaksa menempuh hidup tanpa
anak, atau ada juga yang melalukan adopsi (mengangkat anak), poligami, atau bahkan
tidak jarang yang bercerai dikarenakan tidak dikaruniai anak. Namun berkat
kemajuan teknologi kedokteran, beberapa pasangan infertil telah dimungkinkan
memperoleh anak dengan dengan jalan inseminasi buatan, bayi tabung (membesarkan
janin di dalam Rahim wanita lain), dan sebagainya.
Infertilitas merupakan permasalahan global di bidang reproduksi kesehatan
yang sangat kompleks. Perlu penataan rasional dan terpadu. Data menunjukkan
bahwa pasangan infertil di Britain setiap tahun ada 25%, Swedia 10% . Prevalensi di
dunia yang mengalami masalah fertilitas setiap tahun adalah 1 dari 7 pasangan.
Pasangan infertil di Indonesia tahun 2009 adalah 50 juta pasangan atau 15-20%.

B. TUJUAN
Untuk mengetahui diagnosa pada infertilitas baik itu infertilitas primer
maupun sekunder.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. RUANG LINGKUP INFERTILITAS


Menurut dunia medis Infertilitas adalah istilah yang di gunakan untuk
menyebut pasangan yang belum mempunyai anak walaupun sudah berhubungan
intim secara teratur tanpa alat kontrasepsi dalam kurun waktu satu tahun (Diah,
2012). Infertilitas adalah kegagalan dari pasangan suami-istri untuk mengalami
kehamilan setelah melakukan hubungan seksual tanpa kontrasepsi, selama satu tahun.
(Sarwono dalam diah, 2012). Infertilitas (kamandulan) adalah ketidakmampuan atau
penurunan kemampuan menghasilkan keturunan. (Elizbeth,2012).
Walaupun pasangan suami-istri dianggap infertile, bukan tidak mungkin
kondisi infertile sesungguhnya hanya dialami oleh sang suami atau sang istri. Hal
tersebut dapat dipahami karena proses pembuahan yang berujung pada kehamilan dan
lahirnya seorang manusia baru merupakan kerjasama antara suami dan istri.
Kerjasama tersebut mengandung arti bahwa dua factor yang harus dipenuhi adalah:
1. Suami memiliki sistem dan fungsi reproduksi yang sehat sehingga mampu
menghasilkan dan menyalurkan sel kelami pria (spermatozoa) ke dalam organ
reproduksi istri
2. Istri memiliki sistem dan fungsi reproduksi yang sehat sehingga mampu
menghasilkan sel kelamin wanita (sel telur atau ovum) yang dapat dibuahi
oleh spermatozoa dan memiliki rahim yang dapat menjadi tempat
perkembangan janin, embrio, hingga bayi berusia cukup bulan dan dilahirkan.
Apabila salah satu dari dua factor yang telah disebutkan tersebut tidak dimiliki
oleh pasangan suami-istri, pasangan tersebut tidak akan mampu memiliki anak.
Untuk terjadinya suatu kehamilan, ada beberapa tahapan yang harus terjadi, antara
lain :
1. Tubuh wanita harus melepaskan sel telur dari salah satu ovarium / indung
telurnya (ovulasi).
2. Telur harus bergerak dari saluran tuba menuju rahim.

2
3. Sperma pria harus bergabung dengan sel telur di sepanjang saluran tuba, di saat
itulah pembuahan akan terjadi
4. Sel telur yang sudah dibuahi harus menempel ke dinding dalam rahim
(implantasi).
Infertilitas dapat terjadi jika ada gangguan pada salah satu tahapan tersebut.

Berdasarkan hal yang telah disebutkan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa


pasangan suami istri dianggap infertile apabila memenuhi syarat-syarat berikut:
1. Pasangan tersebut berkeinginan untuk memiliki anak.
2. Selama satu tahun atau lebih berhubungan seksual, istri sebelum
mendapatkan kehamilan.
3. Frekuensi hubungan seksual minimal 2 – 3 kali dalam setiap minggunya.
4. Istri maupun suami tidak pernak menggunakan alat ataupun metode
kontrasepsi, baik kondom, obat-obatan dan alat lain yang berfungsi untuk
mencegah kehamilan. (Djuwantono,2008)

WHO memberi batasan :


1. Infertilitas primer adalah belum pernah hamil pada wanita yang telah berkeluarga
meskipun hubungan seksual dilakukan secara teratur tanpa perlindungan kontrasepsi
untuk selang waktu paling kurang 12 bulan. :
2. Infertilitas sekunder adalah tidak terdapat kehamilan setelah berusaha dalam waktu
1 tahun atau lebih pada seorang wanita yang telah berkeluarga dengan hubungan
seksual secara teratur tanpa perlindungan kontrasepsi, tetapi sebelumnya pernah
hamil.

B. DIAGNOSIS INFERTILITAS WANITA

Survei penuh, termasuk tes diagnostik, sangat mahal, baik dari sudut pandang
keuangan dan dari moral.Pada saat diagnosis infertilitas wanita dibutuhkan sekitar 4-5
siklus haid.Hal ini dijelaskan oleh ketidakcocokan beberapa prosedur durasi antara

3
dirinya dan fakta bahwa tes dapat dilakukan hanya pada hari-hari tertentu dari siklus
menstruasi.
Ketika bentuk diagnosis infertilitas wanita dimulai dengan anamnesis,
pemeriksaan ginekologi dan tes lewat.Hal ini survei wajib dilakukan untuk infeksi
urogenital, itu adalah USG panggul dan Pap diambil untuk mempelajari mikroflora
vagina.Penelitian dari darah yang diambil dari vena pada waktu perut kosong dengan
5 sampai 7 hari dari siklus menstruasi, membantu untuk mengidentifikasi
ketidakseimbangan hormon, mencegah pematangan sel telur.Sebagai bantuan untuk
diagnosis infertilitas wanita menggunakan grafik suhu tubuh basal, dengan bantuan
waktu ternyata ovulasi, jika tersedia.
Metode yang lebih handal dari menentukan masa ovulasi adalah biopsi
jaringan endometrium, ketika alat khusus diambil dari sepotong permukaan
rahim.Berdasarkan data dari pemeriksaan mikroskopis dari sampel yang diambil,
jelas, menjadi sasaran efek hormonal jaringan rahim atau tidak. Kasus diduga
obstruksi saluran tuba dilakukan pemeriksaan X-ray, hysterosalpingography (HSG)
atau laparotomi.Informasi yang paling dapat diandalkan tentang kondisi ovarium,
saluran, rahim dan daerah sekitarnya dapat diperoleh dengan menggunakan metode
yang terakhir penelitian.

1. Anamnesis
Pada awal pertemuan, sangatlah penting untuk memperoleh data apakah
pasanga suami istri atau salah satunya memiliki riwayat operasi pada saluran
reroduksi atau sedang menjalani terapi khusus. Atau juga perlu diketahui suatu
kebiasaan pasangan suami istri seperti merokok, atau minum alcohol.
Siklus haid merupakan variable yang sangat penting dalam pemeriksaan ini.
Dikatakan normal jika berada dalam kisaran 21 – 35 hari. Perlu juga diperoleh
informasi apakah terdapat nyeri saat haid atau tidak dan pelu ditanyakan juga
penggunaan obat penghilang nyeri saat haid terjadi.

4
a. Anamnesis Terhadap Pria
Tanyakan usia, pekerjaan, berapa lama tidak di rumah, lama waktu bersama
pasangan, lama waktu infertilitas
a) Performa Sex : Frekuensi, Kemampuan untuk ejakulasi sampai di bagian atas
vagina
b) Riwayat hubungan / pernikahan sebelumnya, pernah punya anak sebelumnya
atau tidak
c) Riwayat Mumps dengan orchitis, cedera pada genitalia, operasi hernia atau
varicocele, riwayat penyakit yang melemahkan kondisi fisik.

b. Anamnesis Terhadap Wanita


Tanyakan usia, pekerjaan, lama waktu bersama pasangan, penggunaan
kontrasepsi atau pencegah kehamilan, riwayat aktivitas seksual sebelumnya.
a) Riwayat kehamilan sebelumnya, termasuk riwayat abortus dan kehamilan
ektopik.
b) Riwayat Menstruasi : usia pertama menstruasi, siklus dan lamanya haid,
dismenorrhea, nyeri ovulasi, riwayat perubahan siklus akhir-akhir ini.
c) Riwayat keputihan : karakteristik, jumlah, apakah bersamaan dengan iritasi
dan nyeri tenggorokan.
d) Riwayat penyakit sebelumnya, terutama penyakit inflamasi pelvis (PID),
diabetes, penyakit ginjal.
e) Riwayat operasi, terutama daerah abdomen atau pelvis
f) Frekuensi koitus, permasalahan, ketepatannya dengan masa subur.
g) Pemeriksaan sebelumnya atau riwayat terapi infertilitas sebelumnya.

2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang diperlukan pada pasutri dengan masalah infertile adalah
dengan pengukuran berat badan, tinggi badan dan pengukuran lingkar pinggang dan
pemeriksaanlain yang diperlukan. Dengan adanya data tersebut dapat dengan mudah
menentukan indeks massa tubuh sebagai indicator.

5
a. Pemeriksaan Pria :
Pemeriksaan fisik merupakan langkah yang kedua dalam mendiagnosis
abnormalitas yang menyebabkan infertilitas pada pria, terdiri dari pemeriksaan fisik
secara umum dan pemeriksaan genitalia. Pemeriksaan fisik secara umum seperti
pengukuran tinggi, berat badan, dan tekanan darah yang akan memberikan informasi
tentang penyakit sistemik. Distribusi rambut di tubuh juga memberikan indikasi
produksi androgen, ukuran payudara juga perlu diinspeksi untuk mendeteksi
ginekomasti (Al-Haija,2011). Hepatomegali pada pemeriksaan abdomen
meningkatkan kecurigaan kejadian perubahan metabolisme hormon seks steroid
a) Kondisi fisik umum
b) Pemeriksaan Genitalia, Hipospadia
c) Palpasi testis, nilai jumlah, ukuran, dan konsistensi. Ukuran standar testis bisa
dilhat di gambar di bawah

Standardisasi Ukuran Testis

b. Pemeriksaan Wanita :
a) Pemeriksaan Fisis umum, menilai pertumbuhan fisik, menilai
ada/tidaknya gangguan endokrin

6
b) Pemeriksaan Abdomen : bekas luka, kekakuan otot, massa
c) Pemeriksaan Vagina : kondisi introitus, ukuran dan mobilitas uterus,
pembesaran uterus, pembesaran ovarium

3. Pemeriksaan Lanjutan
a. Analisis Semen
Sampel dikumpulkan dengan cara meminta orang yang akan diperiksa
melakukan masturbasi. Spesimen masturbasi dikumpulkan dan diperiksa paling
lambat 2 jam setelah dikumpul. Spesimen semen yang dikumpul tidak boleh berasal
dari hasil ejakulasi intercourse walaupun menggunakan kondom.
Motilitas sperma sangat penting dalam proses fertilisasi sehingga harus
dinilai. Dianggap normal bila motilitas nya lebih dari 50% dalam waktu 1,5 jam.
Jumlah sel sperma yang dihasilkan minimal 20 juta per milliliter cairan sperma
dengan jumlah total tidak kurang dari 100 juta. Kesuburan akan berkurang sangat
progresif bila jumlahnya kurang dari kadar diatas.
Motilitas dikenali sebagai prediktor yang terpenting dalam aspek fungsional
spermatozoa. Motilitas sperma merupakan refleksi perkembangan normal dan
kematangan spermatozoa dalam epididimis. Menurut WHO tahun 2010, motilitas
spermatozoa dikelompokkan menjadi sebagai berikut:
a. Progressive motility (PR): Spermatozoa bergerak bebas, baik lurus maupun
lingkaran besar, dalam kecepatan apapun.
b. Non-progressive motility (NP): semua jenis spermatozoa yang tidak memiliki
kriteria progresif, seperti berenang dalam lingakran kecil, ekor/ flagel yang sulit
menggerakkan kepala, atau hanya ekor saja yang bergerak.
c. Immotility (IM): tidak bergerak sama sekali Yang dikatakan memiliki nilai
motilitas normal yaitu Progressive motility (PR)≥ 32% atau PR + NP ≥ 40% .
Disebut asthenospermia (motilitas yang tidak sesuai dengan kriteria WHO) dapat
disebabkan oleh antibodi antisperma (15%), periode abstinensi yang panjang,
infeksi traktus genitalia obstruksi duktus parsial, dan varikokel. Hal ini dapat
menurunkan motilitas sperma dalam penetrasi ke mukosa servikal.

7
Dalam kasus oligosperma/oozospermia berat, harus dicari penyebabnya. Bisa
jadi hal ini disebabkan karena kelainan kromosom seperti pada sindrom klinefelter
(XXY), Hipogonadism primer dimana kadar Hormon Gonadotropin sangat tinggi,
Hipogonadism sekunder dimana hormon gonadotropin sangat rendah, atau bisa juga
disebabkan oleh sekresi prolaktin yang berlebihan yang biasanya terjadi karena tumor
pituitari. Penyebab lainnya adalah karena cacat congenital seperti : tidak adanya vas
deferens, atau obstruksi pada epididimis.
Pemeriksaan analisis sperma sangat penting dilakukan karena dari berbagai
penelitian factor lelaki memberikan kontribusi sebesar 40% terhadap kejadian
infertilitas. Beberapa syarat dalam pemeriksaan analisis sperma :
1. Lakukan abstinensia selama 2-3 hari
2. Keluarkan sperma dengan cara masturbasi
3. Hindari pelumas dan kondom
4. Gunakan tabung untuk menampung dan lengkapi dengan identitas, waktu
dan teknik metode pengeluaran
5. Kirim sample secepatnya ke laboratorium, hindarkan suhu >38 atau <15
Kriteria Normal dari Analisis Sperma berdasarkan criteria WHO :
Kriteria Nilai Rujukan Normal
Volume > 2 ml
Waktu Likuefaksi Kurang lebih 50 menit
pH 7,2 atau lebih
Konsentrasi Sperma 20 juta permiliter atau lebih
Jumlah Sperma total 40 juta permililiteer atau lebih
Lurus cepat 25% atau lebih
Lurus lambat 50% atau lebih
Morfologi normal 30% atau lebih
Vitalitas 75% atau lebih yang hidup
Leukosit < 1 juta per milliliter

8
b. Basal Temperature Chart
Dilakukan dengan merekam catatan temperature basal wanita dalam masa 3
bulan. Sangat bagus bila dilakukan sesaat setelah bangun pagi sebelum beranjak dari
tempat tidur. Secara teori, peningkatan kadar progesteron akan meningkatan suhu
tubuh 0,3-0,50C dalam rentang waktu 12 jam ovulasi. Namun, hubungan antara suhu
tubuh dengan dengan ovulasi agak sukar diamati bila ovulasi yang terjadi tidak
teratur. Juga, hal lain bisa mempengaruhi hasil pengukuran suhu seperti flu, ritme
biologis yang tidak teratur pada tenaga medis yang habis tugas malam, dan lainnya.
Sehingga tes ini sangat sukar untuk divalidasi. Oleh karena itu, saat ini tes seperti ini
sudah mulai ditinggalkan.

c. Test Prediksi Ovulasi


Tes dilakukan setiap hari dengan menggunakan beberapa tetes urin untuk
mendeteksi peningkatan kadar LH. Kadar LH yang tinggi atau pemeriksaan dianggap
positif bila muncul perubahan warna pada stik tes. Bila positif, maka diketahui bahwa
wanita yang diperiksa akan mengalami ovulasi dalam 36 jam.
Tes ini sangat membantu pada pemeriksaan wanita dengan siklus haid yang
teratur. Namun, pada wanita dengan siklus haid yang tidak teratur misalkan pada
penderita PCOS, hasil tes ini cenderung tidak valid karena pada penderita PCOS bisa
terjadi peningkatan LH pada fase folikuler tanpa adanya kematangan folikel yang
matang.

d. Test Patensi Tuba


Adanya obstruksi pada tuba ditandai dengan adanya gambaran hambatan
(blockage) pada pemeriksaan histerosalpingografi menggunakan zat radioaktif.
Patensi tuba juga dapat dites melalui laparoskopi. Larutan methylen blue diinjeksikan
melalui via kanula pada kanalis servikalis. Amati bagian yang terwarnai. Tuba
dianggap paten bila larutan tertumpah sampai keluar fimbria tuba dan masuk ke
cavum douglasi. Obstruksi tuba dapat diketahui bila larutan tidak tumpah.

9
e. Test Hormon
Pemeriksaan dasar yang dianjurkan untuk mendeteksi atau mengkonfirmasi
adanya ovulasi dalam sebuah siklus haid adalah penilaian kadar progesterone pada
fase luteal, yaitu kurang lebih 7 harisebelum datangnya haid. Nilai normal nya ialah >
9,4 mg/ml. tetapi penilaian kadar progesterone ini tidak memiliki nilai diagnostic jika
siklus haid tidak normal seperti siklus haid yang jarang (lebih dari 35 hari) atau siklus
haid terlalu sering (kurang dari 21 hari).
Kadar serum progesteron pada hari ke 21-23 (dengan siklus 28 hari) meningkat
sampai 10 kali (30 ng/ml) dibanding hari lainnya jika terjadi ovulasi. Luteinizing
hormone (LH), Follicle stimulating hormone (FSH), testosterone (bila dicurigai
PCOS) harus diambil pada hari 3-8 siklus.
Kadar prolaktin harus diukur untuk menyingkirkan kemungkinan
mikroadenoma kelenjar pituitari. Bila kadarnya diatas 1000 µu/l bermakna signifikan
dan harus dilakukan pemeriksaan CT-Scan Fossa Pituitari.
Pemeriksaan ini dilakukan pada fase proliferasi awal (3-5 hari). Jika terdapat
hirusistisme atau akne yang berlebih perlu juga dilakukan pemeriksaan kadar
androgen, pada perempuan kadar androgen < 7

f. Ultrasound
Pemeriksaan USG pelvis, terutama transvaginal, memberikan gambaran
ovarium dan uterus yang sangat bagus jika dicurigai patologi seperti PCOS.

10
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Infertilitas adalah kegagalan dari pasangan suami-istri untuk mengalami
kehamilan setelah melakukan hubungan seksual tanpa kontrasepsi, selama satu tahun.
Ketika bentuk diagnosis infertilitas wanita dimulai dengan anamnesis, pemeriksaan
ginekologi dan tes lewat.
Metode yang lebih handal dari menentukan masa ovulasi adalah biopsi
jaringan endometrium, ketika alat khusus diambil dari sepotong permukaan
rahim.Berdasarkan data dari pemeriksaan mikroskopis dari sampel yang diambil,
jelas, menjadi sasaran efek hormonal jaringan rahim atau tidak. Kasus diduga
obstruksi saluran tuba dilakukan pemeriksaan X-ray, hysterosalpingography (HSG)
atau laparotomi.
Diagnosa infertilitas dapat dilakukan dengan cara :
1) Anamnesis
2) Pemeriksaan Fisik
3) Pemeriksaan Lanjutan
a. Analisis Semen
b. Basal Temperature Chart
c. Test Prediksi Ovulasi
d. Test Patensi Tuba
e. Test Hormon
f. Ultrasound

B. SARAN
Diharapkan kepada mahasiswa untuk dapat benar-benar memahami mengenai
diagnosis infertilitas, sehingga jika mememukan masalah yang ada dilapangan atau
dimasyarakat dapat melakukan diagnosa yang tepat sehingga intervensi atau
pengobatan dapat dilakukan dengan sebaik-baiknya.

11
DAFTAR PUSTAKA

Djuwantoro,Tono.dkk.2008. Hanya 7 hari Memahami Infertilitas. Bandung: Refika


Aditama
Himpunan Endokrinologi Reproduksi dan Fertilitas Indonesia (HIFERI). 2013.
Konsesus Penanganan Infertilitas. Jakarta
Prawirohardjo, Sarwono. 2002. Ilmu Kandungan. Yayasan Bina Pustaka : Jakarta

12

Anda mungkin juga menyukai