Anda di halaman 1dari 26

INFERTILITAS PRIMER

Modul Ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ginekologi


Dosen Pembimbing : Dwi Estuning Rahayu, S.Pd., S.Kep. Ns., M.Sc.

SEMESTER III
KELAS 2A
Disusun oleh :
1. Devy Anggita (P17321171001)
2. Alif Ajeng M (P17321171004)

KEMENTRIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
JURUSAN KEBIDANAN
PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN KEDIRI
2017/2018
INFERTILITAS PRIMER

A. Pengertian Infertilitas
Infertilitas atau ketidaksuburan adalah ketidakmampuan pasangan usia
subur (PUS) untuk memperoleh keturunan setelah melakukan hubungan
sessual secara teratur dan benar tanpa usaha pencegahan lebih dari satu tahun.
Angka satu tahun ditetapkan karena biasanya 85% pasangan dalam satu tahun
sudah memiliki keturunan. Ini berarti, 15% pasangan subur mempunyai
permasalahan infertilitas
Infertilitas primer adalah suatu keadaan ketika PUS yang telah menikah
lebih dari satu tahun melakukan hubungan seksual secara teratur dan benar
tanpa usaha pencegahan, tetapi belum juga terjadi kehamilan, atau belum
pernah melahirkan anak hidup.
(Kesehatan Reproduksi, 2014)
Infertilitas (kemandulan) adalah ketidakmampuan atau penurunan
kemampuan menghasilkan keturunan. Sedangkan infertilitas primer adalah
suatu pasangan yang belum pernah memperoleh kehamilan setelah satu tahun
berhubungan tanpa menggunakan kontrasepsi.
Infertilitas merupakan masalah yang dihadapi oleh pasangan suami dan
istri yang telah menikah selama minimal satu tahun, melakukan hubungan
sanggama teratur, tanpa menggunakan kontrasepsi, tetapi belum berhasil
memperoleh kehamilan. Pada prinsipnya sering dijumpai pada perempuan dan
masalah yang sering dijumpai pada lelaki. Pendekatan yang digunakan untuk
menilai faktor-faktor yang terkait dengan infertilitas tersebut digunakan untuk
menilai faktor-faktor yang terkait dengan infertilitas tersebut digunakan
pendekatan organik, yang tentunya akan sangat berbeda antara lelaki dan
perempuan. Faktor tersebut dapat saja merupakan kelainan langsung organnya,
tetapi dapat pula disebabkan oleh faktor lain yang mempengaruhinya seperti
faktor infeksi, faktor hormonal, faktor genetik, dan faktor penuaan.
Mengingat faktor usia merupakan faktor yang sangat mempengaruhi
keberhasilan pengobatan, maka bagi perempuan berusia 35 tahun atau lebih
tentu tidak perlu harus menunggu selama satu tahun. Minimal enam bulan
sudah cukup bagi pasien dengan masalah infertilitas untuk datang ke dokter
untuk melakukan pemeriksaan dasar
Infertilitas merupakan masalah yang unik karena hal ini merupakan
diagnosis yang mengenai kepada kedua pasangan dan bukan hanya kepada
individual, karena alasan ini, pasangan harus dianggap sebagai satu kesatuan
dalam pemeriksaan,konsultasi, perencanaan, dan program terapi. Penting bagi
kedua pasangan untuk hadir bersamaan sekurangnya pada saat wawancara
pertama kali, dan harus dilibatkan bersama jika keputusan yang besar harus
diambil untuk kepentingan diagnosis atau terapi.
(Ilmu Kandungan edisi Ketiga, 2011)

B. Kejadian (Etiologi)
Sekitar 15% pasangan tidak dapat mencapai kehamilan dalam 1 tahun dan
mencari pengobatan untuk menangani infertilitas. Infertilitas mempengaruhi
baik pria maupun wanita. Pada 50% pasangan yang tidak memiliki anak, faktor
infertilitas pria ditemukan bersama dengan kelainan pemeriksaan cairan semen.
Pasangan yang fertil dapat mengkompensasi masalah fertilitas pria sehingga
masalah infertilitas biasanya timbul akibat kedua pasangan memiliki gangguan
pada fertilitas.
Pada 30-40% kasus, tidak ditemukan kelainan penyebab dari infertilitas
pria (infertilitas pria). Pria ini tidak memiliki riwayat penyakit yang
mempengaruhi fertilitas, tidak ditemukan kelainan pada pemeriksaan fisik,
serta pemeriksaan laboratorium endokrin, genetik, dan biokimia. Infertilitas
pria idiopatik dianggap terjadi akibat beberapa faktor, seperti gangguan
endokrin akibat polusi lingkungan, reactive oxygen species, atau
gangguan genetik dan epigenetik.
Pasangan dianggap infertilitas bila perkawinan berlangsung dengan hubungan
seksual tanpa perlindungan selama satu tahun, tetapi belum mendapatkan
kehamilan. Oleh karena itu memerlukan pemeriksaan faktor-faktor yang
terdapat pada masing-masing pasangannya. Kehamilan dapat terjadi bila salah
satu subfertil, tetapi terdapat kompensasi yang menunjukkan superfertilitas.
Menurut Guttmacher (1956) dijumpai bahwa :
 Waktu singkat terjadi kehamilan 20%
 Jangka waktu 3 bulan terjadi kehamilan 57%
 Jangka waktu 6 bulan terjadi kehamilan 72%
 Jangka waktu 12 bulan terjadi kehamilan 93%
Kejadian infertilitas berkisar antara 10-15% dari pasangan. Infertilitas
berhubungan erat dengan makin bertambahnya umur :
 Satu diantara tujuh orang pada usia 30-34 tahun
 Satu diantara lima orang pada usia 35-39 tahun
 Satu diantara empat orang pada usia 40-44 tahun
Sebagian infertilitas yang memerlukan penanganan dengan Assited
Reproduction Technology (ART).
(Buku Ajar Penuntun Kuliah Ginekologi, 2010)

Insiden infertilitas meningkat sejak 40 tahun terakhir, terdapat banyak


keterangan yang dikemukakan sebagai sebab kenaikan ini. Banyak wanita
memperlambat masa mengandung sampai usia yang lebih tinggi, dan fertilitas
menurun bersama dengan meningkatnya usia. Bertambahnya penderita
penyakit menular seksual yang terjadi bisa jadi telah meningkatkan kerusakan
pada saluran telur. Penyebab infertilitas disebabkan oleh beberapa faktor antara
lain, penyakit saluran telur 25-50%, anovulasi 20-40%, faktor pria 40%, faktor
serviks 5-10%, faktor peritoneum 5-10%, uterus atau endometrium 3-10%,
tidak diketahui kombinasi 10%.
C. Faktor Risiko Infertilitas
 Gaya hidup
1. Konsumsi Alkohol
Alkohol dikatakan dapat berdampak pada fungsi sel Leydig dengan
mengurangi sintesis testosteron dan menyebabkan kerusakan pada membran
basalis. Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat menyebabkan gangguan
pada fungsi hipotalamus dan hipofisis.
 Konsumsi satu atau dua gelas alkohol, satu sampai dua kali per
minggu tidak meningkatkan risiko pertumbuhan janin.
 Konsumsi alkohol tiga atau empat gelas sehari pada laki-laki tidak
mempunyai efek terhadap fertilitas. Konsumsi alkohol yang
berlebihan pada laki-laki dapat menyebabkan penurunan kualitas
semen.
1. Merokok
Rokok mengandung zat berbahaya bagi oosit (menyebabkan kerusakan
oksidatif terhadap mitokondria), sperma (menyebabkan tingginya kerusakan
morfologi), dan embrio (menyebabkan keguguran).
 Kebiasaan merokok pada perempuan dapat menurunkan tingkat
fertilitas.
 Kebiasaan merokok pada laki-laki dapat mempengaruhi kualitas
semen, namun dampaknya terhadap fertilitas belum jelas. Berhenti
merokok pada laki-laki dapat meningkatkan kesehatan pada
umumnya
2. Konsumsi Kafein
Konsumsi kafein (teh, kopi, minuman bersoda) tidak mempengaruhi
masalah infertilitas
3. Berat Badan
 Perempuan yang memiliki indeks massa tubuh (IMT) lebih dari 29
tahun, cenderung memerlukan waktu yang lebih lama untuk
mendapatkan kehamilan.
 Tindakan menurunkan berat badan pada perempuan yang memiliki
IMT > 29 dan mengalami anovulasi akan meningkatkan peluang
untuk hamil.
 Laki-laki yang memiliki IMT > 29 akan mengalami gangguan
fertilitas.
 Upaya meningkatkan berat badan pada perempuan yang memiliki
IMT < 19 serta mengalami gangguan haid akan meningkatkan
kesempatan terjadinya pembuahan.
4. Olahraga
 Olahraga ringan-sedang dapat meningkatkan fertilitas karena akan
meningkatkan aliran darah dan status anti oksidan
 Olahraga berat dapat menurunkan fertilitas
a) Olahraga > 5 jam/minggu, contoh: bersepeda untuk laki-laki
b) Olahraga > 3-5 jam/minggu, contoh: aerobik untuk
perempuan
5. Stress
 Perasaan cemas, rasa bersalah, dan depresi yang berlebihan dapat
berhubungan dengan infertilitas, namun belum didapatkan hasil
penelitian yang adekuat.
 Teknik relaksasi dapat mengurangi stress dan potensi terjadinya
infertilitas.
 Berdasarkan studi yang dilakukan, perempuan yang gagal hamil
akan mengalami kenaikan tekanan darah dan denyut nadi, karena
stress dapat menyebabkan penyempitan aliran darah ke organ-organ
panggul.
6. Suplementasi Vitamin
 Konsumsi vitamin A berlebihan pada laki-laki dapat menyebabkan
kelainan kongenital termasuk kraniofasial, jantung, timus, dan
susunan saraf pusat.
 Asam lemak seperti EPA dan DHA (minyak ikan) dianjurkan pada
pasien infertilitas karena akan menekan aktifasi nuclear faktor
kappa B Beberapa antioksidan yang diketahui dapat meningkatkan
kualitas dari sperma, diantaranya:
a) Vit.C dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas semen
b) Ubiquinone Q10 dapat meningkatkan kualitas sperma
c) Selenium dan glutation dapat meningkatkan motilitas
sperma
 Asam folat, zink, dan vitamin B12
a) Kombinasi asam folat dan zink dapat meningkatkan
konsentrasi dan morfologi sperma
b) Kobalamin (Vit B12) penting dalam spermatogenesis
7. Obat-Obatan
 Spironolakton akan merusak produksi testosteron dan sperma
Sulfasalazin mempengaruhi perkembangan sperma normal
(dapat digantikan dengan mesalamin)
 Kolkisin dan allopurinol dapat mengakibatkan penurunan sperma
untuk membuahi oosit
 Antibiotik tetrasiklin, gentamisin, neomisin, eritromisin dan
nitrofurantoin pada dosis yang tinggi berdampak negatif pada
pergerakan dan jumlah sperma.
 Simetidin terkadang menyebabkan impotensi dan sperma yang
abnormal
 Siklosporin juga dapat menurunkan fertilitas pria
8. Obat-Obat Herbal
 Penelitian yang dilakukan di California menemukan bahwa
konsumsi obat-obatan herbal dalam jumlah minimal seperti ginko
biloba, dicurigai menghambat fertilisasi, mengubah materi genetik
sperma, dan mengurangi viabilitas sperma.
 Pekerjaan
Terdapat beberapa pekerjaan yang melibatkan paparan bahan berbahaya
bagi kesuburan seorang perempuan maupun laki-laki. Setidaknya terdapat
104.000 bahan fisik dan kimia yang berhubungan dengan pekerjaan yang
telah teridentifikasi, namun efeknya terhadap kesuburan, 95% belum dapat
diidentifikasi. Bahan yang telah teridentifikasi dapat mempengaruhi
kesuburan diantaranya panas, radiasi sinar-X, logam dan pestisida.
Tabel 1.Bahan dan efeknya terhadap kesuburan laki-laki
Efek Terhadap
Bahan/Agen Kelompok Pekerja
Kesuburan
Fisik
Kerja paruh waktu/waktu
Pekerja paruh waktu Tidak memberikan efek
kerja yang lama
Tukang Las, Pengendara
Panas (meningkatkan suhu Parameter sperma menjadi
mobil
pada scrotal) tidak normal
dan motor
Azoospermia, mengurangi
jumlah sperma,
X-ray Radioterapi
namun dapat kembali
normal
Elektromagnetik Pekerja tambang Efek tidak konsisten
Oligozoospermia,
Getaran Penggali, Pekerja mesin
asthenozoospermia
Kimia
Oligozoospermia dan
Pestisida azoospermia,
Petani
(Dibromochloropropane) mengurangi tingkat
kesuburan
Mengurangi kesuburan,
Pekerja di pabrik baterai,
Cadmium, magnesium memberikan efek
pelebur, pekerja metal
pada pasangan seksual
Oligospermia, menurunkan
Aceton, glycol ether, carbon Laboran, pekerja di bidang fekunditas,
disulphide percetakan, pekerja kimia parameter sperma menjadi
tidak normal
Toluene, styrene Pabrik percetakan dan plastic Tidak memberikan efek
Gas anastetik Dokterk gigi, dokter anastesi Tidak memberikan efek
Sumber : (Buku konsensus Penanganan Infertilitas, 2013)

Tabel 2.Bahan dan efeknya terhadap kesuburan perempuan


Efek Terhadap
Bahan/Agen Kelompok Pekerja
Kesuburan
Fisik
Menurunkan fekunditas,
Kerja paruh waktu/waktu pemanjangan
Paramedis
kerja yang lama waktu untuk terjadinya
kehamilan
Ion dan radiasi Pekerja pabrik nuklir Tidak memberikan efek
Meningkatkan risiko
Visual (Komputer) Pekerja kantoran
infertilitas
Kimia
Pestisida Waktu kehamilan tidak
Petani
(Dibromochloropropane) konsisten
Pemanjangan waktu
kehamilan,
Cadmium, magnesium, obat meningkatnya angka
Perawat, apoteker
kemoterapi, antibiotik kejadian infertilitas
yang dilaporkan secara
perorangan
Dokterk gigi, dokter anastesi, Menurunkan angka
Gas anastetik
perawat fekunditas
Sumber : (Buku konsensus Penanganan Infertilitas, 2013)
 Pencegahan dan Penanganan
1) Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menghindari atau
menurunkan faktor risiko terjadinya infertilitas, diantaranya adalah
Mengobati infeksi yang terjadi pada organ reproduksi. Diketahui bahwa
infeksi yang terjadi pada prostat maupun saluran sperma, dapat
menyebabkan infertilitas pada laki-laki.
2) Mengobati penyebab infertilitas pada perempuan
3) Menghindari bahan-bahan yang menyebabkan penurunan kualitas dan
jumlah dari sperma dan sel telur seperti rokok dan alkohol
4) Berperilaku hidup sehat
(Konsensus Penanganan Infertilitas. 2013)

D. Faktor Penyebab Infertilitas


Penyebab infertilitas secara umum dapat dibagi sebagai berikut,
1. Faktor Perempuan
Penyebab infertilitas pada wanita dapat diklasifikasikan menjadi 3
kelompok, yaitu:
a) Gangguan ovulasi
seperti SOPK (Sindrom Ovarium Polikistik), gangguan pada
siklus haid, insufiensi ovarium primer Infertilitas yang disebabkan
oleh gangguan ovulasi dapat diklasifikasikan berdasarkan siklus
haid, yaitu amenore primer atau sekunder. Namun tidak semua
pasien infertilitas dengan gangguan ovulasi memiliki gejala klinis
amenorea, beberapa diantaranya menunjukkan gejala
oligomenorea. Amenorea primer dapat disebabkan oleh kondisi di
bawah ini,
Tabel 3. Penyebab Amenorea Primer
Agenesis mulllerian
Uterus
( Rokitansky sindrom)
Sindrom Ovarium Polikistik
Ovarium (SOPK)
Turner sindrom
Kehilangan berat badan
Hipotalamus Latihan yang berat (atlet
(hipogonadotropin lari)
hipogonadism) Genetic (Kallman sindrom)
Idiopatik
Pubertas terhambat
Hiperprolaktinemia
Hipofisis
Hipopituitarism
Tumor (gliomas, kista
Penyebab dari kerusakan
dermoid)
hipotalamus / hipofisis
Trauma kepala
(hipogonadism)
Kehilangan berat badan
Kelainan endokrin (penyakit
Penyebab Sistemik
tiroid, cushing
sindrom)

WHO membagi kelainan ovulasi ini dalam 4 kelas, yaitu:


 Kelas 1 : Kegagalan pada hipotalamus hipofisis
(hipogonadotropin hipogonadism) Karakteristik dari
kelas ini adalah gonadotropin yang rendah, prolaktin
normal, dan rendahnya estradiol. Kelainan ini terjadi
sekitar 10% dari
seluruh kelainan ovulasi.
 Kelas 2: Gangguan fungsi ovarium
(normogonadotropin normogonadism) Karakteristik dari
kelas ini adalah kelainan pada gonadotropin namun
estradiol normal. Anovulasi kelas 2 terjadi sekitar 85%
dari seluruh kasuskelainan ovulasi. Manifestasi klinik
kelainan kelompok ini adalah oligomenorea atau
amenorea yang banyak terjadi pada kasus sindrom
ovarium polikistik (SOPK). Delapan puluh sampai
sembilan puluh persen pasien SOPK akan mengalami
oligomenorea dan 30% akan mengalami amenorea.
 Kelas 3 : Kegagalan ovarium (hipergonadotropin-
hipogonadism)
Karakteristik kelainan ini adalah kadar gonadotropin
yang tinggi dengan kadar estradiol yang rendah. Terjadi
sekitar 4-5% dari seluruh gangguan ovulasi.
 Kelas 4 : Hiperprolaktinemia

b) Gangguan tuba dan pelvis


Kerusakan tuba dapat disebabkan oleh infeksi (Chlamidia,
Gonorrhoea, TBC) maupun endometriosis. Endometriosis
merupakan penyakit kronik yang umum dijumpai. Gejala yang
sering ditemukan pada pasien dengan endometriosis adalah nyeri
panggul, infertilitas dan ditemukan pembesaran pada adneksa.
Dari studi yang telah dilakukan, endometriosis terdapat
pada 25%-50% perempuan, dan 30% sampai 50% mengalami
infertilitas. Hipotesis yang menjelaskan endometriosis dapat
menyebabkan infertilitas atau penurunan fekunditas masih
belum jelas, namun ada beberapa mekanisme pada endometriosis
seperti terjadinya perlekatan dan distrorsi anatomi panggul yang
dapat mengakibatkan penurunan tingkat kesuburan. Perlekatan
pelvis pada endometriosis dapat mengganggu pelepasan oosit dari
ovarium serta menghambat penangkapan maupun transportasi
oosit.
Klasifikasi kerusakan tuba yaitu:
 Ringan/ Grade 1
- Oklusi tuba proksimal tanpa adanya fibrosis atau
oklusi tuba distal tanpa ada distensi.
- Mukosa tampak baik.
- Perlekatan ringan (perituba-ovarium)
 Sedang / Grade 2
- Kerusakan tuba berat unilateral
 Berat/Grade 3
- Kerusakan tuba berat bilateral
- Fibrosis tuba luas
- Distensi tuba > 1,5 cm
- Mukosa tampak abnormal
- Oklusi tuba bilateral
- Perlekatan berat dan luas
c) Gangguan uterus, termasuk mioma submukosum, polip
endometrium, leiomyomas, sindrom asherman
Distribusi penyebab infertilitas pada perempuan
ditunjukkan pada gambar berikut:

2. Faktor laki-laki
Infertilitas dapat juga disebabkan oleh faktor laki-laki, dan setidaknya
sebesar 30-40% dari infertilitas disebabkan oleh faktor laki-laki, sehingga
pemeriksaan pada laki-laki penting dilakukan sebagai bagian dari
pemeriksaan infertilitas. Fertilitas laki-laki dapat menurun akibat dari,
a. Kelainan urogenital kongenital atau didapat
b. Infeksi saluran urogenital
c. Suhu skrotum yang meningkat (contohnya akibat dari varikokel)
d. Kelainan endokrin
e. Kelainan genetik
f. Faktor imunologi
Di Inggris, jumlah sperma yang rendah atau kualitas sperma yang jelek
merupakan penyebab utama infertilitas pada 20% pasangan. Kualitas
semen yang terganggu, azoospermia dan cara senggama yang salah,
merupakan faktor yang berkontribusi pada 50% pasangan infertilitas.
Infertilitas laki-laki idiopatik dapat dijelaskan karena beberapa faktor,
termasuk disrupsi endokrin yang diakibatkan karena polusi lingkungan,
radikal bebas, atau kelainan genetik.
(Seri Skema Diagnosis dan Penatalaksanaan Ginekologi. 1998)

E. Pemeriksaan Infertilitas
1. Pemeriksaan pada perempuan
Gangguan ovulasi terjadi pada sekitar 15% pasangan infertilitas dan
menyumbang sekitar 40% infertilitas pada perempuan. Pemeriksaan
infertilitas yang dapat dilakukan diantaranya:
a.) Pemeriksaan ovulasi
 Frekuensi dan keteraturan menstuasi harus ditanyakan kepada
seorang perempuan. Perempuan yang mempunyai siklus dan
frekuensi haid yang teratur setiap bulannya,
kemungkinan mengalami ovulasi
 Perempuan yang memiliki siklus haid teratur dan telah mengalami
infertilitas selama 1 tahun, dianjurkan untuk mengkonfirmasi
terjadinya ovulasi dengan cara mengukur kadar
progesteron serum fase luteal madya (hari ke 21-28)
 Pemeriksaan kadar progesteron serum perlu dilakukan pada
perempuan yang memiliki siklus haid panjang (oligomenorea).
Pemeriksaan dilakukan pada akhir siklus (hari ke 28- 35) dan dapat
diulang tiap minggu sampai siklus haid berikutnya terjadi
 Perempuan dengan siklus haid yang tidak teratur disarankan untuk
melakukan pemeriksaan darah untuk mengukur kadar hormon
gonadotropin (FSH dan LH).
 Pemeriksaan kadar hormon prolaktin dapat dilakukan untuk melihat
apakah ada gangguan ovulasi, galaktorea, atau tumor hipofisis
 Penilaian cadangan ovarium menggunakan inhibin B tidak
direkomendasikan
 Pemeriksaan fungsi tiroid pada pasien dengan infertilitas hanya
dilakukan jika pasien memiliki gejala
 Biopsi endometrium untuk mengevaluasi fase luteal sebagai bagian
dari pemeriksaan infertilitas tidak direkomendasikan karena tidak
terdapat bukti bahwa pemeriksaan ini akan meningkatkan
kehamilan.
Tabel Pemeriksaan untuk melihat ovulasi dan cadangan ovarium
Ovulasi Cadangan Ovarium
- Riwayat menstruasi
- Progesteron serum
- Kadar AMH
- Ultrasonografi transvaginal
- Hitung folikel antral
- Temperatur basal
- FSH dan estradiol hari ke 3
- LH urin
- Biopsi Endometrium

 Untuk pemeriksaan cadangan ovarium, parameter yang dapat


digunakan adalah AMH (Anti Mullerian Hormone)
dan folikel antral basal (FAB). Berikut nilai AMH dan FAB yang
dapat digunakan:
1. Hiper-responder (FAB > 20 folikel / AMH > 4.6 ng/ml
2. Normo-responder (FAB > 6-8 folikel / AMH 1.2 - 4.6 ng/ml)
3. Poor-responder (FAB < 6-8 folikel / AMH < 1.2 ng/ml)
b.) Pemeriksaan Chlamydia trachomatis
 Sebelum dilakukan pemeriksaan uterus, pemeriksaan untuk
Chlamydia trachomatis sebaiknya dilakukan dengan teknik yang
sensitif
 Jika tes Chlamydia trachomatis positif, perempuan dan pasangan
seksualnya sebaiknya dirujuk untuk mendapatkan pengobatan
 Antibiotika profilaksis sebaiknya dipertimbangkan sebelum
melakukan periksa dalam jika pemeriksaan awal Chlamydia
trachomatis belum dilakukan
c.) Penilaian kelainan uterus
 Pemeriksaan histeroskopi tidak dianjurkan apabila tidak terdapat
indikasi, karena efektifitas pembedahan sebagai terapi kelainan
uterus untuk meningkatkan angka kehamilan belum dapat
ditegakkan.
Tabel Beberapa metode yang dapat digunakan dalam penilaian uterus
HSG USG-TV SIS Histeroskopi
Sensitivitas dan Dapat mendeteksi PPV dan NPV Metode
PPV patologi tinggi, definitif invasif
rendah untuk endometrium untuk mendeteksi
mendeteksi dan myometrium patologi intra
patologi kavum
intrakavum uteri uteri

d.) Penilaian lendir serviks pasca senggama


 Pemeriksaan ini dapat dilakukan pada pasien dengan infertilitas
dibawah 3 tahun.
 Penilaian lendir serviks pasca senggama untuk menyelidiki
masalah fertilitas tidak dianjurkan karena tidak dapat
meramalkan terjadinya kehamilan.
e.) Penilaian kelainan tuba
 Perempuan yang tidak memiliki riwayat penyakit radang
panggul (PID), kehamilan ektopik atau endometriosis,
disarankan untuk melakukan histerosalpingografi (HSG)
untuk melihat adanya oklusi tuba. Pemeriksaan ini tidak
invasif dan lebih efisien dibandingkan laparaskopi.
 Pemeriksaan oklusi tuba menggunakan sono-
histerosalpingografi dapat dipertimbangkan
karena merupakan alternatif yang efektif
 Tindakan laparoskopi kromotubasi untuk menilai patensi
tuba, dianjurkan untuk dilakukan pada perempuan yang
diketahui memiliki riwayat penyakit radang panggul
Tabel Beberapa teknik pemeriksaan tuba yang dapat dilakukan:
Teknik Keuntungan Kelemahan
Paparan radiasi
Reaksi terhadap
Visualisasi seluruh panjang zat kontras
tuba dapat menggambarkan Peralatan dan
HSG
patologi seperti hidrosalping staf khusus
dan SIN efek terapeutik Kurang dapat
menggambarkan
adhesi pelvis
Pelatihan khusus
Saline infusion Visualisasi ovarium, uterus
Efek terapeutik
sonography dan tuba
belum terbukti
Visualisasi langsung seluruh
Laparaskopi organ reproduksi interna Invasif
kromotubasi Memungkinkan dilakukan Biaya tinggi
terapi sekaligus
2. Pemeriksaan pada laki-laki
Penanganan kasus infertilitas pada laki-laki meliputi:
 Anamnesis12
 Anamnesis ditujukan untuk mengidentifikasi faktor risiko dan
kebiasaan hidup pasien yang dapat secara bermakna
mempengaruhi fertilitas pria. Anamnesis meliputi: 1) riwayat
medis dan riwayat operasi sebelumnya, 2) riwayat penggunaan
obat-obatan (dengan atau tanpa resep) dan alergi, 3) gaya hidup
dan riwayat gangguan sistemik, 4) riwayat penggunaan alat
kontrasepsi, dan 5) riwayat infeksi sebelumnya, misalnya
penyakit menular seksual dan infeksi saluran nafas.
 Rangkuman komponen riwayat anamnesis dapat dilihat pada
Tabel Komponen anamnesis pada penanganan infertilitas laki - laki
Komponen Anamnesis Pada Penanganan Infertilitas Laki-laki
Riwayat Medis
Kelainan fisik
Penyakit sistemik – diabetes mellitus, kanker, infeksi
Kelainan genetik – fibrosis kistik, sindrom klinefelter
Riwayat Pembedahan
Undescended testis
Hernia
Trauma testis, torsio testis
Bedah pelvis, retroperitoneal, kandung kemih
Riwayat Fertilitas
Kehamilan sebelumnya – dengan pasangan saat ini atau
sebelumnya
Lama infertilitas
Penanganan infertilitas sebelumnya
Riwayat sexual
Ereksi atau masalah ejakulasi
Frekuensi hubungan seksual
Pengobatan
Nitrofurantoin, simetidin, sulfasalazin, spironolakton, -alfa
blockers, metotreksat, kolkisin, amiodaron,
antidepresan, kemoterapi
Riwayat Sosial
Alkohol, rokok, penggunaan steroid
Paparan radiasi dan panas
Pestisida

 Pemeriksaan Fisik
- Pemeriksaan fisik pada laki-laki penting untuk
mengidentifikasi adanya penyakit tertentu yang berhubungan
dengan infertilitas. Penampilan umum harus diperhatikan,
meliputi tanda-tanda kekurangan rambut pada tubuh atau
ginekomastia yang menunjukkan adanya defisiensi androgen.
Tinggi badan, berat badan, IMT, dan tekanan darah harus
diketahui.
- Palpasi skrotum saat pasien berdiri diperlukan untuk
menentukan ukuran dan konsistensi testis. Apabila skrotum
tidak terpalpasi pada salah satu sisi, pemeriksaan inguinal
harus dilakukan. Orkidometer dapat digunakan untuk
mengukur volume testis. Ukuran rata - rata testis orang
dewasa yang dianggap normal adalah 20 ml.
- Konsistensi testis dapat dibagi menjadi kenyal, lunak, dan
keras. Konsistensi normal adalah konsistensi yang kenyal.
Testis yang lunak dan kecil dapat mengindikasikan
spermatogenesis yang terganggu.
- Palpasi epididimis diperlukan untuk melihat adanya distensi
atau indurasi. Varikokel sering ditemukan pada sisi sebelah
kiri dan berhubungan dengan atrofi testis kiri. Adanya
perbedaan ukuran testis dan sensasi seperti meraba
“sekantung ulat” pada tes valsava merupakan tanda-tanda
kemungkinan adanya varikokel. Konsensus Penanganan
Infertilitas
- Pemeriksaan kemungkinan kelainan pada penis dan prostat
juga harus dilakukan. Kelainan pada penis seperti mikropenis
atau hipospadia dapat mengganggu proses transportasi
sperma mencapai bagian proksimal vagina. Pemeriksaan
colok dubur dapat mengidentifikasi pembesaran prostat dan
vesikula seminalis.
 Analisis Sperma
Tabel Referensi hasil analisa sperma menurut WHO 2010
Referensi analisa sperma dan 95% confidence intervals WHO
PARAMETER BATAS REFERENSI 95% CONFIDENCE
INTERVAL
Volume sperma
1.5 1.4-1.7
(ml)
Konsentrasi sperma
15 12-16
(106/ml)
Jumlah total
39 33-46
(106/ejakulat)
Motilitas (PR, NP,
40 38-42
%)
Motilitas progresif
32 31-34
(PR, %)
Morfologi (%) 4 3.0-4.0
Vitality 58 55-63

NP: non progressive motility, PR: progressive motility


- Penapisan antibodi antisperma tidak dianjurkan karena tidak
ada bukti pengobatan yang dapat meningkatkan fertilitas
- Jika pemeriksaan analisis sperma dikatakan abnormal,
pemeriksaan ulang untuk konfirmasi sebaiknya dilakukan
- Analisis sperma ulang untuk mengkonfirmasi pemeriksaan
sperma yang abnormal, dapat dilakukan 3 bulan pasca
pemeriksaan sebelumnya sehingga proses siklus
pembentukan spermatozoa dapat terjadi secara sempurna.
Namun jika ditemukan azoospermia atau oligozoospermia
berat pemeriksaan untuk konfirmasi harus dilakukan
secepatnya Konsensus Penanganan Infertilitas 24
- Pemeriksaan Computer-Aided Sperm Analysis (CASA)
Untuk melihat jumlah, motilitas dan morfologi sperma,
pemeriksaan ini tidak dianjurkan untuk dilakukan karena
tidak memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan
pemeriksaan secara manual
- Pemeriksaan fungsi endokrinologi.
Dilakukan pada pasien dengan konsentrasi sperma < 10
juta/ml. Bila secara klinik ditemukan bahwa pasien menderita
kelainan endokrinologi. Pada kelainan ini sebaiknya
dilakukan pemeriksaan hormon testosteron dan FSH serum
- Penilaian antibodi antisperma merupakan bagaian standar
analisis semen. Menurut kriteria WHO, pemeriksaan ini
dilakukan dengan pemeriksaan imunologi atau dengan
cara melihat reaksi antiglobulin. Namun saat ini pemeriksaan
antibodi antisperma tidak direkomendasikan untuk dilakukan
sebagai penapisan awal karena tidak ada terapi khusus yang
efektif untuk mengatasi masalah ini.
(Panduan Penanganan Infertilitas Pria (Guidelines On Male Infertility). 2015)

F. Terapi Infertilitas
Dalam tatalaksana infertilitas perbandingan antara biaya yang dikeluarkan
dan efektifitas pemeriksaan sangat penting dipertimbangkan dalam
pengambilan keputusan klinik. National Institute for Health and Clinical
Excellence in the UK and the American Society of Reproductive
Medicine merekomendasikan pemeriksaan yang penting sebagai berikut :
analisis semen, penilaian ovulasi dan evaluasi patensi tuba dengan
histerosalpingografi atau laparoskopi. Peran HSG atau laparoskopi terus
menjadi perdebatan, laparoskopi perlu dipertimbangkan pada
kecurigaan adanya endometriosis berat, perlekatan organ pelvis atau kondisi
penyakit pada tuba.
1. Histeroskopi
Histeroskopi meruapakan baku emas dalam pemeriksaan yang
mengevaluasi kavum uteri. Meskipun Fayez melaporkan pemeriksaan
HSG sama akuratnya dengan histeroskopi dalam hal
diagnosis. Peran histeroskopi dalam pemeriksaan infertilitas adalah
untuk mendeteksi kelaianan kavum uteri yang dapat mengganggu
proses implantasi dan kehamilan serta untuk mengevaluasi
manfaat modalitas terapi dalam memperbaiki endometrium.
Histeroskopi memiliki keunggulan dalam mendiagnosis kelainan
intra uterin yang sangat kecil dibandingkan pemeriksaan HSG dan
USG transvaginal. Banyak studi membuktikan bahwa
uterus dan endometrium perlu dinilai sejak awal pada pasien
infertilitas atau pasien yang akan menjalani FIV.
2. Laparoskopi
Tindakan laparoskopi diagnostik dapat dilakukan pada pasien
infertilitas yang dicurigai mengalami patologi pelvis yang menghambat
kehamilan. Tindakan ini dilakukan untuk mengevaluasi rongga
abdomino-pelvis sekaligus memutuskan langkah penanganan
selanjutnya. Studi menunjukkan bila hasil HSG normal, tindakan
laparoskopi tidak perlu dilakukan Laparoskopi diagnostik dapat
dipertimbangkan bila hingga beberapa siklus stimulasi ovarium
dan inseminasi intra uterin pasien tidak mendapatkan kehamilan. 18
Mengacu pada American Society of Reproductive Medicine (ASRM),
laparoskopi diagnostik hanya dilakukan bila dijumpai bukti atau
kecurigaan kuat adanya endometriosis pelvis, perlengketan genitalia
interna atau oklusi tuba.
Tindakan laparoskopi diagnostik pada pasien infertilitas idiopatik
tidak dianjurkan bila tidak dijumpai faktor risiko patologi pelvis yang
berhubungan dengan infertilitas. Kebanyakan pasien akan hamil
setelah menjalani beberapa siklus stimulasi ovarium dan atau siklus
FIV.
G. Stratifikasi sistem rujukan infertilitas
Pelayanan infertilitas tingkat primer
Kegiatan diagnostik awal terhadap pasangan infertil di tingkat ini
ditujukan untuk dapat menentukan penyebab infertilitas dari kedua belah
pihak serta menentukan apakah pasangan tersebut perlu mendapatkan
pelayanan di tingkat pelayanan yang lebih tinggi. Pasien akan mendapat
gambaran secara umum dan menyeluruh mengenai pola pelayanan
infertilitas. Konseling dan dukungan perlu diberikan untuk menghindari
kecemasan pasien dan pasangannya. Pelayanan infertilitas tingkat primer
biasanya diberikan pada kondisi :
 Lama infertilitas kurang dari 24 bulan
 Pasangan perempuan kurang dari umur 30 tahun
 Tidak ada faktor risiko patologi pelvis dan kelainan sistem
reproduksi laki-laki
 Pasangan telah menjalani terapi kurang dari 4 bulan tanpa
keberhasilan terapi
H. Dampak Infertilitas
Hasil penelitian dari Aisia (2003) menunjukkan bahwa isteri yang
mengalami infertilitas akan mengalami stres yang cukup berat. Menurut Ratna
(2000) stres dirasakan sejak bulan-bulan pertama pernikahan hingga menunggu
hasil pengobatan yang sudah mereka jalani. Tingkat stres yang dirasakan oleh
pasangan bervariasi dan dipengaruhi oleh strategi coping dan penyesuaian yang
dilakukan. Pasangan yang infertil akan mengalami stres jangka panjang
(kronis) yang umumnya berlangsung secara periodik yaitu tiap bulan.
Hal ini berkaitan dengan siklus menstruasi yang dialami oleh pihak isteri.
Tingkat stres semakin memuncak apabila haid yang tidak diharapkan
kemunculannya akhirnya datang juga, yang nota bene menunjukkan bahwa
isteri tidak hamil (Malpani, 2004). Lebih lanjut Berk dan Shapiro (1984)
serta Malpani (2004) menjelaskan bahwa pasangan yang mengalami infertilitas
dipertimbangkan berada dalam kondisi krisis mayor karena tercapainya tujuan
utama kehidupan pernikahan mereka terancam gagal. Dilihat berdasarkan
sumber stres, infertilitas merupakan mayor life event. Pendapat ini
didukung oleh Menning (1980) bahwa infertilitas merupakan krisis kehidupan
yang komplek, mengancam secara psikologis dan sangat menimbulkan stres
secara emosional. Braverman (2003) mengistilahkan stres ini
sebagai “Living in limbo” disebabkan ketidakpastian nasib yang dialami di
masa depan. Kasdu (2002) menjelaskan bahwa stres yang timbul sebagai
dampak dari infertilitas ini bersumber dari beberapa hal, yang dapat
dibedakan menjadi stres internal dan stres eksternal.
Stres internal berupa diperlukannya biaya pengobatan yang tinggi, harus
meluangkan waktu khusus, dan disiplin yang harus dipatuhi untuk menjalani
serangkaian pemeriksaan dan pengobatan, serta harapan yang terlalu tinggi
untuk mempunyai anak. Adapun stres eksternal berasal dari tuntutan
lingkungan yang mengharuskan pasangan untuk mempunyai anak biologis.
Valentine (1986) mengatakan bahwa infertilitas akan menimbulkan reaksi-
reaksi emosi seperti kebingungan, kesedihan, merasa tidak berguna, depresi,
keputusasaan, malu, kekecewaan, rendah diri, terluka, ketakutan, tidak berdaya,
dan merasa bersalah pada pasangannya. Rosenfeld (Laswell dan Laswell, 1987)
memberikan istilah “sindrom infertilitas” terhadap pasangan yang mengalami
trauma emosional berkaitan dengan usaha menerima kenyataan bahwa
mereka infertil. Tahap-tahap emosional yang dapat diprediksi di sini ialah:
1. denial, yaitu penolakan terhadap infertilitas yang dialami,
2. menyalahkan diri sendiri,
3. kesenjangan komunikasi dengan pasangan,
4. marah-marah dan depresi.
DAFTAR PUSTAKA

Sarwono, 2011. Edisi Ketiga, cetakan pertama. ILMU KANDUNGAN.


Yayasan Bina Pustaka. Jakarta
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC
Kumalasari, Intan. 2014. Kesehatan Reproduksi untuk Mahasiswa Kebidanan
dan Keperawatan. Jakarta: Penerbit Salemba Medika

Manuaba, Ida Ayu Chandranita, dkk. 2010. Buku Ajar Penuntun Kuliah
Ginekologi. Jakarta : Penerbit Trans Info Media

Duarsa, Gede wirya K dkk. 2015. Panduan Penanganan Infertilitas Pria


(Guidelines On Male Infertility). Jakarta: Ikatan Ahli Urologi Indonesia
Hestiantoro, Andon dkk. 2013. Konsensus Penanganan Infertilitas. Jakarta:
HIFERI
Rayburn, William F dan J Christopher Carey. 2001. Obstetri & Ginekologi.
Jakarta: Widya Medika
Hacker, F Neville dan J George Moore. 2001. Esensial Obsetri dan
Ginekologi Edisi 2. Jakarta: Hipokrates
Friedman, Emanuel dkk. 1998. Seri Skema Diagnosis dan Penatalaksanaan
Ginekologi. Jakarta: Binarupa Aksara

Anda mungkin juga menyukai