Anda di halaman 1dari 35

Clinical Science Session

INFERTILITAS

Oleh:

Haura Ulfah 1310311002

Preseptor:

dr. Benny Oktora, Sp.OG

BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUD DR. ACHMAD MOCHTAR BUKITTINGGI
2018

0
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Infertilitas merupakan kondisi yang umum ditemukan dan dapat disebabkan
oleh faktor perempuan, laki-laki, maupun keduanya. Infertilitas dapat juga tidak
diketahui penyebabnya yang dikenal dengan istilah infertilitas idiopatik. Masalah
infertilitas dapat memberikan dampak besar bagi pasangan suami-istri yang
mengalaminya, selain menyebabkan masalah medis, infertilitas juga dapat
menyebabkan masalah ekonomi maupun psikologis. Secara garis besar, pasangan
yang mengalami infertilitas akan menjalani proses panjang dari evaluasi dan
pengobatan, dimana proses ini dapat menjadi beban fisik dan psikologis bagi
pasangan infertilitas.1

Bertambahnya umur sangat berpengaruh terhadap fertilitas seorang


perempuan, namun pada laki-laki, bertambahnya umur belum memberikan pengaruh
yang jelas terhadap kesuburan. Penelitian di Perancis melaporkan 65% perempuan
berumur 25 tahun akan mengalami kehamilan pada 6 bulan dan secara akumulasi
85% kehamilan akan didapatkan pada akhir tahun pertama. Ini berarti jika terdapat
100 pasangan yang mencoba untuk hamil, 40 pasangan tidak akan hamil setelah
enam bulan, dan 15 pasangan tetap tidak hamil setelah setahun. Untuk pasangan
dengan umur 35 tahun atau lebih peluang kehamilan menjadi 60% pada tahun
pertama dan 85% pada tahun kedua. Kurang lebih 15 persen tetap belum
mendapatkan kehamilan setelah tahun ke-3 perkawinan.1

1
1.2 Batasan Masalah

Batasan penulisan ini membahas mengenai definisi, klasifikasi, epidemiologi,

manifestasi klinis, diagnosis, diagnosis banding, terapi, dan prognosis infertilitas.

1.3 Tujuan Penulisan

Menambah pengetahuan mengenai infertilitasdalam hal definisi, epidemiologi,

etiologi, faktor predisposisi, patofisiologi, dan penatalaksanaannya secara

komprehensif.

1.4 Metode Penulisan

Penulisan clinical science sessiontentang infertilitas ini menggunakan metode

tinjauan kepustakaan yang merujuk pada berbagai literatur

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Infertilitas

Infertilitas merupakan kegagalan suatu pasangan untuk mendapatkan kehamilan


sekurang-kurangnya dalam 12 bulan berhubungan seksual secara teratur tanpa
kontrasepsi, atau biasa disebut juga sebagai infertilitas primer. Infertilitas sekunder
adalah ketidakmampuan seseorang memiliki anak atau mempertahankan
kehamilannya. Pada perempuan di atas 35 tahun, evaluasi dan pengobatan dapat
dilakukan setelah 6 bulan pernikahan. Infertilitas idiopatik mengacu pada pasangan
infertil yang telah menjalani pemeriksaan standar meliputi tes ovulasi, patensi tuba,
dan analisis semen dengan hasil normal.2,3

2.2 Prevalensi Infertilitas

Di Asia, angka fertilitas tertinggi pada wanita terjadi di Kamboja. Di Indonesia,


prevalensi wanita dengan infertilitas dengan angka tertinggi berada pada usia 20-24
tahun yaitu 21.3%, kemudian usia 25-29 yaitu 16.8% dan usia 35-39 tahun yaitu
8.2%.2

2.3 Faktor Risiko


1. Gaya hidup
a) Konsumsi Alkohol
Alkohol dikatakan dapat berdampak pada fungsi sel Leydig dengan
mengurangi sintesis testosteron dan menyebabkan kerusakan pada
membran basalis. Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat menyebabkan
gangguan pada fungsi hipotalamus dan hipofisis. 4
 Konsumsi satu atau dua gelas alkohol, satu sampai dua kali per
minggu tidak meningkatkan risiko pertumbuhan janin . (Rekomendasi
D) 5

3
 Konsumsi alkohol tiga atau empat gelas sehari pada laki-laki tidak
mempunyai efek terhadap fertilitas. 5
 Konsumsi alkohol yang berlebihan pada laki-laki dapat menyebabkan
penurunan kualitas semen. (Rekomendasi B)5
b) Merokok
Rokok mengandung zat berbahaya bagi oosit (menyebabkan kerusakan
oksidatif terhadap mitokondria), sperma (menyebabkan tingginya
kerusakan morfologi), dan embrio (menyebabkan keguguran).4
 Kebiasaan merokok pada perempuan dapat menurunkan tingkat
fertilitas. (Rekomendasi B)5
 Kebiasaan merokok pada laki-laki dapat mempengaruhi kualitas
semen, namun dampaknya terhadap fertilitas belum jelas. Berhenti
merokok pada laki-laki dapat meningkatkan kesehatan pada umumnya.
c) Konsumsi Kafein
Konsumsi kafein (teh, kopi, minuman bersoda) tidak mempengaruhi
masalah infertilitas (Rekomendasi B) 5
d) Berat badan
 Perempuan yang memiliki indeks massa tubuh (IMT) lebih dari 29,
cenderung memerlukan waktu yang lebih lama untuk mendapatkan
kehamilan. (Rekomendasi B)5
 Tindakan menurunkan berat badan pada perempuan yang memiliki
IMT > 29 dan mengalami anovulasi akan meningkatkan peluang untuk
hamil. (Rekomendasi B)5
 Laki-laki yang memiliki IMT > 29 (Rekomendasi C)5 akan mengalami
gangguan fertilitas
 Upaya meningkatkan berat badan pada perempuan yang memiliki IMT
< 19 serta mengalami gangguan haid akan meningkatkan kesempatan
terjadinya pembuahan. (Rekomendasi B)5

4
2. Pekerjaan
Terdapat beberapa pekerjaan yang melibatkan paparan bahan berbahaya bagi
kesuburan seorang perempuan maupun laki-laki. Setidaknya terdapat 104.000
bahan fisik dan kimia yang berhubungan dengan pekerjaan yang telah
teridentifikasi, namun efeknya terhadap kesuburan, 95% belum dapat
diidentifikasi. Bahan yang telah teridentifikasi dapat mempengaruhi
kesuburan diantaranya panas, radiasi sinar-X, logam dan pestisida.5
Tabel 2.1. Bahan dan efeknya terhadap kesuburan laki-laki5

5
2.4 Faktor Penyebab Infertilitas1
a. Faktor Perempuan
Penyebab infertilitas pada wanita dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok,
yaitu:9
 Gangguan ovulasi: seperti SOPK, gangguan pada siklus haid, insufiensi
ovarium primer Infertilitas yang disebabkan oleh gangguan ovulasi dapat
diklasifikasikan berdasarkan siklus haid, yaitu amenore primer atau
sekunder. Namun tidak semua pasien infertilitas dengan gangguan ovulasi
memiliki gejala klinis amenorea, beberapa diantaranya menunjukkan
gejala oligomenorea. Amenorea primer dapat disebabkan oleh kondisi di
bawah ini.4
Tabel 2.2 Penyebab Amenorea Primer4

 Gangguan tuba dan pelvis


Kerusakan tuba dapat disebabkan oleh infeksi (Chlamidia, Gonorrhoea,
TBC) maupun endometriosis. Endometriosis merupakan penyakit kronik
yang umum dijumpai. Gejala yang sering ditemukan pada pasien dengan
endometriosis adalah nyeri panggul, infertilitas dan ditemukan

6
pembesaran pada adneksa. Dari studi yang telah dilakukan, endometriosis
terdapat pada 25%-50% perempuan, dan 30% sampai 50% mengalami
infertilitas. Hipotesis yang menjelaskan endometriosis dapat menyebabkan
infertilitas atau penurunan fekunditas masih belum jelas, namun ada
beberapa mekanisme pada endometriosis seperti terjadinya perlekatan dan
distrorsi anatomi panggul yang dapat mengakibatkan penurunan tingkat
kesuburan. Perlekatan pelvis pada endometriosis dapat mengganggu
pelepasan oosit dari ovarium serta menghambat penangkapan maupun
transportasi oosit.7
 Gangguan uterus, termasuk mioma submukosum, polip endometrium,
leiomyomas, sindrom asherman.
b. Faktor Laki-Laki
Infertilitas dapat juga disebabkan oleh faktor laki-laki, dan setidaknya
sebesar 30-40% dari infertilitas disebabkan oleh faktor laki-laki, sehingga
pemeriksaan pada laki-laki penting dilakukan sebagai bagian dari
pemeriksaan infertilitas. Fertilitas laki-laki dapat menurun akibat dari:2
 Kelainan urogenital kongenital atau didapat
 Infeksi saluran urogenital
 Suhu skrotum yang meningkat (contohnya akibat dari varikokel)
 Kelainan endokrin
 Kelainan genetik
 Faktor imunologi

Di Inggris, jumlah sperma yang rendah atau kualitas sperma yang jelek
merupakan penyebab utama infertilitas pada 20% pasangan. Kualitas semen
yang terganggu, azoospermia dan cara senggama yang salah, merupakan
faktor yang berkontribusi pada 50% pasangan infertilitas.5 Infertilitas laki-laki
idiopatik dapat dijelaskan karena beberapa faktor, termasuk disrupsi endokrin
yang diakibatkan karena polusi lingkungan, radikal bebas, atau kelainan
genetik.8

7
2.5 Pencegahan dan Penanganan1
1. Mengobati infeksi yang terjadi pada organ reproduksi. Diketahui bahwa
infeksi yang terjadi pada prostat maupun saluran sperma, dapat menyebabkan
infertilitas pada laki-laki.
2. Mengobati penyebab infertilitas pada perempuan
3. Menghindari bahan-bahan yang menyebabkan penurunan kualitas dan jumlah
dari sperma dan sel telur seperti rokok dan alkohol
4. Berperilaku hidup sehat

2.6 Pemeriksaan pada Kasus Infertilitas


Bagan di bawah menunjukkan algoritme untuk mengevaluai infertilitas:

Gambar 1. Algoritme untuk evaluasi infertilitas.10

8
Pemeriksaan Dasar Infertilitas
Petunjuk penting yang menunjukkan penyebab infertilitas dapat diperoleh
dari anamnesis dan pemeriksaan fisik. Beberapa tes dapat dilakukan untuk
menilai 5 komponen penting fertilitas: faktor pasangan (pria), faktor ovulasi,
faktor serviks, faktor uterotubal, dan faktor peritoneum (Lihat tabel 2). Menurut
European Society for Human Reproduction and Embryology Capri Workshop
menyimpulkan bahwa kelainan dalam analisis semen, hysterosalpingogram,
atau pemeriksaan laboratorium terkait fungsi ovulasi berkorelasi dengan
gangguan fertilitas.11

Tabel 1. Tes Diagnostik untuk Menilai Infertilitas


Faktor Etiologi Tes Diagnostik
Faktor pria Analisis semen
Faktor Ovulasi Kadar serum progesteron
Suhu basal tubuh
Uji lendir serviks
Kadar LH dalam urin
Biopsi endometrium
Kadar FSH hari ketiga
Kadar beta-estradiol hari ketiga
Uji clomiphene (Clomiphene Chalengge Test)
Faktor Serviks Uji pasca senggama
Faktor Utero-tuba Histerosalpingogram
Faktor peritoneum Laparoskopi

9
1. ANALISIS SEMEN
Pemeriksaan analisis semen dilakukan setelah 48 – 72 jam pasangan suami
istri menjalani abstinensi (tidak berhubungan seksual). Contoh ejakulat ditampung
di dalam tabung yang tidak megandung spermasidal dan paling lambat analisis
dilakukan 2 jam setelah ejakulasi. Pada pemeriksaan ini dihitung beberapa
parameter, antara lain: volume ejakulat, jumlah (konsentrasi sperma), motilitas,
dan morfologinya. Guideline bagi normal sampel semen telah ditetapkan oleh
World Health Organization (WHO) di Tabel 3. 10

Tabel 2. WHO Pedoman Referensi Semen Analisis 2010. 10

Jika hasil pemeriksaan didapatkan abnormal, dilanjutkan evaluasi lanjut.


Jika oligospermia atau azoospermia didapatkan, dicurigai hypogonadism.
Jumlah total testeosterone di pagi hari (normal = 240-950 ng per dL) dan (FSH;
normal range = 1,5-12.4IU per L) dapat membedakan antara kelainan primer
atau sekunder. 10

Ada variasi yang besar dari sampel ke sampel dalam hal volume, jumlah,
dan motilitas. selain mungkin ada variasi musiman dalam nilai-nilai tersebut.
Oleh karena itu, disarankan bahwa jika ditemukan kelainan, analisis ulangan

10
harus dilakukan 2 sampai 3 bulan kemudian untuk menentukan adanya faktor
laki-laki. Hal ini tidak pantas untuk ditunjuk laki-laki secara subur berdasarkan
analisis semen tunggal. 12

2. KADAR SERUM PROGESTERONE


Tes yang paling tepat untuk mendeteksi ovulasi adalah konsentrasi
serum progesteron. Ini dilakukan sekitar tujuh hari sebelum tanggal prediksi
periode menstruasi (hari 1). hari dapat dihitung atas dasar fase luteal 14 hari
sehingga jika siklus menstruasi adalah 28 hari, tes pada hari 21. Uji pada hari 23
dari siklus 30 hari, dan hari 25 dari siklus 32 hari. 13

Konsentrasi progesteron di atas 20-25 nmol / L menegaskan ovulasi terjadi


dalam siklus itu. nilai-nilai yang lebih rendah berarti baik anovulasi atau waktu
yang tidak pantas dari tes darah. Sebuah konsentrasi rendah dapat diperiksa
dengan mengambil dua pengukuran progesteron seminggu terpisah dalam siklus
berikutnya atau alternatif menghitung ulang hari pengujian. 13

3. METODE KURVA SUHU BASAL TUBUH


Penentuan suhu basal tubuh adalah cara untuk memperkirakan hari ovulasi
pada setiap siklus. Sebuah termometer khusus disedia, sehingga lebih mudah
untuk menentukan apakah ada kenaikan suhu basal tubuh. 14

Gambar 2. Hubungan antara ovulasi, suhu basal tubuh, hormon LH dan FSH dalam
siklus menstruasi normal.

11
Gambar 3. Grafik metode kurva suhu basal tubuh untuk menentukan waktu ovulasi.

Jika seorang wanita demam atau terdapat perubahan lain dalam suhu tubuh,
metode suhu basal tubuh akan sulit untuk digunakan.9 Wanita perlu mengambil
suhu tubuhnya di waktu yang sama setiap pagi setelah dia bangun dari tidur dan
sebelum dia makan apa-apa. Suhu tubuh dicatat pada grafik khusus. Lihat
apakah suhu tubuhnya mengalami sedikit peningkatan 0,2°C sampai 0,5°C
(0,4°F sampai 1,0°F) setelah ovulasi (biasanya sekitar pertengahan siklus
menstruasi). Bila suhu wanita telah meningkat dari suhu biasa dan konsisten
tinggi selama 3 hari berturut-turut, ovulasi telah terjadi dan masa subur telah
berlalu.9 Suhu basal tubuh mengukur kenaikan progesteron seiring ovulasi
secara tidak langsung dengan mengukur efek termogenik progesteron.
Peningkatan sirkulasi progesteron memicu peningkatan suhu basal tubuh yang
konsisten dari 0,5°F sampai 1,0°F (0,3°-C,6°C), biasanya berlangsung 11
sampai 14 hari setelah ovulasi (Gambar 4).

12
Gambar 4. Hubungan antara perubahan hormonal, ovari, endometrium
dan suhu basal tubuh dalam siklus menstruasi normal.11

Sebuah nadir suhu yang diamati sebelum kenaikan suhu basal tubuh
adalah penanda potensial untuk ovulasi tetapi tidak memprediksi waktu ovulasi
dengan akurat. Oleh karena itu, grafik suhu basal tubuh lebih bagus digunakan
sebagai alat untuk mengkonfirmasi ovulasi daripada dijadikan alat untuk
menentukan waktu senggama. 11

Siklus ovarium adalah siklus yang mencakup perubahan sekresi hormon,


yang pada gilirannya mempengaruhi kontrol hipofisis hipotalamus. Follicle-
stimulating hormone (FSH) adalah kunci stimulan untuk pertumbuhan folikel,
yang memicu sekresi estrogen dalam bentuk estradiol. Estrogen, sebagai
hormon dominan pada fase preovulasi, membuat leher rahim melunak,
membesar, dan menghasilkan lendir (estrogenik) dalam jumlah yang banyak
sehingga sperma mampu bertahan selama 3 sampai 5 hari. Leuteinizing
hormone (LH) memungkinkan pematangan akhir dan pertumbuhan folikel

13
dominan, inisiasi ovulasi, dan pengembangan korpus luteum. Pada fase luteal
pascaovulasi, LH mendukung fungsi luteal, yaitu sekresi progesteron oleh
korpus luteum. Kedua folikel dan sel luteal memiliki riwayat umur yang
menentukan panjang siklus menstruasi. 15

Pada tingkat endometrium, estradiol dan progesteron adalah regulator


utama dari perubahan siklus dan mencegah kematian sel, bertanggungjawab
dalam bagian shedding siklus selama menstruasi. Progesteron merangsang
penebalan lendir serviks dan memiliki peran dalam peningkatan suhu tubuh.
Sperma mati dalam waktu 2 sampai 3 jam dengan adanya lendir progestogenik
pascaovulasi. 15

4. UJI LENDIR SERVIKS


Lendir serviks adalah hidrogel yang dihasilkan oleh kelenjar serviks.
Lendir serviks ini berperan dalam migrasi dan pematangan sperma di traktus
genitalia wanita, dan berfungsi membentuk penghalang untuk mencegah
patogen masuk ke endometrium. Lendir serviks juga terkait dengan patologi
dari sistem imun serviks.16

Siklus menstruasi sangat erat kaitannya dengan lendir serviks. Selama


masa menstruasi, jumlah, warna, dan tekstur lendir serviks akan berubah. Oleh
karena adanya perubahan kadar hormon selama siklus haid, lendir serviks akan
mengalami perubahan biofisik dan biokimia. Oleh karena itu, lendir serviks
menjadi suatu elemen yang indirek tetapi penting untuk menghitung masa
ovulasi perempuan, bukan hanya untuk dokter tetapi juga bagi wanita yang
menggunakan metode keluarga berencana alami, terutama metode ovulasi
Billing. 16

Waktu ovulasi dapat diprediksi menggunakan pemeriksaan lendir serviks


secara gross dan mikroskopik. Ada dua parameter yang digunakan yaitu Tes
Fern dan Tes Spinnbarkeit. 16

14
a. Tes Fern
Tes Fern (uji pakis) merupakan salah satu parameter dalam uji lendir
serviks dan merupakan metode untuk mendiagnosa kehamilan usia awal.17

Wibowo (1991) menyebutkan bahwa pembentukan struktur daun pakis


pada lendir serviks salah satunya ditentukan oleh konsentrasi NaCl. Sepanjang
siklus menstruasi komponen tersebut merupakan garam dengan persentase
tertinggi. 17

Terbentuknya pola ferning tergantung pada adanya mucin, protein dan


konsentrasi elektrolit. Kesserii (1973) menyebutkan bahwa pada dasarnya
semua elektrolit menghasilkan reaksi pembentukan ferning dalam larutan pada
konsentrasi yang tepat (optimum). Karena semua elektrolit mempunyai
kemampuan membentuk ferning, maka jumlah elektrolit yang banyak akan
memberikan gambaran ferning yang lebih jelas. Lendir serviks mengandung
Kalium dalam jumlah yang sangat sedikit atau merupakan trace elemen,
sebaliknya sepanjang siklus menstruasi Natrium terdapat dalam jumlah paling
banyak yaitu 0,7 %. Sehingga dalam lendir serviks Natrium lebih dominan
dalam pembentukan ferning. 17

Dengan pengaruh peningkatan kadar estrogen yang memicu ovulasi,


lendir serviks akan menjadi tipis, berair, asin dan elastis. Ketiga karakteristik ini
dapat dievaluasi dengan tes Fern. Pelaksanaan Tes Fern dilakukan dengan cara
mengoles sampel lendir pada kaca gelas lalu dikeringkan. Kemudian diamati
dengan mikroskop perbesaran 10x10 dan ditentukan nilai ferningnya
berdasarkan pedoman penilaian ferning lendir serviks menurut WHO. Sebelum
pengamatan mikroskopis preparat ferning dikeringkan dengan cara melewatkan
di atas lampu spiritus agar benar-benar kering dan tidak terpengaruh oleh
kelembaban udara luar. 17

Ketika sampel lendir serviks dioleskan pada kaca gelas lalu dikeringkan,
lendir serviks akan mengering dan akan tampak gambaran daun pakis (fern-like

15
pattern). Bentuk daun pakis akan lebih jelas apabila diambil sampel lendir pada
waktu yang mendekati ovulasi (lihat Gambar 5).

Gambar 5. Lendir serviks yang memberi reaksi Fern positif membentuk


gambaran daun pakis (foto sebelah kiri) dan lendir serviks yang reaksi Fern negatif
(foto sebelah kanan).14

b. Tes Spinnbarkeit
Tes Spinnbarkeit mengevaluasi elastisitas lendir serviks, yang meningkat
seiring dengan peningkatan kadar estrogen.6

Satu tetes sampel lendir yang diambil pada waktu mendekati ovulasi
diletakkan di antara dua kaca gelas (atau di antara dua jari). Apabila kedua kaca
gelas ini dijauhkan, lendir serviks membenang, bila direntang bisa mencapai 8 -
12 sentimeter dan tidak terpisah (lihat Gambar 2). Jika ovulasi sudah terjadi,
atau adanya gangguan ovulasi, sampel lendir tadi akan mengecil dan menebal.17

16
Gambar 6. Interpretasi dari Tes Spinnbarkeit.6

Selain itu, karakteristik lendir serviks turut dinilai. Seperti munculnya sel
atau debris pada pada lendir serviks, dan pH lendir serviks (melalui tes PH
untuk mengetahui asam atau basa). Kelainan yang muncul dalam lendir serviks
ini adalah faktor yang dapat menyebabkan gangguan fertilitas. Pemberian obat
untuk meningkaktkan induksi ovulasi bagi gangguan fertilitas seperti
chlomiphene, dapat mempengaruhi karakteristik lendir serviks.6

5. KADAR LH DALAM URIN


LH (Luteinizing Hormone) yang dalam urin dari wanita normal akan
meningkat secara dramatis di tengah-tengah siklus menstruasi. Peningkatan LH
memicu ovulasi ketika telur dilepaskan secara berkala dari wanita subur normal.
WHO menyatakan bahwa pengujian LH adalah cara yang dapat diandalkan
untuk mendeteksi ovulasi. Ovulasi akan terjadi setelah 24-48 jam setelah tes
positif. Ketika LH dalam spesimen mencapai wilayah Uji Zona membran, maka
akan terbentuk garis berwarna. Tidak adanya garis berwarna ini menunjukkan
hasil negatif. Untuk melayani sebagai kontrol prosedur, garis berwarna akan
muncul di wilayah Zona Control, jika tes telah dilakukan dengan benar. The
strip tes mendeteksi ovulasi dengan tingkat kepastian yang tinggi. Ini adalah
alat yang berharga dalam membantu mencapai kehamilan karena menentukan

17
masa bahwa telur dan sel sperma akan bertemu dalam kondisi terbaik. Ovulasi
mungkin tidak teratur karena keadaan, emosi dan faktor-faktor lain dalam hidup
anda. Anda tidak dapat menganggap bahwa ovulasi selalu terjadi pada saat yang
sama setelah menstruasi. Oleh karena itu, anda harus menguji lagi di setiap
siklus menstruasi. 18

Cara melakukan tes:

1) Tes strip dan urine harus pada suhu kamar (10 ° C ~ 30 ° C) untuk
pengujian.
2) Lepaskan strip tes dari kantong tertutup.
3) Benamkan strip ke dalam urin dengan panah yang menunjuk ke arah
urin. Mengambil strip setelah 3 detik dan berbaring strip datar pada,
kering, permukaan non-penyerap bersih (seperti mulut wadah urin).
PENTING: Jangan biarkan tingkat urine melebihi MAX (Garis
penanda), jika tes tidak akan melakukan dengan benar.
4) Baca hasil dalam lima menit. Jangan membaca hasil setelah lebih dari 5
menit.
Interpretasi tes:

1) Tidak ada LH Surge: Hanya satu warna band muncul di daerah


kontrol, atau band tes muncul tapi lebih ringan dari band kontrol. Ini
berarti tidak ada lonjakan LH.
2) LH Surge: Jika dua band warna yang terlihat, dan band uji sama
dengan atau lebih gelap dari band control, satu mungkin akan
mengalami ovulasi dalam 24-48 jam ke depan. Jika mencoba untuk
hamil, waktu terbaik untuk telah melakukan hubungan adalah setelah
24 tapi sebelum 48 jam.

18
3) Tidak Valid: Tidak ada band yang terlihat sama sekali. Ulangi dengan test
kit baru.

Gambar 7. Hasil test kit LH urin 18

6. BIOPSI ENDOMETRIUM
Biopsi endometrium juga dapat digunakan untuk mengkonfirmasi ovulasi
dan mendiagnosa cacat fase luteal. Hal ini biasanya dilakukan di akhir siklus, 1
sampai 2 hari sebelum mengharapkan menstruasi. Pasangan ini harus menahan
diri dari hubungan seksual atau menggunakan kontrasepsi penghalang selama
siklus dimana biopsi endometrium diperoleh. Sampel endometrium diperoleh
dengan kuret dari dinding anterior atau lateral fundus uteri. Penanggalan
endometrium paling berkorelasi dengan waktu ovulasi yang dideteksi oleh USG
atau tes LH, bukan oleh backdating dari siklus menstruasi berikutnya. Sebuah
keterlambatan pematangan biopsi endometrium tunggal merupakan temuan
umum dan karena itu harus diulang dalam siklus lain sebelum dapat ditafsirkan
sebagai indikasi adanya fase luteal cacat. Lanjut, seperti yang dinyatakan
sebelumnya, penggunaan sonografi pemantauan kadar LH dalam urin dapat
meningkatkan nilai prediksi dari kedua pengukuran progesteron midluteal dan
biopsi endometrium.19

7. KADAR FSH DAN BETA-ESTRADIOL HARI KETIGA


Diagnosis cadangan ovarium berkurang didasarkan pada deteksi sedikit
perubahan dalam kadar hormon reproduksi. Beberapa perubahan endokrin ini
pertama kali diakui sebagai penanda biologis perimenopause, waktu
sebelumnya menopause di mana lebih tua perempuan mengalami penurunan
kesuburan. Ketinggian di follicle-stimulating hormone (FSH) dan tingkat beta-

19
estradiol yang diamati pada wanita usia reproduksi lanjut (> 35 tahun) dan telah
menunjukkan nilai prediksi sebagai indikator mengurangi kapasitas
11
reproduksi

Penting untuk dicatat bahwa kedua FSH dan beta-estradiol tingkat


memprediksi potensi independen reproduksi usia. Meskipun mekanisme di
balik perubahan endokrin ini tidak jelas, mereka mungkin mencerminkan suplai
berkurang dari folikel ovarium yang sehat. Tiga tes saat ini digunakan dalam
pengaturan klinis untuk mengukur ketinggian di FSH dan tingkat beta-estradiol
dan untuk menilai cadangan ovarium: hari 3 (basal) FSH, hari 3 beta-estradiol,
dan tantangan clomiphene citrate. 11

Hari 3 (basal) tes FSH terdiri dari mengukur tingkat serum FSH pada hari
ketiga dari siklus menstruasi. Beberapa studi telah menunjukkan bahwa
peningkatan kadar basal FSH berkaitan dengan tingkat kehamilan yang sangat
rendah (<5%) pada pasien yang menjalani IVF. Namun, kadar FSH basal
bervariasi secara signifikan dari satu siklus menstruasi ke depan, khususnya di
kalangan wanita yang memiliki riwayat dari peningkatan basal FSH. Oleh
karena itu, tingkat FSH basal terisolasi memiliki sensitivitas yang terbatas
untuk mendeteksi cadangan ovarium berkurang. Tidak ada manfaat yang
ditunjukkan dalam seri pengujian basal FSH untuk mengidentifikasi "subur"
bulan pada wanita dengan tingkat FSH sebelumnya, sebagai hasil normal tidak
menyebabkan peningkatan angka kehamilan berikut pada IVF. 11

Peningkatan sensitivitas untuk mendeteksi cadangan ovarium berkurang


dicapai dengan mengukur hari 3 serum tingkat beta-estradiol bersama dengan
tingkat FSH basal. tingkat beta-estradiol basal ditinggikan (> 75-80 pg / mL
[275-294 pmol / L]) memprediksi hasil yang buruk pada pasien yang menjalani
IVF, independen dari tingkat FSH basal atau usia. 11

20
8. UJI CLOMIPHENE (CLOMIPHENE CHALLENGE TEST)
Telah lama didokumentasikan bahwa pengembangan cadangan ovarium
berkurang mencerminkan proses penipisan folikel dan penurunan kualitas oosit.
Ini adalah kejadian fisiologis alami bagi perempuan di pertengahan umur untuk
akhir 30-an, bahkan ketika mereka memiliki siklus ovulasi. Proses ini terkait
dengan peningkatan kadar FSH wanita, terutama pada fase folikular. Saat ini,
basal FSH adalah penanda terbaik untuk menilai cadangan ovarium dan
memprediksi respon supra-ovulasi. 19

Clamiphene Challenge Test untuk uji cadangan ovarium pada wanita 35


tahun dan lebih tua dengan mengukur kadar FSH pada siklus hari ke 3 dan
kemudian pada hari 10 setelah pemberian 100 mg clomiphene citrate pada
siklus hari 5 sampai 9. Tes abnormal ketika hasil hari 10 sampel meningkat.
Mekanisme masih tidak diketahui, tetapi didasarkan pada fakta bahwa wanita
dengan fungsi ovarium normal dan cadangan harus dapat mengatasi dampak
clomiphene hari 10. 11

Tes ini dua kali lebih sensitif sebagai tes basal FSH nilai tunggal. Nilai
prediktif telah diperkirakan 85% untuk pembatalan siklus sekunder untuk
cadangan ovarium kurang dan 100% karena gagal untuk hamil. Saat ini
direkomendasikan bahwa semua wanita yang lebih tua dari 34, dan wanita
muda dengan infertilitas dijelaskan harus disaring dengan cara ini. Wanita yang
telah berkurang cadangan ovarium harus diberi konseling mengenai pilihan
mereka dari donasi oosit atau adopsi. 11

9. UJI PASCA SENGGAMA


Uji pasca senggama pertama kali diperkenalkan oleh James Marion Sims pada
tahun 1866 dan dipopulerkan oleh Max Huhner pada tahun 1913. Meskipun uji ini
telah dikembangkan lebih dari satu abad, kepentingan klinisnya masih
diperdebatkan dalam literatur. Beberapa penulis telah melaporkan korelasi yang
baik antara hasil uji pasca senggama dan kadar kehamilan, sedangkan penulis yang
lain menemukan bahwa hasil uji ini tidak memiliki nilai prognostik yang baik.

21
Walaupun validitas uji ini masih diperdebatkan, uji pasca senggama telah menjadi
metode pilihan untuk mendiagnosis faktor serviks pada infertilitas.11

Infertilitas karena faktor serviks disebabkan oleh abnormalitas dalam


produksi lendir serviks atau abnormalitas dalam interaksi antara spermatozoa
dan lendir serviks. Evaluasi infertilitas rutin termasuk uji pasca senggama
dilakukan untuk menilai interaksi antara sperma dan lendir serviks. Uji pasca
senggama dilakukan 2 atau 3 hari sebelum perkiraan masa subur. Pasangan
diminta untuk melakukan senggama 2 sampai 12 jam sebelum uji dijalankan.
Pasangan (wanita) kemudiannya datang ke dokter, di mana sejumlah kecil
lendir serviks diperoleh. Lendir serviks tadi dioles pada kaca gelas, dilakukan
Tes Spinnbarkheit (elastisitas) dan Tes Fern, dan diperiksa dengan mikroskop
untuk mencari jumlah motilitas sperma per lapangan pandang.11

Uji pasca senggama rutin tidak direkomendasi oleh American Society for
Reproductive Medicine karena

(1) Uji pasca senggama tidak terstandarisasi, tidak sensitif, spesifik dan
prediktif.

(2) Faktor serviks jarang berdiri sendiri sebagai penyebab infertiltas.

(3) Pengobatan modern untuk infertilitas idiopatik, misalnya inseminasi


intrauterin, menyingkirkan hal-hal lain yang tidak jelas yang berkontribusi
terhadap faktor serviks. Namun, sebagian dokter masih menggunakan uji pasca
senggama sebagai prosedur diagnostik. 11
Uji pasca senggama dilakukan menurut metode yang telah dijelaskan oleh
Hull et al. Uji pasca senggama direncanakan 14-16 hari sebelum menstruasi
berikutnya, 6-18 jam pascasenggama. Pasangan diintsruksikan untuk
melakukan hubungan intim pada malam sebelumnya seperti biasa. Tidak ada
rekomendasi khusus terkait pantangan, istirahat pascasenggama atau postur
pascasenggama khusus. Spekulum digunakan untuk membuka serviks. Satu
jarum suntik sekali pakai (dispo 1 cc) digunakan untuk mengumpul lendir

22
endoserviks. Lendir tersebut kemudiannya dioles pada gelas kaca dan diperiksa
di mikroskop dengan daya rendah (x 100) dan lensa daya tinggi (x 400). Lendir
dianggap dalam kondisi baik jika banyak (> 0,3 ml), sangat ductile(> 10 cm)
dan sebagian besar dapat dilihat dengan mata telanjang. 20

Hasil uji pasca senggama diklasifikasikan sebagai normal atau abnormal


tergantung pada apakah spermatozoa yang maju kedepan ada atau tidak ada per
lapang pandang (daya tinggi). Terminologi ini dipilih di sini untuk menghindari
kebingungan dalam interpretasi karena dalam tes lain, 'positif' biasanya berarti
hasil tes yang kurang baik. Hasil abnormal ('tidak ada' atau 'non-motil') hanya
akan valid jika lendir yang diperiksa dalam kondisi baik. Jika jumlah lendir
tidak adekuat, tes diulang. Hasil yang awalnya abnormal diabaikan jika
setelahnya didapatkan hasil normal. 20

Ada dua masalah utama dalam menginterpretasi penelitian uji pasca


senggama. Masalah pertama adalah kurangnya metodologi standar dalam
melakukan uji pasca senggama dan dalam menginterpretasikan hasilnya
meskipun sudah ada pedoman WHO. Pedoman WHO agak ambigu, dan
mungkin terlalu rumit untuk digunakan dalam praktek klinis. Sampai saat ini,
WHO merekomendasikan bahwa sampel lendir serviks harus diambil dari
setidaknya tiga area yang berbeda (vaginal pool, ekstraserviks dan endoserviks)
dan masing-masing hasil ini harus diinterpretasikan secara terpisah. Di dalam
manual laboratorium WHO yang terbaru tentang pemeriksaan semen manusia
dan interaksi sperma-lendir serviks, yang diterbitkan pada tahun 1992,
rekomendasi dikurangkan kepada dua sampel lendir serviks: satu dari vaginal
pool dan satu lagi dari kanal endoserviks. Seperti yang telah dijelaskan oleh
Hull et al., semakin sederhana persyaratan uji, semakin baik uji akan dilakukan
dan diinterpretasikan. Oleh karena itu, ada pihak yang mengabaikan pedoman
WHO sewaktu melakukan uji pasca senggama. 20

Masalah kedua dari hasil interpretasi uji ini adalah fakta bahwa
kebanyakan penelitian tidak membedakan pasien yang menerima atau tidak

23
menerima pengobatan untuk faktor serviks. Ini sangat penting, karena kadar
konsepsi akan bervariasi dengan keberhasilan pengobatan. Jika pengobatan
untuk faktor serviks berhasil, kadar konsepsi akan meningkat dan nilai prediktif
dari uji pasca senggama yang abnormal akan berkurang. Pada masa yang sama,
sensitivitas uji pasca senggama akan menurun jika didasarkan pada kadar
kehamilan semua wanita, termasuk mereka yang menerima pengobatan. Hal ini
menunjukkan bahwa uji pasca senggama memiliki nilai prediktif yang
terbatas.20

10. HISTEROSALPINGOGRAM
Sebuah histerosalpingogram atau HSG merupakan prosedur x-ray yang
digunakan untuk melihat apakah saluran tuba yang paten (terbuka) dan jika bagian
dalam uterus (rongga rahim) adalah normal. HSG merupakan prosedur rawat jalan
yang biasanya memakan waktu kurang dari 5 menit untuk melakukan. Hal ini
biasanya dilakukan setelah menstruasi berakhir tapi sebelum ovulasi. 21

Pasien diposisikan di bawah fluoroscope (x-ray Imager yang dapat


mengambil gambar selama penelitian) di atas meja. Dokter kandungan atau ahli
radiologi kemudian memeriksa Rahim pasien dan menempatkan speculum di
vaginanya. Leher Rahim dibersihkan, dan perangkat (kanula) ditempatkan ke
dalam pembukaan serviks. Dokter lalu mengisi uterus dengan yodium cair yang
mengandung (cairan yang dapat dilihat oleh x-ray) melalui cannula. Sebaliknya
akan terlihat sebagai putih pada gambar dan dapat menunjukkan kontur uterus
sebagai cairan perjalanan dari cannula, ke dalam uterus dan melalui saluran
tuba. Apabila kontras memasuki tuba, ini akan menguraikan panjang tuba dan
menciprat hujung tuba jika terbuka. Kelainan dalam rongga uterus juga dapat
dideteksi oleh dokter dengan mengamati gambar x-ray saat gerakan cairan
kontras terganggu oleh kelainan tersebut. 21

Prosedur HSG tidak dirancang untuk mengevaluasi ovarium atau untuk


mendiagnosa endometriosis, juga tidak dapat mengidentifikasi fibroid yang
berada di luar rongga endometrium, baik di bagian otot rahim atau di luar

24
rahim. Bagian sisi uterus dan saluran tuba dapat dilihat apabila pasien
mengubah posisi saat pemeriksaan. Setelah HSG pasien dapat segera kembali
ke aktivitas normal, meskipun beberapa dokter meminta menahan diri dari
hubungan seksual selama beberapa hari. 21

Pemeriksaan ini akan menyebabkan rasa kurang nyaman. Mungkin ada


sedikit ketidaknyamanan dan kram saat kateter ditempatkan dan bahan kontras
disuntikkan, tetapi seharusnya tidak berlangsung lama. Mungkin juga ada iritasi
peritoneum, selaput rongga perut, menyebabkan sakit perut umum yang lebih
rendah, tetapi ini juga harus minimal dan tidak tahan lama. Kebanyakan wanita
mengalami bercak vagina selama beberapa hari setelah pemeriksaan, yang
normal. 21

Gambar 9. Contoh perjalanan kontras pada histerosalpingogram 14

25
Gambar 10. Gambar histerosalpingogram normal. Sebuah rongga halus segitiga
rahim dan tumpahan dari kedua tabung. Tulang panggul terlihat pada x-ray di
sekitar tepi gambar.

11. LAPAROSKOPI
Laparoskopi tidak selalu dianggap sebagai bagian rutin dari evaluasi
infertilitas. Sebuah laparoskopi dilakukan ketika semua tes lainnya telah
normal, atau ketika ada alasan untuk mencurigai patologi intra-abdomen
(seperti endometriosis, perlengketan pelvis, patologi ovarium, atau leiomioma
uterus). Laparoskopi dijadwalkan pada awal hingga fase midfollicular siklus
untuk menghindari mengganggu kehamilan atau korpus luteum baik-
vaskularisasi. 20

Wanita dengan nyeri panggul kronis dan infertilitas sering akan


menjamin evaluasi laparoskopi. Beberapa bentuk patologi akan terdeteksi di
lebih dari 60% dari laparoskopi dilakukan untuk nyeri panggul kronis.
Endometriosis adalah patologi yang paling umum didiagnosis pada wanita-
wanita dengan nyeri panggul kronis. Namun, sebagian besar kasus ini ringan,
kondisi mungkin hanya terkait dengan, daripada kontribusi untuk infertilitas.
Kasus-kasus yang lebih parah kurang sering, tetapi umumnya lebih diterima
secara langsung penyebab infertilitas. Pengobatan bedah endometriosis sering
membantu dalam nyeri pasien dan dapat menurunkan komplikasi atau
meningkatkan keberhasilan siklus IVF. 20

Pemeriksaan pada laki-laki2


a) Anamnesis
- Riwayat penyakit yang bisa berpengaruh buruk terhadap fertilitas, seperti
diabetes mellitus, kelainan neurologis yang dapat mengakibatkan
gangguan ereksi dan ejakulasi, tuberkulosis, parotitis bersamaan dengan
orkitis dapat menyebabkan kerusakan testis, kecanduan alkohol.
- Riwayat suhu tinggi > 38°C dapat menekan spermatogenesis sampai masa
6 bulan.
- Riwayat pembedahan seperti hernia, hidrokelektomi, vasektomi, dan
prostatektomi dapat mempengaruhi fertilitas pria, abik akibat kerusakan
sistem saraf, kerusakan atau obstruksi saluran reproduksi, maupun
gangguan imunologi (antibodi antisperma).
- Infeksi traktus urinarius dengan gejala disuria, ”urethraldischarge”,
pyuria, hematuria, frekuensi berkemih meningkat.
- Penyakit menular seksual (PMS) seperti sifilis, GO, klamidia perlu
ditanyakan.
- Beberapa patologi yang dapat menyebabkan kerusakan testis seperti
MUMPS/parotitis dengan orkitis pada masa pubertas, cedera testis, torsi
testsis, varikokel, undescencus testiculorum.
- Fungsi seksual dan ejakulasi.
- Faktor lingkungan dan kejadian tertentu diduga mempengaruhi
spermatogenesis normal, misal lingkungan yang sangat panas, polusi
logam berat (cadmium,Hg, polusi pestisida, herbisida).

27
b) Pemeriksaan fisik umum
- Untuk mendeteksi kelainan yang berhubungan dengan fertilitas pada
sistem-sistem metabolik, endokrin, kardiovaskuler, respiratori,
gastrointestinal dan neurologis.
- Pengukuran tinggi badan dan berat badan, tekanan darah.
- Untuk mendeteksi obesitas, sindroma Kleinefelter, hipoandrogenisme,
perkembangan seks sekunder abnormal (memakai skala perkembangan
pubertas dari Tanner) dan ginekomastia.

2.7 Tatalaksana Infertilitas1

Penatalaksanaan untuk gangguan ovulasi tergantung pada WHO, yaitu WHO


kelas I , II, III atau IV. Penatalaksanaan dapat berupa kombinasi FSH, LH, hMG, dan
hCG. Selain itu dapat dilakukan dengan pemberian obat pemicu ovulasi golongan anti
estrogen (klomifen sitrat), tindakan drilling ovarium, atau penyuntikan gonadotropin.
Pengobatan lain yang dapat digunakan adalah dengan menggunakan insulin sensitizer
seperti metformin.

Pada keadaan dengan gangguan tuba, tindakan bedah mikro atau laparoskopi pada
kasus infertilitas tuba derajat ringan dapat dipertimbangkan sebagai pilihan
penanganan. Pada keadaan dengan gangguan endometriosis, terapi medisinalis
endometriosis terbukti dapat mengurangi rasa nyeri namun belum ada data yang
menyebutkan bahwa pengobatan dapat meningkatkan fertilitas. Beberapa penelitian
acak melaporkan bahwa penggunaan progestin dan agonis GnRH tidak dapat
meningkatkan fertilitas pasien endometriosis derajat ringan sampai sedang.

28
Tabel 2. Pilihan terapi sesuai dengan diagnosa utama infertilitas8

Kelompok diagnostik Pilihan terapi


Gangguan ovulasi Klomifen sitrat (6 siklus)
Gonadotropin (3 siklus)
Metformin-klomifen (3 siklus)
Laparoscopic ovarian diathermy
In vitro fertilization (3 siklus)
Gangguan tuba Tubal surgery
In vitro fertilization (3 siklus)
Endometriosis Laparoscopic ablations for stages I & II
Operasi untuk stadium III & IV
Klomifen sitrat dan IUI (6 siklus)
Gonadotropin dan IUI (3 siklus)
In vitro fertilization (3 siklus)
Faktor Suami IUI (6 siklus)
In vitro fertilization and ICSI (3 siklus)
Unexplained infertility Klomifen sitrat dan IUI (6 siklus)
Gonadotropin dan IUI (3 siklus)
In vitro fertilization (3 siklus)

Teknologi Khusus dalam Penanganan Infertilitas14


1. Inseminasi Buatan
Inseminasi buatan adalah peletakan sperma ke vagina wanita. Sperma
tersebut diletakkan di follicle ovarian (intrafollicular insemination), uterus
(intrauterine insemination-IUI), cervix (intracervical insemination-ICI),
atau tube fallopian (intratubal) wanita dengan menggunakan cara buatan
dan bukan dengan kopulasi alami

29
Dilihat dari asal sperma yang digunakan, inseminasi buatan dapat
dibagi dua, yaitu
a. Inseminasi buatan dengan sperma sendiri (sperma suami) atau AIH
(artificial insemination husband)
b. Inseminasi buatan dengan donor sperma (bukan sperma suami) atau
AID (artificial insemination donor)
Dilihat dari tempat peletakkan sperma, inseminasi buatan yang paling sering
digunakan adalah:
a. ICI (Intracervical Insemination)
Intracervical insemination (ICI) merupakan jenis inseminasi
buatan yang paling sering digunakan terutama pada AID. Prosedur
penggunaan ICI
relatif cepat dan tidak menyakitkan. Sperma yang berasal dari donor
langsung dimasukkan ke dalam serviks sehingga memungkinkan
sperma berjalan menuju uterus dan tuba falopii, dimana akan terjadi
pembuahan.
b. IUI (Intrauterine Insemination)
Intrauterine insemination (IUI) merupakan jenis inseminasi
buatan yang paling sering digunakan pada AIH. Sperma suami
langsung dimasukan ke dalam tuba falopii, sehingga bila sperma
tersebut bertemu dengan ovum, kemungkinan akan terjadi
fertilisasinya sangat tinggi. Prosedur IUI sangat efektif digunakan oleh
pasangan infertil yang tidak mengenal jelas penyebab dari masalah
infertil tersebut, misalnya pada pria yang mengalami defisiensi sperma
atau pada wanita yang mempunyai masalah pada produksi mukus
serviks (Speroff, 2005).
2. ART ( Assisted Reproductive Technologies)
ART merupakan teknologi reproduksi yang digunakan untuk
mendapatkan kehamilan di luar cara alamiah yang digunakan dalam
infertilitas. Macam-macam ART adalah sebagai berikut (Speroff, 2005):

30
a. FIVET (Fertilisasi in vitro embrio transfer) / IVF (In Vitro Fertilization)
Proses fertilisasi ini dilakukan dengan cara mengambil ovum dari
ovarium dengan cara laparoscopy, kemudian sperma diinseminasikan
ke dalam media biak. Setelah terjadi pembuahan pada masa embrio
stadium 2-4 sel, lalu di transfer ke dalamrahim. Dalam hal ini peranan
tuba tidak diperlukan, indikasi FIVETadalah untuk pasien yang
mengalami kerusakan pada salurantelur.
b. GIFT (Gamet intra fallopian transfer)
Proses fertilisasi ini dilakukan dengan cara mengambil ovum
dariovarium dengan cara laparoscopy, kemudian bersama spermayang
telah diolah (washed sperm) dimasukkan kedalam tuba padasaat itu juga.
Dalam kondisi ini salah satu tuba pasien harusdalam keadaan normal. Indikasi
GIFT ini adalah untuk pasien yang mengalami endometriosis dan
unexplained infertility.
c. ZIFT (Zygote intra fallopian transfer)
Proses fertilisasi dengan cara mengambil ovum dari ovarium
dengan cara laparoscopy, kemudian sperma diinseminasikan kedalam
media biak. Setelah terjadi fertilisasi pada fase zygote,
hasilpembuahan ini dimasukkan kedalam tuba dengan cara
laparoscopy. Proses ini hampir sama dengan FIVET, hanya
perbedaannya jika pada FIVET hasil pembuahannya pada masa
embrio lalu di transferkan ke dalam rahim tetapi pada ZIFT hasil
pembuahan sebelum di transferkannya dalam bentuk zygote dan di
transferkan ke dalam tuba. Indikasi ZIFT ini adalah untuk pasien
yang mengalami oligozoospermia

31
BAB III
KESIMPULAN

Infertilitas merupakan kegagalan suatu pasangan untuk mendapatkan


kehamilan sekurang-kurangnya dalam 12 bulan berhubungan seksual secara teratur
tanpa kontrasepsi. Faktor risiko terjadinya infertilitas adalah gaya hidup dan faktor
pekerjaan. Faktor Penyebab infertilitas Faktor yang dapat menjadi penyebab
infertilitas pada perempuan adalah gangguan ovulasi, gangguan tuba, dan gangguan
uterus. Faktor yang dapat menjadi penyebab infertilitas pada laki-laki adalah kelainan
urogenital kongenital atau didapat, infeksi saluran urogenital, suhu skrotum yang
meningkat (contohnya akibat dari varikokel), kelainan endokrin, kelainan genetic,
faktor imunologi.

Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menghindari atau menurunkan


faktor risiko terjadinya infertilitas, diantaranya adalah mengobati infeksi yang terjadi
pada organ reproduksi. Diketahui bahwa infeksi yang terjadi pada prostat maupun
saluran sperma, dapat menyebabkan infertilitas pada laki-laki, mengobati penyebab
infertilitas pada perempuan, menghindari bahan-bahan yang menyebabkan penurunan
kualitas dan jumlah dari sperma dan sel telur seperti rokok dan alkohol, berperilaku
hidup sehat .

Pemeriksaan pada perempuan adalah dengan melakukan pemeriksaan ovulasi,


pemeriksaan Chlamydia trachomatis, penilaian kelainan uterus, penilaian lendir
serviks pasca senggama, penilaian kelainan tuba. Sedangkan Pada laki-laki dilakukan
analisis sperma.

Penatalaksanaan dapat berupa kombinasi FSH, LH, hMG, dan hCG. Selain itu
dapat dilakukan dengan pemberian obat pemicu ovulasi golongan anti estrogen
(klomifen sitrat), tindakan drilling ovarium, atau penyuntikan gonadotropin.
Pengobatan lain yang dapat digunakan adalah dengan menggunakan insulin sensitizer
seperti metformin.

32
DAFTAR PUSTAKA

1. POGI. 2013. Konsensus Penanganan Infertilitas. Jakarta: POGI


2. WHO. 2013.Infertility. .
3. Kamath M, Bhattcharya S. 2012. Best Practice & Research Clinical Obstetrics
and Gynaecology.
4. Balen A, Jacobs H. 2003. Infertility in Practice. Leeds and UK: Elsevier
Science.
5. RCOG. 2004. Fertility: assessment and treatment for people with fertility
problems.
6. Fritz M, Speroff L. 2010. Clinical Gynecologic Endocrinology & Infertility.
8th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
7. ASRM.2012.Endometriosis and infertility: a committee opinion Fertil Steril.
98:591-8
8. European Association of Urology (EAU) Guidelines on male infertility
EAU;2010
9. Collins JA, Steirteghem AV. 2004.Overall prognosis with current treatment of
infertility. Human Reproduction Update;Jul 2004;10,4;309-316
10. Tammy J, Lindsay, MD, Kristen R, Vitrikas, MD. 2015. Evaluation and
Treatment of Infertility. American Academy of Family Physicians. Volume
9. March 2015.
11. Makar RS, Toth TL. 2002. The Evaluation of Infertility. Am J Clin Pathol;
117 (Suppl
1): S95-S103.
12. Nimupama K. MD, Karen D. B. MD. 2008. Evaluation and Management of
Infertile Couple. The Global Library of Womens Medicine, GLOWM.
13. Robert R, Norman. 2002. Abnormal Laboratory Results: Fertility Testing,
Australian Prescriber. Volume 25.p. 38 – 40.
14. Speroff L, Fritz MA. 2006. Clinical Gynecologic Endocrinology and
Infertility. United Kingdom: Lippincott Williams & Wilkins;p. 425-431.
15. Barron ML, Fehring R. 2005. Basal Body Temperature Assessment: Is It
Useful to Couple Seeking Pregnancy? American Journal of Maternal Child
Nursing; 30(5): p. 290296.
16. Menargoez M, Pastor LM, Odebald E. 2003. Morphological
Characterization Of Different Human Cervical Mucus Types Using Light And
Scanning Electron Microscopy. Human Reproduction; 18(9): p. 1782-1789.

33
17. Mardiati SM. 2007. Perbandingan Kadar Garam Natrium dan Kalium pada
Tes Ferning Lendir Mulut. Jurnal Sains dan Matematika; 15(1); ISSN 0854-
0675: p.5-7.
18. Qarad, Wondfo Scientech Park, South China University of Technology,
Guangzhou, P. R. China, 13 – 2400, Belgium.
19. Nimupama K. MD, Karen D. B. MD. 2008. Evaluation and Management of
Infertile CoupleThe Global Library of Womens Medicine, GLOWM.
20. Birmingham, Alabama. Hysterosalpingogram (HSG). American Society
for Reproductive Medicine. 1209 Montgomery Highway.

34

Anda mungkin juga menyukai