INFERTILITAS
Oleh:
Preseptor:
0
BAB 1
PENDAHULUAN
1
1.2 Batasan Masalah
komprehensif.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
Konsumsi alkohol tiga atau empat gelas sehari pada laki-laki tidak
mempunyai efek terhadap fertilitas. 5
Konsumsi alkohol yang berlebihan pada laki-laki dapat menyebabkan
penurunan kualitas semen. (Rekomendasi B)5
b) Merokok
Rokok mengandung zat berbahaya bagi oosit (menyebabkan kerusakan
oksidatif terhadap mitokondria), sperma (menyebabkan tingginya
kerusakan morfologi), dan embrio (menyebabkan keguguran).4
Kebiasaan merokok pada perempuan dapat menurunkan tingkat
fertilitas. (Rekomendasi B)5
Kebiasaan merokok pada laki-laki dapat mempengaruhi kualitas
semen, namun dampaknya terhadap fertilitas belum jelas. Berhenti
merokok pada laki-laki dapat meningkatkan kesehatan pada umumnya.
c) Konsumsi Kafein
Konsumsi kafein (teh, kopi, minuman bersoda) tidak mempengaruhi
masalah infertilitas (Rekomendasi B) 5
d) Berat badan
Perempuan yang memiliki indeks massa tubuh (IMT) lebih dari 29,
cenderung memerlukan waktu yang lebih lama untuk mendapatkan
kehamilan. (Rekomendasi B)5
Tindakan menurunkan berat badan pada perempuan yang memiliki
IMT > 29 dan mengalami anovulasi akan meningkatkan peluang untuk
hamil. (Rekomendasi B)5
Laki-laki yang memiliki IMT > 29 (Rekomendasi C)5 akan mengalami
gangguan fertilitas
Upaya meningkatkan berat badan pada perempuan yang memiliki IMT
< 19 serta mengalami gangguan haid akan meningkatkan kesempatan
terjadinya pembuahan. (Rekomendasi B)5
4
2. Pekerjaan
Terdapat beberapa pekerjaan yang melibatkan paparan bahan berbahaya bagi
kesuburan seorang perempuan maupun laki-laki. Setidaknya terdapat 104.000
bahan fisik dan kimia yang berhubungan dengan pekerjaan yang telah
teridentifikasi, namun efeknya terhadap kesuburan, 95% belum dapat
diidentifikasi. Bahan yang telah teridentifikasi dapat mempengaruhi
kesuburan diantaranya panas, radiasi sinar-X, logam dan pestisida.5
Tabel 2.1. Bahan dan efeknya terhadap kesuburan laki-laki5
5
2.4 Faktor Penyebab Infertilitas1
a. Faktor Perempuan
Penyebab infertilitas pada wanita dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok,
yaitu:9
Gangguan ovulasi: seperti SOPK, gangguan pada siklus haid, insufiensi
ovarium primer Infertilitas yang disebabkan oleh gangguan ovulasi dapat
diklasifikasikan berdasarkan siklus haid, yaitu amenore primer atau
sekunder. Namun tidak semua pasien infertilitas dengan gangguan ovulasi
memiliki gejala klinis amenorea, beberapa diantaranya menunjukkan
gejala oligomenorea. Amenorea primer dapat disebabkan oleh kondisi di
bawah ini.4
Tabel 2.2 Penyebab Amenorea Primer4
6
pembesaran pada adneksa. Dari studi yang telah dilakukan, endometriosis
terdapat pada 25%-50% perempuan, dan 30% sampai 50% mengalami
infertilitas. Hipotesis yang menjelaskan endometriosis dapat menyebabkan
infertilitas atau penurunan fekunditas masih belum jelas, namun ada
beberapa mekanisme pada endometriosis seperti terjadinya perlekatan dan
distrorsi anatomi panggul yang dapat mengakibatkan penurunan tingkat
kesuburan. Perlekatan pelvis pada endometriosis dapat mengganggu
pelepasan oosit dari ovarium serta menghambat penangkapan maupun
transportasi oosit.7
Gangguan uterus, termasuk mioma submukosum, polip endometrium,
leiomyomas, sindrom asherman.
b. Faktor Laki-Laki
Infertilitas dapat juga disebabkan oleh faktor laki-laki, dan setidaknya
sebesar 30-40% dari infertilitas disebabkan oleh faktor laki-laki, sehingga
pemeriksaan pada laki-laki penting dilakukan sebagai bagian dari
pemeriksaan infertilitas. Fertilitas laki-laki dapat menurun akibat dari:2
Kelainan urogenital kongenital atau didapat
Infeksi saluran urogenital
Suhu skrotum yang meningkat (contohnya akibat dari varikokel)
Kelainan endokrin
Kelainan genetik
Faktor imunologi
Di Inggris, jumlah sperma yang rendah atau kualitas sperma yang jelek
merupakan penyebab utama infertilitas pada 20% pasangan. Kualitas semen
yang terganggu, azoospermia dan cara senggama yang salah, merupakan
faktor yang berkontribusi pada 50% pasangan infertilitas.5 Infertilitas laki-laki
idiopatik dapat dijelaskan karena beberapa faktor, termasuk disrupsi endokrin
yang diakibatkan karena polusi lingkungan, radikal bebas, atau kelainan
genetik.8
7
2.5 Pencegahan dan Penanganan1
1. Mengobati infeksi yang terjadi pada organ reproduksi. Diketahui bahwa
infeksi yang terjadi pada prostat maupun saluran sperma, dapat menyebabkan
infertilitas pada laki-laki.
2. Mengobati penyebab infertilitas pada perempuan
3. Menghindari bahan-bahan yang menyebabkan penurunan kualitas dan jumlah
dari sperma dan sel telur seperti rokok dan alkohol
4. Berperilaku hidup sehat
8
Pemeriksaan Dasar Infertilitas
Petunjuk penting yang menunjukkan penyebab infertilitas dapat diperoleh
dari anamnesis dan pemeriksaan fisik. Beberapa tes dapat dilakukan untuk
menilai 5 komponen penting fertilitas: faktor pasangan (pria), faktor ovulasi,
faktor serviks, faktor uterotubal, dan faktor peritoneum (Lihat tabel 2). Menurut
European Society for Human Reproduction and Embryology Capri Workshop
menyimpulkan bahwa kelainan dalam analisis semen, hysterosalpingogram,
atau pemeriksaan laboratorium terkait fungsi ovulasi berkorelasi dengan
gangguan fertilitas.11
9
1. ANALISIS SEMEN
Pemeriksaan analisis semen dilakukan setelah 48 – 72 jam pasangan suami
istri menjalani abstinensi (tidak berhubungan seksual). Contoh ejakulat ditampung
di dalam tabung yang tidak megandung spermasidal dan paling lambat analisis
dilakukan 2 jam setelah ejakulasi. Pada pemeriksaan ini dihitung beberapa
parameter, antara lain: volume ejakulat, jumlah (konsentrasi sperma), motilitas,
dan morfologinya. Guideline bagi normal sampel semen telah ditetapkan oleh
World Health Organization (WHO) di Tabel 3. 10
Ada variasi yang besar dari sampel ke sampel dalam hal volume, jumlah,
dan motilitas. selain mungkin ada variasi musiman dalam nilai-nilai tersebut.
Oleh karena itu, disarankan bahwa jika ditemukan kelainan, analisis ulangan
10
harus dilakukan 2 sampai 3 bulan kemudian untuk menentukan adanya faktor
laki-laki. Hal ini tidak pantas untuk ditunjuk laki-laki secara subur berdasarkan
analisis semen tunggal. 12
Gambar 2. Hubungan antara ovulasi, suhu basal tubuh, hormon LH dan FSH dalam
siklus menstruasi normal.
11
Gambar 3. Grafik metode kurva suhu basal tubuh untuk menentukan waktu ovulasi.
Jika seorang wanita demam atau terdapat perubahan lain dalam suhu tubuh,
metode suhu basal tubuh akan sulit untuk digunakan.9 Wanita perlu mengambil
suhu tubuhnya di waktu yang sama setiap pagi setelah dia bangun dari tidur dan
sebelum dia makan apa-apa. Suhu tubuh dicatat pada grafik khusus. Lihat
apakah suhu tubuhnya mengalami sedikit peningkatan 0,2°C sampai 0,5°C
(0,4°F sampai 1,0°F) setelah ovulasi (biasanya sekitar pertengahan siklus
menstruasi). Bila suhu wanita telah meningkat dari suhu biasa dan konsisten
tinggi selama 3 hari berturut-turut, ovulasi telah terjadi dan masa subur telah
berlalu.9 Suhu basal tubuh mengukur kenaikan progesteron seiring ovulasi
secara tidak langsung dengan mengukur efek termogenik progesteron.
Peningkatan sirkulasi progesteron memicu peningkatan suhu basal tubuh yang
konsisten dari 0,5°F sampai 1,0°F (0,3°-C,6°C), biasanya berlangsung 11
sampai 14 hari setelah ovulasi (Gambar 4).
12
Gambar 4. Hubungan antara perubahan hormonal, ovari, endometrium
dan suhu basal tubuh dalam siklus menstruasi normal.11
Sebuah nadir suhu yang diamati sebelum kenaikan suhu basal tubuh
adalah penanda potensial untuk ovulasi tetapi tidak memprediksi waktu ovulasi
dengan akurat. Oleh karena itu, grafik suhu basal tubuh lebih bagus digunakan
sebagai alat untuk mengkonfirmasi ovulasi daripada dijadikan alat untuk
menentukan waktu senggama. 11
13
dominan, inisiasi ovulasi, dan pengembangan korpus luteum. Pada fase luteal
pascaovulasi, LH mendukung fungsi luteal, yaitu sekresi progesteron oleh
korpus luteum. Kedua folikel dan sel luteal memiliki riwayat umur yang
menentukan panjang siklus menstruasi. 15
14
a. Tes Fern
Tes Fern (uji pakis) merupakan salah satu parameter dalam uji lendir
serviks dan merupakan metode untuk mendiagnosa kehamilan usia awal.17
Ketika sampel lendir serviks dioleskan pada kaca gelas lalu dikeringkan,
lendir serviks akan mengering dan akan tampak gambaran daun pakis (fern-like
15
pattern). Bentuk daun pakis akan lebih jelas apabila diambil sampel lendir pada
waktu yang mendekati ovulasi (lihat Gambar 5).
b. Tes Spinnbarkeit
Tes Spinnbarkeit mengevaluasi elastisitas lendir serviks, yang meningkat
seiring dengan peningkatan kadar estrogen.6
Satu tetes sampel lendir yang diambil pada waktu mendekati ovulasi
diletakkan di antara dua kaca gelas (atau di antara dua jari). Apabila kedua kaca
gelas ini dijauhkan, lendir serviks membenang, bila direntang bisa mencapai 8 -
12 sentimeter dan tidak terpisah (lihat Gambar 2). Jika ovulasi sudah terjadi,
atau adanya gangguan ovulasi, sampel lendir tadi akan mengecil dan menebal.17
16
Gambar 6. Interpretasi dari Tes Spinnbarkeit.6
Selain itu, karakteristik lendir serviks turut dinilai. Seperti munculnya sel
atau debris pada pada lendir serviks, dan pH lendir serviks (melalui tes PH
untuk mengetahui asam atau basa). Kelainan yang muncul dalam lendir serviks
ini adalah faktor yang dapat menyebabkan gangguan fertilitas. Pemberian obat
untuk meningkaktkan induksi ovulasi bagi gangguan fertilitas seperti
chlomiphene, dapat mempengaruhi karakteristik lendir serviks.6
17
masa bahwa telur dan sel sperma akan bertemu dalam kondisi terbaik. Ovulasi
mungkin tidak teratur karena keadaan, emosi dan faktor-faktor lain dalam hidup
anda. Anda tidak dapat menganggap bahwa ovulasi selalu terjadi pada saat yang
sama setelah menstruasi. Oleh karena itu, anda harus menguji lagi di setiap
siklus menstruasi. 18
1) Tes strip dan urine harus pada suhu kamar (10 ° C ~ 30 ° C) untuk
pengujian.
2) Lepaskan strip tes dari kantong tertutup.
3) Benamkan strip ke dalam urin dengan panah yang menunjuk ke arah
urin. Mengambil strip setelah 3 detik dan berbaring strip datar pada,
kering, permukaan non-penyerap bersih (seperti mulut wadah urin).
PENTING: Jangan biarkan tingkat urine melebihi MAX (Garis
penanda), jika tes tidak akan melakukan dengan benar.
4) Baca hasil dalam lima menit. Jangan membaca hasil setelah lebih dari 5
menit.
Interpretasi tes:
18
3) Tidak Valid: Tidak ada band yang terlihat sama sekali. Ulangi dengan test
kit baru.
6. BIOPSI ENDOMETRIUM
Biopsi endometrium juga dapat digunakan untuk mengkonfirmasi ovulasi
dan mendiagnosa cacat fase luteal. Hal ini biasanya dilakukan di akhir siklus, 1
sampai 2 hari sebelum mengharapkan menstruasi. Pasangan ini harus menahan
diri dari hubungan seksual atau menggunakan kontrasepsi penghalang selama
siklus dimana biopsi endometrium diperoleh. Sampel endometrium diperoleh
dengan kuret dari dinding anterior atau lateral fundus uteri. Penanggalan
endometrium paling berkorelasi dengan waktu ovulasi yang dideteksi oleh USG
atau tes LH, bukan oleh backdating dari siklus menstruasi berikutnya. Sebuah
keterlambatan pematangan biopsi endometrium tunggal merupakan temuan
umum dan karena itu harus diulang dalam siklus lain sebelum dapat ditafsirkan
sebagai indikasi adanya fase luteal cacat. Lanjut, seperti yang dinyatakan
sebelumnya, penggunaan sonografi pemantauan kadar LH dalam urin dapat
meningkatkan nilai prediksi dari kedua pengukuran progesteron midluteal dan
biopsi endometrium.19
19
estradiol yang diamati pada wanita usia reproduksi lanjut (> 35 tahun) dan telah
menunjukkan nilai prediksi sebagai indikator mengurangi kapasitas
11
reproduksi
Hari 3 (basal) tes FSH terdiri dari mengukur tingkat serum FSH pada hari
ketiga dari siklus menstruasi. Beberapa studi telah menunjukkan bahwa
peningkatan kadar basal FSH berkaitan dengan tingkat kehamilan yang sangat
rendah (<5%) pada pasien yang menjalani IVF. Namun, kadar FSH basal
bervariasi secara signifikan dari satu siklus menstruasi ke depan, khususnya di
kalangan wanita yang memiliki riwayat dari peningkatan basal FSH. Oleh
karena itu, tingkat FSH basal terisolasi memiliki sensitivitas yang terbatas
untuk mendeteksi cadangan ovarium berkurang. Tidak ada manfaat yang
ditunjukkan dalam seri pengujian basal FSH untuk mengidentifikasi "subur"
bulan pada wanita dengan tingkat FSH sebelumnya, sebagai hasil normal tidak
menyebabkan peningkatan angka kehamilan berikut pada IVF. 11
20
8. UJI CLOMIPHENE (CLOMIPHENE CHALLENGE TEST)
Telah lama didokumentasikan bahwa pengembangan cadangan ovarium
berkurang mencerminkan proses penipisan folikel dan penurunan kualitas oosit.
Ini adalah kejadian fisiologis alami bagi perempuan di pertengahan umur untuk
akhir 30-an, bahkan ketika mereka memiliki siklus ovulasi. Proses ini terkait
dengan peningkatan kadar FSH wanita, terutama pada fase folikular. Saat ini,
basal FSH adalah penanda terbaik untuk menilai cadangan ovarium dan
memprediksi respon supra-ovulasi. 19
Tes ini dua kali lebih sensitif sebagai tes basal FSH nilai tunggal. Nilai
prediktif telah diperkirakan 85% untuk pembatalan siklus sekunder untuk
cadangan ovarium kurang dan 100% karena gagal untuk hamil. Saat ini
direkomendasikan bahwa semua wanita yang lebih tua dari 34, dan wanita
muda dengan infertilitas dijelaskan harus disaring dengan cara ini. Wanita yang
telah berkurang cadangan ovarium harus diberi konseling mengenai pilihan
mereka dari donasi oosit atau adopsi. 11
21
Walaupun validitas uji ini masih diperdebatkan, uji pasca senggama telah menjadi
metode pilihan untuk mendiagnosis faktor serviks pada infertilitas.11
Uji pasca senggama rutin tidak direkomendasi oleh American Society for
Reproductive Medicine karena
(1) Uji pasca senggama tidak terstandarisasi, tidak sensitif, spesifik dan
prediktif.
22
endoserviks. Lendir tersebut kemudiannya dioles pada gelas kaca dan diperiksa
di mikroskop dengan daya rendah (x 100) dan lensa daya tinggi (x 400). Lendir
dianggap dalam kondisi baik jika banyak (> 0,3 ml), sangat ductile(> 10 cm)
dan sebagian besar dapat dilihat dengan mata telanjang. 20
Masalah kedua dari hasil interpretasi uji ini adalah fakta bahwa
kebanyakan penelitian tidak membedakan pasien yang menerima atau tidak
23
menerima pengobatan untuk faktor serviks. Ini sangat penting, karena kadar
konsepsi akan bervariasi dengan keberhasilan pengobatan. Jika pengobatan
untuk faktor serviks berhasil, kadar konsepsi akan meningkat dan nilai prediktif
dari uji pasca senggama yang abnormal akan berkurang. Pada masa yang sama,
sensitivitas uji pasca senggama akan menurun jika didasarkan pada kadar
kehamilan semua wanita, termasuk mereka yang menerima pengobatan. Hal ini
menunjukkan bahwa uji pasca senggama memiliki nilai prediktif yang
terbatas.20
10. HISTEROSALPINGOGRAM
Sebuah histerosalpingogram atau HSG merupakan prosedur x-ray yang
digunakan untuk melihat apakah saluran tuba yang paten (terbuka) dan jika bagian
dalam uterus (rongga rahim) adalah normal. HSG merupakan prosedur rawat jalan
yang biasanya memakan waktu kurang dari 5 menit untuk melakukan. Hal ini
biasanya dilakukan setelah menstruasi berakhir tapi sebelum ovulasi. 21
24
rahim. Bagian sisi uterus dan saluran tuba dapat dilihat apabila pasien
mengubah posisi saat pemeriksaan. Setelah HSG pasien dapat segera kembali
ke aktivitas normal, meskipun beberapa dokter meminta menahan diri dari
hubungan seksual selama beberapa hari. 21
25
Gambar 10. Gambar histerosalpingogram normal. Sebuah rongga halus segitiga
rahim dan tumpahan dari kedua tabung. Tulang panggul terlihat pada x-ray di
sekitar tepi gambar.
11. LAPAROSKOPI
Laparoskopi tidak selalu dianggap sebagai bagian rutin dari evaluasi
infertilitas. Sebuah laparoskopi dilakukan ketika semua tes lainnya telah
normal, atau ketika ada alasan untuk mencurigai patologi intra-abdomen
(seperti endometriosis, perlengketan pelvis, patologi ovarium, atau leiomioma
uterus). Laparoskopi dijadwalkan pada awal hingga fase midfollicular siklus
untuk menghindari mengganggu kehamilan atau korpus luteum baik-
vaskularisasi. 20
27
b) Pemeriksaan fisik umum
- Untuk mendeteksi kelainan yang berhubungan dengan fertilitas pada
sistem-sistem metabolik, endokrin, kardiovaskuler, respiratori,
gastrointestinal dan neurologis.
- Pengukuran tinggi badan dan berat badan, tekanan darah.
- Untuk mendeteksi obesitas, sindroma Kleinefelter, hipoandrogenisme,
perkembangan seks sekunder abnormal (memakai skala perkembangan
pubertas dari Tanner) dan ginekomastia.
Pada keadaan dengan gangguan tuba, tindakan bedah mikro atau laparoskopi pada
kasus infertilitas tuba derajat ringan dapat dipertimbangkan sebagai pilihan
penanganan. Pada keadaan dengan gangguan endometriosis, terapi medisinalis
endometriosis terbukti dapat mengurangi rasa nyeri namun belum ada data yang
menyebutkan bahwa pengobatan dapat meningkatkan fertilitas. Beberapa penelitian
acak melaporkan bahwa penggunaan progestin dan agonis GnRH tidak dapat
meningkatkan fertilitas pasien endometriosis derajat ringan sampai sedang.
28
Tabel 2. Pilihan terapi sesuai dengan diagnosa utama infertilitas8
29
Dilihat dari asal sperma yang digunakan, inseminasi buatan dapat
dibagi dua, yaitu
a. Inseminasi buatan dengan sperma sendiri (sperma suami) atau AIH
(artificial insemination husband)
b. Inseminasi buatan dengan donor sperma (bukan sperma suami) atau
AID (artificial insemination donor)
Dilihat dari tempat peletakkan sperma, inseminasi buatan yang paling sering
digunakan adalah:
a. ICI (Intracervical Insemination)
Intracervical insemination (ICI) merupakan jenis inseminasi
buatan yang paling sering digunakan terutama pada AID. Prosedur
penggunaan ICI
relatif cepat dan tidak menyakitkan. Sperma yang berasal dari donor
langsung dimasukkan ke dalam serviks sehingga memungkinkan
sperma berjalan menuju uterus dan tuba falopii, dimana akan terjadi
pembuahan.
b. IUI (Intrauterine Insemination)
Intrauterine insemination (IUI) merupakan jenis inseminasi
buatan yang paling sering digunakan pada AIH. Sperma suami
langsung dimasukan ke dalam tuba falopii, sehingga bila sperma
tersebut bertemu dengan ovum, kemungkinan akan terjadi
fertilisasinya sangat tinggi. Prosedur IUI sangat efektif digunakan oleh
pasangan infertil yang tidak mengenal jelas penyebab dari masalah
infertil tersebut, misalnya pada pria yang mengalami defisiensi sperma
atau pada wanita yang mempunyai masalah pada produksi mukus
serviks (Speroff, 2005).
2. ART ( Assisted Reproductive Technologies)
ART merupakan teknologi reproduksi yang digunakan untuk
mendapatkan kehamilan di luar cara alamiah yang digunakan dalam
infertilitas. Macam-macam ART adalah sebagai berikut (Speroff, 2005):
30
a. FIVET (Fertilisasi in vitro embrio transfer) / IVF (In Vitro Fertilization)
Proses fertilisasi ini dilakukan dengan cara mengambil ovum dari
ovarium dengan cara laparoscopy, kemudian sperma diinseminasikan
ke dalam media biak. Setelah terjadi pembuahan pada masa embrio
stadium 2-4 sel, lalu di transfer ke dalamrahim. Dalam hal ini peranan
tuba tidak diperlukan, indikasi FIVETadalah untuk pasien yang
mengalami kerusakan pada salurantelur.
b. GIFT (Gamet intra fallopian transfer)
Proses fertilisasi ini dilakukan dengan cara mengambil ovum
dariovarium dengan cara laparoscopy, kemudian bersama spermayang
telah diolah (washed sperm) dimasukkan kedalam tuba padasaat itu juga.
Dalam kondisi ini salah satu tuba pasien harusdalam keadaan normal. Indikasi
GIFT ini adalah untuk pasien yang mengalami endometriosis dan
unexplained infertility.
c. ZIFT (Zygote intra fallopian transfer)
Proses fertilisasi dengan cara mengambil ovum dari ovarium
dengan cara laparoscopy, kemudian sperma diinseminasikan kedalam
media biak. Setelah terjadi fertilisasi pada fase zygote,
hasilpembuahan ini dimasukkan kedalam tuba dengan cara
laparoscopy. Proses ini hampir sama dengan FIVET, hanya
perbedaannya jika pada FIVET hasil pembuahannya pada masa
embrio lalu di transferkan ke dalam rahim tetapi pada ZIFT hasil
pembuahan sebelum di transferkannya dalam bentuk zygote dan di
transferkan ke dalam tuba. Indikasi ZIFT ini adalah untuk pasien
yang mengalami oligozoospermia
31
BAB III
KESIMPULAN
Penatalaksanaan dapat berupa kombinasi FSH, LH, hMG, dan hCG. Selain itu
dapat dilakukan dengan pemberian obat pemicu ovulasi golongan anti estrogen
(klomifen sitrat), tindakan drilling ovarium, atau penyuntikan gonadotropin.
Pengobatan lain yang dapat digunakan adalah dengan menggunakan insulin sensitizer
seperti metformin.
32
DAFTAR PUSTAKA
33
17. Mardiati SM. 2007. Perbandingan Kadar Garam Natrium dan Kalium pada
Tes Ferning Lendir Mulut. Jurnal Sains dan Matematika; 15(1); ISSN 0854-
0675: p.5-7.
18. Qarad, Wondfo Scientech Park, South China University of Technology,
Guangzhou, P. R. China, 13 – 2400, Belgium.
19. Nimupama K. MD, Karen D. B. MD. 2008. Evaluation and Management of
Infertile CoupleThe Global Library of Womens Medicine, GLOWM.
20. Birmingham, Alabama. Hysterosalpingogram (HSG). American Society
for Reproductive Medicine. 1209 Montgomery Highway.
34