Disusun oleh :
TAHUN 2021
BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Infertilitas adalah ketidakmampuan untuk memperoleh kehamilan setelah 12
bulan atau lebih menikah melalui hubungan seksual secara teratur tanpa menggunakan
alat kontrasepsi. Infertilitas diklasifikasikan menjadi 2 bagian yaitu primer dan
sekunder. Infertilitas primer terjadi ketika keadaan istri belum pernah hamil sama
sekali, sedangkan infertilitas sekunder terjadi pada istri yang pernah hamil.
Infertilitas merupakan suatu permasalahan yang cukup lama dalam dunia
kedokteran.Namun sampai saat ini ilmu kedokteran baru berhasil menolong ± 50%
pasangan infertililitas untuk memperoleh anak. Di masyarakat kadang infertilitas di
salah artikan sebagai ketidakmampuan mutlak untuk memiliki anak atau
”kemandulan” pada kenyataannya dibidang reproduksi, infertilitas diartikan sebagai
kekurangmampuan pasangan untuk menghasilkan keturunan, jadi bukanlah
ketidakmampuan mutlak untuk memiliki keturunan.
Menurut catatan WHO, diketahui penyebab infertilitas pada perempuan di
antaranya, adalah: faktor Tuba fallopii (saluran telur) 36%, gangguan ovulasi 33%,
endometriosis 30%, dan hal lain yang tidak diketahui sekitar 26%.Hal ini berarti
sebagian besar masalah infertilitas pada perempuan disebabkan oleh gangguan pada
organ reproduksi atau karena gangguan proses ovulasi.
BAB II
TINJAUAN TEORI INFERTILITAS
2. Klasifikasi
a. Infertilitas primer berarti pasangan suami istri belum mampu dan belum
pernah memiliki anak setelah 1 tahun berhubungan seksual sebanyak 2-3 kali
per minggu tanpa menggunakan alat kontrasepsi dalam bentuk apapun.
b. Infertilitas sekunder berarti pasangan suami istri telah atau pernah memiliki
anak sebelumnya, tetapi saat ini belum mampu memiliki anak lagi setelah 1
tahun berhubungan seksual sebanyak 2-3 kali per minggu tanpa menggunakan
alat kontrasepsi dalamn benwtuk apapun.
(Prijatni ida, 2016, h.49)
4. Faktor Risiko
a. Faktor Risiko Infertilitas Pada Wanita
1) Gangguan ovulasi
Gangguan yang paling sering dialami perempuan infertil adalah gangguan
ovulasi. Bila ovulasi tidak terjadi maka tidak akan ada sel telur yang bisa
dibuahi. Salah satu tanda wanita yang mengalami gangguan ovulasi adalah
haid yang tidak teratur dan haid yang tidak ada sama sekali.
6) Berat Badan
Terdapat faktor yang dapat mempengaruhi infertilitas, salah satunya
adalah badan yang terlalu kurus atau badan yang terlalu gemuk.
7) Stress
Stress pada wanita dapat mempengaruhi komunikasi antara otak,
hipofisis, dan ovarium. Stress dapat memicu pengeluaran hormon kortisol
yang mempengaruhi pengaturan hormon reproduksi.
Stress mempengaruhi maturisasi pematangan sel telur pada ovarium.
Saat stress terjadi perubahan suatu neurokimia di dalam tubuh yang dapat
mengubah maturasi dan pengelepasan sel telur. Contohnya, di saat wanita
dalam keadaan stress, spasme dapat terjadi pada tuba falopi dan uterus,
dimana hal itu dapat mempengaruhi pergerakan dan implantasi pada sel
telur yang sudah matang.
8) Infeksi Organ Reproduksi
Rongga perut pada wanita diperantarai organ reproduksi wanita yang
langsung berhubungan dengan dunia luar. Infeksi rongga perut jarang
terjadi disebabkan karena sifat baktericide dari vagina yang mempunyai
pH rendah dan lendir yang kental pada canalis cervikalis yang
menghalangi masuknya kuman. Infeksi organ reproduksi sering terjadi di
negara tropis karena hygine kurang, perawatan persalinan dan abortus
belum sempurna. Infeksi organ reproduksi dapat menurunkan fertilitas,
mempengaruhi keadaan umum dan kehidupan sex.
Infeksi apabila terjadi pada vagina akan menyebabkan kadar
keasamaan dalam vagina meningkat, sehingga menyebabkan sperma mati
sebelum sempat membuahi sel telur.
Infeksi organ reproduksi wanita dibagi menjadi dua pembagian yaitu
infeksi rendah dari vulva, vagina sampai servik dan infeksi tinggidari
uterus, tuba, ovarium, parametrium, peritonium, bisa disebut pelvic
inflammatory disease (PID). Infeksi rendah dan tinggi sangat besar
pengaruhnya pada kesehatan karena dapat menimbulkan infertilitas.
Infeksi organ reproduksi wanita bisa didiagnosis dengan gejala fisik/
manifestasi klinis yang timbul dan dikeluhkan oleh penderita.
9) Penyakit menular seksual
Penyakit menular seksual mempengaruhi fertilitas pada wanita.
Penyakit menular seksual yang paling sering dialami wanita adalah herpes
kelamin, gonorrhoea, sifilis, klamidia, kutil alat kelamin, dan HIV/AIDS.
Penyakit menular seksual mudah dicegah dengan pasangan suami istri
tersebut hanya punya satu pasangan seksual.
(D Diatri, 2015)
b. Faktor Risiko Infertilitas Pada Pria
Faktor risiko infertil pada pria yaitu gangguan pada spermatogenesis,
mengakibatkan sel sperma dihasilkan sedikit atau tidak sama sekali, gangguan
pada sel sperma untuk mencapai sel telur dan membuahinya, umur, peminum
alkohol,penguna narkoba, merokok dan paparan radiasi. (D Diatri, 2015)
5. Syarat-Syarat Pemerikasaan Infertilitas
Kesulitan memiliki keturunan tidak hanya disebabkan oleh pihak
wanita (istri) namun juga dapat disebabkan oleh kelainan dari pihak lakilaki
(suami). Infertilitas yang disebabkan oleh pihak suami dapat disebabkan oleh
gangguan spermatogenesis (kerusakan pada sel-sel testis), misal: aspermia,
hipospermia, nekrospermia. Kelainan mekanis juga berperan dalam
menyebabkan infertilitas pada laki-laki, misalnya impotensi, ejaculatio precox,
penutupan ductus deferens, hipospadia, dan phymosis. Infertilitas yang
disebabkan oleh pria sekitar terjadi antara 35 - 40% kejadian. Sebab-sebab
kemandulan pada pria adalah masalah gizi, kelainan metabolis, keracunan,
disfungsi hipofise, kelainan traktus genetalis (vas deferens) (Lanshen, 2007).
Setiap pasangan infertil diperlakukan sebagai satu kesatuan dalam
pemeriksaan terhadap masalah infertilitas sehingga baik suami maupun istri
keduanya harus diperiksa.
Syarat-syarat pemeriksaan pasangan infertil adalah:
a. Istri yang berumur antara 20 - 30 tahun diperiksa setelah berusaha untuk
mendapat anak selama 12 bulan.
b. Istri yang berumur antara 31 - 35 tahun diperiksa pada kesempatan pertama
pasangan tersebut datang ke dokter.
c. Istri pasangan infertil yang berumur antara 36 - 40 tahun hanya dilakukan
pemeriksaan infertilitas apabila belum mempunyai anak dari perkawinan
tersebut. d. Pemeriksaan infertilitas tidak dilakukan pada pasangan infertil
yang mengidap penyakit.
(Sumapraja, 2008).
a. Anamnesis
b. Pemeriksaan Fisik
c. Penilaian Ovulasi
e. Pemeriksaan Penunjang
Penilaian kadar progesteron pada fase luteal madia yang kurang lebih 7
hari sebelum perkiraan datangnnya haid. Penilaian kadar progesteron pada fase
luteal madia menjadi tidak memiliki nilai diagnostik yang baik jika terdapat
siklus haid yang tidak normal. pemeriksaan kadar TSH dan prolaktinhanyak
dilakukan jika terdapat indikasi berupa siklus yang tidak berevolusi, terdapat
kekuhangalatore atau kelainannkelenjer tiroid. Pemeriksaan kadar LH dan
FSH dilakukan pada fase proliferasi awal (hari ke 3-5) terutama jika
dipertimbangkan terdapat peningkatan LH atau FSH pada kasus sindrom
ovarium polikistik (SOPK).