Anda di halaman 1dari 14

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Gizi Kurang


1. Pengertian Gizi Kurang

Gizi kurang merupakan suatu keadaan dimana kebutuhan nutrisi pada

tubuh tidak terpenuhi dalam jangka waktu tertentu sehingga tubuh akan memecah

cadangan makanan yang berada di bawah lapisan lemak dan lapisan organ tubuh

(Adiningsih, 2010).

Gizi kurang merupakan keadaan kurang gizi tingkat berat yang disebabkan

oleh rendahnya konsumsi energi protein dari makanan sehari-hari dan terjadi

dalam waktu yang cukup lama (Sodikin, 2013).

Balita dikategorikan mengalami gizi kurang apabila berat badannya berada

pada rentang Zscore ≥-2.0 s/d Zscore ≤-3.0 (Nasution, 2012). Anak dengan status

gizi kurang ditandai dengan tidak adanya kenaikan berat badan setiap bulannya

atau mengalami penurunan berat badan sebanyak dua kali selama enam bulan

(Depkes, 2005). Penurunan berat badan yang terjadi berkisar antara 20-30%

dibawah berat badan ideal. Gizi kurang dapat berkembang menjadi gizi buruk,

yaitu keadaan kurang gizi yang berlangsung lama sehingga pemecahan cadangan

lemak berlangsung terus-menerus dan dampaknya terhadap kesehatan anak akan

menjadi semakin kompleks, terlebih lagi status gizi yang buruk dapat

menyebabkan kematian (Adiningsih, 2010).


2. Etiologi

Secara umum, status gizi dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor langsung

dan tidak langsung.

a. Faktor langsung

Terdapat dua faktor yang memengaruhi status gizi secara langsung yaitu

asupan nutrisi dan infeksi suatu penyakit. Asupan nutrisi sangat memengaruhi

status gizi, apabila tubuh memperoleh asupan nutrisi yang dibutuhkan secara

optimal maka pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan

kesehatan akan berlangsung maksimal sehingga status gizi pun akan optimal

(Almatsier, 2002). Infeksi penyakit berkaitan erat dengan perawatan dan

pelayanan kesehatan. Infeksi penyakit seperti diare dan infeksi saluran pernapasan

atas (ISPA) akan mengakibatkan proses penyerapan nutrisi terganggu dan tidak

optimal sehingga akan berpengaruh terhadap status gizi (Supariasa, 2016).

1) Asupan nutrisi

Asupan nutrisi harus memenuhi jumlah dan komposisi zat gizi yang

dibutuhkan oleh tubuh, konsumsi makanan harus beragam, bergizi dan berimbang.

Makanan yang bergizi adalah makanan yang mengandung semua zat gizi yang

dibutuhkan tubuh diantaranya, karbohidrat, protein, vitamin dan mineral. Namun,

seringkali anak cenderung kurang berminat terhadap makanan bergizi dan

bermasalah dalam pemberian makanan karena faktor kesulitan makan, anak

memilih-milih makanan dan lain sebagainya (Judarwanto, 2004).

Gangguan kesulitan makan pada anak perlu mendapat perhatian yang

serius agar tidak menimbulkan dampak negatif nantinya. Dampak negatif yang

ditimbulkan diantaranya adalah kekurangan gizi, menurunnya daya intelegensi

10
dan menurunnya daya tahan tubuh anak yang akan berdampak pula terhadap

kesehatan anak, anak lebih mudah terserang penyakit dan tumbuh kembang anak

tidak berlangsung dengan optimal (Santoso, 2004).

2) Infeksi

Infeksi suatu penyakit berkaitan erat dengan buruknya sanitasi lingkungan

dan tingginya kejadian penyakit menular. Infeksi penyakit terutama infeksi berat

dapat memperburuk status gizi karena memengaruhi asupan gizi sehingga

kemungkinan besar akan menyebabkan kehilangan zat gizi yang dibutuhkan

tubuh. Keadaan patologis seperti diare, mual muntah, batuk pilek atau keadaan

lainnya mengakibatkan penurunan nafsu makan dan asupan makanan serta

peningkatan kehilangan cairan tubuh dan zat gizi. Berkurang atau hilangnya nafsu

makan mengakibatkan penurunan asupan nutrisi sehingga absorpsi zat gizi pun

menurun (Santoso, 2004).

b. Faktor tidak langsung

1) Tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku tentang gizi dan kesehatan

Walaupun bahan makanan dapat disediakan oleh keluarga dan daya beli

memadai, tetapi karena kekurangan pengetahuan ini dapat menyebabkan keluarga

tidak menyediakan makanan beraneka ragam setiap harinya, terjadi

ketidakseimbangan antara asupan nutrisi dengan kebutuhan tubuh (Marimbi,

2010).

2) Pendapatan keluarga

Sebagian besar jumlah pendapatan penduduk Indonesia adalah golongan

rendah dan menengah, hal ini akan berdampak pada pemenuhan bahan makanan

terutama makanan bergizi. Oleh sebab keterbatasan ekonomi yang dialami, maka

11
masyarakat cenderung tidak mampu untuk membeli bahan pangan/ makanan yang

baik sehingga berdampak terhadap tingkat pemenuhan kebutuhan nutrisi yang

cenderung menurun (Marimbi, 2010).

3) Sanitasi lingkungan

Keadaan sanitasi lingkungan yang kurang baik memungkinkan terjadinya

berbagai jenis penyakit antara lain diare, kecacingan dan infeksi saluran cerna.

Apabila anak menderita infeksi saluran cerna maka penyerapan zat-zat gizi akan

terganggu, hal ini akan menyebabkan terjadinya kekurangan zat gizi. Kekurangan

zat gizi dalam tubuh akan menyebabkan mudah terserang penyakit sehingga

pertumbuhan akan terganggu (Supariasa, 2016).

3. Patofisiologi

Gizi kurang pada balita terjadi sebagai dampak kumulatif dari berbagai

faktor baik yang berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung. Faktor

yang berpengaruh langsung terhadap status gizi balita diantaranya asupan nutrisi

yang tidak tercukupi dan adanya infeksi. Asupan nutrisi sangat memengaruhi

status gizi, apabila tubuh memperoleh asupan nutrisi yang dibutuhkan secara

optimal maka pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan

kesehatan akan berlangsung maksimal sehingga status gizi pun akan optimal

(Almatsier, 2002). Infeksi penyakit berkaitan erat dengan perawatan dan

pelayanan kesehatan. Infeksi penyakit seperti diare dan infeksi saluran pernafasan

atas (ISPA) akan mengakibatkan proses penyerapan nutrisi terganggu dan tidak

optimal sehingga akan berpengaruh terhadap status gizi (Supariasa, 2016).

Faktor yang berpengaruh secara tidak langsung terhadap status gizi balita

diantaranya faktor tingkat pengetahuan orang tua mengenai pemenuhan kebutuhan

12
nutrisi, faktor ekonomi dan sanitasi lingkungan yang kurang baik. Tingkat

pengetahuan yang kurang serta tingkat ekonomi yang rendah akan mengakibatkan

keluarga tidak menyediakan makanan yang beragam setiap harinya sehingga

terjadilah ketidakseimbangan antara asupan nutrisi dengan kebutuhan metabolik

tubuh. Sanitasi lingkungan yang kurang baik menjadi faktor pencetus terjadinya

berbagai masalah kesehatan misalnya diare, kecacingan dan infeksi saluran cerna

(Marimbi, 2010).

Asupan nutrisi yang tidak adekuat dan tidak mampu memenuhi kebutuhan

metabolik tubuh serta adanya penyakit infeksi akan mengakibatkan absorpsi

nutrien tidak berlangsung seperti seharusnya sehingga akan berdampak terhadap

keberlangsungan sistem tubuh. Apabila hal ini dibiarkan berlangsung dalam

jangka waktu tertentu maka terjadilah penurunan berat badan, pucat pada kulit,

membran mukosa dan konjungtiva, kehilangan rambut berlebihan, hingga

kelemahan otot yang merupakan tanda dan gejala defisit nutrisi.

B. Konsep Dasar Defisit Nutrisi Pada Balita Gizi Kurang

1. Definisi Defisit Nutrisi

Defisit nutrisi didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana asupan nutrisi

tidak dapat memenuhi atau mencukupi kebutuhan metabolik tubuh. Balita

dikatakan mengalami defisit nutrisi apabila mengalami penurunan berat badan

minimal 10% atau lebih dari berat badan ideal (A. H. dan H. K. Nurarif, 2015).

2. Tanda dan Gejala Defisit Nutrisi

Terdapat beberapa indikasi sehingga balita dikatakan mengalami defisit

nutrisi (Nurachmah, 2001):

13
a. Berat badan 10% atau lebih dibawah berat badan ideal

b. Berat badan rendah dengan asupan nutrisi yang adekuat

c. Kesukaran makan (menghindari makanan, ketidakmampuan makan atau

kurang minat pada makanan)

d. Terdapat tanda dan gejala masalah pencernaan, seperti nyeri abdomen, kram

abdomen, diare dan bising usus hiperaktif

e. Kelemahan otot dan penurunan tingkat energi

f. Kehilangan rambut berlebihan

g. Pucat pada kulit, membran mukosa dan konjungtiva

3. Dampak Defisit Nutrisi

Dampak dari defisit nutrisi yang paling buruk adalah kemungkinan

pengaruh pada pertumbuhan otak dan dilaporkan bahwa pertumbuhan otak dan

perkembangan intelektual paling terganggu apabila defisit nutrisi terjadi pada

masa pertumbuhan maksimum. Status gizi yang buruk akan berpengaruh terhadap

pencapaian potensi fisik yang maksimal sehingga akan berdampak pada

pertumbuhan dan perkembangan hingga anak dewasa. Penyesuaian metabolik

mendasari keadaan apati dan lesu dari anak yang mengalami penurunan masa otot.

Perkembangan anak tidak akan optimal karena penurunan masa otot akan

menyebabkan kelemahan sehingga anak lebih banyak menghabiskan waktunya

dalam keadaan statis. Defisiensi elektrolit intraseluler pada stadium lanjut dapat

mengakibatkan anak tidak dapat duduk atau berjalan (Sacharin, 1996).

4. Kebutuhan Nutrisi Balita

Gizi (nutrients) merupakan ikatan kimia yang dibutuhkan tubuh untuk

menjalankan fungsinya, yaitu menghasilkan energi, membangun dan memelihara

14
jaringan, serta mengatur berbagai proses kehidupan. Selain kesehatan, gizi

dikaitkan dengan potensi seseorang sebab gizi berkaitan dengan perkembangan

otak, kemampuan belajar dan produktivitas kerja (Almatsier, 2002).

Gizi dibagi menjadi dua, yaitu zat gizi makro dan zat gizi mikro.

Karbohidrat, lemak dan protein termasuk kelompok zat gizi makro. Mineral dan

vitamin termasuk kelompok zat gizi mikro.

Karbohidrat, protein dan lemak merupakan penghasil energi. Energi

dibutuhkan untuk kelangsungan berbagai proses dalam tubuh seperti sirkulasi

darah, pernapasan, pencernaan dan melakukan aktivitas fisik (Almatsier, 2002).

a. Energi

Energi berasal dari pembakaran karbohidrat, protein dan lemak. Setiap

gram karbohidrat menghasilkan 4 kalori, protein 4 kalori dan lemak 9 kalori.

Distribusi kalori dalam makanan anak ialah 15% berasal dari protein, 35% dari

lemak dan 50% dari karbohidrat. Kelebihan energi sebesar 500 kalori setiap hari

dapat mengakibatkan kenaikan berat badan 500 gram dalam seminggu

(Sediaoetama, 2009).

Tabel 1.
Angka Kecukupan Energi Untuk Anak Balita

Golongan umur Kecukupan energi Kal/kgBB/hari


1 990 110
1-3 1200 100
4-5 1620 90
(Sumber: Sediaoetama, 2009)

15
b. Protein

Protein diperoleh dari dua sumber yaitu protein nabati dan protein hewani.

Protein hewani pada umumnya bernilai lebih tinggi dibandingkan dengan protein

nabati.

Tabel 2.
Angka Kecukupan Protein Anak Balita

Umur (tahun) Gram/hari


1 1,27
2 1,19
3 1,12
4 1,06
5 1,01
(Sumber: Sediaoetama, 2009)

c. Lemak

Lemak merupakan komponen struktural dari semua sel tubuh yang

dibutuhkan oleh hampir ribuan fungsi fisiologis tubuh (Pudjiadi, 2000). Lemak

terdiri dari fosfolipid, sterol dan trigliserida. Sebagian besar (99%) lemak tubuh

adalah trigliserida yang terdiri dari gliserol dan asam lemak. Selain menyuplai

energi, lemak terutama trigliserida berfungsi menyediakan energi cadangan bagi

tubuh, isolator, pelindung organ dan menyediakan asam lemak esensial.

(Sediaoetama, 2009).

Tabel 3.
Tingkat Kecukupan Lemak Anak Balita

Umur Gram
0-5 bulan 31
6-11 bulan 36
1-3 tahun 44
4-6 tahun 62
(Sumber: Sediaoetama, 2009)

16
d. Vitamin dan Mineral

Vitamin merupakan zat-zat organik kompleks yang dibutuhkan oleh tubuh,

namun dalam jumlah yang kecil. Vitamin dibagi menjadi dua kelompok yaitu

vitamin yang larut dalam air (vitamin B dan C) dan vitamin yang tidak larut dalam

air (vitamin A, D, E dan K).

Mineral merupakan bagian dari tubuh yang berperan penting dalam

pemeliharaan fungsi tubuh dan berbagai tahap metabolisme, terutama sebagai

kofaktor dalam aktivitas enzim-enzim (Almatsier, 2002).

Tabel 4.
Tingkat Kecukupan Vitamin dan Mineral Anak Balita

Kalsium Fosfor Zat besi Vitamin A Vitamin C


Umur
(mg) (mg) (mg) (RE) (mg)
0-5 bulan 200 100 0,5 375 40
6-11 bulan 400 225 7 400 40
1-3 tahun 500 400 8 400 40
4-6 tahun 500 400 9 450 45
(Sumber: Almatsier, 2002)

C. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Pada Anak Balita Gizi Kurang

Dengan Defisit Nutrisi

Asuhan keperawatan merupakan serangkaian proses atau kegiatan yang

pada praktik keperawatan yang langsung diberikan pada pasien yang meliputi

lima tahapan yaitu pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, impelentasi

dan evaluasi.

1. Pengkajian

Pengkajian nutrisi yang menyeluruh mencakup informasi tentang masukan

diet, pengkajian klinis terhadap status nutrisi dan pengkajian biokimia. Informasi

17
tentang masukan diet dimulai dengan riwayat diet dan dapat digabungkan dengan

jumlah masukan makan aktual yang mendetail. Pengkajian klinis tentang status

nutrisi memberikan informasi mengenai tanda-tanda nutrisi adekuat dan

kekurangan atau kelebihan nutrisi. Pengkajian biokimia melalui prosedur

laboratorium umum untuk status nutrisi mencakup pengukuran terhadap

hemoglobin, transferin serum, albumin, kreatinin dan nitrogen (Wong, 2004).

Beberapa hal penting dalam pengkajian riwayat diet meliputi kebiasaan

makan, jenis pengolahan bahan makanan, nafsu makan anak biasanya, riwayat

alergi makanan, apakah anak memiliki masalah makan/tidak, apakah anak

mengonsumsi vitamin atau suplemen makanan dan apakah akhir-akhir ini anak

mengalami penurunan berat badan atau tidak.

Pengkajian klinis status nutrisi meliputi pengkajian fisik mulai dari

pengkajian pertumbuhan umum, keadaan kulit, rambut, mata, mulut, abdomen dan

sistem muskuloskeletal. Berikut merupakan kondisi yang menggambarkan anak

dengan defisiensi nutrisi (Wong, 2004):

a. Tinggi badan dan berat badan berada di bawah persentil ke-5 dan ke-95 untuk

pertumbuhan (penurunan berat badan 10% atau lebih dibawah berat badan

ideal)

b. Kulit cenderung bersisik, kering, kasar dan turgor kulit buruk.

c. Keadaan rambut cenderung berserabut, rapuh, kering, tipis, warna rambut

pudar dan terjadi kehilangan rambut berlebihan (alopesia).

d. Pengelihatan kurang, terdapat pengerasan, bersisik pada kornea dan

konjungtiva.

18
e. Terdapat fisura dan inflamasi pada sudut mulut, stomatitis, glositis dan terjadi

kerusakan pada gigi misalnya berlubang dan karies gigi.

f. Terdapat distensi abdomen, lembek, perototan buruk dan diare.

g. Sistem muskuloskeletal lemah, nyeri, kram, tremor dan ekstremitas bengkok.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang ditegakkan pada anak balita dengan gizi

kurang adalah defisit nutrisi. Defisit nutrisi didefinisikan sebagai keadaan dimana

asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik. Penyebab dari

defisit nutrisi yaitu ketidakmampuan menelan makanan, ketidakmampuan

mencerna makanan, ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien, peningkatan

kebutuhan metabolisme, faktor ekonomi (misalnya finansial tidak mencukupi) dan

faktor psikologis (misalnya stress, keengganan untuk makan) (PPNI, 2016).

Adapun tanda dan gejala defisit nutrisi adalah:

a. Gejala dan tanda mayor

Berat badan menurun minimal 10% dibawah rentang ideal.

b. Gejala dan tanda minor

Cepat kenyang setelah makan, kram atau nyeri abdomen, nafsu makan

menurun, bising usus hiperaktif, otot pengunyah lemah, otot menelan lemah dan

membran mukosa pucat.

3. Rencana Asuhan Keperawatan

Perencanaan keperawatan merupakan desain spesifik dari intervensi yang

disusun untuk membantu klien dan mencapai kriteria hasil. Rencana asuhan

tersebut disusun berdasarkan komponen penyebab dari diagnosis keperawatan dan

kebutuhan berdasarkan masalah yang sedang dihadapi. Masalah yang perlu

19
diperhatikan dalam pemberian asuhan keperawatan pada anak balita gizi kurang

dengan defisit nutrisi adalah pemenuhan kebutuhan nutrisi dan kurangnya

pengetahuan orang tua pasien mengenai kebutuhan nutrisi pada anak balita

(Ngastiyah, 2005). Berdasarkan hal tersebut maka disusunlah rencana asuhan

keperawatan secara lebih terperinci sebagai berikut:

Tabel 5
Rencana Asuhan Keperawatan Pada Balita Gizi Kurang Dengan Defisit Nutrisi di
UPT Kesmas Tegallalang I Tahun 2018

No Diagnosa NOC NIC


1 Defisit nutrisi 1. Nutritional status Nutrition Management
2. Nutritional status: 1. Kaji adanya alergi
food and fluid intake makanan
3. Nutritional status: 2. Kolaborasi dengan ahli
nutrient intake gizi untuk menentukan
4. Weight control jumlah kalori dan nutrisi
Kriteria Hasil yang dibutuhkan pasien
1. Adanya peningkatan 3. Berikan makanan yang
berat badan sesuai terpilih (sudah
dengan tujuan dikonsultasikan dengan
2. Berat badan sesuai ahli gizi)
dengan tinggi badan 4. Monitor jumlah nutrisi dan
dan umur kandungan kalori
3. Orang tua mampu 5. Berikan orang tua
mengidentifikasi informasi tentang
kebutuhan nutrisi kebutuhan nutrisi
balita Nutrition Monitoring
4. Tanda-tanda 1. Monitor adanya penurunan
malnutrisi berkurang berat badan
2. Monitor turgor kulit
3. Monitor kekeringan,
rambut kusam, dan mudah
patah
4. Monitor pertumbuhan dan
perkembangan
5. Monitor kalori dan intake
nutrisi
(Sumber: A. H. Nurarif & Kusuma, 2015)

20
4. Implementasi Keperawatan

Implementasi keperawatan merupakan serangkaian kegiatan yang

dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dengan masalah kesehatan

merubah status kesehatannya menjadi lebih baik yang menggambarkan kriteria

hasil yang diharapkan (Potter, 2005).

Tindakan keperawatan pada anak balita gizi kurang dengan defisit nutrisi

dilaksanakan sesuai dengan rencana asuhan keperawatan yang telah disusun

sebelumnya dan dilaksanakan selama 3x kunjungan (1 x 30 menit) dimulai

dengan melakukan pengkajian nutrisi secara menyeluruh, berkolaborasi dengan

ahli gizi dalam menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien,

menginformasikan kepada orang tua balita mengenai kebutuhan nutrisi balita, dan

melakukan monitoring berat badan dan intake nutrisi.

5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi keperawatan merupakan proses penilaian kualitas dan nilai atau

kelayakan, kemajuan klien terhadap outcome yang dicapai serta keefektifan dari

rencana asuhan keperawatan dengan membandingkan pada kriteria yang

diidentifikasi atau standar sebelumnya (Wilkinson, 2011).

Hal-hal yang perlu dievaluasi dari pelaksanaan asuhan keperawatan pada

balita gizi kurang dengan defisit nutrisi adalah keberhasilan pasien dalam

mencapai kriteria hasil yang telah ditentukan sebelumnya. Kriteria hasil yang

dievaluasi yaitu:

a) Pasien menunjukkan adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan,

tidak terjadi penurunan berat badan, berat badan sesuai dengan tinggi badan

dan tanda-tanda malnutrisi sudah berkurang atau belum.

21
b) Kemampuan orang tua dalam mengidentifikasi kebutuhan nutrisi balita

Apabila hasil evaluasi menunjukkan tercapainya tujuan dan kriteria hasil,

klien bisa keluar dari siklus proses keperawatan. Jika sebaliknya, klien akan

masuk kembali ke dalam siklus tersebut mulai dari pengkajian ulang

(reassessment) (Asmadi, 2008).

22

Anda mungkin juga menyukai