BAB I
PENDAHULUAN
C. Tujuan
1. Umum
Mengetahui perkembangan masalah infertilitas serta upaya-upaya apa sajakah yang
harus direncanakan untuk mengatasi masalah infertilitas.
2. Khusus
a. Mengetahui definisi ferilitas dan infertilitas
b. Mengetahui macam infertilitas
c. Mengetahui prevalensi infertil
d. Mengetahui penyebab-penyebab terjadinya masalah infertilitas
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Tingkat kesuburan seseorang memegang peranan yang sangat penting bagi pria dan
wanita yang akan atau sudah berumahtangga. Hal ini di maksudkan agar pasangan
suami isteri dapat menjaga keharmonisan rumah tangganya dan mereka juga bisa
meneruskan generasi mereka, yaitu menghasilkan seorang anak. Lebih dari 80%
pasangan suami isteri yang mengalami gangguan kesuburan dan ini banyak sekali
terjadi pada negara yang sedang berkembang. 7-15% diantaranya masih tergolong ke
dalam usia 15 - 40 tahun dengan rating tertinggi dialami oleh para wanita sebesar 40%
sampai dengan 60%.
Tingkat kesuburan dibedakan menjadi 2 yaitu
1. Fertilitas.
Fertilitas adalah kemampuan istri menjadi hamil dan melahirkan anak hidup oleh
suami yang mampu menghamilinya.
2. Infertilitas
a. Pengertian.
Infertilitas adalah suatu keadaan pasangan suami istri yang ingin mempunyai anak
tetapi tidak bisa mewujudkan keinginannya tersebut karena adanya masalah kesehatan
reproduksi baik pada suami atau istri.
b. Pembagian infertilitas
Infertilitas dapat dibedakan menjadi 2, yaitu :
1) Infertilitas primer
Infertilitas primer adalah pasangan usia subur yang telah melakukan hubungan suami
istri teratur 2-3 kali semingggu tanpa memakai alat kontrasepsi selama 1 tahun tetapi
belum terjadi kehamilan juga.
Angka kelahiran bayi di Jepang terus merosot. Lebih cepat dari perkiraan awal.
Angka kelahiran pada Januari-Juli turun 5,9 persen. Diperkirakan hanya ada 518.590
kelahiran. Ini adalah angka terendah selama 30 tahun terakhir.
Kementerian Kesehatan Jepang mencatat sudah empat kali penurunan angka kelahiran
selama empat tahun belakangan. Dan periode Januari-Juli 2019 merupakan penurunan
paling tajam.
Sebelumnya, di periode sama pada 2018, Kemenkes Jepang hanya mencatat 2 persen
penurunan angka kelahiran. Kini jepang akan melewati angka kelahiran di bawah 900
ribu bayi pertahun. Sebelumnya, batas bawah Jepang adalah 1 juta bayi pada 2016.
"Ini karena trend generasi baby boomer sudah hilang," ujar Takumi Fujinami dari
Japan Research Institute dikutip Nikkei Review. Mereka yang lahir antara 1971-1974,
yang disebut generasi baby boomer, sudah berusia 45 tahun ke atas. Mereka sudah
tidak mungkin lagi melahirkan keturunan.
Sedangkan pada 2019 Pemerintah Jepang memasukkan angka bayi WNA yang lahir
di Jepang, angka yang didapat tetap di bawah 900 ribu bayi. Angka populasi wanita
yang masih bisa memiliki anak di Jepang terus menurun.
Data yang dikumpulkan pada Oktober 2018, menunjukkan 9,07 juta wanita di Jepang
berusia 40 tahunan. Angka ini sangat besar dibandingkan dengan mereka yang berusia
30an yang berjumlah 6,96 juta. Wanita yang berusia 20 tahunan berjumlah 5,78 juta
saja. Tingkat kesuburan Jepang - angka rata-rata jumlah anak yang lahir persatu
wanita - juga menurun. Pada 2018 menjadi 1,42.
Pemerintah Jepang sudah berusaha mendorong angka ini dengan membangun pusat
penitipan dan bermain anak dekat pusat perkantoran. Langkah ini diambil untuk
mendorong para ibu untuk tidak perlu was-was mengenai anak mereka selagi mereka
bekerja. Pemerintah Negeri Sakura bahkan memberikan cuti melahirkan bagi ayah
dan ibu untuk mendorong angka kelahiran. Sayang, upaya ini masih beelum
membuahkan hasil.
Indonesia
Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) Indonesia masih tergolong tinggi. Hingga akhir
2018, LPP Indonesia berada di posisi 1,39%, yang berarti setiap tahun ada 4,2 juta
sampai hampir 4,8 juta bayi baru lahir di Indonesia. Angka ini turun dari 2010 sebesar
1,49%, tetapi penurunannya sangat lamban. Tahun depan, Badan Kependudukan dan
Keluarga Berencana (BKKBN) menargetkan, LPP turun di bawah 1,2%.
Masih tingginya angka LPP Indonesia tak lepas dari capaian program-program
pengendalian penduduk, yang sebagiannya merupakan tanggung jawab BKKBN.
Hingga 2018 sejumlah indikator pengendalian penduduk gagal tercapai.
Saat berbincang-bincang dengan SP, Jumat (8/2) pagi, Sekretaris Utama (Sestama)
BKKBN, Nofrijal mengatakan, baru dua dari enam indikator program kependudukan
dan KB yang tercapai hingga akhir 2018. Indikator tersebut adalah angka kelahiran
total atau total fertility rate (TFR) yang turun dari 2,6 menjadi 2,38. Artinya satu
wanita usia subur di Indonesia berpotensi memiliki anak lebih dari dua. Pemerintah
menargetkan TFR turun sampai 2,1 di tahun 2025, yang menandakan penduduk sudah
tumbuh seimbang.
Satu indikator lain yang juga tercapai adalah angka kelahiran menurut umur atau age
specific fertility rate (ASFR) pada perempuan muda 15-19 tahun. ASFR di Indonesia
masih terbilang tinggi dibanding negara lain di ASEAN, meskipun telah menurun dari
46 menjadi 36 per 1000 kelahiran. Angka ASFR telah melampaui target BKKBN
tahun ini, yakni 40 per 1000 kelahiran. Namun, angka 36 ini tetaplah memprihatinkan.
Mereka penyumbang tingginya angka balita stunting, kematian ibu dan bayi di
Indonesia.
Di sisi lain, BKKBN harus bekerja ekstra keras untuk mencapai empat indikator lain
yang belum berhasil dicapai dikarenakan sejumlah kendala. Pertama, penggunaan alat
kontrasepsi atau contraceptive prevalensi rate (CPR) masih rendah. Saat ini, jumlah
peserta KB aktif baru 57,2% padahal targetnya 61,2%.
Kedua, kebutuhan KB yang tidak terlayani (unmet need) baru berhasil diturunkan
menjadi 12,4% dari target seharusnya sebesar 10,14%. Kendalanya, penyebaran
kontrasepsi tidak merata sampai ke fasilitas kesehatan. Selain itu, terdapat masa
transisi pelayanan KB dari yang sebelum dengan sesudah dibiayai oleh BPJS
Kesehatan. BKKBN segera melakukan pembenahan, terutama sinkronisasi data
berapa peserta KB yang dibiayai BPJS Kesehatan.
Ketiga, angka putus pakai (drop out) kontrasepsi masih tinggi. Meskipun mengalami
penurunan sampai 25%, angka ini belum memuaskan dari angka idealnya yang berada
di bawah 20%. Keempat, penggunaan metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP)
belum sesuai harapan. Tingginya angka putus pakai disebabkan oleh angka ini. Angka
penggunaan MKJP memang meningkat sebesar 23,1% dari target 22,3%. Akan tetapi,
kemudahan mengakses jenis kontrasepsi jangka pendek seperti pil dan suntikan
menyebabkan angka putus pakai tetap tinggi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tingkat Kesuburan seseorang dapat dilihat dari keadaan fertil atau infertilnya.
Fertilitas ialah kemampuan seorang wanita untuk hamil dan melahirkan anak hidup
oleh pria yang mampu menghamilinya. Jadi, fertilitas merupakan kemampuan fungsi
satu pasangan yang sanggup menjadikan kehamilan dan kelahiran anak hidup.
Sebelum dan sesudahnya tidak seorangpun tahu, apakah pasangan itu fertile atau
tidak. Riwayat fertilitas sebelumnya sama sekali tidak menjamin fertilitas dikemudian
hari, baik pada pasangan itu sendiri maupun berlainan pasangan.
Infertilitas merupakan ketidakmampuan seorang wanita untuk menjadi hamil dan
melahirkan anak, dengan melakukan hubungan seksual secara rutin dan teratur selama
satu tahun berkumpul bersama. Disebut Infertilitas primer, kalau istri belum pernah
hamil selama 12 bulan walaupun bersenggama secara rutin. Dan disebut infertilitas
sekunder, kalau istri pernah hamil, akan tetapi kemudian tidak terjadi kehamilan lagi
walaupun bersenggama.
B. Saran
Sebagai sumbangan dari rangkaian penulisan makalah ini, penulis merasa makalah ini
masih jauh dari sempurna, jadi penulis menyarankan penulis selanjutnya agar dapat
melakukan perbaikan. Penulis menyadari bahwa penelitian ini belum dapat di
generalisasikan bagi pasangan infertil.
Walaupun infertilitas tidak mengancam jiwa, namun kondisi infertilitas merupakan
suatu krisis, individu yang mengalami kondisi ini merasakan dampak yang besar
terhadap kehidupan pribadi dan keluarga. Untuk itu dalam praktik pelayanan
kebidanan bidan dapat lebih bijaksana dalam berkomunikasi atau dalam memberikan
informasi serta memberikan dukungan pada pasangan infertilitas ini. Makalah ini juga
direkomendasikan bagi praktik kebidanan komunitas dimana sebagai bidan komunitas
dapat melakukan pendekatan bagi pasangan infertilitas.
DAFTAR PUSTAKA