Anda di halaman 1dari 7

KONSEP WANITA USIA SUBUR DAN PASANGAN USIA SUBUR

Di Indonesia wanita usia subur (WUS) usia 15-49 tahun mempunyai


risiko menderita kekurangan energi kronik (KEK). Indikator Kurang Energi
Kronik (KEK) menggunakan standar pengukuran Lingkar Lengan Atas (LILA)
dengan ukuran batas normal > 28,5 cm. dari hasil survei Badan Pusat Statistik
(BPS) tahun 2000-2005, diperoleh gambaran risiko pada WUS menderita KEK
berdasarkan pada pengukuran LILA menurut kelompok umur. Hasil pengukuran
ini dapat digunakan sebagai salah satu cara dalam mengidentifikasi seberapa
besar seorang wanita mempunyai risiko untuk melahirkan Bayi Berat Badan
Lahir Rendah (BBLR).
Hasil Susenas tahun 2001 menunjukkan 21,53%, WUS mempunyai
risiko KEK. Di perkotaan persentase WUS yang mempunyai risiko KEK lebih
rendah (19,39%) dibandingkan di pedesaan (23,36%). Pesentase WUS yang
mempunyai risiko KEK terbesar berturut-turut di Provinsi Nusa Tenggara Timur
(44,03%). Provinsi Nusa Tenggara Barat (29,69%) dan Provinsi Papua
(27,86%).
Persentase WUS yang mempunyai risiko KEK terendah berturut-turut di
Provinsi Sulawes Utera (12,64%), Provinsi Riau (14,45%) dan Provinsi
Sumatera Utara (14,94%). Hal ini menunjukkan bahwa Kawasan Timur
Indonesia (KTI) masih memerlukan perhatian yang lebih besar dalam upaya
peningkatan gizi masyarakat.
Hasil Susenas tahun 2002 menyatakan bahwa persentase pasangan usia
subur (PUS) yang pernah mengugnakan alat/cara KB adalah 68,93%.
Perbandingan antar provinsi untuk persentase PUSyang pernah ikut KB tersebut
sangat bervariasi, dengan persentase tertinggi di Sulawesi Utara (79,76%) dan
terendah di Nusat Tenggara Timur (46,53%).
Secara nasional, persentase PUS yang sedang menggunakan alat/cara KB
(peserta KB aktif) sebesar 54,19%. Persentase tertinggi di Sulawesi Utara
(68,02%), kemudian Bali (65,96%) dan Bengkulu (64,14%). Yang terendah
terdapat di Nusa Tenggara Timur (30,46%), lalu Sulawesi Selatan (35,26%), dan
Sumatera Utara (39,81%).

1
Persentase peserta KB aktif di perkotaan (55,18%) sedikit lebih tinggi
dibandingkan dengan pedesaan (53,44%). Dari PUS yang sedang ber-KB
tersebut, hampir separuh (49,09%) diantaranya menggunakan cara KB suntikan,
yaitu 25,49% menggunakan pil dan 10,93% menggunakan AKDR/IUD.
Untuk tempat memperoleh alat/cara KB, pesentase tertinggi adalah bidan
praktik (43,34%), kemudian Puskesmas/Puskesmas Pembantu (23,24%) dan
Polindes (12,29%).
 Pengertian
WUS (Wanita Usia Subur) adalah wanita yang keadaan organ
reproduksinya berfungsi dengan baik antara umur 20-45 tahun. Pada wanita usia
subur ini berlangsung lebih cepat dari pada pria. Puncak kesuburan ada pada
rentang usia 20-29 tahun. Pada usia ini wanita memiliki kesempatan 95% untuk
hamil. Pada usia 30-an presentasenya menurun hingga 90%. Sedangkan
memasuki usia 40, kesempatan hamil berkurang hingga menjadi 40%. Setelah
usia 40 wanita hanya punya maksimal 10% kesempatan untuk hamil. Masalah
kesuburan alat reproduksi merupakan hal yang sangat penting untuk diketahui.
Dimana dalam masa wanita subur ini harus menjaga dan merawat personal
hygiene yaitu pemeliharaan keadaan alat kelaminya dengan rajin
membersihkannya. Oleh karena itu WUS dianjurkan untuk merawat diri. Untuk
mengetahui tanda-tanda wanita subur antara lain dengan melihat siklus haidnya.
1. Siklus Haid
Wanita yang mempunyai siklus haid teratur setiap bulan biasanya
subur. Satu putaran haid dimulai dari hari pertama keluar haid hingga sehari
sebelum haid datang kembali, yang biasanya berlangsung selama 28-30 hari.
Oleh karena itu siklus haid dapat dijadikan indikasi pertama untuk menandai
seorang wanita subur atau tidak. Siklus menstruasi dipengaruhi oleh hormon
seks perempuan yaitu estrogen dan progesteron. Hormon-hormon ini
menyebabkan perubahan fisiologis pada tubuh perempuan yang dapat dilihat
melalui beberapa indikator klinis seperti, perubahan suhu basal tubuh,
perubahan sekresi lendir leher rahim (serviks), perubahan pada serviks,
panjangnya siklus menstruasi (metode kalender) dan indikator minor
kesuburan seperti nyeri perut dan perubahan payudara.

2
2. Pembekalan pengetahuan untuk menjaga kesehatan reproduksi wanita
a. Personal Hygiene, misalnya :
 Mandi 2x sehari
 Ganti pakaian dalam setiap hari
 Hindari keadaan lembab di vagina
 Mamakai pembalut yang tidak mengandung zat berbahaya (berbahaya
ditandai dengan mudah rusaknya pembalut jika terkena air)
 Ganti pembalut maksimal tiap 6 jam atau bila sudah penuh oleh darah
haid
 Cebok dari arah depan ke belakang
 Hindari penggunaan sabun/cairan pembersih vagina.
b. Gizi
 Hindari 5 P (Pewarna, pengawet, penyedap, pengenyal,
 Konsumsi buah dan sayuran.
c. Perilaku seks
 Hindari perilaku seks bebas diluar nikah.

Pelayanan kesehatan reproduksi pada pasangan usia subur dan wanita usia
subur sangat penting. Pasangan usia subur, yaitu pasangan yang berusia 20-35
tahun, sedangkan wanita usia subur (WUS) adalah wanita yang sudah
mengalami menstruasi. Strategi atau langkah-langkah untuk mengurangi
kehamilan dini pada wanita usia subur (WUS) atau remaja :
1. Mendeteksi kelompok risiko tinggi dan kelompok tertentu terlebih kaum
muda, kemungkinan lebih besar hamil pada usia remaja sehingga mereka
dapat dipilih untuk menjadi sasaran.
2. Meningkatkan pendidikan seks. Tujuan pendidikan seks adalah
menginformasikan masa transisi seksual dari anak menjadi dewasa hamil.
Para WUS perlu mengembangkan pengetahuan dan keterampilan pada
beberapa area penting dalam kesehatan reproduksi.
a. Hubungan baik sosial dan seksual

3
b. Negosiasi dalam hubungan termasuk mereka sendiri dan ikut
bertanggung jawab terhdap kesehatan orang lain
c. Seks dan perilaku seks
d. Bertanggung jawab atas kesehatan mereka sendiri dan ikut bertanggung
jawab terhadap kesehatan orang lain
e. Kesuburan dan kontrasepsi
Dengan memberikan pendidikan seks kepada kaum muda terutama WUS,
diharapkan dapat menimbulkan efek positif pada masyarakat secara keseluruhan
berupa berkurangnya prasangka dan praduga mengenai seksualitas dan
terciptanya lingkungna seksual yang positif.

A. Pelayanan Kesehatan Reproduksi pada PUS


Fertilitas adalah kemampuan seorang istri untuk menjadi hamil dan
melahirkan bayi hidup dari suami yang mampu menghamilinya. Pasangan
Infertil adalah suatu kesatuan hasil interaksi biologis yang tidak mampu
menghasilkan kehamilan dan kelahiran bayi hidup. Infertilitas Primer adalah
jika istri belum berhasil hamil walaupun bersenggama teratur dan
dihadapkan pada kemuungkinan kehamilan selama 12 bulan berturut-turut.
Infertilitas Sekunder adalah jika istri pernah hamil akan tetapi tidak
berhasil hamil lagi walaupun bersenggama teratur dan dihadapkan pada
kemungkinan kehamilan selama 12 bulan berturut-turut. Etiologi dan
Epidemiologi Infertilitas
Persyaratan kehamilan :
a. Hubungan seksual yang normal
b. Analisis sperma yang normal
c. Ovulasi yang normal
d. Uterus dan endometrium yang normal
e. Tuba fallopi yang normal.
1. Etiologi
Infertilitas dapat disebabkan oleh:
a. Gangguan pada hubungan seksual
b. Jumlah sperma dan transportasinya yang abnormal

4
c. Gangguan ovulasi dan hormonal yang lain, termasuk gangguan pada
tingkat reseptor hormon reproduksi.
d. Kelainan tempat implantasi (endometrium) dan uterus
e. Kelainan jalur transportasi (tuba fallopi)
f. Gangguan peritoneum
g. Gangguan imunologik.
2. Gangguan hubungan seksual yang dapat menyebabkan infertilitas
a. Kesalahan teknik senggama : penetrasi tidak sempurna ke vagina
b. Gangguan psikososial : impotensi ejakulasi prekoks, vaginismus
c. Ejakulasi abnormal : kegagalan ejakulasi akibat pengaruh obat, ejakulasi
retrogard ke dalam vesika urinaria pasca prostatektomi
d. Kelainan anatomi : hipospadia, epispadia, penyakit pyeroni.
3. Gangguan produksi dan transportasi sperma
Parameter analisis semen normal
a. Volume 2-5 cc
b. Jumlah sperma > 20 juta/ml
c. Motilitas 6-8 jam > 40%
d. Bentuk sperma yang abnormal < 20%
e. Kandungan kadar fruktosa 120-450 mikrog/ml.
4. Gangguan Ovulasi
Ovarium memiliki dua peran utama, yaitu : sebagai penghasil gamet,
sebagai organ endokrin karena menghasilkan hormon seks (estrogen dan
progesteron). Kegagalan ovulasi dapat berasal primer dari ovarium, misalnya
penyakit ovarium polikistik atau kegagalan yang bersifat sekunder akibat
kelainan pada poros hipotalamus hipofisis dan kelainan pada pusat opionid
dan reseptor steroid di hipotalamus, atau tumor hipofisis serta hipofungsi
hipofisis.
5. Pemeriksaan Pasangan Infertil
Sekitar 1 dari 5 pasangan akan hamil dalam 1 tahun pertama
pernikahan dengan senggama yang normal dan teratur.
a. Riwayat penyakit dan pemeriksaan
b. Analisis sperma
c. Uji pasca senggama (UPS)

5
d. Pembasahan dan Pemantauan Ovulasi
e. Uji pakis
f. Suhu Basal Badan (SBB)
g. Sitologi vagina atau endoserviks
h. Biopsi Endometrium
i. Laparaskopi.
6. Pemeriksaan Uterus dan Tuba Fallopi
a. Biopsi Endometrium
b. Hydrotubasi
c. Hidrosalpingogram
d. Histeroskopi
e. Laparaskopi
f. Ultrasonografi dan Endosonografi.
7. Pengobatan Infertilitas Pasangan
Sekitar 50% pasangan infertil dapat berhasil hamil. Hal ini
memberikan rasa optimis bagi kebanyakan dokter yang mencoba menangani
pasangan infertil. Selama kurun waktu pemeriksaan pengobatan, baik oleh
dokter umum maupun klinik infertilitas, umumnya pasien tetap peka
terhadap perubahan emosional akibat kegagalannya untuk hamil. Oleh
karena itu kontak yang teratur dengan mereka senantiasa dibutuhkan, untuk
memberikan kesempatan kepada mereka melakukan ventilasi. Tindakan-
tindakan diagnostik seringkali juga merupakan rangsangan pengobatan.
Pemeriksaan vaginal dan sondase uterus, misalnya dapat menaikkan laju
konsepsi.
8. Penyakit Menular Seksual
Cara penularan PMS termasuk HIV/AIDS, dapat melalui:
a. Hubungan seksual yang tidak terlindung, baik melalui vagina, anus,
maupun oral. Cara ini merupakan cara paling utama (lebih dari 90%)
b. Penularan dari ibu ke janin selama kehamilan (HIV/AIDS, Herpes,
Sifilis), pada persalinan (HIV/AIDS, Gonorhoe, Klamidia), sesudah bayi
lahir (HIV/AIDS)
c. Melalui tranfusi darah, suntikan atau kontak langsung dengan cairan
darah atau produk darah (HIV/AIDS).

6
Cara pencegahan PMS:
a. Melakukan hubungan seksual hanya dengan pasangan yang setia
b. Menggunakan kondom ketika melakukan hubungan seksual
c. Bila terinfeksi PMS mencari pengobatan bersama pasangan seksual
d. Menghindari hubungan seksual bila ada gejala PMS, misalnya borok
pada alat kelamin, atau keluarnya duh (cairan nanah) dari tubuh.
PUS perlu dianjurkan untuk mengikuti program pemerintah, misalnya KB.
Kebijakan pokok yang perlu dilakukan adalah:
a. Pengendalian pertumbuhan penduduk melalui pengaturan kehamilan
(PUS dan WUS)
b. Peningkatan kualitas keluarga
c. Peningkatan kemandirian keluarga
d. Peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat
e. Peningkatan serta pemantapan komitmen politis dan komitmen
operasional
f. Pendekatan wilayah paripurna

Anda mungkin juga menyukai