Anda di halaman 1dari 46

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Infertilitas adalah sebuah penyakit dengan karakteristik berupa kegagalan
untuk mencapai kehamilan setelah rutin melakukan hubungan seksual selama 12
bulan tanpa alat kontrasepsi. Hal ini diperkirakan terjadi pada 8-12% pasangan usia
reproduktif. Ditemukan bahwa 20-30% pria bertanggungjawab pada kasus infertilitas
bahkan secara keseluruhan mencapai 50%. Persentase terjadinya kehamilan spontan
berkurang seiring dengan durasi sebelum terbentuknya konsepsi. Sedangkan untuk
infertilitas sekunder, kebanyakan penyebabnya adalah dari perempuan yaitu berupa
1
infeksi saluran reproduksi. Pasangan suami istri yang mengalami gangguan
kesuburan pada tingkat dunia mencapai 10-15%, dari jumlah tersebut 90% diketahui
penyebabnya, sekitar 40% diantaranya berasal dari faktor wanita.2
Berdasarkan laporan WHO, secara global diperkirakan adanya kasus
infertilitas pada 8-10% pasangan, yaitu sekitar 50 juta hingga 80 juta pasangan. Di
Amerika sekitar 5 juta orang mengalami permasalahan infertilitas, sedangkan di
Eropa angka kejadiannya mencapai 14%.3 Sedangkan di Indonesia, diperkirakan ada
3,5 juta pasangan (7 juta orang) yang infertil. Kini, para ahli memastikan angka
infertilitas telah meningkat mencapai 15-20 persen dari sekitar 50 juta pasangan di
Indonesia.4
Penyebab dari pihak wanita diantaranya masalah vagina yaitu vaginitis,
masalah di serviks yaitu servisitis (8%), uterus (8%), tuba (15%) dan masalah di
ovarium (21%) yaitu kista ovarium.5,6. Selain itu ditemukan faktor lainnya yaitu
psikogenik (8%) dan idiopatik (15-25%).6 Berdasarkan penelitian sebelumya,
diketahui bahwa sebagain besar responden yang infertil menderita pembesaran kista
(59.6%) dan sebagian besar responden yang fertile tidak menderita (63.5%).5
Angka kejadian kista ovarium tertinggi ditemukan pada negara maju, dengan
rata-rata 10 per 100.000, kecuali di Jepang (6,5 per 100.000). Insiden di Amerika
Selatan (7,7 per 100.000) relatif tinggi bila dibandingkan dengan angka kejadian di

1
Asia dan Afrika.7 Angka kejadian kista ovarium di Indonesia pada Tahun 2015
sebanyak 23.400 orang dan meninggal sebanyak 13.900 orang. Angka kematian yang
tinggi ini disebabkan karena penyakit ini pada awalnya bersifat asimptomatik dan
baru menimbulkan keluhan apabila sudah terjadi metastasis sehingga 60-70% pasien
datang pada stadium lanjut.8
Kista Ovarium adalah sebuah struktur tidak normal yang berbentuk seperti
kantung yang bisa tumbuh dimanapun dalam tubuh. Kantung ini bisa berisi zat gas,
cair, atau setengah padat. Dinding luar kantung menyerupai sebuah kapsul.24 Kista
ovarium biasanya berupa kantong yang tidak bersifat kanker yang berisi material
cairan atau setengah cair.25 Kista berarti kantung yang berisi cairan. Kista ovarium
(kista indung telur) berarti kantung berisi cairan, normalnya berukuran kecil, yang
terletak di indung telur (ovarium). Kista indung telur dapat terbentuk kapan saja.26
Dampak dari kista pada folikulogenesis tergantung pada sifat, ukuran dan
jumlah kista.9 Kista Ovarium umumnya ditemukan pada wanita usia reproduktif yang
sedang menjalani tatalaksana infertilitas. Kista Ovarium pada pasien infertil sangatlah
kompleks, tatalaksana dari kista ovarium berkorelasi dengan karakteristik kista (sifat,
ukuran, jumlah, unilateral/bilateral) dan juga indikator fertilitas lainnya berupa (usia,
fungsi ovarium lainnya, penyakit komorbid, dan variabilitas sperma). Perhatian utama
klinisi terhadap kista ovarium adalah untuk menyingkirkan kemungkinan
keganasan.10 Laparaskopi kistektomi merupakan pilihan pembedahan utama untuk
menghindari komplikasi dari kista ovarium seperti rupture kista atau keganasan, dan
untuk mengoptimalkan fertilitas.11
Hubungan antara kista ovarium dan infertilitas masih diperdebatkan terutama
karena sulit menentukan dampak dari kista dan pengobatannya terhadap fertilitas.12
Infertil merupakan masalah yang sangat sensitif dan sulit bagi pasangan yang sudah
menikah,terutama bagi pasangan yang sudah menikah dalam waktu yang lama.43
Infertil merupakan suatu krisis dalam kehidupan yang dapat mempengaruhi berbagai
aspek. Berdasarkan dari sekian banyak pasangan yang mengalami masalah infertil,
akan berdampak besar pada kesehatan mental baik dari aspek fisik, emosional,

2
seksual, spritual dan keuangan. Pada umumnya pasien yang mengalami gangguan
kesuburan akan timbul gejala seperti kecemasan dan stres, gejala yang lain
diantaranya marah,pengkhianatan, rasa bersalah dan kesedihan.47 Oleh karena itu
pada laporan kasus ini akan dibahas tentang kista ovarium, pengobatannya dan
keterkaitannya dengan infertilitas.

1.2. Tujuan
Melaporkan kasus wanita dengan diagnosa Infertilitas pada Kanker Ovarium
yang dirawat di RSUP H. Adam Malik Medan.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Infertilitas
1.1. Definisi
Infertilitas atau kemandulan adalah penyakit system reproduksi yang ditandai
dengan ketidakmampuan atau kegagalan dalam memperoleh kehamilan, walaupun
telah melakukan hubungan seksual sebanyak 2-3 kali seminggu dalam kurun waktu 1
tahun atau lebih dan tanpa menggunakan alat kontrasepsi.13 Infertilitas merupakan
kelainan system reproduksi yang menyebabkan pasangan suami-istri mengalami
kegagalan kehamilan.14
Di Amerika serikat persentase wanita infertil meningkat dari 8,4 % pada tahun
1982 dan 1988 menurut National Survey of Family Growth (NSFG) menjadi 10,2 %
(6,2 juta) pada tahun 1995. Menurut penelitian Stephen dan Chandra diperkirakan 6,3
juta wanita di Amerika menjadi infertil dan diperkirakan akan meningkat menjadi
5,4-7,7 juta pada tahun 2025. Dalam suatu studi populasi dari tahun 2009-2012
diperkirakan akan terdapat 12-24 % wanita infertil.31
Kejadian infertil telah meningkat, infertil mempengaruhi 8- 12% dari populasi
melahirkan diseluruh dunia. Di China, infertile mempengaruhi sekitar 18% dari
populasi melahirkan, dan lebih dari 50 juta pasien tidak subur menurut sebuah
konferensi nasional tentang infertilitas pada tahun 2014.44
Prevalensi rata-rata infertilitas di negara-negara maju adalah 3,5-16,7% dan di
negara-negara berkembang adalah 6,9-9,3%.45 Di Kamboja prevalensi wanitayang
mengalami infertil primer dengan rata-rata tertinggi pada usia 20-24tahun yaitu
sebanyak 30,8% , sedangkan di Indonesia prevalensi wanita yangmengalami infertil
primer dengan rata-rata tertinggi pada usia 20-24 tahunsebanyak 21,3%, sedangkan
rata-rata terendah pada usia 40-44 tahun yaitusebanyak 3,3%.46 Berdasarkan survey
pendahuluan yang dilakukan peneliti di RSUD Dr. Moewardi didapatkan data jumlah
pasien infertil pada bulan November 2016 - Januari 2017 sebanyak 288 pasien
dengan rata-rata usia pasien yaitu 30-40 tahun.

4
1.2. Klasifikasi Infertilitas
Klasifikasi infertilitas menurut kesehatan atau medis dibagi menjadi 2 jenis
sebagai berikut:15
a. Infertilitas primer, adalah kondisi dimana pasangan suami istri belum
mampu dan belum pernah memiliki anak setelah 1 tahun berhubungan seksual
sebanyak 2-3 kali seminggu tanpa menggunakan alat kontrasepsi.
b. Infertilitas sekunder, adalah kondisi dimana pasangan suami istri yang telah
atau pernah memiliki anak sebelumnya tetapi saat ini belum mampu memiliki
anak lagi setelah 1 tahun berhubungan seksual sebanyak 2-3 kali seminggu
tanpa menggunakan alat kontrasepsi.15

1.3. Etiologi
1.3.1. Faktor Hormonal
Ketidakseimbangan hormonal akibat gangguan pada system reproduksi
(kelenjar hipofisis, hipotalamus, dan ovarium) dapat menyebabkan gangguan ovulasi,
gangguan tuba falopi, dan gangguan siklus menstruasi. Penyebab ketidakseimbangan
hormonal adalah kelainan ovarium, stress, obesitas, penurunan berat badan berlebih,
dan olahraga berlebihan. Gangguan hormonal menyumbang 40% dari seluruh kasus
infertilitas.16 Kelainan genetik insensitivitas androgen dan disgenesis gonand juga
dapat menyebabkan infertilitas. Pajanan gonadotoksin termasuk pajanan radiasi dan
agen kemoterapi menyebabkan disfungsi gonad dan mengganggu fertilitas. Disfungsi
tiroid berisiko 10,286 kali mengalami infertilitas.17

1.3.2. Faktor Sumbatan


Sumbatan pada saluran tuba falopi dapat disebabkan karena kelainan
kongenital, infeksi traktus genitalis seperti gonore, penyakit radang panggul seperti
13
apendisistis atau peritonitis, penyakit radang tuba (salpingitis), dan endometriosis.
Apabila saluran tuba tersumbat, maka ovum (sel telur) tidak dapat bertemu dengan sel
sperma.Sumbatan pada saluran tuba falopi menyumbang sekitar 30% dari seluruh

5
kasus infertilitas. Penyakit tuba falopi biasanya merupakan akibat dari terbentuknya
jaringan parut inflamasi pada tuba falopi. Inflamasi ini bisa disebabkan oleh penyakit
Pelvic Inflamatory Diseases (PID), apendisitis dengan ruptur, aborsi septik, pasca
operasi, dan akibat penggunaan alat kontrasepsi dalam rahim. Selain disebabkan
olehinflamasi, faktor dari tuba falopi disebabkan oleh kelainan kongenital pada tuba,
motilitas tuba yang berkurang dan sumbatan pada tuba. Faktor kelainan uterus
memiliki risiko 16 kali berisiko terjadinya infertilitas pada wanita. Penyakit seperti
tumor endometrium dan miometrium, sinrom Asherman, endometriosis, cervisitis
kronis, dan inadekuat mukosa servik dapat menyebabkan terjadinya infertilitas.17

1.3.3. Faktor lokal


Faktor lokal yang mengakibatkan infertilitas yaitu infeksi pada vagina seperti
trikomonas vaginalis dan vaginitis yang bisa menyebabkan kegagalan konsepsi,
kelainan serviks seperti infeksi, mioma, tumor, dan polip yang bisa menghasilkan
asam bersifat racun bagi sperma sehingga menyebabkan sperma menjadi rusak atau
bahkan mati, Kelainan ovarium seperti kista, tumor, dan sindrom ovarium polikistik
yang bisa menyebabkan gangguan ovulasi, dan kelainan uterus seperti fibroid,
adenomiosis, mioma, dan polip yang bisa mengganggu implantasi ovum. Faktor lokal
menyumbang sekitar 3% dari seluruh kasus infertilitas.16

1.3.3.1. Faktor ovarium


Kelainan ovarium seperti kista, tumor, dan sindrom ovarium polikistik
yang bisa menyebabkan gangguan ovulasi Kelainan oosit berdampak pada
kegagalan ovulasi secara teratur atau pada beberapa kasus tidak terjadi ovulasi
(anovulasi). Anovulasi merupakan penyebab tidak adanya menstruasi
(Amenorea). Masalah ovulasi ditunjukkan dengan gejala menstruasi yang
irregular atau tidak teratur maupun amenorea dan diperkuat melalui
pengukuran hormon reproduksi.17
Penyebab anovulasi digolongkan menjadi 3 kelompok yaitu :

6
1) Disfungsi hipotalamus.
Penyebab yang paling sering adalah kelainan berat badan dan
komposisi tubuh, latihan fisik yang berat, stress, dan perjalanan jauh.
2) Penyakit pada hipofisis.
Gangguan pada hipofisis dan endokrin yang berhubungan dengan
anovulasi adalah hiperprolaktinemia dan hipotiroidisme. Wanita
dengan hiperprolaktinemia berisiko 7,579 kali mengalami infertilitas.
Sedangkan dengan kelainan tiroid 10,286 kali mengalami infertilitas.
3) Disfungsi ovarium.
Penyebab disfungsi ovarium yang paling sering terjadi adalah
Sindrom ovarium polisiklik dan kegagalan ovarium prematur. Wanita
dengan disfungsi ovarium berpotensi 23,059 kali mengalami
infertilitas.20 Selain itu, penyebab dari masalah ovarium ini bisa
diakibatkan oleh kerusakan kelenjar adrenal dan kelainan kongenital
hiperplasia adrenal, pasca konsumsi alat kontrasepsi pil oral.17

1.3.3.2. Faktor Lainnya


Faktor lain yang menyebabkan infertilitas sebagian besar bersifat
imunologis seperti adanya antibodi antisperma, dan antifosfolipid
berpengaruh terhadap infertilitas.17

1.4. Faktor risiko infertilitas perempuan


1.4.1. Usia
Semakin bertambah umur dapat mempengaruhi kondisi ovarium untuk
melepaskan sel telur.17 Umur merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya
infertilitas pada wanita. Seiring dengan bertambahnya umur, maka fungsi organ
reproduksi juga ikut menurun yang mengakibatkan penurunan tingkat kesuburan.
Penurunan kesuburan terjadi secara bertahap, yaitu dimulai pada umur 32 tahun dan
akan menurun semakin cepat pada umur 37 tahun. Kemampuan reproduksi wanita

7
menurun drastis pada umur ≥ 35 tahun. Hal ini disebabkan karena selama siklus
kehidupan wanita, tidak ada ovum yang beregenerasi sehingga jumlah oosit terus
berkurang, kualitas oosit juga semakin menurun seiring dengan bertambahnya umur.
Kondisi ini menyebabkan terjadinya gangguan ovulasi.19 Studi di Kabupaten
Lampung Tengah tahun 2015 menunjukkan bahwa kejadian infertilitas lebih banyak
terjadi pada wanita berusia ≥ 35 tahun (77,4%) dengan risiko 8,03 kali lebih besar
dibandingkan wanita yang berusia < 35 tahun.20

1.4.2. Alkohol, Rokok, Stress, dan Overweight


Prevalensi faktor risiko infertilitas karena konsumsi Alkohol sebesar 35,29%
dan 11.76% karena rokok.21 Selain itu, stres dan berat badan yang berlebih BMI >25
kg/m2 (overweight) berisiko 3,802 kali terjadi infertilitas.17 Konsumsi kafein dan diet
yang buruk, serta olahraga yang berlebihan8 dapat berakibat terganggunya
keseimbangan hormon reproduksi. Status gizi yang mempengaruhi terjadinya
infertilitas adalah obesitas. Obesitas merupakan kondisi dimana kadar lemak dalam
tubuh berlebihanyaitu 10-15% dari kadar lemak normal. Fungsi lemak selain sebagai
cadangan energi, juga berperan dalam produksi hormon estrogen sebesar 30%.
Peningkatan kadar hormon estrogen dapat menghambat FSH dan memacu pelepasan
LH dari hipofisis. LH memacu produksi hormon androgen di dalam ovarium.
Kelebihan androgen menyebabkan proses ovulasi terganggu. Studi di Desa Wonosari
Tanjung Morawa tahun 2014 menunjukkan bahwa obesitas memiliki risiko 3,102 kali
terhadap kejadian infertilitas.21
Gaya hidup seperti kebiasaan merokok dan mengonsumsi alkohol dapat
menyebabkan terjadinya infertilitas. Beberapa zat yang terkandung di dalam rokok
merupakan zat berbahaya bagi oosit sehingga menurunkan tingkat kesuburan.
Konsumsi alkohol berlebihan dapat menggangu fungsi hipotalamus dan hipofisis
sehingga bisa menyebabkan gangguan ovulasi. Aktifitas yang berlebihan (> 3-5 jam
seminggu) juga dapat menurunkan kesuburan wanita.18

8
Stress dapat menyebabkan terjadinya peningkatan produksi hormon pembebas
kortikotropin atau corticotropin releasing hormone (CRH) dari hipotalamus.
Peningkatan kadar CRH menyebabkan produksi hormon reproduksi menjadi
terganggu sehingga mengakibatkan terjadinya gangguan ovulasi.18

1.4.3. Faktor Menstruasi


Faktor risiko lama menstruasi > 35 hari memiliki peluang 3,632 kali
mengalami infertilitas, perempuan yang mengalami disminore memiliki 0,303 kali
mengalami infertilitas, wanita yang mengalami hiperprolaktinemia memiliki 7,579
kali terjadi infertilitas.17 Gangguan pada siklus menstruasi dipengaruhi oleh status
gizi. Studi di Kota Manado tahun 2015 menunjukkan bahwa ada hubungan antara
siklus menstruasi dengan status gizi. Status gizi yang kurang atau lebih menyebabkan
penurunan fungsi hipotalamus yang berfungsi memacu hipofisis untuk memproduksi
FSH dan LH. FSH berfungsi mematangkan folikel, sedangkan LH berfungsi
mematangkan ovum. Produksi FSH dan LH yang terganggu dapat menyebabkan
terganggunya siklus menstruasi.23
Menarche biasanya terjadi pada usia 10-14 tahun karena pada usia ini organ
reproduksi tumbuh dengan pesat hingga mencapai kematangan untuk dapat
bereproduksi. Usia menarche yang terlalu dini (<10 tahun) atau terlalu lambat (> 14
tahun) mengindikasikan adanya gangguan hormonal di dalam tubuh. Studi yang
menunjukkan bahwa usia menarche berpengaruh terhadap kejadian infertilitas belum
pernah dilakukan, akan tetapi studi di Kota Surakarta tahun 2014 menunjukkan
bahwa usia menarche berhubungan dengan kejadian endometriosis, yang mana
endometriosis dapat menyebabkan saluran tuba tersumbat sehingga mengakibatkan
terjadinya infertilitas. Faktor Risiko Infertilitas pada Wanita usia subur Berdasarkan
Studi di Kota Semarang tahun 2016, kista endometriosis memiliki risiko 8,08 kali
untuk terjadi infertilitas. Endometriosis lebih sering terjadi pada wanita yang
mengalami menarche pada umur ≤ 11 tahun atau ≥ 14 tahun.22

9
1.4.4. Faktor paparan lingkungan maupun pekerjaan
Beberapa pekerjaan yang melibatkan paparan zat polutan seperti panas,
radiasi sinar X, logam, dan pestisida dapat menurunkan kesuburan wanita sehingga
menyebabkan infertilitas.16 Faktor Paparan lingkungan maupun pekerjaan ini
meliputi :Panas, radiasi sinar X, serta bahan kimia yang mengganggu endokrin yaitu
logam berat timbal (Pb), dan pestisida. Logam berat dan pestisida dapat berpengaruh
terhadap endokrin karena bahan kimia tersebut mengganggu keseimbangan hormonal
sehingga meningkatkan risiko terjadinya infertilitas.10 Dampak pajanan pestisida
pada petani perempuan memberikan efek waktu kehamilan yang tidak konsisten.18

1.4.5. Penyakit penyerta lainnya


Penyakit penyerta yang berkontribusi terhadap kejadian infertilitas adalah
penyakit radang panggul, endometriosis, sindrom ovarium polikistik, mioma uteri,
polip, dan tuba tersumbat.
1. Penyakit radang panggul, merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi
kuman patogen yang dapat menyebabkan kerusakan pada tuba sehingga
menimbulkan infertilitas.
2. Endometriosis, merupakan peradangan yang ditandai pertumbuhan jaringan
endometrium di luar endometrium. Adanya endometriosis dapat menghambat
pertemuan sperma dan ovum di tuba falopi sehingga menyebabkan gangguan
ovulasi.
3. Sindrom ovarium polikistik, merupakan penyakit yang disebabkan karena
gangguan hormonal pada sistem reproduksi dimana kadar progesteron relatif
rendah dan kadar androgen relatif tinggi sehingga mengakibatkan gangguan
ovulasi.
4. Mioma uteri, merupakan tumor jinak (pembesaran jaringan otot) pada uterus.
Mioma tidak memiliki gejala dan dapat terjadi di perimetrium, miometrium
atau endometrium. Mioma pada endometrium sering menyebabkan

10
infertilitas. Mioma aktif saat wanita berada dalam usia produktif dan mengecil
atau sembuh saat menopause.
5. Polip, merupakan pembesaran jaringan akibat mioma uteri yang membesar
dan teremas-remas oleh kontraksi uterus. Polip dapat meluas hingga vagina.
Adanya polip menyebabkan sperma tidak dapat bertemu dengan ovum.
6. Tuba tersumbat, merupakan kondisi dimana saluran tempat bertemunya ovum
dan sperma tersumbat sehingga terjadi kegagalan ovulasi.
7. Infeksi Organ Reproduksi, Infeksi pada organ reproduksi seperti gonore,
herpes, jamur, sifilis, dan vaginitis dapat mengganggu fungsi organ
reproduksi. Apabila tidak segera diobati dapat menyebabkan infertilitas.16

1.5. Diagnosis Infertilitas


Pemeriksaan yang dilakukan pada pemeriksaan infertilitas perempuan adalah sebagai
berikut:
 Deteksi ovulasi
Merupakan dokumentasi waktu ovulasi. Bukti ovulasi adalah kehamilan atau
diperolehnya sebuah ovum dari tuba uterina. Beberapa metode tak langsung :
karakteristik lendir serviks dan biopsi endomertium tujuannya untuk
menentukan jumlah sekresi progesteron untuk mengakomodasi implantasi dan
pemertahanan kehamilan.
 Analisis hormon
Dilakukan untuk mengkaji fungsi endokrin pada aksis ovarium-hipofisis-
hipotalamus. Spesimen daarah diambil untuk menentukan kadar progesteron,
estrogen, FSH, LH. Spesimen urin memberi informasi tentang kadar
ketosteroid-17 dan hidroksi kortikosteroid,
 Biopsi endometrium terjadwal
Biopsi endometrium dijadwalkan setelah ovulasi selama fase luteum siklus
menstruasi. Pemeriksaan dilakukan 3-4 hari sebelum menstruasi berikutnya,
sampel ini kemudian dilakukan pemeriksaan histologi.

11
 Histerosalpingografi
Histerosalpingografi dilakukan guna melihat adanya kelainan uterus, distorsi
rongga uterus atau tuba uterina. Histerosalpingografi dijadwalkan 2-5 hari
setelah menstruasi.
 Laparoskopi
Laparoskopi biasanya dijadwalkan pada awal siklus menstruasi. Visualisasi
kavum peritoneum pada wanita infertil dapat menunjukkan endometriosis,
adesi pelvis, oklusi tuba, atau polikistik ovarium.
 Pemeriksaan pelvis ultrasound
Pemeriksaan ini tujuannya untuk memvisualisasikan jaringan pelvis untuk
berbagai alasan misalnya untuk identifikasi kelainan, memastikan
perkembangan dan maturitas folikuler, atau menginformasi kehamilan
intrauterin.18

2. Kista Ovarium
2.1. Definisi
Kista ovarium adalah kantung yang berisi cairan maupun material semi cair
yang berasal dari jaringan ovarium. Kista ovarium sering muncul pada usia
reproduktif dan umumnya bersifat jinak, ukurannya dapat bervariasi. Pada
kebanyakan kasus kista ovarium tidak berbahaya, bahkan ada jenis kista yang dapat
hilang dengan sendirinya. Meskipun demikian, temuan kista ovarium dapat
menyebabkan kecemasan diantara wanita dengan adanya potensi keganasan.27,28
Kista ovarium adalah kantung berisi cairan di dalam maupun pada permukaan
ovarium, kedua ovarium yang terletak pada tiap sisi uterus dan berukuran sebesar
almon akan menghasilkan ovum dan dilepaskan tiap bulan selama usia reproduksi.
Banyak wanita mengalami kista ovarium selama hidupnya. Kebanyakan kista
ovarium tidak dijumpai gejala klinis dan tidak berbahaya. Mayoritas dari kista
ovarium menghilang tanpa terapi dalam beberapa bulan. Namun beberapa kista
ovarium terutama yang mengalami ruptur sering menyebabkan gejala yang berat.

12
Mengenali gejala dan pemeriksaan pelvik yang rutin dapat mengurangi masalah
tersebut.29
Kista ovarium biasanya muncul selama usia reproduksi. Namun kista ovarium
juga dapat dijumpai pada wanita dengan berbagai umur. Pada beberapa kasus, kista
ovarium dapat menyebabkan nyeri dan perdarahan. Jika kista berukuran diatas 5 cm,
maka kemungkinan membutuhkan tindakan pembedahan. Ada dua jenis utama dari
kista ovarium; (1) kista ovarium fungsional, merupakan tipe utama. Kista ini tidak
berbahaya dan merupakan bagian dari siklus menstruasi yang normal dan dapat
menghilang sendirinya (2) kista patologis, ini merupakan jenis kista yang tumbuh
pada ovarium dan dapat bersifat jinak maupun ganas.30

Gambar 2.1. Kista Ovarium.42

Di Indonesia, insiden kista ovarium ditemukan 2,39% - 11,7% pada seluruh


penderita ginekologi yang dirawat. Pada penelitian sebelumnya di Makassar,

13
ditemukan insiden kista ovarium hanya sebesar 0,4% pada wanita usia subur dan
99,546% pada non usia subur.32

2.2. Etiologi
Kista ovarium disebabkan oleh gangguan (pembentukan) hormon pada
hipotalamus, hipofisis, dan ovarium.26 Faktor penyebab terjadinya kista antara lain
adanya penyumbatan pada saluran yang berisi cairan karena adanya infeksi bakteri
dan virus, adanya zat dioksin dari asap pabrik dan pembakaran gas bermotor yang
dapat menurunkan daya tahan tubuh manusia, dan kemudian akan membantu
tumbuhnya kista. Faktor makanan ; lemak berlebih atau lemak yang tidak sehat yang
mengakibatkan zat-zat lemak tidak dapat dipecah dalam proses metabolisme sehingga
akan meningkatkan resiko tumbuhnya kista, dan faktor genetik.24

2.3. Faktor Resiko


Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terbentuknya kista ovarium
yaitu:
 Riwayat Keluarga
Sekitar 10% dari kanker ovarium disebabkan oleh mutasi gen yang diwariskan
dalam gen tertentu sehingga dapat meningkatkan risiko kanker ovarium.
Misalnya, mutasi pada gen Breast Cancer 1 (BRCA1) dan Breast Cancer 2
(BRCA2) meningkatkan risiko kanker payudara. Kanker payudara pada
wanita dapat bermetastasis ke ovarium, sehingga wanita yang memiliki
riwayat anggota keluarga dengan kanker payudara dapat meningkatkan risiko
terjadinya kanker ovarium.
 Usia
Risiko peningkatan kanker ovarium semakin tinggi seiring bertambahnya
usia. Kebanyakan kanker ovarium berkembang setelah menopause.

14
 Siklus menstruasi
Menurut penelitian sebelumnya tentang faktor risiko kista ovarium,
didapatkan sebesar 80 % wanita mengalami siklus menstruasi tidak teratur.
Dari hasil rasio prevalensi menunjukan bahwa siklus menstruasi tidak teratur
mempengaruhi kejadian kista ovarium. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian
sebelumnya.
 Obesitas
Beberapa penelitian menemukan bahwa ada hubungan antara obesitas dengan
kanker ovarium. Body Mass Index (BMI) yang lebih dari 30 memiliki risiko
lebih besar terhadap pekembangan kanker ovarium.
 Merokok
Beberapa penelitian epidemiologi membuktikan adanya hubungan antara
merokok dengan perkembangan kista fungsional. Meskipun mekanisme
merokok menyebabkan kista ovarium tidak diketahui, diduga adanya
perubahan pada sekresi gonadotropin dan fungsi ovarium.
 Faktor lingkungan
Beberapa peneliti telah memperkirakan bahwa paparan bahan kimia
lingkungan seperti pestisida dan herbisida berhubungan dengan kista ovarium.
Hubungan antara atrazine dan tumor ovarium telah diamati dalam dua
penelitian di Italia, yang menunjukkan bahwa atrazine adalah karsinogenik
pada manusia.33
 Hipotiroid
Ada beberapa teori yang menjelaskan hubungan hipotiroid dengan kista
ovarium yaitu:
a. Kesamaan struktural antara Thyroid Stimulating Hormone (TSH) dengan
Follicle Stimulating Hormone Receptor (FSHR), sehingga tingginya level
TSH dapat menyebabkan aktivasi sel folikel.

15
b. Pada pasien hipotiroid yang parah terjadi perubahan kadar gonadotropin.
Mereka memiliki tingkat FSH relatif tinggi dan tingkat LH yang rendah.
c. FSHR memperkuat efek Human Chorionic Gonadotropin (HCG) atau TSH
pada folikel.
d. TSH memiliki efek pada ovarium untuk menstimulasi gonadotropin dengan
stimulasi reseptor nuklir tiroid dalam sel granulosa. Gangguan dalam
steroidogenesis oleh jenis myxedematou infiltrasi ovarium hipotiroidisme
mempengaruhi perubahan kistik dalam ovarium. 34

2.4. Patofisiologi
Ovulasi terjadi akibat interaksi antara hipotalamus, hipofisis, ovarium,
dan endometrium. Perkembangan dan pematangan folikel ovarium terjadi
akibat rangsangan dari kelenjar hipofisis. Rangsangan yang terus menerus
datang dan ditangkap panca indra dapat diteruskan ke hipofisis anterior
melalui aliran portal hipothalamohipofisial. Setelah sampai di hipofisis
anterior, GnRH akan mengikat sel genadotropin dan merangsang pengeluaran
FSH (Follicle Stimulating Hormone) dan LH (LutheinizingHormone), dimana
FSH dan LH menghasilkan hormon estrogen dan progesterone.35
Ovarium dapat berfungsi menghasilkan estrogen dan progesteron yang
normal. Hal tersebut tergantung pada sejumlah hormon dan kegagalan
pembentukan salah satu hormon dapat mempengaruhi fungsi ovarium.
Ovarium tidak akan berfungsi dengan secara normal jika tubuh wanita tidak
menghasilkan hormon hipofisis dalam jumlah yang tepat. Fungsi ovarium
yang abnormal dapat menyebabkan penimbunan folikel yang terbentuk secara
tidak sempurna di dalam ovarium. Folikel tersebut gagal mengalami
pematangan dan gagal melepaskan sel telur. Dimana, kegagalan tersebut
terbentuk secara tidak sempurna di dalam ovarium dan hal tersebut dapat
mengakibatkan terbentuknya kista di dalam ovarium, serta menyebabkan
infertilitas pada seorang wanita.35

16
2.4.1. Faktor pertumbuhan
Adanya tumor di dalam perut bagian bawah bisa menyebabkan
benjolan perut. Tekanan terhadap alat-alat disekitarnya disebabkan oleh
besarnya tumor atau posisinya dalam perut. Apabila tumor mendesak kandung
kemih, dapat menimbulkan gangguan miksi, sedangkan kista yang lebih besar
tetapi terletak bebas di rongga perut kadang-kadang hanya menimbulkan rasa
berat dalam perut serta mengakibatkan obstipasi edema pada tungkai. Pada
tumor yang besar juga dapat terjadi tidak nafsu makan, rasa sesak, dan lain-
lain.

2.4.2. Faktor aktivitas hormonal


Penderita kista ovarium juga dapat mengalami gangguan hormonal.
Misalnya, peningkatan produksi estrogen dari sel granulosa yang dapat
mengganggu menstruasi normal. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya
yaitu menemukan gangguan siklus menstruasi sebesar 76 % pada penderita
PCOS di masyarakat dan 92,1 % pada penderita PCOS di rumah sakit, sama
dengan tingkat kejadian yang dilaporkan sebelumnya.

2.4.3. Faktor inflamasi


Penyebab nyeri saat menstruasi (dismenorea) pada penderita
endometriosis adalah konsentrasi prostaglandin yang tinggi. Bulletti et al.
menemukan peningkatan frekuensi, amplitudo, dan tekanan basal kontraksi
uterus pada wanita dengan endometriosis. Nyeri juga disebabkan oleh lesi
endometriosis yang memicu terjadinya reaksi inflamasi dan mengeluarkan
prostaglandin, sitokin, histamin dan kinin. Infiltrasi endometriosis yang dalam
menyebabkan kerusakan jaringan dan saraf, serta kista coklat yang pecah
dapat mengiritasi peritoneum. Terbentuknya jaringan parut, fibrosis, dan
adhesi menyebabkan penurunan mobilitas organ sehingga nyeri dapat terasa

17
selama adanya gerakan atau ovulasi. Bila terjadi adhesi pada usus maka dapat
menyebabkan nyeri saat buang air besar (dyschezia).36

2.5. Klasifikasi Kista Ovarium


Ada pula yang bersifat neoplastik. Oleh karena itu, tumor kista dari
ovarium yang jinak di bagi dalam dua golongan yaitu golongan non-
neoplastik dan neoplastik. Menurut klasifikasi kista ovarium berdasarkan
golongan non neoplatik, kista dapat didapati sebagai :

2.5.1. Kista OvariumNon-neoplastik


1. Kista Folikel
Kista folikel merupakan struktur normal dan fisiologis yang berasal dari
kegagalam resorbsi cairan folikel yang tidak dapat berkembang secara
sempurna. Kista folikel dapat tumbuh menjadi besar setiap bulannya sehingga
sejumlah folikel tersebut dapat mati dengan disertai kematian ovum. Kista
folikel dapat terjadi pada wanita muda yang masih menstruasi. Diameter kista
berkisar 2cm.
Kista folikel biasanya tidak bergejala dan dapat menghilang dalam waktu
60 hari. Jika muncul gejala, biasanya menyebabkan interval antar
menstruasi yang sangat pendek atau panjang. Pemeriksaan untuk kista 4 cm
adalah pemeriksaan ultrasonografi awal, dan pemeriksaan ulang dalam waktu
4-8 minggu. Sedangkan pada kista 4 cm atau kista menetap dapat diberikan
pemberian kontrasepsi oral selama 4-8 minggu yang akan menyebabkan kista
menghilang sendiri.
2. Kista lutein
Kista ini dapat terjadi pada kehamilan, lebih jarang diluar kehamilan.Kista
luteum yang sesungguhnya, umumnya berasal dari corpus luteum hematoma.
Perdarahan kedalam ruang corpus selalu terjadi pada masa vaskularisasi. Bila
perdarahan ini sangat banyak jumlahnya, terjadilah korpus leteum hematoma

18
yang berdinding tipis dan berwarna kekuning - kuningan. Biasanya gejala-
gejala yang di timbulkan sering menyerupai kehamilan ektopik.
3. Kista Stain levental ovary
Biasanya kedua ovarium membesar dan bersifat polykistik, permukaan
rata, berwarna keabu-abuan dan berdinding tebal. Pada pemeriksaan
mikroskopis akan tampak tunika yang tebal dan fibrotik. Dibawahnya tampak
folikel dalam bermacam-macam stadium, tetapi tidak di temukan korpus
luteum. Secara klinis memberikan gejala yang disebut stain – leventhal
syndrome dan kelainan ini merupakan penyakit herediter yang autosomal
dominant.

Gambar 2.2. Polycystic Ovary.42

4. Kista Korpus Luteum


Kista korpus luteum merupakan jenis kista yang jarang terjadi. Kista
korpus luteum berukuran ≥ 3 cm, dan diameter kista sebesar 10 cm. Kista
tersebut dapat timbul karena waktu pelepasan sel telur terjadi perdarahan dan
bisa pecah yang sering kali perlu tindakan operasi (kistektomi ovarii) untuk

19
mengatasinya. Keluhan yang biasa dirasakan dari kista tersebut yaitu rasa
sakit yang berat di rongga panggul terjadi selama 14-60 hari setelah periode
menstruasi terakhir.26

2.5.2. Kista Ovarium Neoplastik


 Kistoma Ovarium Simpleks
Kista ini mempunyai permukaan rata dan halus, biasanya bertangkai,
seringkali bilateral, dan dapat menjadi besar. Dinding kista tipis dan cairan di
dalam kista jernih, dan berwarna putih. Terapi terdiri atas pengangkatan kista
dengan reseksi ovarium, akan tetapi jaringan yang di keluarkan harus segera
di periksa secara histologik untuk mengetahui apakah ada keganasan atau
tidak.

 Kista Dermoid
Kista dermoid mewakili 25% dari semua neoplasma ovarium.
Teratoma ini bervariasi ukurannya mulai dari diameter beberapa milimeter
hingga 25cm dan bersifat bilateral pada 10-15% kasus. Strukturnya biasanya
merupakan struktur kistik kompleks dan mengandung unsur-unsur dari ketiga
lapisan sel germinal (endoderm, mesoderm, ektoderm). Sebanyak 1-2% akan
mengalami transformasi ke arah keganasan. Tumor mengandung elemen
ektodermal, mesodermal dan entodermal. Lumen dari kista dermoid ini
mengandung material sebasea dan rambut 42

20
Gambar 2.3. Kista Dermoid.42

 Kista Endometriois
Merupakan kista yang terjadi karena ada bagian endometrium yang
berada di luar rahim. Kista ini berkembang bersamaan dengan tumbuhnya
lapisan endometrium setiap bulan sehingga menimbulkan nyeri hebat,
terutama saat menstruasi dan infertilitas.
 Kista Adenoma Ovarium Musinosum
Asal tumor ini belum diketahui dengan pasti. Namun, kista tersebut
bisa berasal dari suatu teroma dimana dalampertumbuhannya satu elemen
menghalangkan elemen–elemen lain. Selain itu, kista tersebut juga berasal
dari lapisan germinativum Penangan terdiri atas pengangkatan tumor. Jika
pada operasi tumor sudah cukup besar sehingga tidak tampak banyak sisa
ovarium yang normal, biasanya di lakukan pengangkatan ovariam beserta tuba
(salpingo – ooforektomi).26

21
Kista ovarium jenis ini di dalam banyak aspek analog dengan tumor
serosa dan perbedaannya bahwa epitel terdiri atas sel penghasil musin yang
serupa dengan yang ditemukan pada mukoendoserviks. Delapan puluh persen
tumor ini bersifat jinak, 10% memiliki potensi keganasan yang rendah,
sisanya ganas atau kista adeno karsinoma.42

Gambar 2.4. Kista Adenoma Ovarium Musinosum 41


 Kista Adenoma Ovarium Serosum
Pada umumnya kista ini tidak mencapai ukuran yang amat besar
dibandingkan dengan kistadenoma musinosum. Permukaan tumor biasanya
licin, kista serosum pun dapat berbentuk multilokuler meskipun lazimnya
berongga satu. Terapi pada umumnya sama seperti pada kistadenoma
musinosum. Hanya berhubung dengan lebih besarnya kemungkinan
keganasan, perlu di lakukan pemeriksaan yang teliti terhadap tumor yang
dikeluarkan. Bahkan kadang-kadang perlu di periksa sediaan yang di bekukan
pada saat operasi untuk menentukan tindakan selanjutnya pada waktu
operasi.26
Kistoma ovarii serosum biasanya ditemukan pada usia antara 30
sampai 40 tahun. Sekitar 60% jinak, 15% dengan potensi keganasan rendah,
dan 25% ganas.42

22
Gambar 2.5. Kista Adenoma Ovarium Serosum41
2.6. Gejala Klinis
Kebanyakan kista ovarium tumbuh tanpa menimbulkan gejala atau
keluhan. Keluhan biasanya muncul jika kista sudah membesar dan
mengganggu organ tubuh yang lain jika sudah kista mulai menekan saluran
kemih, usus, saraf, atau pembuluh darah besar di sekitar rongga panggul,
maka akan menimbulkan keluhan berupa susah buang air kecil dan buang air
besar, gangguan pencernaan, kesemutan atau bengkak pada kaki.24
Gejala klinis kista ovarium adalah nyeri saat menstruasi, nyeri di perut
bagian bawah, nyeri saat berhubungan badan, siklus menstruasi tidak teratur,
dan nyeri saat buang air kecil dan besar.25
Kista ovarium biasanya tidak menimbulkan gejala. Gejala kista
ovarium dapat ditemukan apabila massa berukuran besar, pecah (splits), atau
terjadi torsi. Dalam keadaan seperti itu dapat ditemukan gejala berupa:

23
 Nyeri panggul karena ukuran kista yang besar, dan nyeri tajam yang tiba-
tiba karena kista pecah atau torsi.
 Kesulitan mengosongkan perut.
 Peningkatan frekuensi buang air kecil.
 Nyeri panggul selama hubungan seksual.
 Menstruasi yang tidak teratur.
 Merasa kenyang dan kembung.37

2.7. Diagnosis
2.7.1. Anamnesis
Setiap mengevaluasi pasien dengan kista ovarium harus mencakup
riwayat kesehatan menyeluruh. Mencari tahu faktor risiko dan risiko
keganasan pada pasien. Gejala seperti nyeri panggul, perut kembung, cepat
kenyang, dan perubahan nafsu makan harus diwaspadai adanya keganasan dan
penatalaksanaan yang dipilih harus tepat. Hal ini juga penting untuk mencari
gejala yang menunjukkan endometriosis, terutama pada pasien wanita usia
reproduksi dengan infertilitas.38

2.7.2. Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan fisik harus mencakup pemeriksaan abdominal dan
pemeriksaan pelvis, termasuk pemeriksaan palpasi bimanual untuk mencari
massa. Bila dijumpai massa, maka karakteristik dari massa harus dievaluasi
dengan baik sehingga asal massa dapat diketahui dengan pasti untuk
penanganan lebih lanjut. Karakteristik massa yang harus dievaluasi meliputi
lokasi, ukuran, konsistensi, bentuk, mobilitas, unilateral atau bilateral dan
penemuan lain yang bermakna seperti demam, asites. Demam menunjukan
proses infeksi atau torsi ovarium dan asites menandakan adanya kemungkinan

24
keganasan. Namun, perlu diingat bahwa pemeriksaan fisik memiliki
sensitivitas yang buruk untuk mendeteksi massa ovarium (15 % - 51 %).38

2.7.3. Pemeriksaan Laboratorium


Penanda adanya tumor adalah protein, yang dihasilkan oleh sel-sel
tumor atau oleh tubuh sebagai respons terhadap sel-sel tumor. Cancer Antigen
125 (CA-125) adalah antigen penentu glikoprotein dengan berat molekul
besar. CA-125 bukan antigen spesifik tumor, tetapi penentuan serum CA-125
dapat membantu dan sering digunakan dalam evaluasi kista ovarium.
Pemeriksaan CA-125 biasanya dilakukan pada wanita yang berisiko memiliki
keganasan. CA-125 pada wanita usia reproduksi meningkat dalam berbagai
kondisi seperti fibroid, endometriosis, adenomiosis, infeksi panggul dan
selama siklus menstruasi normal. CA-125 digunakan untuk membedakan
massa jinak dengan massa ganas.38
Anti-Mullerian Hormone (AMH) adalah penanda yang relatif baru
pada cadangan ovarium dan dianggap paling akurat pada saat ini. Serum
AMH diatas 0,5 ng/mL menunjukan cadangan ovarium yang baik, sedangkan
serum AMH yang rendah menunjukan adanya penurunan folikel ovarium.
Tingkat serum AMH dapat memberikan petunjuk manajemen yang tepat
untuk pasien kista ovarium. Penurunan AMH mungkin kontraindikasi untuk
bedah pada pasien tertentu. AMH juga dapat digunakan sebagai alat untuk
mengevaluasi kerusakan ovarium setelah operasi.38

2.7.4. Pemeriksaan Penunjang


Pencitraan yang paling banyak digunakan adalah ultrasonography
(USG) transvaginal. Pencitraan ini sering digunakan untuk wanita usia
reproduksi dan asimtomatik. Melalui USG dapat diketahui tempat lesi
(unilateral atau bilateral), ukuran, konsistensi (kistik atau solid), struktur
internal (septa tipis atau tebal), permukaan kista (rata atau tidak rata). Pada

25
USG gambaran khas yang menunjukan adanya lesi jinak adalah dinding yang
tipis, tidak adanya eko internal, kurangnya septa internal. Kista sederhana
yang berukuran kurang dari 6 cm harus dipantau dengan USG. Jika USG
memberikan gambaran yang kurang jelas atau jika terdapat kecurigaan adanya
keganasan, maka dapat digunakan Computerized Tomography (CT) dan
Magnetic Resonance Imaging (MRI) untuk melihat pencitraan yang lebih
akurat.38

2.8. Tatalaksana
2.8.1. Konservatif
Kista ovarium dan kista adneksa lainnya pada wanita yang
asimtomatik dapat ditatalaksana dengan cara berikut ini:
a. Kista adneksa dengan ukuran fisiologis pada wanita usia reproduksi, atau
kista sederhana yang berukuran ≤ 1 cm pada wanita pascamenopause,
cenderung jinak dan tidak berbahaya.
b. Kista sederhana dengan ukuran lebih dari 3 cm pada wanita usia reproduksi
atau lebih besar dari 1 cm pada wanita pascamenopause harus diperiksa
dengan USG. Meskipun kista sederhana dari berbagai ukuran tidak mungkin
menjadi lesi ganas, tetapi perlu dilakukan USG tahunan untuk mengawasi
kista yang lebih dari 5 cm pada wanita pramenopause dan 1 cm pada wanita
pascamenopause. Batas 5 cm juga digunakan sebagai rekomendasi tindak
lanjut untuk kista hemoragik pada wanita pramenopause.
c. Penggunaan pedoman ini bertujuan untuk mengurangi kecemasan pasien dan
dokter, serta membatasi kebutuhan tindak lanjut pemeriksaan.39

2.8.2. Pembedahan
Sebagian besar kista ovarium tidak memerlukan pengobatan, tetapi
yang lebih besar dari 5 cm dapat diangkat melalui pembedahan. Bedah
laparoskopi merupakan standar baku untuk pengobatan kista ovarium jinak.

26
Ini adalah prosedur yang sangat efektif dan aman. Dengan laparoskopi trauma
dinding abdomen lebih minimal, waktu operasi lebih singkat, risiko
perlengketan lebih minimal dan masa penyembuhan lebih cepat dibanding
dengan prosedur pembedahan laparotomi. Ketika melakukan operasi
l
a
p
a
r
o
s
k
o
p
i

p
Gambar 2.6.Penatalaksanaan Kista Ovarium.39

ada kista ovarium jinak, penghapusan kapsul lengkap harus dilakukan.


Apabila hanya melakukan aspirasi, pengobatan menjadi kurangefektif dan
tingkat kekambuhan lebih tinggi (46% - 84%).38

2.9. Komplikasi
Kista ovarium dengan diameter besar dari 4 cm memiliki tingkat torsi
sekitar 15%. Torsi menyebabkan obstruksi vena, sehingga aliran arteri dapat
mengalami infark. Sebagian besar kasus torsi terjadi pada wanita
pramenopause usia subur, tetapi 17% dari kasus terjadi pada wanita
prapubertas dan pascamenopause. Torsi ovarium lebih umum di sisi kanan

27
karena kolon sigmoid membatasi mobilitas ovarium kiri. Massa ovarium yang
paling umum yang terkait dengan torsi adalah kista dermoid.40

2.10. Pencegahan
Adapaun cara pencegahan penyakit kista yaitu:
a. Mengkonsumsi banyak sayuran dan buah karena sayuran dan buah
banyak mengandung vitamin dan mineral yang mampu meningkatkan
stamina tubuh.
b. Menjaga pola hidup sehat, khususnya menghindari rokok dan sering
olahraga.
c. Menjaga kebersihan area kewanitaan, hal tersebut untuk menghindari
infeksi mikroorganisme dan bakteri yang dapat berkembang disekitar
area kewanitaan.
d. Mengurangi makanan yang berkadar lemak tinggi. Apabila setiap
individu mengkonsumsi makanan yang berkadar lemak tinggi, hal
tersebut dapat menyebabkan gangguan hormon khususnya gangguan
hormon kortisol pemicu stress dan dapat pula terjadi obesitas.
e. Mengunakan pil KB secara oral yang mengandung hormon estrogen
dan progesteron guna untuk meminimalisir risiko terjadinya kista
karena mampu mencegah produksi sel telur.25

2.11. Prognosis
Prognosis kista ovarium jinak sangat baik. Sekitar 70-80% kista folikular akan
mengalami regresi secara spontan. Pasien hamil yang memiliki kista ovarium dengan
ukuran diameter kurang dari 6cm mempunyai resiko keganasan kurang dari 1%.
Kebanyakan dari kista ini akan hilang pada minggu 16-20 kehamilan. Pada pasien
post-menopause dengan kista unilokular, resiko keganasan terjadi pada 0.3% kasus.40

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Borght M,V. & Wyns C.Fertility and infertility: Definition and epidemiology.
The Canadian Society of Clinical Chemists. 2018. Amsterdam : Elsevier.
Available at :https://doi.org/10.1016/j.clinbiochem.2018.03.012 [Accesed on
22 October 2018].
2. Hadibroto, I. Buku saku patofisiologi. 2013. Jakarta: EGC.
3. Oktarina, A; Abadi, A.& Bachsin, R. Faktor-faktor yang Memengaruhi
Infertilitas pada Wanita di Klinik Fertilitas Endokrinologi Reproduksi. MKS.
2014. Vol. 46 (4) 295-300.
4. Riskesdas. Riset kesehatan dasar. 2013. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.
5. Trisnawati, Y. Analisis Kesehatan Reproduksi Wanita ditinjau dari Riwayat
Kesehatan Reproduksi Terhadap Infertilitas di RS Margono Soekardjo Tahun
2015. Jurnal Kebidanan. 2015. Vol. 07 (02) 115 – 222.
6. Kiran U, Katke RD. Role of diagnostic laparascopy in the Management of
female in Infertility. International Journal of Reproduction, Contraception,
Obstetric and Gynecology. 2016 August:5(8);2592-2595.
7. World Health Organization (WHO). Profil Data Kesehatan Penyakit Kista.
2015. Available at :www.who.int [Accessed on 22 October 2018].
8. Kemenkes. Profil Kesehatan.2015. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia.
9. Lind T, Lampic C, Hammarstrom M, Rodriguez-Wallberg K. Young women's
perceptions of fertility-related information and fertility distress before surgery
for ovarian cysts. Acta Obstet Gynecol Scand 2013;92: 1290–6.
10. Kaijser J, Bourne T, Valentin L, Sayasneh A, van Holsbeke C, Vergote I, et
al. Improving strategies for diagnosing ovarian cancer: a summary of the
International Ovarian Tumor Analysis (IOTA) studies. Ultrasound Obstet
Gynecol 2013;41:9–20.

29
11. Royal College of Obstetricians and Gynaecologists, British Society of
Gynaecologic Endoscopists. Management of suspected ovarian masses in
premenopausal women. RCOG Green-Top Guideline; 2011:62. Available at:
http://www.rcog.org.uk/files/rcog-corp/GTG62_021211_OvarianMas ses.pdf.
[Accessed on 23 October 2018].
12. Legendre G, Catala L, Morinière C, Lacoeuille C, Boussion F, Sentilhes
L, Descamps P. Relationship between ovarian cysts and infertility: what
surgery and when?.Fertil Steril. 2014. Mar;101(3):608-14. Access from :
10.1016/j.fertnstert.2014.01.021 [Accessed on 23 October 2018].
13. Saraswati A. Infertility. 2015;4(5):5-9. Epub Februari 2015.
14. WHO. infertility definitions and terminology. WHO. Available at:
www.who.int/reproductivehealth/topics/infertility/definitions/en/.[Accessed
on 24 October 2018].
15. Fauziyah Y. Infertilitas dan gangguan alat reproduksi wanita. 1 ed.
Yogyakarta: Nuha Medika; 2013. 154 p.
16. Purwoastuti E, Walyani ES. Panduan materi kesehatan reproduksi dan
keluarga berencana. Yogyakarta: Pustaka Baru Press; 2015. 230 p.
17. M. M, V RB. Selected risk factors of infertility in women: case control study.
International Journal of Reproduction, Contraception, Obstetrics and
Gynecology. 2015; 4(6): 1714-1719.
18. HIFTERI-PERFITRI. Kosensus Penanganan Infertilitas. In: Hestiantoro A,
Wiweko B, Pratama G, Yusuf D, eds. Jakarta; 2013.
19. American Society for Reproductive Medicine. Female age-related fertility
decline. Fertility and Sterility. 2014;101(3):633-4. Epub maret 2014.
20. Karsiyah. Analisis faktor yang berhubungan dengan infertilitas (di wilayah
Kecamatan Way Seputih, Kabupaten Lampung Tengah tahun 2014). Jurnal
Kebidanan. 2015;12(2).

30
21. Silvia L. Hubungan obesitas dengan infertilitas pada ibu pasangan usia subur
di Desa Wonosari Tanjung Morawa tahun 2014 [Karya Tulis Ilmiah]:
Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara; 2014
22. Mukti P. Faktor risiko kejadian endometriosis. Unnes Journal of Public
Health. 2014;3(3).
23. Felicia. Hubungan status gizi dengan siklus menstruasi pada remaja putri di
PSIK FK UNSRAT Manado. Jurnal Keperawatan. 2015;3(1). Epub februari
2015.
24. Andang, Tantrini. 45 penyakit musuh kaum perempuan. Yogyakarta : Rapha
Publishing; 2013.
25. Nugroho, Taufan. Masalah Kesehatan Reproduksi Wanita.Yogyakarta: Nuha
Medika; 2014.
26. Setyorini, Aniek. Kesehatan Reproduksi & Pelayanan Keluarga Berencana.
Bogor: IN MEDIA; 2014.
27. Frequently Asked Question FAQ075 Gynecologic Problem. The American
College of Obstetricians and Gynecologists. July 2015.
28. Grabosch SM, Karjane NW. Ovarian Cysts. January 2017. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/255865-overview.
29. Mayo clinic staff. Ovarian cyst. Available at: www.mayoclinic.org.
30. Nordqvist C. Ovarian Cysts: Causes, Symptoms and Treatments. 2015.
Available at: http://www.medicalnewstoday.com. [Accessed on 24 October
2018].
31. Chandra A,Casey E.C, Elizabeth H.S. Infertility And Impaired Fecundity in
the United States, 1982-2010 : Data From the National Survey of Family
Growth. National Health Statistic Reports,2013;No.67.
32. Suryati, Gambaran kejadian kista ovarium pada wanita usia Di rumah sakit
khusus daerah ibu dan anak Pertiwi makassar tahun 2014, Universitas
Indonesia Timur, Makassar, 2015

31
33. American Cancer Society. 2013. Ovarian Cancer. Available from:
http://www.cancer.org/acs/groups/cid/documents/webcontent/003130-pdf.pdf.
[Accesed on 24 October 2018].
34. Shivaprasad, K.S., et al. “Huge bilateral ovarian cysts in adulthood as the
presenting feature of Van Wyk Grumbach syndrome due to chronic
uncontrolled juvenile hypothyroidism.” Indian Journal of Endocrinology and
Metabolism.2013. vol. 17 (1): 164-166.
35. Nurarif. Asuhan Kebidanan Panduan Lengkap Menjadi Bidan Profesional,
Jilid 1. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher; 2013.
36. Harada, Tasuku. “Dysmenorrhea and Endometriosis in Young Women.”
Yonago Acta medica, 2013. Vol.56: 81–84.
37. Gulati, S.K., and Goyal S. “Small Ovarian Cyst Presenting As Giant Ovarian
Cyst Due To Infection: A Rare Case Report.” Journal Of Advance Researches
in Biological Sciences, 2013. Vol. 5 (1): 103-105.
38. Rofe, Guy, Ron Auslender, and Martha Dirnfeld. “Benign ovarian cysts in
reproductive-age women undergoing assisted reproductive technology
treatment.” Open Journal of Obstetrics and Gynecology, 2013. Vol. 3: 17-22.
39. Ross, Elisa K., and Medhi Kebria. “Incidental ovarian cysts: When to
reassure, when to reassess, when to refer.” Cleveland Clinic Journal Of
Medicine, 2013. Vol. 80 (8): 503-514.
40. Helm, C. William. Ovarian Cysts. 2014. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/255865-overview#aw2aab6b2b7.
[Accesed 24 October 2018].
41. Netter, Frank H. Netter’s Obstetry & Gynecology 6th Edition .United States
Of America: Saunders, an imprint of Elsevier Inc; 2014.
42. Kumar, Cotran, Robbins. Buku Ajar Patologi. Jakarta: EGC; 2013.
43. Hestiantoro, Natadisastra, & Wiweko. Endokrinologi Reproduksi dan
Infertilitas dalam Praktek Sehari-hari. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2015.

32
44. Fu, B. Psychometric Properties of The Chinese Version of The Infertility Self-
Efficacy Scale. International Journal Of Nursing Sciences, 2016. 259-267.
Available form :
http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S2352013216301247
[Accessed on 24 October 2018]
45. Masoumi, SZ.,et al. An Epdemologic Survey On The Causes Of Infertility In
Patien Referred To Infertility Center In Fatimieh Hospital In Hamadan.
Iranian Journal Reproductive Medicine; 2015. Vol.13 (8), 513-516. Available
form : https://Www.Ncbi.Nlm.Nih.Gov/Pmc/Articles/PMC4637117/Pdf/Ijrm-
13-513.Pdf[Accessed on 24 October 2018]
46. HIFERI. Konsensus Penanganan Infertilitas. 2013. Available form :
https://www.labcito.co.id/wpcontent/uploads/2015/ref/ref/Konsensus_Infertili
tas_Revisi_9-1.pdf [Accessed on 24 October 2018]
47. Ezzel, W. The Impact of Infertility on Women's Mental Health. North
California Medical Journal; 2016. Vol. 77(6), 427-428. Avalaible form :
http://www.ncmedicaljournal.com/content/77/6/427.full [Accessed on 24
October 2018]

33
LAPORAN KASUS

A. Anamnese
Nn. J, 34 tahun, P0A0, Menikah 1x, menikah 1 usia 16 tahun, Islam, Jawa, SMA,Ibu
Rumah Tangga. Merupakan pasien yang control ke poli ginekologi RSUD dr.
Pirngadi Medan tgl 2 Oktober 2018, datang dengan:
KU : Perut membesar
Telaah : Hal ini dialami pasien sejak 10 tahun, bersifat semakin membesar,
awalnya sebesar tinju dewasa dan sekarang dirasakan sebesar
kehamilan cukupbulan. Menyesak (+) dirasakan selama 1 bulan
ini. Nyeri perut (-). Penurunan nafsu makan (+). Penurunan BB
(+).Keluar darah dari kemaluan (-).BAK &BAB(+)tidak ada
gangguan.
RPT : (-)
RPO : (-)
Riw.operasi : (-)
Riwayat Haid : Menarche 12tahun, ,teratur tiap bulan, lama 3 – 5 hari, volume 2 –
3 kali ganti doek perhari, nyeri haid (-).Haid terakhir Agustus
2018

B. PemeriksaanUmum
1. Status Presents
Sens. : Compos Mentis Anemis (-)
TD : 120/80 mmHg Ikterus (-)
HR : 86 x/i Dyspnoe (-)
RR : 20 x/i Cyanosis (-)
Temp. : 36,5 0C Oedem (-)

34
2. Status Lokalisata
Kepala :
Mata :Konj. Palp. Inf. Pucat (-)/(-), sclera ikterik (-/-), RC (-/-), pupil isokor
Telinga/ Hidung/ Mulut :Dalam batas normal
Leher :Trakea medial, TVJ R-2 cmH2O, pembesaran KGB (-)
Thoraks :
Inspeksi : Simetris fusiformis
Palpasi : SF Ka=Ki
Perkusi : Sonor
Auskultasi : SP : Vesikuler, ST :-
Jantung : HR : 80 x/i, reguler, desah (-)
Abdomen : Perut membesar simetris, teraba massa sebesar kehamilan
aterm,konsistensi kistik dengan pole atas setentang proc xyphoideus
pole bawah setentang simfisis, immobile, permukaan rata, nyeri tekan
(-).
Genitalia eksterna :tidak dijumpai kelainan
Genitalia interna:tidak tampak kelainan
Extremitas superior & inferior : Tidak dijumpai kelainan

3. Status Ginekologis
Inspekulo : portio licin, kesan tertarik ke anterior, erosi (-), darah (-).
VT : Uterus sulit dinilai, teraba massa kistik, permukaan rata, immobile,
ukuran sebesar kehamilan aterm, kesan berasal dari adneksa, asal
adneksa sulit dinilai kanan. Parametrium kanan dan kiri lemas,
cavum douglas menonjol, kesan dipenuhi massa.

35
C. Pemeriksaan Penunjang
1. USG :

- Kk terisi
- Uterus AF ukuran
- Tampak gambaran hipoechoic ukuran 24 x17 cm
- Cairan bebas tidak dijumpai
Kesan : kista ovarium permagna
2. Laboratorium
a. Darah Rutin : Hb : 12.3gr/dl
Leukosit : 14.9x 103 /mm3
Hematokrit : 39%
Trombosit : 355x 103 /mm3
HST : Normal
b. Kadar Gula Darah : Sewaktu : 82 mg/dl
c. Tumor merker : Ca 125 : 262,2 U/mL
d. Fungsi Ginjal : Ureum : 19ng/ml
Kreatinin : 0.73ug/dl

36
e. Fungsi Hati : SGOT : 38 U/L
SGPT : 43 U/L
Albumin : 3.8 g/dL
f. Elektrolit : Natrium : 137mEq/L
Kalium : 4.5mEq/L
Kalsium : 106mEq/L
g. Imunoserologi : HbsAg : Non Reaktif
HIV : Non Reaktif
h. Urinalisa : Dalam batas normal

D. Diagnosa Kerja : Kista Ovarium Permagna


E. Rencana : Unilateral Salpingooporektomi
Laporan Operasi
Post Salpingooporekromi Dekstra a/i Kista Ovarium Permangna Dekstra + Post
Miomektomi a/i Multiple Mioma Uteri

- Pasien diposisikan pada posisi supinasi


- Dalam general anastesi, dilakukan aseptic dan anti septic pada lapangan operasi
- Dilakukan droping untuk melokalisasi lapangan operasi.
- Dilakukan insisi midline dimulai dari daerah setentang simfisis sampai
kesetentang xypoideus mulai dari kutis, subkutis.
- Dengan menyusupkan pinset anatomis fascia digunting keatas dan bawah. Otot
dipisahkan.
- Peritoneum dijepit dengan pinset anatomis lalu di gunting keatas dan bawah.
- Identifikasi rongga abdomen.
- Tampak massa kistik dengan ukuran 25 x 30 cm. identifikasi asal massa, kesan
berasal dari ovarium kanan.
- Diputuskan untuk dilakukan salpingooforektomi kanan.

37
- Identifikasi ligamentum infundibulo pelvikum kanan :tidak dijumpai
perlengketan. Ligamentum infundibulo pelvikum kanan di klem di dua tempat,
kemudian digunting diantaranya, dilakukan penjahitan dengan benang vicryl
no. 0. Evaluasi perdarahan kesan terkontrol.
- Identifikasi ligamentum ovariipropii kanan : tidak dijumpai perlengketan.
Ligamentum ovariipropii kanan di klem di dua tempat, kemudian digunting
diantaranya, dilakukan penjahitan dengan benang vicryl no. 0. Evaluasi
perdarahan kesan terkontrol.
- Dilakukan identifikasi ovarium kiri, kesan dalam batas normal.
- Evaluasi uterus, dijumpai massa mioma subzero sasebanyak 3 buah dengan
masing – masing ukuran  3 x 4 cm, 2 x 2 cm dan 1 x 1 cm. diputuskan
dilakukan miomektomi. Evaluasi perdarahan kesan terkontrol.
- Peritoneum dan otot dijahit secara simple suture dengan plain cautgut
- Fascia dijahit secara continuous dengan vycril No.1
- Subkutis dijahit secara simple suture dengan benang chromic No.2-0
- Kutis dijahit secara subkutikuler dengan benang vycril No. 3/0
- Luka operasi ditutup dengan sufratul, kassa steril dan hypafix
- Operasi selesai, keadaan umum pasien post operasi: dalam batas normal

38
Foto durante operasi
FollowUp
Tanggal 06– 10– 2018 07-10-2018 08-10-2018 09-10-2018
Status Present

39
Sens CM CM CM CM
TD 110 / 60 mmHg 110 / 60 mmHg 110 / 70 mmHg 120 / 80 mmHg
Nadi 88 x/i 78 x/i 80 x/i 88 x/i
RR 24 x/i 20 x/i 20 x/i 20 x/i
Suhu 37 0C 37 0C 37,0 0C 36,8 0C
Soepel, Soepel, peristaltik Soepel, Soepel,
peristaltik (+) (+) peristaltik (+) peristaltik (+)
Abdomen
Luka operasi Luka operasi Luka operasi Luka operasi
:terturupverband :terturupverband :terturupverband :terturupverband
P/V - - - -
Via kateter (+) Via kateter (+)
BAK (Kuningjernih, (Kuningjernih, N N
volume cukup) volume cukup)
BAB - - - +
PostSalpingooporekromiDekstra a/iKista Ovarium
Diagnosis
PermangnaDekstra + Post Miomektomi a/i Multiple Mioma Uteri
Terapi Bedrest IVFD RL 20 IVFD RL 20 IVFD RL 20
Diet MB gtt/i gtt/i gtt/i
IVFD RL 20 Inj. Ceftriaxone 1 Inj. Ceftriaxone Cefadroxil 2 x
gtt/i gr/12 jam 1 gr/12 jam 500 mg
Inj. Ceftriaxone Inj. Ranitidin 50 Inj. Ranitidin 50 Asam
1 gr/12 jam mg/ 8 jam mg/ 8 jam mefenamat 3 x
Inj. Ranitidin 50 Inj. Ketorolac / 8 Inj. Ketorolac / 500 mg
mg/ 8 jam jam 8 jam B komp 2 x 1
Inj. Ketorolac / Aff kateter Aff Infus
8 jam
Kateter urin
terpasang

40
41
PEMBAHASAN

TEORI KASUS
1. Kista ovarium adalah kantung yang berisi Pada kasus, pasien didiagnosis dengan
cairan maupun material semi cair yang kista ovarium
berasal dari jaringan ovarium.

2. Kista ovarium biasanya muncul selama Pasien merupakan seorang wanita berusia
usia reproduksi. Namun kista ovarium 34 tahun. Pasien menikah di usia 16
juga dapat dijumpai pada wanita dengan tahun dan merupakan seorang ibu rumah
berbagai umur. Pada penelitian tangga.
sebelumnya di Makassar, ditemukan
insiden kista ovarium hanya sebesar 0,4%
pada wanita usia subur dan 99,546%
padan usia non-subur

3. Adapun faktor-faktor yang dapat Pada kasus tidak ditemukan faktor risiko
mempengaruhi terbentuknya kista riwayat keluarga, faktor usia, maupun
ovarium yaitu: Riwayat keluarga, usia faktor lingkungan yang mendukung
setelah menopause, siklus menstruasi terjadinya kista ovarium. Riwayat
yang tidak teratur. Obesitas dengan Body menarche di usia 12 tahun, teratur tiap
Mass Index (BMI) yang lebih dari 30 bulan, lama 3 – 5 hari, volume 2 – 3 kali
memiliki risiko lebih besar terhadap ganti doek per hari, nyeri haid (-). Haid
pekembangan kanker ovarium. Merokok terakhir Agustus 2018.
juga diketahui memiliki hubungan
dengan kista ovarium karena diduga
adanya perubahan pada sekresi
gonadotropin dan fungsi ovarium. Faktor
lingkungan seperti paparan bahan kimia

42
pestisida dan herbisida berhubungan
dengan kista ovarium.

4. Kebanyakan kista ovarium tumbuh tanpa Pada kasus, pasien mengeluhkan perut
menimbulkan gejala atau keluhan. membesar. Hal ini dialami pasien sejak
Keluhan biasanya muncul jika kista 10 tahun yang lalu, bersifat semakin
sudah membesar dan mengganggu organ membesar, awalnya sebesar ukuran tinju
tubuh yang lain, ataupun bila telah pecah dewasa dan sekarang dirasakan sebesar
(splits), atau terjadi torsi. Dalam keadaan kehamilan cukup bulan. Menyesak (+)
seperti itu dapat ditemukan gejala berupa: dirasakan selama 1 bulan ini. Nyeri perut
 Nyeri panggul karena ukuran kista yang tidak dijumpai. Penurunan nafsu makan
besar, dan nyeri tajam yang tiba-tiba dijumpai. Penurunan BB dijumpai.
karena kista pecah atau torsi. Riwayat keluar darah dari kemaluan
 Kesulitan mengosongkan perut. disangkal. Riwayat BAK & BAB tidak
 Peningkatan frekuensi buang air kecil ada gangguan.
jika kista mulai menekan saluran kemih
 Nyeri panggul selama hubungan seksual.
 Menstruasi yang tidak teratur.
 Merasa kenyang dan kembung.

43
5. Pemeriksaan fisik harus mencakup Pada pemeriksaan abdomen dijumpai
pemeriksaan abdominal dan pemeriksaan Perut membesar simetris, teraba massa
pelvis, termasuk pemeriksaan palpasi sebesar kehamilan aterm, konsistensi
bimanual untuk mencari massa. Bila kistik dengan pole atas setentang
dijumpai massa, maka karakteristik dari processus xyphoideus dan pole bawah
massa harus dievaluasi dengan baik setentang simfisis, immobile, permukaan
sehingga asal massa dapat diketahui rata, nyeri tekan (-).
dengan pasti untuk penanganan lebih Pada pemeriksaan inspekulo dijumpai
lanjut. Karakteristik massa yang harus portio licin, kesan tertarik ke anterior,
dievaluasi meliputi lokasi, ukuran, erosi (-), darah (-).
konsistensi, bentuk, mobilitas, unilateral Pada VT : Uterus sulit dinilai, teraba
atau bilateral dan penemuan lain yang massa kistik, permukaan rata, immobile,
bermakna seperti demam, asites. Demam ukuran sebesar kehamilan aterm, kesan
menunjukan proses infeksi atau torsi berasal dari adneksa, asal adneksa sulit
ovarium dan asites menandakan adanya dinilai kanan. Parametrium kanan dan
kemungkinan keganasan. Namun, perlu kiri lemas, cavum douglas menonjol,
diingat bahwa pemeriksaan fisik kesan dipenuhi massa.
memiliki sensitivitas yang buruk untuk
mendeteksi massa ovarium (15 % - 51
%).

6. CA-125 bukan antigen spesifik tumor, - Pemeriksaan Laboratorium


tetapi penentuan serum CA-125 dapat Tumor marker: Ca 125: 262,2 U/mL
membantu dan sering digunakan dalam - Pemeriksaan Ultrasonografi
evaluasi kista ovarium. Pemeriksaan CA- Kandung kemih terisi, uterus AF, tampak
125 biasanya dilakukan pada wanita yang gambaran hipoechoic ukuran 24 x17 cm.
berisiko memiliki keganasan. CA-125 Cairan bebas tidak dijumpai.
digunakan untuk membedakan massa Kesan : kista ovarium permagna
jinak dengan massa ganas. Pencitraan

44
yang paling banyak digunakan adalah
ultrasonography (USG) transvaginal.
Pencitraan ini sering digunakan untuk
wanita usia reproduksi dan asimtomatik.
Melalui USG dapat diketahui tempat lesi
(unilateral atau bilateral), ukuran,
konsistensi (kistik atau solid), struktur
internal (septa tipis atau tebal),
permukaan kista (rata atau tidak rata).
Pada USG gambaran khas yang
menunjukan adanya lesi jinak adalah
dinding yang tipis, tidak adanya eko
internal, kurangnya septa internal. Kista
sederhana yang berukuran kurang dari 6
cm harus dipantau dengan USG. Jika
USG memberikan gambaran yang kurang
jelas atau jika terdapat kecurigaan adanya
keganasan, maka dapat digunakan
Computerized Tomography (CT) dan
Magnetic Resonance Imaging (MRI)
untuk melihat pencitraan yang lebih
akurat.
7. Tatalaksana kista ovarium dapat berupa Pada kasus ditemukan gambaran
konservatif maupun pembedahan. Terapi hipoechoic ukuran 24 x17 cm dari
konservatif pada : 1) kista asimtomatik pemeriksaan USG, sehingga pada pasien
pada usia reproduksi, atau kista dilakukan tindakan pembedahan berupa
sederhana yang berukuran ≤ 1 cm pada Unilateral Salpingooporektomi.
wanita pascamenopause, cenderung jinak

45
dan tidak berbahaya; 2) Kista sederhana
dengan ukuran lebih dari 3 cm pada
wanita usia reproduksi atau lebih besar
dari 1 cm pada wanita pascamenopause
harus diperiksa dengan USG. Batas 5 cm
juga digunakan sebagai rekomendasi
tindak lanjut untuk kista hemoragik pada
wanita pramenopause.
Terapi pembedahan dapat dilakukan pada
kista yang berukuran lebih dari 5 cm.
Bedah laparoskopi merupakan standar
baku untuk pengobatan kista ovarium
jinak. Ini adalah prosedur yang sangat
efektif dan aman. Dengan laparoskopi
trauma dinding abdomen lebih minimal,
waktu operasi lebih singkat, risiko
perlengketan lebih minimal dan masa
penyembuhan lebih cepat dibanding
dengan prosedur pembedahan laparotomi.
Ketika melakukan operasi laparoskopi
pada kista ovarium jinak, penghapusan
kapsul lengkap harus dilakukan. Apabila
hanya melakukan aspirasi, pengobatan
menjadi kurang efektif dan tingkat
kekambuhan lebih tinggi (46% - 84%).3

46

Anda mungkin juga menyukai