Dokter Pembimbing:
dr. Herry Kristianto
dr. Nur Kartika Sari
Disusun oleh:
dr. Sushanti Nuraini
LAPORAN KASUS
ULKUS DM
Penyusun :
Hari/Tanggal :
Pembimbing
7. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium Darah (05/12/2019)
Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan
Hematologi
Hemoglobin 11.2 g/dl 12.0 – 16.0
Hematokrit 36.4 % 37 – 43
Eritrosit 4.31 x106/µl 4.2 – 5.4
MCV 84.4 fl 80 – 96
MCH 26.1 pg 27 – 31
MCHC 30.9 gr/dl 32 – 36
Leukosit 6000 ribu/µl 4.0 – 10.0
Trombosit 249.000 ribu/C 150 – 400
Waktu Perdarahan 2.30 Menit 1–3
Waktu Pembekuan 4.30 Menit 2–6
PT 12.8 Detik 11 – 18
INR 0.80 %
APTT 36.1 Detik 27 – 42
Kimia Klinik
GDS 88 mg/dl 70-170
Creatinine 0.90 mg/dl 0.5 – 0.9
Ureum 24.1 mg/dl 10 – 50
Kalium 3.59 mmol/l 3.5 – 5.0
Natrium 141.2 mmol/l 135.0 – 145.0
Chlorida 103.4 mmol/l 95.0 – 105.0
Gol. Darah AB rh +
Lain-lain
HbsAg Non reaktif Non reaktif
Hasil Pembelajaran :
1. Diagnosis hemoroid interna grade lll
Tatalaksana hemoroid interna grade lll
SOAP
1. SUBJEKTIF :
2 tahun SMRS pasien mengeluh terdapat benjolan yang keluar dari anusnya.
Benjolan ini biasanya muncul apabila BAB dengan konsistensi keras dan menyebabkan
nyeri dan terasa panas, terkadang disertai darah berwarna merah segar yang menetes.
Benjolan tersebut dapat masuk kembali ke dalam anus secara spontan. Selama 2 tahun
terakhir, BAB pasien rutin satu kali sehari dengan konsistensi lunak dan beberapa kali
konsistensinya keras sehingga pasien harus mengedan dan membutuhkan waktu yang
lebih lama untuk BAB di WC dan menyebabkan keluhan benjolan muncul. Pasien
mengatakan bahwa pasien jarang mengkonsumsi sayur dan buah-buahan. Selain itu,
pasien mempunyai kebiasaan minum air putih 1 hari kurang dari 5 gelas. Selama dua
tahun ini, pasien belum pernah memeriksakan keluhan benjolan pada anus dan buang air
besar berdarah pada dokter. Pasien hanya mendiamkannya saja, karena pasien berpikir
penyakit ini tidak membahayakannya. Pasien tidak pernah mengalami perubahan pola
buang air besar seperti buang air besar menjadi cair dan frekuensi menjadi semakin
sering. Darah yang keluar saat buang air besar tidak disetai lendir. Pasien mampu
menahan rasa ingin buang air besarnya. Buang air kecil pada pasien tidak ada perubahan,
warna kuning jernih dan tidak nyeri saat berkemih. Perut kembung dan nyeri pada perut
juga disangkal oleh pasien. Pasien tidak merasakan adanya penurunan berat badan, nafsu
makan pasien juga tidak mengalami perubahan.
Pasien merasa benjolan di anus semakin hari semakin membesar dan hanya bisa
dimasukkan ke anus lewat bantuan jari sekitar 1 bulanyang lalu. Pola bab mulai tidak
teratur dan bila bab harus berlama-lama jongkok di kakus dan harus mengejan karena
bab nya keras. Pasien tidak mengeluh adanya perubahan ukuran feses. Kemudian pasien
datang ke RSUD Kayen untuk berobat karena tidak nyaman dengan benjolan tersebut
dan nyeri saat konsistensi bab keras.
Pasien datang ke RSUD Kayen mengeluh keluar benjolan dari dalam anus saat
buang air besar. Benjolan dirasakan semakin membesar daripada biasanya. Benjolan
tersebut berukuran kurang lebih 4 cm, dan hanya dapat dimasukan kembali kedalam anus
dengan bantuan jari. Benjolan ini terasa perih dan panas dan juga disertai darah berwarna
merah segar yang menetes dan tidak bercampur dengan feses, keluhan ini muncul apabila
pasien BAB dengan konsistensi keras. Terakhir bab disertai darah 1 hari yang lalu.
2. OBJEKTIF : hasil diagnosis pada kasus ini ditemukan berdasarkan :
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum penderita tampak sakit sedang,
kesadaran composmentis, tampak benjolan yang keluar dari dalam anus pada posisi jam
9-11, berbentuk bulat lonjong, berwarna kemerahan dengan ukuran berdiameter 4 cm.
Benjolan tersebut tidak dapat masuk kembali tanpa bantuan jari. Nyeri tekan (+), teraba
benjolan, bentuk bulat lonjong, konsistensi kenyal, mudah digerakkan.
Seluruh pemeriksaan tersebut mendukung diagnosis Hemoroid Interna Grade lll.
3. ASSESMENT:
Hemoroid merupakan pelebaran dan inflamasi pembuluh darah vena di anus dari
pleksus hemoroidalis. Hemoroid interna adalah pleksus vena hemoroidales superior diatas
garis mukokutan dan ditutupi oleh mukosa. Sering terdapat pada tiga posisi primer, yaitu
kanan depan, kanan belakang, dan kiri lateral, sedangkan hemoroid yang lebih kecil
terdapat diantara ketiga letak primer tersebut. Hemoroid interna derajat III merupakan
pembesaran hemoroid yang prolaps dimana harus dibantu dengan dorongan jari untuk
memasukkannya kembali ke dalam anus.
4. PLAN:
Assessment : Hemoroid Interna Grade III
IP Dx : S:-
O:-
IP Tx : - IVFD RL 20 TPM
- Inj. Cepraz 2 gr
IP Mx : Evaluasi keadaan umum, tanda vital dan balans cairan.
IP Ex : Memberitahu keluarga mengenai kondisi pasien.
FOLLOW UP
Tanggal Monitoring Keterangan
06/12/2019 S : Nyeri pada luka post op - IVFD RL 20 TPM
11.00 O : KU sakit sedang, CM - Asam Mafenamat 500 mg/8
Melati TD : 110/70 mmHg jam
HR : 91 x/menit - Kalnex 500 mg/8 jam
RR : 20x/menit - Sadar penuh boleh minum
T : 37,0°C (axiller)
Status lokalis :
Regio Anus
Inspeksi : Luka operasi tertutup
perban, massa (-)
A : Post Hemoroidektomi H1
07/12/2019 S : nyeri berkurang - IVFD RL 20 TPM
09.00 O : KU Baik, CM - Cefixime100 mg/12 jam
Melati TD : 120/70 mmHg - Paracetamol 500 mg/8 jam
HR : 81 x/menit - Blpl
RR : 20x/menit
T : 36,7°C (axiller)
Status lokalis :
Regio Anus
Inspeksi : Luka operasi tertutup
perban, massa (-)
A : Post Hemoroidektomi H2
PROGNOSIS
Ad vitam : ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : ad bonam
TINJAUAN PUSTAKA
A. EPIDEMIOLOGI
Penyakit hemoroid merupakan gangguan anorektal yang sering ditemukan.
Hemoroid adalah pelebaran dan inflamasi dari pleksus arteri-vena di saluran anus yang
berfungsi sebagai katup untuk mencegah inkontinensia flatus dan cairan. Hemoroid
diderita oleh 5% seluruh penduduk dunia. Berdasarkan data The National Centre of
Health Statistics di Amerika Serikat, Prevalensi penyakit hemoroid di Amerika Serikat
adalah 4,4%. Hemoroid bisa terjadi pada semua umur tetapi paling banyak terjadi pada
umur 45-65 tahun. Sekitar setengah dari orang-orang yang berumur 50 tahun pernah
mengalami hemoroid. Hal tersebut terjadi karena orang lanjut usia sering mengalami
konstipasi, sehingga terjadi penekanan berlebihan pada pleksus hemoroidalis karena
proses mengejan. Prevalensi meningkat pada ras Kaukasian dan individu dengan status
ekonomi tinggi. Apakah hal ini merupakan akibat dari kebiasaan orang-orang dengan
status ekonomi tinggi yang memilki kebiasaan memeriksakan kesehatannya atau
memang prevalensi yang sebenarnya, masih perlu dibuktikan.
Data menunjukkan bahwa sepuluh juta orang di Indonesia dilaporkan menderita
hemoroid. Pada data kasus hemoroid di Unit Rawat Jalan bedah RSUD Dr. Soegiri
Lamongan tahun 2009 tercatat jumlah pasien hemoroid sebanyak 335 pasien dan tahun
2010 tercatat jumlah pasien hemoroid berjumlah 333 pasien. Data bulan Januari
sampai September 2011 menunjukkan bahwa jumlah seluruh kunjungan pasien
hemoroid sebanyak 304 pasien. Dari data di atas diketahui bahwa masih banyak
penderita hemorid di RSUD Dr. Soegiri. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
terjadinya hemoroid antara lain: aktivitas fisik, pola makan, kebiasaan BAB,
konstipasi, kurang mobilisasi, pekerjaan, anatomi, dan usia.3
Kejadian hemoroid cenderung meningkat seiring dengan bertambahnya usia
seseorang, dimana usia puncaknya adalah 45-65 tahun. Sekitar setengah dari orang-
orang yang berumur 50 tahun pernah mengalami hemoroid. Hal tersebut terjadi karena
orang lanjut usia sering mengalami konstipasi, sehingga terjadi penekanan berlebihan
pada pleksus hemoroidalis karena proses mengejan.
B. DEFINISI HEMOROID
Hemoroid merupakan pelebaran dan inflamasi pembuluh darah vena di anus dari
pleksus hemoroidalis. Hemoroid adalah dilatasi varikosus vena dari plexus
hemorrhoidal inferior dan superior .
Hemoroid dibedakan menjadi dua, interna dan eksterna. Hemoroid interna adalah
pleksus vena hemoroidales superior diatas garis mukokutan dan ditutupi oleh mukosa.
Sering terdapat pada tiga posisi primer, yaitu kanan depan, kanan belakang, dan kiri
lateral, sedangkan hemoroid yang lebih kecil terdapat diantara ketiga letak primer
tersebut. Hemoroid eksterna merupakan pelebaran dan penonjolan pleksus hemoroid
inferior yang terdapat di bagian distal garis mukokutan di dalam jaringan dibawah
epitel anus .
D. KLASIFIKASI
Berdasarkan letaknya hemorrhoid terbagi atas :
a. Hemoroid eksterna
Merupakan pelebaran dan penonjolan vena hemorrhoidalis inferior yang
timbul di sebelah luar musculus sphincter ani.
Hemorrhoid eksterna diklasifikasikan sebagai bentuk akut dan kronis. Bentuk
akut dapat berupa pembengkakan bulat kebiruan pada pinggir anus yang
merupakan suatu hematoma. Bentuk ini sering terasa sangat nyeri dan gatal
karena ujung-ujung saraf pada kulit merupakan reseptor nyeri. Hemorrhoid
eksterna kronis atau skin tag biasanya merupakan sequele dari hematoma akut.
b. Hemoroid interna
Merupakan pelebaran dan penonjolan vena hemorrhoidalis superior dan
media yang timbul di sebelah proksimal dari musculus sphincter ani. Hemorhoid
interna yang merupakan pelebaran cabang-cabang v. rectalis superior (v.
hemoroidalis) dan diliputi oleh mukosa. Cabang vena yang terletak pada colllum
analis posisi jam 3,7, dan 11 bila dilihat saat paien dalam posisi litotomi mudah
sekali menjadi varises. Kedua jenis hemorrhoid ini sangat sering dijumpai dan
terjadi pada sekitar 35% penduduk yang berusia di atas 25 tahun.
Hemoroid interna dikelompokkan ke dalam 4 derajat, yakni:
Derajat I : bila terjadi pembesaran hemorrhoid yang tidak prolaps ke luar
kanalis analis yang hanya dapat dilihat dengan anorektoskop.
Derajat II : pembesaran hemorrhoid yang prolaps dan menghilang atau dapat
masuk kembali ke dalam anus secara spontan.
Derajat III : pembesaran hemorrhoid yang prolaps dimana harus dibantu
dengan dorongan jari untuk memasukkannya kembali ke dalam anus.
Derajat IV : prolaps hemorrhoid yang yang permanen. Prolaps ini rentan dan
cenderung mengalami trombosis dan infark.
I I
E. PATOGENESIS
Anal canal memiliki lumen triradiate yang dilapisi bantalan (cushion) atau
alas dari jaringan mukosa. Bantalan ini tergantung di anal canal oleh jaringan ikat
yang berasal dari sfingter anal internal dan otot longitudinal. Di dalam tiap
bantalan terdapat plexus vena yang diperdarahi oleh arteriovenosus. Struktur
vaskular tersebut membuat tiap bantalan membesar untuk mencegah terjadinya
inkontinensia.
Efek degenerasi akibat penuaan dapat memperlemah jaringan penyokong
dan bersamaan dengan usaha pengeluaran feses yang keras secara berulang serta
mengedan akan meningkatkan tekanan terhadap bantalan tersebut yang akan
mengakibatkan prolapsus. Bantalan yang mengalami prolapsus akan terganggu
aliran balik venanya. Bantalan menjadi semakin membesar dikarenakan
mengedan, konsumsi serat yang tidak adekuat, berlama-lama ketika buang air
besar, serta kondisi seperti kehamilan yang meningkatkan tekanan intra
abdominal. Perdarahan yang timbul dari pembesaran hemoroid disebabkan oleh
trauma mukosa lokal atau inflamasi yang merusak pembuluh darah di bawahnya.
Umumnya perdarahan merupakan tanda pertama dari hemoroid interna akibat trauma
oleh feses yang keras. Darah yang keluar berwarna merah segar dan tidak tercampur
dengan feses, dapat hanya berupa garis pada feses atau kertas pembersih sampai pada
perdarahan yang terlihat menetes atau mewarnai air toilet menjadi merah.
Hemorrhoid yang dibiarkan, akan menonjol secara perlahan-lahan.
Mula-mula penonjolan hanya terjadi sewaktu buang air besar dan dapat
masuk sendiri dengan spontan. Namun lama-kelamaan penonjolan itu tidak
dapat masuk ke anus dengan sendirinya sehingga harus dimasukkan dengan
tangan. Bila tidak segera ditangani, hemorrhoid itu akan menonjol secara
menetap dan terapi satu-satunya hanyalah dengan operasi. Biasanya pada
celana dalam penderita sering didapatkan feses atau lendir yang kental dan
menyebabkan daerah sekitar anus menjadi lebih lembab. Sehingga sering
pada kebanyakan orang terjadi iritasi dan gatal di daerah anus.
Sel mast memiliki peran multidimensional terhadap patogenesis hemoroid,
melalui mediator dan sitokin yang dikeluarkan oleh granul sel mast. Pada tahap awal
vasokonstriksi terjadi bersamaan dengan peningkatan vasopermeabilitas dan kontraksi
otot polos yang diinduksi oleh histamin dan leukotrin. Ketika vena submukosal
meregang akibat dinding pembuluh darah pada hemoroid melemah, akan terjadi
ekstravasasi sel darah merah dan perdarahan. Sel mast juga melepaskan platelet-
activating factor sehingga terjadi agregasi dan trombosis yang merupakan komplikasi
akut hemoroid. Pada tahap selanjutnya hemoroid yang mengalami trombosis akan
mengalami rekanalisasi dan resolusi. Proses ini dipengaruhi oleh kandungan
granul sel mast. Termasuk diantaranya tryptase dan chymase untuk degradasi
jaringan stroma, heparin untuk migrasi sel endotel dan sitokin sebagai TNF-α
serta interleukin 4 untuk pertumbuhan fibroblas dan proliferasi. Selanjutnya
pembentukan jaringan parut akan dibantu oleh basic fibroblast growth factor dari
sel mast.
G. DIAGNOSIS
Diagnosis hemoroid ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang
Anamnesis
Pada anamnesis biasanya didapatkan pasien mengeluhkan adanya darah segar
pada saat buang air besar, darah yang keluar bisa menetes dan bisa juga keluar
terus menerus dan tidak bercampur dengan feses. Selain itu pasien juga akan
mengeluhkan adanya gatal-gatal pada daerah anus. Serta keluhan adanya massa
pada anus dan membuatnya merasa tidak nyaman, biasanya pada hemoroid
interna derajat II dan hemoroid eksterna. Pasien juga akan mengeluhkan nyeri
pada hemoroid interna derajat IV dan hemoroid eksterna.
Perdarahan yang disertai nyeri mengindikasikan hemoroid eksterna yang
sudah mengalami trombosis. Biasanya hemoroid interna mulai menimbulkan
gejala setelah terjadi prolapsus, sehingga mengakibatkan perdarahan, ulserasi,
atau trombosis. Hemoroid eksterna juga bisa terjadi tanpa gejala atau dapat
ditandai dengan nyeri akut, rasa tak nyaman, atau perdarahan akibat ulserasi dan
thrombosis.
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya pembengkakan vena yang
mengindikasikan hemoroid eksterna atau hemoroid interna yang sudah mengalami
prolaps. Jika pasien mengeluhkan perdarahan kemungkinan bisa menyebabkan
anemia sekunder yang dapat dilihat dari konjungtiva palpebra pasien yang sedikit
anemis. Daerah perianal juga diinspeksi untuk melihat ada atau tidaknya fisura,
fistula, polip atau tumor. Pada rectal toucher juga dinilai ukuran, perdarahan dan
tingkat keparahan inflamasi. Rectal toucher juga dilakukan untuk menyingkirkan
kemungkinan karsinoma rektum.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan dapat berupa pemeriksaan
laboratorium untuk mendeteksi apakah terjadi anemia pada pasien dan
pemeriksaan anoskopi serta sigmoideskopi. Anoskopi dilakukan untuk menilai
mukosa rektal dan mengevaluasi tingkat pembesaran hemoroid. Hasil anoskopi
hemoroid interna yang tidak mengalami prolaps biasanya terlihat gambaran
vascular yang menonjol keluar, dan apabila pasien diminta mengejan akan terlihat
gambaran yang lebih jelas. Sedangkan dengan menggunakan sigmoideskopi dapat
mengevaluasi kondisi lain sebagai diagnose banding untuk perdarahan rektal dan
rasa tak nyaman seperti pada fisura anal dan fistula, colitis, polip rectal, dan
kanker.
H. PENATALAKSANAAN
a. Terapi Non Medikamentosa
Dapat diberikan pada semua kasus hemoroid terutama hemoroid interna derajat 1,
disebut juga terapi konservatif, diantaranya adalah:
Koreksi konstipasi dengan meningkatkan konsumsi makanan tinggi serat 20-
30 g/hari
Meningkatkan konsumsi cairan (6-8 gelas sehari).
Menghindari mengejan saat buang air besar, dan segera ke kamar mandi saat
merasa akan buang air besar, jangan ditahan karena akan memperkeras feses.
Rendam duduk dengan air hangat yang bersih dapat dilakukan rutin dua kali
sehari selama 10 menit pagi dan sore selama 1 – 2 minggu, karena air hangat
dapat merelaksasi sfingter dan spasme.
Tirah baring untuk membantu mempercepat berkurangnya pembengkakan.
b. Terapi Medikamentosa
Salep anastetik local
Kortikosteroid
Laksatif
Analgesik
c. Terapi Pembedahan
Hemorrhoid Institute of South Texas (HIST) menetapkan indikasi tatalaksana
pembedahan hemoroid antara lain :
Hemoroid interna derajat II berulang
Hemoroid derajat III dan IV dengan gejala
Mukosa rektum menonjol keluar anus
Hemoroid interna derajat I dan II dengan penyakit penyerta seperti fisura
Kegagalan penatalaksanaan konservatif
Permintaan pasien
Adapun jenis pembedahan yang sering dilakukan yaitu:
Skleroterapi
Teknik ini dilakukan dengan menginjeksikan 5 % fenol dalam minyak nabati.
Lokasi injeksi adalah submukosa hemoroid. Efek dari injeksi adalah edema,
reaksi inflamasi dengan proliferasi fibroblast dan thrombosis intravascular.
Reaksi ini akan menyebabkan fibrosis pada submukosa hemoroid sehingga
akan mencegah atau mengurangi prolapsus jaringan hemoroid. Terapi ini
disertai anjuran makanan tinggi serat dapat efektif untuk hemoroid interna
derajat I dan II. Komplikasi sklerotherapy biasanya akibat penyuntikan cairan
yang tidak tepat atau kelebihan dosis pada satu tempat. Komplikasi yang
paling sering adalah pengelupasan mukosa, kadang bisa menimbulkan abses.
Infrared thermocoagulation
Teknik ini dilakukan dengan cara memberikan radiasi infra merah dengan
lampu tungsten-halogen yang difokuskan ke jaringan hemorrhoid dari
reflector plate emas melalui tabung polymer khusus. Sinar koagulator infra
merah (IRC) menembus jaringan ke submukosa dan dirubah menjadi panas,
menimbulkan inflamasi, destruksi jaringan di daerah tersebut. Daerah yang
akan dikoagulasi diberi local anestesi terlebih dahulu. Komplikasi biasanya
jarang terjadi, umumnya berupa koagulasi pada daerah yang tidak tepat
Bipolar diathermy
Teknik ini menggunakan listrik untuk menghasikan jaringan koagulasi pada
ujung cauter. Cara ini efektif untuk hemorrhoid derajat III atau dibawahnya.
Cryotherapy
Teknik ini didasarkan pada pembekuan dan pencairan jaringan yang secara
teori menimbulkan analgesia dan perusakan jaringan hingga terbentuk
jaringan parut
Ligasi dengan gelang karet (Rubber band ligation)
Biasanya teknik ini dilakukan untuk hemoroid yang besar atau yang
mengalami prolaps. Dengan bantuan anuskop, mukosa diatas hemoroid yang
menonjol dijepit dan ditarik atau dihisap kedalam tabung ligator khusus. Efek
dari teknik ini adalah nekrosis iskemia, ulserasi, dan scarring yang akan
menghasilkan fiksasi jaringan ikat ke dinding rektum. Komplikasi yang
sering terjadi berupa edema dan trombosis.
Gambar 3. Rubber Band Ligation
Hemoroidektomi
Teknik dipakai untuk hemoroid derajat III atau IV dengan keluhan menahun,
juga untuk penderita denga perdarahan berulang dan anemia yang tidak
sembuh dengan terapi lain yang lebih sederhana. Prinsipnya adalah eksisi
hanya dilakukan pada jaringan yang benar-benar berlebihan, dan pada
anoderm serta kulit yang normal dengan tidak mengganggu sfingter anus.
Selama pembedahan sfingter anus biasanya dilatasi dan hemoroid diangkat
dengan klem atau diligasi dan kemudian dieksisi.
Gambar 4. Hemoroidektomi
DAFTAR PUSTAKA
Pendamping,