Anda di halaman 1dari 32

REFLEKSI KASUS

SEORANG ANAK DENGAN MORBILI

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Salah Satu Syarat Dalam
Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Kesehatan Anak
Rumah Sakit Umum Daerah Sunan Kalijaga Demak

Oleh :

Gindy Aulia

Pembimbing :

dr. Saiful Mujab, Sp.A

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT

ANAK RSUD SUNAN KALIJAGA DEMAK

2017

HALAMAN PENGESAHAN
Nama : Gindy Aulia
NIM : 30101206632
Fakultas : Kedokteran
Universitas : Universitas Islam Sultan Agung ( UNISSULA )
Tingkat : Program Pendidikan Profesi Dokter
Bagian : Ilmu Kesehatan Anak
Judul : Seorang anak dengan Morbili

Demak, 19 Juni 2017


Mengetahui dan Menyetujui
Pembimbing Kepaniteraan Klinik
Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Sunan Kalijaga Kab. Demak

Pembimbing,

dr. Saiful Mujab, Sp.A


BAB 1
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS
a. Identitas Pasien
Nama : An. RX
Umur : 4 tahun
Berat Badan : 10 kg
Panjang Badan : 75cm
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Demak
No CM : 14.80.XX
Tanggal Masuk : 22 Mei 2017
Ruang : Dahlia bed no:26
b. Identitas Orang tua
Ayah
Nama : Tn. S
Umur : 42 tahun
Pekerjaan : Pegawai Swasta
Ibu
Nama : Ny. N
Umur : 37 tahun
Pekerjaan : Ibu rumah tangga

II. ANAMNESIS
Dilakukan secara Alloanamnesis dengan ayah dan ibu pasien pada
tanggal 24 Mei 2017 pukul 20.00 WIB yang dilakukan di bangsal
dahlia RSUD Sunan Kalijaga Demak serta didukung catatan medik.
a. Keluhan Utama
Ruam Kemerahan diseluruh tubuh
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Sunan Kalijaga Demak pada
tanggal 22 Mei 2017 pukul 15.00 dengan keluhan demam. Demam
7 hari terus menerus dengan suhu tinggi, tidak menggigil, tidak
kejang, tidak berkeringat dingin. Badan lemas dan lesu, nafsu
makan menurun sudah diperiksakan ke klinik diberi obat kemudian
demam turun, akan tetapi beberapa jam kemudian demam naik.
Pada demam hari ke 4, ibu pasien juga mengeluhkan batuk
dan pilek. Batuk grok – grok ngekel dahak tidak bisa keluar dan
pilek dengan sekret bening. Pasien juga mengeluh sariawan dan
terdapat mata merah.
Pada demam hari ke5, ibu pasien juga mengeluhkan
muncul ruam kemerahan di leher dan muka terasa gatal. Ruam
kemerahan mulai menyebar pada demam hari ke 6 di ketiak, dada,
dan perut. Pada demam hari ke 7 ruam menyebar ke bagian tangan
kaki dan sudah diberi bedak salisil.
Selama di bangsal dahlia, pada demam hari ke 7 ibu pasien
mengeluhkan panas yang belum turun dan ruam merah yang tidak
kunjung hilang. Nafsu makan yang menurun, minum sedikit.

Riwayat imunisasi tidak lengkapkarena imunisasi


campak(-). Untuk imunisasi dasar yang lainàibu datang untuk
imunisasi apabila diminta datang oleh petugas kesehatan.

c. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat Demam sebelumnya disangkal.Minum obat penurun
panas sembuh, tidak sampai di opname di RS.Tidak pernah sakit
campak sebelumnya. Tidak pernah sakit ruam kemerahan
sebelumnya.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat dari orang tua, saudara tidak ada yang campak.
Lingkungan di sekitar rumah pasien dalam keadaan bersih.
e. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien merupakan anak kedua. Ayah dan ibu seorang pegawai
swasta. Pasien berobat menggunakan BPJS Non PBI. Kesan
ekonomi cukup.
f. Riwayat Pemeliharaan Prenatal
Ibu memeriksakan kandungannya secara teratur. Mulai saat
mengetahui kehamilan hingga usia kehamilan 9 bulan pemeriksaan
rutin dilakukan 1x / bulan di puskesmas. Selama hamil ibu
mendapatkan suntikan TT. Ibu mengaku tidak menderita penyakit
saat kehamilan. Riwayat perdarahan dan trauma saat hamil
disangkal. Riwayat minum obat tanpa resep dokter ataupun minum
jamu disangkal.
Kesan : riwayat pemeliharaan prenatal baik.
g. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Saat hamil, ibu pasien rutin memeriksakan kehamilannya. Pasien
merupakan anak laki-laki yang lahir dari ibu G2P1A0 hamil 38
minggu, letak kepala, lahir spontan di RSUD Sunan Kalijaga
Demak, langsung menangis, berat badan lahir 2800 gram, panjang
badan lupa, lingkar kepala lupa dan lingkar dada lupa, tidak ada
kelainan bawaan.
Kesan : neonatus aterm, lahir spontan per vaginam, Vigorous baby
h. Riwayat Pemeliharaan Postnatal
Pemeliharaan sewaktu bayi dilakukan di bidan dan anak dalam
kondisi sehat.
Kesan : riwayat pemeliharaan postnatal baik
i. Riwayat Imunisasi
Ibu datang untuk imunisasi apabila diminta datang oleh petugas
kesehatan,imunisasi yang belum dilakukan adalah campak.
Imunisasi dasar TIDAK LENGKAP dan sulit dinilai tanpa bukti
KMS.
imunisasi Bulan ke jumlah

Hepatitis B - - +
+
Polio - +
DPT - +
Campak - -

Kesan : imunisasi dasar tidak lengkap dan sulit dinilai tanpa bukti
KMS.
j. Riwayat Perkembangan dan Pertumbuhan Anak
Pertumbuhan
Pasien sering dibawa kontrol ke posyandu untuk mengisi KMS.
Usia : 4 tahun
BBL : 2.800 gram
BB Sekarang : 10 kg
TB Sekarang : 75 cm
IMT : 17,85
Kesan  Status Gizi baik
Perkembangan
- Usia 4 tahun :
 Personal Sosial :
Memakai baju sendiri (+)
Makan sendiri (+)
 Motorik Halus :
Menyusun menara dari 4 kubus (+)
Mencorat-coret(+)
 Bahasa :
Menyebut 1 gambar(+)
Bicara sebagian dimengerti(+)
 Motorik Kasar :
Melempar bola tangan ke atas (+)
Melompat (+)

Kesan : perkembangan baik sesuai umur

k. Riwayat Pemberian Makan dan Minum


ASI diberikan full 6 bulan (ASI eksklusif). Mulai umur 7-8
bulan anak diberikan ASI dan makanan pendamping ASI berupa
bubur buatan ibu sendiri, pisang yang dilumat halus, nasi tim, dan
buah. Mulai umur 9-10 bulan anak diberikan makanan yang di buat
dengan di tumbuk. Mulai umur 11 bulan sampai sekarang
diberikan makanan seperti orang dewasa contohnya nasi, sayur
bening, tempe, ikan.

Kesan : kualitas dan kuantitas makanan cukup baik


III. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 24 Mei 2017 pukul 21.30 WIB di


bangsal dahlia RSUD Sunan Kalijaga Demak.
Anak laki-laki usia 4 tahun, berat badan 10 kg, tinggi badan 75 cm,
lingkar kepala 47 cm, Lingkar Dada 45 cm
1. Keadaan Umum : Lemah
2. Kesadaran : ComposMentis
3. Tanda vital :
- Tekanan Darah :-
- Nadi :110x/menit,reguler, isi dan tegangan cukup.
- RR : 26x/ menit, reguler
- Suhu : 38,3° C (aksila)
4. Status Gizi
Status gizi IMT
=BB/TB2 (dalam m)
=10/0,752
=17,85
Kesan : Gizi baik

5. Status Internus
a. Kepala :mesocephale, ubun-ubun besar tidak membonjol,
kulit kepala tidak ada kelainan, rambut hitam dan distribusi
merata
b. Kulit : Sianosis (-), turgor kembali cepat<2 detik, ikterus
(-), ruam merah (+)
c. Mata : Pupil bulat, isokor, refleks cahaya (+/+) normal,
pupil kanan ±3mm=kiri±3mm, konjungtivitis (+/+), sklera
ikterik (-/-), cekung (-/-)
d. Hidung : bentuk normal, sekret bening (+/+), nafas cuping
hidung (-), epistaksis (-/-)
e. Telinga : bentuk normal, discharge (-/-)
f. Mulut : sianosis (-), perdarahan gusi (-), sariawan(+),
bercak koplik +
g. Leher : simetris, pembesaran kelenjar limfe (-), ruam
merah (+)
h. Thorax :
 Pulmo
Inspeksi : Hemithoraks dextra et sinistra simetris
dalam keadaan statis maupun dinamis, retraksi suprasternal (-),
intercostal (-) dan epigastrial (-). Ruam merah (+)
Palpasi : stem fremitus dextra = sinistra
Perkusi : sonor (+)
Auskultasi : suara dasar : vesikuler (+/+)
Suara tambahan : ronki (-/-), wheezing (-/-)
 Cor
Inspeksi : pulsasi ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V, 2 cm medial
linea mid clavicula sinistra, tidak melebar,tidak kuat angkat
Perkusi :Redup
Auskultasi :BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-),
bising (-)
i.Abdomen :
Inspeksi : datar, ruam merah (+)
Auskultasi : BU (+) normal
Perkusi : timpani (+)
Palpasi : defense muscular (-),hepatomegali (-)
j. Genitalia : laki-laki, tidak ada kelainan
k. Ekstremitas : ruam merah (+)
  Super Inferi
ior or
Akral -/-   -/-
Dingin
Sianos  -/-  -/-
is
Udem  -/-  -/-
Ruam  +/+  +/+
merah
Capill <2" <2"
ary
Refill
Time

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


 Darah Rutin
Pemeriksaan 23/5/2017 Nilai normal

Hb 11,3 g/dL 11
Ht 34,3 % 33 – 42 Kesan
:
Leukosit 10.800/ mm3 6000 – 17.500

Trombosit 223.000/ mm3 150.000 – 450.000

normal

 Widal
Pemeriksaan 29/11/2016

Widal S typhi O 1/100

Widal S typhi H 1/100

Problem aktif Problem pasif


Demam 7 hari terus menerus, Imunisasi tidak lengkap
suhu tinggi Perawakan kurang sesuai
Ruam merah seluruh badan usia
Batuk grok grok ngekel Nafsu makan turun
Pilek sekret bening
Sariawan
Konjungtivitis

V. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis utama : Morbili

Diagnosis banding : rubella, Eksantema subitum


VI. DIAGNOSIS KERJA
• Diagnosis utama : Morbili
• Diagnosis komorbid :-
• Diagnosis komplikasi :-
• Diagnosis gizi : gizi baik
• Diagnosis sosial ekonomi : cukup
• Diagnosis Imunisasi : imunisasi dasar tidak lengkap
• Diagnosis Pertumbuhan : Baik, Pertumbuhan sesuai dengan usia
• Diagnosis Perkembangan :
1. Personal sosial : sesuai usia
2. Motorik Halus : sesuai usia
3. Bahasa : sesuai usia
4. Motorik kasar : sesuai usia

VII.INITIAL PLAN
 Ip. Dx :
a. Subyektif :-
b. Obyektif :-
Ip. Tx :
Medikamentosa

o Infus asering 10 tpm


o Inj. PCT 3 x100 mg
o P.O. Vit A 1 x 200.000 IU
o Ambroxol syr 3x⅓ cth
o Inj. Ondan 3x ½ amp

Non medikamentosa

 Isolasi
 Tirah baring
 Bila suhu meningkat, kompres dengan air hangat
 Ip. Mx :
o Awasi KU dan tanda vital
o Peningkatan suhu tubuh
o Komplikasi atau penyulit campak
o Pasien di ruangan isolasi untuk menghindari kontak penularan
 Ip. Ex :

 Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakit yang dialami,


penyebab, dan penatalaksanaan yang dilakukan
 Menjelaskan prognosis dari penyakit tersebut
 Memotivasi pasien dan keluarganya agar mengkonsumsi makanan
bergizi supaya meningkatkan daya tahan tubuh karena campak
adalah penyakit yang disebabkan virus, yang dapat dicegah dan
diobati dengan daya tahan tubuh yang baik.
 Imunisasikan anak secara lengkap sesuai dengan jadwal

VIII. Terapi
Medikamentosa

o Infus asering 10 tpm


o Inj. PCT 3 x100 mg
o P.O. Vit A 1 x 200.000 IU
o Ambroxol syr 3x⅓ cth
o Inj. Ondan 3x ½ amp

Non medikamentosa

 Isolasi
 Tirah baring
 Diit BTKTP
IX. PROGRESS NOTE

Waktu/tgl 23/5/2017 24/5/2017 25/5//2017 26/5/2017


keluhan D7, panas, batuk grok D8, panas, batuk
D9batuk grok D10, batuk masih
grok ngekel,pilek grok grok grok masih sama. Sariawan
,sariawan, ngekel,pilek. sama ,pilek +. sedikit berkurang,
konjungtivitis,ruam sariawan, Sariawan -, ruam merah
merah kepala dan leher konjungtivitis konjungtivitis-, kehitaman pada
serta badan. ruam merah ruam merah mulai leher dan wajah.
Nafsu makan turun kepala leher menggelap di Tetapi bagian
badan kepala, leher perut dan dada,
Nafsu makan dada, perut kaki masih merah
turun ekstremitas masih Makan sudah
sama normal
Makan sedikit
sedikit
Kesadaran/Keadaan Compos Mentis, lemah Compos Mentis, Compos Mentis, Compos Mentis,
Umum lemah aktif aktif
Vital: nadi 120 x/mnt 140 x/mnt 130x/mnt 140x/mnt
RR 32 x/mnt 40 x/mnt 35x/mnt 32x/mnt
Suhu 37,3 ºC 36,9 ºC 36,8º C 36,0 º C
Antopometri:
BB 10 kg 10 kg 10 kg 10 kg
PB 75 cm 75 cm 75 cm 75 cm
PF :
Kepala Mesochepal Mesochepal Mesochepal Mesochepal
Mata isokor isokor isokor isokor
Hidung Nafas cuping (-), sekret Nafas cuping (-), Nafas cuping (-), Nafas cuping (-),
bening sekret bening sekret bening sekret beningdikt
Bibir Sianosis (-), kering (-) Sianosis (-), Sianosis (-), Sianosis (-),
kering (-) kering (-) kering (-)

Leher ruam merah(+), Ruam merah(+), ruam merah(+) ruam hitam(+)


Pemb KGB (-) Pemb KGB (-) Pemb KGB (-) Pemb KGB (-)

Thorak Simetris, retraksi (-), Simetris, retraksi Simetris, retraksi Simetris, retraksi
ruam merah (+) Rh (-) (-), ruam (+) (-), ruam (+) (-), ruam (+)
Abdomen Ruam (+)Supel, BU (+), Ruam(+)Supel, Ruam(+)Supel, Ruam(+)Supel,
nyeri tekan(-) BU (+), nyeri BU (+), nyeri BU (+), nyeri
epigastrium(-), tekan(-) tekan(-) tekan(-)
hepatomegali (-) epigastrium(-), epigastrium(-), epigastrium(-),
hepatomegali (-) hepatomegali (-) hepatomegali (-)
ruam merah ruam merah
Ekstremitas ruam merah (+),Akral ruam merah menggelap menggelap
dingin (-) (+),Akral dingin (+),Akral dingin (+),Akral dingin
(-) (-) (-)
Penunjang:
Hb 11,3 gr/dl
Ht 34,3 %
Lk 10.800/µl
Tr 223.000/µl

Widal O= 1/100
H= 1/100

Asses Morbili stadium Morbili stadium Morbili stadium Morbili stadium


eksantem eksantem konvalesen konvalesen

Terapi
Infus asering 10 tpm Infus asering 10 Infus asering 10 Infus asering 10
Inj. PCT 3 x100 mg tpm tpm tpm
P.O. Vit A 1 x 200.000 IU Inj. PCT 3 x100 mg Inj. PCT 3 x100 mg Inj. PCT 3 x100 mg
Ambroxol syr 3x⅓ cth P.O. Vit A 1 x P.O. Vit A 1 x P.O. Vit A 1 x
Inj. Ondan 3x ½ amp 200.000 IU 200.000 IU 200.000 IU
Ambroxol syr 3x⅓ Ambroxol syr 3x⅓ Ambroxol syr 3x⅓
cth cth cth
Inj. Ondan 3x ½ Inj. Ondan 3x ½ Inj. Ondan 3x ½
amp amp amp

X. PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : ad bonam
Quo ad sanationam : ad bonam
TINJAUAN PUSTAKA

I. Definisi Morbili
Morbili / Campak adalah suatu penyakit infeksi virus akut menular,
ditandai oleh tiga stadium: (1) stadium masa tunas sekitar 10-12 hari, (2)
stadium prodromal dengan gejala pilek dan batuk yang meningkat dan
ditemukan eritem pada mukosa pipi (bercak Koplik), faring dan peradangan
mukosa konjungtiva, dan (3) stadium akhir dengan keluarnya ruam mulai dari
belakang telinga menyebar ke muka, badan, lengan dan kaki.
II. Epidemiologi
Angka kejadian campak di Indonesia sejak tahun 1990 sampai 2002 masih
tinggi sekitar 3000-4000 per tahun demikian pula frekuensi terjadinya
kejadian luar biasa tampak meningkat dari 23 kali per tahun menjadi 174.
Namun case fatality rate telah dapat diturunkan dari 5,5% menjadi 1,2%.
Transmisi campak terjadi melalui udara, kontak langsung maupun melalui
droplet dari penderita saat gejala yang ada minimal bahkan tidak bergejala.
Penderita masih dapat menularkan penyakitnya mulai hari ke-7 setelah
terpajan hingga 5 hari setelah ruam muncul. Biasanya seseorang akan
mendapat kekebalan seumur hidup bila telah sekali terinfeksi oleh campak.
Di Indonesia, menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) campak
menduduki tempat ke-5 dalam urutan 10 macam penyakit utama pada bayi
(0,7%) dan tempat ke-5 dalam urutan 10 macam penyakit utama pada anak
usia 1- 4 tahun (77%). Menurut kelompok umur kasus campak yang rawat
inap di rumah sakit selama kurun waktu 5 tahun (1984-1988) menunjukkan
proporsi yang terbesar dalam golongan umur balita dengan perincian 17,6%
berumur < 1 tahun, 15,2% berumur 1 tahun, 20,3% berumur 2 tahun, 12,3%
berumur 3 tahun dan 8,2% berumur 4 tahun.
Pengalaman menunjukkan bahwa epidemik campak di Indonesia timbul
secara tidak teratur. Di daerah perkotaan epidemik campak terjadi setiap 2-4
tahun. Wabah terjadi pada kelompok anak yang rentan terhadap campak,
yaitu di daerah dengan populasi balita banyak mengidap gizi buruk dan daya
tahan tubuh yang lemah. Telah diketahui bahwa campak menyebabkan
penurunan daya tahan tubuh secara umum, sehingga mudah terjadi infeksi
sekunder atau penyulit. Penyulit yang sering dijumpai adalah
bronkopneumonia (75,2%), gastroenteritis (7,1%), ensefalitis (6,7%) dan lain-
lain (7,9%).
III. Etiologi
Virus campak merupakan virus RNA famili paramyxoviridae dengan
genus Morbili virus. Sampai saat ini hanya diketahui 1 tipe antigenik yang
mirip dengan virus Parainfluenza dan Mumps. Virus bisa ditemukan pada
sekret nasofaring, darah dan urin paling tidak selama masa prodromal hingga
beberapa saat setelah ruam muncul. Virus campak adalah organisme yang
tidak memiliki daya tahan tinggi apabila berada di luar tubuh manusia. Pada
temperatur kamar selama 3-5 hari virus kehilangan 60% sifat infektifitasnya.
Virus tetap aktif minimal 34 jam pada temperatur kamar, 15 minggu di dalam
pengawetan beku, minimal 4 minggu dalam temperatur 35˚C, beberapa hari
pada suhu 0˚C, dan tidak aktif pada pH rendah.
Measles, virus RNA beruntai tunggal negative yang berenvelope,
merupakan anggota genus Morbilivirus dari family Paramyxoviridae. Hanya
ada satu serotype. Virus ini mengkode enam protein structural, termasuk dua
glikoprotein transmembran, fusi (F), dan hemaglutinin (H), yang
memfasilitasi perlekatan ke sel penjamu dan masuknya virus. Antibodi
terhadap F dan H bersifat memberikan perlindungan.
Gambar 1. Morbilivirus

Genus Morbilivirusterdiri dari virus campak (rubeola) pada manusia dan


virus canine distemper, virus rindepest pada lembu, dan morbili virus akuatik
yang menginfeksi mamalia laut. Virus – virus tersebut secara antigen terkait
satu sama lain tetapi tidak dengan anggota genus lain. Protein F banyak
terdapat pada morbilivirus, sedangkan protein H menunjukkan variabilitas
yang lebih luas. Virus campak mempunyai hemaglutinin tapi tidak memiliki
aktivitas neuramidase. Virus campak menginduksi pembentukan inklusi
intranuklear, sedangkan paramiksovirus yang lain tidak.
IV. Patologi
Lesi pada campak terutama terdapat pada kulit, membran mukosa
nasofaring, bronkus, saluran pencernaan, dan konjungtiva. Di sekitar kapiler
terdapat eksudat serosa dan proliferasi dari sel mononuklear dan beberapa sel
polimorfonuklear. Karakteristik patologi dari Campak ialah terdapatnya
distribusi yang luas dari sel raksasa berinti banyak yang merupakan hasil dari
penggabungan sel. Dua tipe utama dari sel raksasa yang muncul adalah (1) sel
Warthin-Findkeley yang ditemukan pada sistem retikuloendotel (adenoid,
tonsil, appendiks, limpa dan timus) dan (2) sel epitel raksasa yang muncul
terutama pada epitel saluran nafas. Lesi di daerah kulit terutama terdapat di
sekitar kelenjar sebasea dan folikel rambut. Terdapat reaksi radang umum
pada daerah bukal dan mukosa faring yang meluas hingga ke jaringan limfoid
dan membran mukosa trakeibronkial. Pneumonitis intersisial karena virus
campak menyebabkan terbentuknya sel raksasa dari Hecht.
Bronkopneumonia yang terjadi mungkin disebabkan infeksi sekunder oleh
bakteri.
V. Patogenesis
Campak merupakan infeksi virus yang sangat menular, dengan sedikit
virus yang infeksius sudah dapat menimbulkan infeksi pada seseorang.
Lokasi utama infeksi virus campak adalah epitel saluran nafas nasofaring.
Infeksi virus pertama pada saluran nafas sangat minimal. Kejadian yang lebih
penting adalah penyebaran pertama virus campak ke jaringan limfatik
regional yang menyebabkan terjadinya viremia primer. Setelah viremia
primer, terjadi multiplikasi ekstensif dari virus campak yang terjadi pada
jaringan limfatik regional maupun jaringan limfatik yang lebih jauh.
Multiplikasi virus campak juga terjadi di lokasi pertama infeksi.
Selama lima hingga tujuh hari infeksi terjadi viremia sekunder yang
ekstensif dan menyebabkan terjadinya infeksi campak secara umum. Kulit,
konjungtiva, dan saluran nafas adalah tempat yang jelas terkena infeksi, tetapi
organ lainnya dapat terinfeksi pula. Dari hari ke-11 hingga 14 infeksi,
kandungan virus dalam darah, saluran nafas, dan organ lain mencapai
puncaknya dan kemudian jumlahnya menurun secara cepat dalam waktu 2
hingga 3 hari. Selama infeksi virus campak akan bereplikasi di dalam sel
endotel, sel epitel, monosit, dan makrofag.
Daerah epitel yang nekrotik di nasofaring dan saluran pernafasan
memberikan kesempatan serangan infeksi bakteri sekunder berupa
bronkopneumonia, otitis media, dan lainnya. Dalam keadaan tertentu,
adenovirus dan herpes virus pneumonia dapat terjadi pada kasus campak.

Tabel 1. Patogenesis infeksi campak tanpa penyulit


Hari Manifestasi
0 Virus campak dalam droplet kontak dengan permukaan epitel
nasofaring atau kemungkinan konjungtiva
Infeksi pada sel epitel dan multiplikasi virus
1-2 Penyebaran infeksi ke jaringan limfatik regional
2-3 Viremia primer
3-5 Multiplikasi virus campak pada epitel saluran nafas di tempat
infeksi pertama, dan pada RES regional maupun daerah yang jauh
5-7 Viremia sekunder
7-11 Manifestasi pada kulit dan tempat lain yang bervirus, termasuk
saluran nafas
11-14 Virus pada darah, saluran nafas dan organ lain
15-17 Viremia berkurang lalu hilang, virus pada organ menghilang
Sumber :Feigin et al.2004.Textbook of Pediatric Infectious Diseases 5th edition

VI. Manifestasi Klinis


Infeksi pada pejamu yang tidak kebal hampir selalu simptomatik. Setelah
masa inkubasi sekitar 8-12 hari, penyakit campak biasanya berlangsung
selama 7-11 hari (dengan fase prodromal 2-4 hari diikuti oleh fase erupsi 5-8
hari).

Gambar 2. Karakteristik campak

Demam timbul secara bertahap dan meningkat sampai hari kelima


atau keenam pada puncak timbulnya ruam. Kadang kurva suhu
menunjukkan gambaran bifasik, ruam awal pada 24-48 jam pertama
diikuti dengan turunnya suhu tubuh sampai normal selama periode satu
hari, kemudian diikuti dengan kenaikan suhu tubuh yang cepat mencapai
400C pada waktu ruam sudah timbul diseluruh tubuh. Pada kasus yang
tanpa komplikasi, suhu tubuh turun mencapai suhu normal.
Fase prodormal ditandai dengan demam, bersin, batuk, hidung
berair, amta merah, bercak Koplik, dan limfopenia. Batuk dan koriza
menggambarkan reaksi inflamasi berat yang mengenai mukosa saluran
pernapasan. Demam dan batuk menetap hingga muncul ruam dan
kemudian menghilang dalam 1-2 hari. Konjungtivitis umumnya disertai
fotofobia.
Dua hari sebelum ruam timbul, gejala Koplik’s spot yang
merupakan tanda patognomonis dari penyakit campak, dapat dideteksi.
Lesi ini telah dideskripsikan oleh Koplik (1896) sebagai suatu bintik
berbentuk tidak teratur dan kecil berwarna merah terang, pada
pertengahannya didapatkan noda berwarna putih keabuan. Timbulnya
Koplik’s spot hanya berlangsung sebentar kurang lebih 12 jam, sehingga
sukar terdeteksi dan biasanya luput pada waktu dilakukan pemeriksaan
klinis.

Gambar 3. Koplik’s spot

Ruam timbul pertama kali pada hari ketiga sampai keempat dari
timbulnya demam. Ruam dimulai sebagai erupsi makulopapular
eritematosa, dan mulai timbul pada bagian atas samping leher, daerah
belakang telinga, perbatasan rambut di kepala dan meluas ke dahi.
Kemudian menyebar ke bawah ke seluruh muka dan leher dalam waktu 24
jam. Seterusnya menyebar ke ekstremitas atas, dada, daerah perut dan
punggung, mencapai kaki pada hari ketiga. Bagian yang pertama kena
mengandung lebih banyak lesi. Setelah tiga atau empat hari, lesi tersebut
berubah menjadi berwarna kecoklatan. Hal ini kemungkinan sebagai
akibat dari perdarahan kapiler, dan tidak memucat dengan penekanan.
Dengan menghilangnya ruam, timbul perubahan warna dari ruam menjadi
berwarna kehitaman atau lebih gelap. Dan kemudian disusul dengan
timbulnya deskuamasi berupa sisik berwarna keputihan.

Gambar 4. Ruam Makulopapular pada Campak

Campak yang termodifikasi biasanya terjadi pada individu dengan


imunitas yang belum sempurna, misalnya bayi dengan antibody maternal
residual. Masa inkubasi memanjang, gejala prodormal menghilang, bercak
Koplik biasanya tidak muncul, dan ruam ringan.
VII. Diagnosis
Diagnosis campak dapat dibuat berdasarkan kelompok gejala klinis yang
sangat berkaitan, yaitu koriza dan mata meradang disertai batuk dan demam
tinggi dalam beberapa hari, diikuti timbulnya ruam yang memiliki cirri khas,
yaitu diawali dari belakang telinga kemudian menyebar ke muka, dada tubuh,
lengan dan kaki bersamaan dengan meningkatnya suhu tubuh dan selanjutnya
mengalami hiperpigmentasi dan mengelupas. Pada stadium prodromal dapat
ditemukan enantema di mukosa pipi yang merupakan tanda patonomonis
campak (bercak Koplik). Menentukan diagnosis juga perlu ditunjang data
epidemiologi. Tidak semua kasus manifestasinya sama dan jelas. Sebagai
contoh, pasien yang mengidap gizi kurang, ruamnya dapat sampai berdarah
dan mengelupas atau bahkan pasien sudah meninggal sebelum ruam timbul.
Pada kasus gizi kurang juga dapat terjadi diare yang berkelanjutan.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa diagnosis campak dapat ditegakkan secara
klinis sedangkan pemeriksaan penunjang hanya membantu, seperti pada
pemeriksaan sitologik ditemukan sel raksasa pada lapisan mukosa hidung dan
pipi, dan pada pemeriksaan serologi didapatkan IgM spesifik. Campak yang
bermanfestasi tidak khas disebut campak atipikal.
Campak yang khas dapat didiagnosis berdasarkan latar belakang klinis,
diagnosis laboratorium mungkin diperlukan pada kasus campak atipikal dan
termodifikasi.
- Deteksi Antigen
Antigen campak dapat dideteksi langsung pada sel epitel dalam
secret repirasi dan urin. Antibodi terhadap nukleoprotein bermanfaat
karena merupakan protein virus yang paling banyak ditemukan pada sel
terinfeksi
- Isolasi dan Identifikasi virus
Apusan nasofaring dan konjungtiva, sampel darah, secret
pernapasan, serta urin yang diambil dari pasien selama masa demam
merupakan sumber yang sesuai untuk isolasi virus. Virus campak
tumbuh lambat, efek sitopatik yang khas (sel raksasa multinukleus yang
mengandung badan inklusi intranuklear dan intrasitoplasmik) terbentuk
dalam 7-10 hari. Namun isolasi virus sulit secara teknik.
- Serologi
Pemastian infeksi campak secara serologis tergantung pada
peningkatan titer antbodi empat kali lipat antaraserum fase-akut dan
fase konvalensi atau terlihatnya antibody IgM spesifik campak di dalam
spesimen serum tunggal yang diambil antara 1 dan 2 minggu setelah
awitan ruam. ELISA, uji HI dan tes Nt semuanya dapat digunakan
untuk mengukur antibodi campak, walaupun ELISA merupakan metode
yang paling praktis. Bagian utama respons imun ditujukan untuk
melawan nucleoprotein virus. Pasien dengan panensefalitis sklerosa
subakut menunjukkan respon antibodi yang berlebihan, dengan titer 10-
100 kali lipat lebih tinggi dari peningkatan titer yang terlihat dalam
serum konvalensi yang khas

VIII. Diagnosis Banding


1. Rubella
2. Demam skarlatina
3. Eksantema subitum

IX. Komplikasi
Campak menjadi berat pada pasien dengan gizi buruk dan anak berumur
lebih kecil. Kebanyakan penyulit campak terjadi bila ada infeksi sekunder
oleh bakteri. Beberapa penyulit campak adalah :
1. Laringitis akut
Laringitis timbul karena adanya edema hebat pada mukosa saluran
nafas, yang bertambah parah saat demam mencapai puncaknya.
Ditandai dengan distress pernapasan, sesak, sianosis dan stridor.
Ketika demam turun keadaan akan membaik dan gejala akan
menghilang.
2. Bronkopneumonia
Dapat disebabkan oleh virus campak maupun akibat invasi bakteri.
Ditandai dengan batuk, meningkatnya frekuensi napas, dan adanya
ronkhi basah halus. Saat suhu turun, jika disebabkan oleh virus, gejala
pneumonia akan hilang, kecuali batuk yang masih dapat berlanjut
sampai beberapa hari. Apabila suhu tubuh tidak juga turun dan gejala
saluran napas masih berlangsung, dapat diduga adanya pneumonia
karena bakteri yang mengadakan invasi pada sel epitel yang telah
dirusak oleh virus. Gambaran infiltrate pada foto toraks dan adanya
leukositosis dapat meneggakan diagnosis. Di negara sedang
berkembang dimana malnutrisi masih menjadi masalah, penyulit
pneumonia bakteri biasa terjadi dan dapat menjadi fatal bila tidak
diberi antibiotik.
3. Kejang demam
Kejang dapat timbul pada periode demam, umumnya pada puncak
demam saat ruam keluar.
4. Ensefalitis
Merupakan penyulit neurologis yang paling sering terjadi, biasanya
terjadi pada hari ke 4-7 setelah timbulnya ruam. Kejadian ensefalitis
sekitar 1 dalam 1.000 kasus campak, dengan mortalitas antara 30-40%.
Terjadinnya ensefalitis dapat melalui mekanisme imunologik maupun
invasi langsung virus campak kedalam otak. Gejala ensefalitis dapat
berupa kejang, letargi, koma dan iritabel. Keluhan nyeri kepala,
frekuensi napas meningkat, twitching, disorientasi juga dapat
ditemukan. Pemeriksaan cairan serebrospinal menunjukkan pleositosis
ringan, dengan predominan sel mononuclear, peningkatan protein
ringan, sedangkan kadar glukosa dalam batas normal.
5. SSPE (Subacute Sclerosing Panencephalitis)
Subacute Sclerosing Panencephalitis merupakan kelainan degeneratif
susunan saraf pusat yang jarang disebabkan oleh virus campak yang
persisten. Kemungkinan untuk menderita SSPE pada anak yang
sebelumnya pernah menderita campak adalah 0,6-2,2 per 100.000
infeksi campak. Risiko terjadi SSPE lebih besar pada usia yang
lebih muda, dengan masa inkubasi rata-rata 7 tahun. Gejala SSPE
didahului dengan gangguan tingkah laku dan intelektual yang
progresif, diikuti oleh inkoordinasi motorik, kejang umumnya bersifat
mioklonik. Laboratorium menunjukkan peningkatan globulin dalam
cairan serebrospinal, antibody terhadap campak dalam serum (CF dan
HAI) meningkat (1:1280). Tidak ada terapi untuk SSPE. Rata-rata
jangka waktu timbulnya gejala sampai meninggal antara 6-9 bulan.
6. Otitis media
Invasi virus kedalam telinga tengah umumnya terjadi pada campak.
Gendang telinga biasanya hiperemis pada fase prodromal dan stadium
erupsi. Jika terjadi invasi bakteri pada lapisan sel mukosa yang rusak
karena invasi virus akan terjadi otitis media purulenta. Dapat pula
terjadi mastoiditis.

7. Enteritis
Beberapa anak yang menderita campak mengalami muntah dan
mencret pada fase prodromal. Keadaan ini akibat invasi virus kedalam
sel mukosa usus. Dapat pula timbul enteropati yang menyebabkan
kehilangan protein (protein losing enteropathy).
8. Konjungtivitis
Pada hampir semua kasus campak terjadi konjungtivitis, yang ditandai
dengan adanya mata merah, pembengkakan kelopak mata, lakrimasi
dan fotofobia. Kadang terjadi infeksi sekunder oleh bakteri. Virus
campak atau antigennya dapat dideteksi pada lesi konjungtiva pada
hari-hari pertama sakit. Konjungtivitis dapat memburuk dengan
terjadinya hipopion dan panoftalmitis hingga menyebabkan kebutaan.
Dapat pula timbul ulkus kornea.
9. Sistem kardiovaskular
Pada EKG dapat ditemukan kelainan berupa perubahan pada
gelombang T, kontraksi premature aurikel dan perpanjangan interval
A-V. perubahan tersebut bersifat sementara dan tidak atau hanya
sedikit mempunyai arti klinis.
X. Penatalaksanaan
Pengobatan bersifat suportif dan simptomatis, terdiri dari istirahat,
pemberian cairan yang cukup, suplemen nutrisi, antibiotik diberikan bila
terjadi infeksi sekunder, anti konvulsi apabila terjadi kejang, antipiretik
bila demam, dan vitamin A 100.000 Unit untuk anak usia 6 bulan hingga 1
tahun dan 100.000 Unit untuk anak usia >1 tahun. Vitamin A diberikan
untuk membantu pertumbuhan epitel saluran nafas yang rusak,
menurunkan morbiditas campak juga berguna untuk meningkatkan titer
IgG dan jumlah limfosit total.
Indikasi rawat inap (di ruang isolasi) bila hiperpireksia (suhu
>39,0˚C), dehidrasi, kejang, asupan oral sulit atau adanya komplikasi.

1. Tatalaksana campak tanpa komplikasi


 Pada umumnya tidak memerlukan indikasi rawat inap
 Terapi vitamin A
Berikan 50.000 IU (jika umur anak < 6 bulan), 100.000 IU (usia 6-
11 bulan), atau 200.000 IU (usia 12 bulan – 5 tahun) diberikan secara
oral pada semua anak. Jika anak menunjukkan gejala pada mata akibat
kekurangan vitamin A atau dalam keadaan gizi buruk, vitamin A
diberikan 3 kali (hari 1, hari 2, dan 2-4 minggu setelah dosis kedua).
 Perawatan penunjang
Jika demam beri paracetamol. Berikan dukungan nutrisi dan cairan
sesuai dengan kebutuhan. Sementara itu, untuk konjungtivitis ringan
dengan cairan mata yang jernih, tidak perlu diberikan pengobatan. Jika
mata bernanah, bersihkan mata dengan kain katun yang telah direbus
dalam air mendidih, atau lap bersih yang direndam dalam air bersih.
Oleskan salep mata kloramfenikol atau tetrasiklin, 3 kali sehari selama
7 hari. Jangan menggunakan salep steroid. Kemudian jaga kebersihan
mulut, beri obat kumur antiseptic bila pasien dapat berkumur.
 Kunjungan ulang
Minta ibu untuk segera membawa anaknya kembali dalam waktu
dua hari untuk melihat apakah luka pada mulut dan sakit mata anak
sembuh, atau apabila terdapat tanda bahaya.
2. Tatalaksana campak dengan komplikasi1
Apabila terdapat penyulit, maka dilakukan pengobatan untuk
mengatasi penyulit yang timbul, yaitu :
 Bronkopneumonia
Diberikan antibiotic ampisilin 100 mg/kgBB/hari dalam dosis
intravena dikombinasikan dengan kloramfenikol 75 mg/kgBB/hari
intravena dalam 4 dosis, sampai gejala sesak berkurang dan pasien
dapat minum obat peroral. Antibiotik diberikan tiga hari demam reda.
Apabila dicurigai infeksi spesifik, maka uji tuberkulin dilakukan
setelah anak sehat kembali (3-4 minggu kemudian) karena uji
tuberkulin biasanya negatif pada saat anak menderita campak.
Gangguan reaksi delayed hypersensitivity disebabkan oleh sel limfosit-
T yang terganggu fungsinya.
 Enteritis
Pada keadaan berat anak mudah jatuh dalam dehidrasi. Pemberian
cairan intravena dapat dipertimbangkan apabila terdapat enteritis +
dehidrasi.
 Otitis media
Seringkali disebabkan oleh infeksi sekunder, sehingga perlu
diberikan antibiotik kotrimoksazol-sulfametoksazol (TMP 4
mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis).
 Ensefalopati
Perlu reduksi jumlah pemberian cairan hingga ¾ kebutuhan untuk
mengurangi edema otak, disamping pemberian kortikosteroid. Perlu
dilakukan koreksi elektrolit dan gangguan gas darah.
XI. Pencegahan
Pencegahan campak dilakukan dengan pemberian imunisasi aktif
pada bayi berumur 9 bulan atau lebih.
Imunisasi Campak
Tahun 1954, Peenles dan Enders pertama kali berhasil
mengembangbiakkan virus campak pada kultur jaringan. Virus campak
tersebut berasal dari darah kasus campak bernama David Edmoston. Saat
ini ada beberapa macam vaksin campak : (1) monovalen, (2) kombinasi
vaksin campak dengan vaksin Rubela (MR), (3) kombinasi dengan mumps
dan rubella (MMR), (4) kombinasi dengan mumps, rubella, dan varisela
(MMRV).
Di Indonesia, sejak tahun 2004 imunisasi campak juga diberikan 2
kali, yang pertama pada umur 9 bulan dan yang kedua pada program BIAS
pada umur 6-7 tahun. Imunisasi tidak dianjurkan pada ibu hamil, anak
dengan imunodefisiensi primer, pasien TB yang tidak diobati, pasien
kanker atau transplantasi organ, pengobatan imunosupresif jangka panjang
atau anak immunocompromised yang terinfeksi HIV. Anak yang terinfeksi
HIV tanpa imunosupresi dan tanpa bukti kekebalan terhadap campak, bisa
mendapat imunisasi campak.
Dosis dan Cara Pemberian
 Dosis vaksin campak sebanyak 0,5 ml
 Pemberian diberikan pada umur 9 bulan, secara subkutan tapi dapat
juga diberikan secara intramuscular
 Imunisasi campak diberikan lagi pada saat masuk sekolah SD
(Program BIAS)
XII. Prognosis
Campak merupakan penyakit self limiting sehingga bila tanpa
disertai dengan penyulit maka prognosisnya baik. Baik pada anak dengan
keadaan umum yang baik, tetapi prognosis buruk bila keadaan umum
buruk, anak yang sedang menderita penyakit kronis atau bila ada
komplikasi.
Pada anak yang sehat, mortalitas jarang terjadi kecuali pada pasien
immunocompromised (HIV) atau pada malnutrisi, terutama defisiensi
vitamin A. mortalitas tertinggi didapat pada anak berusia dibawah 2 tahun.
DAFTAR PUSTAKA

1. Brooks, Geo F, Janet S. Butel, et al. 2008. Jawetz, Melnick, and Adelberg
Mikrobiologi Kedokteran. Edisi 23. Jakarta: EGC
2. Cherry J.D. 2004. Measles Virus. In: Feigin, Cherry, Demmler, Kaplan
(eds) Textbook of Pediatrics Infectious Disease. 5 th edition. Vol
3. Philadelphia. Saunders. p.2283 – 2298
3. Gillespie, Stephen, Kathleen Bamford. 2009. At a Glance Mikrobiologi
Medis dan Infeksi. Edisi 3. Erlangga Medical Series
4. Rampengan, T.H. 2007. Penyakit Infeksi Tropis pada Anak. Edisi 2.
Jakarta: EGC
5. Pudjiadi, Antonius H, Badriul Hegar, et al. 2009. Campak dalam Pedoman
Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta: IDAI
6. Soedarmo, Sumarmo S. Poorwo, Herry Garna, et al. 2012. Buku Ajar
Infeksi dan Pediatri Tropis. Edisi 2. Jakarta: Badan Penerbit IDAI
7. Soegeng Soegijanto. 2002. Campak. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak
Infeksi & Penyakit Tropis. Edisi I.Jakarta: Balai Penerbit FKUI
8. Soegijanto, Soegeng, Harsono Salimo. 2011. Campak dalam Pedoman
Imunisasi Di Indonesia. Edisi 4. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter
Anak Indonesia
9. World Health Organisation. 2008. Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah
Sakit. Jakarta: Departemen Kesehatan RI

Anda mungkin juga menyukai