Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN KEGIATAN INTERNSIP

F.5 Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit


Menular dan Tidak Menular

Disusun oleh :
dr. Sushanti Nuraini

Pendamping :
dr. M. Wahib Hasyim

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA

PERIODE MARET- JULI 2020

UPTD PUSKESMAS GABUS I

KABUPATEN PATI

JAWA TENGAH

2020
LAPORAN KEGIATAN INTERNSIP

F.5 Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit


Menular dan Tidak Menular

“Imunisasi Balita di Desa Mintorejo dan Desa Babalan”

Disusun oleh :
dr. Sushanti Nuraini

Pendamping :
dr. M. Wahib Hasyim

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA

PERIODE MARET-JULI 2020

UPTD PUSKESMAS GABUS I

KABUPATEN PATI

JAWA TENGAH

2020
HALAMAN PENGESAHAN
F.5 Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit
Menular dan Tidak Menular

“Imunisasi Balita di Desa Mintorejo dan Desa Babalan”

Kecamatan Gabus Kabupaten Pati


Jawa Tengah

Pati, 9 Juni 2020

Pembimbing Dokter Internsip

dr. M. Wahib Hasyim dr. Sushanti Nuraini

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN..................................................................................................iii
DAFTAR ISI.........................................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................1
1.1. Latar Belakang.........................................................................................................1
1.2. Tujuan.....................................................................................................................2
1.3. Manfaat...................................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................................3
2.1. Imunisasi.................................................................................................................3
BAB III PELAKSANAAN KEGIATAN.....................................................................................15
3.1. Permasalahan di Masyarakat dan Kasus...............................................................15
3.2. Tujuan...................................................................................................................15
3.3. Intervensi..............................................................................................................15
3.4. Pelaksanaan..........................................................................................................17
3.5. Monitoring dan Evaluasi........................................................................................18
BAB IV PENUTUP..............................................................................................................19
4.1. KESIMPULAN.........................................................................................................19
4.2. SARAN...................................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................20
LAMPIRAN........................................................................................................................21
FORM BERITA ACARA PRESENTASI PORTOFOLIO.............................................................21

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Imunisasi adalah upaya membuat individu menjadi kebal
terhadap suatu penyakit infeksi (Soejatmiko et al., 2015). Imunisasi
membuat tubuh kebal terhadap penyakit infeksi melalui administrasi
vaksin. Vaksin menstimulasi sistem imun tubuh untuk melindungi diri
dari suatu infeksi. Imunisasi telah terbukti sebagai cara yang efektif
dalam mengontrol dan mengeliminasi penyakit infeksi berbahaya yang
menyebabkan kematian antara dua sampai tiga juta jiwa tiap tahun
(WHO, 2017).

Tujuan imunisasi adalah untuk melindungi individu terhadap


penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, mengurangi prevalensi
penyakit pada penyakit, dan mengeradikasi penyakit tersebut. Penyakit
yang telah berhasil dieradikasi adalah penyakit cacar (variola).
Imunisasi dapat mencegah 2-3 juta kematian yang disebabkan oleh
penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) (Soejatmiko et
al., 2015). Imunisasi dapat mencegah kematian yang disebabkan difteri,
tetanus, pertusis, dan measles dan apabila cakupan imunisasi dapat
dioptimalkan angka kematian dapat diturunkan lagi sebanyak 1,5 juta
jiwa (WHO, 2017).

Selama tahun 2015 sekitar 86% bayi diseluruh dunia telah


medapatkan 3 dosis vaksin difteri-tetanus-pertusis (DTP3). Sebanyak
126 negara telah mencapai angka 90% cakupan vaksin DTP3. Namun
saat ini sekitar 19,4 juta bayi di seluruh dunia masih belum
mendapatkan vaksin rutin seperti vaksin DTP3. Sekitar 60% bayi ini
berasal dari 10 negara yaitu: Indonesia, Angola, Kongo, Etiopia, India,
Iraq, Nigeria, Pakistam Filipina, dan Ukraina.

Dengan perkembangan alat transportasi orang-orang dengan cepat dapat


berpergian dari satu tempat ke tempat yang lain. Akibatnya, kuman dan virus
mudah menyebar dengan cepat. Sebagai contoh Indonesia telah dinyatakan bebas

1
polio pada tahun 1995 namun pada tahun 2006 ditemukan kejadian munculnya
penyakit polio di desa Cidahu, Sukabumi. Virus polio liar tersebut terbawa oleh
jemaah haji yang berasal dari Afrika sehingga virus tersebut menyerang anak-
anak yang belum mendapatkan vaksinasi secara cukup.

Saat ini penyakit infeksi yang bisa mengakibatkan penderitaan


dan kematian antara lain campak, Haemophilus influenza (Hib),
pertusis, dan tetanus neonatal. Penyakit-penyakit ini memiliki mortalitas
terbesar di antara yang dapat dicegah dengan vaksinasi. Setiap tahun
10,6 juta anak meninggal sebelum usia 5 tahun dan 1,4 juta diantaranya
adalah diakibatkan penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi.
Penghentian pemberian vaksin dapat mengakibatkan terjadi lagi
penularan dan penyebaran penyakit atau bahkan kejadian luar biasa atau
wabah penyakit tersebut (Satgas Imunisasi IDAI, 2014).

1.2. Tujuan
1. Tujuan Umum
Meningkatkan pengetahuan tentang Imunisasi untuk memperbaiki
kualitas hidup penderita.
2. Tujuan Khusus
a. Meningkatkan pengetahuan orang tua tentang Imunisasi
b. Meningkatkan pengetahuan orang tua tentang pentingnya
Imunisasi, apa saja jenis dan jadwal pelaksanaannya.

1.3. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
a. Konseling diharapkan dapat ikut mengembangkan ilmu kedokteran
khususnya tentang Imunisasi dan edukasi yang diberikan kepada
orang tua dalam mengetahui pentingnya Imunisasi dalam
mencegah penyakit menular.
b. Sebagai bahan masukan bagi tenaga kesehatan dalam
meningkatkan profesionalisme pelayanan terhadap masyarakat.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Puskesmas

2
Membantu dalam pengembangan program upaya peningkatan
pengetahuan pemberantasan penyakit menular dan tidak menular
serta hubungannya dengan pencegahan penyakit menular dengan
Imunisasi.
b. Bagi Masyarakat
i. Meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang pentingnya
imunisasi khususnya bagi orang tua.
ii. Mencegah penularan penyakit menular dan memperbaiki
kualitas hidup anak-anak.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Imunisasi
2.1.1. Pengertian

Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang


secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen
yang serupa, tidak terjadi penyakit (Ranuh, 2008). Dengan imunisasi penyakit
cacar (variola) telah berhasil dieradikasi pada tahun 1980. Angka kejadian
penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) telah berkurang lebih dari
99% dibandingkan sebelum adanya program imunisasi.
Imunisasi dibagi menjadi dua yaitu imunisasi pasif dan imunisasi aktif.
Imunisasi adalah proses meningkatkan kekebalan dengan cara pemberian,
pemindahan atau transfer antibodi spesifik. Imusiasi pasif yang diperoleh secara
alami adalah antibodi (imunoglobulin G) dari ibu kepada janin melalui plasenta,
atau imunoglobulin A melalui kolostrum. Imusasi pasif buatan adalah pemberian
imunoglobulin pada infeksi akut seperti tetanus, difteri, atau rabies.
Imunisasi aktif adalah proses masuknya kuman patogen ke dalam tubuh
yang mengakibatkan infeksi subklinis atau klinis yang selanjutnya menimbulkan
respon imun protektif terhadap kuman patogen tersebut bila terjapan lagi
dikemudian hari. Imunisasi aktif secara buatan disebut juga dengan vaksinasi

3
(Soejatmiko et al., 2015). Vaksin adalah produk yang merangsang sistem imun
tubuh terhadap suatu penyakit tertentu sehingga seseorang terhindar dari penyakit
tersebut. Vaksin biasa diberikan melalui injeksi namun juga bisa melalui oral atau
disemprotkan ke hidung (CDC, 2017)
Saat ini menurut WHO terdapat 25 vaksin yang telah ditemukan dan
dipergunakan di seluruh dunia (available vaccine) serta masih ada24 vaksin yang
sedang dalam proses penelitian dan pengembangan (Pipeline vaccines). Berikut
adalah tabel available vaccine dan pipeline vaccine:

Available Vaccine Pipeline Vaccine


Kolera Campylobacter jejuni
Dengue (Dengvaxia) Chagas Disease
Difteria Chikungunya
Hepatitis A Dengue
Hepatitis B Enterotoxigenic Escherichia coli
Hepatitis E Enterovirus 71 (EV71)
Haemophilus influenza type b (Hib) Group B Streptococcus (GBS)
Human papimolavirus (HPV) Herpes Simplex Virus
Influenza HIV-1
Japanese encephalitis Human Hookworm Disease
Malaria Leishmaniasis Disease
Measles Malaria
Meningococcal meningitis Nipah Virus
Mumps Nontyphoidal Salmonella Disease
Pertusis Norovirus
Pneumococcal disease Paratyphoid fever
Rabies Respiratory Syncytial Virus (RSV)
Rotavirus Schistosomiasis Disease
Rubella Shigella
Tetanus Staphylococcus aureus
Tick-orne encephalitis Streptococcus pneumoniae
Tuberculosis (BCG) Streptococcus pyrogenes
Typoid Tuberculosis
Varicella Universal Influenza Vaccine
Yellow fever

Sampai tahun 216 di Indonesia terdapat program imunisasi dasar lengkap


yang meliputi imunisasi polio, TBC, campak, difteri, pertusis, tetanus, hepatitis B,
dan Haemophilus influenza tipe b (Hib). Imunisasi Hib ditambahkan pada
program imunisasi nasional sejak disahkannya Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia no 42 tahun 2013 tentang imunisasi. Tahun 2017 Kementrian

4
Kesehatan RI mengupayakan penambahan tiga jenis kekebalan untuk melengkapi
program imunisasi dasar lengkap yaitu: vaksin Measles Rubella (MR), vaksin
Pneumococcus, dan vaksin Japanese Encepahalitis (JE). Vaksin MR mulai
digunakan untuk menggantikan vaksin campak dan ditargetkan mencakup seluruh
Pulau Jawa pada tahun 2017 dan mencakup seluruh Indonesia pada tahun
2018.Pelaksanaan kampanye vaksin MR menyasar 9 bulan, 18 bulan dan kelas 1
SD/sederajat. Kampanya ini sekaligus merupakan pengenalan imunisasi Rubella
kedalam program imunisasi nasional menggantikan vaksin campak yang selama
ini dipakai. Pelaksanaan kegiatan ini dibagi dalam 2 fase yaitu fase 1 dilaksanakan
tahun 2017 di semua Provinsi di Pulau Jawa. Fase 2 dilaksanakan di seluruh
provinsi di luar pulau Jawa. Untuk vaksin JE, kampanye dan introduksi akan di
awali di Provinsi Bali (tahun 2017-2018) dan Kota Manado (tahun 2019).
Imunisasi JE akan menyasar bayi usia 9 bulan. Pemberian vaksin Pnemokukus
diberikan untuk bayi usia 2,3 dan 12 bulan (Depkes, 2017).

2.1.2. Jenis Jenis Imunisasi

Imunisasi dibagi menjadi dua yaitu imunisasi pasif dan imunisasi aktif.

a. Imunisasi Pasif
Imunisasi pasif adalah proses transfer antobodi yang berasal dari satu orang atau
hewan ke individu lain. Imunitas pasif memberikan perlindungan terhadap
infeksi namun sifatnya sementara. Imunitas akan menurun dalam hitungan
minggu sampai beberapa bulan. Contoh imunisasi pasif adalah adalah
imunitas yang diterima bayi dari ibunya. Antibodi ditransfer melalui plasenta
pada usia kehamilan 8-9 bulan sehingga bayi akan memiliki kekebalan yang
sama seperti yang dimiliki ibunya. Perlindungan akan bertahan selama sekitar
satu tahun. Perlindungan terhadapa beberapa penyakit seperti campak, rubella
dan tetanus lebih baik daripada penyakit lain seperti polio dan pertusis.
Ada 3 macam imunisasi pasif di dunia medis:
1. Homologous pooled human antibody (immunoglobulin)
Imunoglobulin diproduksi dengan mengumpulkan fraksi antibodi dari ribuan
pendonor. Karena berasal dari banyak donor imunoglobulin mengandung
antibodi terhadap banyak antigen. Jenis ini biasa digunakan untuk

5
profilaksis post-exposure Hepatitis A, measles, dan terapi untuk penyakit
defisiensi imunoglogulin kongenital.
2. Homologous human hyperimmue globuline
Homologous human hyperimmue globuline adalah produk antibodi yang
mengandung antibodi spesifik dengan titer tinggi. Produk ini berasal dari
plasma manusia yang mengandung antibodi tertentu. Karena berasal dari
manusia kemungkinan juga terdapat antibodi lain dalam jumlah sedikit.
Imunisasi pasif jenis ini biasa digunakan untuk profilaksis post exposure
penyakit hepatitis B, rabies, tetanus, dan varicella.
3. Heterologous hyperimmune serum(antitoksin)
Antitoksin adalah produk yang berasal dari hewan biasanya kuda
(equine) yang mengandung antibodi yang spesifik suatu penyakit. Contoh
antitoksin adalah botulism dan difteri.

Imunoglobulin dari manusia bersifat poliklonal yang mengandung


beberapa jenis antibodi. Pada tahun 1970 ditemukan cara untuk mengisolasi
sel B yang kemudian disebut antibodi monoklonal. Antibodi monoklonal ini
mengandung antibodi spesifik terhadap satu antigen. Contoh produk antibodi
monoklonal adalah palivizumab (Synagis) yaitu antibodi monoklonal untuk
mencegah respiratory syncytial virus (RSV).

b. Imunisasi Aktif
Imunisasi aktif adalah stimulasi sistem imun untuk menghasilkan
antibodi (antigen-spesific humoral) dan imun seluler. Imunisasi aktif
bertahan selama beberapa tahun bahkan bisa seumur hidup.
Cara untuk mendapatkan imunitas aktif adalah terpajan infeksi
suatu organisme. Sekali seseorang sembuh dari suatu infeksi penyakit dia
akan memiliki imunitas terhadap penyakit tersebut. Ketika sistem imun
terpajan suatu antigen, Sel B memori akan tetap bertahan dalam sirkulasi
selama beberapa tahun. Cara lain untuk mendapatkan kekebalan adalah
melalui vaksinasi. Vaksin berinteraksi dengan sistem imun dan biasa
menghasilkan respon imun yang mirip dengan yang didapatkan dari
infeksi alami. Vaksin menghasilkan respon imun namun tidak
menyebabkan gejala klinis penyakit maupun komplikasinya.

6
Klasifikasi isi vaksin dibagi menjadi dua yaitu vaksin yang
mengandung bakteri/virus yang dilemahkan danvaksin inaktif

a. Bakteri/virus hidup yang dilemahkan


Jenis vaksin ini berasal dari kuman liar yang dilemahkan di
laboratorium melalui proses kultur berulang. Sebagai contoh vaksin measles
yang ada sekarang berasal dari anak dengan penyakit measles pada tahun
1954. Vaksin hidup masih memiliki kemampuan bereplikasi dan membentuk
kekebalan tanpa menyebabkan penyakit. Vaksin jenis ini biasanya mampu
membentuk kekebalan dengan satu dosis kecuali yang dimasukkan melalui
oral. Contoh vaksin hidup yang berasal dari virus adalah: measles, mumps,
rubella, varicella, rotavirus, dan oral polio sedangkan yang berasal dari
bakteri adalah BCG dan oral tifoid.
b. Vaksin Inaktif
Vaksin inaktif dibuat dengan memumbukan bakteri/virus di media
kultur kemudian menonaktifkannya dengan suhu panas atau bahan kimia
seperti formalin. Vaksin inaktif tidak akan bereplikasi dan tidak terpengaruh
oleh antibodi di sirkulasi. Ada dua jenis vaksin inaktif yaitu vaksin
bakteri/virus utuh dan vaksin fraksional. Vaksin inaktif perlu lebih dari satu
kali dosis pemberian untuk membentuk kekebalan. Kekebalan baru terbentuk
biasanya pada dosis kedua atau ketiga. Respon imun yang terbentuk sebagian
besar adalah respon imun humoral dengan sedikit atau bahkan tanpa respon
imun seluler. Titer antibodi dari vaksin inaktif menurun dengan berjalannya
waktu seehingga membutuhkan imunisasi ulangan atau booster.
Contoh vaksin bakteri inaktif utuh adalah pertusis, kolera, tifoid
sedangkan yang berasal dari virus polio, hepatitis A, rabies, dan influenza.
Vaksin inaktif fraksional dibagi lagi menjadi vaksin protein-based dan vaksin
polisakarida-based. Vaksin protein based terdiri atas vaksin toksoid (difteri,
tetanus) dan subunit (hepatitis B, influenza, aselular pertusis, human
papilloma virus). Sedangkan polisakarida based dibagi menjadi polisakarida
murni (pneumokokus, salmonella thypi) dan konjugasi (Hib, pneumokokus).

2.1.3. Imunisasi Program Nasional

7
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 42 tahun
2013 tentang penyelengaraan imunisasi terdapat enam imunisasi dasar dalam
program imunisasi nasional yaitu imunisasi hepatitis B, BCG, DTP, Hib, Polio,
dan campak. Sejak tahun 2014 digunakan vaksin kombinasi DTP-HB-Hib atau
dikenal sebagai vaksin Pentabio. Vaksin ini digunakan di seluruh fasilitas
kesehatan pemerintah dan diberikan pada umur 2,3,4 bulan dengan vaksin ulangan
pada usia 18 bulan.

3.1 Hepatitis B
Virus hepatitis B tergolong dalam famili virus Hepadnaviridae. Semakin
muda usia anak semakin risiko menjadi infeksi kronis yaitu 80-90% bila terjadi
pada masa perinatal, 30-50% pada usia 1-4 tahun dan hanya sekitar 10% bila
infeksi pada masa dewasa.

Isi Vaksin Sel ragi mengandung antigen permukann virus Hepatitis B


(HbsAg)
Jadwal Kemenkes: 0 bulan (monovalen), 2,3,4 (pentabio)
IDAI: 0,1, 6 bulan bila monovalen
2, 3, 4 bulan bila kombinasi dengan DTPw
2, 4, 6 bulan bila kombinasi dengan DTPa
Dosis 0,5 mL
Tempat Intramuskuler vastus lateralis femoris
KI Tidak ada kontra indikasi absolut
KIPI Jarang terjadi namun kadang terjadi demam ringan 1-2 hari
Bayi yang lahir dari ibu HbsAg positif perlu mendapatkan vaksin hepatitis
B dan Hepatitis B immunoglobulin (HBIg) 0,5 mL pada dua tempat yang berbeda
dalam 12 jam setelah lahir.

3.2 BCG

Vaksin Bacille Calmette Guerin (BCG) adalah vaksin hidup yang


mengandung Mycobacterium bovis. Vaksin ini mencegah penyakit TBC.
Efektifitas vaksin BCG bervariasi antara 0-80% tergantung mutu vaksin, status
gizi pejamu, dan umur. Vaksin BCG berbentuk bubuk kuning yang harus
dilarutkan dengan 1 cc NaCl 0,9% setelah dipakai harus segera dipakai dalam

8
waktu tiga jam sisanya dibuang. Vaksin BCG disuntikkan secara intradermal
karena memerlukan lapisan chorium kulit untuk berkembang. Setelah berkembang
barulah akan menyebabr ke lapisan subkutan dan ke pembuluh darah.

Isi Vaksin Kuman Mycobacterium bovis hidup


Jadwal 1 bulan
Dosis Bayi: 0,05 mL
>1 th: 0,1 mL
Tempat Intradermal pada proximal insersio Musculus deltoideus dextra
KI Keadaan imunokompromais seperti penderita keganasan,
menggunakan steroid jangka panjang, bayi curiga HIV, uji
tuberculin > 5 mm
KIPI Lokal: eritema, indurasi, nyeri
Limfadenitis supuratif, limfadenitis BCG diseminasi

3.3 Polio

Virus polio termasuk virus RNA golongan Picornaviridae genus


enterovirus. Terdapat 3 jenis virus polio yaitu polio 1, polio 2, dan polio
3. Kasus polio liar tidak pernah terjadi di Indonesia sejak tahun 1995,
namun pada tahun 2005 ditemukan kasus di Sukabimu yang kemudian
menyebar ke 10 provinsi di Indonesia. Dengan mengadakan pekan
imunisasi nasional pada Maret 2014 Indonesia telah dinyatakan bebas
polio oleh WHO. Gejala polio sangat beragam 90-95% individu yang
terinfeksi bersifat asimtomatis, sekitar 5% abortif, 1% mengalami
poliomielitis non paralitik dan hanya 0,1% mengalami poliomielitis
paralitik. Virus polio masuk ke tubuh melalui saluran cerna, bereplikasi
di faring dan saluran cerna lalu menyebar secara hematogen ke susuan
syaraf pusat dan jaringan syaraf

Isi Vaksin Oral Polio Vaccine (OPV): virus hidup yang dilemahkan yang
mengandung visrus polio strain 1,2,3 yang menimbulkan
imunitas humoral dan lokal di mukosa usus
Inactivated Polio Vaccine (IPV): virus polio inaktif 3 strain yang
mengahsilkan imunitas humoral saja
Jadwal Diberikan secara kombinasi (Pentabio) pada umur 2,3, 4 bulan

9
IDAI: 0,2,4, dan 6 bulan dan diberi ulangan pada umur 18 bulan
dan 5 tahun. Oaling sedikit harus mendapatkan 1x IPV
bersamaan dengan OPV3
Dosis OPV: 2 tetes (0,1 mL) per oral
IPV: 0,5 mL secara intramuskuler
Tempat
KI Reaksi alergi berat pada komponen vaksin atau setelah dosis
sebelumnya
KIPI OPV: Vaccine assosiated paralytic poliomyelitis (VAPP)
IPV: kadang timbul reaksi lokal ringan dan sementara

3.4 DTP

Vaksin DTP (Difteri tetanus pertusis) vaksin yang memberikan perlindungan


terhadap penyakit difteri, tetanus, dan pertusis.

Isi Vaksin DTPw: purified diphteria toxoid 20 Lf, purified tetatus toxoid 7,5
Lf, bakteri B. Pertussis inaktif 12 OU
DTPa: toksoid difteri 25 Lf, toksoid tetanus Lf, inactivated
pertussis toxin (PT) 25 mcg, filamentous hemagglutinin (FHA)
25 mcg, pertactin 8 mcg
Jadwal 2,4,6 bulan
IDAI: Vaksin paling cepat dilakukan pada usia 6 minggu. Bisa
DTPa atau DTPw atau kombinasi. DTPa usia 2,4,6 bulan
Dosis 0,5 mL
Tempat Intramuskular anterolateral paha atas.
KI Riwayat anafilaksis pada pemberian sebelumnya, ensefalopati
pada pemberian vaksin pertusis sebelumnya
KIPI DTPw: demam 42%, nyeri 19%
DTPa: demam 9,9%, nyeri 2,5%

3.5 Haemophilus influenza tipe B (Hib)

Haemophilus influenza tipe B merupakan kuman gram negatif


yang menyebabkan 8,3 juta kasus penyakit serius pada tahun 2000 dan
sekitar 371.000 kematian pada bayi dan anak setiap tahun. Manifestasi
Hib adalah pneumonia dan meningitis yang sering meninggalkan gejala

10
sisa walaupun cepat ditangani. Hib juga menyebabkan septikemia,
selulitis, artritis, dan epiglotitis. Penyebaran terjadi lewat droplet dari
individu yang terinfeksi. PRP yang dikonjugasikan dengan preotein
tetanus disebut sebagai PRP-T. Vaksin ini merangsang imunitas seluler
yaitu sel limfosit T.

Isi Vaksin Polisakarida bagian kapsul Hib yaitu polyribosyribitol phosphat


(PRP)
Jadwal 2,4,6 bulan dengan imunisasi ulangan pada umur 18 tahun
IDAI: Hib monovalen (PRP-T) umur 2,4,6 bulan dan ulangan
pada umur 18 bulan
Dosis 0,5 mL
Tempat Intramuskular anterolateral paha atas.
KI Vaksin tidak boleh diberikan sebelum bayi berumur 2 bulan
karena bayi tersebut belum dapat membentuk antibodi
KIPI Jarang terjadi

3.6 Campak

Virus campak merupakan virus RNA yang termasuk famili


paramyxovirus. Penyakit ini ditularkan secara langsung melalui droplet infeksi
atau penularan melalui udara (airborne spread).

Isi Vaksin Virus campak 103 CCID50 dan preservatif Kanamicin sulfat dan
eritromisin 18 bulan dan 6
Jadwal Umur 9 bulan dengan ulangan pada umur 18 bulan dan kelas 1
SD
Dosis 0,5 mL
Tempat Subkutan pada deltoid
KI Keadaan imunodefisiensi seperti kanker, tranplantasi organ,
konsumsi sterod
Pasien TB tidak diobati
KIPI Demam tinggi 39,5 C atau lebih tejadi pada 5-15% kasus
2.1.4. Jadwal Imunisasi
Imunisasi harus diberikan sesuai jadwal yang dianjurkan agar
mendapatkan respon imun yang maksimal. Dalam penyusunan jadwal
imunisasi perlu dipertimbangkan faktor epidemiologi penyakit yang

11
dapat dicegah dengan imunisasi, antibodi maternal, respon antibodi
yang ditimbulkan oleh vaksin, jenis vaksin, dan keamanan vaksin.

Jadwal Imunisasi Dasar Depkes

Umur Bayi Jenis Imunisasi


0 bulan Hepatitis B (HB) 0
1 bulan BCG, Polio
2 bulan DTP-HB-Hib 1, Polio 2
3 bulan DTP-HB-Hib 2, Polio 3
4 bulan DTP-HB-Hib 3, Polio 4
9 bulan Campak

Jadwal Imunisasi Lanjutan

Umur Anak Jenis Imunisasi


18 bulan DTP-HB-Hib 4
24 bulan Campak

Jadwal Imunisasi Lanjutan Anak Sekolah Dasar

Sasaran Imunisasi Waktu Pelaksanaan


Kelas 1 SD Campak Agustus
DT November
Kelas 2 SD Td November
Kelas 3 SD Td November

2.1.5. Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi


Definisi KIPI adalah semua kejadian sakit dan kematian yang terjadi
dalam kurun waktu 1 bulan setelah pemberian imunisasi dan diperkirakan
sebagai akibat dari imunisasi. Diperkirakan sebagai akibat dari imunisasi.
KIPI disebut juga sebagai reaksi simpang (adverse events following
imunization) yaitu kejadian medik yang berhubungan dengan imunisasi baik
berupa efek vaksin maupun efek samping, toksisitas, reaksi sensitivitas, efek
farmakologis, atau kesalahan program, koinsiden reaksi suntikan, atau
hubungan kausal yang tidak dapat ditentukan.

Efek farmakologi, efek samping serta reaksi idiosinkrasi umumnya


terjadi karena potensi vaksin sendiri sedangkan reaksi alergi merupakan

12
kepekaan seseorang terhadap unsur vaksin dengan latar belakang genetik.
Reaksi alergi dapat terjadi terhadap protein telur (vaksin campak, gondong,
influenza, dan demam kuning), antibiotik, bahan preservatif (neomisin,
merkuri) atau unsur lain yang terkandung dalam vaksin.

KIPI yang banyak dijumpai adalah keluhan demam ringan 42,9%


dengan 2,2% diantaranya mengalami hiperpireksia yang biasa disebabkan
oleh vaksinasi DTP. Demam dapat mencapai 39,5 C dan terjadi pada hari ke
5-6 sesudah imunisasi selama 2 hari. Vaksin lain yang menyebabkan demam
adalah vaksinasi campak dengan angka kejadian demam 5-15% kasus.

Gejala lokal dapat ditemukan seperti kemerahan, bengkak, dan nyeri


pada lokasi suntikan dengan angka kejadian 42,9%. Gejala yang sering
dijumpai adalah anak gelisah dan menangis terus menerus selama beberapa
jam setelah suntikan (incosolable crying).

2.1.6. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik sebelum Imunisasi


Anamnesis dapat memberikan gambaran mengenai keadaan anak
danimunisasi yang dibutuhkan. Hal yang harus ditanyakan saat anamnesis adalah
menanyakan jadwal imunisasi yang telah diberikan dan catatan imunisasi yang
ada. Selain itu juga menanyakan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) yang
terjadi setelah imunisasi sebelumnya. Saat anamnesis inilah dokter juga dapat
menjelaskan kepada orang tuan bahwa:
a. Imunisasi dapat melindungi anak terhadap bahaya penyakit
b. Imunisasi mempunyai manfaat lebih besar dibandingkan risiko kejadian
ikutan yang dapat ditimbulkan
c. Imunisasi tidak melindungi anak 100% namun dapat memperkecil risiko
tertular dan memperingan dampak bila terjadi infeksi

Pemeriksaan Fisik

Anak yang mendapatkan imunisasi harus diperiksa secara teliti untuk


meyakinkan anak dalam kondisi sehat dan tidak ada kontraindikasi pemberian
imunisasi. Pemriksaan meliputi antropometri, tanda vital, dan pemeriksaan fisis

13
dari kepala hingga kaki. Pasien harus dipastikan tidak demam tinggi atau
menderita penyakit infeksi lain.

BAB III
PELAKSANAAN KEGIATAN

3.1. Permasalahan di Masyarakat dan Kasus


Data pasien hipertensi dan prehipertensi di wilayah kerja Puskesmas
Gabus I terhitung cukup tinggi terutama pada pasien dengan usia 40 tahun ke atas
sehingga diperlukan penanganan secara komprehensif. Selain penanganan
komprehensif secara simptomatis dan berdasarkan hasil pemeriksaan tekanan
darah, diperlukan pula penanganan berupa pencegahan tersier melalui edukasi
kepada pasien untuk mengendalikan dan mengontrol tekanan darah terutama pada
kasus prehipertensi agar tidak berkembang menjadi hipertensi. Selain itu, edukasi
dan penjelasan terhadap pasien diharapkan dapat mengedukasi pasien terkait
penyakit yang dideritanya dan pencegahannya secara spesifik.
3.2. Tujuan
Memperbaiki kualitas hidup pasien hipertensi khususnya terhadap
pencegahan prehipertensi agar tidak berkembang menjadi hipertensi serta
menurunkan kunjungan ke instansi kesehatan karena hipertensi serta mengedukasi
pasien mengenai penyakit terkait hipertensi.
3.3. Intervensi
Intervensi dilakukan dengan memberikan konseling dan edukasi pada
pasien pelayanan poli umum, Ny. L, Usia 63 Tahun, dengan diagnosis
Prehipertensi. Pasien mengeluhkan nyeri kepala pada daerah tengkuk. Akhir-akhir
ini pasien sulit tertidur di malam hari dikarenakan aktivitas beliau yang harus
membersamai suaminya bekerja.
1. Identitas
Nama : Ny. L
Umur : 63 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Gabus RT 05 RW 08, Gabus, Pati, Jawa
Tengah
Tanggal Pemeriksaan : 2 Maret 2020

2. Anamnesis
a. Keluhan Utama

14
Nyeri pada tengkuk
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan nyeri kepala pada daerah tengkuk, terasa seperti
diikat, terasa tegang, kambuh-kambuhan sejak beberapa minggu terakhir
ini. Pasien akhir-akhir ini mengalami kesulitan tidur di malam hari
dikarenakan harus mendampingi suaminya bekerja hingga larut malam.
Pasien masih sering memiliki kebiasaan makan-makanan yang asin dan
belum bisa meninggalkan kebiasaan konsumsi garam yang berlebihan
setiap harinya. Pasien rutin memeriksakan kadar gula darah, kolesterol dan
asam urat, namun didapatkan hasil yang normal berdasarkan pemeriksaan
2 bulan terakhir.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Hipertensi : Tidak ada
Riwayat Diabetes Mellitus : Tidak ada
Riwayat Hiperkolesterolemia : Tidak ada
d. Riwayat Penyakit Keluarga
- Saudara kandung pasien (Kakak laki-laki pasien) memiliki riwayat Stroke
perdarahan pada tahun 2016.
- Riwayat DM pada keluarga disangkal.
e. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien merupakan seorang pedagang sayuran di pasar yang berobat ke
Puskesmas Gabus I dengan fasilitas BPJS.
3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum :Baik, Rawat diri cukup
b. Kesadaran :Compos Mentis
c. Tanda-tanda Vital :
i. Tekanan Darah : 130/80
ii. Nadi : 88x/menit
iii. Respirasi : 18x/m
iv. Suhu : 37,0oC
d. Antropometri
i. Berat Badan : 41 Kg
ii. Tinggi Badan : 160 cm
iii. Status Gizi : Underweight
e. Status Generalis
 Kepala :Normocephal, pertumbuhan rambut baik teratur, tidak
mudah dicabut
 Mata :CA (-/-), SI (-/-), edema palpebra (-/-), reflek cahaya (+/+),
isokor (+/+), mata cowong (-/-)
 Hidung :Sekret (-), epitaksis (-), nafas cuping hidung (-)
 Telinga :Hiperemis (-), Sekret (-)
 Mulut :Mukosa mulut dan bibir basah (+), sianosis (-), perdarahan
gusi (-), faring hiperemis (-), Tonsil (T1/T1) hiperemis(-),kripta
melebar(-)

15
 Leher :Pembesaran kel. getah bening (-), massa abnormal (-),
peningkatan JVP (-)
 Thoraks :Simetris, retraksi (-), ketinggalan gerak (-), massa (-),
Pekak (+) semua lapang thoraks, pembesaran jantung (-).
o Pulmo : SDV (+, semua lapang paru), Ronkhi (-),
Wheezing (-)
o Cor :S1 S2 Tunggal reguler, murmur (-), suara
tambahan(-)
 Abdomen :Flat, Bising usus (+) dalam batas normal (12x/menit),
Timpani (+) seluruh lapang abdomen, Nyeri tekan (-), Hepar tidak
teraba, pembesaran hepar (-)
 Ekstremitas :
o Ekstremitas atas
 Kanan : Hiperemis (-), sianosis (-), akral hangat (+)
 Kiri : Hiperemis (-), sianosis (-), akral hangat (+)
o Ekstremitas bawah
 Kanan : Hiperemis (+), sianosis (-), akral hangat (+)
 Kiri : Hiperemis (-), sianosis (-), akral hangat (+)
f. Status Lokalis
-
3.4. Pelaksanaan
Ny. L usia 63 tahun datang ke poliklinik umum Puskesmas Gabus I pada
tanggal 2 Maret 2020 dengan keluhan nyeri kepala pada daerah tengkuk. Akhir-
akhir ini pasien sulit tertidur di malam hari dikarenakan aktivitas beliau yang
harus membersamai anaknya bekerja. Dari hasil pemeriksaan fisik tidak
didapatkan adanya kelainan. Dilakukan konseling pada pasien dengan tahapan
sebagai berikut:
a. Pembukaan
Pembukaan konseling yang dilakukan dengan pasien bertujuan
untuk menciptakan hubungan baik agar pasien merasa nyaman sehingga
bersedia memberikan informasi tentang keadaan dirinya dan menjalankan
apa yang disarankan oleh dokter untuk mengurangi keluhan yang
dideritanya.
b. Diskusi untuk mengumpulkan informasi dan mengidentifikasi masalah
Pada sesi ini dilakukan untuk mengumpulkan informasi mengenai faktor risiko
sehingga dapat mengidentifikasi masalah yang menyebabkan keluhan pada
pasien. Pada diskusi ini didapatkan informasi sebagai berikut :
i. Pasien saat ini berusia 63 Tahun
ii. Pasien bekerja sehari-hari sebagai pedagang di pasar. Setiap hari
pasien beraktivitas sejak pukul empat pagi mempersiapkan
dagangannya di pasar Gabus hingga siang hari dan ikut membantu
anaknya dalam mengurus ternak ayam hingga pada malam hari.
iii. Pasien sering mengalami kesulitan tidur pada malam hari

16
iv. Pasien masih sering mengkonsumsi masakan yang diolah sendiri
dan masih menggunakan garam tambahan yang beriodium
v. Pasien tidak pernah mengalami cedera kepala atau kecelakaan
sebelumnya
vi. Saudara kandung (Kakak laki-laki) pasien pernah meninggal akibat
stroke perdarahan pada Tahun 2016 dan memiliki riwayat tekanan
darah tidak terkontrol
c. Penjelasan mengenai penyakit
Pada sesi ini dilakukan dengan memberikan penjelasan dan pemahaman
pasien mengenai :
i. Definisi hipertensi
ii. Faktor risiko hipertensi
iii. Komplikasi hipertensi
iv. Penanganan hipertensi
v. Pencegahan hipertensi
d. Edukasi
Edukasi pasien lebih ditekankan pada pencegahan hipertensi dengan tujuan
untuk meningkatkan kualitas hidup pasien, mengurangi angka kunjungan
ke fasilitas kesehatan, dan mencegah perburukan keadaan serta mencegah
timbulnya komplikasi penyakit. Edukasi yang diberikan secara garis besar
merupakan penatalaksanaan non-farmakologis, yaitu : mempertahankan
berat badan ideal, mengurangi asupan garam (Sodium), diet rendah lemak,
menghindari minum-minuman keras dan paparan asap rokok, menghindari
dan manajemen stress, serta olahraga teratur.
e. Menutup Sesi
Setelah konseling dan edukasi selesai, dilakukan evaluasi apakah pasien
mengerti tentang apa yang dijelaskan oleh dokter dengan cara memberikan
beberapa pertanyaan terkait penjelasan penyakit sesuai dengan pemaparan
sebelumnya. Pasien cukup mengerti dan mau melaksanakan saran yang
dianjurkan oleh dokter. Selain itu, sebelum penutupan sesi, pasien
diberikan kesempatan untuk bertanya apabila masih ada hal-hal yang ingin
diketahui atau ditanyakan. Pasien juga dianjurkan untuk rutin melakukan
pemeriksaan tekanan darah.
3.5. Monitoring dan Evaluasi
Kegiatan ini tetap dijalankan terutama setelah pertemuan pertama.
Pencatatan keluhan dan pemeriksaan sendi lutut pasien harus selalu dilakukan
setiap kontrol pengobatan. Selain itu, penyuluhan dan motivasi harus terus
dilakukan dan evaluasi terhadap keluhan pasien, apakah keluhan berkurang atau
memberat serta perlu dilakukan juga pemantauan tekanan darah secara teratur.

17
BAB IV
PENUTUP

4.1. KESIMPULAN

4.2. SARAN
1. Bagi dokter sebaiknya memahami konsep tentang penyakit hipertensi agar
dapat memberikan penyuluhan dan edukasi yang sejelas-jelasnya kepada
masyarakat dan pasien hipertensi maupun prehipertensi untuk pencegahan
dini.
2. Bagi institusi puskesmas, hendaknya lebih sering memberikan promosi
kesehatan mengenai penyakit hipertensi kepada masyarakat.
3. Bagi masyarakat hendaknya menjalankan pola hidup sehat untuk
mencegah kemungkinan terkena penyakit hipertensi.
4. Bagi pasien, hendaknya menerapkan saran dan edukasi yang telah
diberikan dokter agar meningkatkan kualitas hidup dan menurunkan risiko
komplikasinya.

DAFTAR PUSTAKA
Center for Disease Control and Prevention. 2011. Principles of
Vaccination.Dalam Atkinson W, Hamborsky J, Wolfe S.
https://www.cdc.gov/vaccines/pubs/pinkbook/downloads/prinvac.pdf
[diakses tanggal 4 Juni 2020].

18
Center for Disease Control and Prevention. 2011. Immunization the Basic. Dalam
Atkinson W, Hamborsky J, Wolfe Shttps://www.cdc.gov/vaccines/vac-
gen/imz-basics.htm [diakses tanggal 4 Juni 2020].
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2017. Artikel.
http://www.depkes.go.id/article/print/17020100001/ini-rencana-
pelaksanaan-3-vaksinasi-baru-untuk-lengkapi-imunisasi-
dasar-.html[diakses tanggal 4 Juni 2020]
Sujatmiko, Gunardi, Sekartini, dan Medise. 2015. Intisari Imunisasi. Edisi 2.
Jakarta:Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Satgas Imunisasi PP IDAI. 2014. Panduan Imunisasi Anak. Edisi 1. Jakarta:
Kompas.
WHO. 2017. Imunization Facts Sheethttp://www.who.int/mediacentre/
factsheets/fs286/en/[diakses tanggal 4 Juni 2020]

19
LAMPIRAN

FORM BERITA ACARA PRESENTASI PORTOFOLIO

Hari, Tanggal : Selasa, 8 Juni 2020


Pukul : 12.30 WIB – selesai
Tempat : Puskesmas Gabus I
Presentan : dr. Sushanti Nuraini
Judul : F.5 Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular dan Tidak
Menular
“Imunisasi Balita di Desa Mintorejo dan Desa Babalan”

No Nama Peserta Tanda Tangan


1 dr. Alnia Rindang K
2 dr. Farah Fauziah
3 dr. Fieka Amalia

20
4 dr. Intan Rachmawati
5 dr. Niken Tri Utami
6 dr. M Wahib Hasyim

Mengetahui
Pembimbing

dr. M Wahib Hasyim

21

Anda mungkin juga menyukai