Anda di halaman 1dari 30

Refleksi kasus

ODS Dry Eyes syndrome OS Katarak Imature

Diajukan untuk
Memenuhi TugasKepaniteraanKlinikdan Melengkapi Salah Satu Syarat
Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Mata
RSUD Dr. Loekmono Hadi Kudus

Disusun oleh:
Fikri Faisal Haq
30101306949

Pembimbing:
dr. Djoko Heru S., Sp.M

KEPANITERAAN KLINIK ILMU MATA


RSUDDR. LOEKMONO HADI KUDUS
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2018
LEMBAR PENGESAHAN KOORDINATOR KEPANITRAAN

KLINIK DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA

CASE REPORT UJIAN KLINIK BAGIAN MATA


dengan judul :

ODS Dry Eyes syndrome OS Katarak Imature

Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepanitraan Klinik

Di Departemen Ilmu Kesehatan Mata

RSUD dr. Loekmono Hadi Kudus

Disusun Oleh :

Fikri Faisal Haq 30101306949

Telah disetujui oleh Pembimbing

Nama Pembimbing Tanggal Tanda Tangan

dr. Djoko Heru Santoso, Sp.M …………….….. …………….……

BAB I
STATUS PASIEN

A. IDENTITAS PASIEN

Nama Pasien : Ny. R. D

Umur : 64 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Status pernikahan : Menikah

Agama/suku : Islam/Jawa

Alamat : Kajeksan, Kota Kudus

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Nomor CM : 7951xx

B. ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan pada hari Rabu, 19 Desember 2018 pukul 11.00 WIB secara

autoanamnesis di Poliklinik Mata RSUD Kudus.

1. Keluhan utama

Mata sering gatal dan mata kiri melihat tidak jelas.

2. Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke poli mata RSUD Dr. Loekmono Hadi Kudus dengan
keluhan mata gatal, berair dan kadang keluar kotoran. Keluhan sudah
dirasakan sejak 3 bulan yang lalu. Sebelumnya sudah pernah diobati
menggunakan obat tetes mata yang beli di warung, akan tetapi keluahan
masih timbul. Keluhan semakin memberat ketika mata terkena angin. Untuk
mengurangi rasa nyeri tersebut pasien mengaku harus beristirahat. Selain itu,
pasien mengaku saat ini penglihatan mata kirinya semakin lama semakin
berkurang. pasien tidak mengeluh mata merah dan berair. Tidak ada riwayat
trauma.

3. Riwayat Penyakit Dahulu

 Riwayat penggunaan kacamata (-)

 Riwayat memakai lensa kontak (-)

 Riwayat operasi katarak (-)


4. Riwayat Penyakit Keluarga

 Dikeluarga tidak ada yang mengalami hal serupa

C. PEMERIKSAAN FISIK :

1. Status Generalisata

Tanggal pemeriksaan : Rabu, 19 Desember 2018

Keadaan umum : Baik

Kesadaran : Composmentis

Status gizi : baik

Vital Signs

 Tensi : 130/90 mmHg

 Nadi : 80 x/menit

 RR : 22 x/menit

 Suhu : 36,3°C

2. Status Ophtalmologi

Gambar:
OD OS

OCULI DEXTRA(OD) PEMERIKSAAN OCULI SINISTRA(OS)


6/7,5 Visus 6/12
Tidak dikoreksi Koreksi Tidak dikoreksi
Gerak bola mata normal, Gerak bola mata normal,
enoftalmus (-), enoftalmus (-),
eksoftalmus (-), Bulbus okuli eksoftalmus (-),
strabismus (-) strabismus (-)
Edema (-), hiperemis(-), nyeri Edema (-), hiperemis(-),
tekan(-), nyeri tekan (-),
blefarospasme (-), lagoftalmus blefarospasme (-),
Palpebra
(-), lagoftalmus (-)
ektropion (-), ektropion (-),
entropion (-) entropion (-)
Edema (-), Edema (-),
injeksi konjungtiva (-), injeksi konjungtiva (-),
injeksi siliar (-), Konjungtiva injeksi siliar (-),
infiltrat (-), infiltrat (-),
hiperemis (-) hiperemis (-)
Putih Sklera Putih
Bulat, edema (-), Bulat, edema (-),
keratik presipitat(-), Kornea keratik presipitat(-),
infiltrat (-), sikatriks (-) infiltrat(-), sikatriks (-)
Arkus senilis (+) Arkus senilis (+),.
Jernih, kedalaman cukup Camera Oculi Jernih, kedalaman cukup,
hipopion (-), Anterior hipopion (-),
hifema (-), (COA) hifema (-),
Kripta(N), warna coklat,(-), Iris Kripta(N), warna coklat,(-),
edema(-), synekia (-) edema(-), synekia (-),
bulat, diameter : ± 3mm, bulat, diameter ± 3 mm,
letak sentral, Pupil letak sentral,
refleks pupil langsung (+), refleks pupil langsung (+),
refleks pupil tak langsung (+) refleks pupil tak langsung (+)
Kekeruhan (-) Lensa Kekeruhan (+)

Jernih Vitreus Jernih


Papil NII bulat, batas tegas, Papil NII bulat, batas tegas,
ablatio (-), mikroaneurisma (-), Retina ablatio (-), mikroaneurisma (-),
eksudat (-), perdarahan (-), eksudat (-), perdarahan (-),
CD ratio (N) CD ratio (N)
(+)cemerlang Fundus Refleks (+)cemerlang
Epifora (+), lakrimasi (-) Sistem Lakrimasi Epifora (+), lakrimasi (-)

D. RESUME
Subyektif
 Keluhan mata gatal, berair dan kadang keluar kotoran.
 Keluhan sudah dirasakan sejak 3 bulan yang lalu.
 Penglihatan mata kirinya semakin lama semakin berkurang.

Obyektif

OCULI DEXTRA(OD) PEMERIKSAAN OCULI SINISTRA(OS)


6/7,5 Visus 6/12
Tidak dikoreksi Koreksi Tidak dikoreksi
Gerak bola mata normal, Gerak bola mata normal,
enoftalmus (-), enoftalmus (-),
eksoftalmus (-), Bulbus okuli eksoftalmus (-),
strabismus (-) strabismus (-)
Edema (-), hiperemis(-), nyeri Edema (-), hiperemis(-),
tekan(-), nyeri tekan (-),
blefarospasme (-), lagoftalmus blefarospasme (-),
Palpebra
(-), lagoftalmus (-)
ektropion (-), ektropion (-),
entropion (-) entropion (-)
Edema (-), Edema (-),
injeksi konjungtiva (-), injeksi konjungtiva (-),
injeksi siliar (-), Konjungtiva injeksi siliar (-),
infiltrat (-), infiltrat (-),
hiperemis (-) hiperemis (-)
Putih Sklera Putih
Bulat, edema (-), Bulat, edema (-),
keratik presipitat(-), Kornea keratik presipitat(-),
infiltrat (-), sikatriks (-) infiltrat(-), sikatriks (-)
Arkus senilis (+) Arkus senilis (+),.
Jernih, kedalaman cukup Camera Oculi Jernih, kedalaman cukup,
hipopion (-), Anterior hipopion (-),
hifema (-), (COA) hifema (-),
Kripta(N), warna coklat,(-), Iris Kripta(N), warna coklat,(-),
edema(-), synekia (-) edema(-), synekia (-),
bulat, diameter : ± 3mm, bulat, diameter ± 3 mm,
letak sentral, Pupil letak sentral,
refleks pupil langsung (+), refleks pupil langsung (+),
refleks pupil tak langsung (+) refleks pupil tak langsung (+)
Jernih, tampak pantulan Lensa Lensa tampak keruh sebagian
seperti kaca (pseudophakia)
Jernih Vitreus Jernih
Papil NII bulat, batas tegas, Papil NII bulat, batas tegas,
ablatio (-), mikroaneurisma (-), Retina ablatio (-), mikroaneurisma (-),
eksudat (-), perdarahan (-), eksudat (-), perdarahan (-),
CD ratio (N) CD ratio (N)
(+)cemerlang Fundus Refleks (+)cemerlang
Epifora (+), lakrimasi (-) Sistem Lakrimasi Epifora (+), lakrimasi (-)

E. DIAGNOSIS BANDING

OD OS
 Dry eye syndrome  Katarak Senilis Imatur + DES
 Blepharitis  Katarak Senilis Insipien
 Konjungtivitis alergi  Katarak Senilis Matur

F. DIAGNOSIS KERJA

 ODS Dry eye syndrome

 OS Katarak Imature

G. PENATALAKSANAAN

Medikamentosa :

 Cendo lyteers 1fl

S 4 dd gtt 1

 Okuflam 1Fl

S4dd gtt 1

Non medikamentosa :

Operasi ICCE

H. PROGNOSIS

OCULUS DEXTER OCULUS SINISTER


Quo Ad Vitam ad bonam Ad bonam
Quo AD Functionam Ad bonam Ad bonam
Quo Ad sanationam Ad bonam Ad bonam
Quo Ad kosmetikan Ad bonam Ad bonam
Saran:

 Gunakan tetes mata secara teratur


 Kontrol secara teratur sebulan sekali
 Menggunakan kacamata saat berakitifitas
 Hindari debu

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Dey eye Syndrome


2.1 Anatomi
Kompleks lakrimalis terdiri atas glandula lakrimalis, glandulae lakrimalis aksesori,
kanalikuli, sakus lakrimalis, dan duktus nasolakrimalis.

Glandula lakrimalis terdiri atas struktur dibawah ini:

1. Bagian orbita
Berbentuk kenari yang teretak didalam foss lakrimalis di segmen
temporal atas anterior dari orbita, dipisahkan dari bagian palpebra oleh
kornu lateralis dari muskulus levator palpebrae. Untuk mencapai
bagian ini dari kelenjar secara bedah, harus diiris kulit, muskulus
orbikuaris okuli, dan septum orbitale.

2. Bagian Palpebra
Bagian palpebra yang lebih kecil terletak tepat di atas segmen
temporal dari forniks konjungtivae superior. Duktus sekretorius
lakrimalis, yang bermuara kira-kira sepuluh lubang kecil,
menghubungkan bagian orbital dan palpebrae glandula lakrimalis
dengan forniks konjungtivae superior. Pembuangan bagian palpebrae
dari kelenjar memutuskan semua saluran penghubung dan dengan
demikian mencegah kelenjar itu bersekresi.

Glandula lakrimalis aksesori (glandula Krause dan Wolfring)

terletk di dalam substansia propia di konjungtiva palpebrae.


Air mata mengalir dari lakuna lakrimalis melalui punktum
superior dan inferior dan kanalikuli ke sakus lakrimalis, yang terletak
di dalam fossa lakrimalis. Duktus nasolakrimalis berlanjut kebawah
dari sakus dan bermuara ke dalam meatus inferior dari rongga nasal,
lateral terhadap turbinatum inferior. Air mata diarahkan kedalam
punktum oleh isapan kapiler dan gaya berat dan berkedip. Kekuatan
gabungan dari isapan kapiler dan gaya berat berkedip. Kekuatan
gabungan dari isapan kapiler dalam kanalikuli, gaya berat dan dan
kerja memompa dari otot Horner, yang merupan perluasan muskulus
orbikularis okuli ke titik di belakang sakus lakrimalis, semua
cenderung meneruskan aliran air mata ke bawah melalui duktus
nasolakrimalis ke dalam hidung.

3. Pembuluh Darah dan Limfe


Pasokan darah dari glandula lakrimalis bersal dari arteria
lakrimalis. Vena yang mengalir pergi dari kelenjar bergabung dengan
vena oftalmika. Drenase lime menyatu dengan pembuluh limfe
konjungtiva untuk mengalir ke dalam limfonodus pra-aurikula.

4. Persarafan
Pasokan saraf ke glandula lakrimalis adalah melalui:

a) Nervus lakrimalis (sensoris), sebuah cabang dari divisi trigeminus.


b) Nervus petrosus superfisialis magna (sekretoris), yang datang dari
nukleus salivarius superior.
c) Nervus simpatis yang menyertai arteria lakrimalis dan nervus
lakrimalis.

2.2 Fisiologi

Sistem Sekresi Air Mata

Volume terbesar air mata dihasilkan oleh kelenjar lakrimalis yang terletak
di fossa glandulae lacrimalis yang terletak di kuadran temporal atas orbita.
Kelenjar yang berbentuk kenari ini dibagi oleh kornu lateral aponeurosis levator
menjadi lobus orbita yang lebih besar dan lobus palpebra yang lebih kecil,
masing-masing dengan sistem duktulus yang bermuara ke forniks temporal

superior. Persarafan kelenjar utama datang dari nucleus lacrimalis di pons melalui
nervus intermedius dan menempuh suatu jaras rumit cabang maxillaris nervus
trigeminus.
Kelenjar lakrimal assesorius, walaupun hanya sepersepuluh dari massa
kelenjar utama, mempunyai peranan penting. Struktur kelenjar Krause dan
Wolfring identik dengan kelenjar utama, namun tidak memiliki ductulus.
Kelenjar-kelenjar ini terletak di dalam konjungtiva, terutama di forniks superior.
Sel-sel goblet uniseluler, yang juga tersebar di konjungtiva, mensekresi
glikoprotein dalam bentuk musin. Modifikasi kelenjar sebasea meibom dan zeis di
tepian palpebra memberi lipid pada air mata. Kelenjar Moll adalah modifikasi
kelenjar keringat yang ikut membentuk tear film.

Sekresi kelenjar lakrimal dipicu oleh emosi atau iritasi fisik dan
menyebabkan air mata mengalir melimpah melewati tepian palpebra (epifora).
Kelenjar lakrimal assesorius dikenal sebagai ”pensekresi dasar”. Sekret yang
dihasilkan normalnya cukup untuk memelihara kesehatan kornea. Hilangnya sel
goblet, berakibat mengeringnya korena meskipun banyak air mata dari kelenjar
lakrimal.

Air mata membentuk lapisan tipis setebal 7-10 µm yang menutup epitel
kornea dan konjungtiva. Fungsi lapisan ultra tipis ini adalah

1. Membuat kornea menjadi permukaan optik yang licin dengan meniadakan

ketidakteraturan minimal di permukaan epitel.


Tear film adalah komponen penting dari “the eye’s optical system”. Tear
film dan permukaan anterior kornea memiliki mekanisme untuk
memfokuskan refraksi sekitar 80%. Bahkan sebuah perubahan kecil pada
kestabilan dan volume tear film akan sangat mempengaruhi kualitas
penglihatan (khususnya pada sensitivitas pada kontras). “Tear break up”
menyebabkan aberasi optik yang akan menurunkan kualitas fokus
gambaran yang didapatkan retina. Oleh karena itu, ketidakteraturan pada
tear film preocular merupakan penyebab munculnya gejala visual fatigue
dan fotofobia.

2. Membasahi dan melindungi permukaan epitel kornea dan konjungtiva

yang lembut.
Pergerakan kelopak mata dapat menimbulkan gaya ± 150 dyne/cm yang
mempengaruhi tear film. Lapisan musin pada tear film dapat mengurangi
efek yang dapat

mempengaruhiepitelpermukaan.Pada

keratokonjungtivitis, perubahan lapisan musin menyebabkan epitel


permukaan semakin mudah rusak akibat gaya tersebut yang menyebabkan
deskuamasi epithelial dan menginduksi apoptosis.

3. Menghambat pertumbuhan mikroorganisme dengan pembilasan mekanik

dan efek antimikroba.


Permukaan okuler adalah permukaan mukosa yang paling sering terpapar
lingkungan. Bagian ini selalu terpapar suhu yang ekstrim, angin, sinar UV,
alergen dan iritan. Tear film harus memiliki stabilitas untuk menghadapi
paparan lingkungan tersebut. Komponen tear film yang berfungsi untuk
perlindungan adalah IgA, laktoferin, lisozim dan enzim peroksidase yang
dapat melawan infeksi bakteri maupun virus. Lapisan lipid mengurangi
penguapan komponen akuos akibat perubahan lingkungan. Selanjutnya,
tear flim dapat membersihkan partikel, iritan dan alergen akibat paparan
lingkungan.

4. Menyediakan substansi nutrien yang dibutuhkan kornea.


Karena kornea merupakan struktur yang avaskuler, epitel kornea
bergantung pada growth factors yang terdapat pada tear film dan mendapat
nutrisi dari tear film. Tear film menyediakan elektolit dan oksigen untuk
epitel kornea sedangkan glukosa yang dibutuhkan kornea berasal dari
difusi dari aqueous humor. Tear film terdiri dari ± 25 g/mL glukosa, kira-
kira 4% dari konsentrasi glukosa pada darah, yaitu konsentrasi yang
dibutuhkan oleh jaringan non-muskular. Antioksidan yang terdapat pada
tear film juga mengurangi radikal bebas akibat pengaruh lingkungan. Tear

film juga mengandung growth factor yang penting untuk regenerasi dan
penyembuhan epitel kornea.
Gambar.1. Lapisan tear film
(Sumber: http://tearscience.com/image )
Lapisan-Lapisan Tear Film

Lapisan air mata melapisi permukaan okuler normal. Pada dasarnya, lapisan air

mata terdiri dari 3 lapisan yang terdiri dari:

a. Lapisan tipis superfisial (0.11um) diproduksi oleh kelenjar meibomian dan fungsi
utamanya adalah menahan evaporasi air mata dan mempertahankan penyebaran
air mata

b. Lapisan tengah, lapisan tebal (lapisan aqueous, 7um) diproduksi oleh kelenjar
lakrimalis utama ( untuk refleks menangis), seperti halnya kelenjar lakrimalis
asesoris dari kelenjar Krause dan Wolfring.

c. Lapisan terdalam, lapisan musin hidrofilik diproduksi oleh sel-sel goblet


konjunctiva dan epitel permukaan okuler dan berhubungan dengan permukaan
okuler melalui ikatan jaringan longgar dengan glikokalik dari epitel konjunctiva.
Adanya musin yang bersifat hidrofilik membuat lapisan aqueous menyebar ke
epitel kornea.
Gambar 2. Tear film layer
Gambar 3. Normal tear film structure and components

Volume air mata normal diperkirakan 7 ± 2 µL di setiap mata. Albumin


mencakup 60% dari protein total air mata; sisanya globulin dan lisozim yang
berjumlah sama banyak. Terdapat IgA, IgG, dan IgE. Yang paling banyak adalah
IgA, yang berbeda dari IgA serum karena bukan berasal dari transudat serum saja;
IgA juga diproduksi oleh sel-sel plasma dalam kelenjar lakrimal. Pada keadaan
alergi tertentu, seperti konjungtivitis vernal, konsentrasi IgE dalam cairan mata
meningkat.

Lisozim air mata menyusun 21-25% protein total, bekerja secara sinergis
dengan gammaglobulin dan faktor antibakteri non-lisozim lain, membentuk
mekanisme pertahanan penting terhadap infeksi. Enzim air mata lain juga bisa
berperan dalam diagnosis berbagai kondisi klinis tertentu, mis., hexoseaminidase
untuk mendiagnosis penyakit Tay-Sachs.(vaughan)

2.3 Disfungsi Tear Film


Abnormalitas kuantitas maupun kualitas tear film terjadi akibat
1. Perubahan jumlah tear film.
2. Perubahan komposisi tear film.
3. Penyebaran tear film yang tidak merata akibat permukaan kornea yang
irregular.

Perubahan jumlah dan komposisi tear film dapat terjadi karena defisiensi
aqueous, difisiensi musin atau sebaliknya kelebihan aqueous dan musin dan /atau
abnormalitas lipid (disfungsi kelenjar meibom). Contohnya, peningkatan
osmolaritas tear film terlhat pada pasien dengan keratoconjunctivitis sicca atau
pada blefaritis dan pada orang yang menggunakan lensa kontak. Penyebaran air
mata yang tidak merata dapat terjadi bersamaan dengan permukaan kornea atau
limbus yang tidak rata (inflamasi, jaringan parut, perubahan distropi) atau
penggunaan lensa kontak yang tidak benar. Dapat juga terjadi akibat gangguan
pada kelopak mata akibat kelainan kongenital, disfungsi kelopak mata
neurogenik, atau disfungsi mekanisme berkedip.

DRY EYE SYNDROME


1. Definisi

Sindrom mata kering, atau keratoconjunctivitis sicca (KCS) adalah


penyakit mata dimana jumlah atau kualitas produksi air mata berkurang atau
penguapan film air mata meningkat. Terjemahan dari "keratoconjunctivitis sicca"
dari bahasa Latin adalah "kekeringan kornea dan konjungtiva".

2. Etiologi
Banyak diantara penyebab sindrom mata kering mempengaruhi lebih dari
satu komponen film air mata atau berakibat perubahan permukaan mata yang
secara sekunder menyebabkan film air mata menjadi tidak stabil. Ciri
histopatologik termasuk timbulnya bintik-bintik kering pada kornea dan epitel
konjungtiva, pembentukan filamen, hilangnya sel goblet konjungtiva, pembesaran
abnormal sel epitel non-goblet, peningkatan stratifikasi sel, dan penambahan
keratinasi.

A. Kondisi ditandai hipofungsi kelenjar lakrima


1. Kongenital

a. Dysautonomia familier (sindrom Riley-Day)


b. Aplasia kelenjar lakrimal (alakrima kongenital)
c. Aplasia nervus trigeminus
d. Dysplasia ektodermal
2. Didapat
a. Penyakit sistemik
1) Sindrom sjorgen
2) Sklerosis sistemik progresif
3) Sarkoidosis
4) Leukimia, limfoma
5) Amiloidosis
6) Hemokromatosis

b. Infeksi Trachoma
c. Cedera
1) Pengangkatan kelenjar lakrimal
2) Iradiasi
3) Luka bakar kimiawi
d. Medikasi
1) Antihistamin
2) Antimuskarinik: atropin, skopolamin
3) Anestetika umum: halothane, nitrous oxide
4) Beta-adregenik blocker: timolol, practolol
e. Neurogenik-neuroparalitik (fasial nerve palsy)

B. Kondisi ditandai defisiensi musin


1. Avitaminosis A
2. Sindrom steven-johnson
3. Pemfigoid okuler
4. Konjungtivitis menahun
5. Luka bakar kimiawi
6. Medikasi-antihistamin, agen muskarin, agen Beta-adregenic blocker

C. Kondisi ditandai defisiensi lipid:


1. Parut tepian palpebra
2. Blepharitis
D. Penyebaran defektif film air mata disebabkan:
1. Kelainan palpebra
a. Defek, coloboma
b. Ektropion atau entropion
c. Keratinasi tepian palpebra
d. Berkedip berkurang atau tidak ada
1) Gangguan neurologik
2) Hipertiroid
3) Lensa kontak
4) Obat
5) Keratitis herpes simpleks
6) Lepra
e. Lagophthalmus
1) Lagophthalmus nocturna
2) Hipertiroidi
3) Lepra
2. Kelainan konjungtiva
a. Pterygium
b. Symblepharon
3. Proptosis

3. Epidemiologi

Mata kering merupakan salah satu gangguan yang sering pada mata,
terutama pada orang yang usianya lebih dari 40 tahun dan 90% terjadi pada
wanita..
4. Manifestasi Klinis
Pasien dengan mata kering paling sering mengeluh tentang sensasi gatal
atau berpasir (benda asing). Gejala umum lainnya adalah gatal, sekresi mukus
berlebihan, tidak mampu menghasilkan air mata, sensasi terbakar, fotosensitivitas,
merah, sakit, dan sulit menggerakkan palpebra. Pada kebanyakan pasien, ciri
paling luar biasa pada pemeriksaan mata adaah tampilan yang nyata-nyata normal.
Ciri yang paling khas pada pemeriksaan slitlamp adalah terputus atau tiadanya
meniskus air mata di tepian palpebra inferior. Benang-benang mukuskental
kekuning-kuningan kadang-kadang terlihat dalam fornix conjungtivae inferior.
Pada konjungtiva bulbi tidak tampak kilauan yang normal dan mungkin menebal,
beredema dan hiperemik.

Epitel kornea terlihat bertitik halus pada fissura interpalpebra. Sel-sel


epitel konjungtiva dan kornea yang rusak terpulas dengan bengal rose 1% dan
defek pada epitel kornea terpulas dengan fluorescein. Pada tahap lnjut
keratokonjungtivitis sicca tampak filamen-filamen dimana satu ujung setiap
filamen melekat pada epitel kornea dan ujung lain bergerak bebas. Pada pasien
dengan sindrom sjorgen, kerokan dari konjungtiva menunjukkan peningkatan
jumlah sel goblet. Pembesaran kelenjar lakrimal kadang-kadang terjadi pada
sindrom sjorgen. Diagnosis dan penderajatan keadaan mata kering dapat diperoleh
dengan teliti memakai cara diagnostik berikut:

A. Tes Schirmer
Tes ini dilakukan dengan mengeringkan film air mata dan
memasukkan strip Schirmer (kertas saring Whatman No. 41) kedalam
cul de sac konjungtiva inferior pada batas sepertiga tengah dan
temporal dari palpebra inferior. Bagian basah yang terpapar diukur 5
menit setelah dimasukkan. Panjang bagian basah kurang dari 10 mm
tanpa anestesi dianggap abnormal.

Bila dilakukan tanpa anestesi, tes ini mengukur fungsi kelenjar


lakrimal utama, yang aktivitas sekresinya dirangsang oleh iritasi kertas
saring itu. Tes Schirmer yang dilakukan setelah anestesi topikal
(tetracaine 0.5%) mengukur fungsi kelenjar lakrimal tambahan
(pensekresi basa). Kurang dari 5 mm dalam 5 menit adalah abnormal.
Tes Schirmer adalah tes saringan bagi penilaian produksi air mata.
Dijumpai hasil false positive dan false negative. Hasil rendah kadang-
kadang dijumpai pada orang normal, dan tes normal dijumpai pada
mata kering terutama yang sekunder terhadap defisiensi musin.

Gambar 4. Test Fluoresin


(Sumber : http://webeye.ophth.uiowa.edu /233120#/fluoresin-test )

B. Tear film break-up time


pengukuran tear film break-up time kadang-kadang berguna untuk
memperkirakan kandungan musin dalam cairan air mata. Kekurangan
musin mungkin tidak mempengaruhi tes Schirmer namun dapat
berakibat tidak stabilnya film air mata. Ini yang menyebabkan lapisan
itu mudah pecah. Bintik-bitik kering terbentuk dalam film air mata,
sehingga memaparkan epitel kornea atau konjungtiva. Proses ini pada
akhirnya merusak sel-sel epitel, yang dapat dipulas dengan bengal
rose. Sel-sel epitel yang rusak dilepaskan kornea, meninggalkan
daerah-daerah kecil yang dapat dipulas, bila permukaan kornea
dibasahi flourescein.
Tear film break-up time dapat diukur dengan meletakkan secarik
keras berflourescein pada konjungtiva bulbi dan meminta pasien
berkedip. Film air mata kemudian diperiksa dengan bantuan saringan
cobalt pada slitlamp, sementara pasien diminta agartidak berkedip.
Waktu sampai munculnya titik-titik kering yang pertama dalam lapisan
flourescein kornea adalah tear film break-up time. Biasanya waktu ini
lebih dari 15 detik, namun akan berkurang nyata oleh anestetika lokal,
memanipulasi mata, atau dengan menahan palpebra agar tetap terbuka.
Waktu ini lebih pendek pada mata dengan defisiensi air pada air mata
dan selalu lebih pendek dari normalnya pada mata dengan defisiensi
musin.

Gambar 5. Indeks Perlindungan Okular

C. Tes Ferning Mata


Sebuah tes sederhana dan murah untuk meneliti mukus konjungtiva
dilakukan dengan mengeringkan kerokan konjungtiva di atas kaca
obyek bersih. Arborisasi (ferning) mikroskopik terlihat pada mata
normal. Pada pasien konjungtivitis yang meninggakan parut
(pemphigoid mata, sindrom stevens johnson, parut konjungtiva difus),
arborisasi berkurang atau hilang.

D. Sitologi Impresi
Sitologi impresi adalah cara menghitung densitas sel goblet pada
permukaan konjungtiva. Pada orang normal, populasi sel goblet paling
tinggi di kuadran infra-nasal. Hilangnya sel goblet ditemukan pada
ksus keratokonjungtivitis sicc, trachoma, pemphigoid mata cicatrix,
sindrom stevens johnson, dan avitaminosis A.

E. Pemulasan Flourescein
Menyentuh konjungtiva dengan secarik kertas kering
berflourescein adalah indikator baik untuk derajat basahnya mata, dan
meniskus air mata mudah terlihat. Flourescein akan memulas daerah-
daerah tererosi dan terluka selain defek mikroskopik pada epitel
kornea.
F. Pemulasan Bengal Rose
Bengal rose lebih sensitif dari flourescein. Pewarna ini akan
memulas semua sel epitel non-vital yang mengering dari kornea
konjungtiva.

Gambar 6. Pewarnaan Bengal rose

G. Penguji Kadar Lisozim Air Mata


Penurunan konsentrasi lisozim air mata umumnya terjadi pad awal
perjalanan sindrom Sjorgen dan berguna untuk mendiagnosis penyakit
ini. Air mata ditampung pada kertas Schirmer dan diuji kadarnya. Cara
paling umum adalah pengujian secara spektrofotometri.

H. Osmolalitas Air Mata


Hiperosmollitas air mata telah dilaporkan pada keratokonjungtivitis
sicca dan pemakaian kontak lens dan diduga sebagai akibat
berkurangnya sensitivitas kornea. Laporan-laporan menyebutkan
bahwa hiperosmolalitas adalah tes paling spesifik bagi
keratokonjungtivitis sicca. Keadaan ini bahkan dapat ditemukan pada
pasien dengan Schirmer normal dan pemulasan bengal rose normal.

I. Lactoferrin
Lactoferrin dalam cairan air mata akan rendah pada pasien dengan

hiposekresi kelenjar lakrimal. Kotak penguji dapat dibeli dipasaran.


5. Terapi
Pasien harus mengerti bahwa mata kering adalah keadaan menahun dan
pemulihan pemulihan total sukar terjadi, kecuali pada kasus ringan, saat
perubahan epitel pada kornea dan konjungtiva masih reversibel. Air mata buatan
adalah terapi yang kini dsering digunakan. Salep berguna sebagai pelumas jangka
panjang, terutama saat tidur.

Fungsi utama pengobatan ini adalah penggantian cairan. Pemulian musin


adalah tugas yang lebih berat. Tahun-tahun belakangan ini, ditambahkan polimer
larut air dengan berat molekul tinggi pada air mata buatan, sebagai usaha
memperbaiki dan memperpanjang lama pelembaban permukaan.agen
mukomimetik lain termasuk Na-hialuronat dan larutan dari serum pasien sendiri
sebagai tetesan mata. Jika mukus itu kental, seperti pada sindrom Sjorgen, agen
mukolitik (mis, acetylcystein 10%) dapat menolong.

 Topikal cyclosporine A
 Topikal corticosteroids
 Topikal/sistemik omega-3 fatty acids: Omega-3 fatty acids menghambat
sintesis dari mediator lemak dan memblok produksi dari IL-1 and TNF-
alpha. Pasien dengan kelebihan lipid dalam air mata memerlukan instruksi
spesifik untuk menghilangkan lipid dari tepian palpebrae. Mungkin
diperlukan antibiotika topikal atau sistemik. Vitamin A topikal mungkin
berguna untuk memulihkan metaplasia permukaan mata.

Semua pengawet kimiawi dalam air mata buatan akan menginduksi


sejumlah toksisitas kornea. Benzalkonium chlorida adalah peparat umum yang
paling merusak. Pasien yang memerlukan beberapa kali penetesan sebaiknya
memakai larutan tanpa bahan pengawet. Bahan pengawet dapat pula
menimbulkan reaksi idiosinkrasi. Ini paling serius dengan timerosal.

Pasien dengan mata kering oleh sembarang penyebab lebih besar


kemungkinan terkena infeksi. Blepharitis menahun sering terdapat dan harus
diobati dengan memperhatikan higiene dan memakai antibiotika topikal. Acne
rosacea sering terdapat bersamaan dengan keratokonjungtivitis sicca, dan
pemgobatan dengan tetrasklin sistemik ada manfaatnya.
Tindakan bedah pada mata kering adalah pemasangan sumbatan pada
punktum yang bersifat temporer (kolagen) atau untuk waktu lebih lama (silikon),
untuk menahan sekret air mata. Penutupan puncta dan kanalikuli secara permanen
dapat dilakukan dengn terapi themal (panas), kauter listrik atau dengan laser.

6. Komplikasi

Pada awal perjalanan keratokonjungtivitis sicca, penglihata sedikit


terganggu. Dengan memburuknya keadaan, ketidaknyamanan sangat menggangu.
Pada kasus lanjut, dapat timbul ulkus kornea, penipisan kornea, dan perforasi.
Kadang-kadang terjadi infeksi bakteri sekunder, dan berakibat parut dan
vaskularisasi pada kornea, yang sangat menurunkan penglihatan. Terapi dini dapat
mencegah komplikasi-komplikasi ini.

7. Prognosis
Secara umum, prognosis untuk pengelihatan pada Dry Eye syndrome baik.

Katarak Senilis
2.1.1 Definisi
Katarak senilis adalah kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut, yaitu usia di atas
50 tahun. Katarak merupakan penyebab kebutaan di dunia saat ini yaitu setengah dari 45 juta
kebutaan yang ada. 90% dari penderita katarak berada di negara berkembang seperti
Indonesia, India dan lainnya. Katarak juga merupakan penyebab utama kebutaan di
Indonesia, yaitu 50% dari seluruh kasus yang berhubungan dengan penglihatan.
2.1.2 Etiologi18
Penyebab katarak senilis sampai saat ini belum diketahui secara pasti, diduga
multifaktorial, diantaranya antara lain5
a) Faktor biologi, yaitu karena usia tua dan pengaruh genetik
b) Faktor fungsional, yaitu akibat akomodasi yang sangat kuat mempunyai efek buruk
terhadap serabu-serabut lensa.
c) Faktor imunologi
d) Gangguan yang bersifat lokal pada lensa, seperti gangguan nutrisi, gangguan
permeabilitas kapsul lensa, efek radiasi cahaya matahari.
e) Gangguan metabolisme umum.

2.6.3 Klasifikasi17
Katarak senilis secara klinis dikenal dalam 4 stadium yaitu insipien, imatur, matur,
hipermatur. Perbedaan stadium katarak tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Insipien Imatur Matur Hipermatur


Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif
Cairan Lensa Normal Bertambah (air Normal Berkurang (air+masa
masuk) lensa keluar)
Iris Normal Terdorong Normal Tremulans
Bilik Mata Normal Dangkal Normal Dalam
Depan
Sudut Bilik Mata Normal Sempit Normal Terbuka
Shadow Test Negatif Positif Negatif Pseudopos
Penyulit - Glaukoma - Uveitis+glaukoma

1. Katarak Insipien
Pada stadium ini kekeruhan lensa tidak teratur, tampak seperti bercak-bercak yang
membentuk gerigi dangan dasar di perifer dan daerah jernih di antaranya. Kekeruhan
biasanya terletak di korteks anterior dan posterior. Kekeruhan ini pada awalnya hanya
nampak jika pupil dilebarkan. Pada stadium ini terdapat keluhan poliopia yang disebabkan
oleh indeks refraksi yang tidak sama pada semua bagian lensa. Bentuk ini kadang menetap
untuk waktu yang lama.
2. Katarak Imatur
Pada katarak imatur terjadi kekeruhan yang lebih tebal, tetapi belum mengenai seluruh
lapisan lensa sehingga masih terdapat bagian-bagian yang jernih pada lensa. Terjadi
penambahan volume lensa akibat meningkatnya tekanan osmotik bahan lensa yang
degeneratif. Pada keadaan lensa yang mencembung akan dapat menimbulkan hambatan pupil,
mendorong iris ke depan, mengakibatkan bilik mata dangkal sehingga terjadi glaukoma
sekunder. Pada pemeriksaan uji bayangan iris atau sahdow test, maka akan terlihat bayangn
iris pada lensa, sehingga hasil uji shadow test (+).
3.Stadium Intumesen
Kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa akibat lensa yang degeneratif menyerap
air. Masuknya air ke dalam lensa menyebabkan lensa menjadi bengkak dan besar yang akan
mendorong iris sehingga bilik mata menjadi dangkal dibandingkan dalam keadaan normal.
Katarak intumesen biasanya terjadi pada katarak yang berjalan cepat dan menyebabkan
myopia lenticular
4. Katarak Matur
Pada katarak matur kekeruhan telah mengenai seluruh lensa. Proses degenerasi yang
berjalan terus maka akan terjadi pengeluaran air bersama hasil disintegrasi melalui kapsul,
sehingga lensa kembali ke ukuran normal. Bilik mata depan akan berukuran kedalaman
normal kembali. Tidak terdapat bayangan iris pada lensa yang keruh, sehingga uji bayangan
iris negatif.
5. Katarak Hipermatur
Merupakan proses degenerasi lanjut lensa, sehingga masa lensa yang mengalami
degenerasi akan mencair dan keluar melalui kapsul lensa. Lensa menjadi mengecil dan
berwarna kuning. Bila proses katarak berjalan lanjut disertai kapsul yang tebal, maka korteks
yang berdegenerasi dan cair tidak dapat keluar, maka korteks akan memperlihatkan
sekantong susu dengan nukleus yang terbenam di korteks lensa. Keadaan ini disebut sebagai
katarak Morgagni. Uji bayangan iris memberikan gambaran pseudopositif. Cairan / protein
lensa yang keluar dari lensa tersebut menimbulkan reaksi inflamasi dalam bola mata karena
di anggap sebagai benda asing. Akibatnya dapat timbul komplikasi uveitis dan glaukoma
karena aliran melalui COA kembali terhambat akibat terdapatnya sel-sel radang dan cairan /
protein lensa itu sendiri yang menghalangi aliran cairan bola mata.
2.5.4 Tanda dan Gejala 17,19
Katarak didiagnosa melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
yang lengkap.
Keluhan yang membawa pasien datang antara lain:
1. Pandangan kabur
Kekeruhan lensa mengakibatkan penurunan pengelihatan yang progresif atau berangsur-
angsur dan tanpa nyeri, serta tidak mengalami kemajuan tajam penglihatan dengan pin-hole.
2. Penglihatan silau
Penderita katarak sering kali mengeluhkan penglihatan yang silau, dimana tigkat
kesilauannya berbeda-beda mulai dari sensitifitas kontras yang menurun dengan latar
belakang yang terang hingga merasa silau di siang hari atau merasa silau terhadap lampu
mobil yang berlawanan arah atau sumber cahaya lain yang mirip pada malam hari. Keluhan
ini sering kali muncul pada penderita katarak kortikal.
3. Sensitifitas terhadap kontras
Sensitifitas terhadap kontras menentukan kemampuan pasien dalam mengetahui
perbedaan-perbedaan tipis dari gambar-gambar yang berbeda warna, penerangan dan tempat.
Cara ini akan lebih menjelaskan fungsi mata sebagai optik dan uji ini diketahui lebih bagus
daripada menggunakan bagan Snellen untuk mengetahui kepastuian fungsi penglihatan;
namun uji ini bukanlah indikator spesifik hilangnya penglihatan yang disebabkan oleh adanya
katarak.
4. Miopisasi
Perkembangan katarak pada awalnya dapat meningkatkan kekuatan dioptri lensa, biasanya
menyebabkan derajat miopia yang ringan hingga sedang. Ketergantungan pasien presbiopia
pada kacamata bacanya akan berkurang karena pasien ini mengalami penglihatan kedua.
Namun setelah sekian waktu bersamaan dengan memburuknya kualitas lensa,rasa nyaman ini
berangsur menghilang dan diikuti dengan terjadinya katarak sklerotik nuklear. Perkembangan
miopisasi yang asimetris pada kedua mata bisa menyebabkan anisometropia yang tidak dapat
dikoreksi lagi, dan cenderung untuk diatasi dengan ekstraksi katarak.
5. Variasi Diurnal Penglihatan
Pada katarak sentral, kadang-kadang penderita mengeluhkan penglihatan menurun pada
siang hari atau keadaan terang dan membaik pada senja hari, sebaliknya paenderita katarak
kortikal perifer kadang-kadang mengeluhkan pengelihatan lebih baik pada sinar terang
dibanding pada sinar redup.
6. Distorsi
Katarak dapat menimbulkan keluhan benda bersudut tajam menjadi tampak tumpul atau
bergelombang.
7. Halo
Penderita dapat mengeluh adanya lingkaran berwarna pelangi yang terlihat disekeliling
sumber cahaya terang, yang harus dibedakan dengan halo pada penderita glaucoma.
8. Diplopia monokuler
Gambaran ganda dapat terbentuk pada retina akibat refraksi ireguler dari lensa yang keruh,
menimbulkan diplopia monocular, yang dibedakan dengan diplopia binocular dengan cover
test dan pin hole.
9. Perubahan persepsi warna
Perubahan warna inti nucleus menjadi kekuningan menyebabkan perubahan persepsi
warna, yang akan digambarkan menjadi lebih kekuningan atau kecoklatan dibanding warna
sebenarnya.
10.Bintik hitam
Penderita dapat mengeluhkan timbulnya bintik hitam yang tidak bergerak-gerak pada
lapang pandangnya. Dibedakan dengan keluhan pada retina atau badan vitreous yang sering
bergerak-gerak.
2.5.5 Pemeriksaan Fisik
- Penurunan ketajaman penglihatan
Katarak sering kali berkaitan dengan terjadinya penurunan ketajaman penglihatan, baik
untuk melihat jauh maupun dekat. Ketajaman penglihatan dekat lebih sering menurun jika
dibandingkan dengan ketajaman pengihatan jauh, hal ini mungkin disebabkan adanya daya
konstriksi pupil yang kuat. Penglihatan menurun tergantung pada derajat katarak. Katarak
imatur dari sekitar 1/60; pada katarak matur hanya 1/300 sampai 1/~.
- Miopisasi
Perkembangan katarak pada awalnya dapat meningkatkan kekuatan dioptri lensa,
biasanya menyebabkan derajat miopia yang ringan hingga sedang. Ketergantungan pasien
presbiopia pada kacamata bacanya akan berkurang karena pasien ini mengalami penglihatan
kedua. Namun setelah sekian waktu bersamaan dengan memburuknya kualitas lensa,rasa
nyaman ini berangsur menghilang dan diikuti dengan terjadinya katarak sklerotik nuklear.
Perkembangan miopisasi yang asimetris pada kedua mata bisa menyebabkan anisometropia
yang tidak dapat dikoreksi lagi, dan cenderung untuk diatasi dengan ekstraksi katarak.

2.5.6 Manajemen Katarak


Indikasi operasi katarak dibagi dalam 3 kelompok:
1. Indikasi Optik
Merupakan indikasi terbanyak dari pembedahan katarak. Jika penurunan tajam
penglihatan pasien telah menurun hingga mengganggu kegiatan sehari-hari, maka operasi
katarak bisa dilakukan.
2. Indikasi Medis
Pada beberapa keadaan di bawah ini, katarak perlu dioperasi segera, bahkan jika
prognosis kembalinya penglihatan kurang baik:
- Katarak hipermatur
- Glaukoma sekunder
- Uveitis sekunder
- Dislokasi/Subluksasio lensa
- Benda asing intra-lentikuler
- Retinopati diabetika
- Ablasio retina
3. Indikasi Kosmetik
Jika penglihatan hilang sama sekali akibat kelainan retina atau nervus optikus, namun
kekeruhan katarak secara kosmetik tidak dapat diterima, misalnya pada pasien muda, maka
operasi katarak dapat dilakukan hanya untuk membuat pupil tampak hitam meskipun
pengelihatan tidak akan kembali.
a) Teknik-teknik pembedahan katarak
Penatalaksanaan utama katarak adalah dengan ekstraksi lensa melalui tindakan bedah.
Dua tipe utama teknik bedah adalah Intra Capsular Cataract Extraction/Ekstraksi katarak
Intra Kapsular (ICCE) dan Extra Capsular Cataract Extraction/Ekstraksi katarak Ekstra
Kapsular (ECCE). Di bawah ini adalah metode yang umum digunakan pada operasi katarak,
yaitu ICCE, ECCE dan phacoemulsifikasi.

b) Operasi katarak intrakapsular/ Ekstraksi katarak intrakapsular


Metode yang mengangkat seluruh lensa bersama kapsulnya melalui insisi limbus
superior 140-160 derajat. Metode ini sekarang sudah jarang digunakan. Masih dapat
dilakukan pada zonula Zinn yang telah rapuh atau berdegenerasi atau mudah putus.
Keuntungannya adalah tidak akan terjadi katarak sekunder.
Meskipun demikian, terdapat beberapa kerugian dan komplikasi post operasi yang
mengancam dengan teknik ICCE. Insisi limbus superior yang lebih besar 160-180º
dihubungkan dengan penyembuhan yang lebih lambat, rehabilitasi tajam penglihatan yang
lebih lambat, angka kejadian astigmatisma yang lebih tinggi, inkarserata iris, dan lepasnya
luka operasi. Edema kornea juga dapat terjadi sebagai komplikasi intraoperatif dan
komplikasi dini.
c) Operasi katarak ekstrakapsular
Metode ini mengangkat isi lensa dengan memecah atau merobek kapsul lensa anterior,
sehingga masa lensa dan korteks lensa dapat keluar melalui robekan tersebut. Pembedahan ini
dilakukan pada pasien katarak muda, pasien dengan kelainan endotel, bersama-sama
keratoplasti, implantasi lensa okuler posterior. Keuntungan dari metode ini adalah karena
kapsul posterior untuh maka dapat dimasukan lensa intraokuler ke dalam kamera posterior
serta insiden komplikasi paska operasi (ablasi retina dan edema makula sistoid) lebih kecil
jika dibandingkan metode intrakapsular. Penyulit yang dapat terjadi yaitu dapat timbul
katarak sekunder.

PROGNOSIS

Meskipun tidak ada obat yang dapat menyembuhkan glaukoma, pada


kebanyakan kasus glaukoma dapat dikendalikan. Glaukoma dapat dirawat dengan
obat tetes mata, tablet, operasi laser atau operasi mata. Menurunkan tekanan pada
mata dapat mencegah kerusakan penglihatan lebih lanjut. Oleh karena itu semakin
dini deteksi glaukoma maka akan semakin besar tingkat kesuksesan pencegahan
kerusakan mata. Kontrol tekanan intraokuler yang jelek akan menyebabkan semakin
rusaknya nervus optik dan semakin menurunnya visus sampai terjadinya kebutaan.
Jika TIO tetap terkontrol dan terapi penyebab dasar menghasilkan penurunan TIO,
maka kecil kemugkinannya terjadi kerusakan penglihatan progresif.
DAFTAR PUSTAKA

1. Langston D, Manual of Ocular Diagnosis and therapy, Edition 4, Deborah


PavanLangston, United State, 1996, page 162-165.
2. Nema HV, Text book of Opthalmology, Edition 4, Medical publishers, New Delhi,2002,
page 249-251.
3. Yanoff M., Duker J.S.Opthalmology Fouth Edition. Elsevier Saunders. 2014.
4. Plugfelder, Stephen C et al. Dry Eye and Ocular Surface Disorders. New
5. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata, edisi ketiga. Jakarta: 2008. Balai Penerbit FKUI.
6. Eyelids and Lacrimal System . San Fransisco: 2011 . American Academi of
Ophtalmology
7. Braham U. Pendit; editor Y. Joko Suyono. Palpebra dan Apparatus lakrimalis dalam
Oftalmologi Umum, edisi 14. Jakarta: 2000. Hal 94. Widya Medika

Anda mungkin juga menyukai