Anda di halaman 1dari 62

DOKTER MUDA KULIT & KELAMIN

Preseptor :
dr. Yosse Rizal, Sp.KK

SMF KULIT DAN KELAMIN


RS.DR.ACHMAD MOCHTAR BUKITTINGGI
2018
PENDAHULUAN
Sinonim : LEPRA = MORBUS HANSEN

Istilah kusta berasal dari bahasa Sanskerta, yakni kushtha


berarti kumpulan gejala-gejala kulit secara umum.
Penyakit kusta ini disebut juga Morbus Hansen karena
sesuai dengan nama yang menemukan kuman yaitu Dr.
Gerhard Henrik Armauwer Hansen pada tahun 1874
DEFINISI KUSTA

Penyakit Hansen adalah sebuah penyakit infeksi kronis yang


disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae. Yang
bersifat Intraselular obligat.
EPIDEMIOLOGI

• menyebar luas ke seluruh dunia, dengan sebagian


Secara besar kasus terdapat di daerah tropis dan subtropis
Global

• tahun 2000 jumlah penderita kusta terdaftar di Indonesia


sebanyak 20.742 orang. Jumlah penderita kusta terdaftar ini
membuat Indonesia menjadi salah satu Negara di dunia yang
Kusta di dapat mencapai eliminasi kusta sesuai target yang ditetapkan
Indonesia oleh World Health Organisation yaitu tahun 2000.
ETIOLOGI

Disebabkan Mycobacterium
Leprae berbentuk kuman
dengan ukuran 3-8 µm X
0,5µm. Tahan asam dan
alkohol serta gram Positif.
Jenis Klasifikasi UMUM

• 1. Indeterminate (I)
Klasifikasi
• 2. Tuberkuloid (T)
Internasional • 3. Borderline-Dimorphous (B)
(1953) • 4. Lepromatosa (L)

• 1. Tuberkoloid (TT)
klasfikasi • 2. Boderline tubercoloid (BT)
Ridley-Jopling • 3. Mid-berderline (BB)
• 4. Borderline lepromatous (BL)
(1962)
• 5. Lepromatosa (LL)

klasifikasi
WHO (1981) • Pausibasiler
dan modifikasi • MultiBasiler
WHO (1988)
Pausibasilar Multibasilar
• Hanya kusta tipe I, TT • Termasuk kusta tipe LL,
dan sebagian besar BT BL, BB dan sebagian BT
dengan BTA negatif menurut kriteria Ridley
menurut kriteria Ridley dan Jopling atau B dan L
dan Jopling atau tipe I menurut Madrid dan
dan T menurut semua tipe kusta dengan
klasifikasi Madrid. BTA positif.
PERBEDAAN

PB MB

Lesi kulit (makula yang 1-5 lesi > 5 lesi


datar, papul yang Hipopigmentasi/eritema Distribusi lebih simetris
meninggi,infiltrat, plak Distribusi tidak simetris Hilangnya sensasi kurang
eritem, nodus) Hilangnya sensasi yang jelas
jelas

Kerusakan saraf Hanya satu cabang saraf Banyak cabang saraf


(menyebabkan hilangnya
sensasi/kelemahan otot
yang dipersarafi oleh
saraf yang terkena)
Gambaran klinis tipe PB

Borderline
Karakteristik Tuberkuloid (TT) Indeterminate (I)
tuberculoid (BT)
Lesi
-bentuk Makula saja; makula Makula dibatasi Hanya makula
dibatasi infiltrat infiltrat; infiltrat saja
-Jumlah Satu atau beberapa Beberapa atau satu Satu atau beberapa
dengan lesi satelit
-Distribusi Terlokalisasi & Asimetris Bervariasi
asimetris
-Permukaan Kering, skuama Kering, skuama Dapat halus agak
berkilat
-batas Jelas Jelas Dapat jelas atau
dapat tidak jelas
-anestesia Jelas Jelas Tidak ada sampai
tidak jelas
BTA
-Lesi kulit Negatif Negatif atau 1 + Biasanya negatif
-Tes lepromin Positif kuat (3+) Positif lemah (2 +) Dapat positif lemah
atau negatif
Gambaran Klinis Tipe MB
Borderline Mid-borderline
Karakteristik Lepromatosa (LL)
lepromatosa (BL) (BB)
-bentuk Makula Makula Plakat
Infiltrate difus Plakat Dome-shaped
Papul papul (kubah)
Nodus punched-out
infiltrat papul,
nodus

Jumlah Banyak, distribusi Banyak, tapi kulit Beberapa, kulit sehat


luas, praktis tidak sehat masih ada jelas ada
ada kulit sehat

Distribusi simetris Hampir simetris asimetris

Permukaan Halus dan berkilap Halus dan berkilap agak kasar, agak
berkilat

batas Tidak jelas Agak jelas agak jelas


Sedikit berkurang berkurang
• Lesi ini mengenai baik kulit maupun saraf.
• Lesi kulit bisa satu atau beberapa,
• Berupa makula atau plakat, batas jelas dan pada bagian tengah dapat
Tipe ditemukan lesi yang regresi atau central healing.
tuberkuloid • Permukaan lesi dapat bersisik dengan tepi yang meninggi bahkan
dapat menyerupai gambaran psoriasis atau tinea sirsnata
(TT)

• bentuk dimorfik dan jarang dijumpai


• . Lesi dapat berbentuk makula infiltratif.
• Permukaan lesi dapat berkilap, batas lesi kurang jelas dan cenderung simetris.
Tipe mid • Lesi bervariasi dalam ukuran, bentuk, ataupun distribusinya.
borderline • lesi punched out yang merupakan ciri khas tipe ini.
(BB)

• Lesi menyerupai tipe TT, yakni berupa makula atau plak yang sering disertai
lesi satelit di tepinya.
• Jumlah lesi dapat satu atau beberapa, tetapi gambaran hipopigmentasi,
Tipe kekeringan kulit atau skuama tidak sejelas tipe tuberkuloid.
borderline • Adanya gangguan saraf tidak seberat tipe tuberkuloid, dan biasanya asimetris.
tubercoloid Lesi satelit biasanya ada dan terletak dekat saraf perifer yang menebal
(BT)
• lesi dimulai dengan makula.
• Awalnya jumlah sedikit dan cepat menyebar ke seluruh
badan.
• Makula lebih jelas dan lebih bervariasi bentuknya.
• Bagian tengah tampak normal dengan pinggir dalam
Tipe borderline infiltrat lebih jelas dibandingkan dengan pinggir luarnya,
lepromatosa dan beberapa plak tampak seperti punched out

• Jumlah lesi sangat banyak, simetris, permukaan halus,


lebih eritematosa, berkilap, berbatas tidak tegas dan
pada stadium dini tidak ditemukan anestesi dan
anhidrosis.
• Distribusi lesi khas, yakni di wajah mengenai dahi,
Tipe lepromatosa pelipis, dagu, cuping telinga. Sedang dibadan mengenai
bagian badan yang dingin, lengan, punggung tangan,
(LL) dan permukaan ekstensor tungkai bawah.
Penularan Kusta

1. Melalui sekret hidung, basil yang berasal dari sekret hidung


penderita yang sudah mengering, diluar masih dapat hidup 2–7
x 24 jam.
2. Kontak kulit dengan kulit. Keduanya harus ada lesi baik
mikroskopis maupun makroskopis, dan adanya kontak yang
lama dan berulang-ulang.
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENULARAN
KUSTA

Faktor Faktor
Kuman kusta Imunitas

Keadaan
Faktor Umur
Lingkungan

Faktor Jenis
Kelamin
Manifestasi Klinis
Tanda-tanda pada kulit :
 Bercak/kelainan kulit yang merah/putih dibagian tubuh,
Kulit mengkilat
 Bercak yang tidak gatal
 Adanya bagian-bagian yang tidak berkeringat atau tidak
berambut
 Lepuh tidak nyeri
Manifestasi Klinis
Tanda-tanda pada syaraf :
 Rasa kesemutan, tertusuk-tusuk dan nyeri pada anggota
badan
 Gangguan gerak anggota badan/bagian muka
 Adanya cacat (deformitas)
 Luka (ulkus) yang tidak mau sembuh.
Manifestasi Klinis

Gejala-gejala kerusakan saraf menurut A. Kosasih


(2008), antara lain :
 N. fasialis : Lagoftalmus.
 N. ulnaris : Anastesia pada ujung jari bagian anterior
kelingking dan jari manis, Clawing kelingking dan jari
manis, Atrofi hipotenar dan otot interoseus dorsalis
pertama.
Manifestasi Klinis
 N. medianus : Anastesia pada ujung jari bagian
anterior ibu jari, telunjuk dan jari tengah, Tidak
mampu aduksi ibu jari, Clawing ibu jari, telunjuk dan
jari tengah, Ibu jari kontraktur.
 N. radialis : Anastesia dorsum manus, Tangan
gantung (wrist/hand drop), Tidak mampu ekstensi
jari-jari atau pergelangan tangan.
 N. poplitea lateralis : Kaki gantung (foot drop),
 N.tibialis posterior, Anastesia telapak kaki.
Tes motorik (Paresis / Paralisis)
Diagnosa
Anamnesis
 Subyektif : Keluhan penderita, Kelainan kulit, Mati
rasa, Gangguan fungsi pada saraf.
 Obyektif : Riwayat kontak dengan penderita, Latar
belakang keluarga misalnya Keadaan sosial ekonomi.
 Evaluasi data : Untuk menentukan langkah
pemeriksaan selanjutnya, Sebagai sumber acuan
pengobatan MDT dan klasifikasi penyakit kusta.
Diagnosa
Pemeriksaan fisik
 Inspeksi : Ruangan membutuhkan cahaya yang adekuat
(terang) diperlukan agar petugas dapat membedakan
warna dan bentuk tubuh.
 Palpasi : Pemeriksaan saraf tepi dan fungsinya dilakukan
pada: n. auricularis magnus, n. ulnaris, n. radialis, n.
medianus, n. peroneus, dan n. tibialis posterior.
 Penyakit kusta disebut juga dengan the greatest immitator
karena memberikan gejala
yang hampir mirip dengan penyakit lainnyaDiagnosis
penyakit kusta didasarkan pada penemuan tanda
kardinal (cardinal sign), yaitu:
 Bercak kulit yang mati rasa
 Penebalan saraf tepi
 Ditemukan kuman tahan asam
Pemeriksaan Bakterioskopik

Kepadatan BTA tanpa membedakan solid dan nonsolid


pada sebuah sediaan dinyatakan dengan indeks bakteri (
I.B) dengan nilai 0 sampai 6+ menurut Ridley. 0 bila tidak
ada BTA dalam 100 lapangan pandang (LP).
 1 + Bila 1 – 10 BTA dalam 100 LP
 2 + Bila 1 – 10 BTA dalam 10 LP
 3 + Bila 1 – 10 BTA rata – rata dalam 1 LP
 4 + Bila 11 – 100 BTA rata – rata dalam 1 LP
 5 + Bila 101 – 1000BTA rata – rata dalam 1 LP
 6 + Bila> 1000 BTA rata – rata dalam 1 LP
Pemeriksaan histopatologik

Gambaran histopatologi tipe tuberkoloid adalah


tuberkel dan kerusakan saraf yang lebih nyata, tidak
ada basil atau hanya sedikit dan non solid.
 Tipe lepromatosa terdapat kelim sunyi subepiderm
al ( subepidermal clear zone ). Bisa dijumpai sel
virchow dengan banyak basil.
 Tipe borderline terdapat campuran unsur-unsur
tersebut. Dan juga dijumpai sel virchow.
Pemeriksaan serologik

Pemeriksaan serologik, didasarkan terbentuk antibodi


pada tubuh seseorang yang terinfeksi oleh M. Leprae.
Pemeriksaan serologik adalah MLPA (Mycobacterium
Leprae Particle Aglutination), Uji ELISA dan ML
Dipstick.
Pemeriksaan Lepromin

Tes ini berguna untuk menunjukkan sistem imun penderita


terhadap M.leprae. 0,1 ml lepromin dipersiapkan dari e
kstrak basil organisme, disuntikkan intradermal. Kemudian
dibaca setelah 48 jam/ 2hari ( reaksi Fernandez) atau 3 -
4 minggu ( reaksi Mitsuda).
Reaksi Fernandez positif bila terdapat indurasi dan eritema
yang menunjukkan kalau penderita bereaksi terhadap M. Le
prae yaitu respon imun tipe lambat ini seperti mantoux test
pada tuberkolosis.
Reaksi Mitsuda bernilai :
0 Papul berdiameter 3 mm atau kurang
 + 1 Papul berdiameter 4 – 6 mm
 + 2 Papul berdiameter 7 – 10 mm
 + 3 papul berdiameter lebih dari 10 mm atau papul
dengan ulserasi
Penatalaksanaan

• Rifampicine 600 mg/bulan,


diminum di depan petugas (dosis
supervisi)
Pausibasiler • DSS 100 mg/hari

• Rifampicine 600 mg/bulan, dosis supervisi.


• DDS 100 mg/hari
• Klofazimin 300 mg setiap bulan, dalam
Multibasiler pengawasan, diteruskan 50 mg sehari atau 100
mg selama sehari atau 3x100 mg setiap minggu
MDT digunakan sebagai
antikusta
reaksi kusta

Suatu keadaan akut pd perjalanan peny kusta yg kronik


Penyebab utama kerusakan saraf dan cacat
Dapat terjadi pada awal, selama & setelah terapi
Pembagian :
Reaksi tipe I ~ reversal hipersensitifitas tipe IV
Reaksi tipe II ~ ENL hipersensitifitas tipe III
Ke-2 tipe reaksi ini dpt berlangsung ringan - berat
KLINIS REVERSAL ENL

Kulit Lesi >> eritematosa Nodus < >>>


Lesi baru Nyeri, ulserasi

Saraf Membesar Membesar


Nyeri +/- Nyeri +/-
Gangguan fungsi +/- Gangguan fungsi +/-

Konstitusi Demam ringan Demam ringan – berat


Malese Malese
Pengobatan ENL

Prednison
Talidomid
15-30 mg/hari
Klofazimin 200-300
mg/hari
Pengobatan reaksi
reversal
2. Pemakaian Lampren
lampren untuk dewasa 300 mg perhari selama
2-3 bulan. Bila ada perbaikan turunkan menjadi
200 mg per hari selama 2-3 bulan. Bila ada
perbaikan turunkan menjadi 100 mg perhari
selama 2-3 bulan, dan selanjutnya kembali pada
dosis lampren semula, 50 mg perhari,
Klasifikasi cacat
Pencegahan Cacat
 Dg melaksanakan diagnosis dini kusta,
 pemberian pengobatan MDT yang cepat dan tepat.
 mengenali gejala dan tanda rekasi kusta yang disertai
gangguan saraf serta memulai pengobatan dengan
kortikosteroid sesegera mungkin.
 Bila terdapat gangguan sensibilitas, memakai sepatu
untuk melindungi kaki yang telah terkena, memakai
sarung tangan bila berkerja dengan benda tajam atau
panas, dan memakai kacamata untuk melindungi
matanya.

Anda mungkin juga menyukai