Anda di halaman 1dari 45

Referat

Kusta
Oleh :
Paquita Al Husna (1410070100038)
Nadya Gustina Zulnesa (1410070100054)
Riri ANggraini (1410070100069)
Dodi Wahyudi (1410070100070)

Preseptor :
dr. Yosse Rizal, Sp.KK

SMF KULIT DAN KELAMIN


RS.ACHMAD MOCHTAR BUKITTINGGI
2020
DEFINISI KUSTA

Nama lain dari kusta adalah Morbus Hensen dan lepra. Istilah kusta
berasal dari bahasa Sanskerta, yakni kushtha berarti kumpulan
gejala-gejala kulit secara umum. Penyakit kusta ini disebut juga
Morbus Hansen karena sesuai dengan nama yang menemukan
kuman yaitu Dr. Gerhard Henrik Armauwer Hansen pada tahun 1874

Penyakit Hansen adalah sebuah penyakit infeksi kronis yang


disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae. Yang bersifat
Intraselular obligat.
EPIDEMIOLOGI

• menyebar luas ke seluruh dunia, dengan sebagian


Secar
besar kasus terdapat di daerah tropis dan subtropis
a
Glob
al

• tahun 2000 jumlah penderita kusta terdaftar di Indonesia


sebanyak 20.742 orang. Jumlah penderita kusta terdaftar ini
Kusta membuat Indonesia menjadi salah satu Negara di dunia yang
di dapat mencapai eliminasi kusta sesuai target yang ditetapkan
Indo oleh World Health Organisation yaitu tahun 2000.
nesia
ETIOLOGI

Disebabkan Mycobacterium
Leprae berbentuk kuman
dengan ukuran 3-8 µm X
0,5µm. Tahan asam dan
alkohol serta gram Positif.
Jenis Klasifikasi UMUM

• 1. Indeterminate (I)
Klasifikasi • 2. Tuberkuloid (T)
Internasional • 3. Borderline-Dimorphous (B)
(1953) • 4. Lepromatosa (L)

• 1. Tuberkoloid (TT)
• 2. Boderline tubercoloid (BT)
klasfikasi Ridley- • 3. Mid-berderline (BB)
Jopling (1962) • 4. Borderline lepromatous (BL)
• 5. Lepromatosa (LL)

klasifikasi WHO
(1981) dan • Pausibasiler
modifikasi WHO • MultiBasiler
(1988)
Pausibasilar Multibasilar
• Hanya kusta tipe I, TT dan • Termasuk kusta tipe LL, BL, BB
sebagian besar BT dengan BTA dan sebagian BT menurut
negatif menurut kriteria kriteria Ridley dan Jopling
Ridley dan Jopling atau tipe I atau B dan L menurut Madrid
dan T menurut klasifikasi dan semua tipe kusta dengan
Madrid. BTA positif.
PERBEDAAN
PB MB

Lesi kulit (makula yang 1-5 lesi > 5 lesi


datar, papul yang Hipopigmentasi/eritema Distribusi lebih simetris
meninggi,infiltrat, plak Distribusi tidak simetris Hilangnya sensasi kurang
eritem, nodus) Hilangnya sensasi yang jelas
jelas

Kerusakan saraf Hanya satu cabang saraf Banyak cabang saraf


(menyebabkan hilangnya
sensasi/kelemahan otot
yang dipersarafi oleh saraf
yang terkena)
Gambaran klinis tipe PB

Borderline tuberculoid
Karakteristik Tuberkuloid (TT) Indeterminate (I)
(BT)
Lesi
-bentuk Makula saja; makula Makula dibatasi Hanya makula
-Jumlah dibatasi infiltrat infiltrat; infiltrat saja Satu atau beberapa
-Distribusi Satu atau beberapa Beberapa atau satu Bervariasi
-Permukaan Terlokalisasi & dengan lesi satelit Dapat halus agak
-batas asimetris Asimetris berkilat
-anestesia Kering, skuama Kering, skuama Dapat jelas atau
BTA Jelas Jelas dapat tidak jelas
-Lesi kulit Jelas Jelas Tidak ada sampai
-Tes lepromin Negatif Negatif atau 1 + tidak jelas
Positif kuat (3+) Positif lemah (2 +) Biasanya negatif
Dapat positif lemah
atau negatif
Gambaran Klinis Tipe MB
Borderline
Karakteristik Lepromatosa (LL) Mid-borderline (BB)
lepromatosa (BL)
-bentuk Makula Makula Plakat
Infiltrate difus Plakat Dome-shaped (kubah)
Papul papul punched-out
Nodus
infiltrat papul, nodus

Jumlah Banyak, distribusi luas, Banyak, tapi kulit Beberapa, kulit sehat
praktis tidak ada kulit sehat masih ada jelas ada
sehat

Distribusi simetris Hampir simetris asimetris

Permukaan Halus dan berkilap Halus dan berkilap agak kasar, agak
berkilat

batas Tidak jelas Agak jelas agak jelas


Sedikit berkurang berkurang
• Lesi ini mengenai baik kulit maupun saraf. Lesi kulit bisa satu atau
beberapa, dapat berupa makula atau plakat, batas jelas dan pada
Tipe bagian tengah dapat ditemukan lesi yang regresi atau central healing.
Permukaan lesi dapat bersisik dengan tepi yang meninggi bahkan
tuber dapat menyerupai gambaran psoriasis atau tinea sirsnata
kuloi
d
(TT)
• Disebut juga sebagai bentuk dimorfik dan bentuk ini jarang dijumpai.
Lesi dapat berbentuk makula infiltratif. Permukaan lesi dapat berkilap,
Tipe batas lesi kurang jelas dengan jumlah lesi yang melebihi tipe BT dan
mid cenderung simetris. Lesi sangat bervariasi, baik dalam ukuran, bentuk,
ataupun distribusinya. Bisa didapatkan lesi punched out yang
bord merupakan ciri khas tipe ini.
erlin
e
(BB) • Lesi pada tipe ini menyerupai tipe TT, yakni berupa makula atau plak
Tipe yang sering disertai lesi satelit di tepinya. Jumlah lesi dapat satu atau
bord beberapa, tetapi gambaran hipopigmentasi, kekeringan kulit atau
erlin skuama tidak sejelas tipe tuberkuloid. Adanya gangguan saraf tidak
seberat tipe tuberkuloid, dan biasanya asimetris. Lesi satelit biasanya
e ada dan terletak dekat saraf perifer yang menebal
tuber
coloi
d
• Secara klasik lesi dimulai dengan makula. Awalnya hanya
dalam jumlah sedikit dan dengan cepat menyebar ke
seluruh badan. Makula lebih jelas dan lebih bervariasi
Tipe bentuknya. Lesi bagian tengah tampak normal dengan
border pinggir dalam infiltrat lebih jelas dibandingkan dengan
pinggir luarnya, dan beberapa plak tampak seperti punched
line out
leprom
atosa

• Jumlah lesi sangat banyak, simetris, permukaan halus, lebih


eritematosa, berkilap, berbatas tidak tegas dan pada
stadium dini tidak ditemukan anestesi dan anhidrosis.
Distribusi lesi khas, yakni di wajah mengenai dahi, pelipis,
Tipe dagu, cuping telinga. Sedang dibadan mengenai bagian
leprom badan yang dingin, lengan, punggung tangan, dan
permukaan ekstensor tungkai bawah.
atosa
(LL)
Penularan Kusta

1. Melalui sekret hidung, basil yang berasal dari


sekret hidung penderita yang sudah mengering,
diluar masih dapat hidup 2–7 x 24 jam.
2. Kontak kulit dengan kulit. Keduanya harus ada lesi
baik mikroskopis maupun makroskopis, dan
adanya kontak yang lama dan berulang-ulang.
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENULARAN KUSTA

Faktor Faktor
Kuman kusta Imunitas

Keadaan
Faktor Umur
Lingkungan

Faktor Jenis
Kelamin
Patogenesa Kusta
Manifestasi Klinis

• Tanda-tanda pada kulit :


• Bercak/kelainan kulit yang merah/putih
dibagian tubuh, Kulit mengkilat
• Bercak yang tidak gatal
• Adanya bagian-bagian yang tidak berkeringat
atau tidak berambut
• Lepuh tidak nyeri
Manifestasi Klinis

• Tanda-tanda pada syaraf :


• Rasa kesemutan, tertusuk-tusuk dan nyeri pada
anggota badan
• Gangguan gerak anggota badan/bagian muka
• Adanya cacat (deformitas)
• Luka (ulkus) yang tidak mau sembuh.
Manifestasi Klinis
• Gejala-gejala kerusakan saraf menurut A. Kosasih
(2008), antara lain :
• N. fasialis : Lagoftalmus.
• N. ulnaris : Anastesia pada ujung jari bagian anterior
kelingking dan jari manis, Clawing kelingking dan
jari manis, Atrofi hipotenar dan otot interoseus
dorsalis pertama.
Manifestasi Klinis

• N. medianus : Anastesia pada ujung jari bagian


anterior ibu jari, telunjuk dan jari tengah, Tidak
mampu aduksi ibu jari, Clawing ibu jari, telunjuk
dan jari tengah, Ibu jari kontraktur.
• N. radialis : Anastesia dorsum manus, Tangan
gantung (wrist/hand drop), Tidak mampu ekstensi
jari-jari atau pergelangan tangan.
• N. poplitea lateralis : Kaki gantung (foot drop),
• N.tibialis posterior, Anastesia telapak kaki.
Diagnosa

• Anamnesis
• Subyektif : Keluhan penderita, Kelainan kulit, Mati
rasa, Gangguan fungsi pada saraf.
• Obyektif : Riwayat kontak dengan penderita, Latar
belakang keluarga misalnya Keadaan sosial ekonomi.
• Evaluasi data : Untuk menentukan langkah
pemeriksaan selanjutnya, Sebagai sumber acuan
pengobatan MDT dan klasifikasi penyakit kusta.
Diagnosa

• Pemeriksaan fisik
• Inspeksi : Ruangan membutuhkan cahaya yang
adekuat (terang) diperlukan agar petugas dapat
membedakan warna dan bentuk tubuh.
• Palpasi : Pemeriksaan saraf tepi dan fungsinya
dilakukan pada: n. auricularis magnus, n.
ulnaris, n. radialis, n. medianus, n. peroneus,
dan n. tibialis posterior.
• Penyakit kusta disebut juga dengan the
greatest immitator karena memberikan gejala
yang hampir mirip dengan penyakit
lainnyaDiagnosis penyakit kusta didasarkan
pada penemuan tanda kardinal (cardinal sign),
yaitu:
• Bercak kulit yang mati rasa
• Penebalan saraf tepi
• Ditemukan kuman tahan asam
Pemeriksaan Bakterioskopik

Kepadatan BTA tanpa membedakan solid dan nonsolid


pada sebuah sediaan dinyatakan dengan indeks bakteri
( I.B) dengan nilai 0 sampai 6+ menurut Ridley. 0 bila tidak
ada BTA dalam 100 lapangan pandang (LP).
• 1 + Bila 1 – 10 BTA dalam 100 LP
• 2 + Bila 1 – 10 BTA dalam 10 LP
• 3 + Bila 1 – 10 BTA rata – rata dalam 1 LP
• 4 + Bila 11 – 100 BTA rata – rata dalam 1 LP
• 5 + Bila 101 – 1000BTA rata – rata dalam 1 LP
• 6 + Bila> 1000 BTA rata – rata dalam 1 LP
Pemeriksaan histopatologik
Gambaran histopatologi tipe tuberkoloid adalah
tuberkel dan kerusakan saraf yang lebih nyata, tidak
ada basil atau hanya sedikit dan non solid. Tipe
lepromatosa terdpat kelim sunyi subepidermal
( subepidermal clear zone ) yaitu suatu daerah
langsung di bawah epidermis yang jaringannya tidak
patologik. Bisa dijumpai sel virchow dengan banyak
basil. Pada tipe borderline terdapat campuran unsur-
unsur tersebut. Sel virchow adalah histiosit yang
dijadikan M.leprae sebagai tempat berkembangbiak
dan sebagai alat pengangkut penyebarluasan.
Pemeriksaan serologik
Pemeriksaan serologik, didasarkan
terbentuk antibodi pada tubuh seseorang
yang terinfeksi oleh M.leprae. Pemeriksaan
serologik adalah MLPA (Mycobacterium
Leprae Particle Aglutination), uji ELISA
dan ML dipstick.

Pemeriksaan Lepromin

Tes ini berguna untuk menunjukkan sistem imun


penderitaterhadap M.leprae. 0,1 ml lepromin
dipersiapkan dari ekstrak basil organisme,
disuntikkan intradermal. Kemudian dibaca setelah 48
jam/ 2hari ( reaksi Fernandez) atau 3 - 4 minggu
( reaksi Mitsuda). Reaksi Fernandez positif bila
terdapat indurasi dan eritema yang menunjukkan
kalau penderita bereaksi terhadap M. Leprae yaitu
respon imun tipe lambat ini seperti mantoux test pada
tuberkolosis.
Reaksi Mitsuda bernilai :
• 0 Papul berdiameter 3 mm atau kurang
• + 1 Papul berdiameter 4 – 6 mm
• + 2 Papul berdiameter 7 – 10 mm
• + 3 papul berdiameter lebih dari 10 mm atau
papul dengan ulserasi
Penatalaksanaan

• Rifampicine 600 mg/bulan,


diminum di depan petugas
Pausibasiler (dosis supervisi)
• DSS 100 mg/hari

• Rifampicine 600 mg/bulan, dosis


supervisi.

Multibasiler
• DDS 100 mg/hari
• Klofazimin 300 mg setiap bulan, dalam
pengawasan, diteruskan 50 mg sehari
atau 100 mg selama sehari atau 3x100 mg
setiap minggu
MDT digunakan sebagai

Mencegah
dan
mengobati
resistensi

Memperp
endek
masa
pengobata
n
Mempercepat
pemutusan
mata rantai
penularan
Antikusta

DDS Klofazimin Minosiklin

Protionamid Rifampisin

Klaritomisin Ofloksasin
Reaksi Kusta
Pengobatan ENL

Prednison
Talidomid
15-30 mg/hari
Klofazimin 200-300
mg/hari
Pengobatan reaksi
reversal
2. Pemakaian Lampren
lampren untuk dewasa 300 mg perhari selama
2-3 bulan. Bila ada perbaikan turunkan menjadi
200 mg per hari selama 2-3 bulan. Bila ada
perbaikan turunkan menjadi 100 mg perhari
selama 2-3 bulan, dan selanjutnya kembali pada
dosis lampren semula, 50 mg perhari,
Klasifikasi cacat
Pencegahan Cacat

 Dg melaksanakan diagnosis dini kusta,


 pemberian pengobatan MDT yang cepat dan tepat.
 mengenali gejala dan tanda rekasi kusta yang disertai
gangguan saraf serta memulai pengobatan dengan
kortikosteroid sesegera mungkin.
 Bila terdapat gangguan sensibilitas, memakai sepatu
untuk melindungi kaki yang telah terkena, memakai
sarung tangan bila berkerja dengan benda tajam atau
panas, dan memakai kacamata untuk melindungi
matanya.
Terimakasih ….

Anda mungkin juga menyukai