Anda di halaman 1dari 23

PENYAKIT MENULAR

“KUSTA”

BALQIS TRI YULIA


KHAERUNNISA
VERLICIA FERBYANI
Pengertian Kusta

 Penyakit infeksi mikobakterium yang bersifat kronik progresif, mula-


mula menyerang saraf tepi dan kemudian terdapat manifestasi kulit.
(Siregar,2004)

 Kusta berasal dari bahasa Sansekerta, yakni kusta berarti kumpulan


gejala-gejala kulit secara umum.

 Kusta atau Lepra disebut juga Morbus Hansen, sesuai dengan nama
yang menemukan kuman.
Pengertian lainnya..

Kusta adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi


Mycobacterium Leprae. Kusta atau Lepra menyerang berbagai bagian
tubuh diantaranya saraf dan kulit. Kusta atau Lepra merupakan tipe
penyakit granulomatosa pada saraf tepi dan mukosa dari saluran
pernafasan atas danlesi pada kulit adalah tanda yang bisa diamati
dari luar.
Bila tidak ditangani, kusta dapat sangat progresif menyebabkan
kerusakan pada kulit,saraf-saraf, anggota gerak dan mata. Tidak
seperti mitor yang beredar dimasyarakat, kusta tidak menyebabkan
pelepasan anggota tubuh sebegitu mudah seperti pada penyakit
tzaraath yang digambarkan dan sering disamakan dengan kusta.
(Pusdatin,2015)
Penyebab Kusta

 Penyebab kusta adalah kuman kusta (Mycobacterium Leprae)


yang berbentuk batang dengan ukuran Panjang 1-8 mic , lebar
0,2-0,5 mic biasanya berkelompok dan ada yang terbesar satu-
satu, hidup dalam sel dan bersifat tahan asam (BTA)
Klasifikasi kusta

Klasifikasi untuk kepentingan program kusta /klasifikasi WHO (1981) dan


modifikasi WHO (1988)
1. Pausibasilar (PB)
 Hanya kusta tipe I, TT dan sebagian besar BT dengan BTA negatif menurut
kriteria Ridley dan Jopling atau tipe I dan T menurut klasifikasi Madrid.

2. Multibasilar (MB)
 Termasuk kusta tipe LL, BL, BB dan sebagian BT menurut
kriteria Ridley dan Jopling atau B dan L menurut Madrid dan semua tipe
kusta dengan BTA positif.
 Untuk pasien yang sedang dalam pengobatan harus diklasifikasikan
sebagai berikut :

1. Bila pada mulanya didiagnosis tipe MB, tetapi diobati sebagai MB


apapun hasil pemeriksaan BTA-nya saat ini.
2. Bila awalnya didiagnosis tipe PB, harus dibuat klasifikasi baru
berdasarkan gambaran klinis dan hasil BTA saat ini.
Kriteria kusta
Perbedaan tipe PB dan MB menurut klasifikasi WHO

Pausibasilar (PB) Multibasilar (MB)


Lesi kulit (makula yang datar,  1-5 lesi  > 5 lesi
papul yang meninggi, infiltrat,  Hipopigmentasi /  Distribusi lebih simetris
plak eritem, nodus) eritema
 Distribusi tidak
simetris
Kerusakan syaraf (menyebabkan  Hilangnya  Hilangnya sensasi
hilang sensasi atau kelemahan sensasi yang kurang jelas
otot yang di persarafi oleh saraf jelas  Banyak cabang saraf
yang terkena  Hanya satu
cabang saraf
Tabel klinis tipe PB

Karakteristik Tuberkuloid (TT) Borderline Tuberkuloid Indeterminate


(BT)
Lesi Makula dibatasi infiltrat Makula
saja
tipe Makula dibatasi infiltrat

jumlah Satu atau beberapa Satu dengan lesi satelit Satu atau beberapa

distribusi Terlokalisasi dan asimetris Asimetris

permukaan Kering, skuama Kering, skuama bervariasi

sensibilita Hilang Hilang Agak terganggu

BTA Negatif Negatif atau +1 Biasanya negatif

Pada lesi kulit Positif kuat (+3) +2 Meragukan +1


Tabel klinis tipe MB

Karakteristik Lepromatosa Borderline Mid-Borderline


(LL) Lepromatosa (BL) (BB)
Sensibilitas Tidak terganggu Sedikit berkurang berkurang
BTA - - Cenderung banyak
Pada lesi kulit banyak Banyak Tidak ada
Tes lepromin Negatif Negatif Biasanya negatif,
terdapat juga +
Tanda – tanda “Kusta”

Untuk menetapkan diagnosa penyakit kusta perlu dicari


tanda-tanda pokok atau “cardinal signs” pada badan yaitu :
Kelainan kulit/lesi hypopigementasi atau kemerahan
dengan hilang / mati rasa yang jelas
Kerusakan dari saraf tepi, berupa yang hilang/mati rasa
dan kelemahan otot tangan,kaki, atau muka
Adanya kuman tahan asam di dalam kultur jaringan kulit
(BTA positif)
Tanda-tanda tersangka kusta (suspek) :

Tanda-tanda pada kulit:


 Bercak/Kelainan kulit yang merah atau putih di bagian tubuh
 Kulit mengkilap
 Bercak yang tidak gatal
 Adanya bagian-bagian tubuh yang tidak berkeringat atau tidak berambut.
 Lepuh tidak nyeri.

Tanda-tanda pada saraf:


 Rasa kesemutan, tertusuk-tusuk dan nyeri pada anggota badan atau muka.
 Gangguan gerak anggota badan atau bagian muka
 Adanya cacat (deformitas)
 Luka (ulkus) yang tidak mau sembuh
 Pencegahan Tertier (Tertiary Prevention)
Cara Penularan

1. Faktor Sumber Penularan :


Sumber penularan adalah penderita kusta tipe MB. Penderita MB
inipun tidak akan menularkan kusta, apabila berobat teratur.
2. Faktor Kuman Kusta :
Kuman kusta dapat hidup diluar tubuh manusia antara 1-9 hari
tergantung pada suhu atau cuaca, dan diketahui hanya kuman
kusta yang utuh (solid) saja yang dapat menimbulkan penularan
Diagnosis seseorang menderita penyakit kusta menimbulkan berbagai
masalah baik bagi penderita, keluarga ataupun masyarakat disekitarnya.
Bila ada keraguan-raguan sedikit saja pada diagnosa, penderita harus
berada dibawah pengamatan hingga timbul gejala-gejala yang jelas,
yang mendukung bahwa penyakit itu benar-benar kusta. Diagnosa kusta
dan kelasifikasi harus dilihat secara menyeluruh dari segi :

 Klinis
 Bakteriologis
 Immunologis
 Hispatologis
Pencegahan
 Pencegahan Primodial
Upaya pencegahan pada orang-orang yang belum memiliki faktor resiko
penyakit kusta melalui penyuluhan. Penyuluhan tentang penyakit kusta
adalah proses peningkatan pengetahuan, kemauan dan kemampuan
masyarakat oleh petugas kesehatan sehingga masyarakat dapat
memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatannya dari penyakit
kusta.
 Pencegahan Primer (Primary Prevention)
Upaya untuk mempertahankan seseorang yang telah memiliki faktor
resiko agar tidak sakit. Tujuan dari pencegahan primer adalah untuk
mengurangi insidensi penyakit dengan cara mengendalikan penyebab-
penyebab penyakit dan faktor-faktor resikonya.
 Pencegahan Sekunder (Secondary Prevention)
Upaya pencegahan penyakit dini yaitu mencegah orang yang telah
sakit agar sembuh, menghambat progresifitas penyakit dan
menghindari komplikasi. Tujuan pencegahan sekunder adalah untuk
mengobati penderita dan mengurangi akibat-akibat yang lebih serius
dari penyakit yaitu melalui diagnosis dini dan pemberian pengobatan
Pencegahan kecacatan

Pencegahan cacat kusta jauh lebih baik dan lebih ekonomis daripada
penanggulangannya. Pencegahan ini harus dilakukan sedini mungkin, baik oleh petugas
kesehatan, maupun oleh penderita itu sendiri dan keluarganya.

Upaya pencegahan cacat terdiri atas pencegahan cacat primer dan sekunder.

Upaya pencegahan cacat primer, yang meliputi :


 Diagnosa dini dan penatalaksanaan neuritis
 Pengobatan secara teratur dan adekuat
 Deteksi dini adanya reaksi kusta
 Penatalaksanaan reaksi kusta
Upaya pencegahan cacat sekunder, yang meliputi :
 Perawatan diri sendiri untuk mencegah luka
 Latihan fisioterapi pada otot yang mengalami kelumpuhan untuk
mencegah terjadinya kontraktur.
 Bedah rekonstruksi untuk koreksi otot yang mengalami kelumpuhan agar
tidak mendapat tekanan yang berlebihan.
 Bedah septik untuk mengurangi perluasan infeksi.
 Perawatan mata, tangan dan atau kaki yang anestesi atau mengalami
kelumpuhan otot.
Rehabilitasi
 Rehabilitas Medik
Pengobatan, psikoterapi, fisioterapi, perawatan luka, bedah rekonstruksi dan
bedah septik, pemberian alas kaki, protese atau alat bantu lainnya, serta terapi
okupasi.

 Rehabilitasi Nonmedik
Penyakit ini sering kali menyebabkan permasalahan yang sangat kompleks bagi
penderita kusta itu sendiri, keluarga, dan masyarakat. Pada
penyakit kusta ini dikenal 2 jenis cacat yaitu cacat psikososial dan cacat fisik.
 Rehabilitas Mental
Penyuluhan kesehatan berupa bimbingan mental harus diupayakan
sedini mungkin pada setiap penderita, keluarganya dan masyarakat
sekitarnya untuk memberikan dorongan dan semangat agar mereka
dapat menerima kenyataan.

 Rehabilitasi sosial
Bertujuan memulihkan fungsi social ekonomi penderita. Hal
ini sangat sulit dicapai oleh penderita sendiri tanpa partisipasi aktif dari
masyarakat di sekitarnya. Rehabilitasi sosial bukan bantuan sosial
yang harus diberikan secara terus menerus, melainkan upaya yang
bertujuan untuk menunjang kemandirian penderita.
Rehabilitasi kusta

Rehabilitasi merupakan proses pemulihan untuk memperoleh fungsi penyesuaian diri secara
maksimal atas usaha untuk mempersiapkan penderita cacat secara fisik, mental, sosial dan
kekaryaan untuk suatu kehidupan yang penuh sesuai dengan kemampuan yang ada padanya.
Tujuan rehabilitasi adalah penyandang cacat secara umum dapat dikondisikan sehingga
memperoleh kesetaraan, kesempatan dan integrasi sosial dalam masyarakat yang akhirnya
mempunyai kualitas hidup yang lebih baik (Depkes RI, 2006) Rehabilitasi terhadap penderita kusta
meliputi:

 Latihan fisioterapi pada otot yang mengalami kelumpuhan untuk mencegah terjadinya kontraktur
 Bedah rekonstruksi untuk koreksi otot yang mengalami kelumpuhan agar tidak mendapat tekanan
yang berlebihan
 Bedah plastik untuk mengurangi perluasan infeksi
 Terapi okupsi ( kegiatan hidup sehari-hari ) dilakukan bila gerakan normal terbatas pada tangan
 Konseling dilakukan untuk mengurangi depresi pada penderita cacat
Pengobatan
 Obat yang diberikan pada penderita Tipe PB 1 Lesi 1 langsung di telan di depan
petugas dan apabila obat tersebut tidak ada maka sementara diobati dengan dosis
obat Pauci Baciler 2-5. Untuk tipe Pauci Baciler (PB) lesi 2-5, pada dewasa pengobatan
bulanan, hari pertama diminum di depan petugas 2 kapsul Rifampisin 600 mg dan 1
tablet Dapsone 100 mg, pengobatan harian hari ke 2- 28, 1 tablet Dapsone 100 mg 1
blister untuk 1 bulan dan diminum sebanyak 6 blister
 Untuk tipe Multi Baciler (MB) pada dewasa pengobatan bulanan, hari pertama dosis
diminum di depan petugas 2 kapsul Rifampisin 600 mg, 3 tablet Lampren 300 mg dan 1
tablet Dapsone 100 mg, pengobatan harian yang ke 2-28 hari 1 tablet Lamprene 50 mg,
1 tablet dapsone 100 mg. Satu blister untuk 1 bulan dan diminum sebanyak 12
blister.Untuk anak dibawah usia 10 tahun obat diberikan berdasarkan berat badan
dengan dosis sebagai berikut : Rifampisin 10-15 mg/kg BB, Dapsone 1-2 mg/Kg BB
dan Clofazimin 1 mg/Kg BB (Depkes RI, 2005a dalam Hutabarat, 2008).

Anda mungkin juga menyukai