Anda di halaman 1dari 76

Patogenesis & Diagnosa

Kusta

KEPANITERAAN ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN FK UNTAR


RSUD CIBINONG – PERIODE 8 JAN-10 FEB 2018
Etiologi

 Kusta (penyakit Hansen) = penyakit menular


kronis akibat Mycobacterium leprae

 Mikroskopik M. leprae: basil uk. 3-8 µm x 0.5


µm, tahan asam dan alkohol, gram (+),
intraselular obligat
 Orde taksonomi: Actinomycetales
 Famili: Mycobacteriaceae
 Multiplikasi: pembelahan biner
Etiologi: M. leprae pewarnaan Ziehl-
Neelsen
Patogenesis

 M. leprae bersifat tropisme terhadap sel sistem


retikuloendotelial dan sistem saraf perifer (terutama sel
Schwann)
 Predileksi bakteri di makrofag intraseluler (globi)
 Replikasi M. leprae butuh 11-13 hari (M. Tuberculosis
hanya 20 jam)
 Predisposisi infeksi area tubuh dingin: kulit, mukosa
hidung, saraf perifer (superfisial)
 Tumbuh paling baik di suhu 27°C-30°C
Patogenesis

 Efektivitas patogen tergantung: kapsul & dinding sel


 Kapsul t.d. lipid (phthicerol dimycocerosate & phenolic
glucolipid-1) = target IgM dalam respon imun humoral
 Dinding sel t.d. lipoarabinomannan = antigen untuk
makrofag
Patogenesis

 M. leprae pada sel Schwann berikatan di domain G dari


rantai laminin-2 di basal lamina saraf tepi  menembus sel
 replikasi lambat  sel T mengenali Ag mikrobakterium
 reaksi inflamasi kronis
 Manifestasi klinis tergantung dengan status kekebalan tubuh
pasien
Patogenesis

 Genetik:
 Kerentanan lokus kromosom 10p13 dekat gen reseptor
mannose di permukaan makrofag (untuk fagositosis)
 Gen kompleks HLA kelas II/MHC pada kromosom 6
 Gen HLA-DR2 & HLA-DR3, respon imun selular spesifik 
kusta tuberkuloid
 Gen HLA-DQ1, tidak ada respon imun spesifik  kusta
lepromatosa
Patogenesis

 Kusta tuberkuloid di kulit & saraf perifer  plak infiltratif


annular atau ovoid, anestesi
 Biopsi kulit & saraf: granuloma dengan histiosit epiteloid, sel
raksasa multinuklear, sel T CD4+ yang sekresi IFN-ɣ
 BTA biasanya tidak terlihat

 Kusta lepromatosa
 Basil berkembang biak di jaringan & makrofag berbusa, sel T
CD4+ dan CD8+, tidak ada granuloma
 Histokimia biopsy kulit: IL-4 & IL-10
Reaksi kusta

 Reaksi kusta terkait dengan perubahan sistem imun tubuh


(obat anti lepra, stres, kehamilan)
 Reaksi reversal tipe I  hipersensitivitas tipe IV
 Kadar sitokin darah (IFN-ɣ & TNF) meningkat
 Sel T CD4+ diaktifkan
 Reaksi ENL tipe II  hipersensitivitas tipe III
 Deposisi kompleks imun + toksisitas sistemik
 TNF, infiltrat neutrofil meningkat
 Deposisi kompleks imun pada kulit
 Terjadi pada kasus kusta borderline dan lepromatosa
Gambaran Histopatologi:
Kusta tuberkuloid (kiri), Kusta lepromatosa (kanan)
Penularan

 Penularan rendah
 Fk risiko: kontak sering & berkepanjangan, tungau, saluran
napas (inokulasi aerosol)
 Beban bakteri tinggi pada kusta lepromatosa (7000 juta
basil/1 gram jaringan), di bentuk kusta lain lebih rendah (1
juta basil total)
 M. leprae ditemukan dalam jumlah tinggi di mukosa hidung
(100 juta basil per hari)
 Di luar tubuh basil bertahan 36 jam – 9 hari
Klasifikasi

 Ridley & Jopling 1966


 Kusta tuberkuloid (TT)
 Kusta tuberkuloid borderline (BT)
 Kusta mid borderline (BB)
 Kusta borderline (BL)
 Kusta lepromatosa (LL)
 Reklasifikasi dengan tambahan:
 Kusta neuritis murni
 Kusta intermediate
 TT, BT, intermediate = kusta PB
 BB, BL, LL = kusta MB
Perbedaan kusta PB & MB

PB MB
Lesi kulit: makula - 1 – 5 lesi - >5 lesi
datar, papul meninggi, - Hipopigmentasi/eritem - Distribusi sama
nodulus a - Hilang rasa kurang
- Distribusi tidak sama jelas
- Hilang rasa jelas

Kerusakan saraf: Satu cabang saraf Banyak cabang saraf


menyebabkan
hilangnya
sensasi/kelemahan otot
yang dipersarafi oleh
saraf yang terlibat
Manifestasi klinis

 Kusta intermediate
 Kelainan kulit: plak hipopigmentasi tidak jelas dengan beberapa
tingkat kehilangan sensasi taktil & panas
 Histopatologi: basil (+) infiltrasi perineural
 Merupakan tanda pertama kusta pada 20-80% pasien
 Kusta TT
 Kelainan kulit: plak anestesi, batas jelas, tepi rapi meninggi dan
melengkung ke dalam, permukaan tampak kering, rambut rontok
dan tidak berkeringat, saraf dapat menebal
Manifestasi klinis
 Kusta BT
 Kelainan kulit: plak anestesi, batas regular-iregular dengan ekstensi
pseudopodial, lesi satelit di sekitar plak, beberapa saraf cenderung
membesar asimetris, rambut rontok & tidak berkeringat pada plak
 Kusta BB
 Bentuk tidak stabil dengan ciri tuberkuloid dan lepromatosa
 Kelainan kulit: lesi annular, batas jelas, tepi dalam menonjol, tepi
luar tidak jelas (seperti keju Swiss)
 Kerusakan saraf: bervariasi tergantung imun pasien
Gambaran kusta BT
Manifestasi klinis

 Kusta BL
 Kelainan kulit: makula bundar-oval diameter 2-3 cm,
distribusi asimetris, terdapat daerah kulit normal di antar
makula, berkembang menjadi papul, nodul dan plak dengan
tepi agak miring pada kulit sekitarnya.
 Keterlibatan saraf: tidak simetris, namun kerusakan kurang
dibandingkan dengan BT & TT
Manifestasi klinis
 Kusta LL
 Kelainan kulit: makula, nodul, papul, bentuk difus dan infiltrat,
makula lebih kecil daripada BL, tepi tidak jelas, permukaan
mengkilap, distribusi simetris.
 Bentuk LL difus: kulit mengkilap dan menebal, daun telinga mengkilap
dan menebal.
 Bentuk nodular: stadium lanjut LL, nodul pada daun telinga, wajah,
batang tubuh, persendian, ekstremitas, madarosis, aksentuasi lipat kulit,
kelainan bentuk tulang (depresi hidung seperti singa – facies leonine)
 Keterlibatan saraf: trunkus saraf jarang terlibat, hilang sensasi kulit
simetris diawali dari ekstensor ektremitas dalam pola sarung tangan
dan stocking
Manifestasi klinis

 Kusta neuritis murni


 Kelainan kulit: -
 Keterlibatan saraf: hilang sensasi
Gambaran klinis, bakteriologik, imunologik kusta multibasiler (MB)

Sifat LL BL BB
Lesi
Bentuk Makula, infiltrat difus, Makula, plakat, papul Plakat, dome shaped
papul, nodul (kubah), punched out

Jumlah Tidak terhitung, tidak ada Sukar dihitung, masih ada Dapat dihitung, kulit sehat
kulit sehat kulit sehat jelas ada

Distribusi Simetris Hampir simetris Asimetris

Permukaan Halus berkilat Halus berkilat Agak kasar, agak berkilat

Batas Tidak jelas Agak jelas Agak jelas

Anestesia Tidak ada – tidak jelas Tidak jelas Lebih jelas


BTA
Lesi kulit Banyak (ada globus) Banyak Agak banyak

Sekret hidung Banyak (ada globus) Biasanya negatif Negatif


Tes lepromin Negatif Negatif Biasanya negatif
Gambaran klinis, bakteriologik, imunologik kusta pausibasiler (PB)

Sifat TT BT Intermediate
Lesi
Bentuk Makula saja; makula Makula dibatasi infiltrat; Hanya makula
dibatasi infiltrat infiltrat saja

Jumlah Satu, dapat beberapa Beberapa, atau satu dengan Satu atau beberapa
satelit

Distribusi Asimetris Masih asimetris Variasi

Permukaan Kering bersisik Kering bersisik Halus, agak berkilat

Batas Jelas Jelas Jelas atau dapat tidak jelas

Anestesia Jelas Jelas Tidak ada atau tidak jelas


BTA
Lesi kulit Hampir selalu negatif Negatif atau hanya +1 Biasanya negatif
Tes lepromin Positif kuat (3+) Positif lemah Dapat positif lemah atau
negatif
Gambaran kusta LL nodular + reaksi tipe II dan
hiperpigmentasi akibat klofazimin
Facies leonine & claw hand pada pasien LL
Dasar diagnosis

 Gejala klinis
 Gejala kerusakan saraf
Saraf Cabang & kelainan
N. Fasialis - Cabang zigomatik & temporal  lagoftamus
- Cabang bukal, mandibular & servikal  hilang
ekspresi wajah & gagal katupkan bibir
N. Trigeminus - Anestesi kulit wajah, kornea, konjungtiva mata
N. Ulnaris - Anestesi ujung jari anterior kelingking dan jari manis
- Clawing kelingking dan jari manis
- Atrofi hipotenar dan otot interoseus serta kedua otot
lumbrikalis medial
Dasar diagnosis
Saraf Cabang & kelainan
N. Medianus - Anestesia pada ujung jari anterior ibu jari, telunjuk dan jari tengah
 Gejala kerusakan saraf aduksi ibu jari
- Tidak mampu
- Clawing ibu jari, jari telunjuk dan jari tengah
- Ibu jari kontraktur
- Atrofi otot tenar dan otot lumbrikalis lateral

N. Radialis - Anestesia dorsum manus serta ujung proksimal jari telunjuk


- Tangan gantung (wrist drop)
- Kelemahan otot peroneus

N. Poplitea - Anestesia tungkai bawah, bagian lateral dan dorsum pedis


lateralis - Kaki gantung (drop foot)
- Kelemahan otot peroneus

N. Tibialis - Anestesia telapak kaki


posterior - Claw toes
- Paralisis otot intrinsik kaki dan kolaps arkus pedis
Dasar diagnosis

 Gejala klinis:
 1 dari 3 tanda cardinal dapat digunakan untuk penetapan diagnosis
penyakit kusta:
a. Lesi kulit yang anestesi
b. Penebalan saraf perifer
c. Ditemukan M. leprae sebagai bakteriologis (+)
 Masa inkubasi 40 hari – 40 tahun (rata-rata 3-5 tahun)
 Onset terjadi perlahan, tidak nyeri
 Keterlibatan saraf pada 90% pasien: hilang sensori suhu, diikuti,
raba, dan nyeri terutama pada tangan & kaki
Dasar diagnosis

 Gejala klinis:
 Bagian tubuh yang terkena kusta = suhu rendah (mata, testis, dagu,
cuping hidung, daun telinga, lutut)
 Perubahan saraf tepi:
 Pembesaran saraf asimetris pada daun telinga, ulnar, tibia posterior,
radial kutaneus
 Kerusakan sensorik pada lesi kulit
 Kelumpuhan nervus trunkus tanpa tanda inflamasi berupa neuropati,
kerusakan sensorik-motorik, kontraktur
 Kerusakan sensorik dengan pola stocking-glove
 Anestesia akral distal simetris (suhu, raba, nyeri)
Prosedur pemeriksaan kulit
 Persiapan:
1. Dokter menjelaskan pada pasien tentang maksud, tujuan, prosedur
pemeriksaan serta kegunaan pemeriksaan ruam kulit yang akan
dilakukan
2. Lakukan pemeriksaan dengan memperhatikan batas kesopanan
3. Cuci tangan sebelum melakukan pemeriksaan
 Persiapan alat:
 Cahaya cukup terang
 Kaca pembesar
 Kapas pilin
 Filamen/senar
 Jarum pentul
 Tabung isi air panas dan dingin
Prosedur pemeriksaan kulit
1. Inspeksi
a. Pasien posisi berhadapan dengan pemeriksa
b. Perhatikan kelainan atau cacat pada tangan & kaki (atrofi, jari
kiting, pemendekan jari, ulkus)
c. Perhatikan setiap makula, nodul, jaringan parut, kulit keriput,
penebalan kulit (mulai dari kepala)
d. Pasien diminta membuka baju dan luruskan tangan, kedua telapak
tangan menghadap ke atas. Amati pundak, lengan bagian belakang,
ketiak, dada, dan perut
e. Minta pasien berputar untuk memeriksa bagian samping
f. Minta pasien berputar membelakangi pemeriksa. Amati dari telinga,
belakang leher, punggung, pantat, tungkai belakang, telapak kaki
Prosedur pemeriksaan kulit
2. Pemeriksaan suhu
a. Dilakukan pada kulit yang dicurigai
b. Tabung berisi air panas (40 c) dan tabung berisi air dingin (20 c)
digunakan untuk memeriksa kemampuan membedakan suhu
c. Pemeriksa menerangkan pada pasien bila merasa disentuh
tubuhnya dengan tabung diharapkan menunjuk daerah yang
disentuh dengan telunjuk dan mengidentifikasi suhu
d. Lakukan pemeriksaan bergantian tabung dengan menempelkan
sisi tabung ke kulit
e. Pemeriksa melakukan latihan dengan mata pasien terbuka
terlebih dahulu. Pasien menutup mata bila sudah jelas
f. Kelainan kulit diperiksa bergantian dengan kulit normal di
sekitarnya untuk mengetahui ada tidaknya anestesi
Prosedur pemeriksaan kulit

2. Pemeriksaan suhu
Prosedur pemeriksaan kulit

3. Pemeriksaan rasa nyeri


a. Jarum pentul dipakai untuk memeriksa rasa nyeri
b. Pemeriksa menjelaskan dahulu pada pasien bila merasa
disentuh tubuhnya dengan jarum pentul, pasien menunjuk
daerah kulit yang disentuh dengan telunjuknya dan
mengidentifikasi sensasi tajam atau tumpul
c. Periksalah dengan jarum pentul secara tegak lurus pada kulit
yang tidak normal, gunakan kedua sisi jarum (tajam atau
tumpul) secara bergantian
d. Pemeriksa melakukan latihan dengan mata pasien terbuka
terlebih dahulu. Pasien menutup mata bila sudah jelas
e. Kelainan kulit diperiksa bergantian dengan kulit normal di
sekitarnya untuk mengetahui ada tidaknya anestesi
Prosedur pemeriksaan kulit

3. Pemeriksaan rasa nyeri


Prosedur pemeriksaan kulit

4. Pemeriksaan rasa raba


a. Pasien diminta duduk dengan posisi nyaman
b. Kapas dipilin untuk pemeriksaan sensorik
c. Pemeriksa menjelaskan kepada pasien bila terasa tindakan
yang dilakukan, pasien diminta menunjuk ke arah atas-
bawah atau kanan-kiri
d. Periksa kapas pilin secara tegak lurus pada kulit dengan
kelainan
e. Pemeriksa melakukan latihan dengan mata pasien terbuka
terlebih dahulu. Pasien menutup mata bila sudah jelas
f. Kelainan kulit diperiksa bergantian dengan kulit normal di
sekitarnya untuk mengetahui ada tidaknya anestesi
Prosedur pemeriksaan kulit

4. Pemeriksaan rasa raba


Pemeriksaan Fisik

a. Pemeriksaan kulit/dermatologis

1. Persiapan pemeriksaan
a) Tempat
Tempat pemeriksaan di dalam ruangan dengan sinar yang cukup, atau
di luar ruangan tetapi tidak boleh terpapar sinar matahari.
b) Waktu pemeriksaan
Pemeriksaan dilaksanakan siang hari
c) Pasien
Dijelaskan ke pasien dan keluarganya tentang cara pemeriksaan.
2. Pelaksanaan pemeriksaan

a) Pemeriksaan
- Pemeriksaan dimulai dengan pasien berhadapan dengan dokter
- Pemeriksaan dari kepala (muka, cuping telinga kiri, pipi kiri, cuping telinga kanan,
hidung, mulut, dagu, leher bagian depan) sampai telpak kaki secara sistematis.
- Perhatikan setiap bercak (macula), bintik-bintik (nodul), dll.
- Perhatikan kelainan dan cacat atropi, jari kiting, pemendakan jari dan ulkus

b) Pemeriksaan Rasa Raba pada Kelainan Kulit


- Pemeriksaan mati rasa, ujung kapas pilin untuk memeriksa rasa raba
- Periksa dengan kapas pilin
- Sebelum pemeriksaan dokter menjelaskan jika terasa sentuhan, pasien agar
menunjuk kulit
- Jika jelas, pasien menutup mata, atau dengan penutup mata untuk mengetahui
ada tidaknya mati rasa.

c) Pemeriksaan rasa raba syaraf tepi


Pada saraf tepi yang sering dijumpai dalam penyakit kusta, dan dapat diraba
1) Tempat terjadinya kerusakan saraf
Fungsi normal beberapa saraf tepi
Saraf Fungsi Motorik Fungsi Sensorik Fungsi Otonom
Auricularis Mempersarafi area Mempersarafi kelenjar
belakang teling keringat, kelenjar
minyak dan pembuluh
darah
Facialis Mempersarafi kelopak
mata agar bisa
menutup
Ulnaris Mempersarafi jari Rasa raba telapak
manis dan jari tangan, jari kelingking
kelingking & separuh jari manis

Medianus Mempersarafi ibu jari, Rasa raba telapak


telunjuk dan jari tangan bagian ibu jari,
tengah telunjuk, jari tengah ,
separuh jari manis

Radialis Kekuatan pergelangan


tangan

Peroneus communis Kekuatan pergelangan


kaki
Tibialis posterior Mempersarafi jari Rasa raba telapak kaki
kaki
2) Palpasi

Langkah pemeriksaan :

- Dokter berhadapan dengan pasien


- Palpasi dengan ringan bertujuan pasien tidak merasakan nyeri
- Perhatikan :
- Apakah ada penebalan
- Apakah saraf kiri & kanan sama besar
- Apakah ada nyeri pada saraf
- Saraf Auricularis Magnus

- Pasien diminta menoleh ke samping semaksimal mungkin sehingga saraf akan


terdorong oleh otot dibawahnya
- Tiga jari dokter diletakkan diatas persilangan jalannya saraf tersebut dengan arah
otot.
- Jika terjadi penebalan dapat diperhatikan terdapat jaringan yang kaku.
Bandingkan antara kiri dan kanan.

GAMBAR
- Saraf Ulnaris

- Tangan kanan dokter memegang lengan kanan bawah pasien dengan posisi siku
sedikit ditekuk sehingga relaks
- Jari telunjuk dan jari tengah tangan kiri dokter mencari sambil palpasi saraf
ulnaris
- Palpasi gulirkan pada saraf ulnaris, dan telusuri keatas sambil melihat ekspresi pasien
apakah tampak kesakitan atau tidak.
- Tindakan yang sama pemeriksaan saraf ulnaris kiri.

GAMBAR
3) Saraf peroneus communis (poplitea lateralls)

- Pasien diminta duduk denga rileks


- Dokter berhadapan dengan pasien tangan kanan memeriksa kaki kiri pasien dan
tangan kiri memeriksa kaki kanan
- Jari telunjuk dan jari tengah dokter meletakkan pada pertengahan betis bagian
luar pasien sambil perlahan palpasi ke atas sampai menemukan caput fibula.
Teraba saraf peroneus 1cm ke arah belakang
- Palpasi ringan saraf tersebut digulirkan bergantian ke kanan dan ke kiri

GAMBAR
4) Saraf tibialis posterior

- Pasien diminta duduk denga rileks


- Dokter meraba saraf tibialis posterior di bagian belakang bawah dari mata kaki
sebelah dalam (malleolus medialis) dengan tangan menyilang
- Dengan tekanan ringan saraf tersebut digulirkan sambil melihat ekspresi pasien

GAMBAR
5. Pemeriksaan Fungsi Saraf

Dilakukan secara sistematis pada mata, tangan dan kaki


a. Pemeriksaan fungsi rasa raba dan kekuatan otot
Prosedur pemeriksaan fungsi saraf:
 Persiapan pemeriksaan fungsi saraf
 Siapkan ball point yang ringan dan kertas
 Siapkan tempat duduk untuk pasien
 Cara pemeriksaan fungsi saraf
 Pemeriksaan dilakukan berurutan head to toe
 Mata
 Fungsi motorik saraf fasialis
 Pasien diminta memejamkan mata
 Dilihat dari depan/ samping apakah mata tertutup denga sempurna/ tidak ada celah
 Mata yang menutup, Diukur lebar celahnya lalu dicatat (ex: Lagopthalmus + 3 mm mata kiri atau
kanan) rapat
 Fungsi sensorik mata (pemeriksaan kornea: fungsi saraf trigeminus) tidak dilakukan di lapangan
5. Pemeriksaan Fungsi Saraf

b. Tangan
Fungsi sensorik saraf ulnaris dan medianus
 Pasien: tangan yang diperiksa diletakkan diatas paha pasien atau bertumpu pada tangan kiri dokter
 Sehingga semua ujung jari tersangga (tangan dokter menyesuaikan diri dengan keadaan tangan
pasien) ex: claw hand , maka tangan pemeriksa menyangga ujung-ujung jari sesuai lengkungan
jarinya
 Jelaskan tindakan yang akan dilakukan sambil memperagakan dengan sentuhan ringan dari ujung ball
point pada lengannya dan satu atau dua titik pada telapak tangannya
 Bila pasien merasakan sentuhan diminta untuk menunjuk tempat sentuhan dengan jari tangan yang
lain
 Tes diulang sampai pasien mengerti dan kooperatif
 Pasien diminta menutup mata atau menoleh ke arah berlawanan dari tangan pemeriksa
 Usahakan peeriksaan tidak berurutan (secara acak)
 Bila pasien tidak dapat menunjukkan 2 titik/ lebih berarti ada gangguan rasa raba pada saraf tersebut
5. Pemeriksaan Fungsi Saraf

b. Tangan
Fungsi motorik (kekuatan otot)
Saraf ulnaris (Kekuatan otot jari kelingking)
 Dokter memegang ujung jari tangan kanan pasien, telpak tangan pasien dan posisi vhwb
ekstensi (jari kelingking dapat digerakan)
 Pasien adduksi dan abduksi kelingking dari jari-jari lainnya. Bila pasien dapat
melakukannya, ia menaha kelingkingnya pada posisi jauh dari jari lainya dan kemudian jari
telunjuk pemeriksa mendorong pada bagian pangkal kelingking
5. Pemeriksaan Fungsi Saraf

Penilaian:
 Jari kelingking pasien dapat menahan dorongan bernilai kekuatan otot tergolong
kuat
 Jari kelingking pasien tidak dapat menahan dorongan bernilai kekuatan otot
tergolong sedang
 Jari kelingking pasien tidak dapat mendekat atau menjauh dari jari lainnya bernilain
sudah lumpuh
 Jika penilaian kurang meyakinkan dapat dilakukan pemeriksaan konfirmasi sebaga
berikut
 Minta pasien menjepit dengan kuat sehelai kertas yang diletakkan di antara jari manis
dan jari kelingking, lalu pemeriksa menarik kertas tersebut sambil menilai ada tidaknya
tahanan/ jepitan terhadap kertas tersebut

Penilaian:
 Kertas terlepas dengan mudah : kekuatan otot lemah
 Bila ada tahanan terhadap kertas : otot masih kuat
5. Pemeriksaan Fungsi Saraf

Saraf medianus
 Tangan dokter memegang jari telunjuk sampai kelingking tangan kanan pasien
agar telapak tangan pasien menghadap ke atas dalam posisi ekstensi
 Ibu jari pasien ditegangkan keatas sehingga tegak lurus terhadap telapak tangan
pasien dan pasien diminta untuk mempertahankan posisi tersebut
 Jari telunjuk pemeriksa menekan pangkat ibu jari pasien yaitu dari bagian batas
antara punggung dan telapak tangan mendekati telapak tangan
5. Pemeriksaan Fungsi Saraf

Saraf medianus
Penilaian:
 Jika ada gerakan dan tahanan kuat : kekuatan ototnya tergolong
kuat
 Jika ada gerakan dan tahanan lemah : kekuatan ototnya tergolong
sedang
 Bila tidak ada gerakan : sudah lumpuh
 bandingkan kekuatan otot kanan dan kiri untuk mengetahui
adanya kelumpuhan
5. Pemeriksaan Fungsi Saraf

Saraf radialis (kekuatan pergelangan tangan)


 Tangan kiri dokter memegang punggung lengan bawah tangan kanan pasien
 Pasien diminta menggerakkan pergelangan tangan kanan yang terkepal ke atas/ ekstensi
 Pasien diminta bertahan pada posisi keatas lalu dengan tangan kanan dokter menarik tangan
pasien

Penilaian:
 Bila pasien mampu menahan tarikan : kekuatan otonya tergolong kuat
 Bila ada gerakan tetapi pasien tidak mampu menahan tarikan berarti kekuatan ototnya
tergolong sedang
 Jika tidak ada pergerakan berarti lumpuh (pergelangan tangan tidak bisa digerakkan ke atas)
5. Pemeriksaan Fungsi Saraf
a. Kaki
Fungsi sensorik N. Tibialis posterior
 Kaki kanan pasien diletakkna pada paha kiri, usahakan telapak kaki
menghadap keatas
 Tangan kiri pemeriksa meyangga ujung jari kaki pasien
 Cara pemeriksaan sama seperti pada rasa raba tangan. Bila pasien
tidak dapat menunjukkan 2 titik/ lebih berarti ada gangguan rasa raba
pada saraf tersebut

Fungsi motorik N. Peroneus communis (poplitea lateralis)


 Dalam keadaan duduk, pasien diminta mengangkat ujung kaki dengan
tumit tetap terletak di lantai/ ekstensi maksimal (seperti berjalan
dengan tumit)
 Pasien diminta bertahan pada posisi ekstensi tersebut lalu pemeriksa
dengan kedua tangan menekan punggung kaki pasien ke bawah/ lantai
5. Pemeriksaan Fungsi Saraf

Penilaian :
 Bila ada gerakan dan pasien mampu menahan tekanan pemeriksa berarti kekuatan otot
tergolong kuat
 Bila ada gerakan namun pasien tidak mampu menahan tekanan pemeriksa berarti
kekuatan otot terglong sedang
 Bila tidak ada gerakan berarti lumpuh (ujung kaki tidak bisa degerakkan ke atas)
Pemeriksaan penunjang

A. Pemeriksaan bakterioskopik
B. Pemeriksaan histopatologi
C. Pemeriksaan serologik
Pemeriksaan bakterioskopik

 Pengambilan bubur jaringan: irisan & kerokan kecil pada


kulit  diberi pewarnaan tahan asam
 Mempercepat penegakan diagnosis (7-10% pasien dengan
lesi PB adalah pasien MB dini)
 Perlengkapan:
 Kaca objek baru & kotak kaca objek (slide box)
 Skalpel (tangkai ukuran No. 3, pisau ukuran No. 15)
 Bunsen & spiritus/alkohol + korek api
 Kapas
 Pensil kaca
 Penjepit kaca objek
Pemeriksaan bakterioskopik

 Persiapan alat dan formulir permintaan pemeriksaan


diletakan di meja bersih
 Minta pasien untuk duduk dengan tenang, jelaskan
tindakan yang akan dilakukan, jawab pertanyaan
pasien, isi formulir permintaan pemeriksaan
 Lokasi pengambilan bubur jaringan (2 atau 3 tempat)
 Cuping telinga kanan dan kiri (diharapkan mengandung
paling banyak)
 Kelainan kulit (lesi) yang aktif (meninggi dan warna
kemerahan); bila tidak ada lesi aktif, ambil dari lokasi yang
sebelumnya diketahui aktif atau sebelumnya positif
Gambar pengambilan bubur jaringan
Pemeriksaan bakterioskopik

 Lokasi pengambilan kulit wajah sebaiknya dihindari kecuali


tidak ditemukan di tempat lain
 Pemeriksaan dilakukan berulang
 Dokter yang mengambil dan memeriksa sediaan baiknya
berbeda untuk menjaga pengaruh gambaran klinis terhadap
hasil pemeriksaan bakteriologi
Pemeriksaan bakterioskopik
Cara pengambilan sediaan skin slit smear :
 Cuci tangan & gunakan handscoon
 Ambil kaca objek baru, bersih dan tidak tergores
 Beri tanda label kaca objek sesuai nomor identitas pasien.
Nomor ini harus sama dg yg tertera lembar permintaan
pemeriksaan skin smear
 Bersihkan lokasi kulit tempat pengambilan skin smear dg kapas
alkohol, biarkan mengering Nyalakan api spiritus
 Persiapkan bisturi Jepitlah kulit dg erat menggunakan jempol
& telunjuk agar darah tdk ikut keluar  Insisi dg panjang (5mm)
& kedalaman (2mm).
Pemeriksaan bakterioskopik
 Putar scapel 90 ° & pertahankan pd sudut yg tepat pd
irisanAmbil jaringan 1-2x, jangan ada darah (dpt menggangu
pewarnaan & pembacaan)  lepas jepitan pd kulit dan bersihkan
darah dg kapas alkohol
 Buat apusan dr kerokan kulit (btk: lingkaran diameter 8 mm) di
kaca objek pd sisi yang sama dg letak identitas
 Hapus kotoran pd scapel menggunakan kapas alkohol Lewatkan
scapel diatas nyala Api Bunsen selama 3-4 detik  Biarkan dingin
tp jgn sampai menyentuh sesuatu
 Ulangi langkah diatas utk lokasi apusan lain buat apusan disisi
dekat dg sebelumnya, tapi jangan sampai bersentuhan dg apusan
sebelumnya
Pemeriksaan bakterioskopik

 Lepas scapel dg hati-hati


 Biarkan kaca obyek mengering beberapa saat dg
temperatur ruangan, tp tdk di bwh sinar matahari
 Balut luka dan Ucapkan terima kasih pd pasien
 Fiksasi apusan dengan melewatkannya diatas nyala
api Bunsen 3x. Kaca objek tsb jangan sampai
terlalu panas saat disentuh
 Letakkan kaca objek di kotak dan kirimkan ke
laboratorium dengan formulir pendaftaran dan
pemeriksaan
Pemeriksaan bakterioskopik

Cara pewarnaan
 Metode Ziehl-Nielsen
 Pewarnaan: Carbol Fuchsin 0,3 %cuci dg alkohol 3%
(bersihkan semua warna), pd M.Leprae (pencucian dg
Methylene blue 0,3%)
 Basil Kusta batang2 merah pd latar belakang biru
Pemeriksaan bakterioskopik

Peralatan
 Larutan Carbol fuchsin 0,3% Buat register kaca objek
 Larutan Methylene blue 0,3% letakkan kaca objek di rak
pewarnaan dg sisi apusan
 Alkohol 3% menghadap keatas
 Lampu Spiritus (Bunsen)
 Wadah dg air mengalir
 Pipet 10/> kaca objek dpt diwarnai
 Besi penyangga rak kaca bersamaan. Pastikan kaca
objek objek tsb tdk saling
bersentuhan satu dg yg lain.
 Kertas tisu
 Sarung tangan
Pemeriksaan bakterioskopik
Pewarnaan
 Sebelum digunakan, saringlah carbol fuchsin 0,3% menggunakan
kertas saring biasa
 Tutupilah seluruh permukaan kaca objek dengan larutan carbol
fuchsin
 Panaskan kaca objek dengan hati-hati diatas lampu spiritus sampai
uap carbol fuchsin keluar. Pastikan bahwa pewarnaan tidak sampai
mendidih. Jika pewarna mengering tambahkan lagi reagens dan
panaskan kembali
 Basuh dengan hati-hati dibawah air mengalir. Keringkan air hingga
kaca objek tidak lagi berwarna, meskipun apusan akan menjadi
merah tua.
Pemeriksaan bakterioskopik
Pewarnaan
Pemeriksaan bakterioskopik
Pelunturan
 Tetesi permukaan kaca objek hingga tertutup dengan asam alkohol 3%
selama 10 detik
 Metode lain adalah dengan menggunakan asam sulfat 25% selama 10
menit. Bilas perlahan dengan air
Pemeriksaan bakterioskopik
Counter staining
 Tetesi sediaan dg methylene blue selama 1 menit
 Bilas dg air & biarkan kaca objek mengering dg sisi miring dg sisi
apusan menghadap bawah Apusan siap dibaca
Pemeriksaan bakterioskopik
Pembacaan
 Bentuk kuman kusta yg dpt
ditemukan:  Granular
 Titik2 terbentuk garis lurus/
berkelompok
 Utuh (solid)
 Kelompok: kecil: 40-6- BTA,
 menandakan adanya besar :200-300 BTA
mikroorganisme hidup
 Dinding sel tdk terputus
 Globus
 Mengambil zat warna secara
merata  Beberapa BTA utuh/
fragmented/granulated
 Panjang kuman 4x lebar
mengadakan ikatan /
berkelompok

 Pecah-pecah(fragmented)
 Dinding sel terputus
 Clumps
sebagian/seluruhnya 
Pemeriksaan bakterioskopik
Pembacaan skin smear
 Pembesaran objek 10x dan 100x
 Pembesaran 10xTeteskan apusan dg 1 tetes minyak
immersepembesaran 100x
 Bilas kaca objek dg xylene(xylol), jgn dihapus
 Simpan kaca objek utk quality control, yg tdk disimpan hrs
dimusnahkan/desinfeksi, dididihkan dan dicuci utk pemeriksaan rutin
lain kecuali utk apusan kulit
 BTA
 Batang merah dg latar belakang biru
 Bentuk: lurus / melengkung
 Warna merah dpt merata / homogeny (solid) / tidak rata (fragmented dan
granular)
Pemeriksaan bakterioskopik
Penghitungan dg cara:
 Zig-zag (Zig zag method)
 Huruf Z (Z method)
 ½ / ¼ (Half / Quarter circle method)
Indeks Bakteri (IB) Indeks Morfologi (IM)
 Ukuran semikuantitatif kepadatan
BTA Jumlah solid x 100 %
 Kegunaan: Jumlah solid + nonsolid
Membantu menentukan tipe kusta dan
menilai pengobatan  Kegunaan:
 Penilaian : logaritma Ridley mengetahui daya penularan kuman
 IB 6+ adalah > 1.000 BTA/ 1LP; menilai hasil pengobatan
 IB 5+ adalah 101-1,000 BTA / 1LP; membantu menentukan resistensi thd
obat
 IB 4 + adalah 11-100 BTA / 1LP;
 Jika ditemukan globus/clumps jgn
 IB 3 + adalah 1-10 BTA / 1LP; dihitung
 IB 2 + adalah 1 – 10 BTA / 10 LP;  Syarat perhitungan:
 IB 1 + adalah 1 – 10 BTA / 100 LP;  Jumlah min kuman tiap lesi 100 BTA
 IB 0 adalah 0 BTA /100 LP.  Mulai dihitung IB 3+
 IB seseorang adalah IB rata2 /  Jika jumlah BTA <100 dpt dihitung IM
nya tetapi tidak dinyatakan dlm %, tetap
tertinggi dr semua lesi yg dibuat dalam pecahan yg tdk boleh diperbesar /
sediaan diperkecil
Contoh menghitung IB dan IM
Lokasi pengambilan Kepadatan Solid Fragmented/granulated
Daun telinga kiri 5+ 5 95
Daun telinga kanan 4+ 6 94
Paha kiri 4+ 3 97
Bokong kanan 4+ 4 96
Jumlah 17+ 18 382

IB = 17+/4= 4,25  kesimpulannya IB = 4+


IM 18+/(18+382) x 100% = 4,50

*catatan :
hasil pembacaan sedian apus cukup dinyatakan negative (-) atau positif (+) saja
Pemeriksaan Histopatologi

Gambaran:
 Tuberkuloid 
 Tuberkel dan kerusakan saraf lebih nyata
 Tidak terdapat basil / hy sedikit dan non solid
 Lepromatosa
 Subepidermal clear zone (daerah langsung dibawah epidermis
yg jaringannya tdk patologik)
 Sel Virchow dg banyak Basil dpt ditemukan
 Borderline
 Campuran tipe Tuberkuloid dan Lepromatosa
Pemeriksaan Serologik

Antibodi Pemeriksaan lainnya


Antibodi spesifik  Mycobacterium Leprae
Particle Aglutination (MLPA)
 Anti phenolic glycolipid-1
(PGL-1)  ELISA
 Antibodi anti protein 16kD  ML dipstick
dan 35 kD  PCR

Antibodi tidak spesifik


 Antibodi
antilipoarabinomanan
(LAM) jg dihasilkan oleh
M. Tuberkulosis
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai